• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea indica L.) dengan variasi jumlah sorbitan Monooleate sebagai emulsifying agent - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea indica L.) dengan variasi jumlah sorbitan Monooleate sebagai emulsifying agent - USD Repository"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK DEODORAN EKSTRAK ETANOL DAUN BELUNTAS (Pluchea indicaL.) DENGAN VARIASI JUMLAHSORBITAN MONOOLEATESEBAGAIEMULSIFYING

AGENT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Natalia Noveli Hardita

NIM: 088114130

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK DEODORAN EKSTRAK ETANOL DAUN BELUNTAS (Pluchea indicaL.) DENGAN VARIASI JUMLAHSORBITAN MONOOLEATESEBAGAIEMULSIFYING

AGENT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Natalia Noveli Hardita

NIM: 088114130

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Hidup ini bukan tentang mereka yang berbuat baik di

hadapanmu, namun tentang mereka yang tetap setia di

belakangmu.”

“Ketika hidup memberi kata TIDAK atas apa yang kamu

inginkan, percayalah, Tuhan selalu memberi kata Ya atas

apa yang kamu butuhkan.”

“Hanya Butuh Sedikit Perbedaan pola pikir dan tindakan

untuk mengubah diri kita dari seorang Pecundang menjadi

seorang Pemenang.”

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

Mami dan Papi tercinta atas cinta dan kasih sayangnya

Sahabat-sahabatku

(6)
(7)
(8)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,

rahmat dan karunia-Nya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini sehingga dapat

diselesaikan dengan baik. Skripsi dengan judul: “Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas

Fisik Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dengan Variasi

Jumlah Sorbitan Monooleate sebagai Emulsifying Agent” ini disusun untuk

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program

Studi Ilmu Farmasi (S. Farm).

Dalam penyusunan laporan ini penulis tidak lepas dari bantuan dan dorongan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rini Dwiastuti, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penelitian maupun penyusunan

skripsi.

2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan

masukan, kritik dan saran kepada penulis.

3. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah

memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis.

4. Ipang Djunarko, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

(9)

viii

5. Seluruh dosen Fakultas farmasi USD atas ilmu yang diberikan dan kebersamaan

selama kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

6. Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Iswandi, Mas Wagiran, Pak Mukmin, serta

laboran-laboran lainnya atas bantuan selama penulis menyelesaikan penelitian.

7. RD. Thomas Riyadi selaku Pastor Paroki Santo Andreas Ciluar Bogor yang selalu

mendukung dan mendoakan penulis.

8. Stefanus Wahyu Kartiko Adi yang atas waktu, doa, bantuan dan dukunganmu.

9. Partner skripsiku Ananda Siwi Lesmana atas kesabaran, kerjasama, suka duka

dan bantuannya selama mengerjakan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

10. Dian Prasanti, Budiastuti Nurrochmah, Yohana Tika A, Evelyn Puspita Rini,

Eddie H, Sylvia N, Mariana, Agata Dessynta Putri, Lies Dewi, Octo Rahadian

Pius, Anna Sofiana dan Agnes Afrina F sebagai teman seperjuangan di lantai 1

atas canda tawa dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.

11. Sahabat-sahabatku alumni SMA Budi Mulia Bogor Vilis Chandra, Wulan

Febriningtyas, Rr. Felixita Woro A, Nugrahaning Sabatina, Valentina Evelyn S,

Andrian Saputra, Dennis Surya dan Derris Surya yang selalu memberikan

semangat kepada penulis.

12.Kelompok praktikum C1 “CICAK”.I Miss you guys..

13. Teman-teman angkatan 2008, khususnya teman-teman FST B atas suka duka,

canda tawa dan kebersamaannya selama ini.

14. Teman-teman kost Muria Ci Novi, Kak Eva, Kak Lusi, Dita, Frada dan lain-lain

(10)

ix

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa penyusunan dan penyelesaian skripsi ini masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis membutuhkan saran dan kritik yang

membangun dari semua pihak.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga isi, makna, maksud dan tujuan dari

skripsi ini kiranya dapat memberikan suatu inspirasi baru yang dapat dipetik manfaat

dan kegunaannya bagi penulis khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.

(11)

x

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

B. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan umum ... 5

(12)

xi

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Bau Badan ... 6

D. Identifikasi Mikrobia ... 11

1. Morfologi koloni ... 12

2. Morfologi sel ... 14

E. Pengujian Aktivitas Antibakteri ... 15

F. Maserasi ... 16

G. Deodoran ... 17

H. Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi ... 18

1. Daya sebar ... 18

2. Viskositas ... 18

3. Stabilitas emulsi ... 18

(13)

xii

J. Mikromeritik ... 21

K. UjiIndependent t-test ... 22

L. Landasan Teori ... 23

M. Hipotesis ... 24

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 25

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 25

B. Variabel Penelitian ... 25

C. Definisi Operasional ... 25

D. Rancangan Penelitian ... 28

1. Bahan penelitian ... 28

2. Alat penelitian ... 28

E. Alur Penelitian ... 29

F. Prosedur kerja ... 30

1. Pengumpulan bahan ekstrak daun beluntas ... 30

2. Pembuatan ekstrak etanol daun beluntas ... 30

3. Penetapan kadar total fenolik ... 30

4. Isolasi bakteri ketiak dari lima probandus ... 31

5. Identifikasi bakteri isolat dengan pengamatan morfologi koloni, morfologi sel dan uji biokimiawi ... 32

6. Penanaman isolat bakteri pada medium selektif ... 34

(14)

xiii

8. Pembuatan, uji sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran ekstrak etanol daun

beluntas ... 35

G. Analisis Data ... 38

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Pengumpulan Bahan Ekstrak dan Determinasi Tumbuhan ... 40

B. Pembuatan Serbuk Daun Beluntas ... 41

C. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Beluntas dan Verifikasi Kandungan Senyawa Fenolik dalam Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 42

D. Isolasi Bakteri Ketiak ... 43

E. Identifikasi Isolat Bakteri Ketiak ... 46

1. Pengamatan morfologi koloni bakteri isolat ketiak ... 47

2. Pengamatan morfologi sel ... 49

3. Pergerakan bakteri (motilitas) ... 50

4. Uji biokimiawi ... 51

F. Determinasi Bakteri Isolat Ketiak ... 52

G. Penegasan genusStaphylococcuspada Medium Selektif ... 53

H. Pengujian Potensi Antibakteri dengan Metode Difusi ... 55

I. Pembuatan Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas ... 57

J. Pengamatan Sifat Fisis Deodoran ... 59

K. Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Deodoran Ekstrak Daun Beluntas ... 60

1. Daya sebar ... 60

(15)

xiv

3. Persen pemisahan fase ... 64

4. Ukuran droplet ... 65

5. Pergeseran ukuran droplet ... 68

6. Pergeseran viskositas ... 70

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74

LAMPIRAN ... 78

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula deodoran ekstrak etanol daun beluntas ... 35

Tabel II. Variasi jumlahsorbitan monooleate ... 35

Tabel III. Formula deodoran ... 36

Tabel IV. Hasil identifikasi bakteri isolat ketiak dibandingkan dengan pustaka

acuan ... 53

Tabel V. Diameter zona hambat ekstrak daun beluntas terhadap bakteri genus

Staphylococcus... 56 Tabel VI. Tabel hasil uji daya sebar ... 60

Tabel VII. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon daya sebar

pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan dengan

menggunakan ujit-testtidak berpasangan ... 61

Tabel VIII. Tabel hasil uji viskositas ... 62

Tabel IX. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon viskositas

pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan dengan

menggunakan ujit-testtidak berpasangan ... 63

Tabel X. Tabel hasil uji persen pemisahan fase ... 64

Tabel XI. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon persen

pemisahan fase pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari

penyimpanan dengan menggunakan ujit-testtidak berpasangan ... 65

(17)

xvi

Tabel XIII. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon ukuran

droplet pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan dengan

menggunakan ujit-testtidak berpasangan... 67

Tabel XIV. Tabel hasil uji pergeseran ukuran droplet ... 68

Tabel XV. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon pergeseran

ukuran droplet pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan

dengan menggunakan ujit-testtidak berpasangan ... 69

Tabel XVI. Tabel hasil uji pergeseran viskositas ... 71

Tabel XVII.Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon pergeseran

viskositas pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan

(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman beluntas ... 7

Gambar 2. Bentuk koloni bakteri ... 12

Gambar 3. Pola pertumbuhan pada media agar tegak ... 13

Gambar 4. Pola pertumbuhan pada media agar miring ... 13

Gambar 5. Pola pertumbuhan pada media cair ... 14

Gambar 6. Skema ketidakstabilan emulsi ... 19

Gambar 7. Daun beluntas yang dipetik untuk dibuat ekstrak ... 41

Gambar 8. Ekstrak Daun Beluntas yang Digunakan ... 43

Gambar 9. Hasil isolasi ketiak dari lima probandus ... 45

Gambar 10. Bakteri isolat ketiak pada medium Manitol Salt Agar ... 54

Gambar 11. Reaksi penyabunan triethanolamine dan asam stearat ... 59

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat keterangan identifikasi daun beluntas ... 78

