PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MELALUI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
PADA SISWA KELAS VII SMP N 3 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2017/2018
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendididikan
Oleh
FINA LUTFIANA ALDIAN NIM 111 13 100
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
MOTTO
“Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha
yang disertai dengan do’a, karena sesungguhny
a nasib seseorang
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang mempunyai peranan
penting dalam hidupnya
1. Kedua orang tuaku Yuhdi dan Tisanah, terimaksih telah menjadi orang tua
yang mendidikku, merawatku dengan kasih sayang dan penuh kesabaran
yang tidak ternilai harganya.
2. Adikku Rivaldi Prayoga Jati, serta keluargaku yang selama ini mendukung
serta memberi semangat untuk mengerjakan skripsi ini hingga skripsi ini
selesai
3. Imam Setiawan, yang selama ini mendukungku, membantu serta memberi
semangat untuk mengerjakan skripsi ini sehingga skripsi ini selesai.
4. Bapak Dr. Fatchurrohman, S.Ag,.M.Pd. selaku pembimbing skripsi, yang
rela membimbing saya dari awal skripsi sampai selesai.
5. Sahabat-sahabatku seperjuangan, Fitri, Kurnia, Nurkhayati, Galuh, Putri,
Anggun Fajar, yang selalu memberikan saya semangat dan selalu
membatu saya dengan ikhlas
6. Teman-teman seperjuangan IAIN Salatiga angkatan 2013 khususnya PAI
ABSTRAK
Lutfiana Aldian, Fina, 2017. Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Melalui Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Kelas VII SMP N 3 Salatiga Tahun Pelajaran 2017/2018.
Kata Kunci : Hasil Belajar, Pendidikan Agama Islam, CTL
Penelitian ini dilatarbelakangi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang berlangsung di SMP N 3 Salatiga cenderung hanya menggunakan metode ceramah. Sehingga siswa jarang berperan aktif saat pembelajaran berlangsung, siswa lebih memilih untuk mengobrol dengan teman sebangkunya, pembelajaran dikelas lebih menekan pada materi semata tanpa menghubungkan materi dengan kehidupan nyata siswa, sehingga nilai-nilai yang didapatkan siswa dalam pembelajaran PAI kurang memuaskan, hal ini terbukti dengan masih adanya siswa yang nilai rata-ratanya 68. Salah satu solusi yang alternative dari permasalahan di atas perlu diterapkan pembelajaran yang dapat mengaitkan antara materi pembelajaran dengan dunia nyata, maka siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan sehari-hari mereka. Pembelajaran contextual merupakan pendekatan pembelajaran yang efektif untuk mengembangkan potensi anak secara menyeluruh dan dapat membangun keterkaitan antara materi pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa. Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah: Untuk mengetahui bagaimana penerapan pendekatan CTL dalam meningkatkan hasil belajar mata pelajaran PAI pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Salatiga. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK).
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas. Tekhnik pengumpulan data ini menggunakan metode observasi, dokumentasi dan tes. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII D SMP Negeri 3 Salatiga sebanyak 28 siswa.
Hasil penelitian ditemukan bahwa Pembelajaran Contextual Teaching And
Learning (CTL) pada materi Hidup tenang dengan kejujuran, amanah, dan
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv
MOTTO ... v
D. Hipotesis Tindakan dan Indikator Keberhasilan ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 4
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 14
3. Indikator Hasil Belajar ... 19
4. Bentuk-bentuk Hasil Belajar ... 21
B. Pendidikan Agama Islam ... 25
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 27
C. Materi Hidup Tenang dengan Kejujuran, Amanah, dan Istiqamah 28 1. Berperilaku Jujur ... 28
2. Perilaku Amanah ... 29
3. Berperilaku Istiqamah ... 32
D. Model Pembelajaran CTL ... 34
1. Asas-asaa CTL ... 37
2. Skenario Pembelajaran Contextual ... 40
3. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran CTL ... 42
E. Kriteria Ketuntasan Minimal ... 44
1. Pengertian KKM ... 44
2. Macam-macam KKM ... 45
3. Fungsi KKM ... 46
4. Prosedur Penetapan KKM ... 48
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum SMP N 3 Salatiga ... 51
C. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 63
1. Deskripsi Pelaksanaan Siklus I ... 63
2. Deskripsi Pelaksanaan Siklus II ... 67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 71
1. Kondisi Pra Siklus ... 71
3. Data Siklus II ... 81
B. Pembahasan... 87
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 93
B. Saran ... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 95
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Belajar Siswa Pra Siklus
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I
Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II
Lampiran 4 Soal Evaluasi dan Kunci Jawaban Siklus I
Lampiran 5 Soal Evaluasi dan Kunci Jawaban Siklus II
Lampiran 6 Lembar Observasi Siswa Siklus I dan Siklus II
Lampiran 7 Lembar Observasi Guru Siklus I dan Siklus II
Lampiran 8 Lembar Kerja Siswa Suklus I, Siklus II
Lampiran 9 Rekapitulasi Nilai Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II
Lampiran 10 Dokumentasi
Lampiran 11 Surat tugas pembimbing
Lampiran 12 Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 13 Lembar Konsultasi Skripsi
Lampiran 14 Daftar SKK
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1 Tabel Identitas Sekolah ... 45
2. Tabel 3. 2 Data Siswa Kelas VII D ... 54
3. Tabel 4. 1 Nilai Ulangan Harian PAI ... 65
4. Tabel 4. 2 Hasil Pengaatan Guru Siklus I ... 67
5. Tabel 4. 3 Hasil Pengamatan Siswa Siklus I ... 69
6. Tabel 4. 4 Data Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 70
7. Tabel 4. 5 Hasil Pengamatan Guru Siklus II ... 74
8. Tabel 4. 6 Hasil Pengamatan Siswa Siklus II ... 75
9. Tabel 4. 7 Data Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 76
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.
Dunia pendidikan saat ini semakin dituntut untuk lebih memberikan
kontribusi yang nyata dalam upaya meningkatkan kemajuan bangsa.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat (1) ditegaskan bahwa pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan suatu
sistem yang terdiri atas komponen yang saling berhubungan satu dengan yang
lain, komponen tersebut meliputi tujuan materi, metode, dan evaluasi.
Keempat komponen tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan
menentukan metode pembelajaran apa yang akan digunakan dalam
pembelajaran (Mulyasa, 2005:100).
Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang merupakan tempat
pembelajaran untuk mengembangkan dan membina para siswa yang berada
secara langsung melalui strategi atau metode pembelajaran di sekolah.
Adanya sebuah pembelajaran tidak terlepas dari adanya seorang guru, saat ini
di dalam pembelajaran murid kurang mampu mengaktualisasikan dirinya
dengan mengaitkan pada materi yang telah diajarkan di sekolah pada
kehidupan masing-masing.
