• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PENDIDIKAN ENTREPRENEURSHIP DI PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Salaf Al Ittihad Poncol dan Pondok Pesantren Modern Bina Insani Susukan Kabupaten Semarang) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MODEL PENDIDIKAN ENTREPRENEURSHIP DI PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Salaf Al Ittihad Poncol dan Pondok Pesantren Modern Bina Insani Susukan Kabupaten Semarang) - Test Repository"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

1 LAPORAN PENELITIAN

MODEL PENDIDIKAN

ENTREPRENEURSHIP

DI PESANTREN

(Studi Kasus di Pondok Pesantren Salaf Al Ittihad Poncol dan Pondok Pesantren Modern Bina Insani Susukan Kabupaten Semarang)

Disusun oleh:

Dr. Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd Ruwandi, S.Pd., MA

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

(2)

2 KATA PENGANTAR

ميحرلا نحمرلا الله مسب

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu perkenankanlah kami menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Dr. Adang Kuswaya, M.Ag selaku Kepala LP2M IAIN Salatiga 3. Bapak Dr. Agus Waluyo, M.Ag selaku konsultan penelitian

4. Bapak KH.Munzaini, selaku Pengasuh PP Bina Insani Susukan Kabupaten Semarang

5. Bapak Ustadz Chusni Mubarok, selaku pengurus PP al Ittihad Poncol

6. Seluruh informan yang telah memberikan informasi dan data apa adanya yang kami perlukan dalam rangka kegiatan penelitian ini.

Akhirnya, kami berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang mempunyai kepedulian terhadap peningkatan kualitas pendidikan, terutama di Pondok pesantren.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

(3)

3

2. Pendidikan entrepreneurship …………..………….. 10

3. Hasil Belajar ….……… 20

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ……… 25

E. Pemeriksaan Kesahihan Data ………. 26

E. Analisis Data ………. 26

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …….. 28

A. Hasil Penelitian... ...………... 28

1. Profil pesantren ... 28

2. Pendidikan entrepreneurship di pesantren ... 30

B. Pembahasan ... 38

1. Konsep pendidikan entrepreneurship ... 38

2. Pelaksanan pendidikan entrepreneurship ... 45

3. Dampak pendidikan entrepreneurship ... 54

4. Kendala dan solusi ... 55

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Simpulan ... 59

B. Saran ... 60

(4)

4 Abstrak

Pesantren pada umumnya lebih mengutamakan pengajaran materi agama dan akhlak, tetapi mengabaikan keterampilan. Akibatnya, lulusan pesantren seringkali menjadi gagap saat kembali ke masyarakat. Menghadapi keadaan demikian, pendidikan entrepreneurship menjadi salah satu solusi konkrit. Penelitian ini memaparkan upaya pesantren tersebut dalam pendidikan entrepreneurship. Fokus masalah yang dikaji adalah 1) Bagaimana konsep entrepreneurship di pesantren; 2) Bagaimana pelaksanaan pendidikan entrepreneurship?; 3) Bagaimana dampak pendidikan entrepreneurship? 4) Apa problematika dihadapi dan solusi untuk mengatasinya ?

Penelitian ini adalah jenis kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus (case study). Analisis data penelitian menggunakan model interaktif Miles & Huberman.

(5)

5 BAB I

PENDAHULUAN

A. Background

Pendidikan di pesantren umumnya lebih memprioritaskan materi tentang agama dan akhlak namun minus keahlian baik hard skill maupun soft skill. Akibatnya, lulusan pesantren yang jumlahnya cukup signifikan

seringkali menjadi gagap saat terjun ke masyarakat. Sulit mencari kerja dan kalaupun bekerja, mayoritas dari mereka menjadi pekerja tidak professional, seperti menjadi pedagang biasa di pasar-pasar tradisional. Banyak pula alumni pesantren yang menganggur, padahal biaya dan waktu yang mereka habiskan untuk menuntut ilmu di ponpes tidak sedikit. Bisa hingga belasan tahun atau hampir sama dengan mereka yang mengenyam pendidikan formal hingga lulus dari perguruan tinggi. Padahal, seperti yang lain, para santripun akan menghadapi tantangan yang tak kalah kompleksnya di era persaingan global (Ririn Handayani, 2013:2).

Menghadapi keadaan demikian, pendidikan entrepreneurship menjadi salah satu langkah konkrit untuk lebih memberdayakan pesantren. Selain semangat kemandirian yang sudah menjadi ciri khasnya, penting pula mengajarkan berbagai keahlian dan semangat kewirausahaan kepada para santri agar kelak setelah lulus mereka dapat meneruskan hidup dengan bekerja secara profesional. Dengan demikian, pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama, namun para santri juga dibekali berbagai hard skill dan soft skill, semangat entrepreneurship, dan kecakapan teknologi informasi yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat modern.

(6)

6 arus tantangan modernitas yang ada. Sementara itu, Pondok Pesantren Bina Insani Susukan dan Pondok Pesantren Al Ittihad Poncol Kabupaen Semarang merupakan salah pesantren yang sampai sekarang masih eksis.

Penelitian ini memaparkan tentang upaya pesantren tersebut dalam pendidikan entrepreneurship kepada para santri.

B. Objectives

Ada beberapa fokus masalah yang dikaji melalui penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana konsep entrepreneurship (kewirausahaan) yang dikembangkan

di pesantren Bina Insani Susukan dan Ponpes Al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang

2. Apa bentuk kegiatan di pesantren yang menopang penanaman nilai entrepreneurship bagi para santri ?

3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan entrepreneurship di pesantren Bina Insani Susukan dan Al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang?

4. Bagaimana dampak pendidikan entrepreneurship di pesantren terhadap performa para santri, lulusan dan masyarakat ?

5. Apa problematika yang dihadapi pesantren dalam pendidikan entrepreneurship ? Bagaimana solusi untuk mengatasinya ?

C. Significance

1. Bagi IAIN

Bagi IAIN Salatiga, hasil penelitian ini merupakan informasi yang sangat berharga bagi upaya pengembangan program pengabdian kepada masyarakat. Pondok pesantren merupakan salah satu lahan program pengabdian IAIN Salatiga (LP2M), yaitu melalui pembinaan pondok pesantren agar eksistensinya tetap kokoh di tengah arus perubahan global yang sangat cepat. Tema entrepreneurship mungkin dapat ditawarkan IAIN Salatiga ke berbagai pondok pesantren di wilayah Salatiga dan sekitarnya untuk memenuhi maksud tersebut di atas.

2. Bagi Pondok Pesantren

(7)

7 nilai entrepreneurship bagi santri merupakan kebutuhan dalam rangka mempersiapkan santri memasuki kehidupan yang semakin kompleks di hari kemudian. Internalisasi nilai-nilai tersebut penting agar para santri mampu menghadapi berbagai masalah dalam rangka melaksanakan misi dakwah dan kehidupannya.

3. Bagi Kementerian Agama

Bagi Kementerian Agama, hasil penelitian ini berguna untuk mengetahui dinamika pondok pesantren di daerah-daerah seluruh Nusantara. Informasi tersebut kemudian dapat dijadikan sebagai konsideran untuk menentukan kebutuhan pembinaan pada masing-masing daerah atau pesantren.

(8)

8 BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori

1. Pondok Pesantren

a) Pengertian dan tujuan

Pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan tradisional yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai dan mempunyai asrama untuk menginap santri. Santri tersebut berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku (Zamakhsyari Dhofier, 1983:18).

Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di samping itu, kata pondok mungkin berasal dari Bahasa Arab funduq yang berarti asrama atau hotel.

Diantara tujuan dan fungsi pesantren adalah sebagai lembaga penyebaran agama Islam adalah, agar ditempat tersebut dan sekitar dapat dipengaruhi sedemikian rupa, sehingga yang sebelumnya tidak atau belum pernah menerima agama Islam dapat berubah menerimanya bahkan menjadi pemeluk-pemeluk agama Islam yang taat. Sedangkan pesantren sebagai tempat mempelajari agama Islam adalah, karena memang aktifitas yang pertama dan utama dari sebuah pesantren diperuntukkan mempelajari dan mendalami ilmu pengetahuan agama Islam (Rusli, 2010:4).

(9)

9 Elemen dasar pondok meliputi : 1) pondok; 2) masjid; 3) pengajaran kitab klasik; 4) santri; 5) kyai. Masing-masing elemen dapat diuraikan secara singkat pada paparan di bawah ini.