Lampiran 2. Certificate of Analysisekstrak daun beluntas dari LPPT UGM ... 79

Lampiran 3. Proses ekstraksi ekstrak etanol daun beluntas dari LPPT UGM ... 80

Lampiran 4. Penetapan kadar fenolik dari LPPT UGM ... 81

Lampiran 5. Diameter zona hambat ekstrak daun beluntas ... 85

Lampiran 6. Uji normalitas dan ujiWilcoxonbakteri isolat ketiak ... 86

Lampiran 7. Material Safety Data Sheetdari bahan-bahan yang digunakan ... 90

Lampiran 8. Data penimbangan formula ... 102

Lampiran 9. Data uji sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran ekstrak daun beluntas ... 103

Lampiran 10. Uji normalitas dan profil kestabilan viskositas, daya sebar, ukuran droplet, pergeseran viskositas, pergeseran ukuran droplet dan persen pemisahan fase sediaan ekstrak etanol daun beluntas dengan program R 2.9.0. ... 105

(20)

xix

INTISARI

Penelitian mengenai Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dengan Variasi Jumlah Sorbitan Monooleate sebagai Emulsifying Agent dilakukan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas yang dapat digunakan sebagai antibakteri dengan menggunakan metode difusi dan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan pada variasi jumlah sorbitan monooleate dalam deodoran ekstrak etanol daun beluntas.

Pada penelitian ini digunakan rancangan percobaan secara acak dengan satu faktor dan dua level (1,178 g dan 1,963 g). Respon yang diukur dalam penelitian ini adalah daya sebar, viskositas, ukuran droplet, pergeseran ukuran droplet, pergeseran viskositas dan persen pemisahan fase. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan ujiindependent t-testdengantaraf kepercayaan 95%.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi 3% dapat memberikan daya hambat pada bakteri genusStaphylococcus. Sifat fisik daya sebar, viskositas dan ukuran droplet dan stabilitas fisik pergeseran ukuran droplet dan pemisahan fase memiliki perbedaan yang tidak signifikan, sedangkan stabilitas fisik pergeseran viskositas memiliki perbedaan yang signifikan.

Kata kunci: deodoran, ekstrak etanol daun beluntas, sorbitan monooleate, uji

(21)

xx

ABSTRACT

The difference of physical properties and stabillity of deodorant from beluntas leaves (Pluchea indica L.) ethanolic extract with a variation of sorbitan monooleate as emulsifying agent was a study to determine antibacterial concentration of beluntas leaves ethanolic extract with diffusion method, and difference of physical properties and stability of deodorant with a variation of sorbitan monooleate.

The study is a random experiment with 1 factor and 2 levels (1,178 g and 1, 963 g). Measured responses are spreadability, viscosity, droplet size, droplet size shift, viscosity shift, and phase separation precentation. The result was statistically analyzed using T-test with 95% confidence interval.

Beluntas leaves ethanolic extract inhibits genus staphylococcus bacteria at concentation of 3%. The physical properties of spreadability, viscosity and droplet size and droplet size shift and phase separation in the physical stability did not differ significantly, while the physical stability of viscosity shift has significant differences.

(22)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Bau badan merupakan proses dekomposisi protein yang terdapat dalam

keringat ekrin dan terutama apokrin oleh mikroba yang terdapat pada tubuh terutama

bagian ketiak (Mitsui, 1997). Penyebab utama bau badan adalah sekresi kelenjar

keringat yang merupakan hasil sebum, asam lemak tinggi dan debris (pigmen) yang

terkumpul menjadi sisa hasil metabolisme pada kulit. Sisa hasil metabolisme inilah

yang mendukung terbentuknya produk berbau hasil dekomposisi (penguraian) oleh

bakteri (Soeryati, 2010). Mikroba yang tinggal di permukaan kulit akan menguraikan

keringat beserta zat-zat yang terkandung didalamnya. Beberapa bakteri yang diduga

menjadi penyebab bau badan diantaranya Staphylococcus epidermidis,

Staphylococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Corybacterium acne,

Pseudomonas aeruginosa (Endarti et al., 2002). Hasil uraian keringat oleh mikroba

inilah yang menimbulkan bau tidak sedap, antara lain dengan terbentuknya

asam-asam organik yang berbau khas. Dalam keadaan ini, seseorang membutuhkan suatu

sediaan yang dapat mengurangi atau menghilangkan bau badan.

Selama ini deodoran yang beredar di pasaran dari berbagai bentuk dan merek

dagang digunakan untuk mengurangi atau mencegah bau badan. Sebagian besar

(23)

sintetik perlu mempertimbangkan efek toksik yang mungkin ditimbulkan. Diperlukan

suatu solusi untuk mengurangi efek toksik yang ditimbulkan dari bahan sintetik.

Seperti diketahui, Indonesia memiliki banyak tumbuhan berkhasiat sebagai

obat-obatan dan kosmetika. Diantaranya Daun Beluntas (Pluchea Indica L.). Selama

ini daun beluntas secara tradisional digunakan dengan cara diseduh dengan air panas

lalu diminum untuk menghilangkan bau badan. Hal ini tentunya memakan waktu

yang lama dan kurang praktis. Menurut penelitian Ardiansyah et al., 2003, daun

beluntas memiliki kemampuan untuk menghilangkan bau badan karena daun beluntas

memiliki kandungan fenol hidrokuinon, tanin, alkaloid yang berfungsi sebagai

antimikroba. Untuk itu, perlu dilakukan pengembangan terhadap tanaman beluntas

menjadi suatu bentuk sediaan yang lebih modern seperti deodoran yang dapat

digunakan secara praktis untuk menghilangkan bau badan. Penelitian menyebutkan

total fenolik ekstrak etanol terbanyak terdapat pada bagian daun (Nurmala et al,

2011).

Deodoran merupakan salah satu produk emulsi dengan viskositas tertentu

yang berfungsi menjaga stabilitas emulsi dan mencegah pengendapan bahan aktif

dalam sistem emulsi tersebut. Dalam pembuatan deodoran dalam bentuk emulsi

membutuhkan suatu emulsifying agent agar dapat membentuk emulsi yang stabil.

Pemilihan emulsifying agent perlu dipertimbangkan agar diperoleh suatu sistem

emulsi yang stabil.

Emulsifying agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah emulsifying

(24)

sorbitan monooleate. Emulsifying agent ini diharapkan dapat memberikan suatu sistem emulsi yang stabil dengan adanya gugus yang hidrofil dan lipofil.

Penelitian ini perlu dilakukan sebagai penelitian awal mengenai perbedaan

yang signifikan atau perbedaan yang bermakna dengan adanya variasi jumlah

sorbitan monooleate yang berbeda sebagai emulsifying agent terhadap sifat fisik dan

stabilitas fisik deodoran ekstrak etanol daun beluntas. Dari hasil penelitian ini dapat

diperoleh informasi untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh variasi

jumlahsorbitan monooleatesebagaiemulsifying agent.

1. Perumusan Masalah

a. Apakah ekstrak etanol daun beluntas yang dibuat dalam penelitian ini

memiliki efek antibakteri terhadap bakteri penyebab bau badan?

b. Apakah ada perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan pada

variasi jumlah sorbitan monooleate dalam deodoran ekstrak etanol daun

beluntas yang digunakan dalam penelitian ini?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai ekstrak etanol daun beluntas yang berkaitan dan pernah

dilakukan adalah Quantification of Total Phenolics in Different Parts of Pluchea

indica (L.) Ethanolic and Water Extracts yang dilakukan oleh Normala, H. and

Suhaimi M.I (2011), menjelaskan tentang hasil kuantitatif total fenolik dalam ekstrak

(25)

Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Stabilitas

Aktivitasnya pada Berbagai Konsentrasi Garam dan Tingkat pH yang dilakukan oleh

Ardiansyah (2003), menjelaskan tentang senyawa aktif yang diduga berperan sebagai

senyawa antimikroba daun beluntas dan bakteri yang sensitif terhadap senyawa

antimikroba daun beluntas dengan perbedaan konsentrasi garam.

Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh penulis, penelitian mengenai

Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas

(Pluchea indicaL.) dengan Variasi JumlahSorbitan MonooleatesebagaiEmulsifying

Agentbelum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Menambah informasi pengetahuan mengenai bentuk sediaan

deodoran dari bahan alam yaitu daun beluntas dengan menggunakan sorbitan

monooleatesebagaiemulsifying agent.

b. Manfaat praktis. Memperoleh informasi sifat fisik dan stabilitas fisik

deodoran ekstrak daun beluntas dengan menggunakan variasi jumlah sorbitan

(26)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran ekstrak

etanol daun beluntas (Pluchea indica L.) yang bersifat antibakteri dengan variasi

jumlahsorbitan monooleatesebagaiemulsifying agent.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui ekstrak etanol daun beluntas yang dibuat dalam penelitian

ini memiliki efek antibakteri penyebab bau badan.

b. Untuk mengetahui perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan

pada variasi jumlahsorbitan monooleate dalam deodoran ekstrak etanol daun

(27)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Bau badan

Bau badan atau bromhidrosis adalah bau yang tidak menyenangkan yang

dirasakan oleh tubuh karena bakteri yang hidup pada kulit memecah keringat menjadi

asam. Kulit memiliki dua kelenjar keringat yaitu kelenjar ekrin dan kelenjar apokrin.

Ketika suhu tubuh meningkat, sistem saraf otonomik merangsang kelenjar ekrin

untuk mengeluarkan cairan ke permukaan kulit. Cairan tersebut adalah keringat yang

berisi air, garam (natrium klorida), urea dan elektrolit lainnya yang membantu

mengatur kesetimbangan cairan dalam tubuh. Kelenjar apokrin mengeluarkan

keringat langsung ke tubulus kelenjar. Ketika seseorang sedang emosional, dinding

tubulus berkontraksi yang menyebabkan keringat keluar di permukaan kulit dimana

bakteri mulai memecahnya. Pemecahan keringat oleh bakteri inilah yang

menyebabkan bau (Mayo Clinic, 2010). Beberapa bakteri yang diduga menjadi

penyebab bau badan tersebur diantaranya ialah Staphylococcus epidermidis,

Staphylococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Corybacterium , Pseudomonas

(28)

B. Beluntas

1. Deskripsi tanaman

Tanaman ini memiliki habitat perdu dengan tinggi 1-1,5 m. Batangnya

berkayu, bulat, tegak, bercabang, bila masih muda berwarna ungu setelah tua

putih kotor. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, tepi rata, ujung runcing,

pangkal tumpul, berbuluhalus, panjang 3,8-6,4 cm, lebar 2-4 cm, pertulangan

menyirip, warna hijau mudahingga hijau. Bunganya majemuk, mahkota lepas,

putik bentuk jarum, panjang ± 6 mm, berwarna hitam kecoklatan, kepala sari

berwarna ungu, memiliki dua kepala putik yang berwarna putih atau putih

kekuningan. Akar beluntas merupakan akar tunggang dan bercabang

(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

2. Taksonomi

Gambar 1. Tanaman beluntas

Menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) taksonomi tanaman beluntas

dikelompokkan seperti dibawah ini:

(29)

Sub divisi : Angiospermae

Di berbagai daerah di Indonesia beluntas dikenal dengan nama beluntas

(Sumatra), baruntas (Sunda), luntas (Jawa Tengah), baluntas (Madura), lamutasa

(Makasar). Sedangkan di luar Indonesia beluntas dikenal dengan nama lenabou

(Timor), beluntas (Malaysia), beluntas (Singapura), dan khlu (Thailand) (Heyne,

1987).

4. Manfaat

Secara tradisional daunnya digunakan sebagai obat untuk menghilangkan bau

badan, obat penurun panas, obat batuk dan obat antidiare. Daun beluntas yang telah

direbus sering pula digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Selain itu, daun

beluntas juga sering dikonsumsi sebagai lalapan (Winarno dan Sundari, 1998).

5. Kandungan kimia

Kandungan minyak atsiri dari daun beluntas mengandung benzil alkohol,

benzil asetat, eugenol, dan linolol (Rasmehuli, 1986). Flavonoid daun beluntas

memiliki aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus sp, Propinobacterium sp, dan

(30)

ilmiah memiliki aktivitas antimikroba terhadapStaphylococcus aureus, Pseudomonas

fluorecens, Escherichia coli dan Salmonela typhi (Ardiansyah et al, 2003). Skrining

Fitokimia menunjukkan hasil ekstrak etanol mengandung flavonoid, fenol

hidrokuinon, tanin dan sterol (Ardiansyah et al, 2003).

C. Isolasi mikroba 1. Definisi

Mengisolasi suatu mikrobia adalah memisahkan mikroba tersebut dari

lingkungannya di alam dan menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam medium

buatan. Untuk mencirikan dan mengidentifikasi suatu spesies mikroba tertentu,

pertama-tama spesies tersebut harus dapat dipisahkan dari mikroba lain yang umum

dijumpai dalam habitatnya, lalu ditumbuhkan menjadi biakan murni yaitu biakan

dimana sel-selnya berasal dari pembelahan satu sel tunggal (Jutono, Soedarsono,

Hartadi, Kabirun, Suhadi dan Soesanto, 1980).

2. Metode

Ada beberapa metode yang digunakan untuk isolasi mikrobia yaitu dengan

menggunakan metode gores, metode tuang, metode sebar, metode pengenceran dan

micromanipulator. Dua diantaranya yang paling sering digunakan adalah teknik

metode tuang dan metode gores (Jimmy, 2008).

Metode gores (streak plate) adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan

mikrobia di dalam media agar dengan cara menstreak (menggores) permukaan agar

(31)

ini mikrobia yang tumbuh akan tampak dalam goresan-goresan inokulum bekas dari

goresan jarum ose. Metode gores umumnya digunakan untuk mengisolasi mikrobia

pada cawan agar sehingga hasil yang diperoleh berupa koloni terpisah dan merupakan

biakan murni. Biakan murni adalah biakan yang hanya berasal dari satu jenis mikroba

saja dan ditandai dengan adanya koloni terpisah baik dari warna, konsistensi maupun

bentuknya. Prinsip metode ini adalah menggoreskan suspensi bahan yang

mengandung mikrobia pada permukaaan medium agar yang sesuai pada cawan petri.

Setelah diinkubasi maka pada bekas goresan akan tumbuh koloni-koloni terpisah

yang mungkin berasal dari 1 sel mikrobia sehingga dapat diisolasi lebih lanjut

(Rachdie, 2006).

Dalam metode gores, kita akan melihat beberapa koloni. Jika kita akan

mengisolasi salah satu dari koloni tersebut maka kita dapat memilih salah satu

diantaranya, misalnya koloni yang berwarna kuning. Dengan menggunakan ose, kta

buat lagi suspensi dengan air steril untuk kemudian dibuat lagi metode goresan,

sehingga kita memperoleh satu macam mikroba saja (Tarigan, 1988).

Untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikrobia, diperlukan suatu

substrat yang disebut dengan media. Sebelum dipergunakan harus dalam keadaan

steril, artinya tidak ditumbuhi oleh mikrobia lain yang tidak diharapkan. Penggunaan

media bukan hanya untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba tetapi juga

untuk tujuan-tujuan lain, misalnya untuk isolasi, seleksi, evaluasi dan diferensiasi

(32)

Agar mikrobia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dalam media,

diperlukan persyaratan tertentu yaitu:

a. Bahwa di dalam media harus terkandung semua unsur hara yang diperlukan untuk

pertumbuhan dan perkembangbiakan mikrobia.

b. Bahwa media harus mempunyai tekanan osmosa, tegangan permukaan dan pH

yang sesuai dengan kebutuhan mikrobia.

c. Bahwa media harus dalam keadaan steril, artinya sebelum ditanami mikrobia

yang dimaksud tidak ditumbuhi oleh mikrobia lain yang tidak diharapkan

(Suriawiria, 1986).

D. Identifikasi mikrobia

Identifikasi adalah penentuan ciri atau karakter suatu biakan murni hasil

isolasi yang ditentukan berdasarkan pada morfologi, sifat biakan dan sifat

biokimiawinya. Morfologi mikrobia berdasarkan bentuk, ukuran dan penataan

biasanya tidak cukup untuk melakukan identifikasi. Ciri lainnya seperti pewarnaan,

pola pertumbuhan koloni, reaksi pertumbuhan pada karbohidrat dan penggunaan

asam amino sangat membantu dalam identifikasi yang disesuaikan dengan uji

biokimiawi mikrobia (Lay, 1994).