Wina sanjaya menjelaskan, bahwa CTL adalah suatu strategi pembelajaran
yang menekan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkanya dengan situasi
kehidupan nyata saat ini.
Penjelasan tersebut menunjukan bahwa pembelajaran contextual
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang sangat berperan aktif,
produktif, dan bermakna dalam membantu proses belajar mengajar di tingkat
SMP, karena mengingat bahwa pola pikir seusia mereka ingin banyak tahu
lebih dalam tentang apa yang telah dijelaskan oleh gurunya.
Berdasarkan observasi, pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang
berlangsung di SMP N 3 Salatiga cenderung hanya menggunakan metode
ceramah dan demonstrasi. Sehingga siswa jarang berperan aktif saat
pembelajaran berlangsung, siswa lebih memilih untuk mengobrol dengan
teman sebangkunya, pembelajaran di kelas lebih menekan pada materi semata
tanpa menghubungkan materi dengan kehidupan nyata siswa, sehingga
nilai-nilai yang didapatkan siswa dalam pembelajran PAI kurang memuaskan.
Untuk kkm mata pelajaran PAI di SMP N 3 salatiga adalah 70, hal ini terbukti
kkm 8 orang siswa atau 28,57%. Maka hasil belajarnya masih berada di
bawah standar kriteria ketuntasan minimal di SMP N 3 Salatiga.
Salah satu solusi yang alternative dari permasalahan di atas perlu
diterapkan pembelajaran yang dapat mengaitkan antara materi pembelajaran
dengan dunia nyata, maka siswa dapat membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan sehari-hari mereka.
Pembelajaran contextual merupakan pendekatan pembelajaran yang efektif
untuk mengembangkan potensi anak secara menyeluruh dan dapat
membangun keterkaitan antara materi pembelajaran dengan kehidupan nyata
siswa.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti mengenai obyek
yang berbeda dari peneliti sebelumnya, yaitu mengenai “PENINGKATAN
HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MELALUI
CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SISWA
KELAS VII SMP N 3 SALATIGA”
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang di atas maka dapat di tarik permasalahan
dalam penelitian ini yaitu: Apakah CTL dapat meningkatkan hasil belajar
mata pelajaran PAI pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Salatiga.?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui bagaimana penerapan
CTL dalam meningkatkan hasil belajar mata pelajaran PAI pada siswa kelas
D. Hipotesis Tindakan dan Indikator Keberhasilan
1. Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam Penelitian Tindakan Kelas disebut sebagai
hipotesis tindakan, yaitu suatu dugaan sementara tentang suatu hal yang
akan terjadi apabila dilakukan (Basrowi dan Suwandi, 2008:90). Hipotesis
tindakan dalam penelitian ini adalah “penerapan metode CTL dapat
meningkatkan hasil belajar pendidikan Agama Islam pada siswa kelas VII
SMP N 3 Salatiga”
2. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan tindakan dan penelitian ini dapat diamati
apabila subyek penelitian terjadi perubahan. Perubahan tersebut berupa
peningkatan hasil belajar yang dicapai setelah dilakukan tindakan berupa
pemberian layanan pembelajaran klasikal.
Keberhasilan dalam penelitian ini secara individu apabila telah
mencapai KKM < 70, dan secara klasikal yang mencapai KKM < 85.
Perubahan jika diperoleh setelah siswa telah mendapatkan layanan
pembelajaran pada setiap siklusnya.
E. Manfaaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat dilihat
dari segi teoritis dan segi praktis, yaitu:
1. Secara teoritis
Seacara teoritis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
belajar mengajar dalam mata pelajaran PAI untuk meningkatkan mutu
pembelajaran.
2. Secara praktis
a. Bagi Siswa
Dapat memberikan suasana pembelajaran yang menyenangkan,
dan meningkatkan hasil belajar PAI pada siswa.
b. Bagi Guru
Dapat memanfaatkan model pembelajaran CTL sehingga
menimbulkan aktivitas dan hasil belajar yang meningkat.
c. Bagi Sekolah
Dapat memberikan manfaat dan dorongan pihak sekolah agar
dapat menerapkan pendekatan-pendekatan dalam berbagai mata
pelajaran, sehingga pembelajaran lebih bermakna.
F. Definisi Operasional
Untuk memberikan gambaran sekaligus memperjelas pengertian dan
pemahaman serta agar tidak terjadi kesalahan pemahaman terhadap judul di
atas, maka dijelaskan di bawah ini:
1. Peningkatan
Peningkatan berasal dari kata “tingkat” yang berimbuhan pe-an.
Kata “tingkat” sendiri memiliki arti tinggi rendahnya martabat
(kedudukan, jabatan, kemajuan, peradapan, dsb) pangkat, derajat, taraf
kelas (Depdiknas, 2007: 1197). Sehingga ketika dimasuki imbuhan pe-an
meningkatkan (usaha, kegiatan, dsb) (Depdiknas, 2007: 1198). Jadi yang
dimaksud peningkatan yaitu usaha seseorang untuk mendapatkan hasil
yang baik dari hasil sebelumnya, dengan peraturan yang telah ditentukan.
2. Hasil belajar
Hasil Belajar yaitu, terjadinya perubahan tingkah laku pada diri
siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Hamalik, 2008:155).
3. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan
mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami kandungan
ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati makna tujuan yang pada
akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan
hidup (Majid, 2012: 1).
4. Contextual Teaching and Learning
Contextual Teacing and Learning (CTL) adalah suatu proses
pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan
materi tersebut terhadap konteks kehidupan sehari-hari (konteks pribadi,
sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan
yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan/konteks ke
permasalahan/konteks lainya (Majid, 2014: 228). Menurut Sanjaya, CTL
adalah Strategi pembelajaran yang menekan pada proses keterlibatan siswa
mendorong siswa untuk menerapkanya dalam kehidupan mereka.
(Sanjaya, 2010: 255).
G. Metode Penelitian.
1. Rancangan Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas (PTK). Menurut Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas
merupakan pencermatan dalam bentuk tindakan dalam tindakan belajar
yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara
bersamaan (Suyadi, 2010: 18).
Penelitian Tindakan Kelas merupakan salah satu upaya guru atau
praktisi dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas.
2. Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas VII di SMP N 3
Salatiga Tahun Ajaran 2016/2017.