Pondok merupakan asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya (santri) tinggal bersama di bawah bimbingan seorang para guru yang dikenal dengan Kyai (Zamakhsyari Dhofier, 1983:49). Keberadaan masjid tidak dapat dipisahkan dengan pesantren dan merupakan tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam melaksanakan ibadah sholat lima waktu, khotbah dan salat Jumat dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Menurut Zamakhsyari Dhofir (1983:49), kedudukan masjid sebagai sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisional.

Pengajaran kitab klasik diberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren yaitu mendidik calon-calon ulama yang setia terhadap paham Islam tradisional. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik oleh pengasuh pondok (Kyai) atau ustaz biasanya menggunakan sistem sorogan, wetonan, dan bandongan. Adapun kitab-kitab Islam klasik yang diajarkan di pesantren, menurut Zamakhsyari Dhofir (1983:50), dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok, yaitu: 1) Nahwu dan Sharaf; 2) Fiqih; 3) Ushul Fiqh; 4) Hadits; 5) Tafsir; 6) Tauhid; 7) Tasawuf dan Etika; 8) Cabang-cabang lain seperti Tarikh dan Balaghah.

Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar mendalami agama di pesantren. Biasanya para santri ini tinggal di pondok atau asrama pesantren yang telah disediakan, namun ada pula santri yang tidak tinggal di tempat yang telah disediakan tersebut yang biasa disebut dengan santri kalong sebagaimana yang telah penulis kemukakan pada pembahasan di depan.

(10)

10 dituahkan. Namun pengertian paling luas di Indonesia, sebutan Kyai dimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yang sebagai muslim terhormat telah membaktikan hidupnya untuk Allah SWT serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran serta pandangan Islam melalui pendidikan.

c) Tipologi

Seiring perkembangan zaman, serta tuntutan masyarakat atas kebutuhan pendidikan Umum, kini banyak pesantren yang menyediakan menu pendidikan umum dalam pesantren. kemudian muncul istilah pesantren salaf dan pesantren khalaf, pesantren salaf adalah pesantren yang murni mengajarkan materi keagamaan, sedangkan pesantren khalaf menggunakan sistem pengajaran modern dan kurikulum pemerintah (Rusli, 2010:7).

d) Prinsip-prinsip pendidikan

Menurut Nurcholis Madjid (dalam Nata 2001:113), prinsip yang melekat pada pendidikan pesantren, yaitu : 1) teosentrik; 2) ikhlas dalam pengabdian; 3) kesederhanaan; 4) kolektifitas (barakatul

jama’ah); 5) mengatur kegiatan bersama; 6) kebebasan terpimpin; 7)

kemandirian; 8) tempat menuntut ilmu dan mengabdi; 9) mengamalkan ajaran agama; 10) belajar di pesantren tidak mencari ijazah; 11) kepatuhan mutlak kepada kyai.

e) Pola Hubungan Kyai dan santri

Pola relasi kyai – santri di pesantren dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu : 1) hubungan guru dan murid; 2) hubungan orang tua anak; dan 3) hubungan patron client.

(11)

11 santri selalu berusaha untuk taat kepada kyai agar ilmunya bermanfaat dan menghindarkan diri dari sikap yang mengundang kutukan kyai.

Dhofier (1980:82) berpendapat bahwa, dalam tradisi pesantren, rasa hormat dan kepatuhan santri kepada kyai bersifat mutlak dan tidak boleh putus, berlaku seumur hidup si murid. Melupakan kyai dianggap sebagai suatu aib besar karena dianggap akan menghilangkan barakah kyai, ilmunya tidak bermanfaat. Menurut Nurkholis Madjid (1997:24), relasi kyai dan santri tersebut salah satunya dipengaruhi oleh kajian terhadap kitab ta’lim muta’alim karya Al Zarnuji. Menurut Horikhosi, yang mendasari kekuatan kyai adalah kredibilitas moral dan kemampuan mempertahankan pranata sosial. Ahmad Tafsir menambahkan bahwa kewibawaan kyai juga bersumber dari kemampuan supra rasional yang dimilikinya, walaupun sebenarnya sulit dibuktikan kebenarannya namun kepercayaan masyarakat akan hal tersebut sangat besar.

Relasi kyai dan santri, menurut Galba (2004:63) tidak hanya sebatas hubungan guru – murid, akan tetapi lebih dari itu yaitu hubungan orang tua dan anak. Peranan kyai sebagai orangtua, kyai merupakan tempat dimana santri mengadu, terutama jika santri mempunyai masalah yang tidak dapat dipecahkan sendiri (Galba, 2004:64).

(12)

12 penghormatan santri ke kyai yang cenderung bersifat kultus individu; 3) hubungan patron tersebar menyeluruh, fleksibel dan tanpa batas kurun waktunya. Hal ini dimungkinkan karena asosialisasi nilai ketika menjadi santri berjalan bertahun-tahun.

2. Pendidikan entrepreneurship

a. Pengertian dan nilai entrepreneurship

Entrpreneurship, menurut Kauffman didefinisikan sebagai : “..the transformation of an innovation into a sustainable enterprise that generates value … entrepreneurship merge the visionary and the pragmatic...”. Babson mendefinisikan entrepreneurship : “..is a way of thinking and acting tha is opportunity obsessed holistic in approach

and leadership balanced; sedangkan pendidikan entrepreneurship diartikan : “…is the exposure to and understanding of the skill, knowledge and process of innovation and new venture creation

(Jeane, 2010:22). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa entrepreneurship adalah cara berpikir dan bertindak kreatif dan inovatif dengan senantiasa melihat peluang secara menyeluruh yang dikelola dengan pendekatan kepemimpinan visioner yang seimbang.

Menurut Novan (2012:39), ada nilai keunggulan pribadi yang dimiliki oleh seorang entrepreneurship, yaitu : 1) percaya diri; 2) orisinalitas; 3) berorientasi pada manusia; 4) berorientasi hasil kerja; 5) berorientasi masa depan; 6) berani mengambil resiko. Cerminan nilai-nilai keunggulan pribadi tersebut mewujud dalam perilaku sebagai berikut.

No Nilai entrepreneurship Cerminan perilaku 1 Percaya diri Yakin dan Optimis

Mandiri

Kepemimpinan dan dinamis

2 Orisinalitas Kreatif

Inovatif

Insiatif / proaktif

(13)

13 Responsif terhadap saran dan kritik

4 Berorientasi hasil kerja Ingin berprestasi Teguh pendirian Tekun

Bekerja keras Penuh semangat 5 Berorientasi masa depan Memiliki visi / cita-cita

Ada upaya mencapai cita-cita Melakukan investasi

6 Berani mengambil resiko Berani mencoba hal baru Tidak takut gagal

Dapat belajar dari kegagalan

Menurut Scarborough (Novan,2012:45), karakter seorang entrepreneurship yang berhasil adalah: 1) proaktif, punya inisiatif,

tegas; 2) berorientasi pada prestasi; 3) komitmen kepada orang lain; 4) bertanggung jawab; 5) lebih memilih resiko moderat; 6) percaya diri; 7) selalu menghendaki umpan balik; 8) berorientasi ke depan; 9) semangat kerja keras; 10) mampu memanaj; 11) selalu menilai prestasi dengan uang. Sedangkan menurut Pearce (Winardi, 2004:40),, ciri-ciri entrepreneurship yang berhasil adalah : 1) komitmen dan determinasi yang tiada batas; 2) dorongan atau rangsangan kuat untuk mencapai prestasi; 3) orientasi ke arah peluang-peluang serta tujuan; 4) lokus pengendalian internal; 5) toleransi terhadap ambiguitas; 6) keterampilan dalam menerima resiko; 7) kurang dirasakan akan status dan kekuasaan; 8) kemampuan untuk memecahkan masalah; 9) kebutuhan tinggi untuk mendapatkan umpan balik; 10) kemampuan untuk menghadapi kegagalan secara efektif.

Dari beberapa paparan tersebut, nilai-nilai entrepreneurship dapat diringkas sebagai berikut.