Ciri atau karakter yang diperoleh dari identifikasi digunakan untuk

mendeterminasi dengan tujuan memastikan kebenaran dari hasil identifikasi.

(33)

hasil identifikasi dengan literatur pustaka acuan, gambar-gambar yang dijadikan

acuan (Lay, 2004).

1. Morfologi koloni

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengamati morfologi koloni antara

lain warna permukaan koloni, waktu pertumbuhan dan diameter koloni, pada setiap

spesies untuk mencapai waktu pertumbuhan dan diameter maksimum koloni

berbeda-beda, ada yang cepat, lambat dan sangat lambat yang dipengaruhi oleh medium

(spesifik) yang digunakan; beberapa koloni mungkin mempunyai bentuk tepi koloni

yang rata (entire), berbolus (lobate), berlekuk (undulate) dan meruncing (erose);

bentuk-bentuk tekstur koloni antara lain seperti kapas, licin, padat (compact) dan

kasar, bentuk koloni ada yang bulat (round), oval, tak beraturan (irregular) dan

berfilamen (filamentous).

Gambar 2. Bentuk koloni bakteri

Morfologi koloni bertujuan untuk melihat pola pertumbuhan mikrobia pada

berbagai media (media cair, media agar petri, media agar miring dan media agar

(34)

dan pola pertumbuhannya dapat dibedakan seperti endapan (sendiment), cincin (ring)

dan selaput (pellicle). Pola pertumbuhan agar miring, antara lain arborescent

(menyerupai pohon yang bercabang-cabang),beaded(menyerupai mutiara atau

butir-butir sepanjang bekas inokulasi),echinulate(pertumbuhan sepanjang bekas inokulasi

bergerigi), filiform (pertumbuhan sepanjang bekas inokulasi merata), rhizoid

(pertumbuhan dengan cabang-cabang tidak teratur) dan spreading (pertumbuhan

merata beberapa mm disekilas bekas inokulasi). Bentuk koloni pada media agar tegak

antara lain beaded, filiform, villous (bentuknya pendek, tebal dan permukaan seperti

rambut),rhizoid,arborescentdanechinulate(Lay, 2004).

Gambar 3. Pola pertumbuhan pada media agar tegak

(35)

Gambar 5. Pola pertumbuhan pada media cair

2. Morfologi sel

Morfologi sel yang digunakan untuk identifikasi meliputi ukuran, bentuk,

rangkaian sel, ada tidaknya spora, ada tidaknya flagella, ada tidaknya kapsula dan

reaksi-reaksi pengecatan. Untuk melihat struktur sel lebih seksama maka dapat

dilakukan beberapa pengecatan yang penting antara lain:

a. Pengecatan gram. Pengecatan ini dipakai untuk membedakan mikrobia

yang bersifat gram positif dan gram negatif. Mikrobia gram positif ditandai dengan

warna biru ungu sedangkan gram negatif berwarna merah. Hal ini bertujuan untuk

memberikan warna pada mikrobia sehingga akhirnya dapat diidentifikasi dengan

mudah. Sifat gram terutama ditentukan oleh sifat-sifat fisik dan kimia dinding sel dan

membran sitoplasmanya. Dinding sel dan membran sitoplasma mikrobia gram positif

mempunyai afinitas yang besar terhadap kompleks cat kristal violet dan iodium,

sedangkan pada mikrobia gram negatif afinitasnya sangat kecil. Pada waktu

pengecatan, larutan kristal violet dan iodium menembus sel-sel mikrobia gram positif

(36)

senyawa yang sukar larut, juga tidak larut dalam peluntur (alkohol). Hal ini terjadi

pada sel mikrobia gram negatif, akibatnya cat dapat dilunturkan. Pada pemberian cat

penutup, sel mikrobia gram positif tidak dapat terwarnai, sedangkan sel mikrobia

gram negatif dapat diwarnai sehingga warnanya kontras terhadap cat utama (Jutono

dkk, 1980).

b. Motilitas (pergerakan sel). Untuk mengamati garak pada mikrobia

dengan baik maka bisa menggunakan metode tetesan bergantung. Dalam pengamatan

mikrobia dengan baik maka bisa menggunakan metode tetesan bergantung. Dalam

pengamatan gerak mikrobia, ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu motilitas

mikrobia dan gerakbrown. Mikrobia yang bersifat motil akan nampak jelas bergerak

dan bergeraknya melaju ke arah tertentu, sedangkan sel mikrobia yang tampak

sebagai gerak brown adalah gerakan yang bukan berasal dari mikrobia itu sendiri

melainkan dikarenakan adanya partikel-partikel air yang ada disekeliling sel atau

adanya energi kinetik (Riza, 2008).

E. Pengujian aktivitas antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi. Metode ini

didasarkan pada kemampuan obat untuk berdifusi ke dalam media tempat bakteri uji

berkembang biak secara optimal. Metode difusi ini dapat dilakukan menggunakan

paper diskyang mengandung senyawa antibakteri diletakkan di atas agar atau apabila

digunakan cara sumuran, senyawa antibakteri dimasukkan dalam sumuran. Besarnya

(37)

sebanding dengan kadar obat yang diberikan. Dalam metode difusi dikenal dua

Pengertian zona hambatan yaitu:

1. Zona radikal yaitu sekitarpaper diskatau sumuran yang sama sekali tidak terlihat

adanya pertumbuhan bakteri. Potensi zat yang berefek antibakteri di ukur dengan

mengukur diameter zona radikal.

2. Zona irradikal yaitu daerah disekitar sumuran atau paper disk yang pertumbuhan

bakterinya dihambat oleh adanya senyawa antibakteri tersebut, tetapi tidak

dimatikan. Di sini terlihat pertumbuhan bakteri yang kurang subur atau lebih

jarang dibandingkan daerah di luar pengaruh senyawa antibakteri tersebut (Hugo

& Russel, 1987).

F. Maserasi

Istilah maseration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya

”merendam”. Merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus

memungkinkan untuk direndam dalam penyari sampai meresap dan melunakkan

susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).

Pada proses maserasi, tumbuhan yang akan diekstraksi biasanya ditempatkan

pada wadah yang bermulut lebar, bersamaan dengan penyari yang telah ditetapkan,

bejana ditutup rapat dan isinya dikocok berulang-ulang lamanya biasanya berkisar

dari 2-14 hari. Pengocokan memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang

masuk ke seluruh permukaan dari obat yang sudah halus. Kemudian ampasnya dapat

(38)

bebas dari ekstrak dengan penambahan penyari melalui ayakan atau saringan ke

dalam seluruh ekstrak dalam wadahnya (Ansel, 1989).

G. Deodoran

Deodoran merupakan salah satu sediaan kosmetik yang terdiri dari sebuah

sistem emulsi minyak dalam air (o/w) atau air dalam minyak (w/o). Emulsi adalah

dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain yang tidak dapat bercampur.

Cairan yang terdispersi disebut fase internal sedangkan cairan yang mendispersi

(pendispersi) disebut fase eksternal (Suryaniet al., 2000).

Deodoran digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan bau badan dan

mencegah terjadinya bau keringat dengan cara menghambat aktivitas penguraian

keringat oleh bakteri. Menurut Imron (1985), persyaratan yang harus dipenuhi oleh

sediaan deodoran adalah:

a. Digunakan secara lokal, tanpa resep dokter.

b. Mudah dioleskan pada kulit dan menyebar dengan rata.

c. Memberikan rasa nyaman dan tidak mengiritasi.

d. Nilai pH harus tepat.

Dalam formulasi deodoran bahan-bahan yang biasa digunakan adalah pelarut

(solvent), pengemulsi (emulsifier), stabilizer, pelembut kulit (emolient), pengental

(thickener). humektan, zat aktif antibakteri serta bahan aditif (parfum dan preservatif)

(39)

H. Sifat fisis dan stabilitas emulsi 1. Daya sebar

Daya sebar berhubungan dengan sudut kontak antara droplet dengan tempat

aksi. Hal ini menggambarkan kelicinan tiap tetes droplet. Pengukuran daya sebar

sediaan semisolid melalui pemberian shearing stress yang diseragamkan. Kecepatan

penyebaran tergantung dari viskositas formula, kecepatan penguapan pelarut,

kecepatan peningkatan viskositas sebagai hasil dari penguapan, dan shearing stress

yang diberikan (Garg, Anggarwal, Garg, and Singla, 2002).