3. Langkah-langkah penelitian
Adapun langkah- langkah yang dilakukan dalam penelitian dapat
Gambar 1.1
Tahapan-tahapan Pelaksanaan PTK
Pelaksanaan
Gambar 1.1 Tahapan-tahapan Pelaksanaan PTK
Penjelasan gambar 1.1 :
a. Perencanaan
Langkah pertama dalam penelitian tindakan kelas adalah
perencanaan. Dalam tahap ini peneliti memperisapkan materi, membuat
silabus, membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
menyiapkan media pembelajaran, menyiapkan lembar observasi,
menyusun perangkat tugas yang akan diberikan kepada siswa, dan
menyusun alat untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran. Perencanaan
Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS II
Pengamatan
Refleksi Pelaksanaan
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksaan tindakan adalah penerapan rencana yang telah disusun di
kelas yang menjadi sasaran penelitian. Kegiatan awal dalam
pelaksanaan tindakan ini yaitu guru menjelaskan meteri pelajaran yang
akan dikembangkan, kemudian kegiatan intinya adalah guru memandu
penerapan strategi pembelajaran CTL dalam materi hidup tenang
dengan kejujuran, amanah dan istiqamah.
c. Pengamatan (Observasi)
Pengamatan dilakukan untuk menelaah seberapa jauh pelaksanaan
strategi pembelajaran CTL mengenai sasaran. Dalam tahap ini, peneliti
mengumpulkan data hasil belajar sebelum dan sesudah dilakukan
penelitian.
d. Refleksi
Refleksi adalah kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang
telah dilakukan. Dalam hal ini peneliti melakukan pengecekan sehingga
tampak kelemahan dan kekurangan dalam pelaksanaan penelitian
(Suyadi, 2010: 64).
Data yang diperoleh dalam proses observasi kemudian
dikumpulkam lalu dianalisis. Berdasarkan hasil analisis tersebut, guru
dapat merefleksikan diri terhadap kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan sehingga dapat diambil landasan untuk pelaksanaan kegiatan
4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang diguanakan dalam penelitian ini adalah Silabus,
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Materi Pembelajaran, Soal Tes,
Lembar Observasi Siswa, Lembar Observasi Guru.
5. Pengumpulan Data
a. Tes
Metode pengumpulan data dengan teknik tes yaitu peneliti
menggunakan soal-soal yang diberikan guru kepada siswa untuk
mengukur tingkat pengetahuan siswa terhadap materi yang diberikan
dengan menggunakan strategi pembelajaran CTL.
b. Metode Observasi
Observasi adalah alat untuk memotret seberapa jauh efek tindakan
telah mencapai sasaran (Suyadi, 2010: 63). Metode observasi dilakukan
oleh peneliti untuk melihat pelaksanaan kegiatan di lapangan dan
mengamati guru dalam proses mengajar yang berkaitan dengan tujuan
penelitian di SMP N 3 Salatiga.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode untuk mencari data mengenai hal-hal
atau variabel berupa cacatan, transkip, buku, surat kabar, notulen, rapat,
agenda, buku nilai siswa, buku nilai guru, dan sebagainya (Arikunto,
1997: 206). Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data
pelaksanaan strategi pembelajaran pada mata pelajaran PAI khususnya
pada materi sesuai dengan RPP.
6. Analisis Data
Analisis data adalah menganalisis data yang telah terkumpul guna
mengetahui seberapa besar keberhasilan tindakan dalam penelitian untuk
perbaikan belajar siswa (Suyadi, 2010: 85). Menurut Suharsimi Arikunto,
dalam Penelitian Tindakan Kelas dalam menganalisis data menggunakan
dua jenis data sebagai berikut:
a. Data kuantitatif (nilai hasil belajar siswa) yang dapat dianalisis secara
deskriptif dengan statistik deskriptif. Dalam analisis ini biasanya untuk
mencari nilai rata-rata dan mencari presentase keberhasilan belajar
dengan rumus sebagai berikut:
1) Rumus mencari nilai rerata
MX =
Keterangan:
MX = Mean (nilai rata-rata).
∑x = Jumlah semua nilai siswa.
N = Jumlah siswa (Sudijono, 2010: 83)
2) Rumus mencari presentase keberhasilan belajar
P =
Keterangan:
P = Angka Presentase
N = Jumlah siswa (Sudijono, 2010: 43).
b. Data kualitatif yaitu peneliti dihadapkan langsung pada responden atau
lingkungan sedemikian insentif sehingga peneliti dapat menangkap dan
merefleksikan dengan cermat apa yang diucapkan dan dilakukan oleh
responden (Arikunto, 1997: 14). Informasi yang diperoleh berupa
kalimat yang memberi gambaran tentang ekspresi siswa tentang tingkat
pemahaman terhadap suatu pelajaran (kognitif), pandangan atau sikap
siswa terhadap metode belajar yang baru (afektif), aktivitas siswa
mengikuti pelajaran, perhatian, respon dalam pelajaran, kepercayaan
diri, motivasi belajar, dan sejenisnya dapat dianalisis secara deskriptif.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dalam memahami isi dari
penelitian ini, maka disusun sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN, memuat Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Hipotesis Tindakan dan Indikator
Keberhasilan, Manfaat Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.
BAB II: KAJIAN PUSTAKA, merupakan bagian yang mejelaskan
landasan teori yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa, menjelaskan
tentang strategi pembelajaran CTL dan menjelaskan tentang ruang lingkup
BAB III: PELAKSANAAN PENELITIAN, pada bab ini peneliti akan
menguraikan proses pelaksanaan penelitian yang dimulai dari siklus awal
hingga akhir.
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, pada bab ini
akan menjelaskan hasil dari penelitian mulai dari tahap awal hingga akhir
siklus penelitian dan pembahasan.
BAB V: PENUTUP, berisi kesimpulan dari pembahasan hasil
penelitian dan saran-saran dari penulis sebagai sumbangan pemikiran
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hasil Belajar
1. Definisi Hasil Belajar
Hasil Belajar yaitu, terjadinya perubahan tingkah laku pada diri
siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Hamalik, 2008:155).
Jadi hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa selama
berlangsungnya proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
Umumnya hasil belajar dalam sekolah berbentuk pemberian nilai (angka)
dari guru kepada siswa sebagai indikasi sejauh mana siswa telah
menguasai materi pelajaran yang disampaikanya, biasanya hasil belajar
ini dinyatakan dengan angka, huruf, atau kalimat, dan terdapat periode
tertentu.
Hasil belajar siswa dapat dilihat dari angka raport atau ada daftar
nilai formatif, sumatif, atau nilai ujian pada akhir kelulusan siswa.
Karena mereka ingin mengetahui yang telah dicapai yang dapat
mempengaruhi pekerjaan-pekerjaan selanjutnya, sehingga diharapkan
hasil belajar berikutnya akan lebih meningkat.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil Belajar yaitu, terjadinya perubahan tingkah laku pada diri
siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan
Menurut Muhibbin Syah (2006: 144), secara global faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga
macam yaitu, faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan
belajar.
a. Faktor internal
Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi
jasmani dan rohani siswa. Faktor ini meliputi 2 aspek, yaitu:
1) Aspek Filosofis (yang bersifat jasmaniah)
Kondisi untuk jasmani dan tonus (tegangan otot) yang
menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan
sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa
dalam mengikuti, mendukung kegiatan belajar, seperti gangguan
kesehatan, cacat tubuh, gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, dan lain sebagainya sangat mempengaruhi
kemampuan siswa dalam meyerap informasi dan pengetahuan,
khususnya yang disajikan di kelas.