No Nilai entrepreneurship Indikator 1 Percaya diri Keyakinan, kemandirian,

individualitas, optimis 2 Berorientasi tugas dan hasil Kebutuhan akan prestasi,

(14)

14 tekun dan tabah, kerja keras, energik, berinisiatif

3 Pengambilan resiko Berani mengambil resiko Menyukai tantangan 4 Kepemimpinan Bertingkah laku sebagai

pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain, suka terhadap saran kritik yang membangun

5 Keorisinal Inovatif

Kreativitas tinggi Fleksibel

Berjejaring

6 Berorientasi ke depan Memiliki cara pandang ke depan

7 Jujur dan tekun Memiliki keyakinan bahwa hidup itu kerja,

Bekerja itu ibaah

b. Model pendidikan entrepreneurship

Menurut Anita (2012:7), pendidikan entrepreneurship di sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai cara, yaitu : 1) terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran; 2) terpadu dalam kegiatan ekstrakurikuler; 3) melalui pengembangan diri; 4) perubahan pelaksanaan dari teori ke praktik; 5) pengintegrasian ke dalam bahan ajar; 6) pengintegrasian melalui kultur sekolah; 7) pengitegrasian melalui muatan lokal. Masing-masing model pendidikan entrepreneuship dapat diuraikan sebagai berikut.

1) Terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran

(15)

15 Kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, dapat juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dalam perilaku keseharian. Langkah ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran di seluruh mata pelajaran melalui metode pembelajaran maupun melalui sistem penilaian.

Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan, silabus dan RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun silabus yang terintegrsi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan mengadaptasi silabus yang telah ada dengan menambahkan satu kolom dalam silabus untuk mewadahi nilai-nilai kewirausahaan yang akan diintegrasikan. Sedangkan cara menyususn RPP yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi RPP yang sudah ada dengan menambahkan pada materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.

Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dalam silabus dan RPP dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:

(a) Mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan sudah tercakup didalamnya.

(b) Mencantumkan nilai-nilai kewirausahaan yang sudah tercantum di dalam SKdan KD kedalam silabus.

(16)

16 melakukan integrasi nilai dan menunjukkannya dalam

perilaku.

(d) Memasukan langkah pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-nilai kewirausahaan ke dalam RPP.

2) Terpadu dalam kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

3) Melalui pengembangan diri

Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan karakter termasuk karakter wirausaha dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler. Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan „business day‟ (bazar, karya peserta didik, dll).

4) Perubahan pelaksanaan pembelajaran dari teori ke praktik

(17)

17 yang lebih besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan pemahaman konsep. Dalam struktur kurikulum SMA, pada mata pelajaran ekonomi ada beberapa Kompetensi Dasar yang terkait langsung dengan pengembangan pendidikan kewirausahaan. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai kewirausahaan, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Salah satu contoh model pembelajaran kewirausahaan yang mampu menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara mendirikan kantin kejujuran, dsb.

5) Pengintegrasian ke dalam bahan/buku ajar

Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan semata-mata mengikuti urutan penyajian dan kegiatan-kegiatan pembelajaran (task) yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang berarti. Penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.

6) Melalui kutur sekolah

(18)

18 berwirausaha di lingkungan sekolah (seluruh warga sekolah melakukan aktivitas berwirausaha di lngkungan sekolah).

7) Melalui muatan lokal

Mata pelajaran ini memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran muatan lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life skill) sebagai bekal dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Contoh anak yang berada di ingkungan sekitar pantai, harus bisa menangkap potensi lokal sebagai peluang untuk mengelola menjadi produk yang memiliki nilai tambah, yang kemudian diharapkan anak mampu menjual dalam rangka untuk memperoleh pendapatan.

c. Proses pendidikan entrepreneurship

Cope dan Watt menyatakan bahwa kejadian kritis (critical-incident) yang dialami wirausaha dalam kegiatan usahanya sehari-hari

mengandung muatan emosional yang sangat tinggi dan pembelajaran tingkat tinggi. Cope dan Watt menekankan pentingnya pembimbingan (mentoring) untuk mengintepretasikan kejadian kritis yang dihadapi

(19)

19 dalam model dinamis pembelajaran wirausaha, bahwa kegagalan dan keberhasilan wirausaha akan memperkaya dan memperbaharui stock of knowledge serta sikap wirausaha sehingga ia menjadi lebih mampu

dalam berwirausaha (Anita,2012:12).

Materi keterampilan yang diajarkan dalam pendidikan kewirausahaan meliputi: 1) fakta versus mitos menentang entrepreneurship; 2) menguji realitas; 3) kreativitas; 4) toleransi ambiguitas serta sikap-sikap; 5) mengidentifikasi peluang; 6) menilai usaha; 7) tindakan mendirikan usaha; 8) strategi usaha; 9) menilai karier; 10) penilaian lingkungan; 11) penilaian etikal; 12) menyelesaikan transaksi; 13) berjejaring; 14) memanen (Winardi, 2004:197).

Sementara itu, agar para peserta didik betah dalam mengikuti pendidikan kewirausahaan, beberapa hal yang dapat dilakukan adalah : 1) menghargai keseimbangan antara bekerja dan hidup; 2) kesadaran tujuan perusahaan; 3) menikmati pekerjaannya; 4) menerima keragaman; 5) Integritas : jujur dan bangga; 6) manajemen partisipatif; 7) lingkungan belajar (Zimmerer&Scorborough, 2009:436).

d. Kendala-kendala entrepreneurship

(20)

20 a. Pengertian

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang terjadi pada individu setelah menjalani proses belajar (Djamarah,1994:23) Siswa yang telah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan mental yang lebih baik, sementara dari sisi guru berupa selesainya materi bahan ajar.

b. Bentuk-bentuk

Menurut Gagne, ada lima bentuk hasil belajar, yaitu keterampilan intelektual, kemampuan kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik dan sikap, nilai. Sementara itu menurut Bloom, hasil belajar pada individu berupa perubahan dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik (dalam Dimyati, 2006:206).

B. Penelitian yang relevan

Beberapa penelitian tentang pendidikan kewirausahaan di pesantren dapat dilihat pada uraian berikut.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Inayatul Khusna (2011) dari UIN Sunan Ampel Surabaya tentang Pesantren dan Entrepreneurship : Upaya Pesantren Riyadhul Jannah Pacet Mojokerto dalam pembentukan jiwa entrepreneurship santrinya menyimpulkanadanya upanya dan bentuk konkret pesantren riyadhul jannah dalam pembentukan jiwa entreprenuership.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ferawati (2016) dari STAIN Kudus tentang Entrepreneurship santri di Pondok Pesantren entrepreneur al-Mawaddah Honggosoco Jekulo Kudus (Studi living Qur‟an) menyimpulkan bahwa implementasi al-Qur‟an surat Ali Imran ayat 110 di Pondok Pesantren Entrepreneur Al-Mawaddah Honggosoco Jekulo Kudus adalah santri melakukan aktivitas atas dasar ibadah dan semangat meraih masa depan yang cerah

(21)

21 Berbasis Entrepreneurship (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Isti‟anah Plangitan Pati) menyimpulkan bahwa konsep inovasi hidden curriculum pada pesantren berbasis entrepreneurship merupakan gambaran tentang pembaharuan yang terjadi dalam kurikulum tersembunyi pada pesantren yang menanamkan dan melaksanakan pendidikan entrepreneurship.

(22)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

Ontology penelitian ini berkaitan dengan model pendidikan entrepreneurship pada dua buah pesantren yang masing-masing mewakili dua buah cluster yakni pesantren salaf dan pesantren khalaf untuk kemudian menganalisis karakteristik dan perbedaannya dalam mengembangkan pendidikan entrepreneurship pada masing-masing institusinya. Dalam sub bab ini akan diuraikan tentang paradigma penelitian, jenis penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data, keabsahan data, dan analisis data.

1. Paradigma Penelitian

Sebagaimana uraian di atas penelitian ini hendak mengkaji dan mendiskripsikan model pendidikan entrepreneurship pada dua buah pondok pesantren salaf dan khalaf. Sesuai dengan karakteristik informasi yang kan diperoleh maka penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif dengan menggunakan pendekatan induktif-refleksif dalam perspektif edu-preneurship khusunya pada pondok pesantren yang masing-masing mewakili pondok salaf dan yang lain mewakili pondok pesantren khalaf.

Terdapat banyak makna penelitian kualitatif, tetapi satu hal yang disepakati oleh banyak pihak menurut Sharan B. Merriam & Elisabeth J. Tisdell (2016: 27) adalah ‘’… the notion ofinquiring into, or investigating something in a systematic manner…’’

Menurut Yin (2010:7-8) terdapat lima karakteristik penelitian kualitatif yaitu : a) studying the meaning of people’s lives, under real-world conditions; b) representing the views and perspectives of the people (labeled

throughoutthis book, as the participants) in a study; c) covering the

contextual conditions within which people live; d) contributing insights into

existing or emerging concepts that may help toexplain human social

behavior; and; e) striving to use multiple sources of evidence rather than

relying on a singlesource alone.