2. Viskositas

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir,

sehingga semakin tinggi viskositas akan semakin besar tahanannya. Semakin luas

distribusi ukuran droplet maka akan semakin rendah viskositasnya dibandingkan

dengan emulsi yang ukuran droplet yang distribusinya lebih sempit (Martin et al.,

1993). Semakin besar konsentrasi fase dalam maka konsentrasi fase kontinyu akan

berkurang sehingga konsentrasi fase akan semakin besar, menyebabkan viskositas

akan meningkat (Mollet dan Grubenmann, 2001).

3. Stabilitas emulsi

Stabilitas emulsi merupakan suatu sifat emulsi untuk mempertahankan

distribusi halus yang terdiri dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka waktu

yang lama (Voigt, 1994).

a. Creaming. Creaming adalah suatu pemisahan emulsi menjadi dua

(40)

lain. Pada emulsi M/A, creamingadalah pergerakan droplet minyak karena pengaruh

gaya gravitasi atau pada saat disentrifugasi dan membentuk suatu lapisan yang

terkonsentrasi pada bagian atas sediaan (Binks, 1998).

b. Flokulasi. Flokulasi terjadi karena droplet terdispersi membentuk

sebuah kumpulan dalam emulsi. Hal ini akan meningkatkan terjadinya creaming.

Flokulasi merupakan awal terjadinyacreaming(Aulton, 2002).

c. Koalesen. Koalesen terjadi karena droplet-droplet menyatu menjadi

ukuran droplet yang lebih besar sehingga terjadi pemisahan fase dispers yang

membentuk lapisan. Perubahan ini besifatirreversible. Koalesen droplet minyak pada

tipe emulsi M/A ditahan oleh emulsifier yang secara mekanis terabsorbsi kuat di

sekitar tiap droplet (Aulton, 2002).

d. Ostwald ripening. Ostwald ripening lebih cenderung terjadi pada

emulsi polidispers, mengandung campuran fase minyak dengan fase air. Fenomena

ditandai dengan semakin meningkatnya ukuran droplet yang besar karena adanya

droplet kecil yang menempel pada droplet besar tersebut (Binks, 1998).

(41)

Uji stabilitas emulsi penting untuk mengetahui apakah sebuah emulsi tetap

stabil selama periode waktu tertentu, uji yang biasa dilakukan adalah:

1. Uji makroskopik

Stabilitas fisik emulsi dapat diketahui dengan uji derajat creaming yang

terjadi pada periode waktu tertentu. Hal ini dilakukan dengan menghitung rasio

volume emulsi yang mengalami pemisahan dibandingkan dengan volume total

emulsi.

2. Analisis ukuran droplet

Jika rata-rata ukuran droplet meningkat seiring bertambahnya waktu

(bersamaan dengan penurunan jumlah droplet), dapat diasumsikan bahwa koalesen

adalah penyebabnya.

3. Perubahan viskositas

Ditunjukkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi viskositas emulsi.

Adanya variasi pada ukuran atau jumlah droplet dapat dideteksi dengan perubahan

viskositas secara nyata (Billany, 2002).

I. Surfaktan nonionik

Surfaktan nonionik biasa digunakan dalam seluruh tipe produk kosmetik dan

farmasetik (Rieger, 1996). Surfaktan ini bisa digunakan untuk kombinasi emulsifying

agent larut air dan larut minyak untuk membentuk lapisan antarmuka yang penting

(42)

adalah dengan adanya gugus polar dari surfaktan yang terhidrasi dan bulky, yang

menyebabkan halangan sterik antardroplet dan mencegah koalesen (Kim, 2005).

1. Asam stearat

Asam stearat merupakan asam lemak yang terdiri dari campuan asam stearat

(C18H32O2), dengan kandungan asam stearat tidak kurang dari 40% dan jumlah kedua

asam tersebut tidak kurang dari 90%. Asam stearat mempunyai bilangan penyabunan

200-220 dan titik leleh ≥ 540C. Dalam formulasi sediaan topikal, asam stearat berfungsi sebagaiemulsifying agentdansolubilizing agent(Allen, 2005).

2. Sorbitan monooleate

Sorbitan monooleatemerupakansorbitan esters(Rowe et al ., 2009).Sorbitan

esters merupakan surfaktan dengan gugus hidrofobik yang larut dalam minyak dan digunakan sebagai emulgator A/M. Senyawa ini tidak larut dalam air tetapi dapat

terdispersi dalam air hangat dan dingin. Biasanya digunakan dalam emulsi, krim, dan

salep, dan dapat membentuk emulsi tipe M/A atau A/M. Krim dengan sorbitan ester

memiliki tekstur yang halus dan stabil (Aulton and Diana, 1991). Sorbitan

monooleate disebut juga span 80, dengan bentuk cairan kental berwarna kuning

dengan bau yang khas tajam (Rowe et al., 2009).

J. Mikromeritik

Mikromeritik adalah ilmu dan teknologi tentang partikel kecil. Satuan ukuran

(43)

penting yang perlu diperoleh dari partikel yaitu (1) bentuk dan luas permukaan partikel

dan (2) ukuran partikel dan distribusi ukuran diameter (ukuran) partikel, sedangkan

bentuk partikel memberikan gambaran tentang luas permukaan spesifik partikel dan

teksturnya (kasar atau halus) (Martinet al., 1993).

Ukuran partikel merupakan diameter rata-rata partikel dari suatu sampel, dimana

sifat sampel pada umumnya adalah polidispers (heterogen), bermacam-macam diameter

dengan rentang yang lebar. Sampel dengan ukuran partikel yang sama disebut

monodispers. Salah satu metode dasar dalam mengetahui ukuran partikel adalah metode

mikroskopik. Metode mikroskopik merupakan metode sederhana yang hanya

menggunakan satu alat mikroskop, yang tidak memerlukan penanganan yang khusus.

Mikroskopbiasa digunakan dalam pengukuran partikel yang berkisar 0,2 μ m sampai 10

μ m. Jumlah partikel yang harus dihitung sekitar 300-500 partikel agar mendapat suatu

perkiraan yang baik dari distribusi. Pengujian mikromeritik suatu sampel harus dilakukan

bahkan jika digunakan metode analisis ukuran partikel yang lain, karena adanya

gumpalan dari masing-masing partikel lebih dari satu komponen sering kali dideteksi

dengan metode mikroskopik (Martinet al., 1993).

K. Ujiindependent t-test

Uji t-test dua sampel independen (bebas) adalah metode yang digunakan

untuk menguji kesamaan rata-rata dari 2 populasi yang bersifat independen, dimana

peneliti tidak memiliki informasi mengenai ragam populasi. Independen maksudnya

(44)

populasi yang lain. Ciri-ciri uji t-test antara lain: penentuan nilai tabel dilihat dari

besarnya tingkat signifikan (α) dan besarnya drajat bebas (db) dan kasus yang diuji

bersifat acak (Anonim, 2009).

L. Landasan Teori

Bau badan disebabkan oleh dekomposisi protein yang terdapat dalam

keringat ekrin dan terutama apokrin oleh mikroba yang terdapat dalam tubuh

terutama bagian ketiak. Karena adanya pemecahan keringat oleh bakteri inilah yang

menyebabkan bau. Beberapa bakteri yang diduga menjadi penyebab bau badan antara

lain Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus pyogenes, Staphylococcus aureus,

Corybacterium, Pseudomonas aeruginosa.

Ekstrak etanol 50% dari daun beluntas yang memiliki kandungan senyawa

total fenolik paling banyak, flavonoid, alkaloid dan minyak atsiri mampu

menghambat aktivitas bakteri penyebab bau badan. Ekstrak etanol dari daun beluntas

berpotensi untuk dikembangkan menjadi suatu sediaan kosmetika sebagai penghilang

bau badan. Dalam penelitian ini, ekstrak daun beluntas diformulasikan dalam bentuk

deodoran. Deodoran merupakan suatu sistem emulsi dengan viskositas tertentu yang

berfungsi menjaga stabilitas emulsi dan mencegah pengendapan bahan aktif dalam

sistem emulsi tersebut. Sistem emulsi ini menggunakan emulsifying agent nonionik

yaitusorbitan monooleate.