2) Aspek Psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas perolehan pembelajaran
siswa. Diantaranya adalah tingkat intelegensi siswa, sikap siswa,
a) Intelegensi siswa
Tingkat kecerdasan merupakan wadah bagi kemungkinan
tercapainya hasil belajar yang diharapkan. Jika tingkat
kecerdasan rendah, maka hasil belajar yang dicapai akan
rendah pula. Clark mengemukakan bahwa “hasil belajar siswa
di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30%
dipengaruhi oleh lingkungan”. Sehingga tidak diragukan lagi
bahwa tingkat kecerdasan siswa sangat menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa (Hlen, 2002: 130).
b) Sikap siswa
Sikap siswa merupakan gejala internal yang berdimensi
afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi dengan cara
relatif tetap terhadap objek, baik secara positif maupun negatif.
Sikap siswa yang terutama kepada guru dan mata pelajaran
yang diterima merupakan tanda yang baik bagi proses belajar
siswa. Sebaiknya, sikap negatif yang diiringi dengan
kebencian terhadap guru dan mata pelajarannya menimbulkan
kesulitan belajar siswa tersebut, sehingga hasil belajar yang
dicapai siswa akan kurang memuaskan.
c) Bakat siswa
Sebagai mana halnya intelegensi, bakat juga merupakan
wadah untuk mencapai hasil belajar tertentu. Secara umum
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan
datang. Bakat juga diartikan sebagai kemampuan individu
untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada
upaya pendidikan dan latihan. Peserta didik yang kurang atau
tidak berbakat untuk suatu kegiatan belajar tertentu akan
mengalami kesulitan dalam belajar.
d) Minat siswa
Minat berarti kecenderungan dan kegairahan siswa yang
mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa. Siswa
yang menaruh minat besar terhadap bidang studi tertentu akan
memusatkan perhatiannya lebih banyak dari pada siswa lebih
giat dan pada akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.
e) Motivasi siswa
Tanpa motivasi yang besar, peserta didik akan banyak
mengalami kesulitan dalam belajar, karena motivasi merupakan
faktor pendorong kegiatan belajar.
Menurut Ngalim Purwanto (2004:73), motivasi adalah
suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan,
mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar
dirinya terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu
sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
adalah hal dan keaadaan yang berasal dari dalam diri siswa
sendiri yang dapat mendorongkanya melakukan tindakan
belajar. Adapun motivasi eksrinsik adalah hal keadaan yang
datang dari luar individu siswa yang mendorongnya untuk
melakukan kegiatan belajar. Motivasi yang dipandang lebih
esensial adalah motivasi intrisik karena lebih murni dan
langgeng serta tidak tergantung pada dorongan atau pengaruh
orang lain.
Ada beberapa cara untuk menumbuhkan motivasi dalam
kegiatan belajar siswa di sekolah diantaranya dengan memberi
nilai-nilai, hadiah, saingan/kompetisi, kerja kelompok,
pujian dan film pendidikan. Menumbuhkan kesadaran
kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan
menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras
dengan mempertaruhkan harga diri adalah sebagai bentuk
motivasi yang cukup penting (Arief S. Sadiman 2003: 91).
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi/keadaan
lingkungan disekitar siswa. Adapun faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa adalah:
1) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial siswa disekolah adalah para guru, staf
tetangga, dan teman-teman sepermainan disekitar perkampungan
siswaa juga termasuk lingkungan sosial bagi siswa. Namun
lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan
belajar siswa ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri.
Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga,
dan letak rumah, semuanya dapat member dampak baik dan buruk
terhadap kegiatan belajra dan hasil belajar.
2) Lingkungan non sosial
Lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya,
rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat belajar,
keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.
c. Faktor pendekatan belajar
Tercapainya hasil belajar yang baik dipengaruhi oleh bagaimana
aktivitas siswa dalam belajar. Faktor pendekatan belajar adalah jenis
upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan
siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi
pembelajaran. Faktor pendekatan belajar sangat mempengaruhi hasil
belajar siswa, sehingga semakin mendalam cara belajar siswa maka
semakin baik hasilnya.
3. Indikator Hasil Belajar
Untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran dibagi atas
a. Istimewa/maksimal, apabila seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai
oleh siswa.
b. Baik sekali/optimal, apabila sebagian benar bahan pembelajaran dapat
dikuasai 76%-99%.
c. Baik/minimal, apabila bahan pembelajaran hanya dikuasai 60%-75%.
d. Kurang, apabila bahan pembelajaran yang dikuasai kurang dari 60%
(Djamarah, 2006:107).
Sehubungan dengan hal di atas, adapun hasil pembelajaran dikatakan
betul-betul baik apabila memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
a. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa.
b. Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik.
Pengetahuan hasil proses belajar mengajar itu baik bagi siswa
seolah-oleh telah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa,
sehingga akan dapat mempengaruhi pandangan dan caranya mendekati
suatu permasalahan. Sebab pengetahuan itu dihayati dan penuh makna
bagi dirinya (Sardiman, 2008: 49).
Penelitian hasil belajar pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan
untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi pada diri peserta
didik. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua
bentuk yaitu peserta didik akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan
dan kelemahanya atas perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik
setahap atau dua tahap, sehingga timbul lagi kesenjangan antara
Penilaian hasil belajar bertujuan untuk mengetahui hasil belajar atau
pembentukan kompetensi peserta didik. Standar Nasional Pendidikan
mengungkapkan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidikan dilakukan
secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil dalam bentuk penilaian harian, penialaian tengah semester,
penilaian akhir semester, dan penilaian kenaikan kelas.
Hasil belajar pada satu sisi adalah berkat tindakan guru, suatu
pencapaian tujuan pembelajaran. Pada sisi lain, merupakan peningkatan
mental siswa. Hasil belajar dapat dibedakan menjadi dampak pengajaran
dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut sangat berguna bagi guru
dan jga siswa. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat ditukar, seperti
tertuang dalam angka rapot, sedangkandampak pengiring adalah terapan
pengetahuan dan kemampuan dibidang lain, suatu transfer belajar
(Dimyati dan Mudjiono, 2006: 4).