(23)

23 Penelitian ini bermaksud mengkaji dan mendeskripsikan model entrepreneurship pada dua pesantren; yang pertama model entrepreneurship

yang mewakili pesantren salaf di Al Ittihad Poncol dan yang kedua mewakili pesantren khalaf yakni pesantren modern Bina Insani Susukan Kabupaten Semarang. Mengingat sampel penelitian ini adalah dua pesantren salaf dan modern, maka hasilnya bersifat kasuistis dan transferrable bukan generalizable. Temuan yang diperoleh dari dua sampel masing-masing akan

dibandingkan untuk menemukan model pada kedua pesantren tersebut. Oleh karena cakupan wilayah penelitiannya yang terbatas, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah studi kasus (case study). Studi kasus juga relevan untuk mendiskripsikan fenomena-fenomena tersebut secara ekstensif dan mendalam.

3. Subyek Penelitian

Untuk memperoleh gambaran yang memadail tentang model pesantren di dua lokasi tersebut, peneliti melibatkan beberapa informan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dalam melahirkan dan mengembangkan pendidikan entrepreneurship di kedua pontren tersebut. Key informan yang diharapkan menjadi sumber informasi dalam penelitian ini antara lain : pimpinan pondok pesantren, pengurus pondok, santri, pengelola unit usaha di pesantren, dan karyawan

4. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

(24)

24 perangkat fisik atau kultur yakni peralatan teknologi, alat instrument, pekerjaan seni, dan sebagainya.

Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Instrumen pengumpul data yang digunakan berupa pedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman studi dokumen.

5. Pemeriksaan kesahihan data

Moleong (2015: 324 – 326) menegaskan empat pilar untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data tersebut dengan istilah derajad kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability).

Dalam penelitian ini, peneliti lebih menekankan pada pemeriksaan kredibilitas (kepercayaan) data. Teknik yang digunakan untuk pengecekan derajat kredibilitas data dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan metode, ketekunan pengamatan, perpanjangan keikutsertaan, dan pemeriksaan sejawat melalui diskusi.

6. Analisis Data

(25)

25 Gambar 2: KomponenAnalisis Data Model Interaktif

(26)

26 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian

1. Profil Pesantren

a) Pesantren Bina Insani Susukan Kabupaten Semarang

Pondok pesantren Bina Insani resmi berdiri pada tanggal 14 April 2002 di bawah naungan yayasan pendidikan Islam Haji Achmad Khamim. Pondok Pesantren Bina Insani berdiri sebagai lembaga pendidikan Islam non formal yang muncul sebagai lembaga pendidikan non profit (tidak mencari keuntungan). Walaupun dengan komitmen yang semacam itu Pondok pesantren Bina Insani tetap berusaha mengupayakan pendidikan yang berkualitas tetapi terarah dengan biaya yang ringan.

Tujuan didirikanya pondok pesantren ini adalah untuk membangun, mengarahkan dan mencetak insan seutuhnya, sebagai calon ilmuwan dan ulama‟ yang mempunyai pengetahuan agama dan umum secara seimbang melalui pendidikan terpadu antara pendidikan umum kepesantrenan, ketrampilan serta penanaman akhlaq Islami. Pendidikan di Pondok Pesantren Moderen Bina Insani memadukan sistem pendidikan tradisional dan moderen dengan spesialisasi yang jelas dan terarah.

Pondok Pesantren Moderen Bina Insani menempati tanah seluas 7025 m2, terletak di Dukuh Baran, Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. Pondok pesantren ini di kelilingi beberapa dusun sebagai yaitu sebelah barat: Dusun Ketapang; sebelah timur: Dusun Karang Tengah dan Dusun Sarimulyo. sebelah Utara : persawahan penduduk dan bengkok lurah; dan sebelah selatan: Dusun Kuangan.

(27)

27 Visi pesantren Bina Insani adalah mewujudkan insan yang beriman, berbudaya, berilmu dan berprestasi; sedangkan misi pesantren adalah 1) mengkaji, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang komprehensif dan rahmatan lil ‘alamin; 2) menyelenggarakan sistem pendidikan efektif, kompetitis, inovatif dan dinamis, denga berorientasi pada masyarakat; 3) mengupayakan pengadaan, pemanfaatan dan pemeliharaan fasilitas pendidikan secara optimal; 4) melaksanakan kegiatan pencapaian ketuntasan kompetensi kelulusan baik pengetahuan, ketrampilan, sikap dan prilaku; 5) melaksanakan managemen berbasis sekolah secara mantap; 6) mengupayakan pengembangan pembiayaan untuk mendukung kegiatan persekolahan secara menyeluruh; 7) melaksanakan penelitian secara menyeluruh dan berkesinambungan untuk mendapatkan hasil yang sebenarnya (Rahman, 2012:2).

b) Pesantren Al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang

Pondok Pesantren Al-Ittihad didirikan tahun 1893 M/1310 H oleh KH Misbah pada tahun, lahir di desa Gogodalem Bringin Kabupaten Semarang. Beliau ahli ilmu syari‟at, beliau merasa bertanggung jawab untuk

nasyrul ‘ilmi waddin”. Pesantren ini didirikan untuk mengemban misi

dakwah bagi masyarakat dan mengajarkan santri ilmu agama Islam. 2. Pendidikan Entrepreneurship di pesantren

a. Konsep pendidikan kewirausahaan Menurut Z:

“… memang kenyataannya banyak anak-anak lulusan pesantren setelah lulus tidak memiliki keterampilan kerja dan hal itu menjadi beban masyarakat, tidak hanya itu anak lulusan SMA pun juga mengalami masalah yang sama, anak-anak SMA gengsi bekerja seperti orang tuanya… berangkat dari situlah, kita merancang keterampilan untuk anak-anak teknologi tepat guna….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15)

Z melanjutkan:

(28)

28 LSM ada pak Muzayinul Arif (Ketapang, aktivis WALHI) sama pak Musthofa (LSM Qaryah Thoyibah), waktu itu Qaryah Thoyibah belum ada, kita beriringan yang mengilhami sama-sama pak Muntaha, jabatan terakhir beliau pembantu rektor 1 PTIQ, rumahnya Cebongan, tahun 1999 (merintisnya) ….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15)

F2 selaku santri PP Bina Insani menuturkan:

“…saya mengikuti kegiatan kewirausahaan ini karena biar bisa mengembangkan bakat dan memiliki bekal keterampilan besok kalau sudah lulus dari pesantren ini….saya besok ingin jadi pengusaha….” (Wwcr dengan F2, tanggal 22 November 2017 pukul 13.30 – 14.30) Sementara itu, Ch salah seorang pengurus pondok pesantren Al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang menuturkan:

“…santri kalau lulus dari Madrasah diwajibkan ikut program paket C,

nanti setelah paket C bisa dilanjutkan kuliah….kalau sudah paket C khan terserah santri, mbah Kyai menganjurkan untuk kuliah, ijasah paket C itu bisa serba guna lah, kuliah bisa kerja bisa, tetapi setelah lulus dari Madrasah itu dianjurkan berkhidmah dulu….” (wwcr, 29 November 2017, pukul 12.45 – 14.00).

Hal senada juga disampaikan Df salah seorang santri pesantren Al Ittihad

b. Pelaksanaan pendidikan entrepreneurship

Kegiatan pendidikan kewirausahan di Pondok pesantren Bina Insani kabupaten Semarang, menurut Z:

“… kita membangun berbagai jejaring pak, dengan Qaryah Thayibah kita juga ada, dengan kelompok tani Al Barokah (Susukan, Kabupaten Semarang), yang teknologi dengan Lembaga Riset Muda Indonesia (LRMI) dulu kantor pusatnya di Sala, sekarang di Jakarta pak, kita juga dengan badan ketahanan pangan, untuk mengolah produk bahan-bahan lokal, untuk menjadi berbagai makanan itu yang pertama kita kerja sama dengan badan ketahanan pangan Kabupaten Semarang, kita dengan dinas perikanan dan kelautan Kabupaten Semarang terkait dengan ikan, pembibitan dan beternak lele dan pengolahannya,….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15)

(29)

29 “…kita sama-sama mengembangkan pertanian pak, pengolahan pupuk, Qaryah Thoyibah dan Al Barokah itu khan semacam anaknya gitu mas (anak binaan Qaryah), tapi orang-orangnya di sini khan lebih dekat dengan Al Barokah, yang mengembangkan padi organik,…termasuk pembuatan pupuk, pengolahan sampah-sampah menjadi pupuk cair, pupuk padat, tamanisasi, untuk meresapkan air, biar struktur tanah tetap terjaga, lebih pada bentuk-bentuk kerja sama pertanian,….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15).

