NILAI-NILAI KEIKHLASAN
DALAM BUKU MEMBUKA PINTU LANGIT
KARYA K.H. MUSTOFA BISRI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd)
Oleh :
PUTRI LAELATUL FAUZIAH
NIM 11113247
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MOTTO
َيِكِرْشُمْلا َنِم َّنَنوُكَت لاَو اًفيِنَح ِنيِّدلِل َكَهْجَو ْمِقَأ ْنَأَو
“
Dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada
agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk
orang-
orang yang musyrik.”
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah „ala kulli hal, atas limpahan kasih sayang Sang Maha Rahmaan dan Rahiim yang telah mengantarkan penulis pada kesempatan
istimewa ini. Penulis persembahkan karya kecil ini sebagai kado bukti keseriusan
kepada orang-orang terkasih yang Allah titipkan untukuntuk mendampingi hingga
penghujung awal perjuangan.
1. Kedua orangtua saya, Bapak Muhlisin dan Ibu Siti Maemunah, yang telah
memberikan dukungan moril maupun materi serta do‘a yang tiada henti untuk
kesuksesan saya, karena tiada kata seindah lantunan do‘a dan tiada do‘a yang
paling khusuk selain do‘a yang terucap dari orang tua. Ucapan terimakasih saja
takkan pernah cukup untuk membalas kebaikan orang tua, karena itu terimalah
persembahan bakti dan cinta ku untuk kalian bapak ibuku.
2. Adik saya tercinta Maghfira Zafinatul Fadhilah, yang selalu memberi warna dalam
hidup saya. Semoga kelak kita bisa meraih mimpi bersama-sama.
3. Saudara saya Lu‘lu‘il Hidayah, Denok Adhiningrum, Muhammad Luthfi Aziz serta
sahabat seperjuangan yang saling memberikan dukungan semangat dan doa: Lilik
Setyowasih, Aulia Putri, Shinta Amalia, Fitri Wijayanti, Vina Luthfiana, Kurnia
Luthfiani, Nur Hayati, Galuh Woro Iklima, Anggun Fajar Saputra, Andrean
Odiansyah Irawan, Aldi Wijarnako, dan masih banyak lagi yang tidak bisa di
sebutkan satu persatu. Tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian semua tak
kan mungkin aku sampai disini, terimakasih untuk canda tawa, tangis, dan
perjuangan yang kita lewati bersama dan terimakasih untuk kenangan manis yang
telah mengukir selama ini.
5. Teman-teman PPL di MAN Tengaran
6. Teman-teman KKN Ngersap Magelang Posko 4
7. Dan semua pihak yang membantu dalam terselesainya skripsi ini serta para
ABSTRAK
Laelatul Fauziah, Putri. 2017. Nilai-nilai Keikhlasan Dalam Buku Membuka Pintu Langit Karya KH. Mustofa Bisri. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing: Imam Mas Arum, M. Pd.
Kata kunci : Nilai Keikhlasan, Membuka Pintu Langit Karya KH. Mustofa Bisri. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.Di era kemajuan teknologi seperti sekarang ini pendidikan tidak hanya bisa di dapat di sekolah atau lembaga pendidikan formal saja. Pendidikan bisa di dapat dari mana saja . sekarang banyak media yang di gunakan dalam proses pendidikan. Salah satunya yaitu dengan melalui buku.
Fokus penelitian ini yang akan dikaji adalah: Apa saja nilai-nilai keikhlasan dalam buku Membuka Pintu Langit karya KH. Mustofa Bisri?, 2. Bagaimana relevansi nilai-nilai keikhlasan dalam buku Membuka Pintu Langit Karya KH. Mustofa Bisri dengan Pendidikan Agama Islam? Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan
(Library research), yaitu penelitian yang memfokuskan pembahasan pada literatur-literatur baik berupa buku, jurnal, makalah, maupun tulisan-tulisan lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :(1)Nilai-nilai keikhlasan dalam buku
Membuka Pintu Langit karya KH. Mustofa Bisri: Pada buku Membuka Pintu Langit
karya K.H. Mustofa Bisri ini menekankan bahwa perlunya kita untuk mengevaluasi perilaku masing-masing. Ia mengajak kita untuk mendidik diri sendiri untuk bersikap ikhlas, termasuk dalam mengevaluasi perilaku kita yang berhubungan dengan sesama manusia maupun dalam kaitan dengan Allah SWT. (2)Relevansi antara nilai
keikhlasan yang terkandung dalam buku ―Membuka Pintu Langit‖ karya KH.
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Pustaka
2. Riwayat Hidup Penulis
3. Cover Buku Membuka Pintu Langit
4. Lembar Konsultasi
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
ABSTRAK ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Metode Penelitian ... 6
F. Penegasan Istilah ... 9
BAB II BIOGRAFI NASKAH…….... 12
A. Biografi KH. Mustofa Bisri ... 13
B. Karya-karya KH. Mustofa Bisri ... 24
C. Sistematika Penulisan Buku Membuka Pintu Langit Karya KH. Mustofa Bisri ………... 27
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN ... 29
A. Nilai-nilai Keikhlasan... 29
B. Membuka Pintu Langit Karya KH. Mustofa Bisri... 44
BAB IVPEMBAHASAN... 51
A. Nilai-nilai Keikhlasan Dalam Buku Membuka Pintu Langit Karya KH. Mustofa Bisri ... 51
B. Relevansi Nilai-nilai Keikhlasan Dalam Buku Membuka Pintu Langit Karya KH. Mustofa Bisri dengan Pendidikan Agama Islam... 58
BAB V PENUTUP ... 65
A. Kesimpulan ... 65
B. Saran-saran ... 67
C. Kata Penutup ... 68
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP PENULIS
COVER BUKU MEMBUKA PINTU LANGIT LEMBAR KONSULTASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan
kemampuan sikap dan bentuk tingkah lakunya dalam masyarakat dia hidup.
Dengan pendidikan manusia akan mendapatkan berbagai macam pengetahuan
untuk bekal kehidupannya karena pendidikan merupakan kebutuhan mutlak
yang harus di penuhi sepanjang hayat (Ihsan, 2005: 2)
Pendidikan seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung
banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks
itu, maka tak sebuah batasan pun yang cukup memadai untuk menjelaskan
arti pendidikan secara lengkap. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh
para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang
lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang
digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang
melandasinya. (Tirtarahardja dan sula, 2000: 33)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008: 326),
Pendidikan adalah ―proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik‖.
Sedangkan menurut ketentuan umum undang-undang pasal 1 (2006:
5), Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan sesuai dengan kurikulum tahun 2013 menekankan kepada
pendidikan karakter atau moral. Hal ini sesuai dengan kondisi masyarakat dan
keadaan zaman sekarang yang semakin ―bobrok‖. Pendidikan moral atau
karakter dalam Islam masuk pada bagian aqidah akhlak. Dalam pendidikan
aqidah akhlak tertera berbagai macam hal yang bersangkutan dengan
perbaikan sikap atau perilaku manusia, seperti tata cara berkata,bertingkah
laku, berbusana, bergaul atau bersosialisasi dan lain sebagainya.
Dalam penelitian ini, peneliti membahas tentang perilaku
ikhlas.Istilah ―ikhlas‖ berasal dari bahasa Arab, yakni akhlasa, yukhlisu,
ikhlasan, yang mempunyai makna ―memurnikan‖. Secara bahasa, ikhlas
dapat didefinisikan sebagai pembersih dari kotoran-kotoran dan menjadikan
sesuatu yang bersih tidak kotor lagi. Maka orang yang ikhlas adalah orang
yang menjadikan agamanya semata-mata untuk Allah SWT dengan
menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain, serta tidak
riya‘ dalam beramal.