4. Bentuk-bentuk Hasil Belajar
Hasil belajar pada dasarnya adalah hasil akhir yang diharapkan
dapat dicapai setelah seseorang melakukan proses pembelajaran. Hasil
belajar memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses
penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru
tentang kemajuan siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan-tujuan belajar
melalui kegiatan belajar mengajar. Benjamin S. Bloom memaparkan
a. Ranah Kognitif
Hasil belajar kognitif adalah perilaku yang terjadi dalam
kawasan kognisi. Proses belajar yang melibatkan kognisi meliputi
kegiatan sejak dari penerimaan stimulus eksternal oleh sensori,
penyimpanan dan pengolahan dalam otak menjadi informasi hingga
pemanggilan kembali informasi ketika diperlukan untuk
menyelesaikan masalah. Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang,
yaitu :
1) Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan (Knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk
mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang
nama, konsep, istilah-istilah atau fakta, ide, gejala, rumus-rumus,
dan sebagainya tanpa mengharapkan kemampuan untuk
menggunakannya (Anas Sudijono, 2011: 50).
2) Pemahaman (Comprehension)
Pemahaman (Comprehension) adalah tingkat kemampuan
yang mengharapkan testee mampu memahami arti atau konsep,
situasi, serta fakta yang diketahuinya (Ngalim Purwanto, 2010: 44).
3) Penerapan (Application)
Penerapan (Application) adalah kesanggupan seseorang
untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara
dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan konkrit (Anas
Sudijono, 2011: 51).
4) Analisis (Analysis)
Analisis (Analysis) adalah kemampuan seseorang untuk
dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam
unsur-unsur atau komponen-komponen pembentuknya (Daryanto,
2010: 110).
5)Sintesis (Synthesis)
Sintesis (Synthesis) merupakan suatu proses dimana
seseorang dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru
dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada (Daryanto,
2010: 112).
6)Penilaian (Evaluation)
Penilaian (Evaluation) merupakan kemampuan seseorang
untuk membuat suatu pelinilaian tentang suatu pernyataan, konsep,
situasi, dsb. berdasarkan suatu kriteria tertentu. Kegiatan penilaian
dapat dilihat dari segi tujuannya, gagasannya, cara kerjanya, cara
pemecahannya, metodenya, materinya, atau lainnya (Ngalim
Purwanto, 2010: 47).
b. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai sebagai hasil belajar, ranah
1) Menerima, merupakan tingkat terendah tujuan ranah afektif berupa
perhatian terhadap stimulus secara pasif yang meningkat secara
lebih aktif.
2) Merespon, merupakan kesempatan untuk menanggapi stimulus dan
merasa terikat serta secara aktif memperhatikan.
3) Menilai, merupakan kemampuan menilaingejala atau kegiatan
sehingga dengan sengaja merespon lebih lanjut untuk mencapai
jalan bagaimana dapat mengambil bagian atas yang terjadi.
4) Mengorganisasi, merupakan kemampuan untuk membentuk suatu
system nilai bagi dirinya berdasarkan nilai-nilai yang dipercaya.
5) Karakterisasi, merupakan kemampuan untuk
mengkonseptualisasikan masing-masing nilai pada waktu
merespon, dengan jalan mengidentifikasi karakteristik nilai atau
membuat pertimbangan-pertimbangan (Dimyati dan Mudjiono,
2006: 206).
c. Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor berhubungan dengan keterampilan motorik,
manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi saraf
dan koordinasi badan antara lain:
1) Gerakan tubuh, merupakan kemampuan gerakan tubuh yang
mencolok.
2)Ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, merupakan keterampilan
dikoordinasikan biasanya berhubungan dengan gerakan mata,
telinga dan badan.
3)Perangkat komunikasi non verbal, merupakan kemampuan
mengadakan komunikasi tanpa kata.
4)Kemampuan berbicara, merupakan yang berhubungan dengan
komunikasi secara lisan (Nana Sudjana, 1995: 24).
B. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam
adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam,
dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam
hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud
kesatuan dan persatuan bangsa.
Menurut Zakiah Darajat (1987: 87) Pendidikan Agama Islam adalah
suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat
memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan yang
pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan
hidup.
Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani ajaran Islam, dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati
beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (Baharuddin, 2010:
192).
Sedangkan dalam karangan Ramayulis (2014: 21), disebutkan
pengertian Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,
mengimani, bertakwa berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam
dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadits melalui kegiatan
bimbingan pengajaran latihan serta penggunaan pengalaman.
1. Dasar Pendidikan Agama Islam
Dasar pendidikan agama Islam secara garis besar ada 3, yaitu:
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi kita
Muhammad untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju
cahaya yang terang benderang. Al-Qur’an adalah sumber pertama bagi
hukum-hukum fiqih Islam. Jika menjumpai suatu permasalahan, maka
pertama kali harus kembali kepada kitab Allah guna mencari
hukumnya.
b. As-Sunnah
Sunnah yaitu semua yang bersumber dari Nabi berupa
perkataaan, perbuatan atau persetujuan. Sunnah adalah sumber kedua
setelah Al-Qur’an. Bila tidak mendapat hukum dari suatu
permasalahan dalam Al-Qur’an maka dapat merujuk kepada Sunnah
Dengan syarat, benar-benar bersumber dari Nabi SAW dengan sanad
yang sahih. Sunnah berfungsi sebagai penjelas Al-Qur’an dari apa
yang bersifat global dan umum.
c. Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 29 ayat (1 dan
2) yang berbunyi: ayat 1 “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Dan ayat 2 “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya dan kepercayaannya itu”.
Selain itu yang menjadi dasar pendidikan agama Islam ialah
Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang system Pendidikan
Nasional. Dimana didalamnya bahwa pendidikan keagamaan
bermaksud sebagai pemeluk agama yang benar-benar memadahi.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam pada sekolah umum bertujuan untuk
meningkatkan keimanan, ketaqwaan, pemahaman, penghayatan, dan
pengalaman siswa terhadap ajaran Islam sehingga menjadi manusia
muslim yang bertaqwa kepada Alli SWT serta berakhq mulia dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Nazarudin,
2007: 13)
Tujuan Pendidikan Agama Islam pada hakekatnya sama dan sesuai
dengan tujuan diturunkan agama Islam yaitu untuk membentuk manusia
yang muttaqin yang rentangnnya berdimensi infinitrum (tidak terbatas
Pendidikan Islam sangat penting keberadaannya karena pendidikan
agama Islam merupakan suatu upaya atau proses pencarian, pembentukan,
dan pengembangan sikap dan perilaku untuk mancari, mengembangkan,
memelihara, serta menggunakan ilmu dan perangkat teknologi atau
ketrampilan demi kepentingan manusia sesuai ajaran Islam (Baharuddin,
2010: 193)
C. Materi Hidup Tenang dengan Kejujuran, Amanah, dan Istiqomah
1. Berperilaku Jujur
Jujur adalah kesesuaian sikap antara perkataan dan perbuatan yang
sebenarnya. Apa yang diucapkan memang itulah yang sesungguhnya dan
apa yang diperbuat itulah yang sebenarnya.