Z melanjutkan penuturannya:

“… di bidang teknologi pengolahan sampah, sekarang ini pengolahan air, ini yang mau kita garap untuk menjadi obat, menjadi BBM, untuk menjadi stimulan tumbuhnya, semacam perangsang tumbuhnya tanaman, kalau disiram pakai air itu cepet tumbuh, cepet berbuah, semacam minuman berenergi, bisa untuk obat, semacam oxy bahkan lebih dari itu, kalau di Jakarta 1 galon Rp.500.000,-- ini belum on tapi alatnya sudah dipasang. Kemarin sudah datang ke sini, tetapi tenaganya, kita ingin yang datang ke sini beliaunya. Kita dengan LRMI mulai dari kompor sampah, listrik tenaga santri (santri yang melanggar peraturan dihukum memutar kumparan listrik nanti energinya disimpan, seperti accu kering), sampah menjadi BBM, sekarang ini pengolahan

air,….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15)

Terkait jenis usaha di pesantren Z menambahkan:

“…kita bengkelpun juga punya pak, pertanian, peternakan, budidaya lele itu, boga juga iya, selama ini memang belum saya promosikan pak untuk secara khusus tentang kewirausahaan, baru ini rencana kita desain….kalau yang kemarin itu khan baru setengah hati…untuk tahun ini kita sudah merumuskan kecerdasan majmuk, bahwa pada prinsipnya anak punya keunggulan-keunggulan tertentu dan saat ini kita petakan, pondok SSB, pondok tahfidz, pondok kitab kuning, pondok bahasa, pondok seni, pondok keterampilan ada enam yang saat ini kita unggulan, ini baru mau kita desain dan promosikan…awalnya tahfidz sama bahasa, namun target-targetnya kemarin itu belum terumuskan secara jelas….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15)

“…kita memang ada program unggulan, banyak hal yang kita dispensasikan, paling tidak tiga kali untuk anak-anak yang unggulan, kalau yang tidak unggulan masuk diekstrakurikuler, di muatan lokal. karena berbenturan juga dengan kegiatan sekolah dan pondok yang

sangat padat jadwalnya,….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017

(30)

30 “…ya mereka ikut ekstra kurikuler kewiarusahaan sifatnya pilihan, kita seleksi, kita batasi, kalau tidak dibatasi ngebyuk, satu angkatan 10 – 15,…peminatnya ya lumayan banyak, tapi akhirnya ikutnya yang ke regular, kalau unggulan itu khan sampai produksi sampai pasar… seminggu tiga kali itu hari.. minggu, jumat, rabu…mereka mulainya setelah KBM, jam 1 – 2.30, setelah KBM langsung ke lokasi, di sana sudah siap tenaga pendampingnya,… pendampingnya dari luar, …dari dalam juga ada sebagai pamongnya….untuk rekrutmennya…itu kita serahkan kepada gurunya pak, yang penting kesungguhannya. Memang anak itu punya kretivitas, punya aide-ide kreatif, tapi bisa berkembang , karena tuntutan di boga kita karya-karya inovasi pak, ketika kita ikut lomba tingkat nasional bagaimana dulu produknya, sekarang produknya apa, harus beda… jadi kita memang unjuk kreasi-kreasi yang harus kita tunjukkan, kalau kita yang kita unggulkan karya boga itu khan bahannya dari singkong, kita yang sudah sampai tingkat nasional itu

yang singkong…untuk pembiayaannya…biaya include di SPP, kita

juga ada uang tahunan dan kita kebetulan dapat blockgrant, dari kemendikbud dari direktorat itu satu tahun Rp.30.000.000,-- block

grant pengembangan keterampilan….sifatnya mengajukan, kita masuk

sekolah alternatif, sekolah yang punya ciri khusus, di SBP juga ada (sekolah berbasis pesantren) kita menguatkan di sekolah alternatif , kita sudah lima tahun berjalan program tersebut berkelanjutan , itu ada program pertama, program kedua, program ketiga dan itu harus inovatif….pak Fauzan yang SBP dan kita tidak boleh menerima dua grant dalam satu tahun, pernah kita satu tahun terima dua tapi konangan pak, ya go nasionalnya kita lebih dulu yang sekolah alternatif, diknas, ya sama sebenarnya, tapi saya satu lewat sekolah berbasis pesantren dan satu lewat sekolah alternatif. Sekolah alternatif itu pengembangan dari sekolah terbuka, akhirnya yang SBP kita dicoret… SBP kita programnya dalam…ada juga program keterampilan, ini khan tahun ketiga…itu program pembinaan dari UIN Jakarta, Kemendikbud dan kemenag untuk SBP. kalau sekolah alternatif itu dari kemendikbud

saja…pembiayaan pelatihnya yang program ekskul maka anggarannya

dari pembimbing ekstra,namun yang program unggulan itu kita biayai dari RKAKS, yang boga itu ada perputaran modal, sehingga anggarannya bisa tidak minus (kurang), kalau untuk menjahit itu kesulitannya pemasarannya, sulit untuk dijual, dulu ada menjahit namun karena perputaran modalnya kurang cepat akhirnya sekolah harus mensupport terus, kalau yang boga ini kita sempat beli tanah juga pak, sekitar Rp.700.000.000,- ini sudah tahun yang keenam,…” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15)

(31)

31 produk-produk inovatif pak, produk kita dibandingkan dengan produk di masyarakat ada nilai lebihnya, kalau makanan lain hanya mengenyangkan, kalau punya kita bisa menjadi obat karena kita ditatar untuk inovasi , kita sempat juga singkong itu semuanya laku, mulai dari kulitnya sampai berbagai jenis makanan dengan olah teknologi, kalau dihitung itu pernah lebih dari 100 jenis olahan makanan, kadang kita bikin momen lalu membuat makanan siapa membuat apa yang bahan

bakunya dari singkong….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul

13.30 – 14.15)

“…bedanya dengan program unggulan, program unggulan lebih intens, lebih penuh; sementara kalau ekstrakurikuler hanya sebagai sampingan. program unggulan kegiatannya seminggu empat kali….” (Wwcr dengan F2, tanggal 22 November 2017 pukul 13.30 – 14.30)

Menurut F2, salah seorang santri PP Bina Insani:

“…tugas yang dilakukan dalam kewirausahaan adalah memberi makan ikan dan membersihkan kolam ikan…mengikuti kegitan lewat jalur ekstra kurikuler, pelaksanaannya Sabtu, jam 15.00 – 16.00….” (Wwcr dengan F2, tanggal 22 November 2017 pukul 13.30 – 14.30)

Sementara itu, menurut Ch salah seorang pengurus Pondok Pesantren Al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang:

“…kalau di pesantren salafi, keterampilan kerja itu ngabdi dalem, habis sekolah terus ikut ndalem, kalau ndalem ada kerjaan cari kayu maka cari kayu, ke hutan, nanti kalau pak Kyai nyuruh apa..itu khan

keterampilan kerja…yang keterampilan sama pengabdian, kerja di

ndalem itu khan macam-macam, kalau p Kyai Fatchur itu ada ternak kambing, ternak lele, itu khan santri yang nangani, terus sawah…tetapi memang pak Kyai atau pengurus ada niatan itu, jadi mereka ngabdi sekaligus latihan kerja….” (Wwcr, dengan Ch tanggal 29 November 2017, pukul 12.45 – 14.00)

“…kalau mengabdi itu sendiri-sendiri, kalau sudah lulus baru wajib

mengabdi…saya ikut kyai Nur Kholis, jadi selama saya mondok di

madrasah sampai sekarang ya saya di tempat pak Kyai itu, nanti setelah lulus ada kewajiban mengabdi di pondok….” (Wwcr, dengan Ch tanggal 29 November 2017, pukul 12.45 – 14.00).

Jadwal kegiatan rutin harian di pondok al Ittihad Poncol adalah: 04.00 – 04.30 : Sholat Subuh

(32)

32

13.00 – 14.30 : Sholat dhuhur, mengaji, bandongan 14.30 – 16.00 : Istirahat

Selain kegiatan rutin harian, ada juga kegiatan rutin mingguan yaitu: Malam Jumat : Yasinan

Jumat Kliwon : Khataman al Quran 30 Juz Habis Isya : Dhiba‟an

Malam Jumat : Silat (Pagar Nusa)

(Sumber : dokumen PP Al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang)

c. Dampak pendidikan entrepreneurship

Menurut Z, pengasuh PP Bina Insani Susukan Kabupaten Semarang: “…pasang surut pak, orang tua khan juga komplek, tidak Cuma keterampilan unsich….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15)

(33)

33

untung dan ruginya,….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul

13.30 – 14.15)

Sementara itu, menurut F2 salah seorang santri PP Bina Insani:

“…pengalaman yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan ini adalah : kedisiplinan, tahu segala hal tentang peternakan lele, dll….“…dampak yang saya rasakan adalah rajin, disiplin, berani menatap masa depan, berani ambil resiko….” (Wwcr dengan F2, tanggal 22 November 2017 pukul 13.30 – 14.30).

