• Tidak ada hasil yang ditemukan

KENDURI DALAM PERSPEKTIF MAJELIS TAFSIR AL-QUR’AN (MTA) (STUDI KASUS DI DESA BRINGIN KECAMATAN BRINGIN KABUPATEN SEMARANG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KENDURI DALAM PERSPEKTIF MAJELIS TAFSIR AL-QUR’AN (MTA) (STUDI KASUS DI DESA BRINGIN KECAMATAN BRINGIN KABUPATEN SEMARANG)"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

KENDURI

DALAM PERSPEKTIF

MAJELIS TAFSIR AL-

QUR’AN (MTA)

(STUDI KASUS DI DESA BRINGIN KECAMATAN

BRINGIN KABUPATEN SEMARANG)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Disusun oleh :

Di susun oleh :

Iik Dian Ekayanti

NIM: 111 09 064

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Orang tua Bapak (Bastori) dan Ibu (Siti Wafiroh) yang telah memberikan semangat serta mendukung demi meraih kesuksesan anaknya. Terima kasih atas semua kasih dan sayang yang telah di berikan.

2. Bapak mertua (Towil) dan Ibu mertua (Suriyah) yang juga telah memberikan semangat dalam mencapai kesuksesan menantunya.

3. Suami (Yanu Dani Marfiyanto) dan Anakku (Talita Alya Iftina) yang selalu menjadi motivasi dan penyemangat hingga sampai sekarang ini.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam tercurah kepada Khatamul Anbiya

Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi yang berjudul KENDURI DALAM PERSPEKTIF

MAJELIS TAFSIR AL-QUR’AN (MTA) (Studi Kasus Di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang) ” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan juga arahan serta saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih sedalam dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

3. Ibu Siti Ruhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI

4. Ibu Hj. Maslikhah, S.ag. M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik 5. Bapak Prof. Dr. Mansur, M.Ag. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

(8)
(9)

ABSTRAK

Ekayanti, Iik Dian. 2016. Kenduri Dalam Perspektif Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) (Studi Kasus Di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten

Semarang) . Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan

Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Prof. Dr. Mansur, M.Ag.

Kata Kunci: Kenduri, Majelis Tafsir Al-Qur‟an

Kenduri adalah ritual yang dijalankan setelah meninggalnya seseorang yang berupa pembacaan zikir, doa, dan bacaan-bacaan Al-Qur‟an dengan melibatkan kerabat dan warga masyarakat sekitar yang dipandu oleh seorang modin. Perdebatan muncul terutama pada status hukum tahlilan, apakah menjalankan tahlilan itu sebuah amalan ibadah atau bid‟ah dan apakah haram atau halal menjalankan ritual tersebut. Perdebatan ini semakin memanas ketika sekelompok masyarakat dengan arogan menyatakan bahwa ritual ini dilarang dan haram hukumnya menurut Islam kemudian mengklaim syirik bagi mereka yang menjalankan.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian skripsi ini adalah pertama,

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai pandangan hukum kenduri yang dikemukakan oleh warga kelompok Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA).

Kedua, Untuk menjelaskan landasan berpikir dari hukum penolakan kenduri yang

digunakan oleh warga kelompok Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA).

Penelitian yang penulis lakukan menggunakan jenis penelitian kualititaf, yaitu penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa dasarnya menyatakan dalam keadaan sebenarnya atau sebagaimana adanya (natural

setting). Sedangkan berdasarkan sifat masalahnya penelitian ini menggunakan

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN KELULUSAN... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR ...vii

ABSTRAK ...viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Penegasan Istilah ... 6

F. Metodologi Penelitian... 7

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II : LANDASAN TEORI A. Tradisi Kenduri………... 17

B. Pelaksanaan Tradisi Kenduri ……... 19

(11)

1. Pembukaan ………... 21

2. Tahlilan ... 21

3. Penutup ... 25

D. Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) ... 26

1. Pengertian Majelis Tafsir Al-Qur‟an……... 27

2. Tujuan Majelis Tafsir Al-Qur‟an ... 31

3. Struktur lembaga MTA ……… 31

4. Kegiatan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) ……… 32

5. Dasar MTA Menolak Kenduri ……… 36

BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A.Gambaran Umum Majlis Tafsir Al-Qur‟an di Bringin ... 37

1. Sejarah Berdiri Majlis Tafsir Al-Qur‟an di Bringin ... 37

2. Visi Misi Majlis Tafsir Al-Qur‟an di Bringin ...38

3. Manajemen Majlis Tafsir Al-Qur‟an di Bringin ...41

B.Pandangan Kelompok Pengajian Majlis Tafsir Al-Qur‟an di Bringin Terhadap Kenduri ...45

C.Dasar Kelompok Pengajian Majlis Tafsir Al-Qur‟an di Bringin Menolak Kenduri ...49

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN A.Analisis Pandangan Kelompok Pengajian Majlis Tafsir Al-Qur‟an di Bringin Terhadap Kenduri ...52

(12)

BAB IV : PENUTUP

A.Kesimpulan... 57 B.Saran-saran... 58 C.Penutup...59 DAFTAR PUSTAKA

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama dakwah, yang disebarluaskan dan diperkenalkan kepada manusia melalui aktifitas dakwah, tidak melalui kekerasan, pemaksaan atau kekuatan senjata. Islam tidak membenarkan pemeluk-pemeluknya melakukan pemaksaan terhadap umat manusia, agar mereka mau memeluk agama Islam. Islam adalah agama yang benar dan dapat diuji kebenarannya secara ilmiah, masuknya iman ke dalam kalbu setiap manusia merupakan hidayah Allah SWT.

Al-Qur‟an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W., mengandumg hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah, filsafat, peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia, baik sebagai makhluk individu ataupun sebagai makhluk sosial, sehingga berbahagia hidup di dunia dan di akhirat.

Sebagian penduduk di Indonesia beragama Islam, tetapi masyarakat di Jawa banyak yang melakukan kegiatan-kegiatan atau tradisi yang dikaitkan dengan acara-acara agama. Salah satu kegiatan yang di lakukan oleh masyarakat Jawa yaitu kenduri.

(14)

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1992:231). Biasanya ritual ini dijalankan pada malam hari setelah menjalankan shalat Isya‟ dengan periode tertentu, antara lain: Pada saat kematian (selametan surtanah atau geblag), hari ketiga (selametan nelung dina), hari ketujuh (selametan mitung dina), hari keempat puluh (selametan patang puluh dina), hari seratus hari (selametan nyatus), peringatan satu tahun (mendak sepisan), peringatan kedua tahun (mendak pindo) dan hari keseribu (nyewu) sesudah kematian (Rudini, 1992:93). Dan ada juga yang melakukan peringatan saat kematian seseorang untuk terakhir kalinya (selametan nguwis-uwisi), (Ismawati, 2000:7).

Tradisi ini tidak diketahui secara pasti asal-usulnya. Para pelaku tradisi hanya biasa mengatakan bahwa tradisi ini merupakan warisan dari nenek moyang mereka kurang lebih tiga atau empat generasi yang lalu. Tapi

(15)

Setelah orang-orang yang mempunyai kepercayaan tersebut masuk Islam, mereka tetap melakukan upacara-upacara tersebut. Sebagai langkah

awal, para da‟i terdahulu tidak memberantasnya, tetapi mengalihkan dari upacara yang bersifat Hindu dan Budha itu menjadi upacara yang bernafaskan Islam. Sesaji diganti dengan nasi dan lauk-pauk untuk shadaqah.

Mantera-mantera digantikan dengan zikir, do‟a dan bacaan-bacaan Al-Qur‟an.

Akulturasi budaya dari Animisme, agama Hindu dan Budha menjadi Islam inilah yang sekarang menjadi perdebatan sengit oleh kalangan masyarakat. Perdebatan muncul terutama pada status hukum kenduri, apakah menjalankan kenduri itu sebuah amalan ibadah atau bid‟ah dan apakah haram atau halal menjalankan ritual tersebut. Perdebatan ini semakin memanas ketika sekelompok masyarakat dengan arogan menyatakan bahwa ritual ini dilarang dan haram hukumnya menurut Islam kemudian mengklaim syirik bagi mereka yang menjalankan. Padahal selama ini masyarakat menganggap ritual tersebut

bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan syari‟at Islam, apalagi yang

memimpin adalah orang yang tidak diragukan pengetahuannya agamanya. Perbedaan ini menciptakan pengelompokan terhadap masyarakat di Desa Bringin. Mereka yang menjalankan Kenduri dan mereka warga Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) yang tidak menjalankan Kenduri. Menurut kelompok warga MTA, larangan menjalankan ritual kenduri adalah, karena perkara tersebut tidak ada tuntunan dalam Islam, sedangkan perkara yang tidak ada

tuntunannya adalah perkara bid‟ah dan semua bid‟ah adalah haram hukumnya

(16)

dan membagi-bagi bingkisan dari keluarga si mayit untuk diberikan kepada sanak kerabat maupun masyarakat sekitar, hal ini jelas-jelas dilarang dalam Islam.