Kejujuran sangat erat kaitanya dengan hati nurani. Kata hati nurani
adalah sesuatu yang murni dan suci. Hati nurani selalu mengajak kita
kepada kebaikan dan kejujuran. Namun, kadang kita enggan mengikuti
hati nurani. Bila kita melakukan sesuatu yang tidak sesuai hati nurani,
maka itulah yang disebut dusta. Apabila kita katakana sesuatu yang tidak
sesuai dengan kenyataan, itulah yang dinamakan bohong. Dusta atau
bohong merupakan lawan kata jujur (Mahmudi, 2013: 26).
Jujur itu penting. Berani jujur itu hebat. Sebagai makhluk sosial,
kita memerlukan kehidupan yang harmonis, baik, dan seimbang. Agar
tidak ada yang dirugikan, dizalimi, dan dicurangi, kita harus jujur. Jadi,
untuk kehidupan yang lebih baik kuncinya adalah kejujuran. Hal ini
ىَلِا يِدْيٌَ َقْدِّصلا َّنِا : َلاَق ْمَّلَسًَ ِوٍَْلَع ُالله ىَّلَص ًِِّبَّنلا ِنَع ٍدُعْسَم ِنْبا ِالله ِدْبَع ْنَع
) يراخبلا هاًر( ... ِةَّنَجْلا ىَلِا يِدْيٌََّزِبْلا َّنِاًَِّزِبْلا
“Dari Abdullah ibn Mas‟ud r.a., Rasulullah saw bersabda,
„Sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu
membawa ke surge …‟” (H.R. Bukhari).
Kejujuran berbuah kepercayaan, sebaliknya dusta menjadikan
orang lain tidak percaya. Jujur kalau orang itu akan terganggu oleh
kejujuran kita itu. Meskipun demikian, jangan takut dan risau karena lebih
banyak pihak yang mendukung kejujuran.
Kejujuran merupakan bagian dari akhlak yang diajarkan dalam
Islam. Seharusnya sifat jujur juga menjadi identitas seorang muslim.
Katakana bahwa yang benar itu adalah benar dan yang salah itu salah.
“Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan
(janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu
mengetahuinya.” (Q.S. Al-Baqarah/2: 42)
2. Perilaku Amanah
a) Pengertian Amanah
Amanah artinya terpercaya (dapat dipercaya), amanah juga berarti
pesan yang dititipkan dapat disampaikan kepada orang yang berhak.
Allah Swt, seperti sholat, zakat, puasa, berbuat baik kepada sesame,
dan yang lainnya (Mahmudi, 2013: 28).
Amanah berkaitan erat dengan tanggung jawab. Orang yang
menjaga amanah biasanya disebut orang yang bertanggung jawab.
Sebaliknya, orang yang tidak menjaga amanah disebut orang yang
tidak betanggung jawab.
b) Macam-macam Amanah
1) Amanah terhadap Allah Swt
Berupa ketaatan akan segala perintah dan menjauhi segala
larangan-Nya. Allah Swt berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian
menghianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah
kalian menghianati amanat-amanat yang dipercayakan
kepadamu, sedaang kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Anfal/8: 27)
Contoh amanah kepada Allah Swt yaitu menjalankan
semua yang diperintahkan dan meninggalkan semua yang
dilarangnya. Bukankah kita diciptakan oleh Allah Swt. Untuk
mengabdi kepada-Nya? Orang yang mengabdi kepada-Nya berarti
telah memenuhi amanah-Nya. Orang yang tidak mengabdi
kepada-Nya berarti telah mengingkari amanah-Nya.
2) Amanah terhadap sesama manusia
Amanah ini meliputi hak-hak antar sesama manusia.
Misalnya, ketika dititipi pesan atau barang, maka kita harus
“Sesunggunya Allah Swt, menyuruh kamu untuk menyampaikan
amanah kepada yang berhak menerimanya ....” (Q.S. An-Nisa‟/4:
58)
3) Amanah terhadap diri sendiri
Amanah ini dijalani dengan memelihara dan menggunakan
segenap kemampuannya demi menjaga kelangsungan hidup,
kesejahteraan, dan kebahagiaan diri. Allah Swt berfirman:
َّلاًَ
َنٌُْعاَر ْمِيٌْ ِدْيَعًَ ْمِيِتَنَمَ ِلِ ْمُى َنٌِْذ
“Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat
-amanat dan janjinya.” (Q.S. Al-Mu‟minun/23: 8)
c) Hikmah Perilaku Amanah
Orang yang berbuat baik kepada orang lain, sesungguhnya ia telah
berbuat baik kepada diri sendiri. Begitu juga sikap amanah memiliki
dampak positif bagi diri sendiri. Di antara hikmah amanah adalah
sebagai berikut:
1) Dipercaya orang lain, ini merupakan modal yang sangat berharga
dalam menjalin hubungan atau berinteraksi antara sesama
manusia.
2) Mendapatkan simpati dari semua pihak, baik kawan maupun
lawan.
d. Perilaku Amanah Dalam Kehidupan Sehari-hari
Perilaku amanah dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan
melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1) Menjaga titipan dan mengembalikannya seperti keadaan semula.
Apabila kita dititipi sesuatu oleh orang lain, misalnya barang
berharga, emas, rumah, atau barang-barang lainnya, maka kita
harus menjaganya dengan baik. Pada saat barang titipan tersebut
diambil oleh pemiliknya, kita harus mengembalikannya seperti
semula.
2) Menjaga rahasia. Apabila kita dipercaya untuk menjaga rahasia,
atau rahasia negara, maka kita wajib menjaganya supaya tidak
bocor krpada orang lain (Mahmudi, 2013: 29-30).
3. Berperilaku Istiqomah
a) Pengertian Istiqomah
Istiqomah berarti sikap kukuh pada pendirian dan konsekuen
dalam tindakan. Dalam makna yang luas, istiqomah adalah sikap
teguh dalam melakukan suatu kebaikan, membela dan
mempertahankan keimanan dan keislaman, walaupun menghadapi
berbagai macam tantangan dan godaan.
Istiqomah terwujud karena adanya keyakinan akan kebenaran
dan siap menanggung resiko. Sikap ini wajib dimiliki setiap muslim,
termasuk kita sebagai pelajar. Istiqomah dapat membantu kita untuk
karena itu, kita sebagai pelajar harus memberi contoh yang baik
kepada siapa saja dalam kehidupan kita sehar-hari, baik di lingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat sekitar. Allah Swt berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata Tuhan kami adalah Allah,
kemudian mereka tetap istiqomah, tidak ada rasa khawatir pada
mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati.” (Q.S. Al-Ahqaf/46:
13)
b) Hikmah Perilaku Istiqomah
1) Orang yang istiqomah akan dijauhkan oleh Allah Swt dari rasa
takut dan sedih sehingga dapat mengatasi rasa sedih yang
menimpanya, tidak hanyut dibawa kesedihan, dan tidak gentar
dalam menghadapi kehidupan masa yang akan datang.