Menurut Ch salah seorang pengurus PP Al Ittihad Poncol:

“…beberapa kegiatan di pondok itu misalnya khitobah dimaksudkan

agar santri memiliki rasa percaya diri, khidmat kepada pak kyai membuat santri latihan kerja keras, tekun dan tabah….mengikuti silat santri menjadi suka tantangan,….mereka juga berorganisasi untuk

melatih kepemimpinan,…berkhitmat juga melatih kreatif, inovatif

misalnya ternak lele, disawah, karnaval (akhir sya‟ban) keliling kampung…dan di sini kalau dekorasi pengajian harus bikin sendiri tidak pakai MMT agar santri kreatif…ada juga ta‟ziran membuat santri jujur dan tekun…bentuknya baca al Quran di depan masjid, bersih-bersih komplek pondok dan lain-lain, semua santri wajib ikut kegiatan, penanggung jawab kegiatannya adalah para pengurus komplek pondok….” (Wwcr, dengan Ch tanggal 29 November 2017 pukul 12.45 – 14.00)

d. Kendala dan solusi

Menurut Z, salah seorang pengasuh PP Bina Insani masalah yang muncul dalam pelaksanaana pendidikan kewirusahaan adalah:

(34)

34 mau kita program untuk usaha-usaha dari boga, budi daya dan pengelolaan lele, yang selama ini sudah jalan tapi terganjal untuk yang

memasarkan keluar….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul

13.30 – 14.15)

“…ketika mereka banyak nyambi, usahanya ndak maksimal, mereka kadang juga pingin di akademiknya apa, di sini juga banyak disampiri pekerjaan akhirnya tim yang bekerja juga kurang maksimal….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15)

“…terlalu padatnya jadwal kegiatan anak di pesantren, antara sekolah dan mondok, diniyah sekolah itu terlalu padat…, yang kedua kesempatan untuk keluar, anak untuk mencari bahan sendiri itu memang agak dibatasi oleh pondok, katakanlah kita mau beli singkong, mau beli bumbu-bumbu untuk keluarnya masih dibatasi, santri ndak boleh keluar jauh-jauh,….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15)

Jadwal kegiatan harian di Pondok pesantren Bina Insani sebagai berikut.

Waktu Kegiatan

03.00 – 04.30 Bangun, tahajud, Mandi, sholat Subuh 04.30 – 06.00 Pelajaran, Ngaji pondok

06.00 – 07.00 Mandi, Makan, persiapan sekolah 07.00 – 13.00 Sekolah

13.00 – 14.30 Istirahat 14.30 – 16.00 Diniyah sore

16.00 – 18.00 Tadarus al Qur‟an / mandiri

18.00 – 19.00 Mengaji al Qur‟an dengan Ustadz / Kyai 19.00 – 20.30 Makan, Istirahat

20.30 – 22.00 Diniyah malam 22.00 – 23.00 Mujahadah 23.00 – 03.00 Istirahat

(Sumber : dokumen Pondok Pesantren Bina Insani Susukan)

“…mitra ndak begitu masalah, sebenarnya toko-tokopun sebenarnya siap asalkan rutin, konsisten, nah kelemahan kita itu belum konsisten lemahnya di manajamen itu, di sisi lain kadang bapak ibu guru juga sibuk ngajar, memang wirausaha itu kalau disambi itu hasilnya kurang

maksimal….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 –

(35)

35 Sementara itu F2 menuturkan:

“…masalah yang dihadapi : 1) pengecekan amuba, pakai cairan tertentu karena kalau tidak pas nanti ikannya pada mati; 2) waktu : padatnya jam kegiatan di pondok; 3) pelatihnya sambil kuliah sehingga sering kosong….” (Wwcr dengan F2, tanggal 22 November 2017 pukul 13.30 – 14.30).

Untuk mengatasi masalah tersebut, menurut Z:

“…akhirnya yang belanja itu dari bapak itu….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15)

“…nah ini kita sedang merintis ke arah situ, rumah yang tampak seperti mushalla itu adalah ruang praktik anak, yang disamping nya itu kita mempekerjakan orang di situ, ini baru mau penataan pak, pokoknya pondok kita harus punya income dari hasil usaha…termasuk sampahpun kita terbantu, sekarang itu plastik-plastik itu dikumpulkan dan dijual, tiga minggu laku Rp.300,--ribuan….” (Wwcr, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15)

Masalah yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan di pondok pesantren Al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang antara lain, sebagaimana ditururkan oleh Ch:

“…misalnya begini pak, yang ngabdi ndalem kadang-kadang menyalahgunakan kepercayaan, seperti dia tidak sekolah bilangnya ada tugas ndalem, padahal tidak ada tugas Khitobah, santri dapat jatah petugas khitobah, malah dia ijin pulang…, kadang-kadang semangatnya kurang dalam mengikuti kegiatan..kegiatan qiraah masalahnya adalah bagi mereka yang suaranya ndak bagus, ndak PD…dan lain-lain…kalau silat ndak ada masalah pak…”

Untuk mengatasi masalah tersebut, Ch melanjutkan:

“…solusi kita adalah kita klarifikasi ke pak Kyai apakah benar si anak tersebut ada tugas di ndalem apa tidak…untuk yang khitobah tetap dijadwal mingu depannya…sementara itu bagi yang kurang semangat solusi kita adalah kita ajak mujahadah agar hatinya dibuka oleh Allah….” (Wwcr, dengan Ch tanggal 29 November 2017 pukul 12.45 – 14.00).

(36)

36 B.Pembahasan

1. Konsep pendidikan entrepreneurship

Ada perbedaan konsep pendidikan yang melandasi pendidikan entrepreneurship di pesantren modern dan salaf. Pada lembaga pesantren modern, pesantren lebih berpikir proyektif realistif didasarkan pada realitas empirik bahwa banyak lulusan sekolah yang menganggur, sulit mencari pekerjaan dan terkadang menjadi masalah sosial di lingkungan masing-masing.

Pesantren berharap tidak akan mengulangi kesalahan yang sama dengan menambah jumlah pengangguran terdidik di masyarakat. Pesantren berusaha mendesain pendidikan sedemikian rupa, sehingga lulusannya kelak memiliki keterampilan hidup (life skill) baik hard skill maupun soft skill. Keterampilan hidup ini sangat dibutuhkan untuk eksistensi kehidupan

para alumninya besok, terutama kejayaan di dunia dalam rangka mengantarkan kejayaan di akherat. Menurut Muhtar Buchori (2001:41), pendidikan harus mengemban menjamah the basics bagi anak didik, yaitu kegiatan pendidikan yang mampu mempersiapakan peserta didik mampu menjalani kehidupan (preparing children for life). Oleh karena itu pendidikan harus mampu menyeimbangkan antara pendidikan jasmani dan rohani, antara pengetahuan alam dengan pengetahuan sosial budaya, dan antara pengetahuan masa kini, masa lampau dan masa depan.

Upaya yang dilakukan pesantren untuk mewujudkan maksud di atas adalah dengan memodifikasi pesantren menjadi pesantren yang memiliki nilai keunggulan dalam rangka memfasilitsi pengembangan potensi santri. Pesantren modern telah memiliki cara pandang multiple inteligensi dalam mengembangkan program pendidikannya, sehingga pesantren didedesain dengan enam keunggulan yang berbeda, yaitu pesantren SSB, pesantren Tahfidz, pesantren Kitab kuning, pesantren Seni, pesantren Bahasa, dan

(37)

37 Kalau ditilik dalam dokumen, kegiatan pendidikan yang dikembangkan di Pesantren Bina Insani merupakan realisasi dari misi kelembagaan, yaitu mengkaji, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang komprehensif dan rahmatan lil‟alamin; menyelenggarakan sistem pendidikan efektif, kompetitif, inovatif dan dinamis, dengan berorientasi pada masyarakat.