Sorbitan monooleate yang digunakan sebagaiemulsifying agent berpotensi

(45)

monooleate yang ditambahkan pada formula perlu diperhatikan. Penambahan

sorbitan monooleate yang berlebihan dapat membuat sediaan menjadi tidak stabil

karena komposisi fase minyak dan fase air menjadi tidak seimbang. Untuk melihat

perbedaan yang signifikan dari sifat fisik dan stabilitas deodoran, dapat dilakukan

dengan uji t-test dan dengan uji ini dengan menggunakan software R OpenOffice.org

pada taraf kepercayaan 95%.

M. Hipotesis

1. Ekstrak etanol daun beluntas memiliki daya antibakteri terhadap bakteri isolat

ketiak.

2. Terdapat perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan pada variasi

(46)

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni secara acak dengan

uji t tidak berpasangan untuk membandingkan sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran

ekstrak etanol daun beluntas dengan variasi jumlah sorbitan monooleate sebagai

emulsifying agent.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebasdalam penelitian ini adalah variasi jumlahsorbitan monooleate. 2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis deodoran meliputi

daya sebar dan viskositas, stabilitas deodoran meliputi pergeseran viskositas, uji

mikromeritik dan persen pemisahan fase.

3. Variabel pengacau terkendalidalam penelitian ini adalah alat percobaan, wadah penyimpanan, lama penyimpanan deodoran, lama dan kecepatan pencampuran.

4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu ruangan, kelembaban udara saat pembuatan dan penyimpanan.

C. Definisi operasional

1. Ekstrak daun beluntas merupakan ekstrak kering yang diperoleh dari hasil

(47)

FARMA HERBAL menggunakan pelarut etanol 50% dan dilakukan penetapan

kadar total fenolik oleh LPPT UGM.

2. Isolasi adalah usaha untuk memisahkan bakteri isolat ketiak yang diambil dari

probandus ke medium buatan untuk memperoleh kultur murni.

3. Identifikasi adalah penentuan identitas bakteri isolat ketiak didasarkan pada

morfologi sel (bentuk sel, sifat Gram, pergerakan sel) dan morfologi koloni

(bentuk, tekstur dan warna koloni) serta sifat biokimiawi (tes oksidase dan tes

katalase).

4. Determinasi adalah penentuan mikrobia isolat ketiak dengan mencocokkan hasil

identifikasi dibandingkan dengan pustaka.

5. Zona hambat adalah zona jernih disekitar paper disk dengan ekstrak etanol daun

beluntas atau deodoran ekstrak etanol daun beluntas, yang menghambat atau

membunuh isolat bakteri ketiak dibandingkan dengan kontrol negatif yaitu pelarut

ekstrak daun beluntas.

6. Deodoran ekstrak daun beluntas adalah sediaan semisolid berupa emulsi

antibakteri yang mengandung ekstrak etanol daun beluntas yang dibuat sesuai

dengan formula dan cara kerja pada penelitian ini.

7. Emulsifying agent adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan antarmuka

dua cairan yang tidak saling campur.

8. Sifat fisis deodoran adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik

deodoran, dalam penelitian ini meliputi daya sebar dan viskositas emulsi

(48)

9. Stabilitas fisik deodoran adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui

tingkat kestabilan deodoran, dalam penelitian ini meliputi pergeseran viskositas,

pemisahan fase dan uji mikromeritik.

10. Persen pemisahan fase adalah persentase emulsi yang memisah pada tabung

berskala yang dibandingkan dengan volume total emulsi semula.

11. Daya sebar adalah diameter penyebaran emulsi deodoran pada alat uji yang

selama 1 menit diberi beban hingga 125 gram.

12. Viskositas optimum adalah viskositas yang memudahkan emulsi deodoran

diisikan ke dalam wadah, dikeluarkan dari wadah dan memiliki daya sebar yang

baik saat diaplikasikan ke kulit.

13. Ukuran droplet adalah sebaran ukuran droplet sebanyak 500 partikel dalam

deodoran ekstrak etanol daun beluntas yang dinyatakan denganmean.

14. Pergeseran ukuran droplet adalah persentase dari selisih ukuran droplet emulsi

dalam waktu penyimpanan 30 hari dengan ukuran droplet setelah 48 jam

pembuatan.

15. Pergeseran viskositas adalah persentase dari selisih viskositas deodoran setelah

disimpan selama 30 hari pada suhu kamar dibandingkan dengan deodoran sesaat

setelah pembuatan. Kriteria pergeseran viskositas optimum adalah ≤10%. Untuk

mengetahui pergeseran viskositas digunakan rumus:

(49)

D. Rancangan penelitian

1. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ekstrak etanol daun beluntas

(Pluchea Indica L.) produksi CV Merapi Farma Herbal, Kalasan, Yogyakarta,

dimethicone (farmasetis), gliserin (farmasetis), CMC (farmasetis), parafin liq.

(farmasetis), propilen glikol (farmasetis), metil paraben (farmasetis), propil

paraben (farmasetis), etanol (teknis),aquadest, asam stearat (farmasetis),sorbitan

monooleate (farmasetis) dan TEA (farmasetis), media Manitol Salt Agar, media

Nutrien Broth, media Nutrien Agar, bahan-bahan untuk morfologi sel: pengecatan

gram (kristal violet (gram A)), larutan iodine (gram B), alkohol 96% (gram C),

safranin (gram D) , reagen tetramethyl-paraphenyldiamine untuk tes oksidase,

10% atau 30% H2O2untuk tes katalase dari Laboratorium Mikrobiologi USD.

2. Alat penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixer (Philip),

timbangan analitik (METTLER TOLEDO GB3002 – Switzerland), vacuum

rotary evaporator(Janke-Kulken), cawan petri (Pyrex),waterbath(Tamson Zoete

meer-Holland 1985 0023), cawan porselin, mikroskop, alat uji daya sebar dan

viskotester seri VT-04 (RION-JAPAN), autoklaf (Model KT-40, ALP Co, Ltd,

(50)

E. Alur Penelitian

Ekstraksi dan Identifikasi Ekstrak Daun Beluntas  Pengumpulan bahan

 Pembuatan ekstrak daun beluntas

 Uji kuantitatif penetapan kadar total fenolik

Pengujian potensi antibakteri ekstrak etanol daun beluntas metode difusipaper disk

 Isolasi bakteri ketiak

 Identifikasi isolat bakteri ketiak

 Pengamatan morfologi koloni dan morfologi sel

 Determinasi isolat bakteri ketiak

Pembuatan deodoran ekstrak etanol daun beluntas dengan variasi jumlah sorbitan monooleate menggunakan hand mixer

dengan kecepatan skala1

Uji sifat fisik dan stabilitas sediaan deodoran  Uji sifat fisik meliputi daya sebar dan viskositas

 Uji stabilitas mikromeritik dan persen pemisahan fase

(51)

F. Prosedur kerja

1. Pengumpulan bahan ekstrak daun beluntas

Bahan tumbuhan yang digunakan adalah daun beluntas (Pluchea indica L.)

yang tumbuh di daerah Kaliurang Km. 21, Kabupaten Sleman, provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta, hasil budidaya dari CV. Merapi Farma Herbal. Pengambilan

cuplikan dilakukan pada sore hari, dipilih daun yang sehat (tidak terkena hama),

diambil pada waktu dan tempat penanaman yang sama. Daun dipilih berdasarkan

warna daun dan pucuk daun yaitu berwarna hijau muda tanpa bercak serta letak daun

yang diambil pucuk 1-6 daun dari atas tanaman beluntas. Bahan yang diperoleh

berupa daun segar setidaknya berumur 50 hari. Identifikasi daun beluntas dilakukan

oleh CV. Merapi Farma Herbal yang menyatakan bahwa daun yang digunakan

adalah benar daun beluntas (Pluchea indica Less). Kemudian penyerbukan dilakukan

oleh CV. Merapi Farma Herbal.

2. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Beluntas

Ekstraksi daun beluntas dilakukan dengan metode maserasi menggunakan

pelarut etanol 50% berdasarkan CoA yang dilakukan oleh LPPT UGM.