2) Orangyang istiqomah akan mendapatkan kesuksesan dalam
kehidupan di dunia karena ia tekun dan ulet.
3) Orang yang istiqomah dan selalu sabar serta mendirikan shalat
akan selalu dilindungi oleh Allah Swt.
c) Perilaku Istiqomah dalam Kehidupan Sehari-hari
1) Selalu menjalankan perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya
dalam keadaan apa pun dan dimana pun.
2) Melaksanakan shalat tepat pada waktunya.
3) Belajar terus menerus hingga paham
4) Selalu menjalankan kewajibanya dengan rasa senang dan nyaman,
D. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan pemahaman ini,
hasil belajar diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran juga
berlangsung lamiah, siswa bekerja dan mengalami bukan transfer
pengetahuan dari guru ke siswa (Hamdayama, 2002: 51).
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari
makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang, dan itu
dapat terjadi melalui pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat.
Pemanduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa didalam
pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang
mendalam dimana siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk
menyelesaikanya. Siswa mampu secara independent menggunakan
pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah baru dan belum
pernah dihadapi, serta memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap
belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka
(Trianto, 2009: 107).
Pendekatan kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan
pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari
pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti
bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam
pembelajaran seumur hidup. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu
konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan
konteks dimana materi tersebut digunakan, serta berhubungan dengan
bagaimana seseorang belajar atau cara siswa belajar. Konteks memberikan
arti, relevansi dan manfaat penuh terhadap belajar.
Proses pembelajaran kontekstual tersususn oleh delapan komponen,
yaitu (Hamdayama, 2014: 51):
a. Membangun hubungan untuk menemukan makna (relating) dengan
mengaitkan apa yang dipelajari di sekolah dengan pengalamanya sendiri,
kejadian di rumah, informasi dari media massa dan sebagainya, seorang
anak akan menemukan sesuatu yang jauh lebih bermakna dibandingkan
apabila informasi yang diperolehnya disekolah disimpan begitu saja, tanpa
dikaikan dengan hal-hal lain. Bila seorang anak merasakan bahwa sesuatu
yang dipelajari ternyata bermakna, maka ia akan termotivasi dan terpacu
untuk terus belajar.
b. Melakukan sesuatu yang bermakna (experiencing). Ada beberapa langkah
yang dapat ditempuh guru untuk membuat pelajaran terkai dengan konteks
kehidupan siswa, yaitu seperti berikut:
1) Mengaitkan pembelajaran dengan sumber-sumber yang ada dikonteks
kehidupan siswa.
3) Mengaitkan beberapa pelajaran yang membahas topik yang berkaitan.
4) Menggabungkan antara sekolah dengan pekerjaan
5) Belajar melalui kegiatan sosial/bakti sosial.
c. Belajar secara mandiri. Kecepatan belajar siswa sangat bervariasi. Cara
belajar juga berbeda, bakat dan minat juga bermacam-macam.
Perbedaan-perbedaan ini hendaknya dihargai dan siswa diberi kesempatan belajar
mandiri sesuai dengan kondisi masing-masing siswa.
d. Kolaborasi (collaborating): setiap makhluk hidup membutuhkan makhluk
hidup yang lain, demikian juga pembelajaran di sekolah hendaknya
mnedorong siswa untuk bekerja sama dengan temanya.
e. Berpikir kritis dan kreatif (applying): salah satu tujuan belajar adalah agar
siswa dapat mengembangkan potensi intelektual yang dimilikinya.
Pembelajaran di sekolah hendaknya melatih siswa untuk berpikir kritis dan
kreatif dan juga memberikan kesempatan untuk mempraktikanya dalam
situasi yang nyata.
f. Mengembangkan potensi individu (transfering): karena tidak ada individu
yang sama persis, maka kegiatan pembelajaran hendaknya bisa
mengidentifikasi potensi yang dimiliki setiap siswa serta meberikan
kesempatan kepada mereka untuk mengembangkanya.
g. Standar pencapaianya yang tinggi: pada dasarnya setiap orang ingin
mencapai sesuatu yang tinggi, standar yang tinggi akan memacu siswa
h. Asesmen yang autentik: pencapaian siswa tidak cukup hanya diukur
dengan tes saja, hasil belajar hendaknya diukur dengan aesesmen autentik
yang bisa menyediakan informasi yang benar dan akurat mengenai apa
yang benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa atau tentang
kualitas program prndidikan.
Jadi jelaslah bahwa pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan
menciptakan ruang kelas yang didalamnya siswa akan menjadi peserta aktif
bukan hanya pengamatan yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap
belajarnya. Penerapan pembelajaran kontekstual akan sangat membantu guru
unuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan
apliasinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga
Negara, dan pekerja.
1. Asas-asas CTL
Menurut Agus Suprijono (2009: 85) ada tujuh aspek yang
melandasi pelaksanaan proses pembelajaran kontekstual yaitu :
a. Kontstruktivisme
Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa
bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan
pengalaman. Mengapa demikian? Sebab, pengetahuan hanya akan
fungsional manakala dibangun oleh individu. Pengetahuan yang hanya
b. Inkuiri
Asas kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya,
proses pembelajaran didasrkan pada pencairan dan penelusuran
melalui proses berpikir yang sistematis. Pengetahuan bukanlah
sejumlah fakta hasil dari mengingat, tetapi hasil dari proses
menemukan sendiri. Dengan demikian, dlam proses perencanaan,
guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal,
tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dalam
menemuan sendiri materi yang harus dipahaminya.
c. Bertanya
Belajar pada hakikanya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.
Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap
individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan
kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pemebelajaran
melalui CTL, guru tidak hanya menyampaikan informasi begitu saja,
tetapi memncing agar siswa dapat menemukan sendiri.
Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya akan sangat
berguna untuk hal berikut:
1) Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan
materi pelajaran.
2) Membangkitkan motivasi belajar siswa.
3) Merangsang keingintahuan siswa terhadao sesuatu.
5) Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dalam kelas CTL, penerapan asa masyarakat belajar dapat
dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok
belajar. Siswa dibadi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya
bersifat heterogen baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan
belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam
kelompoknya mereka saling membelajarkan, yang memiliki
kemampuan tertentu dapat menularkan pada siswa yang lain.
e. Pemodelan (Modelling)
Asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memeragakan
sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya
guru memberikan contoh bagaimana cara megoperasikan sebuah alat,
atau bagaimana cara menghafalkan sebuah kalimat asing, dan
sebagainya. Proses modeling tidak terbatas bagi guru saja, tetapi
guru dapat memanfaatkan sejumlah siswa yang cukup penting dalam
pembelajaran CTL.
f. Refleksi
Refleksi adalah proses pegendapan pegalaman yang telah dipelajari
yang dilakukan dengaan cara menurutkan kembali kejadian refleksi,
pengalaman belajar itu dimasukan dalam struktur kognitif siswa yang
pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang
Dalam proses pembelajaran CTL, setiap berakhir proses
pembelajaran guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
merenungkan atau mengingat kembali apa yang telah dipelajrinya.
Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamanya sendiri,
sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajrnya.
g. Penilaian Nyata (Authentic Aessesment)
Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk
mengumpulkan inforasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan
siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa
benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki
pengaruh positif terhadap perkembangan intelektual mental siswa.
2. Skenario Pembelajaran Kontekstual
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL,
tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain (scenario)
pembelajaranya, sbagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat control
dalam pelaksanaannya. Pengembangan setiap komponen CTL tersebut
dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut (Rusman, 2011:
199):
a. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar
lebih bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan
sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru
b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topic
yang diajarkan.
c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan
pertanyaan-pertanyaan.
d. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok
berdiskusi, Tanya jawab, dan lain sebagainya.
e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui
ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya.
f. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan
pembelajaran yang tela dilakukan.
g. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemmpuan yang
sebenarnya pada setiap siswa.
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran merupakan
rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yaitu dalam bentuk
scenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa
selama berlangsungnya proses pembelajaran.
Secara umum, tidak ada perbedaan mendasar antara format program
pembelajaran konvensional seperti yang biasa dilakukan oleh guru-guru
selama ini. Adapun yang membedakannya terletak pada penekananya,
dimana pada model konvensional lebih menekan pada deskripsi tujuan
yang akan dicapai (jelas dan operasional), semntara program pembelajran
CTL lebih menekan pada scenario pembelajaranya, yaitu kegiatan tahap
tujuan pembelajaran yang diharapkan. Program pembelajaran kontekstual
hendaknya sebgai berikut (Rusman, 2011: 200):
a. Nyatakan kegiatan utama pembelajaran, yaitu sebuah pernyataan
kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara kompetensi dasar,
materi pokok, dan indicator pencapaian hasil belajaran.
b. Rumusan dengan jelas tujuan umum pembelajaran.
c. Uraikan secara terperinci media dan sumber pembelajran yang akan
digunakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang diharapka.
d. Rumusan scenario tahap demi tahap kegiatan yang harus dilakukan
siswa dalam melakukan proses pembelajaran.
e. Rumusan dan lakukan system penilaian dengan menfokuskan pada
kemampuan sebenarnya yang dimiliki oleh siswa baik pada saat
berlangsungnya (proses) maupun setelah siswa tersebut selesai belajar.
3. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran contextual teaching and
learning
Kelebihan pembelajaran contextual teaching and learning (CTL)
adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning menekankan kepada
proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pembelajaran di dalam kelas dapat berlangsung secara alamiah.
c. Dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning siswa dapat
d. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil.
e. Dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning kemampuan
didasarkan atas pengalaman.
f. Dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning tindakan atau
perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri.
g. Dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning pengetahuan
yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan
pengalaman yang dialaminya.
h. Tujuan akhir dari proses pengajaran Contextual Teaching and
Learning adalah kepuasan diri (Wina Sanjaya: 2007, 115).
Adapun kekurangan dari pembelajaran Contextual Teaching and
Learning antara lain:
a. Dalam Contextual Teaching and Learning banyak metode yang
digunakan sehingga proses penerapannya kurang efektif bila
dibandingkan dengan metode lain, misalnya kooferatif hanya satu
metode.
b. Karena pembelajaran Contextual Teaching and Learning mengajak
para siswa langsung berhadapan dengan lingkungan, tidak semua
siswa terfokus pada konsep dan materi.
c. Tidak semua materi cocok digunakan pendekatan Contextual
Jika dicermati dari kelebihan dan kekurangan pendekatan Contextual
Teaching and Learning maka dapat dipahami bahwa kelemahan dari
pembelajaran Contextual Teaching and Learning itu lebih sedikit
dibandingkan dengan kelebihan-kelebihan pembelajaran Contextual
Teaching and Learning, sehingga penulis berkesimpulan bahwa
pembelajaran Contextual Teaching and Learning mempunyai banyak
kelebihan dibandingkan dengan kekurangan.
E. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
1. Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal
Menurut Depdiknas (2008:51) salah satu prinsip penilaian pada
kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria,
yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan
peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik
mencapai ketuntasan dinamakan kriteria ketuntasan minimal.
Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik,
peserta didik, dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, pihak-pihak
yang berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk
mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar
informasi dapat diakses dengan mudah oleh peserta didik dan atau
orangtuanya, kriteria ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam
laporan hasil belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil
2. Macam-macam KKM
a. KKM Individual dan KLasikal
KKM atau Kriteria Ketuntasan Minimal ditetapkan oleh
satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata
pelajaran (MGMP) di satuan pendidikan atau beberapa satuan
pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama.
Pertimbangan pendidikan atau forum MGMP secara akademis
menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.
Trianto (2012:241-242) menyatakan bahwa untuk
menentukan ketuntasan belajar siswa (individual) dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
KB = T X 100%
Tt
Dimana KB = Ketuntasan Belajar
T = Jumlah skor yang diperoleh siswa
Tt = Jumlah skor total
Setiap siswa dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan
idividu) jika siswa mecapai KKM individu yang telah ditetapkan
dalam masing-masing sekolah berdasrakan pertmbangan MGMP.
Dan satu kelas dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan klasikal)
jika dalam kelas terdapat 85% siswa yang telah tuntas belajarnya
b. KKM Nasional
KKM Nasional sudah ditetapkan secara nasional yaitu 75.
Menurut BSNP (2006) ketuntasan belajar setiap indicator yang
merupakan penjabaran kompetensi dasar berkisar antara
0-100%.lebih lanjut dikemukakan bahwa criteria ideal ketuntasan
untuk masing-masing indicator adalah 75%. KKM Nasional
meurut Nurma (2009) yaitu criteria ketuntasan menunjukkan
presentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan
dengan angka maksimal 100. Angka maksimal100 merupakan
criteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional
diharapkan mencapai minimal 7. Satuan pendidikan dapat
memulai dari criteria ketuntasan minimal di bawah target nasional
kemudian ditingkatkan secara bertahap.
3. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal
a. Sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta
didik sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap
kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan
KKM yang ditetapkan. Pendidik harus memberi respon yang tepat
terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam bentuk pemberian
layanan remedial atau layanan pengayaan.
b. Sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti
penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan