• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Hijauan dan Konsentrat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Hijauan dan Konsentrat"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Hijauan dan Konsentrat

Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan produktivitas dan keuntungan sapi perah. Menurut Tyler dan Enseminger (2006) pakan merupakan kontributor utama terbesar sebagai biaya produksi dalam industri

peternakan yaitu sekitar 45-55%. Menurut Sudono et al. (2003), menyatakan

bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pakan di Indonesia mencapai 60-70% dari total biaya produksi. Kondisi tersebut menyarankan pemberian pakan yang baik akan sangat menguntungkan bagi para peternak.

Pemberian pakan pada ternak hendaknya memperhatikan dua hal yaitu kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan produksi. Pada sapi dara, pemberian pakan dapat menunjang kebutuhan hidup pokok dan produksi, dengan fokus utama adalah pertambahan bobot badan (PBB). Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan adalah kecukupan bahan kering (BK), protein kasar (PK), dan energi (TDN). Pakan sapi perah yang ideal ditinjau dari segi biologis dan ekonomis, terdiri dari sejumlah hijauan dan konsentrat sebagai tambahan. Pakan sapi perah yang hanya terdiri dari hijauan saja akan sulit untuk mencapai produksi yang tinggi. Akan tetapi apabila pakan sapi perah hanya terdiri konsentrat saja, produksinya akan tinggi, dengan biaya akan menjadi relatif mahal dan ada kemungkinan terjadinya gangguan pencernaan yang menjuruskan sapi perah ke arah penggemukan. Padahal penggemukan ini bertentangan dengan efesiensi

produksi susu (Sudono et al. 2003).

Hijauan dan konsentrat sebagai komponen pakan sapi perah merupakan zat-zat makanan yang dibutuhkan sapi perah untuk berbagai fungsi tubuhnya. Agar zat-zat makanan yang dibutuhkan itu dapat terpenuhi, hijauan dan konsentrat perlu diformulasikan menjadi suatu ransum. Dengan demikian, formulasi ransum sapi perah bertujuan untuk menyusun suatu ransum yang dapat memenuhi zat-zat makanan yang dibutuhkan sapi perah. Oleh karena itu tanpa mengetahui komposisi zat-zat makanan dari bahan pakan dan kebutuhan zat-zat makanan, formulasi ransum tidak akan dapat dilakukan. Pada formulasi ransum, kebutuhan

(2)

air tidak diikutsertakan. Hal ini dikarenakan air minum pada sapi perah terutama sedang laktasi, harus selalu cukup tersedia (Agenậs et al. 2006).

Hijauan

Gambar 1. Hubungan antara tujuan dan kebutuhan pakan sapi perah (Tyler & Enseminger, 2006)

Berkenaan hubungan antara konsumsi pakan dengan faktor iklim, hal yang harus diperhatikan adalah pengaruh iklim terhadap tingkat konsumsi. Rahardja (2007) menyatakan bahwa faktor iklim berpengaruh langsung terhadap konsumsi

pakan dalam hal perilaku merumput, pengambilan dan penggunaan makanan (feed

intake), pengambilan dan penggunaan water intake (air minum), efesiensi penggunaan makanan, dan hilangnya zat-zat makanan karena berkeringat dan air liur. Pengaruh tidak langsung iklim terhadap tingkat konsumsi adalah ketersediaan sumber makanan di wilayah tersebut.

Jumlah zat-zat makanan yang dibutuhkan Formulasi ransum Sapi Perah Air Minum Pokok Hidup :

• Pengganti sel-sel tubuh

yang sudah rusak

• Basal metabolis

• Regulasi suhu tubuh

Produksi : • Pertumbuhan • Penggemukan • Reproduksi • Produksi susu Konsentrat Hijauan

(3)

Pertumbuhan Sapi Dara

Usaha pembesaran sapi dara di tingkat peternakan rakyat masih belum banyak dilakukan karena dipandang belum menguntungkan dan biayanya mahal. Pemeliharaan sapi dara merupakan bagian penting dalam upaya pengembangan sapi perah karena merupakan calon penghasil bakalan. Peningkatan efisiensi usaha pemeliharaan sapi perah dara perlu dilakukan melalui efisiensi biaya pakan. Perkembangan organ reproduksi terjadi selama masa pertumbuhan sehingga status fisiologis sapi dara harus benar–benar diperhatikan, karena kekurangan gizi dapat menyebabkan tidak berfungsinya ovarium sebaliknya bisa mengalami gangguan reproduksi seperti terjadinya kegagalan kebuntingan dan terjadinya kemajiran bila berat badan meningkat secara berlebihan (McNeilly 2001).

Pembesaran sapi dara berhubungan erat dengan efisiensi reproduksi; keberhasilannya tergantung pada pola pemeliharaan yang 95% dipengaruhi oleh pakan, kesehatan dan faktor lingkungan. Keberhasilan reproduksi dan produksi sapi dara diharapkan berat badan saat kawin sekitar 250 kg–300 kg, namun

menurut Sudono et al. (2003) berat badan minimal 250 kg pada waktu kawin

pertama jarang tercapai pada umur 15 bulan. Hal tersebut diduga disebabkan oleh rendahnya potensi pertumbuhan calon induk atau kurang terpenuhinya pakan.