3. Penetapan Kadar Total Fenolik

Penetapan kadar total fenolik dilakukan dengan metode spektrofotometri

(52)

4. Isolasi bakteri ketiak dari lima probandus

a. Isolat bakteri. Isolasi bakteri dari ketiak dilakukan kepada 5

probandus yang memiliki kriteria memiliki berat badan berlebih dan memiliki

masalah bau badan secarastreak platemenggunakancotton budsteril.Cotton bud

steril yang sudah dibasahi dengan NaCl steril dioleskan pada permukaan ketiak

kemudian diinokulasikan pada pada cawan petri berisi media NA 15 ml secara

aseptis. Bakteri diinkubasi terbalik selama 24 jam pada suhu 370C. Setelah

inkubasi akan terlihat koloni yang terpisah. Hasil isolasi akan digunakan untuk

tahap penelitian berikutnya.

b. Pembuatan suspensi bakteri uji. Tabung reaksi berisi larutan

pengencer BPW disiapkan sebanyak 9 ml. Larutan pengencer tersebut diteteskan

ke dalam tabung reaksi dengan menggunakan pipet steril suspensi kultur murni

bakteri uji sampai kekeruhannya setara dengan kekeruhan standar Mac Farland II.

c. Pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri uji. 1 ml suspensi kultur

murni bakteri uji diambil dengan kecepatan suspensi setara dengan larutan standar

Mac Farland II, kemudian diinokulasi ke dalam cawan petri berisi 15 ml media

NA secara pour plate. Cawan berisi bakteri uji diinkubasikan pada suhu kamar

(53)

5. Identifikasi bakteri isolat dengan pengamatan morfologi koloni, morfologi sel dan uji biokimiawi

a. Morfologi koloni

Morfologi koloni diamati pada media cair, media agar tegak dan media

agar miring. Media nutrien cair (NB) dan nutrien agar yang telah disterilkan

disiapkan. Kemudian diinokulasikan secara aseptik biakan murni isolat

bakteri ketiak dengan menggunakan ose (1-2 ose) pada media NB dan media

NA. Kemudian diinkubasikan pada suhu kamar 24-48 jam. Diamati

pertumbuhan media, kekeruhan, bau dan tidak ada endapan. Kemudian

diamati pula pada media agar tegak pertumbuhannya, merata atau tidak

(permukaan, dasar atau keseluruhan), bentuk pertumbuhan pada bekas

tusukan (filiform, echinulate, beaded, villous, rhizoid, arborescent).

Pengamatan agar miring meliputi Amati pertumbuhan tipis, sedang, lebat atau

tidak ada, bentuk pertumbuhan pada goresan, evelasi, kilat, topografi, warna,

bau dan konsistensinya

b. Morfologi sel

Pengamatan pada morfologi sel meliputi pengecatan gram, uji motilitas dan

uji biokimiawi.

1) Pengecatan gram

Pengecatan gram bertujuan untuk mengetahui sifat gram isolat

bakteri ketiak dengan cara sebagai berikut: dibuat pulasan bakteri terlebih

(54)

diamkan 30-60 detik. Sisa cat dibuang dan dicuci dengan air mengalir.

Larutan iodine diteteskan dan diamkan selama 1-2 menit. Preparat dicuci

kembali dengan air mengalir, kemudian didekolorisasi dengan alkohol ±20

detik. Selanjutnya dicuci dan dikeringanginkan lalu diperiksa di bawah

mikroskop dengan perbesaran kuat, menggunakan minyak immersi.

Diamati perubahan yang terjadi untuk mengetahui perbedaan sifat Gram

positif dan Gram negatif. Jika sel berwarna ungu berarti isolat yang

diisolasi termasuk Gram positif sedangkan jika sel berwarna merah berarti

isolat tersebut termasuk Gram negatif.

2) Uji motilitas

Uji motilitas bertujuan untuk mengetahui sifat motilitas isolat

bakteri ketiak dengan cara sebagai berikut: sau ose kultur isolat bakteri

ketiak dari media padat diletakkan pada gelas penutup (kultur

ditambahkan air). Objek gelas yang telah diberi gumpalan vaselin

dibalikkan pada gelas penutup dengan hati-hati sedemikian rupa sehingga

ujung-ujung vaselin pada objek gelas berlekatan dengan gelas penutup.

Kemudian objek gelas dibalikkan dan diamati sifat motilitas dengan

perbesaran lemah dan dengan menutup sebagian diafragma.

3) Uji biokimiawi

(a). Tes oksidase

2-3 tetes larutan tetramethyl-paraphenyldiamine diletakkan

(55)

nutrien cair dan diiokulasikan pada kertas saring yang telah ditetesi

reagen. Hasil positif terjadi bila terjadi perubahan warna menjadi ungu

biru tua.

(b). Tes katalase

1-2 tetes 10% atau 30% H2O2 diletakkan pada gelas kaca.

Kemudian 1 ose atau 2-3 tetes suspensi isolat murni bakteri diambil

dalam nutrien cair dan diinokulasikan pada gelas kaca. Hasil positif

ditandai oleh pembentukan buih seketika.

6. Penanaman isolat bakteri dengan medium selektif

Media NA dibuat sebanyak 15 ml dan dituang dalam cawan petri. Kemudian

50 µL diinokulasikan ke dalam media NA secara merata dengan cara spread plate.

Kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu kamar.

7. Uji potensi antibakteri ekstrak etanol daun beluntas

Potensi antibakteri ekstrak etanol daun beluntas diuji terhadap isolat bakteri

ketiak dengan metode difusi menggunakan paper disk. Seri konsentrasi yang

digunakan untuk ekstrak etanol daun beluntas adalah 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%,

8%, 9%, dan 10%. Petri berisi media NA diambil. Suspensi uji 50µL diinokulasikan

ke dalam media NA secara merata dengan cara spread plate. Paper disk diletakkan

pada permukaan media NA. Kemudian dengan menggunakan mikropipet,

(56)

Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar. Diamati zona keruh dan jernih

pada bakteri. Konsentrasi ekstrak etanol ditentukan dengan melihat aktivitas

antibakteri yang paling baik dengan mengamati zona hambat yang terbentuk.

8. Pembuatan, uji sifat fisik dan stabilitas deodoran ekstrak etanol daun beluntas

a. Formula yang digunakan dalam pembuatan sediaan deodoran

Tabel I. Formula deodoran ekstrak etanol daun beluntas

Bahan Jumlah (g)

Dengan formula tersebut maka didapatkan variasi jumlah sorbitan

monooleatesebagai berikut:

Tabel II. Variasi jumlahsorbitan monooleate

Formula Sorbitan Monooleate

1 1,178

2 1,963

Dari variasi jumlah sorbitan monooleate, didapatkan formula

(57)

Tabel III. Formula deodoran

Ekstrak etanol daun beluntas 3% 3% Triethanolamine 0,3 0,3 Aquadest 40 ml 40 ml

b. Pembuatan deodoran

CMC Na yang digunakan direndam dalam 60 ml aquadest selama 24

jam. Fase minyak yaitu sorbitan monooleate dipanaskan dengan

menggunakanwaterbath. Paraffin liq., dimethicone, propil paraben, TEA dan

propilen glikol dicampurkan dan diaduk homogen. Asam stearat dilelehkan

terlebih dahulu secara terpisah dengan menggunakan waterbath. Gliserin,

metil paraben dan aquadest ditambahkan ke dalam campuran lainnya dan

diaduk hingga homogen. Fase minyak kemudian dimasukkan ke dalam fase

air dan ditambahkan ekstrak daun beluntas kemudian diaduk dengan hand

(58)

c. Pengujian daya sebar

Pengujian daya sebar merupakan hasil dari modifikasi metode

pengukuran daya sebar dari Garg et al.(2002). Deodoran ekstrak etanol daun

beluntas ditimbang sebanyak 1 gram diletakkan ditengah kaca bulat berskala.

Kaca bulat lain yang sudah ditimbang diletakkan diatasnya dan ditambahkan

beban hingga 125 gram. Diamkan selama 1 menit kemudian diukur diameter

penyebaran yang terbentuk.

d. Pengujian viskositas

Deodoran ekstrak etanol daun beluntas dimasukkan ke dalam wadah

dan dipasang pada viscostester VT 04. Nilai viskositas deodoran ditunjukkan

oleh jarum penunjuk saatviscostesterdinyalakan. Hasilnya dicatat. Pengujian

dilakukan setelah 48 jam dan setelah disimpan selama satu bulan.

f. Uji persen pemisahan

Uji persen pemisahan fase dilakukan dengan menghitung rasio volume

emulsi yang memisah dibanding volume total emulsi (Aulton, 2002). Tiap

formula emulsi dimasukkan ke dalam tabung berskala. Pemisahan fase yang

teramati pada 48 jam dan 30 hari setelah penyimpanan

Hasil pemisahan fase dinyatakan dengan persentase pemisahan fase

dengan rumus:

% Pemisahan fase = 100%

(59)

ho = tinggi emulsi mula-mula

g. Uji mikromeritik (ukuran droplet)

Dioleskan sebanyak 9 µL sediaan deodoran pada gelas objek

kemudian diletakkan pada mikroskop. Ukuran droplet diamati yang

terdispersi pada sediaan deodoran. Perbesaran lemah digunakan untuk

menentukan objek yang diamati kemudian diganti menggunakan perbesaran

kuat. Dicatat diameter dari tiap droplet sebanyak 300-500 droplet (Martin,

1993).