Pengkajian, penghayatan, dan pengamalan ajaran Islam secara komprehensif diwujudkan melalui kajian dan membekali santri dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mampu mengembangkan seluruh dimensi keragam santri, baik itu bidang kinestetik, linguistic verbal, bidang intellectual quotient (IQ), bidang seni-budaya, dan

bidang skill motorik. Semua itu dikembangkan dalam rangka memfasilitasi potensi santri dan membekali santri untuk kehidupan masa depannya. Menurut Chatib (2009:xxi), membangun lembaga pendidikan pada hakekatnya adalah membangun keunggulan sumber daya manusia, yang menghargai keragaman potensi (multiple intelligences) manusia mulai dari perencanaan program, pembelajaran dan pencapaian akhir tujuan akhir, yaitu untuk mengoptimalkan potensi sesuai dengan keunggulan yang dimiliki individu yang besangkutan.

Selain itu, pesantren modern berusaha untuk mewujudkan keseimbangan kejayaan, antara kejayaan kehidupan dunia dan kejayaan kehidupan di akherat. Hal tersebut dilandasi akan adanya kewajiban setiap muslim untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akherat. Ayat al Qur‟an yang dijadikan landasan cara pandang tersebut antara lain:

(38)

38 berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Al Qashah:77).

Juga ayat di bawah ini: Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka (QS. Al Baqarah:201).

Berbeda dengan cara pandang di atas, pesantren salaf memiliki konsep pendidikan yang lebih mengedepankan pencapaian kebahagiaan kehidupan akherat dan ridha Allah. Cara pandang ini dipengaruhi oleh visi kembagaan pesantren salaf lebih mengutamakan perwujudan kesalehan akherat dan ridha Allah.

Cara pandang pendidikan yang berkembang di pesantren salaf ini akhirnya dijabarkan dalam kurikulum pendidikan di pesantren. Tujuan pendidikan di pesantren adalah untuk membekali santri dengan ilmu agama dan ilmu hikmah, serta mencari ridha Allah. Pesantren adalah tempat mempelajari agama Islam adalah, karena memang aktifitas yang pertama dan utama dari sebuah pesantren diperuntukkan mempelajari dan mendalami ilmu pengetahuan agama Islam (Rusli, 2010:4).

Dalam kaitannya dengan pendidikan kewirausahaan, pesantren Al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang tidak membuat konsep khusus. Bagi pesantren Poncol, urusan pekerjaan adalah urusan Allah, urusan rizqi adalah di tangan Allah, dan setiap manusia sudah memiliki bagian rizqi masing-masing dari Allah. Pesanten tidak memiliki progam khusus yang membekali santri untuk urusan pekerjaan di kelak kemudian hari.

(39)

39 madrasah salaf selama kurang lebih 8 tahun, setelah itu santri diarahkan untuk mengikuti pendidikan kesetaraan paket C di kelurahan setempat. Setelah santri mengikuti pendidikan paket C maka ia akan memperoleh ijazah yang dapat dia gunakan untuk melanjutkan kuliah atau mencari pekerjaan.

Kalau dicermati, kebijakan pengasuh tersebut merupakan ikhtiar dalam rangka mendapatkan pekerjaan yang baik pada zaman sekarang. Walaupun pesantren tersebut salaf dan cenderung menyerahkan sepenuhnya urusan rizqi di tangan Allah, namun ada upaya yang bersifat khalaf yaitu dengan memiliki ijazah pendidikan formal (kesetaraan paket C). Namun pesantren tidak memiliki program khusus keterampilan kerja untuk para santri.

Sebagaimana dikemukakan di depan, bahwa pesantren salaf lebih mengedepankan pencapaian kebahagiaan di akherat kelak, kebahagiaan di dunia bukanlah tujuan utama dalam kehidupan manusia. Kehidupan dunia hanya bersifat sementara dan fana, sehingga setiap manusia tidak boleh terjebak pada pencapaian kebahgiaan di dunia yang fana tersebut, sehingga kehidupan di dunia tidak perlu dikhawatirkan. Para santri senantiasa ditekankan untuk mencapai kebahagiaan di akherat, walaupun di dunia tidak mendapat kebahagiaan tidak apa-apa.

Landasan Qur‟ani yang senantiasa dipegangi kalangan pesantren salaf antara lain ayat berikut.

(40)

40 Artinya:

Dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka, dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang

bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (QS. Al An‟am:32).

Juga ayat berikut.

Dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui (Qs. Al Ankabut:64).

Ketiga ayat di atas, menganjurkan agar manusia memperhatikan kehidupan di akherat. Ayat pertama menganjurkan bahwa seluruh kehidupan manusia adalah ibadah, tugas manusia di dunia hanya beribadah kepada Allah SWT. Di kalangan pesantren salaf, makna beribadah lebih ditekankan pada amal sholeh dalam berhubungan dengan Allah SWT. Perwujudan amalsholeh kepada Allah SWT antara lain sholat, puasa, zakat, berhaji, infaq, shadaqah, berdzikir, membaca al Qur‟an, membaca sholawat nabi, mengaji.

Ayat kedua dan ketiga lebih menyoroti tentang perlunya mencapai kebahagiaan di akherat, sedangkan kehidupan di dunia ini tidak lain hanya kehidupan semu, penuh dengan fatamorgana dan tipuan. Oleh karena itu, manusia tidak perlu mengurusi kehidupan dunia, tetapi kehidupan akheratlah yang lebih penting. Mengurusi kehidupan akherat ini diwujudkan dengan berperilaku baik kepada Allah dan melakukan amal sholeh sebagaimana tersebut di atas.

(41)

41 sudah ada yang mengatur. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Nurcholis Madjid (dalam Nata 2001:113), bahwa prinsip-prinsip yang melekat pada pendidikan pesantren meliputi teosentrik, ikhlas dalam pengabdian, kesederhanaan, kolektifitas (barakatul jama’ah), mengatur kegiatan bersama, kebebasan terpimpin, kemandirian, tempat menuntut ilmu dan mengabdi, mengamalkan ajaran agama, belajar di pesantren tidak mencari ijazah, kepatuhan mutlak kepada kyai.

2. Pelaksanaan pendidikan entrepreneurship

Pelaksanaan kegiatan entrepreneurship di pesantren Bina Insani dilakukan secara terencana, terprogram oleh tim yang dibentuk oleh Yayasan. Tim tersebut dibentuk dengan melibatkan berbagai unsur, yaitu unsur tokoh masyarakat, unsur pemerintahan, unsur masyarakat, dan tokoh agama. Pelibatan berbagai unsur terseubut didasari kesadaran bahwa eksistensi lembaga tidak dapat lepas dari peran serta seluruh elemen masyarakat. Pesantren akan berdiri kokoh manakala didukung oleh kekuatan berbagai pihak. Tim sembilan tersebut yang memutuskan bahwa pesantren didesain dengan berbagai keunggulan.

Dalam pelaksanaan program pendidikan kewirausahaan, pesantren Bina Insani membangun jaringan dengan berbagai pihak, yaitu Qaryah Thayibah, kelompok tani Al Barokah, Lembaga Riset Muda Indonesia (LRMI), Badan Ketahanan Pangan, Dinas Perikanan dan Kelautan, UIN Jakarta, Kemendiknas, Kemenag. Jaringan dengan berbagai pihak tersebut akan menopang penguatan konsep dan sumber daya dalam pelaksanaan pendidikan kewirausahaan, baik sumber daya yang berupa man, money, dan material.

(42)

42 diabaikan. Peran serta masyarakat di dalam penyelenggaraan pendidikan berarti pemberdayaan masyarakat itu sendiri di dalam ikut menentukan arah dan isi pendidikan. Dalam kaitan ini, UU Nomor 22 tahun 1999 menyarankan agar mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan.

Apabila orang tua dan institusi-institusi kemasyarakatan banyak yang peduli dan terlibat dalam pengelolaan pendidikan, maka pendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah pedidikan, misalnya kelompok miskin, anak berkebutuhan khusus, sekolah daerah terpencil, dan sebagainya. Menurut Roger Scott, pelibatan guru, orang tua, dan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan mampu meningkatkan rasa kepemilikan mereka terhadap sekolah lebih tinggi, penggunaan sumber-sumber daya pendidikan lebih baik, kontrol kepala sekolah lebih besar terhadap lingkungan sekolah, dan beban sekolah menjadi lebih ringan sehingga diperoleh hasil yang lebih baik pula (dalam Jalal dan Supriyadi, 2001:11,160).