Menurut Abeni et al. (2000) pertumbuhan ideal untuk sapi dara dengan

Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) 0.5 kg/hari membutuhkan protein kasar sekitar 291 g dan energi metabolis sebesar 5.99 Mkal bila berat badannya 100 kg. Bila target PBBH 0.5 kg/hari tersebut, maka berat badan minimal ideal untuk kawin pertama yakni sebesar 250 kg akan terpenuhi pada umur ± 16.5 bulan sehingga sapi dara langsung dapat dikawinkan untuk pertama kali, dengan demikian umur beranak pertama adalah pada umur 27 bulan.

National Research Council atau NRC (2001) telah menentukan kebutuhan nutrisi sapi perah untuk program pertumbuhan sapi dara dan efek selanjutnya mengenai kebutuhan nutrisi sapi laktasi. Ada beberapa laporan mengenai studi keperluan protein untuk sapi dara, yang menghubungkan untuk pertumbuhan, pengganti induk, dan kelangsungan produksi susu. Laporan tersebut bertujuan memperkirakan prediksi yang akurat tentang kebutuhan zat makanan sapi dara. Kebutuhan energi dan protein untuk pertumbuhan yang diestimasi dari kandungan

(4)

energi dan protein bahan pakan selama pertumbuhan. Jumlah energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dihitung dari deposit net energi. Pemakaian energi

dapat dinyatakan dengan bermacam cara antara lain; DE (Digestible Energy), ME

(Metabolizable Energy), NE (Netto Energy) dan TDN (Total Digestible Nutrient). Konversi energi dapat dikalkulasi nilai yang sama dari TDN yaitu :

o DE (Mkal/kg) = 0.04409 x TDN(%)

o ME (Mkal/kg) = 1.01x DE (Mkal/kg) – 0.45

o NEL (Mkal/kg) = 0.0245 x TDN(%) – 0.12

Berdasarkan penghitungan BK, kandungan protein kasar dan TDN yang diperlukan untuk pemeliharaan dan pertumbuhan telah ditentukan (NRC 2001) yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kebutuhan nutrisi harian sapi perah dara

No Berat Badan (kg) PBB (kg/hari) BK (kg/hari) TDN (%) PK (%)

1. 100 0.5 4.1 58.4 13.0 0.7 4.2 61.7 14.9 0.9 4.2 65.3 16.9 1.1 4.2 69.2 18.9 2. 200 0.5 5.1 58.4 11.9 0.7 5.2 61.7 13.4 0.9 5.2 65.3 15.0 1.1 5.2 69.2 16.6 3. 250 0.5 6.0 58.4 11.1 0.7 6.1 61.7 12.4 0.9 6.2 65.3 13.7 1.1 6.2 69.2 15.1 4. 300 0.5 6.9 58.4 10.6 0.7 7.0 61.7 11.7 0.9 7.1 65.3 12.9 1.1 7.1 69.2 14.1 5. 350 0.5 7.8 58.4 10.2 0.7 7.9 61.7 11.2 0.9 8.0 65.3 12.3 1.1 8.0 69.2 13.3

Sumber : National Research Council (NRC) (2001).

Energi pakan yang dikonsumsi ternak dapat digunakan dalam 3 cara: (1) menyediakan energi untuk aktivitas; (2) dapat dikonversi menjadi panas; dan (3) dapat disimpan sebagai jaringan tubuh. Kelebihan energi pakan yang dikonsumsi setelah terpenuhi untuk kebutuhan pertumbuhan normal dan metabolisme biasanya disimpan sebagai lemak. Kelebihan energi tersebut tidak dapat dibuang

(5)

(diekskresikan) oleh tubuh ternak. Prediksi jumlah intake pakan yang diperlukan untuk kebutuhan pemeliharaan sapi perah dara ini harus mempertimbangkan kebutuhan energi untuk proses metabolisme, aktifitas dan regulasi temperatur. Pengaruh lingkungan terhadap kebutuhan energi dihitung berdasarkan kehilangan panas relatif untuk produksi panas ternak, temperatur harian, isolasi internal dan eksternal (kandang dan penggembalaan), kecepatan angin, warna dan ketebalan bulu, dan kondisi fisiologi (NRC 2001).

Penelitian Fox dan  Tylutki (1998) yang ditunjukkan pada Tabel 2,

memprediksi pengaruh lingkungan terhadap kebutuhan nutrisi sapi perah yang mempertimbangkan bobot badan ternak untuk beberapa daerah di Amerika Serikat.