Sedangkan menurut kelompok yang melakukan kenduri, Kenduri bukanlah perkara yang diharamkan, karena dalam Kenduri penuh dengan aktifitas zikir kepada Allah SWT, dan membaca Al-Qur‟an. Islam tidak melarang umatnya untuk berzikir membaca kalimat dan membaca Al-Qur‟an dengan cara khusus seperti yang dilakukan dalam Kenduri. Tentang hidangan makanan dan bingkisan, orang yang melakukan Kenduri berpendapat bahwa itu adalah bentuk sedekah. Adapun sedekah tersebut dimaksudkan sebagai bentuk permohonan kepada masarakat untuk memaafkan dan merelakan kepergian si mayit, sebagai ungkapan terima kasih kepada masyarakat sekitar atas perhatian dan partisipasi selama pengurusan si mayit, dan sebagai bentuk amal kebaikan yang pahalanya ditujukan kepada si mayit.

Oleh karena itu, pembahasan yang sangat menarik tentang hukum kenduri menurut kelompok Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA), dengan dasar hukum yang sama Al-Qur‟an dan as-Sunnah, terjadi perbedaan persepsi. Dari masalah di atas penulis tertarik mengambil judul skripsi:

“KENDURI DALAM PERSPEKTIF MAJELIS TAFSIR AL-QUR’AN

(17)

B.Rumusan Penelitian

Fokus penelitian ini adalah Kenduri dalam perspektif kelompok pengajian Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA). Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan kelompok pengajian Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang terhadap Kenduri?

2. Apakah yang mendasari kelompok pengajian Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang menolak Kenduri?

C.Tujuan Penelitian

Agar peneliti ini dapat memperoleh hasil yang baik, maka perlu direncanakan tujuan yang hendak dicapai, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaannya adalah :

1. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai pandangan hukum Kenduri yang dikemukakan oleh warga kelompok Majelis Tafsir

Al-Qur‟an (MTA).

(18)

D.Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat berguna: 1. Manfaat Teoritis

Hasil-hasil penelitian diharapkan sebagai acuan atau referensi untuk menghadapi permasalahan yang muncul di masyarakat.

2. Manfaat Praktis

Hasil-hasil penelitian diharapkan untuk menambah wawasan khususnya wawasan tentang Tradisi Kenduri pada Upacara Selametan dan status hukumnya menurut hukum Islam.

E.Penegasan Istilah

Untuk menghindari interpretasi dan kesalahpahaman pengertian batasan istilah, maka peneliti menyampaikan batasan-batasan istilah sebagai berikut :

1. Kenduri

Kenduri adalah acara ritual (serimonial) memperingati hari kematian yang biasa dilaku-kan oleh umumnya masyarakat Indone-sia. Acara tersebut diselenggarakan keti-ka salah seorang dari anggota keluarga telah meninggal dunia. Secara bersama-sama, setelah proses penguburan selesai dilakukan, seluruh keluarga, handai tau-lan, serta masyarakat sekitar berkumpul di rumah keluarga mayit hendak menye-lenggarakan

acara pembacaan beberapa ayat al Qur‟an, dzikir, dan do‟a-do‟a yang

(19)

bacaannya ter-dapat kalimat tahlil ( ُللها َّلاِإ َهَلِإ َلا ) yang diulang-ulang (ratusan kali). (Muhammad Idrus Ramli, 2010:58).

2. Majelis Tafsir Al-Qur‟an

Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) merupakan sebuah lembaga pendidikan dan dakwah Islamiyah yang berkedudukan di Surakarta. MTAdidirikan oleh Ustadz Abdullah Thufail Saputra pada pada tanggal 19 September 1972. Beliau seorang mubaligh keturunan Pakistan yang jugaberprofesi sebagai pedagang (http://www.mta.or.id/).

Maka dapat diartikan bahwa belajar menggunakan Al-Qur‟an sebagai dasar pedomannya dalam Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) cabang binaan Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.

Menurut uraian batasan-batasan istilah, dapat disimpulkan bahwa pembahasan tentang judul: “ Kenduri Dalam Perspektif Majelis Tafsir

Al-Qur‟an (MTA) (Studi Kasus di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten

Semarang)” adalah mempelajari hukum kenduri berdasarkan Al-Qur‟an dan as -Sunnah dalam pandangan warga Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.

F.Metode Penelitian

(20)

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, yaitu suatu pendekatan dalam penelitian yang berorientasi pada fenomena atau gejala yang bersifat alami. Mengingat tujuannya adalah untuk mendapatkan data di lapangan, maka penelitian ini tidak dapat dilakukan hanya di laboratorium, melainkan harus dilaksanakan di lapangan (Ali, 1993:152). Selain itu penelitian ini juga disebut penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistic atau cara kuantifikasi lain yang tidak mengadakan perhitungan (Moleong, 2012:2).

Penelitian ini akan mengadakan penelitian di lapangan tanpa menggunakan prosedur analisis statistik. Dalam hal ini peneliti akan mengadakan penelitian langsung di Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang guna memperoleh data-data yang akurat mengenai hukum Kenduri dalam pandangan Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA).

2. Kehadiran Peneliti

(21)

keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan atau sumber data lainnya di sini mutlak diperlukan.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat di mana penelitian akan dilakukan, beserta jalan dan kotanya. Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi tempat pengajian Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) Bringin yang diadakan setiap hari Rabu jam 15.00-17.00.

4. Sumber Data 1) Data Primer

Menurut S.Nasution data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian (Nasution, 2004:64). Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai. Data primer digunakan untuk mendapatkan informasi langsung mengenai Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. 2) Data Sekunder

(22)

Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Adapun dalam pengkajian skripsi ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data penelitian dengan cara sebagai berikut :

1) Metode Wawancara

Interview atau wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan peneliti yang ingi memperoleh informasi dari seseorang dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujan tertentu. Menurut Esterberg (2002), dalam Sugiyono wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam satu topik. Ia juga mengemukakan beberapa macam wawancara yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur (Sugiyono, 2008:317).

Metode ini digunakan untuk mengetahui apa saja yang ada dalam pikiran dan perasaan responden. Salah satu cara yang akan ditempuh peneliti adalah melakukan wawancara secara mendalam dengan subyek penelitian dengan tetap berpegang pada arah sasaran dan fokus penelitian.

Adapun pihak-pihak yang diwawancarai adalah sebagai berikut:

(23)

Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang (sejarah berdirinya, letak geografis, visi dan misi, kondisi peserta pengajian, guru, dan pengurus, sarana prasarana).

2. Waka cabang Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di Desa Bringin, apa saja problem yang dihadapi dalam Kenduri menurut pandangan Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA).

3. Guru Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA), materi wawancara seputar ilmu yang diajarkan, bagaimana cara penyampaian ilmu kepada peserta pengajian Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA).

2) Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan pencarian data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan-catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya (Arikunto, 1996:6). Metode dokumentasi juga dapat diartikan sebagai metode pengumpulan data dengan cara mencari data atau informasi yang sudah dicatat dalam beberapa dokumen yang ada seperti buku induk, buku pribadi dan surat-surat keterangan lainnya.

Teknik ini diarahkan untuk mengupulkan berbagai informasi, khususnya untuk melengkapi data dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian mengenai hukum kenduri menurut pandangan Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) informasi atau data yang dikumpulkan melalui studi dokumentasi antara lain :

(24)

b. Buku yang digunakan dalam pengajian Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) Bringin.

3) Observasi

Metode observasi merupakan pengamatan langsung dengan melihat atau mengamati sendiri obyek yang akan diamati. Observasi juga bisa diartikan sebagai pengamatan dengan sistematika fenomena-fenomena yang diteliti. Sutrisno Hadi (1986) menyatakan dalam bukunya Dr Sugiyono bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Metode ini digunakan untuk memperoleh data dan

mengumpulkan informasi mengenai Kenduri Dalam Perspektif Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.

6. Analisis Data

(25)

lingkup hukum Kenduri menurut Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) serta problematikanya.

a. Reduksi Data

Langkah awal ini untuk memudahkan pemahaman terhadap yang sudah terkumpul, reduksi data dilakukan dengan cara mengelompokkan data berdasarkan aspek-aspek permasalahan penelitian, aspek-aspek yang direduksi dalam penelitian ini adalah : kenduri dalam perspektif Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) serta problematikanya. b. Penyajian Data

Data yang telah direduksi, kemudian disajikan dalam bentuk deskripsi berdasarkan aspek-aspek dan penelitian, penyajian data dimaksudkan untuk memudahkan peneliti menafsirkan data dan menarik kesimpulan. Sesuai dengan aspek-aspek masalah penelitian ini, maka susunan penyajian datanya dimulai dari hukum kenduri menurut Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) Bringin dan problematikanya.