Sementara itu secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah
SWT. Dalam beramal tanpa menyekutukannya dengan yang lain, serta
memurnikan niat dari ―kotoran‖ yang merusak. (Syukur, 2013 : 112-114)
Ikhlas itu sungguh tak mengharap balas. Ikhlas itu benar-benar tidak
Allah agar takdir-Nya mengenakkan kita. Kita punya rancangan, Allah punya
rancangan. Tapi rancangan Allah jauh lebih baik. Demikian yang pernah
dikemukakan oleh almarhum Ustaz Jeffry al Buchory (uje). (soebachman,
2013 : 121)
Keikhlasan merupakan salah satu nilai pendidikan karakter sekaligus
nilai pendidikan Islam. Karakter seseorang terlihat dari sikap dan tingkah
lakunya, bisa dikatakan kalau karakter itu juga menyangkut akhlak.
Keikhlasan pada hakikatnya adalah suasana batin manusia yang
menginginkan balasan hanya dari Allah SWT.
Makna ikhlas dalam Al-Qur‘an, Allah SWT mengibaratkan sebagai
susu yang suci-murni, tidak bercampur dengan yang lain. Enak diminum,
dapat menyehatkan dan menyegarkan tubuh manusia. Menurut istilah
syari‘ah (Islam) yang dimaksud dengan makna ikhlas adalah mengerjakan
ibadah atau kebajikan karena Allah SWT semata-mata mengharapkan
keridhoan-Nya.(Syam, 2008 : 27 )
Di era kemajuan teknologi seperti sekarang ini pendidikan tidak hanya
bisa di dapat di sekolah atau lembaga pendidikan formal saja. Pendidikan bisa
di dapat dari mana saja . sekarang banyak media yang di gunakan dalam
proses pendidikan. Salah satunya yaitu dengan melalui buku.
Beralih ke sastra, salah satu buku yang berjudul Membuka Pintu
Langit merupakan karya K.H. Mustofa Bisri. Gus Mus menekankan perlunya
kita mengevaluasi perilaku masing-masing. Ia mengajak kita mendidik diri
perilaku kita dalam hubungannya dengan sesama manusia maupun dalam
kaitan dengan Tuhan.
Membuka pintu langit atau pintu syurga bermakna bahwa
diturunkannya rahmat Allah memberi peluang kepada kita untuk mengabdi
kepada-Nya. Hanya Dia yang mengetahui seberapa besar ganjaran yang akan
dilimpahkan. Inilah momentum untuk mengevaluasi perilaku diri kita. Dalam
Buku ini tentunya juga banyak pendidikan yang dapat diambil pelajaran dan
dapat di petik hikmahnya untuk kehidupan kita sehari-hari.
Dengan memerhatikan latar belakang di atas, maka penulis tertarik
membahas mengenai nilai-nilai keikhlasan yang terdapat pada buku
Membuka Pintu Langit dalam sebuah skripsi yang berjudul ―NILAI-NILAI
KEIKHLASAN DALAM BUKU MEMBUKA PINTU LANGIT KARYA
K.H. MUSTOFA BISRI‖. Karena penulis tertarik dengan isi buku tersebut
yang mengulas nilai-nilai keikhlasan. Keikhlasan dalam menjalani hidup,
termasuk dalam mengevaluasi perilaku kita dalam hubungannya dengan
sesama manusia maupun dalam kaitan dengan Tuhan. Dalam Buku tersebut
sang pembaca juga dapat mengambil pelajaran tentang ikhlas dalam
menjalani hidup.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah berisi penegasan mengenai pertanyaan-pertanyaan
keseluruhan ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi
dan pembatasan masalah (Maslikhah,2013: 302).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa saja nilai-nilai keikhlasan yang terkandung dalam Buku Membuka
Pintu Langit karya K.H. Mustofa Bisri ?
2. Bagaimana relevansi nilai-nilai keikhlasan yang terkandung dalam buku
Membuka Pintu Langit Karya K.H. Mustofa Bisri dengan Pendidikan
Agama Islam ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan peenelitian merupakan pernyataan sasaran yang ingin dicapai
dalam penelitian. Isis dan rumusan tujuan penelitian mengacu pada rumusan
masalah. Perbedaannya terletak pada bentuk keilmuannya dalam rumusan
masalah, kaimatnya berbentuk pertanyaan, maka dalam tujuan penelitian
berbetuk kalimat pernyataan (STAIN Salatiga, 2008:16).
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan apa saja nilai-nilai keikhlasan yang
terkandung dalam buku Membuka Pintu Langit karya K.H. Mustofa
Bisri.
2. Untuk mendiskripkan bagaimanakah relevansi nilai-nilai keikhlasan
yang terkandung dalam buku Membuka Pintu Langit karya K.H.
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat
antara lain :
1. Secara Teoritis
Secara teoritik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
konstribusi yang positif bagi dunia pendidikan pada umumnya dan
khususnya bagi pengembangan nilai-nilai pendidikan baik umum maupun
pendidikan Islam terutama pendidikan akhlak melalui pemanfaatan karya
sastra
2. Secara Prkatis
a. Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui
nilai-nilai keikhlasan dalam buku Membuka Pintu Langit karya K.H. Mustofa
Bisri.
b. Memberikan manfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi
penulis sendiri.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kepustakaan (library research), karena semua yang digali adalah
bersumber dari pustaka (Hadi, 1990: 3). Mencari objek penelitian
secara aktif harus dilakukan dengan cara menelusuri berbagai bacaan
yang ditulis oleh tangan pertama, artinya belum mengalami
modifikasi. (Suharto, Girisuta dan miryanti, 2003: 63)
Sedangkan menurut Zed (2004: 3) penelitian kepustakaan
adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah
bahan penelitian. Dan dijadikan obyek kajian adalah hasil karya tulis
yang merupakan hasil dari pemikiran.
2. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
(library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur.
Adapun refrensi yang menjadi sumber data primer adalah buku
Membuka Pintu Langit karya K.H. Mustofa Bisri. Adapun yang
menjadi sumber data sekunder adalah buku-buku lainnya yang ada
relevansinya dengan obyek pembahasan penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian
ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi
sumber data primer yakni buku Membuka Pintu Langit dan data
sekunder yakni buku-buku yang relevan lainnya. Setelah data
terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam
hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data
atau informasi untuk bahan penelitian.
Menurut Patton, 1980 (dalam Lexy J. Moleong 2002: 103)
menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan
uraian dasar. Dalam menganalisis data yang ada, penulis
menggunakan dua metode yaitu:
a. Metode Deduktif
Metode deduktif adalah penelitian yang bertilik tolak dari
pernyataan yang bersifat umum dan menarik kesimpulan yang
bersifat khusus (Sukandarrumini, 2006: 40). Adapun tahapan
penggunaan metode ini adalah metode deduktif ini digunakan
untuk menganalisis pada bab II tentang biografi karya-karya
penulis , kemudian bab III peneliti membahas tentang teori yang
beraitan dengan nilai-nilai keikhlasan yang berada dalam buku
Membuka Pintu Langit yang ditulis K.H Mustofa Bisri.
b. Metode Content Analysis
Metode Content Analysis (analisis isi) menurut Weber
sebagaimana dikutip oleh Soejono dalam bukunya yang berjudul:
Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, adalah:
―metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur
untuk menarik kesimpulan yang shahih dari sebuah buku atau
dokumen‖ (Soejono, 2005: 13). Dengan teknik analisis ini penulis
dalam ulasan-ulasan buku Membuka Pintu Langit dan kaitannya
dengan nilai-nilai keikhlasan.
c. Metode Reflektif Thingking
Metode Reflektif Thingking yaitu berfikir yang prosesnya
mondar-mandir antara yang emperi dengan yang abstrak. Emperi
yang khusus dapat saja menstimulasi berkembangnya yang
abstrak yang luas, dan menjadikan mampu melihat relevansi
emperi pertama dengan emperi-emperi yang lainyang termuat
dalam abstrak baru yang dibangunnya (Muhadjir, 1991: 66-67).