Pengukuran diameter droplet dilakukan dengan menggunakan

Software Motic Image Plus 2.0 hingga didapatkan diameter (µm) dari 500

droplet yang akan diukur. Pengujian dilakukan setelah 48 jam pembuatan dan

30 hari penyimpanan.

G. Analisis data

Data yang dihasilkan berupa data daya sebar, viskositas, pergeseran

viskositas, ukuran droplet, pemisahan fase dan perubahan ukuran droplet. Data daya

sebar, viskositas, pergeseran viskositas, ukuran droplet, pemisahan fase dan

perubahan ukuran droplet yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakansoftware R

OpenOffice.org (www.molmod.org) dari program R 2.9.0. untuk melihat signifikansi dari variasi jumlahsorbitan monooleatesebagaiemulsifying agentterhadap sifat fisik

dan stabilitas fisik deodoran. Signifikansi dinyatakan melalui nilai p, apabila p<0.05

(60)

terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran. Nilai p diperoleh dari hasil analisis

secara parametrik melalui Unpaired t-test, untuk data yang berdistribusi normal

(p>0.05) dan non parametrik Two-samples Wilcoxon Test untuk data yang

(61)

40

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengumpulan Bahan Ekstrak dan Determinasi Tumbuhan

Ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kental etanol daun

beluntas yang dibuat oleh LPPT UGM. Daun beluntas yang digunakan dalam

penelitian ini diambil dari hasil budidaya tanaman beluntas yang ada di CV Merapi

Farma. Sebelumnya dilakukan determinasi tanaman untuk memastikan kebenaran

spesies tanaman yang digunakan dalam penelitian. Determinasi dilakukan dengan

mencocokkan morfologi tanaman dengan kunci determinasi (Van Steenis dan

Bloembergen, 1987) dan dari hasil wawancara dengan pengelola tanaman budidaya

CV. Merapi Farma. Dari hasil determinasi dinyatakan bahwa tanaman yang

digunakan adalahPluchea indicaL.

Daun beluntas yang digunakan berasal dari satu tempat untuk menghindari

variasi lingkungan dan iklim yang berbeda-beda. Pengumpulan daun beluntas yang

digunakan dalam penelitian ini diambil pada waktu sore hari yang diharapkan

kandungan senyawa zat aktif daun yaitu senyawa fenolik dalam keadaan optimal.

Daun beluntas yang diekstraksi berwarna hijau tua dan tidak berjamur karena pada

warna tersebut terkandung senyawa aktif yang cukup besar dan dipilih yang tidak

berjamur agar tidak mengubah metabolisme tumbuhan sehingga dapat merusak

(62)

1974). Selain itu, daun dipilih berdasarkan letak daun yang diambil pucuk 1-6 daun

dari atas tanaman Beluntas.

Gambar 7. Daun Beluntas yang dipetik untuk dibuat ekstrak

B. Pembuatan Serbuk Daun Beluntas

Daun Beluntas yang telah kering kemudian diserbuk dengan menggunakan grinder.

Proses pembuatan serbuk beluntas dilakukan di CV. Merapi Farma menggunakan

mesin penyerbuk dengan saringan berdiameter 1 mm dengan alasan jika semakin

besar partikelnya maka kemungkinan partikel serbuk tidak dapat terbasahi seluruhnya

dengan pelarut sehingga penyarian menjadi kurang optimal. Menurut Departemen

Kesehatan Republik Indonesia (1995) ukuran lubang pengayak 1 mm menunjukkan

nomor pengayak 18. Apabila derajat halus suatu serbuk dinyatakan dengan satu

nomor, menunjukkan semua serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor tersebut.

Nomor pengayak 18 berarti semua serbuk dapat melalui pengayak nomor 18. Hasil Kelompok daun 1-6 yang dipetik

(63)

penyerbukan simplisia daun beluntas kemudian dimasukkan ke dalam wadah tertutup

rapat untuk melindungi isi dari masuknya bahan padat dan mencegah kehilangan

bahan selama penanganan dan penyimpanan. Serbuk simplisia yang sudah terkumpul

kemudian dilanjutkan pada proses ekstraksi.

C. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Beluntas dan Verifikasi Kandungan Senyawa fenolik dalam Ekstrak Etanol Daun Beluntas

Ekstrak etanol daun beluntas dibuat dengan cara maserasi yaitu dengan cara

merendam simplisia yang sudah dikeringkan dan diserbuk dalam pelarut etanol 50%

selama 24 jam yang dilakukan di LPPT UGM sesuai dengan Certificate of Analysis

LPPT UGM. Senyawa aktif yang disari merupakan senyawa fenolik seperti flavonoid

dan eugenol yang bersifat polar karena mengandung gugus hidroksi yang mudah larut

dalam pelarut seperti etanol (Robinson, 1995). Pelarut etanol 50% yang digunakan

berdasarkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai penetapan

kadar total fenolik herba beluntas dimana kadar total fenolik terbanyak terdapat pada

ekstrak etanol 50% daun beluntas (Normala et al, 2011) sehingga diharapkan

senyawa fenolik dalam daun beluntas dapat tersari optimal.

Dipilihnya metode maserasi dikarenakan metode ini tidak memerlukan

pemanasan dalam proses ekstraksinya sehingga tidak mempengaruhi stabilitas

ekstrak. Metode maserasi merupakan metode ekstraksi yang efektif dan sederhana

dilakukan dengan merendam serbuk simplisia di dalam cairan penyari. Cairan penyari

(64)

aktif. Kemudian zat aktif akan terlarut dalam cairan penyari dan dengan adanya

perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat dan

terdesak keluar.

Ekstrak kental yang diperoleh kemudian diuji kuantitatif dengan menetapkan

kadar total fenolik secara spektrofotometri (kurva regresi y = 0,00285 x – 0,00296

dengan r2= 0,99948) dan diperoleh kadar total fenolik sebesar 4,84 %.

Gambar 8. Ekstrak Daun Beluntas yang digunakan

D. Isolasi bakteri ketiak

Menurut Jutono, Soedarsono, Hartadi, Kabirun, Suhadi, Soesanto (1980),

mengisolasi suatu mikroba ialah memisahkan mikrobia dari lingkungannya di alam

dan menumbuhkannya sebagai kultur murni dalam medium buatan. Isolat bakteri

diambil dari 5 probandus yang memiliki kriteria usia produktif 18-40 th, BMI

overweight, melakukan aktivitas lari selama 1 menit. Pemilihan kriteria ini dilihat berdasarkan aktivitas seseorang yang cukup padat dengan BMI overweight karena

Gambar

Tabel XVI. Tabel hasil uji pergeseran viskositas .................................................
Gambar 1. Tanaman beluntas
Gambar 2. Bentuk koloni bakteri
Gambar 3. Pola pertumbuhan pada media agar tegak
+7

Referensi

Dokumen terkait

berwudhlu, Sholat jam 12.05, Panitia briving 12.00 jam, setelah sholat maba langsung membawa barang – barangnya dan menuju ke truk 12.30 semua MABA sudah harus di truk. 

Untuk mendapatkan kejelasan hubungan antara penafsiran yang fokus pada ayat-ayat hukum dengan latar belakang penafsir sebagai kritik terhadap tafsir sektarian

[r]

26 Pertanyaan itu kemudian dijawab oleh Bung Hatta sendiri, bahwa pendirian yang harus kita ambil adalah supaya bangsa Indonesia tidak menjadi objek dalam

2. Diberikan n adalah bilangan asli. Diberikan segitiga ABC dan titik D pada sisi AC. Tentukan semua nilai p yang memenuhi. Buktikan ada dua himpunan bagian dari H, yang tidak

Sedangkan hasil perhitungan HHWL dan LLWL untuk data peramalan yang bersumber dari DISHIDROS TNI-AL selama 29 hari diperoleh HHWL sebesar 2,3 dan LLWL sebesar -0,05 m di

sistem pentahanan juga memiliki beberapa syarat agar sistem pentanahan dapat bekerja dengan baik, yaitu, tahanan pentahanan yang digunakan, sistem dapat digunakan untuk

Pada saat ini telah ada satu metode pembelajaran terbaru yang lebih nyata secara 3 dimensi dalam pembelajaran gerbang logika menggunakan Augmented