Tabel 2 Prediksi pengaruh lingkungan terhadap performans sapi dara

Peubah Netral a Northernb SouthWestc 1 1 2 3 4 1 2 3 4 PBB kg/d 0.94 0.88 0.60 0.53 0.68 0.88 0.88 0.78 0.88 Umur, bulan 20.3 21.1 28.5 28.5 25.9 20.7 20.7 22.4 20.7 BB, kg 603 588 560 501 574 580 580 561 580

Sumber : Fox dan Tylutki (1998)

a setara kebutuhan pemeliharaan NRC (1996, 2001)

b pertengahan temperatur perbulan antara daerah central utara dan tenggara Amerika Serikat. Situasi 1 = cerah dan kemarau, 2 = iklim sedang, 3 = kondisi 2 plus 10 cm mud dari November sampai Maret dan 4 = Kondisi 1 plus kecepatan angin 16 kph.

c temperatur daerah barat daya Amerika Serikat

Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk pertumbuhan tergantung oleh interaksi antara DMI/bahan kering, tambahan panas dari pakan, insulasi ternak dengan variabel yang dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, angin, produksi dan kehilangan panas ternak. Lingkungan yang menyebabkan stress akan menunda pubertas pada ternak, sehingga waktu melahirkan pertama sapi dengan interval yang lebih lama. Bobot badan induk melahirkan pertama menurun jika terjadi lingkungan yang stres.

Produksi Panas Ternak dalam Kandang

Ternak menghasilkan sejumlah panas metabolisme tergantung dari bobot badan dan jumlah makanan yang dikonsumsi, serta kondisi lingkungan mikro. Panas yang dihasilkan dalam kandang harus diprediksi untuk mendesain sistem

(6)

kontrol lingkungan. Panas yang dihasilkan kemudian dilepas oleh tubuh hewan

terdiri atas sensible heat (panas sensibel) dan latent heat (panas laten). Panas

sensibel dan panas laten yang dihasilkan oleh hewan dalam kandang merupakan komponen kritis keseimbangan panas untuk kondisi setimbang dalam struktur kandang.

Perolehan panas dari heat gain (luar tubuh) akan menambah beban panas

bagi ternak, bila suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman. Sebaliknya, akan

terjadi heat loss (kehilangan panas tubuh) apabila suhu udara lebih rendah dari

suhu nyaman. Perolehan dan penambahan panas tubuh ternak dapat terjadi secara sensible melalui mekanisme radiasi, konduksi dan konveksi. Pada saat suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman ternak, jalur utama pelepasan panas hewan terjadi

melalui mekanisme evaporative heat loss dengan jalan melakukan pertukaran

panas melalui permukaan kulit (sweating) Brown-Brandl et al. (2006a).

Gambar 2 Diagram produksi panas sapi perah pada suhu lingkungan. Pada sapi perah FH, penampilan produksi terbaik akan dicapai pada suhu

lingkungan 18.3oC dengan kelembaban 55%. Secara fisiologis ternak atau sapi FH

yang mengalami cekaman panas akan berakibat pada : 1) penurunan nafsu makan; 2) peningkatan konsumsi minum; 3) penurunan metabolisme dan peningkatan

  Dingin   Panas    optimun Batas suhu  Nyaman Cekaman panas  Cekaman panas  Puncak produksi Regulasi  produksi panas   Mati   Mat i   Produksi Panas 

Terendah  Batas kritis suhu  maksimum

Batas kritis suhu  maksimum  ‐15oC  13oC 18oC  27oC  Pro duk si Pan as

(7)

katabolisme; 4) peningkatan pelepasan panas melalui penguapan; 5) penurunan konsentrasi hormon dalam darah; 6) peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung (McNeily 2001); dan 7) perubahan tingkah laku (Philips 2002) dan

8) meningkatnya intensitas berteduh sapi (Schütz et al. 2008). Respons fisiologis

sapi FH akibat cekaman panas dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4 yang menunjukkan respon yang berbeda pada temperatur yang nyaman dan temperatur tinggi.

Tabel 3 Suhu rektal, denyut jantung dan frekuensi penapasan sapi FH

Parameter Suhu Lingkungan Sumber

Netral Cekaman

Suhu Rektal (oC) 38.7 40.0 McNeilly (2001)

Schutz et al. (2008)

38.8 39.8 Purwanto et al. (1993)

Denyut Jantung (kali per menit)

77.0 79.0 McNeilly (2001)

Schutz et al. (2008)

64.0 67.0 Purwanto et al. (1993)

Pernapasan (kali per menit) 48.0 87.0 McNeilly (2001)

Schutz et al. (2008)

31.0 75.0 Purwanto et al. (1993)

Sumber : 1. sapi FH dengan suhu netral 24oC (McNeilly 2001) dan cekaman 32oC (Schutz et al. 2008)

2. Purwanto et al. (1993) sapi FH dengan suhu netral 15oC dan cekaman 30oC Tabel 4 Produksi susu, volume urine, konsumsi air minum, konsumsi

pakan

Parameter 18Suhu lingkungan oC 30oC

Produksi susu (kg/d) 19.5 15.0

Volume urine (ml) 10.0 13.6

Konsumsi air minum (kg/d) 57.9 74.7

Konsumsi konsentrat (kg/d) 9.7 8.4

Konsumsi hay (kg/d) 5.8 4.2

Evaporasi melalui (g m-2hari-1) :

- Permukaan tubuh - Respirasi 94.6 60.6 150.6 90.9 Sumber : Bond dan McDowell (2008)

(8)

Faktor Suhu, Index Suhu dan Kelembaban (THI)

Menurut Rahardja (2007) bahwa faktor iklim, khususnya suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap produksi dan konsumsi. Suhu lingkungan yang naik

sampai ± 27oC bagi sapi FH menyebabkan produksi susu menurun. Kemerosotan

atau menurunnya produksi ini disebabkan oleh rendahnya napsu makan. Apalagi

di masa ini, isu tentang global warming (pemanasan global) sangat

memungkinkan naik dan turunnya produksi susu secara drastis sehingga dapat merugikan peternak tentunya. Di lingkungan yang suhu tergolong tinggi, meningkatkan pengeluaran panas dan bila diberikan pakan maka efek kalorigenik pakan (EKP) merupakan tambahan beban panas sehingga dapat menurunkan produksi susu sapi tersebut.

Iklim memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan sapi. Bagi sapi perah

(FH serta PFH) pada suhu lingkungan yang naik di atas normal, lebih dari 30oC

misalnya, merupakan lingkungan yang kritis. Suhu yang tinggi akan memaksa sapi yang tinggal di lingkungan tersebut harus beradaptasi berat. Sapi perah yang

hidup di suatu lingkungan yang bersuhu tinggi tidak dapat hidup nyaman (not

comfortable), napsu makan berkurang sehingga produksi susu menurun (Rahardja 2007).

Stres panas terjadi apabila temperatur lingkungan berubah menjadi lebih tinggi di atas zona termonetral (ZTN). Pada kondisi ini, toleransi ternak terhadap lingkungan menjadi rendah atau menurun, sehingga ternak mengalami cekaman. Stres panas ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, reproduksi dan laktasi sapi perah termasuk di dalamnya pengaruh terhadap hormonal, produksi susu dan komposisi susu (Bond & McDowell 2008).

Kelembaban adalah jumlah uap air dalam udara. Kelembaban udara penting, karena mempengaruhi kecepatan kehilangan panas dari ternak. Kelembaban dapat menjadi kontrol dari evaporasi kehilangan panas melalui kulit dan saluran pernafasan Kelembaban biasanya diekspresikan sebagai kelembaban

relatif (Relative Humidity = RH). Pada saat kelembaban tinggi, evaporasi terjadi

secara lambat, kehilangan panas terbatas dan dengan demikian mempengaruhi keseimbangan termal ternak (Yani & Purwanto 2006).

(9)

Kemampuan berproduksi susu sapi perah FH menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bervariasi dengan adanya perbedaan temperatur. Seperti halnya penelitian pengaruh stres panas yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perubahan relatif pada konsumsi bahan kering dan produksi susu dan konsumsi air dengan meningkatnya temperatur lingkungan.

Temperatur (oC) Konsumsi bahan Perkiraan konsumsi dan produksi susu

kering (lb) Produksi susu (lb) Konsumsi air (Galon)

20 40.1 59.5 18.0 25 39.0 55.1 19.5 30 37.3 50.7 20.9 35 36.8 39.7 31.7 40 22.5 26.5 28.0 Sumber : Pennington dan van Devender (2004)

Tabel 5 menunjukkan perubahan relatif pada konsumsi bahan kering dan produksi susu dan konsumsi air dengan meningkatnya temperatur lingkungan. Temperatur lingkungan yang semakin tinggi membuat konsumsi air meningkat, mengurangi napsu makan seekor sapi sehingga berpengaruh terhadap produksi

susunya. Perubahan temperatur lingkungan dari 95oF ke 104oF (35 ke- 40oC)

menyebabkan ternak tersebut mengalami stres panas yang ditunjukkan produksi susu menurun drastis secara signifikan. Stres panas harus ditangani dengan serius, agar tidak memberikan pengaruh negatif yang lebih besar dengan usaha yang dapat dilakukan yaitu memodifikasi lingkungan agar ternak nyaman dengan kondisi tempat tinggalnya seperti perbaikan pakan, manajemen dan temperatur yang sesuai (Pennington & van Devender 2004).

Ternyata banyak tanda stres panas pada sapi laktasi, khususnya mengurangi produksi susu dan menunjukkan prilaku lesu pada sapi. Untuk mengurangi pengaruh stres panas tersebut perlu memperhatikan index temperatur

dan kelembaban di lingkungannya (THI = Temperature Humidity Index). Supaya

ternak dapat hidup nyaman dan proses fisiologi dapat berfungsi normal, dibutuhkan temperatur lingkungan yang sesuai. Banyak species ternak

(10)

membutuhkan temperatur nyaman 13 – 18 oC atau Temperature Humidity Index (THI) < 72. THI > 72 akan mengalami stress, dimana THI > 84 memungkinkan terjadi kematian pada sapi perah (West 2003 ; Pennington & van Devender 2004). Hubungan THI dengan tingkatan stress dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Indeks suhu dan kelembaban lingkungan