Metode ini digunakan untuk melihat relevansi antara nilai-nilai
keikhlasan dalam buku Membuka Pintu Langit dan Pendidikan
Agama Islam.
F. Penegasan Istilah
Supaya pembaca dapat memahami beberapa istilah yang terdapat
dalam tuliasan ini, maka peneliti akan menjabarkan beberapa pengertian
istilah yang terkandung dalam tulisan yaitu :
a. Nilai
Nilai dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia berarti harga,
ukuran, angka yang mewakili prestasi, sifat-sifat yang penting yang
berguna bagi manusia dalam menjalani hidupnya (Kamisa, 1997:
376). Nilai mengacu pada mengacu pada sesuatu yang oleh manusia
b. Keikhlasan
Keikhlasan berasal dari kata ikhlas yang artinya niat mengharap
ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang
lain. Sedangkan menurut Tatapangarsa (1980: 151) ikhlas termasuk
akhlak Mahmudah yang penting pula. Arti ikhlas ialah murni atau
bersih, tidak ad campuran. Ibarat emas, ialah emas tulen, bersih dari
segala macam campuran yang lain seperti perak dan lain sebagainya.
Maksud bersih di sini ialah, bersihnya suatu pekerjaan dari campran
motip-motip yang selain Allah, seperti ingin dipuji orang, ingin
mendapat nama, dan lain sebagainya. Jadi suatu pekerjakan dapat
dikatakan ikhlas, kalau pekerjaan itu dilakukan semata-mata karena
Allah saja, mengharap ridho-Nya dan pahala-Nya. Keikhlasan adalah
suatu suasana hati manusia yang bersifat tidak mengharapkan balasan
atas perbuatan atau jasanya. Menurut KBBI (2008: 521) keikhlasan
yaitu ketulusan hati, kejujuran dan kerelaan.
c. Buku Membuka Pintu Langit
Buku Membuka Pintu Langit merupakan karya KH. Mustofa
Bisri yang ditulisnya pada tahun 2011. Setelah buku sebelumnya laris,
Gus Mus menghadirkan kembali Membuka Pintu Langit: Momentum
Membuka Mengevaluasi Perilaku, buku revisi yang diperkaya dengan
sejumlah karya barunya. Buku Membuka Pintu Langit mengajarkan
termasuk dalam mengevaluasi perilaku kita dalam berhubungan
dengan sesama manusia maupun yang berkaitan dengan Allah SWT .
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan yang penulis maksud di sini adalah sistematika
penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar
tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab dengan
sistematika sebagai berikut:
BAB I yakni PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas
mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah, dan sistematika
penulisan.
BAB II berisi tentang BIOGRAFI NASKAH. Bab ini menjelasakan
tentang biografi penulis K.H. Mustofa Bisri yang meliputi riwayat hidup,
karya-karyanya, serta sistematika penulisan buku.
BAB III menjelaskan tentang DESKRIPSI PEMIKIRAN K.H.
Mustofa Bisri
BAB IV menjelaskan tentang PEMBAHASAN. Bab ini penulis akan
memberikan pembahasan tentang: nilai-nilai keikhlasan yang terdapat pada
buku Membuka Pintu Langit.
BAB V adalah PENUTUP. Menguraikan kesimpulan dan saran.
BAB II
BIOGRAFI NASKAH
A. Biografi K.H. Mustofa Bisri
K.H. Mustofa Bisri alumnus dan penerima beasiswa dari Universitas
Al Azhar Cairo (Mesir, 1964-1970) untuk studi islam dan bahasa arab ini.
Sebelumnya menempuh pendidikan di SR 6 tahun (Rembang, 1950-1956),
Pesantren Lirboyo (kediri, 1956-1958), Pesantren Krapyak (Yogyakarta,
1958-1962), Pesantren Taman Pelajar Islam (Rembang, 1962-1964).
Dilahirkan di Rembang , 10 Agustus 1944, Gus Mus (KH. Ahmad
Mustofa Bisri) beruntung dibesarkan dalam keluarga yang patriotis, intelek,
progresif sekaligus penuh kasih sayang. Kakeknya (H. Zaenal Mustofa)
adalah seorang saudagar ternama yang dikenal sangat menyayangi ulama.
Dinaungi bimbingan para kiai dan keluarga yang saling mengasihi, yatim
sejak masih kecil tidak membuat pendidikan anak-anak H. Zaenal Mustofa
terlantar dalam pendidikan mereka. Buah perpaduan keluarga H. Zaenal
Mustofa dengan keluarga ulama bahkan terpatri dengan berdirinya ―Taman
Pelajar Islam‖ (Roudlatuth Tholibin), pondok pesantren yang kini diasuh Gus
Mus bersaudara. Pondok ini didirikan tahun 1955 oleh ayah Gus Mus, KH.
Bisri Mustofa. Taman Pelajar Islamsecara fisik dibangun diatas tanah wakaf
H. Zaenal Mustofa, dengan pendiri dan pengasuh KH Bisri Mustofa sebagai
pewaris ilmu dan semangat pondok pesantren Kasingan yang terkemuka
pendudukan Jepang. KH. Bisri Mustofa sendiri adalah menantu KH. Cholil
Harun, ikon ilmu keagamaan (Islam) di wilayah pantura bagian timur
(Anshari, et.al.,2005: 34). Ayah Gus Mus sangat memperhatikan pendidikan
anak-anaknya, lebih dari sekedar pendidikan formal. Meskipun otoriter dalam
prinsip, namun ayahnya mendukung anaknya untuk berkembang sesuai
dengan minatnya.
Menikah dengan Hj. Siti fatimah (1971), mereka dikaruniai 7 anak (6
putri, 1 putra bernama M. Bisri Mustofa), dan 13 cucu. Yang semakin langka
dalam keluarga masa kini, namun nyata berlangsung dalam keluarga Gus
Mus adalah hubungan saling menghormati, saling menyayangi diantara
sesama anggota keluarga. Sebagai ilustrasi, kiprah sang ayah di dunia politik
(Anggota Majelis Konstituante, 1955; Anggota MPRS, 1959; Anggota MPR,
1971), tidak dengan sendirinya membuat Gus Mus tertarik kepada dunia
politik. Jika akhirnya Gus Mus terjun juga ke dunia politik (1982-1992
anggota DPRD Jawa Tengah; 1992-1997 Anggota MPR RI) itu lebih karena
pertimbangan tanggung jawab yang tak bisa dielakkannya, mengingat
kapasitas-kapasitasnya. Dengan mengambil sikap-sikap politik yang sulit,
Gus Mus sangat memperhitungkan restu keluarganya, terutama ibundanya Hj.
Ma‘rufah, selain istri dan anak-anaknya.
KH. Bisri Mustofa penulis Tafsir al-ibris yang masyhur, di zamannya
kemampuannya menerjemahkan kitab-kitab klasik berbahasa Arab menjadi
bacaan indah sekaligus mudah difahami.
Produktivitas menulis keluarga ulama ini, khususnya produktivitas
kepenulisan KH. Bisri Mustofa dan KH. Misbach Mustofa(keduanya putra H.
Zaenal Mustofa) baik dalam bahasa Indonesia, Jawa mmaupun bahasa Arab
mendorong inovasi diadakannya pelatihan menulis dalam bahasa Indonesia
dan menerjemahkan kitab dalam bahasa Indonesia bagi para santri Taman
Pelajar Islam (1983) yang diprakarsai adik Gus Mus KH M. Adib Bisri. Ketika itu kemampuan menulis dalam bahasa Indonesia rata-rata santri
sangatlah minim.