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

(26)

7. Pengecekan Keabsahan Penelitian

Kriteria keabsahan data ada empat macam yaitu: (1) kepercayaan, (2) keteralihan, (3) kebergantungan, (4) kepastian (Moelong, 2012:37). Tetapi dalam penelitian ini peneliti hanya memakai 3 macam antara lain : 1) Kepercayaan

Kepercayaan data dimaksudkan untuk membuktikan data yang dikumpulkan sesuai dengan yang sebenarnya.

2) Kebergantungan

Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan

terjadinya kemungkinan kesalahan dalam pengumpulan dan

menginterpretasikan data sehingga data yang dikumpulkan dapat dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

3) Kepastian

Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informan serta interpretasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audit.

8. Tahap-tahap Penelitian a. Tahap pra-lapangan

(27)

b. Tahap pekerjaan lapangan

Pada tahap ini peneliti harus mempersiapkan diri dengan menjaga kesehatan fisik, berpenampilan rapi dan sopan saat melakukan penelitian. Ketika memasuki lapangan, hendaknya peneliti berbaur mejadi satu dan menjaga keakraban dengan subyek agar tidak ada dinding pemisah antara keduanya. Selain itu peneliti juga harus berbahasa yang baik dan jelas agar dalam mencari informasi subyek mudah menjawabnya. Sambil berperan serta, peneliti juga mencatat data yang diperlukan.

c. Tahap analisis data

Analisis data menurut Patton dalam kutipan Moleong (2009:103), adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Dalam hal ini peneliti mengatur,

mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan

mengategorikannya.

G.Sistematika Pembahasan

Sistematika diperlukan untuk menata dan mengatur sistematika penulisan sehingga mudah dibaca dan dipahami. Adapun sistematika penulisan dalam laporan penelitian ini adalah sebagai berikut :

(28)

BAB II LANDASAN TEORI : Merupakan kajian teoritis yang berisi tentang penegertian Kenduri dan hal-hal yang berkaitan dengan Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA).

BAB III PAPARAN HASIL PENELITIAN : Pada bab ini dipaparkan tentang definisi obyek penelitian yaitu Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang.

BAB IV PEMBAHASAN : Pada bab ini dijelaskan tentang hasil penelitian yang diperoleh peneliti dalam melakukan penelitian di lapangan.

(29)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Tradisi Kenduri

Ada dua pendapat mengenai latar belakang tradisi kenduri. Pendapat yang pertama berasal dari Pengamat budaya dan sejarah Agus Sunyoto. Ia mengemukakan bahwa budaya kenduri kematian yang dilakukan umat Islam di Nusantara, khususnya di tanah Jawa bukan karena pengaruh Hindu atau Budha. Dalam Agama Hindu atau Budha tidak dikenal kenduri dan tidak pula dikenal peringatan orang meninggal pada hari ketiga, ketujuh, ke empat puluh, ke seratus atau ke seribu. Akan tetapi, berdasarkan catatan sejarah menunjukkan bahwa orang Cempa telah memperingati kematian seseorang pada hari ketiga ( nelung dina), ketujuh ( mitung dina), ke empat puluh (matang puluh), ke seratus ( nyatus) dan ke keseribu ( nyewu). Orang-orang Cempa juga menjalankan peringatan khaul, peringatan hari Assyuro dan maulid Nabi Muhammad SAW. Kerajaan Cempa pada waktu itu dipengaruhi oleh Faham

Syi‟ah. Tradisi kenduri, termasuk khaul adalah tradisi khas Cempa yang

jelas-jelas terpengaruh faham Syi`ah. Begitu juga dengan perayaan 1 dan 10 Syuro, pembacaan kasidah-kasidah yang memuji-muji Nabi Muhammad menunjukkan keterkaitan tersebut. (

http://www.antara.co.id/arc/2008/4/27/kenduri-kematian-bukan-pengaruh-hindu-budha/,akses tanggal 29 Sepetember 2016.)

(30)

Sunyoto juga mengemukakan bahwa ditinjau dari aspek sosio-historis, munculnya tradisi kepercayaan di Nusantara ini banyak dipengaruhi pengungsi

dari Cempa yang beragama Islam. (

http://www.antara.co.id/arc/2008/4/27/kenduri-kematian-bukan-pengaruh-hindu-budha/,akses tanggal 29 Sepetember 2016.)

Kepercayaan–kepercayaan dari agama Hindu dan Budha, maupun kepercayaan Animisme dan Dinamisme itulah yang dalam proses perkembangan Islam di Jawa selanjutnya terkontaminasi dengan kepercayaan - kepercayaan tersebut. Sebagai contoh yang berkaitan dengan sisa-sisa kepercayaan Animisme dan Dinamisme, ketika masyarakat mengesakan Allah sering kali telah tercampuri baik secara sadar dan tidak dengan penuhanan terhadap benda-benda yang dianggap keramat, baik benda mati maupun benda hidup. Misalnya ketika seseorang telah mengerjakan sholat, puasa, tetapi masih menjalankan ritual penyembahan terhadap benda hidup atau mati. Ritual itu contohnya seperti pemberian sesaji pada pohon yang dianggap keramat dan sesaji dalam suatu ritual, misalnya saja kenduri kematian. Padahal kepercayaan Islam diyakini bahwa penyembahan kepada Tuhan hanya satu, yaitu Allah. Kepercayaan dalam Islam yang lain bahwa kalau ada orang yang meninggal

dunia perlu dikirimi do‟a, maka muncul tradisi kirim do‟a, tahlilan, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, satu tahun, seribu hari setelah orang meninggal.

Do‟a kepada orang yang meninggal dunia merupakan anjuran menurut ajaran

Islam, sedangkan penentuan hari-hari sebagai data pelaksanaan upacara kirim

(31)

Selanjutnya Islam memberikan warna baru pada upacara-upacara itu dengan sebutan kenduri atau slametan. Kenduri merupakan upacara sederhana yang diselenggarakan oleh setiap keluarga Jawa untuk mohon keselamatan dan kebahagiaan hidup roh leluhur atau roh nenek moyang. (Murniatno. Dkk, 2000:84)

Kenduri, dalam Islam dapat diartikan shodaqoh, karena adanya makanan yang dibagi-bagikan pada masyarakat. Kemudian wali songo sedikit demi sedikit mengajak para penduduk untuk mau memeluk agama Islam. Bagi orang Jawa, hidup ini penuh dengan upacara, upacara-upacara itu berkaitan dengan lingkaran hidup manusia sejak dari kandungan ibunya, kanak - kanak, remaja, dewasa sampai dengan saat kematian dan setelahnya, atau juga upacara - upacara yang berkaitan dengan aktifitas kehidupan sehari-hari. Upacara - upacara itu semula dilakukan dalam rangka untuk menangkal pengaruh buruk dari daya kekuatan gaib yang tidak dikehendaki yang akan membahayakan bagi kelangsungan kehidupan manusia. Dalam kepercayaan lama, upacara dilakukan dengan mengadakan sesaji yang disajikan kepada roh-roh, makhluk halus, dewa - dewa. Tentu dengan upacara itu harapan pelaku adalah agar hidup senantiasa dalam keadaan selamat. (Amin, 2000:130)

B.Pelaksanaan Tradisi

(32)

Kebudayaan yang bersangkutan secara unik mencapai penyesuaian kepada lingkungan tertentu. (Ihromi,1987:32)

Kenduri merupakan tradisi yang ditinggalkan oleh nenek moyang kita terdahulu. Tradisi ini dilakukan untuk memperingati meninggalnya seseorang. Masyarakat Jawa pada umumnya melakukan tradisi ini. Kenduri biasanya

dilaksanakan pada malam hari, setelah shalat Isya‟. Kenduri dilaksanakan ketika ada orang yang telah meninggal atau geblaknya, kemudian pada malam harinya sampai malam ke tujuh diadakan kenduri atau pengajian. Dalam kenduri ini, berkathanya dibagikan pada waktu tujuh harinya, kemudian empat puluh hari, seratus hari, dan pada hari keseribu.

(33)

C.Acara Dalam Kenduri 1. Pembukaan

Pembukaan dilakukan oleh pengisi acara kenduri, yang tidak harus tokoh agama atau kaum, tokoh masyarakat juga bisa dalam memimpin pembukaan. Acara pembukaan ini diisi dengan ucapan terimakasih kepada masyarakat karena telah bersedia mengikuti pengajian yang diadakan oleh keluarga yang telah ditinggalkan.

2. Tahlilan

a. Pengertian Tahlil

Tahlil itu berasal dari kata hallala, yuhallilu, tahlilan, artinya membaca kalimat La Ilaha Illallah (Munawar Abdul Fattah, 2012: 276). Kata tahlil merupakan kata yang disingkat dari kalimat La Ilaha Illallah.

Penyingkatan ini sama seperti takbir (dari Allahu Akbar), hamdalah (dari

Alhamdu Lillah), hauqalah (dari La Haula Wala Quwwata Illah Billah),

basmalah (dari Bismillah ar-Rahman ar-Rahim) dan sebagainya (Khozin,

2013:1).

Menurut Ramli (2010: 58) bahwa, “Tahlilan adalah tradisi ritual

(34)

hari ke-100, dan hari ke-1000. Selanjutnya dilakukan setiap tahun dengan nama khol atau haul, yang waktunya tepat pada hari kematiannya. Setelah pembacaan doa biasanya tuan rumah menghidangkan makanan dan minuman kepada para jamaah. Kadang masih ditambah dengan

berkat (buah tangan berbentuk makanan matang). Pada

perkembangannya di beberapa daerah ada yang mengganti berkat, bukan lagi dengan makanan matang, tetapi dengan bahan-bahan makanan, seperti mie, beras, gula, teh, telur, dan lain-lain. Semua itu diberikan sebagai sedekah, yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal dunia tersebut. Sekaligus sebagai manifestasi rasa cinta yang mendalam baginya (Nugroho, 2012:140).

Dalam konteks Indonesia, tahlilan menjadi sebuah istilah untuk menyebut suatu rangkaian kegiatan doa yang diselenggarakan dalam rangka mendoakan keluarga yang sudah meninggal dunia. Sedang tahlil secara istilah ialah mengesakan Allah dan tidak ada pengabdian yang tulus kecuali hanya kepada Allah, tidak hanya mengakui Allah sebagai Tuhan tetapi juga untuk mengabdi, sebagaimana dalam pentafsiran

kalimah thayyibah. Pada perkembangannya, tahlil diistilahkan sebagai

rangkaian kegiatan do‟a yang diselenggarakan dalam rangka mendo‟akan

keluarga yang sudah meninggal dunia (Nugroho, 2012:140-141).

(35)

kumpul-kumpul ada acara tahlilan, pengajian ada tahlilan, sampai arisan pun ada tahlilan (Fattah:276-277). Waktu yang digunakan untuk tahlilan biasanya 15-20 menit dan bisa diperpanjang dengan cara membaca kalimat la illaha illallah 100 kali, 200 kali, atau 700 kali. Atau diperpendek misalnya 3kali, atau 21 kali. Semuanya itu disesuaikan kebutuhan dan waktu.

Dalam penjabaran mengenai pengertian tahlilan di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tahlilan adalah kegiatan membaca kalimat

thayyibah khususnya La Illaha Illallah yang dilakukan seseorang atau

banyak orang dalam rangka mendo‟akan orang yang telah meninggal

dunia.

b. Sejarah Tahlilan

(36)

nantinya ditaruh di tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti punden dan pohon-pohon besar.

Melihat kenyataan tersebut, selain menyebar dakwah Islam, para Wali Songo juga bertekad ingin merubah kebiasaan mereka yang sangat kental akan nuansa tahayyul untuk kemudian diarahkan kepada kebiasaan yang bercorak islami dan realistik. Untuk itulah, mereka berdakwah lewat jalur budaya dan kesenian yang cukup disukai oleh masyarakat dengan sedikit memodifikasi serta membuang unsur-unsur yang berseberangan dengan Islam. Dengan begitu, agama Islam akan cepat berkembang di tanah Jawa dengan tidak membuang mentah-mentah tradisi yang selama ini mereka lakukan.

(37)

mengamalkannay secara rutin dan mengajarkannya kepada kaum muslimin.

Ulama berbeda pendapat tentang siapa yang pertama kali menyusun rangkaian bacaan tahlilan dan mentradisikannya. Sebagian mereka berpendapat, bahwa yang pertama menyusun tahlil adalah Sayyid

Ja‟far Al-Barzanji, dan sebagian lain berpendapat, bahwa yang

menyusun pertama kali adalah Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad

(Royyan, 2013:2).

Pendapat yang paling kuat dari dua pendapat yang disebut di atas adalah pendapat bahwa orang yang menyusun tahlilan pertama kali adalah Imam Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddid yang wafat pada tahun 1132 H lebih dahulu daripada Sayyid Ja‟far Al-Barzanji yang wafat pada tahun 1177 H.

Kalau kita perhatikan secara cermat susunan bacaan tahlilan tidak terdapat di dalamnya satu bacaan pun yang menyimpang dari

Al-Qur‟an (Rinaldi, 2012:20). Semua bacaan yang ada bersumber dari

Al-Qur‟an. Kalaupun kemudian formatnya tidak diatur secara langsung di

dalamnya Al-Qur‟an dan Hadits, hal itu tidaklah masalah, karena ia termasuk dzikir umum yang waktu, bilangan dan bacaannya tidak diatur secara baku oleh kedua sumber utama hukum Islam tersebut.

3. Penutup

(38)

seseorang. Kenduri ini dilaksanakan sesudah shalat Isya‟. Dalam hal ini, yang memimpin pengajian tersebut tidak mau disebut dengan istilah kenduri, tetapi lebih berkenan disebut dengan pengajian. Dengan cara ini, ada harapan dari pemimpin pengajian istilah kenduri dapat ditinggalkan dan sedikit demi sedikit diganti dengan istilah pengajian. Pada malam ke tujuhnya, berkat baru dibagikan kepada peserta pangajian.

Untuk malam-malam pengajian sebelumya hanya mendo‟akan orang yang telah meninggal dan peserta pengajian hanya disajikan minuman dan makanan kecil saja. Sebelum pengajian tersebut ditutup, tuan rumah atau keluarga yang ditinggal membagi-bagikan berkat. Berkat ini diberikan pada waktu tujuh harinya orang yang telah meninggal. Di dalam berkat tersebut berisi nasi dan lauk-pauk sebagai ucapan terimakasih, karena telah bersedia menghadiri kenduri dan ikut mendoakan bagi yang telah meninggal dunia.

D.Majelis Tafsir Al - Qur’an

Dalam bahasa Arab, kata majelis (

سلجم

)

adalah bentuk isim

makan (kata tempat) kata kerja dari (

سلج

)

yang artinya tempat duduk, tempat sidang, dewan (Munawir, 1997:202).

(39)

Dari pengertian terminologi tentang majelis di atas dapatlah dikatakan bahwa majelis adalah tempat duduk melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam (Dewan Redaksi Ensiklopedi, 1994:120).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa majelis adalah tempat perkumpulan orang banyak untuk mempelajari agama Islam melalui pengajian yang diberikan oleh guru-guru dan ahli agama Islam.

1. Pengertian Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA)

Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) merupakan sebuah lembaga pendidikan dan dakwah Islamiyah yang berkedudukan di Surakarta. MTA didirikan oleh Ustadz Abdullah Thufail Saputra pada pada tanggal 19 September 1972. Beliau seorang mubaligh keturunan Pakistan yang juga berprofesi sebagai pedagang (http://www.mta.or.id/).

Pendirian MTA dilatarbelakangi oleh kondisi umum umat Islam di Indonesia pada akhir dekade 60-an dan awal dekade 70-an. Saat itu,ummat Islam yang berjuang sejak zaman Belanda dalam bidang politik, ekonomi, dan kultural, posisinya justru semakin terpinggirkan. Ustadz Abdullah Thufail Saputra melihat kondisi umat Islam di Indonesia yangsemacam itu disebabkan karena kurang memahami Al-Qur’an secara benar. Karena itu beliau mendirikan MTA sebagai rintisan awal dalam mengajak umat Islam kembali kepada Al-Qur’an.

(40)

ini, bentuk badan hukum yang dipilih MTA adalah yayasan.Pada tanggal 23 Januari tahun 1974, MTA resmi menjadi yayasan dengan akta notaris R. Soegondo Notodirejo.

Pada dasarnya, MTA merupakan gerakan pemurnian syariat Islam dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai dasar acuannya. Hal ini disandarkan pada sabda Rosulullah Saw yang diriwayatkan oleh Malik dan Hakim.

ِهِّيِبَو ُةَّىُسَو ِهَّللا َب اَتِك اَمِهِب ْمُتْكَّسَمَت اَم اْىُّلِضَت ْهَل ِهْيَرْمَأ ْمُكْيِف ُتْكَرَت

”Sungguh telah aku tinggalkan kepadamu dua perkara, apabila engkau

berpegang teguh pada keduanya maka engkau akan selamat, yaitu

Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya” (HR. Malik).

Awalnya kajian MTA dilakukan di Masjid Marwah kelurahan Semanggi dan juga di rumah kakaknya. Adapun pesertanya hanya warga di sekitar Semanggi, dan beberapa orang dari wilayah sekitar Solo. Setelah mendirikan MTA di Surakarta, Ustadz Abdullah Thufail Saputra membuka cabang di beberapa daerah lain, yaitu di kecamatan Nogosari (Boyolali), kecamatan Polan Harjo dan kecamatan Juwiring (Klaten), dan di kecamatan Gemolong (Sragen).

(41)

besar, kelompok-kelompok pengajian itu mengajukan permohonan ke MTA Pusat agar dikirim guru pengajar sehingga kelompok-kelompok pengajian itu pun menjadi cabang-cabang MTA yang baru. Dengan cara itu, tumbuh cabang-cabang baru. Ketika di sebuah kabupaten sudah tumbuh lebih dari satu cabang dan diperlukan koordinasi, maka dibentuklah perwakilan yang mengkoordinir cabang-cabang tersebut yang bertanggungjawab membina kelompok-kelompok baru sehingga menjadi cabang. MTA Pusat tidak pernah menggunakan strategi top down dalam membentuk danmeresmikan Perwakilan dan Cabang tapi secara buttom up.

Seiring dengan tumbuhnya cabang-cabang dan perwakilan-perwakilan baru di berbagai daerah di Indonesia MTA memperoleh strukturnya seperti sekarang ini. MTA pusat berkedudukan di Surakarta;

MTA perwakilan di daerah tingkat dua; dan MTA cabang di tingkat kecamatan (kecuali di DIY, perwakilan berada di tingkat propinsi dan cabang berada di tingkat kabupaten). Hingga kini MTA telah memiliki 34 perwakilan (tingkat kabupaten) dan 181 cabang (tingkat kecamatan) yang tersebar di seluruh Indonesia (http://www.mta.or.id/).

(42)

jimat yang mereka miliki saat mengikuti Pengajian Ahad Pagi di kantor pusat MTA (http://mta-online.com, diakses tanggal 15 November 2015).

Untuk menyikapi budaya lokal yang berkembang di masyarakat, MTA memiliki tiga pendekatan. Pertama, budaya lokal yang bisa sejalan

dengan Al-Qur’an dan Sunnah akan biarkan. Kedua, kalau budaya ituperlu

di luruskan maka akan luruskan. Ketiga, budaya lokal yang berlawanan dengan ajaran Islam maka harus ditolak sama sekali. Contohnya halal bi

halal, walaupun tidak di contohkan dalam Islam namun berdasarkan

penelaahan dan kajian MTA itu tidak mengandung kemusyrikan, maka dibiarkan saja. Namun kalau itu sudah memuja orang maka akan ditolak, contohnya seperti tradisi keraton yang harus minta maaf sampai mencium kaki (http://www.mta.or.id/). Dalam perkembangannya MTA semakin mengukuhkan diri sebagai lembaga dakwah dengan berbagai aktivitasnya.

MTA menanamkan pemahaman dalam diri kader, bahwa sebagai warga MTA dan bagian dari umat Islam mereka harus istiqomah dalam mengkaji, memahami dan mengamalkan tuntunan Islam. Mereka harus mengamalkan Islam dalam level pribadi, keluarga dan masyarakat. Dalam MTA juga di tekankan kesatuan antara perkataan, hati dan amal, karena itulah yang disebut iman. Kalau itu tidak bisa dilakukan maka MTA mempersilakan orang tersebut untuk mencari organisasi lain.

(http://www.mta.or.id/). Selain itu mereka berkewajiban pula

(43)

Untuk mengkoordinasikan dan memantau kegiatan di perwakilan, cabang dan binaan MTA, Majlis Tafsir Al-Qur’an Pusat setiap Ahad siang jam 11.00 — 13.30 WIB menyelenggarakan pertemuan pengurus dan Ustadz yang mengajar di MTA bertempat di Kantor Pusat MTA JI. Serayu No. 12 Semanggi, Pasar Kliwon, Surakarta (http://mtapct.wordpress.com, diakses tanggal 15 November 2015 ).

2. Tujuan MTA

Majelis Tafsir Al-Qur’an tidak merumuskan Visi dan Misi secara eksplisit, namun pada dasarnya MTA berupaya mengamalkan Qur’an surat Al-Isra’: 9

”Sesungguhnya Al-Qur‟an ini memberikan petunjuk kepada (jalan)

yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang

Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwabagi mereka ada pahala

yang besar”. (Depag RI, 2005:283)

(44)

3. Struktur Pengurus MTA

Struktur lembaga MTA sebagai lembaga terdiri atas pusat, perwakilan dan cabang. MTA Pusat berkedudukan di Surakarta. Perwakilan berkedudukan di tingkat kota/kabupaten kecamatan (kecuali DIY, perwakilan berada ditingkat propinsi dan cabang berada di tingkat kabupaten). Cabang berada di tingkat kecamatan. Dengan diresmikannya 127 perwakilan dan cabang baru, hingga kini perwakilan dan cabang MTA berjumlah 426 yang tersebar mulai Aceh, Jawa, Kalimantan, Bali dan NTB. Untuk mengkoordinasikan dan memantau kegiatan di perwakilan, cabang dan binaan, MTA Pusat setiap Ahad Pagi jam 11.00-13.00 WIB menyelenggarakan pertemuan pengurus MTA cabang dan perwakilan bertempat di Kantor Pusat MTA, Jl. Ronggowarsito No. III A Surakarta, Indonesia. Adapun struktur organisasi MTA Pusat yaitu;

Ketua Umum : Drs. Ahmad Sukina

Ketua I : Suharto, S. Ag

Ketua II : Dahlan Harjotaroeno

Sekretaris I : Drs. Yoyok Mugiyatno, M. Si Sekretaris II : Drs. Medi

Bendahara I : Mansyur Masyhuri Bendahara II : Sri Sadono

(45)

4. Dasar MTA Menolak Tahlilan

Kelompok pengajian Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di desa Bringin menolak tahlilan dengan mengambil dasar di dalam al-Qur‟an yaitu surat An-Najm ayat 38-39 dan hadits riwayat Muslim yaitu sebagai berikut:

“ (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa

orang lain,, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain

apa yang telah diusahakannya,” (QS. An- Najm : 38-39) (Depag RI, 2005:436)

Dalam ayat tersebut bermaksud menyatakan bahwa seseorang tidak bisa mendapat manfaat dari orang lain, Namun maksudnya, seseorang hanya berhak atas hasil usahanya sendiri. Sedangkan hasil usaha orang lain adalah hak orang lain.

َرْيَخ َّنِإَف ُدْعَب اَّمَأ

ُّرَشَو ٍدَّمَحُم يَدُه يَدُهْلا ُرْيَخَو ِهَّللا ُباَتِك ِثيِدَحْلا

ٌةَلَلاَض ٍةَعْدِب ُّلُكَو اَهُتاَثَدْحُم ِرىُمُلأا

“Amma ba‟du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah

dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu „alaihi

wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah)

dan setiap bid’ah adalah sesat.”(HR. Muslim no. 867)

(46)

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A.Gambaran Umum Majlis Tafsir Al-Qur’an di Bringin 1. Sejarah Berdirinya Majlis Tafsir Al-Qur’an di Bringin

Berdirinya Majlis Tafsir Al-Qur‟an di Bringin berangkat dari adanya asumsi MTA bahwamasyarakat dewasa ini sudah termasuki budaya asing melalui berbagai media informasi yang ada, yang belum tentu sesuai tuntunan yang MTApahami yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.Kemerosotan itu sudah sedemikian parah, yang ditandai dengan anak-anak dan remaja lebih memilih bersenang-senang daripada rajinbelajar.

Yang dewasa lebih memilih berhura-hura di cafe, pub dan diskotik daripada bekerja keras untuk mensejahterakan diri dan masyarakatnya. Yang lain suka mengkonsumsi minuman keras dan narkoba. Minumankeras tersebar di mana-mana. Di atas kertas dilarang, namun di lapangandibiarkan merajalela. Razia hanya sebatas formalitas, bukan untuk memberantas. Sedang perzinaan sudah sampai dalam tingkat yang sangatmeresahkan.

(47)

Sehubungan dengan persoalan seperti itulah diperlukan berbagai cara untuk mencegah keterpurukan bangsa Indonesia ke kondisi yang lebih buruk. Salah satu caranya adalah dengan saling menyeru dan bersamasama bergandeng tangan melangkah ke depan untuk memperbaiki kualitas iman dan taqwa. Berbagai sarana bisa digunakan dan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan itu, salah satunya adalah memanfaatkan media dakwah atau kenduri. Oleh karena itu MTA mendirikan majelis kenduri di Bringin untuk mempermudah masyarakat yang ingin mengikuti kenduri sebagai media dakwah MTA.

Seiring berjalannya waktu, kegiatan kajian MTA di Bringin semakin mendapat respon yang positif. Sebagian masyarakat Bringin mengikuti kegiatan kajian ini yang dilaksanakan setiap hari Rabu pukul 14.00 WIB. Tidak hanya melakukan kajian saja, dalam kegiatan ini disajikan juga berbagai informasi berupa pendidikan, ekonomi dan bisnis, kesehatan, teknologi,sampai pertanian.

2. Visi dan Misi Majlis Tafsir Al-Qur’an Bringin a. Visi

Adapun visi diadakannya kenduri Majlis Tafsir Al-Qur‟an di Bringin yaitu;

” Membangun mental spiritual warga Kecamatan Bringin sehingga

menjadi makhluk sosial maupun individu yang memiliki jati diri dan

berakhlak mulia.” (wawancara dengan bapak Purwanto pada tanggal 16

(48)

Dari visi diatas di atas terlihat gambaran jelas pribadi yang diharapkan sebagai hasil dari dakwah MTA melalui media kenduri. Yakni warga Kecamatan Bringin yang bisa memerankan diri sebagai makhluk sosial yangtidak bisa lepas dari lingkungannya. Disamping itu juga menjadi individu yang berkepribadian unggul, religius, memiliki jati diri dan berakhlakmulia.

b. Misi

Visi organisasi mempunyai gambaran menyeluruh tentang kemana organisasi akan dibawa kemasa depan, sedangkan misi adalah suatu pernyataan tentang apa yang dilakukan oleh berbagai unit organisasi dan apa yang mereka harapkan untuk mencapai visi organisasi.Misi bisa juga bisa merupakan bagian visi yang biasanya

mencerminkan norma perilaku yang menjadi pedoman anggota

organisasi. Karena itu suatu organisasi umumnya hanya memiliki satu visi dengan satu atau beberapa misi untuk mewujudkan visi tersebut (Kuncoro, 2005: 60).

Untuk dapat mencapai tujuan dakwah sebagaimana tersirat dalam visi MTA Bringin maka disusunlah beberapa misi sebagai berikut:

1) Mewujudkan Visi dari segi program

(49)

Menjalankan organisasi dengan efektif dan efisien serta tanggap atas segala perubahan yang terjadi.

3) Berdasarkan Latar belakang

Menitikberatkan pada penyampaian informasi dan persuasi untuk menumbuhkan kesadaran dan pemahaman warga Kecamatan Bringin terhadap perlunya memperkuat jati diri sebagai warga masyarakat yang berbudaya.

Arah utama pernyataan misi kenduri MTA di Kecamatan Bringin tersebut diatas bersifat eksternal, berfokus pada jamaah, dan secara tipikal menspesifikasikan pada usaha tertentu yang akan dilakukan MTA Kecamatan Bringin dalam mencapai visi dakwahnya.

3. Manajemen Majlis Tafsir Al-Qur’an Bringin

a. Alamat MTA

 Rumah Bapak Zamahsari Jl. Diponegoro No. 36 Desa Bringin Kec. Bringin Kab. Semarang

 Letak geografis

Sebelah utara : berbatasan dengan sawah

Sebelah selatan : berbatasan dengan jalan raya bringin salatiga Sebelah barat : berbatasan dengan Toko besi, Emas Zam Zam bringin

Sebelah timur : berbatasan dengan rumah ibu tukinem

(50)

Ketua : Bapak Suyanto Sekretaris : Bapak Purwanto

Bendahara : Bapak Ahmad Rasipan (wawancara dengan bapak

Purwanto pada tanggal 16 Oktober 2015) c. Nama Ustadz yang Mengisi

Ustadz setip 6 bulan sekali bergantian dengan cabang MTA lain. Untuk yang mengisi saat ini yaitu:

1) Bapak Juwair mengisi pada minggu 1 2) Bapak Tantowi mengisi pada minggu 2 3) Bapak Juwair mengisi pada minggu 3 4) Bapak Saiful mengisi pada minggu 4 5) Bapak suyanto mengisi pada minggu 5

(wawancara dengan bapak Purwanto pada tanggal 16 Oktober 2015)

d. Materi yang diajarkan

Materi yang diajarkan sesuai dengan Al-Qur‟an dan Sunnah berdasarkan materi Brosur Ahad Pagi dari Majelis Pusat Solo.

e. Jumlah Peserta Pengajian Laki-laki : 11 orang Perempuan : 25 orang

(51)

Daftar nama peserta perempuan

No Nama Peserta

1 Suriyah

2 Purwiyati

3 Romdanah

4 Sundari

5 Sujini

6 Rini Ernawati

7 Suryati

8 Sri Ruwahni

9 Sri Insiati

10 Sutimah

11 Sri Murdiningsih 12 Winarti

13 Aviyanti 14 Flora 15 Puji Rahayu 16 Rizky Suroni

17 Ambarwati A

(52)

21 Amin Farida

22 Ambarwati B

23 Nita

24 Nur Afifah 25 Lilik Setyowati

Table 2

Daftar nama peserta laki-laki:

No Nama Peserta

1 Suyanto

2 Purwanto

3 Ahmad Rasipan

4 Towil

5 Rusbandi

6 Tofik

7 Eko

8 Kholil

9 Sugiyanto

10 Zamansari

11 Rokhim

12 Muhammad Arifin

(53)

14 Zaenal

15 Romdhoni

16 Jupri

19 Chodirin

f. Kegiatan-kegiatan di MTA cabang Bringin a. Pengajian Rutin

Pengajian rutin dilaksanakan setiap hari Rabu pukul 14.30-17.00. Pukul 14.30 dimulai dengan membaca Al-Qur‟an bersama

-sama,dilanjutkan solat „Asyar dan setelah solat „Asyar dimulai

pengajian yang diisi oleh ustadz. Ustadz menyampaikan materi brosur Ahad Pagi yang berasal dari MTA pusat Solo, dilanjutkan tanya jawab dengan peserta sampai pukul 17.00.

b. Qurban

Setiap tahun MTA Bringin mengadakan Qurban dan dibagikan kepada masyarakat Bringin yang mempunyai hak menerima daging qurban. c. Paket Merdeka

Setiap bulan Agustus, tepatnya tgl 17 Agustus MTA Bringin mengadakan Paket Merdeka dengan membagikan sembako kepada warga masyarakat Bringin berupa sembako dan kebutuhan sehari-hari.

(54)

Nafar dilakukan setiap bulan Ramadhan dengan menukarkan peserta MTA Bringin dengan peserta cabang lain untuk mempelajari ilmu

Al-Qur‟an dan Sunnah di tempat cabang MTA lain.

e. Ahad Pagi

Peserta MTA Bringin selalu rutin mengadakan rombongan untuk ke MTA Pusat di Solo mengikuti pengajian Ahad Pagi. Untuk ibu-ibu setiap sebulan sekali pada Minggu pertama. Untuk bapak-bapak setiap Minggu pasti ada rombongan.

B.Pandangan Kelompok Pengajian Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) Di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang Terhadap Kenduri.

Pada penelitian ini penulis mengumpulkan beberapa data terkait dengan pandangan kelompok pengajian Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di desa Bringin terhadap kenduri. Penulis mengumpulkan data melalui beberapa informan yaitu, Ketua Majlis Tafsir Al-Qur‟an desa Bringin, Ustadz yang mengajar, dan peserta pengajian Majlis Tafsir Al-Qur‟an desa Bringin.

a. Ketua Majlis Tafsir Al-Qur‟an desa Bringin

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Majlis Tafsir

Al-Qur‟an desa Bringin bapak Suyanto, beliau menjelaskan bahwa:

“Kenduri adalah ritual yang dilakukan untuk memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal dan biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh, dan dilanjutkan dilakukan pada hari ke-40, ke-100, kesatu tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.

(55)

ini saya tidak melaksanakan kenduri, tetapi saya tidak

mengharamkannya.” (wawancara dengan bapak Suyanto pada tanggal

14 Februari 2016)

Dari hasil wawancara dengan bapak Suyanto, dapat penulis simpulkan bahwa, kenduri hanya ritual yang dilakukan untuk mendo‟akan orang meninggal. Sama seperti pemahaman kebanyakan orang, dan bahwasanya ritual kenduri adalah amalan yang tidak ada dasarnya di dalam Al-Quran.

b. Ustadz yang mengajar

Berdasarkan hasil wawancara dengan ustadz di Majlis Tafsir

Al-Qur‟an desa Bringin bapak Juwair, beliau menjelaskan bahwa:

“Kenduri adalah tradisi yang sudah mengakar di tengh-tengah masyarakat. Kenduri biasanya dilengkapi dengan yasinan yang digunakan untuk memperingati hari kematin seseorang. Orang yang punya hajat biasanya mengundang sanak saudara untuk kenduri yang pahalanya dikirimkan untuk orang yang meninggal. Sedangkan kenduri tidak diajarkan oleh rasulullah. Sehingga pahala yang akan dikirimkan kepada orang yang meninggal tidak sampai.” (wawancara dengan bapak Juwair pada tanggal 15 Februari 2016)

(56)

Sejalan dengan apa yang di sampaikan dengan bapak Juwair, bapak Saiful juga berpendapat bahwa kenduri hanya sekedar ritual keagamaan yang telah mengakar di tengah-tengah masyarakat.

“Kenduri hanya ritual yang di lakukan masyarakat dalam mendoakan

orang yang sudah meninggal, padahal itu tidak di ajarkan oleh Rosulullah dan kemungkinan doa – doa yang di kirim kepada orang

yang sudah meninggal tidak akan sampai.” (wawancara dengan bapak

Saiful pada tanggal 15 Februari 2016) c. peserta pengajian Majlis Tafsir Al-Qur‟an

Berdasarkan wawancara dengan beberapa peserta atau jamaah pengajian MTA di Bringin, bahwa kenduri yang di dalamnya merupakan merupakan kalimat yang harus selalu diucapakan sebagai pengingat kepada Allah SWT. Akan tetapi kenduri menurut saya sebagai warga MTA tidak ada tuntunannya. Kenduri adalah tradisi budaya, tetapi tidak ada tuntunannya. Jadi saya meninggalkannya karena itu tidak dicontohkan oleh rasulullah. Bagimu amalanmu bagiku amalanku.

“Tahlil merupakan kalimat yang harus selalu diucapakan sebagai pengingat kepada Allah SWT. Bahkan jika di akhir hayat mampu mengucapkan kalimat tahlil dijamin surga. Akan tetapi kenduri menurut saya sebagai warga MTA tidak ada tuntunannya. Kenduri adalah tradisi budaya, tetapi tidak ada tuntunannya. Jadi saya meninggalkannya karena itu tidak dicontohkan oleh rasulullah.

Bagimu amalanmu bagiku amalanku.” (wawancara dengan bapak Sugiyanto pada tanggal 17 Februari 2016)

(57)

MTA tidak di ajarkan karena hanya tradisi dan ritual masyarakat saja, tapi

secara umum tidak mengharamkan atau membid‟ahkan ritual kenduri yang sudah menjadi ritual dimasyarakat.

“kenduri merupakan amalan-amalan yang dilakukan masyarakat untuk mendoakan orang yang sudah meninggal, tapi di MTA tidak diajarkan tentang kenduri karena tidak ada tuntunannya. Saya secara umum tidak menolak atau mengharamkan adanya kenduri dimasyarakat karena sudah menjadi tradisi dan ritual keagamaan di tengah

masyarakat.” (wawancara dengan ibu Nur Afifah pada tanggal 17

Februari 2016)

Lain halnya dengan bapak Rusbandi walaupun dia mengikuti pengajian MTA tapi terkandang masih ikut dalam ritual atau tradisi kenduri yang ada di daerah asalnya. Dengan alasan untuk menjaga hubungannya dengan masyarakat sekitarnya yang notabennya masih ada kenduri, dan berpendapat mungkin saja amalan dan doa-doa yang di lafalkan dalam kenduri dapat sampai kepada keluarganya yang sudah meninggal walaupun di dalam pengajian MTA tidak ada tuntunannya.

“kenduri adalah ritual yang di dalamnya merupakan amalan dan doa -doa yang dilafalkan untuk orang yang sudah meninggal, terkadang saya juga ikut dalam acara kenduri di daerah saya karena saya ingin menjaga saja hubungan saya dengan masyarakat. Karena saya juga hidup di dalam masyarakat, mungkin saja amalan atau do-doa yang di lafalkan itu pahalanya sampai kepada keluarga saya yang sudah meninngal. Walaupun di pengajian MTA tidak ada tuntunannya” (wawancara dengan bapak Rusbandi pada tanggal 17 Februari 2016)

(58)

berlangsung di tengah-tengah masyarakat yang di situ ada amalan dan doa-doa yang bertujuan untuk mendoa-doakan orang yang sudah meninngal. Akan tetapi di dalam pengajian MTA tidak diajarkan dan tidak ada tuntunannya karena Rosulullah tidak pernah mengajarkan tentang kenduri. Walaupun

masih ada peserta atau jama‟ah dari pengajian MTA yang mengikuti tradisi

kenduri itu dengan alasan untuk menjaga hubungan dengan masyarakat karena merasa bahwa mereka hidup di tengah – tengah masyrakat yang percaya dan melakukan ritual kenduri sebagai cara mendoakan orang yang sudah meninggal.

C.Dasar kelompok pengajian Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang menolak Kenduri

Kenduri menjadi kontroversi di berbagai aliran keagamaan, karena di anggap tidak ada landasan atau dasar (dalil dan hadist) yang fokus atau khusus membahas tentang kenduri itu sendiri. Seperti halnya kelompok pengajian Majlis Tafsir Al-Qu‟an (MTA) di desa Bringin.

Dari hasil penelitian tentang bagaimana yang mendasari kelompok pengajian MTA di desa Bringin menolak kenduri akan peneliti paparkan sebagai berikut:

Menurut ketua kelompok pengajian MTA di desa Bringin bapak Suyanto mengungkapakan bahwa kenapa MTA secara umum dan saya secra khusus menolak kenduri karena tidak ada aturan atau dasar baik didalam

al-Qur‟an dan hadist yang menjelaskan tentang perintah melakukan kenduri untuk

(59)

“Dasar saya menolak kenduri adalah karena kenduri tidak ada perintah baik dalam Al-Qur‟an dan Sunnah. (wawancara dengan bapak Suyanto pada tanggal 15 Februari 2016)

Hal serupa juga disampaikan oleh ustadz yang mengajar di pengajian MTA di desa Bringin, bahwa secara jelas tidak ada dalil al-Qur‟an yang memperintahkan untuk melakukan kenduri walaupun ada hadist yang menganjurkan kenduri tapi itu termasuk hadist dhoif.

“Yang mendasari saya menolak kenduri adalah tidak ada dalam Al

-Qur‟an dan Sunnah. Haditsnya pun juga dhaif, sehingga saya meninggalkan kenduri.” (wawancara dengan bapak Juwair pada

tanggal 15 Februari 2016)

Bahkan salah satu dari ustadz yang mengajar di pengajian MTA

menganggap kenduri adalah sesuatu yang bid‟ah, karena rosulullah tidak

pernah mengajarkan dan di dalam al-Qu‟an dan sunnah tidak ada yang memperintahakan atau menganjurakan kenduri.

“Yang menjadi dasar saya menolak kenduri adalah tidak sesuai

dengan ajaran rasulullah (sunnah) dan Al-Qur‟an, maka saya meninggalkannya. Karena ibadah yang tidak ada tuntunannya maka

termasuk bid‟ah,sehingga saya meninggalkannya.” (wawancara dengan bapak Saiful pada tanggal 15 Februari 2016)

Dari beberapa peserta atau jama‟ah pengajian MTA semua

berpendapat sama tentang bagaimana yang mendasari mereka menolak kenduri, semua berpendapat mengapa mereka menolak kenduri karena rosulullah tidak pernah memperintahkan ataupun mengajurkan kenduri.

“Hal yang menjadi dasar saya menolak kenduri adalah tidak sesuai

(60)

Bahkan ada yang berpendapat tradisi kenduri adalah tradisi tersebut telah bercampur dengan tradisi agama pra islam di Jawa yaitu Hindu dan Budha, sehingga prakteknya haram untuk dilakukan karena menyerupai

(Tasyabbuh) dengan tradisi agama lain.

“Hal yang menjadi dasar saya menolak kenduri adalah tidak sesuai

dengan al-qur‟qn dan sunnah. Dan kita berusaha untuk kembali

kepada ajaran rosul dan al qur‟an. Karena tradisi kenduri itu bercampur dengan tradisi agama pra islam di jawa yaitu Hindu dan

Budha” (wawancara dengan jama‟ah pengajian MTA pada tanggal 17

Februari 2016)

(61)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan dari teori yang dipaparkan pada Bab II dan data yang di hasilkan dari wawancara, dokumentasi, dan observasi di kelompok pengajian Majlis Tafsir Al –Qur‟an (MTA) di desa Bringin kec. Bringin mengenai Kenduri dalam perspektif kelompok pengajian Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di desa Bringin kec. Bringin yang di paparkan di Bab III, maka peneliti akan melakukan analisa data untuk menjelaskan lebih lanjut dari penelitian. Sesuai dengan teknik analisis yang telah di pilih oleh peneliti yaitu analisis diskriptif kualitatif (pemaparan) yang menggambarkan fenomena yang ada saat ini atau lampau dari seluruh data hasil wawancara, dokumentasi dan observasi.

A.Analisis Pandangan Kelompok Pengajian Majelis Tafsir Al-Qur’an (Mta) Di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang Terhadap Kenduri

Acara kenduri adalah suatu kegiatan yang di dalamnya membaca kalimat tauhid (tahlil) la illaha illallah (tiada Tuhan selain Allah SWT),

dzikir, dan membaca sejumlah ayat Al-Qur‟an dan dilakukan sebagian

(62)

Pada umumnya, prosesi kenduri yang dilakukan dengan Pembacaan surat Al-Fatihah pertama diniatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya. Pembacaan surat Al-Fatihah kedua diniatkan kepada para Malaikat, para Nabi, para Ulama, dan Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani.

Al-Fatihah ketiga diniatkan kepada kaum Muslim secara umum dan kepada yang

meninggal beserta keluarga secara khusus. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan tahlil, tahmid dan tasbih, dan diakhiri dengan do'a.

Tapi menurut pandangan kelompok pengajian Majelis Tafsir

Al-Qur‟an (MTA) di desa bringin berpandangan bahwa kegiatan atau ritual yang

berlangsung di masyarakat yaitu kenduri adalah hanya tradisi yang dilakukan turun temurun untuk memperingati atau mendoakan orang atau keluarga yang sudah meninggal dan biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh, dan dilanjutkan dilakukan pada hari ke-40, ke-100, kesatu tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Melaksanakan kenduri adalah suatu amalan yang tidak ada dasarnya dalam Al-qur‟an dan Sunnah bahkan Rosulullah tidak pernah mengajarkannya. Dan di masyarakat banyak hal-hal tradisi, kebiasaan yang secara tekstual tidak ada dasarnya tapi dilaksanakan.

Secara fungsinya kenduri adalah kegiatan mengirim doa kepada orang yang sudah meninggal supaya diampuni segala dosa-dosanya tetapi berfungsi lain sebagai mempererat shilaturahmi dan jalinan ukhuwah

(63)

termasuk ibadah, karena di dalamnya dibacakan Alquran, doa, dan dzikir,

mengingatkan adanya kepergian seseorang (meninggal) serta mengajak dan mempersiapkan diri dalam menghadapi meninggal, menghibur keluarga dan

mengurangi beban keluarga yang meninggal, menentramkan dan

membersihkan hati orang yang membaca maupun keluarga yang meninggal. Tapi menurut kelompok pengajian Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di desa bringin bahwa kenduri yang disitu berfungsi mendoakan orang yang sudah meninggal, Orang yang punya hajat biasanya mengundang sanak saudara untuk acara kenduri yang didalamnya mengirim do‟a – do‟a untuk orang yang meninggal. Sedangkan kenduri tidak diajarkan oleh rasulullah. Sehingga pahala yang akan dikirimkan kepada orang yang meninggal tidak sampai.

B.Analisis yang mendasari kelompok pengajian Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA) di Desa Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang menolak Kenduri

Kenduri adalah upacaranya yang dikaitkan dengan tujuh hari kematian, atau empat puluh hari atau seratus hari dan sebagainya, Selamatan tiga hari, lima hari, tujuh hari, dan seterusnya itu adalah sisa-sisa pengaruh budaya animisme, dinamisme, serta peninggalan ajaran Hindu yang sudah begitu berakar dalam masyarakat kita. Karena hal itu ada hubungan dengan ibadah, maka kita harus kembali kepada tuntunan Islam.

(64)

adanya sumber rujukan atau perintah yang jelas dari Al-Qur‟an dan Sunnah, bahkan Rosulullah tidak mengajarkannya. Kelompok pengajian Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di desa Bringin menolak kenduri dengan mengambil dasar di dalam al-Qur‟an yaitu surat An-Najm ayat 38-39 dan hadits riwayat Muslim yaitu sebagai berikut:

“ (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain

apa yang telah diusahakannya,” (QS. An- Najm : 38-39) (Depag RI, 2005:436)

Dalam ayat tersebut bermaksud menyatakan bahwa seseorang tidak bisa mendapat manfaat dari orang lain, Namun maksudnya, seseorang hanya berhak atas hasil usahanya sendiri. Sedangkan hasil usaha orang lain adalah hak orang lain.

َرْيَخ َّنِإَف ُدْعَب اَّمَأ

ُّرَشَو ٍدَّمَحُم يَدُه يَدُهْلا ُرْيَخَو ِهَّللا ُباَتِك ِثيِدَحْلا

ٌةَلَلاَض ٍةَعْدِب ُّلُكَو اَهُتاَثَدْحُم ِرىُمُلأا

“Amma ba‟du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid‟ah) dan

setiap bid‟ah adalah sesat.”(HR. Muslim no. 867)

(65)

dituntunkan oleh Rasulullah saw tersebut. Dan juga kenduri itu adalah tradisi agama pra islam yaitu Hindu dan Budha. Sehingga haram dan bid‟ah untuk dilakukan karena tidak sesuai dengan tradisi dan ajaran agama Islam.

(66)

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian serta pemahaman yang mengacu pada rumusan masalah, dan pembahasan dan analisis tentang Kenduri dalam perspektif kelompok pengajian Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di desa Bringin kec. Bringin, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pandangan kelompok pengajian Majelis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di desa bringin bahwa kegiatan atau ritual yang berlangsung di masyarakat yaitu kenduri adalah hanya tradisi yang dilakukan turun temurun untuk memperingati atau mendoakan orang atau keluarga yang sudah meninggal dan biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh, dan dilanjutkan dilakukan pada hari ke-40, ke-100, kesatu tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Melaksanakan kenduri adalah amalan yang tidak ada dasarnya dalam Al-qur‟an dan Sunnah bahkan Rosulullah tidak pernah mengajarkannya. Dan di masyarakat banyak hal-hal tradisi, kebiasaan yang secara tekstual tidak ada dasarnya tapi dilaksanakan.

Dan kenduri secara fungsi tidak ada karena kenduri yang pahalanya dikirimkan untuk orang yang meninggal. Sedangkan kenduri tidak diajarkan oleh Rasulullah. Sehingga pahala yang akan dikirimkan kepada orang yang meninggal tidak sampai.

(67)

mengajarkannya. Mereka mengambil dasar di dalam al-Qur‟an yaitu surat An-Najm ayat 38-39 dan hadits riwayat Muslim. Maka sebagai umat islam sikap yang harus diambil adalah menjauhi atau meninggalkan perbuatan yang memang tidak pernah dituntunkan oleh Rasulullah saw dan sekaligus memberikan nasehat dengan cara yang ma'ruf (mauidlah hasanah) jangan menjalankan praktek-praktek yang tidak dituntunkan oleh Rasulullah saw tersebut. Dan juga kenduri itu adalah tradisi agama pra islam yaitu Hindu dan Budha. Sehingga tidak sesuai dengan tradisi dan ajaran agama Islam. Majlis Tafsir Al-Qur‟an (MTA) di desa bringin juga menganggap bahwa ritual atau tradisi kenduri yang sudah berlangsung di tengah-tengah masyarakat ini adalah hal yang haram dan bid‟ah untuk dilakukan oleh umat Islam. Lebih baiknya kalau mendoakan orang yang sudah meninggal itu sendiri saja ketika habis melakukan sholat.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka sekiranya penulis

(68)

Sekiranya saran tersebut yang dapat peneliti sampaikan, semoga dapat berkontribusi buat kemajuan dan pemahaman akan kenduri bagi kelompok pengajian Majlis Tafsir Al-Qur‟an di desa bringin.

C.Penutup

Alhamdulillah saya ucapakan kepada Allah SWT, karena hanya

dengan rahmat serta hidayah Nya, peneliti dapat memulai dan menyelesaikan skripsi ini. Peneliti sadah bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini masih banyak sekali kekurangan, maka dari itu dimohon agar selalu memberikan kritik dan saran yang membangun.

Gambar

Table 2

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat penelitian siklus 1, dengan menggunakan lembar observasi IPKG1 dan IPKG2, pengamatan dilakukan oleh Jaelani, S.Pd.SD. sebagai observer yang dilakukan

PT Telkom Akses memiliki karyawan yang terbilang banyak, sebagian dari karyawan tersebut masih memiliki status sebagai karyawan kontrak, kontrak kerja karyawan tersebut

(1) Adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kerja otot atau ligamen, anatar samping satu dengan yang lain, sedangkan hal – hal yang dapat menyebabakan adanya bermacam –

Penelitian lanjutan yang mengkarakterisasi bakteri Pseudomonas perlu dilakukan untuk lebih mengungkapkan ciri spesifik kelompok mikroba ini sebagai agen biokontrol dan

Putri Yasodharā sebagai satu-satunya orang yang mendampingi Bodhisatta pada kehidupan terakhirnya, sebagai salah satu pendamping Bodhisatta dalam banyak sekali kehidupan lampau

Adhitya Mandiri Pratama berkomitmen untuk terus mendukung segala kebutuhan solusi jar- ingan data di Indonesia melalui team support yang sangat handal dan produk jaminan terbaik

Jawab : Seleksi merupakan suatu proses yang diadakan untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dan berkompeten sesuai kebutuhan perusahaan sedangkan penempatan karyawan dapat

Dalam hal ini, semakin besar ukuran cache , maka jumlah line yang tersedia pada cache tersebut untuk menampung block yang disalin dari main memory semakin