Sumber : Pennington dan van Devender, 2004. Aspek Fisiologi Termoregulasi

Termoregulasi adalah pengaturan suhu tubuh yang bergantung kepada produksi panas melalui metabolisme dan pelepasan panas tersebut ke lingkungan, atau suatu proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya supaya tetap konstan, paling tidak, suhu tubuhnya tidak mengalami perubahan yang terlalu besar (Isnaeni 2006). Panas adalah sebuah bentuk energi yang ditransmisikan dari suatu tubuh ke yang lainnya karena adanya perbedaan suhu. Suhu mengacu pada kemampuan tubuh untuk menyerap panas. Energi didefinisikan sebagai kapasitas untuk melakukan kerja. Energi yang dibutuhkan untuk mendukung fungsi normal tubuh ternak seperti respirasi, pencernaan dan metabolisme untuk pertumbuhan dan produksi susu. Pada hewan yang lebih aktif, lebih banyak energi yang dikeluarkan untuk mendukung aktivitasnya dan faktor ekstrinsik yang paling besar mempengaruhi metabolisme adalah temperatur (Tyler & Enseminger 2006). Homeotermi adalah hasil dari keseimbangan antara

(11)

produksi panas dengan pelepasan panas (Gambar 2) dan faktor yang mempengaruhi produksi panas adalah ukuran tubuh, spesies dan bangsa, lingkungan, pakan dan air.

Menurut Brown-Brandl et al. (2006b), bahwa adanya kontinuitas produksi

panas oleh tubuh, maka keseimbangan hanya mungkin jika ada kontinuitas aliran panas pada perbedaan temperatur antara tubuh dan lingkungan. Menurut Isnaeni

(2006), kesulitan dalam pelepasan panas dengan secara sensible, menyebabkan

ternak untuk melepaskan panas secara insensible (evaporasi). Menurut Short et al.

(1990) dalam Ălfarez-Rodrīguez dan Sanz (2009), bahwa sapi meningkatkan

panas secara evaporasi dengan panting dan sweating. Schütz et al. (2008)

menyatakan, evaporasi pada dasarnya dikontrol oleh ternak dan stres panas yang secara tiba-tiba dapat segera menyebabkan proses fisiologis pada sapi. Pada saat istirahat, hewan lebih toleransi pada suhu tinggi.

Produksi panas tubuh ternak diukur dengan kalorimetri langsung dan tidak langsung. Kehilangan panas diketahui melalui kehilangan non evaporasi dan evaporasi (Martini 2007). Salah satu cara mengurangi kehilangan panas dengan mengurangi evaporasi. Keseimbangan panas, menurut Isnaeni (2006), dipengaruhi oleh panas metabolik (produksi panas basal, panas dari pencernaan, panas dari aktivitas ternak, naiknya metabolisme untuk proses produksi), panas yang hilang melalui evaporasi (kulit dan pernafasan), dan panas yang hilang atau diperoleh dari makanan atau minuman, konduksi, konveksi dan radiasi.

Panas yang dibentuk di dalam tubuh diperoleh dari panas hasil kegiatan metabolisme di dalam tubuh dan panas dari luar tubuh. Produksi panas di dalam tubuh antara lain berasal dari metabolisme basal, panas hasil kegiatan pencernaan, kerja pada otot dan metabolismeproses-proses produksi. Panas yang diperoleh dari luar tubuh berupa penyerapan panas dari radiasi matahari disekitar ternak (baik langsung maupun pantulannya), melalui konduksi dengan benda yang lebih panas dan melalui konveksi oleh aliran udara panas disekitarnya (Rahardja 2007).

(12)

Dipengaruhi oleh : Dipengaruhi oleh : Sumber : Luas permukaan tubuh Hormon kalorigenik Makanan Penutup tubuh Produksi : cadangan tubuh

Pertukaran air susu fermentasi rumen/

Aliran darah daging sekum

Lingkungan : wool Lingkungan

Suhu aktivitas otot Kecepatan angin kebutuhan pokok

Kelembaban

Sensible non sensible Radiasi evaporasi Konveksi - respirasi Konduksi - kulit

[ Pelepasan panas ] [ Pelepasan panas ]

Hipotermia Hipertermia

Normal

Suhu tubuh, oC

Gambar 3 Suhu tubuh sebagai keseimbangan antara pelepasan panas dengan produksi panas.

Suhu Rektal

Suhu tubuh menunjukkan kemampuan tubuh untuk melepas dan menerima panas. Pengukuran suhu tubuh pada dasarnya sulit dilakukan, karena pengukuran suhu tubuh merupakan resultan dari berbagai pengukuran di berbagai tempat (Frandson 1992). Suhu tubuh dapat dihitung pada beberapa lokasi yaitu salah

satunya pada rektal, karena cukup mewakilkan dan kondisinya stabil. Weeth et al.

(2008) menyatakan bahwa suhu rektal dan kulit saat siang hari meningkat akibat dehidrasi, dan frekuensi respirasi dan suhu tubuh berfluktuasi lebih besar pada saat tersebut.

(13)

Suhu tubuh yang diukur dengan termometer klinis bukan indikasi dari jumlah total panas yang diproduksi, tetapi hanya merefleksikan keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan panas yang dilepaskan. Walaupun temperatur rektal tidak mengindikasikan suhu tubuh pada hewan, tetapi rektal adalah tempat yang tepat untuk menginformasikan temperatur tubuh. Suhu rektal

ternak berumur di atas satu tahun berkisar 37.8-39.2 oC dan ternak dibawah satu

tahun berkisar 38.6-39.8 oC (De Rensis & Scaramuzzi 2003).

Denyut Jantung

Jantung adalah struktur otot berongga yang bentuknya menyerupai kerucut dan siklus jantung adalah urutan peristiwa yang terjadi selama suatu denyut lengkap. Faktor fisiologis yang mempengaruhi denyut jantung pada hewan normal adalah spesies, ukuran, umur, kondisi fisik, jenis kelamin, tahap kebuntingan, parturition, rangsangan, tahap laktasi, rangsangan, olahraga, posisi tubuh, aktivitas sistem pencernaan, ruminasi, temperatur lingkungan (Frandson 1992). Jantung memiliki suatu kapasitas yang kompleks untuk berkontraksi tanpa stimulus eksternal.

Denyut jantung normal pada sapi dewasa adalah 55-80 kali/menit, sedangkan pada pedet 100-120 kali/menit. Cara untuk mendeteksi denyut jantung adalah dengan meraba arteri menggunakan jari hingga denyutan terasa. Pada sapi jika dalam kondisi tenang, denyut jantung dapat dideteksi dari arteri pada rahang bawah, arteri median, arteri koksigeal bagian tengah pada ekor, ± 10 cm dibawah anus (Seath & Miller 2008).

Tucker et al. (2007) menyatakan bahwa ternak yang terekspos temperatur

lingkungan yang sangat tinggi atau sangat rendah dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung. Mekanismenya adalah peningkatan suhu darah yang secara langsung mempengaruhi jantung, yang juga dipengaruhi oleh penurunan tekanan darah yang berasal dari vasodilatasi peripheral. Proses terakhir adalah peningkatan jumlah adrenalin dan nonadrenalin yang disekresikan untuk pembentukan energi, disertai sekresi hormon lainnya dari kelenjar endokrin sehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung. Menurut Seath dan Miller (2008) bahwa perubahan pada suhu udara memiliki efek yang relatif kecil terhadap denyut jantung, dengan nilai korelasi sederhana dan parsial kurang dari 0.2.

(14)

Respirasi

Sistem respirasi memiliki fungsi untuk memasok oksigen kedalam tubuh serta membuang karbondioksida dari dalam darah. Fungsi-fungsi sekunder membantu dalam regulasi keasaman cairan ekstaseluler dalam tubuh, membantu pengendalian suhu, eliminasi air, dan pembentukan suara. Sistem respirasi dapat mengatur kelembaban dan temperatur udara yang masuk (dingin atau panas) agar sesuai dengan suhu tubuh. Sistem respirasi terdiri dari paru-paru dan saluran yang memungkinkan udara dapat mencapai dan meninggalkan paru-paru. Pusat respirasi pada burung dan mamalia adalah medulla yang sensitive terhadap perubahan pH, temperatur darah, dan faktor-faktor lain (Frandson 1992).

Aktivitas respirasi ditandai dengan pergerakan tulang rusuk, tulang dada, dan perut (merespon kontraksi paru-paru dan pergerakan diafragma), observasi aktivitasrespirasi lebih diutamakan saat ternak dalam posisi berdiri, karena posisi berbaring akan mempengaruhi respirasi terlebih lagi pada ternak yang sedang sakit. Pengontrolan frekuensi respirasi dengan cara berdiri pada salah satu sisi ternak, lalu mengamati daerah dada dan perut, disarankan untuk mengobservasi ternak dari kedua sisi, untuk mengetahui similiritas pergerakan kedua sisi (Isnaeni 2006).

Kegiatan frekuensi respirasi normal pada ternak sapi dewasa adalah 10-30 kali/menit, sedangkan pada pedet sebanyak 15-40 kali/menit. mekanisme respirasi dikontrol oleh medulla yang sensitive terhadap CO2 pada tekanan darah. Jika tekanan meningkat sedikit, pernafasan menjadi lebih dalam dan cepat. Peningkatan frekuensi respirasi terjadi ketika ada peningkatan permintaan oksigen yaitu setelah olahraga, terekspos oleh suhu lingkungan dan kelembaban relatif yang tinggi dan kegemukan (Frandson 1992).

Tingkah Laku dan Kesejahteraan Ternak

Faktor produksi susu sapi yang tinggi merupakan suatu gabungan dari

paduan sifat tingkah laku yang unik dengan lingkungan yang menyenangkan dan manajemen yang tepat. Pengetahuan mengenai tingkah laku sapi atau defenisinya, memerlukan penanganan dan pemeliharaan ternak sapi sapi perah secara sukses. Menghubungkan interaksi antara prinsip-prinsip teori dan aplikasi

(15)

tingkah laku sapi perah memberikan produkrivitas yang maksimal pada kawanan

sapi. Tingkah laku ternak merupakan hasil yang bersumber dari genetik, simple

learning (latihan dan pengalaman), dan suatu pembelajaran yang kompleks (inteligen) (Tyler & Ensminger 2006).

Tingkah laku merupakan reaksi ternak untuk beberapa rangsangan atau cara dimana mereka memberi reaksi terhadap lingkungan. Melewati beberapa tahun, tingkah laku sapi perah disambut dengan sedikit perhatian dibanding kuantitas dan kualitas susu yang diproduksi. Tetapi baru-baru ini, terdapat pembaharuan perhatian yang menarik dalam tingkah laku terutama sebafai faktor yang menghasilkan efesiensi dan produksi yang maksimal (Tyler & Ensminger 2006). Menurut Philips (2002) bahwa peningkatan frekuensi di kandang, banyak sapi menimbulkan ekspresi tingkah laku abnormal termasuk kehilangan nafsu

makan, pica, kurang pergerakan, prilaku maternal yang buruk, sifat agresif yang

berlebihan, dan beberapa gangguan tingkah laku yang lain.

Kita membutuhkan bangsa sapi perah yang mampu beradaptasi dengan lingkungan buatan. Suatu kandang tidak hanya membatasi tetapi juga mengganggu habitat dan organisasi sosial dimana sapi beradaptasi. Beberapa tahun belakangan ini, sebagian besar aktivis kesejahteraan ternak, melihat peternakan modern sebagai hal yang tak wajar dan kondusif untuk kesejahteraan ternak. Beberapa sistem produksi intensif adalah kejam dan tidak kebal hukum. Selanjutnya, aktivis mempertahankan bahwa setiap ternak akan diberikan perlindungan moral yang sama selama bermanfaat untuk manusia. Ternak memerlukan kebutuhan esensial baik secara fisik dan tingkah laku, jika tidak

maka menyebabkan menderita dan stres (Tyler & Enseminger, 2006). Hak-hak

ternak yang berkaitan dengan kesejahteraannya yaitu bebas dari lapar dan dahaga; bebas dari luka, rasa sakit, dan penyakit; bebas dari rasa takut dan penderitaan; bebas dari rasa panas dan tidak nyaman; dan bebas untuk mengeksperesikan tingkah laku normal dan alaminya.

Memberikan kenyamanan adalah suatu usaha yang timbul dari kepedulian kita sebagai manusia untuk memberikan lingkungan yang sesuai untuk hewan. Terdapatnya usaha untuk meningkatkan kualitas hidup dari hewan tersebut, khususnya bagi hewan yang dikandangkan. Menyediakan tempat tinggal

(16)

memadai dengan fasilitas kandang yang sesuai dengan tingkah laku ternak dan adanya teman untuk berinteraksi sosial. Menghindari ketidaknyamanan dan cekaman panas dengan memberikan naungan atau tempat berteduh, tempat untuk beristirahat dan fasilitas yang sesuai dengan perilaku hewan. Selain itu juga memberikan pakan dan air minum dalam jumlah yang cukup, higienis dan memenuhi kandungan gizi yang sesuai dengan keperluan masing-masing hewan. Pemberian pakan harus tepat dan proporsional sehingga pertumbuhan hewan dapat maksimal dan dapat berproduksi sebagaimana mestinya (Philips 2002).

Banyak peternakan rakyat yang masih belum memaksimalkan kenyamanan pada sapi perah. Perlu diketahui bahwa observasi dan pengalaman menunjukkan bahwa sapi yang berada di kandang yang nyaman, memproduksi lebih banyak susu dan secara umum lebih sehat dan hidup lebih lama. Pakan dan

minum yang cukup, udara yang bersih, permukaan bedding yang empuk dan

bersih harus tersedia bagi ternak sapi, sehingga sapi dapat berdiri dan berbaring dengan nyaman, karna sapi menghabiskan lebih dari separuh hidupnya dengan berbaring.

Menurut Schützet al. (2009) bahwa sapi biasanya berbaring sekitar 14 jam

sehari dan selama waktu itu ternak hanya tidur selama 30 menit. Saat permukaan bedding tidak nyaman, sapi akan mengurangi waktu istirahat. Jika tidak dapat berbaring, sapi akan berdiri terlalu lama sehingga akan mengganggu siklus tingkah laku naturalnya. Sapi butuh untuk berbaring karena pengurangan waktu berbaring, akan mengurangi produksi susu. Selain itu, sapi bisa beristirahat dan

ruminasi saat berbaring. Menurut Acatincăi et al. (2009) menyatakan bahwa

pengamatan pada sapi perah selama 48 jam pada suhu 31.6oC selama musim

panas di Rumania, menunjukkan waktu ruminasi selama 350.60 menit dengan rata-rata 24.81 menit pada frekuensi berkisar 14-18 kali.

Kandang dan Naungan

Pada daerah tropis, suhu lingkungan kandang wajib diperhatikan, terutama di daerah panas kering. Bila suhu lingkungan kandang di atas suhu lingkungan optimum untuk sapi perah, hal ini dapat menimbulkan masalah pada produksi susu. Suhu lingkungan kandang harus diatur dengan beberapa teknik agar suhu

(17)

lingkungan tidak berpengaruh terhadap sapi perah. Kandang yang terintegrasi dalam suatu sistem peternakan sapi perah dengan demikian dapat dan harus berfungsi secara maksimum untuk mencapai efisiensi optimum.

Kendala utama untuk menampilkan produktivitas ternak yang dipelihara secara intensif adalah radiasi matahari yang mengakibatkan terjadinya perubahan faktor mikroklimat di dalam kandang. Radiasi matahari menimbulkan cekaman panas pada sapi yang digembalakan. Pengaruh negatif radiasi matahari dapat dikurangi dengan menggunakan naungan untuk mengurangi intensitas dan lama

penyinaran (Schutz et al. 2008). Berdasarkan tujuan mengurangi radiasi langsung

sinar matahari dalam pembuatan naungan sapi perah, perlu dipilih bahan-bahan yang memantulkan dan menyerap radiasi langsung tersebut, sehingga dapat mengurangi pengahantaran panas ke tubuh ternak. Bahan-bahan lokal yang dapat digunakan sebagai naungan di area penggembalaan yaitu rumbia, seng, genteng dan paranet. Data tentang penggunaan bahan naungan tersebut masih kurang, sehingga dianggap perlu untuk mengkaji dalam pengaruhnya terhadap respon fisiologi dan tingkah laku ternak.

Di dekat kandang peternak sapi perah dianjurkan menanam pohon pelindung dan membuat saluran irigasi. Lantai semen terasa sangat dingin saat temperatur lingkungan rendah dan kelembaban tinggi; jadi, perlu dipasang alas lantai serbuk gergaji, jerami, atau karpet karet. Di Indonesia, sebaiknya kandang mempunyai dinding setengah. Bahan atap dapat memakai daun rumbia, daun alang-alang, ijuk, genting, seng, asbes, kaca, sirap, dan lain-lain. Kelebihan atap daun rumbia dan alang-alang adalah harganya relatif murah dan dapat menahan panas. Peternak sapi perah di Indonesia hingga saat ini paling banyak menggunakan atap genting. Atap genting mudah didapat, murah, dan tahan api. Seng dapat dipakai sebagai atap dan tahan api, tetapi tidak dapat menahan panas. Atap asbes lebih baik menahan panas dari genting, tetapi sayangnya asbes menghasilkan zat kimia berbahaya dan debu pada waktu diganti. Atap kaca tidak menghalangi sinar matahari masuk ke dalam kandang; kelemahannya adalah mudah pecah.

Tempat tinggal hewan ternak yang ideal adalah tersedia dua areal, terbuka dan tertutup. Areal terbuka berfungsi sebagai tempat hewan melakukan

(18)

aktifitasnya disiang hari. Sedangkan areal tertutup berfungsi sebagai tempat

beristirahat hewan di malam hari. Sapi yang dipelihara dalam sistem feedlot lebih

sering mengalami stres dibandingkan sapi yang dilepas disuatu ranch. Kendala

pemeliharaan ternak di areal penggembalaan ternak di Indonesia adalah radiasi matahari sehingga memerlukan perhatian yang lebih besar pula dalam hal

kebutuhan naungan (Schütz et al. 2008, 2009). Berbagai macam peneduh

digunakan dalam pemeliharaan feedlot. Pada naungan yang terbuka, dibutuhkan

luas sekitar 3-5 m2 untuk tiap satuan ternak. Kandangnya dapat dibangun

sederhana, mudah dibersihkan dan harganya pun tidak terlalu mahal.  

Gambar

Gambar 1.  Hubungan antara tujuan dan kebutuhan pakan sapi perah  (Tyler &amp; Enseminger, 2006)
Tabel 1  Kebutuhan nutrisi harian sapi perah dara
Gambar 2  Diagram produksi panas sapi perah pada suhu lingkungan.  Pada sapi perah FH, penampilan produksi terbaik akan dicapai pada suhu  lingkungan 18.3 o C dengan kelembaban 55%
Tabel 4  Produksi susu, volume urine, konsumsi air minum, konsumsi  pakan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Faktor yang mempengaruhi parameter suhu dalam kandang adalah pindah panas dari tubuh ayam, sistem insulasi kandang, dan sistem ventilasi kandang.. C.1 Pindah

Di dalam buku Hijauan Pakan Ternak untuk Lahan Sub- Optimal di Indonesia ini dibahas spesies-spesies tanaman, pakan yang toleran untuk kondisi lahan sub-optimal, seperti lahan kering

Pelepah sawit bisa digunakan sebagai pakan alternatif ternak ruminansia untuk hijauan yang mampu digunakan untuk pakan ternak, karena pelepah sawit mengandung nitrogen,

Dengan kandungan selulosa dan hemiselulosa yang tinggi, tongkol jagung dapat digunakan sebagai sumber energi, bahan pakan ternak dan sebagai sumber karbon bagi

sehingga dapat digunakan sebagai sumber pakan dalam ransum ternak.. ( Hamid

Semua kegiatan di dalam proyek pertanian lahan kering dan yang berorientasi agroekosistem menggunakan tanaman pakan ternak, baik rumput maupun leguminosa, sebagai tanaman

Menurut Zurriyati (2011) kualitas pakan yang baik pada ternak cenderung akan meningkatkan kandungan bahan kering tanpa lemak dalam susu.. Jika bahan kering tanpa lemak

Sumber vitamin dan mineral, hampir semua bahan pakan ternak, baik yang berasal dari tanaman maupun hewan, mengandung beberapa vitamin dan mineral dengan