PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK DEODORAN EKSTRAK ETANOL DAUN BELUNTAS (Pluchea indicaL.) DENGAN VARIASI JUMLAHSORBITAN MONOOLEATESEBAGAIEMULSIFYING
AGENT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Natalia Noveli Hardita
NIM: 088114130
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK DEODORAN EKSTRAK ETANOL DAUN BELUNTAS (Pluchea indicaL.) DENGAN VARIASI JUMLAHSORBITAN MONOOLEATESEBAGAIEMULSIFYING
AGENT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Natalia Noveli Hardita
NIM: 088114130
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Hidup ini bukan tentang mereka yang berbuat baik di
hadapanmu, namun tentang mereka yang tetap setia di
belakangmu.”
“Ketika hidup memberi kata TIDAK atas apa yang kamu
inginkan, percayalah, Tuhan selalu memberi kata Ya atas
apa yang kamu butuhkan.”
“Hanya Butuh Sedikit Perbedaan pola pikir dan tindakan
untuk mengubah diri kita dari seorang Pecundang menjadi
seorang Pemenang.”
Kupersembahkan karya kecilku ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Mami dan Papi tercinta atas cinta dan kasih sayangnya
Sahabat-sahabatku
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini sehingga dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi dengan judul: “Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas
Fisik Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dengan Variasi
Jumlah Sorbitan Monooleate sebagai Emulsifying Agent” ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program
Studi Ilmu Farmasi (S. Farm).
Dalam penyusunan laporan ini penulis tidak lepas dari bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rini Dwiastuti, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penelitian maupun penyusunan
skripsi.
2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan, kritik dan saran kepada penulis.
3. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis.
4. Ipang Djunarko, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
viii
5. Seluruh dosen Fakultas farmasi USD atas ilmu yang diberikan dan kebersamaan
selama kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
6. Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Iswandi, Mas Wagiran, Pak Mukmin, serta
laboran-laboran lainnya atas bantuan selama penulis menyelesaikan penelitian.
7. RD. Thomas Riyadi selaku Pastor Paroki Santo Andreas Ciluar Bogor yang selalu
mendukung dan mendoakan penulis.
8. Stefanus Wahyu Kartiko Adi yang atas waktu, doa, bantuan dan dukunganmu.
9. Partner skripsiku Ananda Siwi Lesmana atas kesabaran, kerjasama, suka duka
dan bantuannya selama mengerjakan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
10. Dian Prasanti, Budiastuti Nurrochmah, Yohana Tika A, Evelyn Puspita Rini,
Eddie H, Sylvia N, Mariana, Agata Dessynta Putri, Lies Dewi, Octo Rahadian
Pius, Anna Sofiana dan Agnes Afrina F sebagai teman seperjuangan di lantai 1
atas canda tawa dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabatku alumni SMA Budi Mulia Bogor Vilis Chandra, Wulan
Febriningtyas, Rr. Felixita Woro A, Nugrahaning Sabatina, Valentina Evelyn S,
Andrian Saputra, Dennis Surya dan Derris Surya yang selalu memberikan
semangat kepada penulis.
12.Kelompok praktikum C1 “CICAK”.I Miss you guys..
13. Teman-teman angkatan 2008, khususnya teman-teman FST B atas suka duka,
canda tawa dan kebersamaannya selama ini.
14. Teman-teman kost Muria Ci Novi, Kak Eva, Kak Lusi, Dita, Frada dan lain-lain
ix
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa penyusunan dan penyelesaian skripsi ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis membutuhkan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga isi, makna, maksud dan tujuan dari
skripsi ini kiranya dapat memberikan suatu inspirasi baru yang dapat dipetik manfaat
dan kegunaannya bagi penulis khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.
x
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
PRAKATA ... vii
B. Tujuan Penelitian ... 5
1. Tujuan umum ... 5
xi
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6
A. Bau Badan ... 6
D. Identifikasi Mikrobia ... 11
1. Morfologi koloni ... 12
2. Morfologi sel ... 14
E. Pengujian Aktivitas Antibakteri ... 15
F. Maserasi ... 16
G. Deodoran ... 17
H. Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi ... 18
1. Daya sebar ... 18
2. Viskositas ... 18
3. Stabilitas emulsi ... 18
xii
J. Mikromeritik ... 21
K. UjiIndependent t-test ... 22
L. Landasan Teori ... 23
M. Hipotesis ... 24
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 25
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 25
B. Variabel Penelitian ... 25
C. Definisi Operasional ... 25
D. Rancangan Penelitian ... 28
1. Bahan penelitian ... 28
2. Alat penelitian ... 28
E. Alur Penelitian ... 29
F. Prosedur kerja ... 30
1. Pengumpulan bahan ekstrak daun beluntas ... 30
2. Pembuatan ekstrak etanol daun beluntas ... 30
3. Penetapan kadar total fenolik ... 30
4. Isolasi bakteri ketiak dari lima probandus ... 31
5. Identifikasi bakteri isolat dengan pengamatan morfologi koloni, morfologi sel dan uji biokimiawi ... 32
6. Penanaman isolat bakteri pada medium selektif ... 34
xiii
8. Pembuatan, uji sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran ekstrak etanol daun
beluntas ... 35
G. Analisis Data ... 38
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39
A. Pengumpulan Bahan Ekstrak dan Determinasi Tumbuhan ... 40
B. Pembuatan Serbuk Daun Beluntas ... 41
C. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Beluntas dan Verifikasi Kandungan Senyawa Fenolik dalam Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 42
D. Isolasi Bakteri Ketiak ... 43
E. Identifikasi Isolat Bakteri Ketiak ... 46
1. Pengamatan morfologi koloni bakteri isolat ketiak ... 47
2. Pengamatan morfologi sel ... 49
3. Pergerakan bakteri (motilitas) ... 50
4. Uji biokimiawi ... 51
F. Determinasi Bakteri Isolat Ketiak ... 52
G. Penegasan genusStaphylococcuspada Medium Selektif ... 53
H. Pengujian Potensi Antibakteri dengan Metode Difusi ... 55
I. Pembuatan Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 57
J. Pengamatan Sifat Fisis Deodoran ... 59
K. Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Deodoran Ekstrak Daun Beluntas ... 60
1. Daya sebar ... 60
xiv
3. Persen pemisahan fase ... 64
4. Ukuran droplet ... 65
5. Pergeseran ukuran droplet ... 68
6. Pergeseran viskositas ... 70
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74
LAMPIRAN ... 78
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Formula deodoran ekstrak etanol daun beluntas ... 35
Tabel II. Variasi jumlahsorbitan monooleate ... 35
Tabel III. Formula deodoran ... 36
Tabel IV. Hasil identifikasi bakteri isolat ketiak dibandingkan dengan pustaka
acuan ... 53
Tabel V. Diameter zona hambat ekstrak daun beluntas terhadap bakteri genus
Staphylococcus... 56 Tabel VI. Tabel hasil uji daya sebar ... 60
Tabel VII. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon daya sebar
pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan dengan
menggunakan ujit-testtidak berpasangan ... 61
Tabel VIII. Tabel hasil uji viskositas ... 62
Tabel IX. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon viskositas
pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan dengan
menggunakan ujit-testtidak berpasangan ... 63
Tabel X. Tabel hasil uji persen pemisahan fase ... 64
Tabel XI. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon persen
pemisahan fase pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari
penyimpanan dengan menggunakan ujit-testtidak berpasangan ... 65
xvi
Tabel XIII. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon ukuran
droplet pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan dengan
menggunakan ujit-testtidak berpasangan... 67
Tabel XIV. Tabel hasil uji pergeseran ukuran droplet ... 68
Tabel XV. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon pergeseran
ukuran droplet pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan
dengan menggunakan ujit-testtidak berpasangan ... 69
Tabel XVI. Tabel hasil uji pergeseran viskositas ... 71
Tabel XVII.Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon pergeseran
viskositas pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman beluntas ... 7
Gambar 2. Bentuk koloni bakteri ... 12
Gambar 3. Pola pertumbuhan pada media agar tegak ... 13
Gambar 4. Pola pertumbuhan pada media agar miring ... 13
Gambar 5. Pola pertumbuhan pada media cair ... 14
Gambar 6. Skema ketidakstabilan emulsi ... 19
Gambar 7. Daun beluntas yang dipetik untuk dibuat ekstrak ... 41
Gambar 8. Ekstrak Daun Beluntas yang Digunakan ... 43
Gambar 9. Hasil isolasi ketiak dari lima probandus ... 45
Gambar 10. Bakteri isolat ketiak pada medium Manitol Salt Agar ... 54
Gambar 11. Reaksi penyabunan triethanolamine dan asam stearat ... 59
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan identifikasi daun beluntas ... 78
Lampiran 2. Certificate of Analysisekstrak daun beluntas dari LPPT UGM ... 79
Lampiran 3. Proses ekstraksi ekstrak etanol daun beluntas dari LPPT UGM ... 80
Lampiran 4. Penetapan kadar fenolik dari LPPT UGM ... 81
Lampiran 5. Diameter zona hambat ekstrak daun beluntas ... 85
Lampiran 6. Uji normalitas dan ujiWilcoxonbakteri isolat ketiak ... 86
Lampiran 7. Material Safety Data Sheetdari bahan-bahan yang digunakan ... 90
Lampiran 8. Data penimbangan formula ... 102
Lampiran 9. Data uji sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran ekstrak daun beluntas ... 103
Lampiran 10. Uji normalitas dan profil kestabilan viskositas, daya sebar, ukuran droplet, pergeseran viskositas, pergeseran ukuran droplet dan persen pemisahan fase sediaan ekstrak etanol daun beluntas dengan program R 2.9.0. ... 105
xix
INTISARI
Penelitian mengenai Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dengan Variasi Jumlah Sorbitan Monooleate sebagai Emulsifying Agent dilakukan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas yang dapat digunakan sebagai antibakteri dengan menggunakan metode difusi dan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan pada variasi jumlah sorbitan monooleate dalam deodoran ekstrak etanol daun beluntas.