Pelibatan berbagai elemen tersebut dalam pengembangan program kewirausahaan di pesantren Bina Insani karena pengelolaan pesantren Bina Insani menganut prinsip managemen modern. Pesantren tidak lagi dikelola oleh seorang Kyai sebagai sentral figur, namun dikelola oleh Yayasan dibawah kordinasi para putra pendiri pesantren Bina Insani. Keuntungan dari model pengelolaan demikian antara lain lembaga mendapat berbagai support dari banyak pihak tentang hal-hal yang dibutuhkan untuk kemajuan lembaga.

(43)

43 dikembangkan juga mengarah pada kondisi atau problematika masyarakat modern.

Pesantren Bina Insani juga mengembangkan kewirausahaan dalam bidang pertanian dan pengolahan snack atau makanan tradisional, misalnya dalam bidang pertanian, peternakan lele, kerupuk berbahan baku lele, makanan olahan berbahan baku singkong. Hal ini menunjukkan bahwa pesantren Bina Insani juga mengakomodasi potensi lokal berupa pertanian, peternakan dan bahan baku singkong untuk kemudian diolah dan dikelola dengan sentuhan manajemen modern. Sentuhan manajemen modern pada olahan makanan berbahan lokal dilakukan pada rasa (taste), pengeolahan

(producing), kemasan (packing), pemasaran (marketing). Upaya ini

dilakukan untuk mengangkat nilai ekonomi potensi-potensi lokal yang selama ini terabaikan dan dianggap tidak bernilai (unvalued).

Dalam pelaksanaannya, kegiatan kewirausahaan di pesantren Bina Insani dilakukan melalui jalur ekstrakurikuler dan program unggulan. Jalur ini dipilih agar mampu menampung minat santri yang cukup tinggi terhadap kegiatan kewirausahaan di pesantren. Jalur ekstrakurikuler dilaksanakan seminggu sekali, sedangkan jalur unggulan dilaksanakan empat kali dalam seminggu. Jalur kewirausahaan melalui ekstrakurikuler diperuntukkan bagi para siswa yang pemula di tingkat sekolan lanjutan pertama; sedangkan jalur unggulan diperuntukkan bagi santri yang ingin mendalami benar kegiatan kewirausahaan dan diperuntukkan bagi santri tingkat atas. Bagi santri yang mengikuti kegiatan kewirausahaan melalui jalur ekstrakurikuler menerima materi tentang dasar-dasar kewirausahaan, bersifat teknis; sedangkan santri yang mengikuti program unggulan menerima materi lebih lengkap, mulai dari pemilhan bahan, pengolahan, pengepakan, pemasaran, analisis pasar, dan menghitung untung rugi suatu usaha.

(44)

44 Bina Insani lebih mengedepankan profesionalitas dalam pendidikan kewirausahaan. Selain pelatih dari luar, mereka juga didampingi para guru di sekolah sebagai pendamping teknis dalam pelakanaan program pendidikan kewirausahaan. Para guru bertugas dalam bidang administratif, membantu para santri jika ada masalah teknis, dan selalu memberi dorongan kepada para santri dalam mengikuti kegiatan kewirausahaan. Cara demikian, ternyata cukup efektif bagi kelancaran program kewirausahaan di pesantren Bina Insani. Disamping pendampingan teknis bagi para santri, pesantren Bina Insani juga mendapat pendampingan manajemen pendidikan kewirausahaan dari Kemendikbud, Kemenag dan UIN Jakarta.

Dari sisi pembiayaan, kegiatan kewirausahaan di pesantren Bina Insani didukung dari berbagai sumber, yaitu iuran santri, laba perputaran modal boga, sponsor dari Kemendikbud dan Kemenag. Banyaknya sumber dana di pesantren Bina Insani ini sangat menopang pelaksanaan kegiatan kewirausahaan.

Dalam penggunaannya, iuran santri lebih banyak digunakan untuk membiayai kegiatan kewirausahaan melalui jalur ekstrakurikuler, karena kegiatan ini tidak membutuhkan dana besar. Dana laba perputaran usaha boga digunakan untuk biaya keberlangsungan produksi, sedangkan dana yang bersumber dari sponsor digunakan untuk realisasi program inovasi yang berskala besar dan membutuhkan teknologi tingkat tinggi, seperti pengolahan sampah, pembuatan pupuk cair, pengolahan resapan air, pengolahan limbah.

Sementara itu, di pesantren al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang agak berbeda pelaksanaan pendidikan kewirausahaan bagi para santri. Pendidikan kewirausahaan dilakukan terintegrasi dalam kegiatan santri, baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun kegiatan non-kurikuler. Dalam praktiknya kegiatan intrakukuler berupa yasinan, khitobah, qira‟ah, pengajian; sedangkan kegiatan non-kurikuler dalam praktiknya berupa

kegiatan karnaval, pengajian, ta‟ziran, dan khidmat kepada Kyai (ngabdi

(45)

45 Model pendidikan kewirausahaan yang terintegrasi dalam proses pembelajaran dilakukan dengan penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran, sehingga hasilnya berupa diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran (Anita (2012:7).

Kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, dapat juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dalam perilaku keseharian. Langkah ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran di seluruh mata pelajaran melalui metode pembelajaran maupun melalui sistem penilaian. Namun, di pesantren Poncol pengintegrasian pendidikan kewirausahaan dalam kegiatan kurikuler ini dirancang secara sederhana tidak seperti dalam sistem klasikal formal persekolahan, karena sistem pendidikan di pesantren lebih dekat pada sistem informal dan fleksibel.

Pelaksanaan kegiatan kurikuler dan non-kurikuler yang dirancang pondok Al Ittihad dimaksudkan untuk membekali para santri dengan berbagai kompetensi baik yang langsung maupun tidak langsung. Pencapaian kompetensi langsung adalah kompetensi yang ingin dicapai secara eksplisit melalui kegiatan kurikuler atau non-kurikuler tersebut, sedangkan pencapaian kompetensi tidak langsung adalah berupa penanaman nilai kewirausahaan sampingan (side competence) yang ingin dicapai dari suatu kegiatan. Muatan kompetensi langsung dan nilai kewirausahaan dapat dilihat pada tabel berikut.

(46)

46

diri tantangan

3 Qiraah Kemampuan seni baca al Qur‟an 8 Yasinan Mendekatkan diri

kepada Allah

Kebersamaan

Dari sekian banyak kegiatan di pesantren Al Ittihad, baik kegiatan kurikuler maupun non-kurikuler, kegiatan Khidmat Kyai dianggap kegiatan yang penting dan banyak menanamkan nilai-nilai kewirausahaan bagi para santri. Kegiatan khidmat kyai atau disebut juga ngabdi ndalem mengandung nilai pengabdian dan sekaligus latihan kerja bagi para santri. Dalam mengabdi kyai, santri memiliki tugas menyelesaikan pekerjaan di rumah kyai seperti mencari kayu bakar, mengurusi peternakan lele, mengurusi sawah, mengurusi peternakan bebek, mencukupi kebutuhan air, memasak dan membersihkan rumah kyai. Bagi santri, mengabdi kepada kyai merupakan kebanggaan tersendiri karena santri dapat membalas jasa kyai yang telah mengajari mengaji selama bertahun-tahun. Mengabdi kepada kyai juga dipahami sebagai sarana untuk ‘ngalap berkah’ kepada kyai atas ilmu yang diajarkan kepadanya.

Gambar

Gambar 2: KomponenAnalisis Data Model Interaktif  (Miles & Huberman, 2004:429)

Referensi

Dokumen terkait

- Inference engine (motor inferensi) : program yang berisi metodologi yang digunakan untuk melakukan penalaran terhadap informasi-informasi dalam basis pengetahuan

Adapun karya sastra yang dikaji oleh peneliti berupa novel yang berjudul Al-hubb fii zamani nafti karya Nawal El-Saadawi yang diterbitkan pada tahun 1993 di Kairo dan

Tiga puluh pasang saraf tepi yang keluar dari sumsum tulang belakang merupakan campuran serabut saraf sensoris dan serabut saraf motoris. Serabut saraf

Han Pemberdryaan Perccryuan Dan Xe*€rga be*cale Tah*n Argaran

Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).  Kuadran III:

Pola lagu kalimat terdiri dari tiga nada suara dalam BMU yang terdapat dalam tiap unit jeda dengan satu tekanan kalimat. Satu kalimat dapat ter- diri dari

6 Deodorant Rexona For Men adalah merek deodorant yang ingin saya beli. Variabel Psikologis (X

Jika PIHAK KESATU lalai atau dapat memenuhi seluruh kewajibannya sebagaimana ditetapkan dalam surat perjanjian ini dan atau apabila terjadi pelanggaran PIHAK