Pada penelitian ini digunakan rancangan percobaan secara acak dengan satu faktor dan dua level (1,178 g dan 1,963 g). Respon yang diukur dalam penelitian ini adalah daya sebar, viskositas, ukuran droplet, pergeseran ukuran droplet, pergeseran viskositas dan persen pemisahan fase. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan ujiindependent t-testdengantaraf kepercayaan 95%.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi 3% dapat memberikan daya hambat pada bakteri genusStaphylococcus. Sifat fisik daya sebar, viskositas dan ukuran droplet dan stabilitas fisik pergeseran ukuran droplet dan pemisahan fase memiliki perbedaan yang tidak signifikan, sedangkan stabilitas fisik pergeseran viskositas memiliki perbedaan yang signifikan.
Kata kunci: deodoran, ekstrak etanol daun beluntas, sorbitan monooleate, uji
xx
ABSTRACT
The difference of physical properties and stabillity of deodorant from beluntas leaves (Pluchea indica L.) ethanolic extract with a variation of sorbitan monooleate as emulsifying agent was a study to determine antibacterial concentration of beluntas leaves ethanolic extract with diffusion method, and difference of physical properties and stability of deodorant with a variation of sorbitan monooleate.
The study is a random experiment with 1 factor and 2 levels (1,178 g and 1, 963 g). Measured responses are spreadability, viscosity, droplet size, droplet size shift, viscosity shift, and phase separation precentation. The result was statistically analyzed using T-test with 95% confidence interval.
Beluntas leaves ethanolic extract inhibits genus staphylococcus bacteria at concentation of 3%. The physical properties of spreadability, viscosity and droplet size and droplet size shift and phase separation in the physical stability did not differ significantly, while the physical stability of viscosity shift has significant differences.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Bau badan merupakan proses dekomposisi protein yang terdapat dalam
keringat ekrin dan terutama apokrin oleh mikroba yang terdapat pada tubuh terutama
bagian ketiak (Mitsui, 1997). Penyebab utama bau badan adalah sekresi kelenjar
keringat yang merupakan hasil sebum, asam lemak tinggi dan debris (pigmen) yang
terkumpul menjadi sisa hasil metabolisme pada kulit. Sisa hasil metabolisme inilah
yang mendukung terbentuknya produk berbau hasil dekomposisi (penguraian) oleh
bakteri (Soeryati, 2010). Mikroba yang tinggal di permukaan kulit akan menguraikan
keringat beserta zat-zat yang terkandung didalamnya. Beberapa bakteri yang diduga
menjadi penyebab bau badan diantaranya Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Corybacterium acne,
Pseudomonas aeruginosa (Endarti et al., 2002). Hasil uraian keringat oleh mikroba
inilah yang menimbulkan bau tidak sedap, antara lain dengan terbentuknya
asam-asam organik yang berbau khas. Dalam keadaan ini, seseorang membutuhkan suatu
sediaan yang dapat mengurangi atau menghilangkan bau badan.
Selama ini deodoran yang beredar di pasaran dari berbagai bentuk dan merek
dagang digunakan untuk mengurangi atau mencegah bau badan. Sebagian besar
sintetik perlu mempertimbangkan efek toksik yang mungkin ditimbulkan. Diperlukan
suatu solusi untuk mengurangi efek toksik yang ditimbulkan dari bahan sintetik.
Seperti diketahui, Indonesia memiliki banyak tumbuhan berkhasiat sebagai
obat-obatan dan kosmetika. Diantaranya Daun Beluntas (Pluchea Indica L.). Selama
ini daun beluntas secara tradisional digunakan dengan cara diseduh dengan air panas
lalu diminum untuk menghilangkan bau badan. Hal ini tentunya memakan waktu
yang lama dan kurang praktis. Menurut penelitian Ardiansyah et al., 2003, daun
beluntas memiliki kemampuan untuk menghilangkan bau badan karena daun beluntas
memiliki kandungan fenol hidrokuinon, tanin, alkaloid yang berfungsi sebagai
antimikroba. Untuk itu, perlu dilakukan pengembangan terhadap tanaman beluntas
menjadi suatu bentuk sediaan yang lebih modern seperti deodoran yang dapat
digunakan secara praktis untuk menghilangkan bau badan. Penelitian menyebutkan
total fenolik ekstrak etanol terbanyak terdapat pada bagian daun (Nurmala et al,
2011).
Deodoran merupakan salah satu produk emulsi dengan viskositas tertentu
yang berfungsi menjaga stabilitas emulsi dan mencegah pengendapan bahan aktif
dalam sistem emulsi tersebut. Dalam pembuatan deodoran dalam bentuk emulsi
membutuhkan suatu emulsifying agent agar dapat membentuk emulsi yang stabil.
Pemilihan emulsifying agent perlu dipertimbangkan agar diperoleh suatu sistem
emulsi yang stabil.
Emulsifying agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah emulsifying
sorbitan monooleate. Emulsifying agent ini diharapkan dapat memberikan suatu sistem emulsi yang stabil dengan adanya gugus yang hidrofil dan lipofil.
Penelitian ini perlu dilakukan sebagai penelitian awal mengenai perbedaan
yang signifikan atau perbedaan yang bermakna dengan adanya variasi jumlah
sorbitan monooleate yang berbeda sebagai emulsifying agent terhadap sifat fisik dan
stabilitas fisik deodoran ekstrak etanol daun beluntas. Dari hasil penelitian ini dapat
diperoleh informasi untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh variasi
jumlahsorbitan monooleatesebagaiemulsifying agent.
1. Perumusan Masalah
a. Apakah ekstrak etanol daun beluntas yang dibuat dalam penelitian ini
memiliki efek antibakteri terhadap bakteri penyebab bau badan?
b. Apakah ada perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan pada
variasi jumlah sorbitan monooleate dalam deodoran ekstrak etanol daun
beluntas yang digunakan dalam penelitian ini?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai ekstrak etanol daun beluntas yang berkaitan dan pernah
dilakukan adalah Quantification of Total Phenolics in Different Parts of Pluchea
indica (L.) Ethanolic and Water Extracts yang dilakukan oleh Normala, H. and
Suhaimi M.I (2011), menjelaskan tentang hasil kuantitatif total fenolik dalam ekstrak
Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Stabilitas
Aktivitasnya pada Berbagai Konsentrasi Garam dan Tingkat pH yang dilakukan oleh
Ardiansyah (2003), menjelaskan tentang senyawa aktif yang diduga berperan sebagai
senyawa antimikroba daun beluntas dan bakteri yang sensitif terhadap senyawa
antimikroba daun beluntas dengan perbedaan konsentrasi garam.
Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh penulis, penelitian mengenai
Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas
(Pluchea indicaL.) dengan Variasi JumlahSorbitan MonooleatesebagaiEmulsifying
Agentbelum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis. Menambah informasi pengetahuan mengenai bentuk sediaan
deodoran dari bahan alam yaitu daun beluntas dengan menggunakan sorbitan
monooleatesebagaiemulsifying agent.
b. Manfaat praktis. Memperoleh informasi sifat fisik dan stabilitas fisik
deodoran ekstrak daun beluntas dengan menggunakan variasi jumlah sorbitan
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Mengetahui perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran ekstrak
etanol daun beluntas (Pluchea indica L.) yang bersifat antibakteri dengan variasi
jumlahsorbitan monooleatesebagaiemulsifying agent.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui ekstrak etanol daun beluntas yang dibuat dalam penelitian
ini memiliki efek antibakteri penyebab bau badan.
b. Untuk mengetahui perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan
pada variasi jumlahsorbitan monooleate dalam deodoran ekstrak etanol daun
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Bau badan
Bau badan atau bromhidrosis adalah bau yang tidak menyenangkan yang
dirasakan oleh tubuh karena bakteri yang hidup pada kulit memecah keringat menjadi
asam. Kulit memiliki dua kelenjar keringat yaitu kelenjar ekrin dan kelenjar apokrin.
Ketika suhu tubuh meningkat, sistem saraf otonomik merangsang kelenjar ekrin
untuk mengeluarkan cairan ke permukaan kulit. Cairan tersebut adalah keringat yang
berisi air, garam (natrium klorida), urea dan elektrolit lainnya yang membantu
mengatur kesetimbangan cairan dalam tubuh. Kelenjar apokrin mengeluarkan
keringat langsung ke tubulus kelenjar. Ketika seseorang sedang emosional, dinding
tubulus berkontraksi yang menyebabkan keringat keluar di permukaan kulit dimana
bakteri mulai memecahnya. Pemecahan keringat oleh bakteri inilah yang
menyebabkan bau (Mayo Clinic, 2010). Beberapa bakteri yang diduga menjadi
penyebab bau badan tersebur diantaranya ialah Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Corybacterium , Pseudomonas
B. Beluntas
1. Deskripsi tanaman
Tanaman ini memiliki habitat perdu dengan tinggi 1-1,5 m. Batangnya
berkayu, bulat, tegak, bercabang, bila masih muda berwarna ungu setelah tua
putih kotor. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, tepi rata, ujung runcing,
pangkal tumpul, berbuluhalus, panjang 3,8-6,4 cm, lebar 2-4 cm, pertulangan
menyirip, warna hijau mudahingga hijau. Bunganya majemuk, mahkota lepas,
putik bentuk jarum, panjang ± 6 mm, berwarna hitam kecoklatan, kepala sari
berwarna ungu, memiliki dua kepala putik yang berwarna putih atau putih
kekuningan. Akar beluntas merupakan akar tunggang dan bercabang
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
2. Taksonomi
Gambar 1. Tanaman beluntas
Menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) taksonomi tanaman beluntas
dikelompokkan seperti dibawah ini:
Sub divisi : Angiospermae
Di berbagai daerah di Indonesia beluntas dikenal dengan nama beluntas
(Sumatra), baruntas (Sunda), luntas (Jawa Tengah), baluntas (Madura), lamutasa
(Makasar). Sedangkan di luar Indonesia beluntas dikenal dengan nama lenabou
(Timor), beluntas (Malaysia), beluntas (Singapura), dan khlu (Thailand) (Heyne,
1987).
4. Manfaat
Secara tradisional daunnya digunakan sebagai obat untuk menghilangkan bau
badan, obat penurun panas, obat batuk dan obat antidiare. Daun beluntas yang telah
direbus sering pula digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Selain itu, daun
beluntas juga sering dikonsumsi sebagai lalapan (Winarno dan Sundari, 1998).
5. Kandungan kimia
Kandungan minyak atsiri dari daun beluntas mengandung benzil alkohol,
benzil asetat, eugenol, dan linolol (Rasmehuli, 1986). Flavonoid daun beluntas
memiliki aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus sp, Propinobacterium sp, dan
ilmiah memiliki aktivitas antimikroba terhadapStaphylococcus aureus, Pseudomonas
fluorecens, Escherichia coli dan Salmonela typhi (Ardiansyah et al, 2003). Skrining
Fitokimia menunjukkan hasil ekstrak etanol mengandung flavonoid, fenol
hidrokuinon, tanin dan sterol (Ardiansyah et al, 2003).
C. Isolasi mikroba 1. Definisi
Mengisolasi suatu mikrobia adalah memisahkan mikroba tersebut dari
lingkungannya di alam dan menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam medium
buatan. Untuk mencirikan dan mengidentifikasi suatu spesies mikroba tertentu,
pertama-tama spesies tersebut harus dapat dipisahkan dari mikroba lain yang umum
dijumpai dalam habitatnya, lalu ditumbuhkan menjadi biakan murni yaitu biakan
dimana sel-selnya berasal dari pembelahan satu sel tunggal (Jutono, Soedarsono,
Hartadi, Kabirun, Suhadi dan Soesanto, 1980).
2. Metode
Ada beberapa metode yang digunakan untuk isolasi mikrobia yaitu dengan
menggunakan metode gores, metode tuang, metode sebar, metode pengenceran dan
micromanipulator. Dua diantaranya yang paling sering digunakan adalah teknik
metode tuang dan metode gores (Jimmy, 2008).
Metode gores (streak plate) adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan
mikrobia di dalam media agar dengan cara menstreak (menggores) permukaan agar
ini mikrobia yang tumbuh akan tampak dalam goresan-goresan inokulum bekas dari
goresan jarum ose. Metode gores umumnya digunakan untuk mengisolasi mikrobia
pada cawan agar sehingga hasil yang diperoleh berupa koloni terpisah dan merupakan
biakan murni. Biakan murni adalah biakan yang hanya berasal dari satu jenis mikroba
saja dan ditandai dengan adanya koloni terpisah baik dari warna, konsistensi maupun
bentuknya. Prinsip metode ini adalah menggoreskan suspensi bahan yang
mengandung mikrobia pada permukaaan medium agar yang sesuai pada cawan petri.
Setelah diinkubasi maka pada bekas goresan akan tumbuh koloni-koloni terpisah
yang mungkin berasal dari 1 sel mikrobia sehingga dapat diisolasi lebih lanjut
(Rachdie, 2006).
Dalam metode gores, kita akan melihat beberapa koloni. Jika kita akan
mengisolasi salah satu dari koloni tersebut maka kita dapat memilih salah satu
diantaranya, misalnya koloni yang berwarna kuning. Dengan menggunakan ose, kta
buat lagi suspensi dengan air steril untuk kemudian dibuat lagi metode goresan,
sehingga kita memperoleh satu macam mikroba saja (Tarigan, 1988).
Untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikrobia, diperlukan suatu
substrat yang disebut dengan media. Sebelum dipergunakan harus dalam keadaan
steril, artinya tidak ditumbuhi oleh mikrobia lain yang tidak diharapkan. Penggunaan
media bukan hanya untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba tetapi juga
untuk tujuan-tujuan lain, misalnya untuk isolasi, seleksi, evaluasi dan diferensiasi
Agar mikrobia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dalam media,
diperlukan persyaratan tertentu yaitu:
a. Bahwa di dalam media harus terkandung semua unsur hara yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikrobia.
b. Bahwa media harus mempunyai tekanan osmosa, tegangan permukaan dan pH
yang sesuai dengan kebutuhan mikrobia.
c. Bahwa media harus dalam keadaan steril, artinya sebelum ditanami mikrobia
yang dimaksud tidak ditumbuhi oleh mikrobia lain yang tidak diharapkan
(Suriawiria, 1986).
D. Identifikasi mikrobia
Identifikasi adalah penentuan ciri atau karakter suatu biakan murni hasil
isolasi yang ditentukan berdasarkan pada morfologi, sifat biakan dan sifat
biokimiawinya. Morfologi mikrobia berdasarkan bentuk, ukuran dan penataan
biasanya tidak cukup untuk melakukan identifikasi. Ciri lainnya seperti pewarnaan,
pola pertumbuhan koloni, reaksi pertumbuhan pada karbohidrat dan penggunaan
asam amino sangat membantu dalam identifikasi yang disesuaikan dengan uji
biokimiawi mikrobia (Lay, 1994).
Ciri atau karakter yang diperoleh dari identifikasi digunakan untuk
mendeterminasi dengan tujuan memastikan kebenaran dari hasil identifikasi.
hasil identifikasi dengan literatur pustaka acuan, gambar-gambar yang dijadikan
acuan (Lay, 2004).
1. Morfologi koloni
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengamati morfologi koloni antara
lain warna permukaan koloni, waktu pertumbuhan dan diameter koloni, pada setiap
spesies untuk mencapai waktu pertumbuhan dan diameter maksimum koloni
berbeda-beda, ada yang cepat, lambat dan sangat lambat yang dipengaruhi oleh medium
(spesifik) yang digunakan; beberapa koloni mungkin mempunyai bentuk tepi koloni
yang rata (entire), berbolus (lobate), berlekuk (undulate) dan meruncing (erose);
bentuk-bentuk tekstur koloni antara lain seperti kapas, licin, padat (compact) dan
kasar, bentuk koloni ada yang bulat (round), oval, tak beraturan (irregular) dan
berfilamen (filamentous).
Gambar 2. Bentuk koloni bakteri
Morfologi koloni bertujuan untuk melihat pola pertumbuhan mikrobia pada
berbagai media (media cair, media agar petri, media agar miring dan media agar
dan pola pertumbuhannya dapat dibedakan seperti endapan (sendiment), cincin (ring)
dan selaput (pellicle). Pola pertumbuhan agar miring, antara lain arborescent
(menyerupai pohon yang bercabang-cabang),beaded(menyerupai mutiara atau
butir-butir sepanjang bekas inokulasi),echinulate(pertumbuhan sepanjang bekas inokulasi
bergerigi), filiform (pertumbuhan sepanjang bekas inokulasi merata), rhizoid
(pertumbuhan dengan cabang-cabang tidak teratur) dan spreading (pertumbuhan
merata beberapa mm disekilas bekas inokulasi). Bentuk koloni pada media agar tegak
antara lain beaded, filiform, villous (bentuknya pendek, tebal dan permukaan seperti
rambut),rhizoid,arborescentdanechinulate(Lay, 2004).
Gambar 3. Pola pertumbuhan pada media agar tegak
Gambar 5. Pola pertumbuhan pada media cair
2. Morfologi sel
Morfologi sel yang digunakan untuk identifikasi meliputi ukuran, bentuk,
rangkaian sel, ada tidaknya spora, ada tidaknya flagella, ada tidaknya kapsula dan
reaksi-reaksi pengecatan. Untuk melihat struktur sel lebih seksama maka dapat
dilakukan beberapa pengecatan yang penting antara lain:
a. Pengecatan gram. Pengecatan ini dipakai untuk membedakan mikrobia
yang bersifat gram positif dan gram negatif. Mikrobia gram positif ditandai dengan
warna biru ungu sedangkan gram negatif berwarna merah. Hal ini bertujuan untuk
memberikan warna pada mikrobia sehingga akhirnya dapat diidentifikasi dengan
mudah. Sifat gram terutama ditentukan oleh sifat-sifat fisik dan kimia dinding sel dan
membran sitoplasmanya. Dinding sel dan membran sitoplasma mikrobia gram positif
mempunyai afinitas yang besar terhadap kompleks cat kristal violet dan iodium,
sedangkan pada mikrobia gram negatif afinitasnya sangat kecil. Pada waktu
pengecatan, larutan kristal violet dan iodium menembus sel-sel mikrobia gram positif
senyawa yang sukar larut, juga tidak larut dalam peluntur (alkohol). Hal ini terjadi
pada sel mikrobia gram negatif, akibatnya cat dapat dilunturkan. Pada pemberian cat
penutup, sel mikrobia gram positif tidak dapat terwarnai, sedangkan sel mikrobia
gram negatif dapat diwarnai sehingga warnanya kontras terhadap cat utama (Jutono
dkk, 1980).
b. Motilitas (pergerakan sel). Untuk mengamati garak pada mikrobia
dengan baik maka bisa menggunakan metode tetesan bergantung. Dalam pengamatan
mikrobia dengan baik maka bisa menggunakan metode tetesan bergantung. Dalam
pengamatan gerak mikrobia, ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu motilitas
mikrobia dan gerakbrown. Mikrobia yang bersifat motil akan nampak jelas bergerak
dan bergeraknya melaju ke arah tertentu, sedangkan sel mikrobia yang tampak
sebagai gerak brown adalah gerakan yang bukan berasal dari mikrobia itu sendiri
melainkan dikarenakan adanya partikel-partikel air yang ada disekeliling sel atau
adanya energi kinetik (Riza, 2008).
E. Pengujian aktivitas antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi. Metode ini
didasarkan pada kemampuan obat untuk berdifusi ke dalam media tempat bakteri uji
berkembang biak secara optimal. Metode difusi ini dapat dilakukan menggunakan
paper diskyang mengandung senyawa antibakteri diletakkan di atas agar atau apabila
digunakan cara sumuran, senyawa antibakteri dimasukkan dalam sumuran. Besarnya
sebanding dengan kadar obat yang diberikan. Dalam metode difusi dikenal dua
Pengertian zona hambatan yaitu:
1. Zona radikal yaitu sekitarpaper diskatau sumuran yang sama sekali tidak terlihat
adanya pertumbuhan bakteri. Potensi zat yang berefek antibakteri di ukur dengan
mengukur diameter zona radikal.
2. Zona irradikal yaitu daerah disekitar sumuran atau paper disk yang pertumbuhan
bakterinya dihambat oleh adanya senyawa antibakteri tersebut, tetapi tidak
dimatikan. Di sini terlihat pertumbuhan bakteri yang kurang subur atau lebih
jarang dibandingkan daerah di luar pengaruh senyawa antibakteri tersebut (Hugo
& Russel, 1987).
F. Maserasi
Istilah maseration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya
”merendam”. Merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus
memungkinkan untuk direndam dalam penyari sampai meresap dan melunakkan
susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).
Pada proses maserasi, tumbuhan yang akan diekstraksi biasanya ditempatkan
pada wadah yang bermulut lebar, bersamaan dengan penyari yang telah ditetapkan,
bejana ditutup rapat dan isinya dikocok berulang-ulang lamanya biasanya berkisar
dari 2-14 hari. Pengocokan memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang
masuk ke seluruh permukaan dari obat yang sudah halus. Kemudian ampasnya dapat
bebas dari ekstrak dengan penambahan penyari melalui ayakan atau saringan ke
dalam seluruh ekstrak dalam wadahnya (Ansel, 1989).
G. Deodoran
Deodoran merupakan salah satu sediaan kosmetik yang terdiri dari sebuah
sistem emulsi minyak dalam air (o/w) atau air dalam minyak (w/o). Emulsi adalah
dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain yang tidak dapat bercampur.
Cairan yang terdispersi disebut fase internal sedangkan cairan yang mendispersi
(pendispersi) disebut fase eksternal (Suryaniet al., 2000).
Deodoran digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan bau badan dan
mencegah terjadinya bau keringat dengan cara menghambat aktivitas penguraian
keringat oleh bakteri. Menurut Imron (1985), persyaratan yang harus dipenuhi oleh
sediaan deodoran adalah:
a. Digunakan secara lokal, tanpa resep dokter.
b. Mudah dioleskan pada kulit dan menyebar dengan rata.
c. Memberikan rasa nyaman dan tidak mengiritasi.
d. Nilai pH harus tepat.
Dalam formulasi deodoran bahan-bahan yang biasa digunakan adalah pelarut
(solvent), pengemulsi (emulsifier), stabilizer, pelembut kulit (emolient), pengental
(thickener). humektan, zat aktif antibakteri serta bahan aditif (parfum dan preservatif)
H. Sifat fisis dan stabilitas emulsi 1. Daya sebar
Daya sebar berhubungan dengan sudut kontak antara droplet dengan tempat
aksi. Hal ini menggambarkan kelicinan tiap tetes droplet. Pengukuran daya sebar
sediaan semisolid melalui pemberian shearing stress yang diseragamkan. Kecepatan
penyebaran tergantung dari viskositas formula, kecepatan penguapan pelarut,
kecepatan peningkatan viskositas sebagai hasil dari penguapan, dan shearing stress
yang diberikan (Garg, Anggarwal, Garg, and Singla, 2002).
2. Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir,
sehingga semakin tinggi viskositas akan semakin besar tahanannya. Semakin luas
distribusi ukuran droplet maka akan semakin rendah viskositasnya dibandingkan
dengan emulsi yang ukuran droplet yang distribusinya lebih sempit (Martin et al.,
1993). Semakin besar konsentrasi fase dalam maka konsentrasi fase kontinyu akan
berkurang sehingga konsentrasi fase akan semakin besar, menyebabkan viskositas
akan meningkat (Mollet dan Grubenmann, 2001).
3. Stabilitas emulsi
Stabilitas emulsi merupakan suatu sifat emulsi untuk mempertahankan
distribusi halus yang terdiri dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka waktu
yang lama (Voigt, 1994).
a. Creaming. Creaming adalah suatu pemisahan emulsi menjadi dua
lain. Pada emulsi M/A, creamingadalah pergerakan droplet minyak karena pengaruh
gaya gravitasi atau pada saat disentrifugasi dan membentuk suatu lapisan yang
terkonsentrasi pada bagian atas sediaan (Binks, 1998).
b. Flokulasi. Flokulasi terjadi karena droplet terdispersi membentuk
sebuah kumpulan dalam emulsi. Hal ini akan meningkatkan terjadinya creaming.
Flokulasi merupakan awal terjadinyacreaming(Aulton, 2002).
c. Koalesen. Koalesen terjadi karena droplet-droplet menyatu menjadi
ukuran droplet yang lebih besar sehingga terjadi pemisahan fase dispers yang
membentuk lapisan. Perubahan ini besifatirreversible. Koalesen droplet minyak pada
tipe emulsi M/A ditahan oleh emulsifier yang secara mekanis terabsorbsi kuat di
sekitar tiap droplet (Aulton, 2002).
d. Ostwald ripening. Ostwald ripening lebih cenderung terjadi pada
emulsi polidispers, mengandung campuran fase minyak dengan fase air. Fenomena
ditandai dengan semakin meningkatnya ukuran droplet yang besar karena adanya
droplet kecil yang menempel pada droplet besar tersebut (Binks, 1998).
Uji stabilitas emulsi penting untuk mengetahui apakah sebuah emulsi tetap
stabil selama periode waktu tertentu, uji yang biasa dilakukan adalah:
1. Uji makroskopik
Stabilitas fisik emulsi dapat diketahui dengan uji derajat creaming yang
terjadi pada periode waktu tertentu. Hal ini dilakukan dengan menghitung rasio
volume emulsi yang mengalami pemisahan dibandingkan dengan volume total
emulsi.
2. Analisis ukuran droplet
Jika rata-rata ukuran droplet meningkat seiring bertambahnya waktu
(bersamaan dengan penurunan jumlah droplet), dapat diasumsikan bahwa koalesen
adalah penyebabnya.
3. Perubahan viskositas
Ditunjukkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi viskositas emulsi.
Adanya variasi pada ukuran atau jumlah droplet dapat dideteksi dengan perubahan
viskositas secara nyata (Billany, 2002).
I. Surfaktan nonionik
Surfaktan nonionik biasa digunakan dalam seluruh tipe produk kosmetik dan
farmasetik (Rieger, 1996). Surfaktan ini bisa digunakan untuk kombinasi emulsifying
agent larut air dan larut minyak untuk membentuk lapisan antarmuka yang penting
adalah dengan adanya gugus polar dari surfaktan yang terhidrasi dan bulky, yang
menyebabkan halangan sterik antardroplet dan mencegah koalesen (Kim, 2005).
1. Asam stearat
Asam stearat merupakan asam lemak yang terdiri dari campuan asam stearat
(C18H32O2), dengan kandungan asam stearat tidak kurang dari 40% dan jumlah kedua
asam tersebut tidak kurang dari 90%. Asam stearat mempunyai bilangan penyabunan
200-220 dan titik leleh ≥ 540C. Dalam formulasi sediaan topikal, asam stearat berfungsi sebagaiemulsifying agentdansolubilizing agent(Allen, 2005).
2. Sorbitan monooleate
Sorbitan monooleatemerupakansorbitan esters(Rowe et al ., 2009).Sorbitan
esters merupakan surfaktan dengan gugus hidrofobik yang larut dalam minyak dan digunakan sebagai emulgator A/M. Senyawa ini tidak larut dalam air tetapi dapat
terdispersi dalam air hangat dan dingin. Biasanya digunakan dalam emulsi, krim, dan
salep, dan dapat membentuk emulsi tipe M/A atau A/M. Krim dengan sorbitan ester
memiliki tekstur yang halus dan stabil (Aulton and Diana, 1991). Sorbitan
monooleate disebut juga span 80, dengan bentuk cairan kental berwarna kuning
dengan bau yang khas tajam (Rowe et al., 2009).
J. Mikromeritik
Mikromeritik adalah ilmu dan teknologi tentang partikel kecil. Satuan ukuran
penting yang perlu diperoleh dari partikel yaitu (1) bentuk dan luas permukaan partikel
dan (2) ukuran partikel dan distribusi ukuran diameter (ukuran) partikel, sedangkan
bentuk partikel memberikan gambaran tentang luas permukaan spesifik partikel dan
teksturnya (kasar atau halus) (Martinet al., 1993).
Ukuran partikel merupakan diameter rata-rata partikel dari suatu sampel, dimana
sifat sampel pada umumnya adalah polidispers (heterogen), bermacam-macam diameter
dengan rentang yang lebar. Sampel dengan ukuran partikel yang sama disebut
monodispers. Salah satu metode dasar dalam mengetahui ukuran partikel adalah metode
mikroskopik. Metode mikroskopik merupakan metode sederhana yang hanya
menggunakan satu alat mikroskop, yang tidak memerlukan penanganan yang khusus.
Mikroskopbiasa digunakan dalam pengukuran partikel yang berkisar 0,2 μ m sampai 10
μ m. Jumlah partikel yang harus dihitung sekitar 300-500 partikel agar mendapat suatu
perkiraan yang baik dari distribusi. Pengujian mikromeritik suatu sampel harus dilakukan
bahkan jika digunakan metode analisis ukuran partikel yang lain, karena adanya
gumpalan dari masing-masing partikel lebih dari satu komponen sering kali dideteksi
dengan metode mikroskopik (Martinet al., 1993).
K. Ujiindependent t-test
Uji t-test dua sampel independen (bebas) adalah metode yang digunakan
untuk menguji kesamaan rata-rata dari 2 populasi yang bersifat independen, dimana
peneliti tidak memiliki informasi mengenai ragam populasi. Independen maksudnya
populasi yang lain. Ciri-ciri uji t-test antara lain: penentuan nilai tabel dilihat dari
besarnya tingkat signifikan (α) dan besarnya drajat bebas (db) dan kasus yang diuji
bersifat acak (Anonim, 2009).
L. Landasan Teori
Bau badan disebabkan oleh dekomposisi protein yang terdapat dalam
keringat ekrin dan terutama apokrin oleh mikroba yang terdapat dalam tubuh
terutama bagian ketiak. Karena adanya pemecahan keringat oleh bakteri inilah yang
menyebabkan bau. Beberapa bakteri yang diduga menjadi penyebab bau badan antara
lain Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus pyogenes, Staphylococcus aureus,
Corybacterium, Pseudomonas aeruginosa.
Ekstrak etanol 50% dari daun beluntas yang memiliki kandungan senyawa
total fenolik paling banyak, flavonoid, alkaloid dan minyak atsiri mampu
menghambat aktivitas bakteri penyebab bau badan. Ekstrak etanol dari daun beluntas
berpotensi untuk dikembangkan menjadi suatu sediaan kosmetika sebagai penghilang
bau badan. Dalam penelitian ini, ekstrak daun beluntas diformulasikan dalam bentuk
deodoran. Deodoran merupakan suatu sistem emulsi dengan viskositas tertentu yang
berfungsi menjaga stabilitas emulsi dan mencegah pengendapan bahan aktif dalam
sistem emulsi tersebut. Sistem emulsi ini menggunakan emulsifying agent nonionik
yaitusorbitan monooleate.
Sorbitan monooleate yang digunakan sebagaiemulsifying agent berpotensi
monooleate yang ditambahkan pada formula perlu diperhatikan. Penambahan
sorbitan monooleate yang berlebihan dapat membuat sediaan menjadi tidak stabil
karena komposisi fase minyak dan fase air menjadi tidak seimbang. Untuk melihat
perbedaan yang signifikan dari sifat fisik dan stabilitas deodoran, dapat dilakukan
dengan uji t-test dan dengan uji ini dengan menggunakan software R OpenOffice.org
pada taraf kepercayaan 95%.
M. Hipotesis
1. Ekstrak etanol daun beluntas memiliki daya antibakteri terhadap bakteri isolat
ketiak.
2. Terdapat perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan pada variasi
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni secara acak dengan
uji t tidak berpasangan untuk membandingkan sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran
ekstrak etanol daun beluntas dengan variasi jumlah sorbitan monooleate sebagai
emulsifying agent.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebasdalam penelitian ini adalah variasi jumlahsorbitan monooleate. 2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis deodoran meliputi
daya sebar dan viskositas, stabilitas deodoran meliputi pergeseran viskositas, uji
mikromeritik dan persen pemisahan fase.
3. Variabel pengacau terkendalidalam penelitian ini adalah alat percobaan, wadah penyimpanan, lama penyimpanan deodoran, lama dan kecepatan pencampuran.
4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu ruangan, kelembaban udara saat pembuatan dan penyimpanan.
C. Definisi operasional
1. Ekstrak daun beluntas merupakan ekstrak kering yang diperoleh dari hasil
FARMA HERBAL menggunakan pelarut etanol 50% dan dilakukan penetapan
kadar total fenolik oleh LPPT UGM.
2. Isolasi adalah usaha untuk memisahkan bakteri isolat ketiak yang diambil dari
probandus ke medium buatan untuk memperoleh kultur murni.
3. Identifikasi adalah penentuan identitas bakteri isolat ketiak didasarkan pada
morfologi sel (bentuk sel, sifat Gram, pergerakan sel) dan morfologi koloni
(bentuk, tekstur dan warna koloni) serta sifat biokimiawi (tes oksidase dan tes
katalase).
4. Determinasi adalah penentuan mikrobia isolat ketiak dengan mencocokkan hasil
identifikasi dibandingkan dengan pustaka.
5. Zona hambat adalah zona jernih disekitar paper disk dengan ekstrak etanol daun
beluntas atau deodoran ekstrak etanol daun beluntas, yang menghambat atau
membunuh isolat bakteri ketiak dibandingkan dengan kontrol negatif yaitu pelarut
ekstrak daun beluntas.
6. Deodoran ekstrak daun beluntas adalah sediaan semisolid berupa emulsi
antibakteri yang mengandung ekstrak etanol daun beluntas yang dibuat sesuai
dengan formula dan cara kerja pada penelitian ini.
7. Emulsifying agent adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan antarmuka
dua cairan yang tidak saling campur.
8. Sifat fisis deodoran adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik
deodoran, dalam penelitian ini meliputi daya sebar dan viskositas emulsi
9. Stabilitas fisik deodoran adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui
tingkat kestabilan deodoran, dalam penelitian ini meliputi pergeseran viskositas,
pemisahan fase dan uji mikromeritik.
10. Persen pemisahan fase adalah persentase emulsi yang memisah pada tabung
berskala yang dibandingkan dengan volume total emulsi semula.
11. Daya sebar adalah diameter penyebaran emulsi deodoran pada alat uji yang
selama 1 menit diberi beban hingga 125 gram.
12. Viskositas optimum adalah viskositas yang memudahkan emulsi deodoran
diisikan ke dalam wadah, dikeluarkan dari wadah dan memiliki daya sebar yang
baik saat diaplikasikan ke kulit.
13. Ukuran droplet adalah sebaran ukuran droplet sebanyak 500 partikel dalam
deodoran ekstrak etanol daun beluntas yang dinyatakan denganmean.
14. Pergeseran ukuran droplet adalah persentase dari selisih ukuran droplet emulsi
dalam waktu penyimpanan 30 hari dengan ukuran droplet setelah 48 jam
pembuatan.
15. Pergeseran viskositas adalah persentase dari selisih viskositas deodoran setelah
disimpan selama 30 hari pada suhu kamar dibandingkan dengan deodoran sesaat
setelah pembuatan. Kriteria pergeseran viskositas optimum adalah ≤10%. Untuk
mengetahui pergeseran viskositas digunakan rumus:
D. Rancangan penelitian
1. Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ekstrak etanol daun beluntas
(Pluchea Indica L.) produksi CV Merapi Farma Herbal, Kalasan, Yogyakarta,
dimethicone (farmasetis), gliserin (farmasetis), CMC (farmasetis), parafin liq.
(farmasetis), propilen glikol (farmasetis), metil paraben (farmasetis), propil
paraben (farmasetis), etanol (teknis),aquadest, asam stearat (farmasetis),sorbitan
monooleate (farmasetis) dan TEA (farmasetis), media Manitol Salt Agar, media
Nutrien Broth, media Nutrien Agar, bahan-bahan untuk morfologi sel: pengecatan
gram (kristal violet (gram A)), larutan iodine (gram B), alkohol 96% (gram C),
safranin (gram D) , reagen tetramethyl-paraphenyldiamine untuk tes oksidase,
10% atau 30% H2O2untuk tes katalase dari Laboratorium Mikrobiologi USD.
2. Alat penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixer (Philip),
timbangan analitik (METTLER TOLEDO GB3002 – Switzerland), vacuum
rotary evaporator(Janke-Kulken), cawan petri (Pyrex),waterbath(Tamson Zoete
meer-Holland 1985 0023), cawan porselin, mikroskop, alat uji daya sebar dan
viskotester seri VT-04 (RION-JAPAN), autoklaf (Model KT-40, ALP Co, Ltd,
E. Alur Penelitian
Ekstraksi dan Identifikasi Ekstrak Daun Beluntas Pengumpulan bahan
Pembuatan ekstrak daun beluntas
Uji kuantitatif penetapan kadar total fenolik
Pengujian potensi antibakteri ekstrak etanol daun beluntas metode difusipaper disk
Isolasi bakteri ketiak
Identifikasi isolat bakteri ketiak
Pengamatan morfologi koloni dan morfologi sel
Determinasi isolat bakteri ketiak
Pembuatan deodoran ekstrak etanol daun beluntas dengan variasi jumlah sorbitan monooleate menggunakan hand mixer
dengan kecepatan skala1
Uji sifat fisik dan stabilitas sediaan deodoran Uji sifat fisik meliputi daya sebar dan viskositas
Uji stabilitas mikromeritik dan persen pemisahan fase
F. Prosedur kerja
1. Pengumpulan bahan ekstrak daun beluntas
Bahan tumbuhan yang digunakan adalah daun beluntas (Pluchea indica L.)
yang tumbuh di daerah Kaliurang Km. 21, Kabupaten Sleman, provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, hasil budidaya dari CV. Merapi Farma Herbal. Pengambilan
cuplikan dilakukan pada sore hari, dipilih daun yang sehat (tidak terkena hama),
diambil pada waktu dan tempat penanaman yang sama. Daun dipilih berdasarkan
warna daun dan pucuk daun yaitu berwarna hijau muda tanpa bercak serta letak daun
yang diambil pucuk 1-6 daun dari atas tanaman beluntas. Bahan yang diperoleh
berupa daun segar setidaknya berumur 50 hari. Identifikasi daun beluntas dilakukan
oleh CV. Merapi Farma Herbal yang menyatakan bahwa daun yang digunakan
adalah benar daun beluntas (Pluchea indica Less). Kemudian penyerbukan dilakukan
oleh CV. Merapi Farma Herbal.
2. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Beluntas
Ekstraksi daun beluntas dilakukan dengan metode maserasi menggunakan
pelarut etanol 50% berdasarkan CoA yang dilakukan oleh LPPT UGM.
3. Penetapan Kadar Total Fenolik
Penetapan kadar total fenolik dilakukan dengan metode spektrofotometri
4. Isolasi bakteri ketiak dari lima probandus
a. Isolat bakteri. Isolasi bakteri dari ketiak dilakukan kepada 5
probandus yang memiliki kriteria memiliki berat badan berlebih dan memiliki
masalah bau badan secarastreak platemenggunakancotton budsteril.Cotton bud
steril yang sudah dibasahi dengan NaCl steril dioleskan pada permukaan ketiak
kemudian diinokulasikan pada pada cawan petri berisi media NA 15 ml secara
aseptis. Bakteri diinkubasi terbalik selama 24 jam pada suhu 370C. Setelah
inkubasi akan terlihat koloni yang terpisah. Hasil isolasi akan digunakan untuk
tahap penelitian berikutnya.
b. Pembuatan suspensi bakteri uji. Tabung reaksi berisi larutan
pengencer BPW disiapkan sebanyak 9 ml. Larutan pengencer tersebut diteteskan
ke dalam tabung reaksi dengan menggunakan pipet steril suspensi kultur murni
bakteri uji sampai kekeruhannya setara dengan kekeruhan standar Mac Farland II.
c. Pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri uji. 1 ml suspensi kultur
murni bakteri uji diambil dengan kecepatan suspensi setara dengan larutan standar
Mac Farland II, kemudian diinokulasi ke dalam cawan petri berisi 15 ml media
NA secara pour plate. Cawan berisi bakteri uji diinkubasikan pada suhu kamar
5. Identifikasi bakteri isolat dengan pengamatan morfologi koloni, morfologi sel dan uji biokimiawi
a. Morfologi koloni
Morfologi koloni diamati pada media cair, media agar tegak dan media
agar miring. Media nutrien cair (NB) dan nutrien agar yang telah disterilkan
disiapkan. Kemudian diinokulasikan secara aseptik biakan murni isolat
bakteri ketiak dengan menggunakan ose (1-2 ose) pada media NB dan media
NA. Kemudian diinkubasikan pada suhu kamar 24-48 jam. Diamati
pertumbuhan media, kekeruhan, bau dan tidak ada endapan. Kemudian
diamati pula pada media agar tegak pertumbuhannya, merata atau tidak
(permukaan, dasar atau keseluruhan), bentuk pertumbuhan pada bekas
tusukan (filiform, echinulate, beaded, villous, rhizoid, arborescent).
Pengamatan agar miring meliputi Amati pertumbuhan tipis, sedang, lebat atau
tidak ada, bentuk pertumbuhan pada goresan, evelasi, kilat, topografi, warna,
bau dan konsistensinya
b. Morfologi sel
Pengamatan pada morfologi sel meliputi pengecatan gram, uji motilitas dan
uji biokimiawi.
1) Pengecatan gram
Pengecatan gram bertujuan untuk mengetahui sifat gram isolat
bakteri ketiak dengan cara sebagai berikut: dibuat pulasan bakteri terlebih
diamkan 30-60 detik. Sisa cat dibuang dan dicuci dengan air mengalir.
Larutan iodine diteteskan dan diamkan selama 1-2 menit. Preparat dicuci
kembali dengan air mengalir, kemudian didekolorisasi dengan alkohol ±20
detik. Selanjutnya dicuci dan dikeringanginkan lalu diperiksa di bawah
mikroskop dengan perbesaran kuat, menggunakan minyak immersi.
Diamati perubahan yang terjadi untuk mengetahui perbedaan sifat Gram
positif dan Gram negatif. Jika sel berwarna ungu berarti isolat yang
diisolasi termasuk Gram positif sedangkan jika sel berwarna merah berarti
isolat tersebut termasuk Gram negatif.
2) Uji motilitas
Uji motilitas bertujuan untuk mengetahui sifat motilitas isolat
bakteri ketiak dengan cara sebagai berikut: sau ose kultur isolat bakteri
ketiak dari media padat diletakkan pada gelas penutup (kultur
ditambahkan air). Objek gelas yang telah diberi gumpalan vaselin
dibalikkan pada gelas penutup dengan hati-hati sedemikian rupa sehingga
ujung-ujung vaselin pada objek gelas berlekatan dengan gelas penutup.
Kemudian objek gelas dibalikkan dan diamati sifat motilitas dengan
perbesaran lemah dan dengan menutup sebagian diafragma.
3) Uji biokimiawi
(a). Tes oksidase
2-3 tetes larutan tetramethyl-paraphenyldiamine diletakkan
nutrien cair dan diiokulasikan pada kertas saring yang telah ditetesi
reagen. Hasil positif terjadi bila terjadi perubahan warna menjadi ungu
biru tua.
(b). Tes katalase
1-2 tetes 10% atau 30% H2O2 diletakkan pada gelas kaca.
Kemudian 1 ose atau 2-3 tetes suspensi isolat murni bakteri diambil
dalam nutrien cair dan diinokulasikan pada gelas kaca. Hasil positif
ditandai oleh pembentukan buih seketika.
6. Penanaman isolat bakteri dengan medium selektif
Media NA dibuat sebanyak 15 ml dan dituang dalam cawan petri. Kemudian
50 µL diinokulasikan ke dalam media NA secara merata dengan cara spread plate.
Kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu kamar.
7. Uji potensi antibakteri ekstrak etanol daun beluntas
Potensi antibakteri ekstrak etanol daun beluntas diuji terhadap isolat bakteri
ketiak dengan metode difusi menggunakan paper disk. Seri konsentrasi yang
digunakan untuk ekstrak etanol daun beluntas adalah 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%,
8%, 9%, dan 10%. Petri berisi media NA diambil. Suspensi uji 50µL diinokulasikan
ke dalam media NA secara merata dengan cara spread plate. Paper disk diletakkan
pada permukaan media NA. Kemudian dengan menggunakan mikropipet,
Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar. Diamati zona keruh dan jernih
pada bakteri. Konsentrasi ekstrak etanol ditentukan dengan melihat aktivitas
antibakteri yang paling baik dengan mengamati zona hambat yang terbentuk.
8. Pembuatan, uji sifat fisik dan stabilitas deodoran ekstrak etanol daun beluntas
a. Formula yang digunakan dalam pembuatan sediaan deodoran
Tabel I. Formula deodoran ekstrak etanol daun beluntas
Bahan Jumlah (g)
Dengan formula tersebut maka didapatkan variasi jumlah sorbitan
monooleatesebagai berikut:
Tabel II. Variasi jumlahsorbitan monooleate
Formula Sorbitan Monooleate
1 1,178
2 1,963
Dari variasi jumlah sorbitan monooleate, didapatkan formula
Tabel III. Formula deodoran
Ekstrak etanol daun beluntas 3% 3% Triethanolamine 0,3 0,3 Aquadest 40 ml 40 ml
b. Pembuatan deodoran
CMC Na yang digunakan direndam dalam 60 ml aquadest selama 24
jam. Fase minyak yaitu sorbitan monooleate dipanaskan dengan
menggunakanwaterbath. Paraffin liq., dimethicone, propil paraben, TEA dan
propilen glikol dicampurkan dan diaduk homogen. Asam stearat dilelehkan
terlebih dahulu secara terpisah dengan menggunakan waterbath. Gliserin,
metil paraben dan aquadest ditambahkan ke dalam campuran lainnya dan
diaduk hingga homogen. Fase minyak kemudian dimasukkan ke dalam fase
air dan ditambahkan ekstrak daun beluntas kemudian diaduk dengan hand
c. Pengujian daya sebar
Pengujian daya sebar merupakan hasil dari modifikasi metode
pengukuran daya sebar dari Garg et al.(2002). Deodoran ekstrak etanol daun
beluntas ditimbang sebanyak 1 gram diletakkan ditengah kaca bulat berskala.
Kaca bulat lain yang sudah ditimbang diletakkan diatasnya dan ditambahkan
beban hingga 125 gram. Diamkan selama 1 menit kemudian diukur diameter
penyebaran yang terbentuk.
d. Pengujian viskositas
Deodoran ekstrak etanol daun beluntas dimasukkan ke dalam wadah
dan dipasang pada viscostester VT 04. Nilai viskositas deodoran ditunjukkan
oleh jarum penunjuk saatviscostesterdinyalakan. Hasilnya dicatat. Pengujian
dilakukan setelah 48 jam dan setelah disimpan selama satu bulan.
f. Uji persen pemisahan
Uji persen pemisahan fase dilakukan dengan menghitung rasio volume
emulsi yang memisah dibanding volume total emulsi (Aulton, 2002). Tiap
formula emulsi dimasukkan ke dalam tabung berskala. Pemisahan fase yang
teramati pada 48 jam dan 30 hari setelah penyimpanan
Hasil pemisahan fase dinyatakan dengan persentase pemisahan fase
dengan rumus:
% Pemisahan fase = 100%
ho = tinggi emulsi mula-mula
g. Uji mikromeritik (ukuran droplet)
Dioleskan sebanyak 9 µL sediaan deodoran pada gelas objek
kemudian diletakkan pada mikroskop. Ukuran droplet diamati yang
terdispersi pada sediaan deodoran. Perbesaran lemah digunakan untuk
menentukan objek yang diamati kemudian diganti menggunakan perbesaran
kuat. Dicatat diameter dari tiap droplet sebanyak 300-500 droplet (Martin,
1993).
Pengukuran diameter droplet dilakukan dengan menggunakan
Software Motic Image Plus 2.0 hingga didapatkan diameter (µm) dari 500
droplet yang akan diukur. Pengujian dilakukan setelah 48 jam pembuatan dan
30 hari penyimpanan.
G. Analisis data
Data yang dihasilkan berupa data daya sebar, viskositas, pergeseran
viskositas, ukuran droplet, pemisahan fase dan perubahan ukuran droplet. Data daya
sebar, viskositas, pergeseran viskositas, ukuran droplet, pemisahan fase dan
perubahan ukuran droplet yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakansoftware R
OpenOffice.org (www.molmod.org) dari program R 2.9.0. untuk melihat signifikansi dari variasi jumlahsorbitan monooleatesebagaiemulsifying agentterhadap sifat fisik
dan stabilitas fisik deodoran. Signifikansi dinyatakan melalui nilai p, apabila p<0.05
terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran. Nilai p diperoleh dari hasil analisis
secara parametrik melalui Unpaired t-test, untuk data yang berdistribusi normal
(p>0.05) dan non parametrik Two-samples Wilcoxon Test untuk data yang
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengumpulan Bahan Ekstrak dan Determinasi Tumbuhan
Ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kental etanol daun
beluntas yang dibuat oleh LPPT UGM. Daun beluntas yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dari hasil budidaya tanaman beluntas yang ada di CV Merapi
Farma. Sebelumnya dilakukan determinasi tanaman untuk memastikan kebenaran
spesies tanaman yang digunakan dalam penelitian. Determinasi dilakukan dengan
mencocokkan morfologi tanaman dengan kunci determinasi (Van Steenis dan
Bloembergen, 1987) dan dari hasil wawancara dengan pengelola tanaman budidaya
CV. Merapi Farma. Dari hasil determinasi dinyatakan bahwa tanaman yang
digunakan adalahPluchea indicaL.
Daun beluntas yang digunakan berasal dari satu tempat untuk menghindari
variasi lingkungan dan iklim yang berbeda-beda. Pengumpulan daun beluntas yang
digunakan dalam penelitian ini diambil pada waktu sore hari yang diharapkan
kandungan senyawa zat aktif daun yaitu senyawa fenolik dalam keadaan optimal.
Daun beluntas yang diekstraksi berwarna hijau tua dan tidak berjamur karena pada
warna tersebut terkandung senyawa aktif yang cukup besar dan dipilih yang tidak
berjamur agar tidak mengubah metabolisme tumbuhan sehingga dapat merusak
1974). Selain itu, daun dipilih berdasarkan letak daun yang diambil pucuk 1-6 daun
dari atas tanaman Beluntas.
Gambar 7. Daun Beluntas yang dipetik untuk dibuat ekstrak
B. Pembuatan Serbuk Daun Beluntas
Daun Beluntas yang telah kering kemudian diserbuk dengan menggunakan grinder.
Proses pembuatan serbuk beluntas dilakukan di CV. Merapi Farma menggunakan
mesin penyerbuk dengan saringan berdiameter 1 mm dengan alasan jika semakin
besar partikelnya maka kemungkinan partikel serbuk tidak dapat terbasahi seluruhnya
dengan pelarut sehingga penyarian menjadi kurang optimal. Menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (1995) ukuran lubang pengayak 1 mm menunjukkan
nomor pengayak 18. Apabila derajat halus suatu serbuk dinyatakan dengan satu
nomor, menunjukkan semua serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor tersebut.
Nomor pengayak 18 berarti semua serbuk dapat melalui pengayak nomor 18. Hasil Kelompok daun 1-6 yang dipetik
penyerbukan simplisia daun beluntas kemudian dimasukkan ke dalam wadah tertutup
rapat untuk melindungi isi dari masuknya bahan padat dan mencegah kehilangan
bahan selama penanganan dan penyimpanan. Serbuk simplisia yang sudah terkumpul
kemudian dilanjutkan pada proses ekstraksi.
C. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Beluntas dan Verifikasi Kandungan Senyawa fenolik dalam Ekstrak Etanol Daun Beluntas
Ekstrak etanol daun beluntas dibuat dengan cara maserasi yaitu dengan cara
merendam simplisia yang sudah dikeringkan dan diserbuk dalam pelarut etanol 50%
selama 24 jam yang dilakukan di LPPT UGM sesuai dengan Certificate of Analysis
LPPT UGM. Senyawa aktif yang disari merupakan senyawa fenolik seperti flavonoid
dan eugenol yang bersifat polar karena mengandung gugus hidroksi yang mudah larut
dalam pelarut seperti etanol (Robinson, 1995). Pelarut etanol 50% yang digunakan
berdasarkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai penetapan
kadar total fenolik herba beluntas dimana kadar total fenolik terbanyak terdapat pada
ekstrak etanol 50% daun beluntas (Normala et al, 2011) sehingga diharapkan
senyawa fenolik dalam daun beluntas dapat tersari optimal.
Dipilihnya metode maserasi dikarenakan metode ini tidak memerlukan
pemanasan dalam proses ekstraksinya sehingga tidak mempengaruhi stabilitas
ekstrak. Metode maserasi merupakan metode ekstraksi yang efektif dan sederhana
dilakukan dengan merendam serbuk simplisia di dalam cairan penyari. Cairan penyari
aktif. Kemudian zat aktif akan terlarut dalam cairan penyari dan dengan adanya
perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat dan
terdesak keluar.
Ekstrak kental yang diperoleh kemudian diuji kuantitatif dengan menetapkan
kadar total fenolik secara spektrofotometri (kurva regresi y = 0,00285 x – 0,00296
dengan r2= 0,99948) dan diperoleh kadar total fenolik sebesar 4,84 %.
Gambar 8. Ekstrak Daun Beluntas yang digunakan
D. Isolasi bakteri ketiak
Menurut Jutono, Soedarsono, Hartadi, Kabirun, Suhadi, Soesanto (1980),
mengisolasi suatu mikroba ialah memisahkan mikrobia dari lingkungannya di alam
dan menumbuhkannya sebagai kultur murni dalam medium buatan. Isolat bakteri
diambil dari 5 probandus yang memiliki kriteria usia produktif 18-40 th, BMI
overweight, melakukan aktivitas lari selama 1 menit. Pemilihan kriteria ini dilihat berdasarkan aktivitas seseorang yang cukup padat dengan BMI overweight karena