Gus Mus sendiri bersama kakaknya KH M. Cholil Bisri, sejak muda mempunyai kebiasaan menulis sajak dan saling berlomba untuk
dipublikasikan. Gus Mus yang suka membaca sejak masa kanak0kanak,
tulisannya sejak remaja sudah banyak dimuat berbagai mdia masa termasuk
Kompas (Kompas Minggu 9 Januari 1997:2). (Untuk menghindarkan diridari
‗bayang-bayang‘ nama besar ayahnya, Gus Mus pernah menggunakan nama
M. Ustov Abi Sri sebagai pseudonimnya). Pentas baca puisinya yang pertama
(1980-an) telah menuai banyak pujian dan Gus Mus segera dikukuhkan
kehadirannya sebagai ―bintang baru‘ dalam dunia kepenyairan Indonesia. Ia
menjadi satu-satunya penyair Indonesia yang menguasai sastra Arab (bukan
sekedar terjemahannya). Kini sajak-sajak Gus Mus terpampang hingga
diantaranya bisa kita baca di Intisari, Horison, Kompas, Tempo, Detak,
Editor, Forum, Humor, DR, Media Indonesia, Republika, Suara Merdeka,
Wawasan, Kedaulatan Rakyat, Bernas, Jawa Pos, Bali Pos, Duta masyarakat
(Baru), Pelita, Panji Masyarakat, Ulumul Qur‟an, Ummat, Amanah, Aula, Mayara. Pada majalah Cahaya Sufi (Jakarta), MataAir (Jakarta), MataAir
(Yogyakarta), Almihrab (Semarang) Gus Mus duduk sebagai Penasehat.
Karena dedikasinya dibidang sastra, Gus Mus banyak menerima
undangan juga dari berbagai negara. Bersama Sutardji Colzoum bachri,
Taufiq Ismail, Abdul hadi WM, Leon Agusta, Gus Mus menghadiri
perhelatan puisi di Baghdad (Iraq, 1989). Masyarakat dan mahasiswa
Indonesia menunggu dan menyambutnya di Mesir, Jerman, Belanda,
Perancis, jepang, Spanyol, Kuwait, Saudi Arabia (2000). Fakultas Sastra
Universitas Hamburg, mengundang Gus Mus untuk sebuah seminar dan
pembacaan puisi (2000). Universitas Malaya (Malaysia) mengundangnya
untuk seminar Seni dan Islam. Sebagai cerpenis, Gus Mus menerima
penghargaan ―Anugerah Sastra Asia‖ dari Majelis Sastra (Mastera,Malaysia,
2005).
Membaca sajak saat berdakwah, bukan hal baru di kalangan
pesantren. Tapi, membaca sajak sebagaimana dilakukan Gus Mus dengan
sajak-sajak mbeling atau ‗puisi balsem‘ (balsem adalah obat gosok
penghilang pening)-nya, memang baru Gus Mus yang memulai (Kompas
Mus untuk mengkomunikasikan berbagai situasi sosial yang aktual dengan
para santri/asudiens-nya. Dengan bangkitnya keingintahuan santri dan para
audiens, terbukalah dialog sehingga terbuka harapan akan meningkatnya
pemahaman yang lebih untung tentang diri sendiri, sesama, situasi
lingkungan dan agama.
Dedikasi Gus Mus di dunia puisi disambut oleh seniman-seniman lain.
Sebuah group band anak muda pernah mengaransir lagu untuk puisi Gus
Mus. Bersama Idris Sardi Gus Mus menyuarakan keprihatinannya tentang
persatuan bangsa dalam pagelaran karya musik dan puisi bertajuk “Satu Rasa Menyentuhkan Kasih Sayang” di Gedung Kesenian Jakarta, 22 Maret 2006 (Kompas, 23 Maret 2006: 15). Tahun 2008 Gus Mus berkenan menulis lirik
lagu diantaranya berisi parodi tentang bagaimana manusia mempertaruhkan
‗kaki‘, ‗kepala‘, bahkan ‗dada‘ demi sekdar ‗kesenangan (kekuasaan)
mempermainkan bola‘—untuk lagu Sawung Jabo (belum dipublikasikan).
Kepedulian Gus Mus yang tercurah media massa melahirkan konsep
‗MataAir‘. Konsep ini mewadahi mimpinya tentang media alternatif yang
berupaya memberikan informasi yang lebih jernih, yang pada awalnya
merupakan respons atas keprihatinannya terhadap kebebasan pers yang sangat
tidak terkendali (setelah Orde Baru tumbang, 1998). Meski belum
sepenuhnya hadir seperti yang diharapkan Gus Mus, konsep ‗MataAir‘ ini
akhirnya terwujud dengan diluncurkannya situs MataAir, gubuk maya Gus
majalah MataAir jakarta (2007) dan MataAir Yogyakarta (2007). ‗MataAir‘
mempunyai motto: ―Menyembah Yang Maha Esa, Menghormati yang lebih
tua, Menyayangi yang lebih muda, mengasisih sesama”.
Masyarakat juga menikmati inovasi lain sebagai buah dari tradisi
menulis keluarga Mustofa ini. Pada pernikahan keempat putrinya, untuk
masing-masing Gus Mus menerbitkan sebuah buku yang dibagikan sebagai
cindera mata bagi para tetamu. Tiga diantaranya Kado pengantin (kumpulan
nasehat untuk pengantin yang ditulis tokoh kiai dan cendekiawan, 1997),
Bingkisan Pengantin (antologi puisi tokoh penyair, 2002), Cerita-Cerita
Pengantin (kumpulan cerpen yang ditulis para tokoh cerpenis, 2004).
Sejak muda Gus Mus adalah probadi yang terlatih dalam disiplin
berorganisasi. Sewaktu kuliah di Al Azhar Cairo, bersama KH Syukri Zarkasi
(sekarang Pengasuh Ponpes Modern Gontor Ponorogo, Jawa Timur), Gus
Mus menjadi pengurus HIPPI (Himpunan Pemuda dan Pelajar Indonesia)
Divisi Olah Raga. Di HIPPI pula Gus Mus pernah mengelola majalah
organisasi (HIPPI) berdua saja dengan KH. Abdurrahaman Wahid (Gus Dur).
Tidak berbeda dengan para kiai lain yang memberikan waktu dan
perhatiannya untuk NU (Nahdlatul Ulama), sepulang dari Cairo Gus Mus
berkiprah di PCNU Rembang (awal 1970-an), Wakil Katib Syuriah PWNU
Jawa Tengah (1977), Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, hingga Rais
Syuriyah PBNU (1994, 1999). Tetapi mulai tahun 2004, Gus Mus menolak
Umum PBNU 2004-2009, Gus Mus menolak dicalonkan sebagai salah
seorang kandidat.
Sebagai konsekuensinya, Gus Mus tidak sekedar ―kehilangan‖
kesempurnaan memimpin NU dalam arti struktural namun juga
dialamatkannya tudingan bahwa ia sekadar tokoh ‗lemah‘, ‗ragu-ragu‘, ‗tidak
tegas‘, ‗tidak serius‘ terhadap –bahkan ‗cuci tangan‘ dari persoalan-persoalan
NU (Anshari, et.al., 2005: 114). Sementara bagi Gus Mus, dengan ‗berada di
luar orbit‘, ia justru bisa ‗menjadi kiai umat tanpa membedakan latar
belakang, warna pakaian dan politik‘ (idem: 97). ―Saya harus bisa mengukur
diri sendiri. Mungkin lebih baik saya tetap berada di luar, memberikan
masukan dan kritikan dengan cara saya,‖ jelasnya (Khairina & Kristanto,
2004: 16 kolom 4). ―Kalau saya biasanya mendoa, ya saya akan mendoa.
Kalau semua orang misalnya mau mengukur dirinya sendiri, insya Allah baik
bagi dirinya, baik juga bagi umat‖.
Pada periode kepengurusan NU 2010 – 2015, hasil Muktamar NU ke
32 di Makasar Gus Mus diminta untuk menjadi Wakil Rois Aam Syuriyah
PBNU mendampingi KH. M.A. Sahal Mahfudz. Pada bulan Januari tahun
2014, KH M.A. Sahal Mahfudh menghadap kehadirat Allah, maka sesuai AD
ART NU, Gus Mus mengemban amanat sebagai Pejabat Rois Aam hingga
muktamar ke 33 yang berlangsung di Jombang Jawa Timur. Pada muktamar
NU di Jombang, Muktamirim melalui tim Ahlul Halli wa Aqdi, menetapkan
tidak menerima Jabatan Rois Aam PBNU tersebut dan akhirnya Mukatamirin
menetapkan Dr. KH. Ma‘ruf Amin menjadi Rois Aam PBNU periode 2015
-2020.
Berdisiplin dalam memelihara rasa tanggung jawab, juga membuat
Gus Mus bergeming terhadap godaan kursi empuk kekuasaan struktural di
dunia politik. Tidak seperti kebanyakan politikus dengan segala daya dan cara
merebut mendapatkan dan mempertahankan kedudukannya, Gus Mus pernah
menolak duduk kembali di kursi legislatif. Meskipun pencalonannya sudah di
tetapkan, beliau memutuskan mundur dari pemilihan sebagai ‗wakil rakyat‘.
Alasan beliau, karena ragu bisa mempertanggungjawabkan posisinya jika
terpilih. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, Gus Mus merasa apa yang
bisa diberikannya kepada rakyat tidak sebanding dengan apa yang
diterimanya dari rakyat (Khairina dan Kristatnto, 2004: 16).
Termasuk disipilin dalam berpolitik, Gus Mus juga selalu terlalu arif
untuk membawa kelompok maupun kepentingan dirinya sendiri. Mantan
Pemimpin Redaksi tabloid Detik Eros Djarot menyatakan bahwa sebagai
Kiai, Gus Mus tidak bernafsu ‗mengolah‘ para pendukung, simpatisan dan
santrinya menjadi sekadar alat perjuangan politk demi kekuasaan. Ada pula
yang mencatat bahwa menjelang Pemilu 1987, melalui KH Sahal Mahfudz
(senior Gus Mus di kepengurusan struktural NU) seorang kader parpol gagal
membujuk Gus Mus menjadi direktur sebuah perusahaan yang akan didirikan
ralisasi impiannya memiliki percetakan untuk menerbitkan sndiri
karya-karyanya ketika mengetahui dananya berasal dari sumber yang sama (Asma
et.al., 2005: 85-86)
Dalam dunia politik, pemihakan Gus Mus selalu jelas dan konsisten:
yakni kepada rakyat yang selalu terpinggirkan. Sebagai Anggota Dewan
misalnya (1982-1992 Anggota DPRD Jawa Tengah; 1992-1997 Anggota
MPR RI), untuk mendengarkan aspirasi rakyat, tidak jarang Gus Mus dengan
biaya sendiri mengadakan kunjungan di luar protokoler biasanya dalam
kemasan pengajian dan ini dilakukan tidak terbatas di wilayah yang menjadi
konstituennya. ―Suatu kebiasaan yang berlaku di dewan saat itu adalah
masing-masing anggota hanya mengurus dan mengedepankan kepentingan
daerahnya. Tidak ada anggota dewan yang concern terhadap urusan daerah
secara integral,‖ Kata Gus Mus (Asma et.al.,2005: 80).
Atmosfer di lingkungan legislatif memang tidak cukup kondusif bagi
hati nurani Gus Mus. Gus Mus sampai malu dan menghindar dari menerima
gaji. Seperti kata Gus Mus: ―...antara kinerja dan gaji yang diberikan tidak
imbang. Jauh lebih besar gaji yang diterima.‖ (idem: 82). Puncak akumulasi
ketidakberdayaan Gus Mus di parlemen daerah tertuang dalam Puisi Balsem
dari Tunisia (dalam Ohoi, Kumpulan Puisi-Puisi Balsem, Bisri, 1988, cet.1)
(idem:85). Karena merasa fungsinya tidak efektif, akhirnya Gus Mus
mengundurkan diri: ― ...mungkin saya bisa melihat ketimpangan-ketimpangan
teguran namun—mencarikan solusi dan pemecahan?‘ (Asma et.al., 2005:
116).
Sewaku kuliah di Al Azhar (Cairo), Gus Mus dikenal sebagai atlet
bulu tangkis dan sepak bola yang andal. Selain bulu tangkis dan sepak bola,
melukis dan menulis adalah kegemaran Gus Mus sejak muda. Kenang Gus
Mus, ―...saya itu kalau ngaji, kitabnya suka saya gambari. Ketahuan ayah
saya, tapi malah saya diajak ke perkampungan para pelukis di Sokaraja iyu. ―
(Rahardjo, 1997: 16). Gus Mus juga bercerita tentang guru melukisnya yang
lain: ― ...ada peluksi keliling, dia gambar wajah orang pakai kertas dan konte.
Dia itu kakinya lumpuh. Sayalah yang mendorongnya keliling kota Rembang
ini... hanya saking tertariknya saja. Saya ingin melihat dia melukis. Itulah
antara lain cara saya belajar. Jadi saya tidak belajar secara khusus.‖ (idem).
Sewaktu menjadi santri di Krapyak, Gus Mus sering jalan-jalan ke
rumah-rumah seniman Yogya. Salah satunya rumah-rumah Affandi (Asma, et.al., 2005: 49).
Sampai ketika Affandi ke Mesir, Gus Mus selalu ―nempel‘ Affandi
(Rahardjo, 1997:16).
Mengapa ia sampai kini melukis, Gus Mus menyatakan: ―Saya punya
kebiasaan, kalau ada dorongan dari dalam itu, kalau tidak saya tuangkan
dalam tulisan atau oret-oretan, rasanya masih seperti ada ganjalan.‖ (idem:
15) ―Apa yang saya lakukan itu merupakan dorongan dari dalam. Baik
bahkan oleh saya sendiri. Karena sakit kalau tidak saya tuangkan. ― (idem:
24).
Gus Mus kini mantan perokok menjadi inovator sebagai pelukis
pertama di atas amplop surat dengan memanfaatkan klelet (residu rokok)
sebagai medium lukisannya. Sejumlah lukisan klelet karyanya itu digelar
dalam sebuah pameran tunggal bertajuk ―99 Lukisan Amplop‖ di Gedung
Pameran Senirupa Depdikbud Jakarta (1997). Dirjen Depdikbud RI pada
waktu itu, Edi Setyawati, mengapresiasi Gus Mus sebagai ‗manusia pelaku
perubahan yang mewarisi gagasan-gaasan modernisasi dalam bidang
kesenian‘ (idem: 7). Lukisan amplop Gus Mus menurut Edi Sdyawati
merupakan ‗karya-karya seni rupa yang spesifik, baik bentuk, teknik, maupun
pemaknaannya‘ (idem). Mantan Mendikbud RI Fuad Hassan dalam
sambutannya saat membuka pameran, menyatakan bahwa karya Gus Mus itu
‗sangat unik, bukan saja karena ciptaseni seorang Kiai, juga karena karyanya
pantas dianggap tunggal dalam wujud dan gayanya‖ (idem: 8).
Dan lagi-lagi, konsistensi itu bisa dirasakan di sini. Tidak hanya dalam
aktivitas politik dan kreativitas dalam sastra, dalam seni rupa pun, Gus Mus
agaknya sulit dipisahkan dari disiplin spiritualnya. Menurut kurator seni rupa
dan salah seorang pelopor seni Jim Supangkat (Tempo Edisi Khusus Tahun
2000: 178), karya Gus Mus berbeda dengan ‗sebagian besar kaligrafi yang
terkesan tulisan yang diindah-indahkan‘ (idem: 49). Apa yang dikatakan Jim
kesederhanaan yang memnuhi estetika, bukan melalui kemubadziran yang
sifatnya kosmetika belaka.‖ (idem: 9). Lebih lanjut Jim menyatakan bahwa
‗kekuatan ekspresinya terdapat pada garis grafis‘, ‗kesannya ritnuk menuju
dzikir‘. Ini senafas dengan ungkapan pelukis dan cerpenis Danarto, yang
menyatakan bahwa karya Gus Mus cenderung kepada ‗cara-cara i‟tikaf yang
memadai‘ dalam mengarungi kehidupan ‗yang semakin hari semakin ganas‘
(idem: 46). I‘tikaf adalah cara beribadah dengan berdiam diri di masjid,
menjauhkan pikiran dari keduniaan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
(Alwi, 2003: 422).
Hingga kini lukisan karya Gus Mus mencapai bilangan ratusan dan
bisa disaksikan publik dalam berbagai pameran lukisan. Sebuah lukisannya
yang pernah mengundang kontroversi berjudul ―Berdzikir Bersama Inul‖,
dipamerkan bersama karya Djoko Pekik, Danarto dan kawan-kawan di
Surabaya (2003).
Ketika diselenggarakan Pameran Post-Kaligrafi ―Kalam dan
Peradaban‖ di Jogja Gallery (2007), Arrahmaiani –seorang penulis dan
perupa—mencatat lukisan Gus Mus berjudul ―Institusi‖ (2007) menarik untuk
direnungkan. Lukisan itu menurutnya mempersoalkan ‗kecenderungan
orientasi vertikal yang kemudian diinstitusikan‘, yang menyebabkan manusia
lupa adb karena kerancuan antara penghayatan ketuhanan dan nafsu
(Arrahmaiani, 2007:29 kolom 4). Saat ini Gus Mus sedang menyelesaikan
B. Karya-karya KH. Mustofa Bisri diantaranya yaitu :
1. Buku
a. Membuka pintu langit: momentum mengevaluasi perilaku
b. Ohoi: kumpulan puisi-puisi balsem
c. Gelap berlapis-lapis
d. Cerita-cerita pengantin
e. Keajaiban haji
f. Saleh ritual, saleh sosial: kualitas iman, kualitas ibadah, dan kualitas
akhlak sosial
g. Lukisan kaligrafi: kumpulan cerpen
h. Pesan Islam sehari-hari: ritus dzikir dan gempita ummat
i. Melihat diri sendiri
j. The key word: perpustakaan di mata masyarakat
k. Oase pemikiran untuk pluralitas bangsa
l. Mencari bening mata air: renungan
m. Negeri daging
n. Kompensasi: kumpulan tulisan
o. Cermin: kumpulan tulisan
p. Maha duka Aceh: antologi puisi
q. Fikih keseharian Gus Mus
r. Koridor: renungan A. Mustofa Bisri
t. Gus Dur garis miring PKB: kumpulan tulisan khusus tentang Gus Dur
dan PKB
u. Al-Ubairiz: fi tafsiiri gharaaibil Qur'anil Aziz : Indonesia-Jawa-Arab,
Arab-Jawa-Indonesia
2. Puisi
a. Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana
b. Dalam Kereta
c. Kalau Kau Sibuk Kapan Kau Sempat
d. Aku Merindukanmu, O, Muhammadku
e. Di Basrah
f. Lirboyo, Kaifa Hall....
g. Gandrung
h. Negeri Teka-Teki
i. Surabaya
j. Putra-Putra Ibu Pertiwi
k. S O A L
l. Negeriku
m. Di Taman Pahlawan
n. Keluhan
o. Kita Semua Asmuni Atawa Asmuni Cuma Satu
p. Mula-Mula
r. Istriku
s. Guruku
t. Orang Penting
u. Puisi Balsem Dari Tunisia
v. Nyanyian Kebebasan Atawa Boleh Apa Saja
w. Pilihan
x. Suwuk Kulhu Sungsang
y. Suwuk Solibin
z. Suwuk Manikcemar
aa. Kepada Penyair
bb.Maju Tak Gentar
cc. Input Dan Output
dd.Pahlawan
ee. Orang Kecil Orang Besar
ff. Andaikata
gg.Ibu
hh.Nasihat Ramadlan Buat A. Mustofa Bisri
ii. Ya Rasulallah
C. Sistematika Penulisan BukuMembuka Pintu Langit Karya KH. Mustofa
Bisri
Sistematika penulisan dalam buku Membuka Pintu Langit Karya
KH. Mustofa Bisri sama seperti sistematika buku pada umumnya. Halaman
pertama judul buku, kemudian halaman selanjutnya pengantar penerbit,
buku ni diterbitkan oleh PT. Kompas Media Nusantara pada bulan Agustus
2011 yang beralamat di Jl. Palmerah Selatan 26-28 Jakarta 10270,
editornya Almas Mustofa. Buku ini berisi kurang lebih 216 halaman: 14
cm x 21 cm, nomor ISBN buku ini yaitu 978-979-709-590-1, kemudian
buku ini ada dua cetakan, cetakan pertama Agustus 2011, cetakan kedua
November 2011. Halaman selanjutnya yaitu daftar isi. Halaman
selanjutnya yaitu pengantar penerbit. Halaman selanjutnya yaitu
pembahasan yang teridiri dari 5 bab. Halaman berikutnya adalah indeks.
Kemudian halaman berikutnya yaitu sumber naskah, serta halaman
berikutnya adalah tentang penulis.
Lebih singkatnya sistematika penulisan buku Membuka Pintu
Langit karya KH. Mustofa Bisri ini adalah sebagai berikut:
1. Halaman Judul
2. Pengantar Penerbit
3. Daftar Isi
4. Pengantar Penerbit
a. Menyegarkan Akhlak
b. Kepentingan Menjadi Pnglima
c. Memaknai Azab dan Musibah
d. Syahwat Politik
e. Membuka Pintu Langit
6. Indeks
7. Sumber Naskah
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Nilai-nilai Keikhlasan 1. Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga
prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan
perbuatan-perbuatannya. (Ensiklopedi Pendidikan, 2009: 106)
Istilah nilai (value) dalam kamus umum bahasa Indonesia diartikan
sebagai sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan (Poerwadarminta, 2006: 801). Nilai adalah kaulitas suatu
hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, dan
berguna dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi
bermartabat.
Menurut Steeman nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada
hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. (Adisusilo,
2013: 56)
Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting dan berguna bagi
kemanusiaan (Purwadarminta, 1991: 667). Nilai itu praktis dan efektif
dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di
Nilai adalah suatu kualitas yang dibedakan menurut:
kemampuannya untuk berlipat ganda atau bertambah meskipun sering
diberikan kepada orang lain dan kenyataan atau hukuman bahwa
makin banyak nilai diberikan kepada orang lain. Makin banyak pula
nilai serupa yang dikembalikan dan diterima oleh orang lain. (Majid,
2013: 42)
Nilai diartikan sebagai seperangkat moralitas yang paling abstrak
dan seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu
idealitas dan memberikan corak khusus pada pola pemikiran, perasaan,
dan perilaku. Misalnya nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
keadilan, nilai moral, baik itu kebaikan maupun kejelekan (Nurdin,
2008: 209)
Nilai adalah sesuatu yang dinilai positif, dihargai, dipelihara,
diagungkan, dihormati, membuat orang gembira, puas bersyukur
(kepuasan rohani). Kalau seseorang mengambil pilihan dan ternyata
setelah mengalami pilihannya itu menjadi gembira, kiranya ia
menemukan nilai bagi dirinya, tetapi sebaliknya kalau seseorang lalu
menjadi murung, sedih, karena pilihannya kiranya ia membuat suatu
pilihan yang keliru. (kaswardi, 1993: 8)
Rokeach memberikan batasan (pengertian) tentang nilai, yaitu
keyakinan dasar bahwa suatu modus perilaku atau keadaan akhir
eksistensi yang khas lebih disukai secara pribadi atau social
atau lawannya.dalam pengertian itu, lebih jauh dijelaskan bahwa nilai
mengemban gagasan-gagasan seorang individu mengenai apa yang
benar, baik, atau diinginkan. Nilai mempunyai atribut isi dan
intensitas. (Budiyono, 2007: 71)
2. Pengertian Keikhlasan
Menurut Al-Qadharawi Yusuf (2003: 2013), secara bahasa ikhlas
berarti jernih dari kotoran. Orang yang ikhlas (mukhlis) adalah orang
yang tidak meneyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi
dari apa yang dapat ia lakukan. Konsentrasi orang yang ikhlas hanya
satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah
SWT. Menurut ilmu merupakan salah satu bentuk mensyukuri nikmat
Allah dan cara untuk mendapatkan hidayah-Nya.
Ikhlas adalah bekerja dan beramal hanya karena Allah,
semata-mata, bukan karena selain-Nya. Al-Ghazali rahmahullah berkata:
“Semua manusia itu dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
“berilmu”, orang berilmu juga rugi kecuali ia “beramal”, orang beramal juga rugi, kecuali ia “ikhlas”.
Sebab ikhlas itu di dalam hati, sedangkan hati itu mudah sekali
bolak-baliknya seperti air mendidih. (Ibrahim, 1990:171)
Menurut Nurkholis Majdid dalam buku Menuju Hidup Sukses
karya Gim dan Ilham (2005: 76), keikhlasan adalah pada tingkat
pribadi seseorang, keikhlasan terasa sebagai tindakan yang tulus
terhadap diri sendiri dalam komunikasinya dengan Sang Maha
Ikhlas adalah melakukan sebuah amalan, baik yang berupa
perkataan maupun perbuatan yang hanya ditujukan Allah semata.
Al-Qur‘an pun memerintahkan kita untuk senantiasa ikhlas, seperti
firman Allah dalam surah Yunus ayat 105, yang berbunyi:
َِِٞمِشْشَُْىا ٍَِِ ََُِّّ٘نَر لاَٗ بًفَِْٞح ِِِّٝذيِى َلَْٖجَٗ ٌِْقَأ َُْأَٗ
Artinya: “Dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik” (QS. Yunus: 105)(Soebachman, 2014: 13) Keikhlasan berasal dari kata ikhlas yang artinya niat mengharap
ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang
lain. Sedangkan menurut Tatapangarsa (1980: 151) ikhlas termasuk
akhlak Mahmudah yang penting pula. Arti ikhlas ialah murni atau
bersih, tidak ad campuran. Ibarat emas, ialah emas tulen, bersih dari
segala macam campuran yang lain seperti perak dan lain sebagainya.
Maksud bersih di sini ialah, bersihnya suatu pekerjaan dari campran
motip-motip yang selain Allah, seperti ingin dipuji orang, ingin
mendapat nama, dan lain sebagainya. Jadi suatu pekerjakan dapat
dikatakan ikhlas, kalau pekerjaan itu dilakukan semata-mata karena
Allah saja, mengharap ridho-Nya dan pahala-Nya. Keikhlasan adalah
suatu suasana hati manusia yang bersifat tidak mengharapkan balasan
atas perbuatan atau jasanya. Menurut KBBI (2008: 521) keikhlasan
yaitu ketulusan hati, kejujuran dan kerelaan.
Definisi ikhlas yang dikemukakan para ulama tidak berbeda jauh.
kepada yang lain. Al-Raghib berkata dalam kitab Mufradat : ― ikhlas
adalah menyingkirkan segala sesuatu selain Allah. Abu Qasim
al-Qusyairi menyatakan bahwa seorang yang ikhlas adalah ―yang
berkeinginan untuk menegaskan hak-hak Allah Swt. Dalam setiap
perbuatan ketaatannya. Dengan ketaatannya itu ia ingin mendekatkan
diri kepada Allah, bukan kepada yang lain. Ia berbuat bukan untuk
makhluk, bukan untuk mendapat pujian manusia, atas sanjungan dari
siapa pun. Satu-satunya yang ia harapkan adalah kedekatan kepada
AllahSwt.‖ Sementara Izz ibn Abdussalam menyatakan ikhlas adalah
melakukan ketaatan karena dan demi Allah semata, bukan karena ingin
diagungkan atau dimuliakan oleh manusia; juga ukan untuk
memperoleh keuntungan agama, atau menolak kemudratan dunia‖
Ulama‘ yang lain, Harits al-Muhasibi menyatakan, ― ikhlas adalah
mengenyahkan makhluk dari hubungan antara seseorang dan Tuhan.‖
Definisi yang lain dikemukakan oleh Sahl ibn Abdullah, bahwa ikhlas
adalah menjadikan seluruh gerak dan diam hanya untuk Allah.
(Al-Asyqar, 2006: 25)
Al-Ghazali, setelah mengutip definisi diatas, mengatakan bahwa
―ikhlas adalah salah satu kata yang menghimpun dan meliputi seluruh
maksud‖ (Al-Asyqar, 2006: 26)
Definisi dari uraian di atas, kita tidak melihat adanya perbedaan
dalam pengertian ikhlas, baik dari segi bahasa maupun istilah. Antara
kepada upaya memurnikan maksud dan tujuan kepada Allah Swt. Dari
segala bentuk noda, campuran dan segala hallain yang merusak yang
melekati maksud dan tujuan itu. Artinya, semua ibadah yang dilakukan
murni dimaksudkan dan ditujukan kepada Allah semata, bukan kepada
orang lain. (Al-Asyqar, 2006: 27)
a) Manfaat Ikhlas
Ikhlas merupakan hal yang teramat penting dalam hidup
manusia. Tanpa keikhlasan, niscaya manusia akan senantiasa resah
dan gelisah dalam menjalani hidup kehidupannya. Keikhlasan akan
mendatangkan ketenangan, bahkan kebahagiaan, seburuk apapun
situasi dan kondisi hidup yang menerpa diri kita. Orang yang
ikhlas itu hati dan pikirannya semata-maata tertuju pada Allah
ta‘ala. Meskipun orang mencerca dan mempergunjingkan dirinya
sebegitu rupa, dia tak peduli. Orang yang tidak ikhlas akan banyak
menemui kekecewaan dalam hidupnya. Karena orang yang tidak
ikhlas itu tidak bergantung paad Allah ta‘ala. Dia melakukan ini itu
bukan dengan niat semata-mata karena Allah SWT, melankan
karena manusia. Mungkin ingin dianggap baik, dinilai rajin, tidak
dicela, atau supaya diberi reward tertentu. Artinya, dia melakukan
suatu amalan kebaikan dan berharap memperoleh penghargaan dari
sesama manusia demi eksistensi diri. (Soebachman, 2014: 22)
Orang yang ikhlas sangat yakin pada janji dan jaminan Allah
Allah SWT tak tergoyahkan, dia memandang enteng hal-hal selain
Allah ta‘ala. Inilah yang membuat hatinya tenang dan damai. Yang
namanya risau, galau, perasaan khawatir ditipu ataupun takut
dikhianati, sama sekali tak ada dalam kamus kehidupan seseorang
yang ikhlas. Orang yang ikhlas tidak pernah merasa takut untuk
kehilangan. Sebab, dia amat menyadari bahwa segala apa yang ia
miliki di dunia ini hanyalah titipan dari Allah ta‘ala. Sewaktu
-waktu Dia Allah SWT dapat mengambil kembali titipan-Nya dari
kita. (Soebachman, 2014: 23)
Ada banyak hal positif dan manfaat yang akan muncul dari sebuah
keikhlasan. Berikut adalah sederet manfaat yang dimaksud.
1) Hidup orang yang ikhlas akan terasa tenang karena hati selalu
berjaga-jaga untuk mengevaluasi dan meluruskan niat dalam
beramal.
2) Seseorang yang ikhlas akan selalu dimudahkan dalam segala
urusannya.
3) Memiliki orientasi hidup yang mampu menjangkau jangka
panjang, yaitu kahirat.
4) Keikhlasan tersebut merupakan pemberat/penambah pahal
dalam berama.
5) Orang yang memiliki rasa keikhlasan akan mendapatkan posisi
sebagai sebaik-baiknya hamba di sisi Allah dan juga sisi
Niat lillahita‘ala hanya fokus menjalani kehidupannya semata
-mata karena Allah SWT. Ia sudah sangat meyakini bahwa semua hal
yang dialaminya adalah takdir dan kehendak Allah SWT yang paling
baik dirinya. Mungkin kelihatan pahit, tapi sesungguhnya baik baginya
menurut Allah ta‘ala. Maka ia tak sedikit pun bermaksud untuk
memprotes Allah. Ia justru memilih ikhlas untuk menerimanya sebab
ikhlas itulah yang justru membuat hidup terasa nyaman dan ringan.
Pilihan untuk ikhlas ternyata dampaknya dahsyat. Rasa galau,
sedih, tersisih, kecewa, dan aneka macam perasaan negatif lainnya
pelan-pelan tersingkir oleh hadirnya keikhlasan. Pada akhirnya,
perasaan bahasgialah yang tersisa. Entah sedang mujur entah sedang
apes, hati orang yang ikhlas tak bakalan lepas kendal. Istilahnya,
mampu merasakan bahagia di segala cuaca dan kondisi.
Itulah keikhlasan yang berpotensi menguatkan jiwa, yang dapat
menyembukan penyakit-penyakit fisik yang asal-muasalnya dari
kekalutan pikiran alias perasaan tidak ikhlas. Begitulah faktanya.
Kekuatan jiwa adalah sebuah potensi yang tidak kasat mata, tetapi
efeknya dapat sangat luar biasa. Menurut metode penyembuhan
holistik, pada dasarnya setiap manusia bisa menyembuhkan dirinya
sendiri denga kekuatan jiwa yang dimilikinya. Hanya saja, tidak semua
orang tahu caranya. Adapun salah satu kunci kekuatan jiwa yang dapat
menyembuhkan penyakit adalah perasaan ikhlas (Soebachman, 2014:
Adapun untuk mencapai dan mewujudkan perasaan ikhlas
dalam hati, bahwa setiap orang tentu memiliki kemampuan
berbeda-beda. Maka orang yang ingin memiliki keikhlasan penuh disarankan
untuk membiasakan diri berlatih secara bertahap dan rutin. Jika telah
terbiasa lambat laun tentu mampu merasakan keikhlasan. Pada
awalnya mungkin akan berat. Akan tetapi, dengan niat yang
sungguh-sungguh, pasti akan dapat merasakannya. Kiranya untuk ―membantu‖
mendatangkan keikhlasan hati, kita bisa lebih meresapi firman Allah
dalam QS. Al-Baqarah: 216, yaitu sebagai berikut :
ََُٕ٘ٗ بًئَْٞش إَُ٘شْنَر َُْأ َٚغَعَٗ ٌُْنَى ٌْٓشُم ََُٕ٘ٗ ُهبَزِقْىا ٌُُنَْٞيَع َتِزُم
َُّاللََٗ ٌُْنَى ٌّشَش ََُٕ٘ٗ بًئَْٞش اُّ٘جِحُر َُْأ َٚغَعَٗ ٌُْنَى ٌشَْٞخ
َََُُ٘يَُْر لا ٌُْزَّْأَٗ ٌَُيَُْٝ
Artinya: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
b) Cara Meraih Ikhlas
Sebuah amalan kebaikan yang tidak dilakukan dengan
ikhlas semata-mata karena Allah ta‘ala tidak akan berpahala.
Bahkan, Allah SWT akan mengazab orang yang suka
melakukannya. Karena sesungguhnya amalan kebaikan yang
dilakukan bukan karena Allah ta‘ala termasuk perbuatan kesyirikan
yang tak terampuni dosanya kecuali jika si pelaku bertaubat
kepada-Nya. (Soebachman, 2014: 28)
Dalam QS. An-Nisa: 48 Allah berfirman, yang berbunyi :
ُءبَشَٝ ََِِْى َلِىَر َُُٗد بٍَ ُشِفْغََٝٗ ِِٔث َكَشْشُٝ َُْأ ُشِفْغَٝ لا َ َّاللَ َُِّإ
بًَِٞظَع بًَْثِإ َٙشَزْفا ِذَقَف ِ َّللَّبِث ْكِشْشُٝ ٍََِْٗ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar.” (QS. An-Nisa: 48)
Jadi, berhati-hatilah dalam melakukan suatu amalan
kebaikan. Bertahanlah untuk selalu ikhlas lillahi ta‘ala dalam
melakukannya. Apabila sampai tidak ikhlas, berarti tanpa sadar kita
telah menduakan Allah SWT. Melakukan sesuatu dengan tujuan
selain-Nya. (Soebachman, 2014: 28)
Keikhlasan dalam amalan-amalan semacam itu sangatlah
berat untuk diraih sebab orang-orang lain di sekitar kita banyak
yang langsung mengetahuinya. Pastilah pula akan banyak di antara
keikhlasan memang wajib diupayakan hadirnya dalam kehidupan
kita seberat apa pun kita mestinya sanggup meraih ikhlas. Ada
empat hal yang penting yang dapat dilakukan untuk memiliki
keikhlasan. Keempatnya adalah :
1) Senantiasa berdo‘a
2) Berusaha menyembunyikan amalan kebaikan
3) Memandang rendah amal kebaikan sendiri
4) Yakinkan diri bahwa hanya Allah yang memiliki surge
dan neraka. (Soebachman, 2014: 33)
c) Keutamaan Ikhlas
Gambaran ikhlas antara lain dinyatakan dalam bentuk
pernyataan, ― sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan
matiku hanyalah untuk Allah Tuhan sekaligus Alam‖. Seseuatu
perbuatan itubaru diterima Allah SWT dan dinilai sebagai ibadah
amal shaleh, jika perbuatan itu diizinkan oleh Allah dan dilakukan
dengan ikhlas. (Faridi, 2004: 60)
Rasul bersabda ada tujug golongan manusia yang akan
mendapatkan perlindungan di yaumil qiyamah nanti, saat tidak ada
perlindungan AllahSWT. Ketujuh golongan itu adalah:
1) Pemimpin yang berlaku adil terhadap rakyatnya
2) Pemuda yang selalu ikhlas beribadah kepada Allah
3) Seorang yang hatinya ikhlas , selalu terkait dengan
4) Dua orang yang bersahabat dengan ikhlas karena Allah
dan berpisah dengan ikhlas karena Allah
5) Laki-laki yang dibujuk berzina oleh wanita cantik yang
mempunyai kedudukan tetapi laki-laki itu menolak
karena takut kepada Allah
6) Seorang yang mngeluarkan hartanya sebagai shidqoh
dengan ikhlas, sembunyi-sembunyi sehingga
seolah-olah tangan kirinya pun tidak tahu apa yang
disedekahkan oleh tangan kanannya
7) Seorang yang berdzikir karena Allah sehingga ia
meneteskan air matanya. (Faridi, 2004: 61)
Sangat banyak ayat Al-Qur‘an terutama yang turun di
Makkah yang memerintahkan manusia bersikap ikhlas. Sebab,
ikhlas itu sangat erat hubungannya dengan tauhid yang murni,
akidah yang benar, dan tujuan yang jelas. Allah berfirman kepada
Rasul-Nya :
َأ بَِّّإ
َِِّٝذىا َُٔى بًصِيْخٍُ َ َّاللَ ِذُجْعبَف ِّقَحْىبِث َةبَزِنْىا َلَْٞىِإ بَْْىَضّْ
بٍَ َءبَِٞىَْٗأ ُِِّٔٗد ٍِِْ اُٗزَخَّرا َِِٝزَّىاَٗ ُصِىبَخْىا ُِِّٝذىا ِ َّ ِللَّ لاَأ
ََُْْٖٞث ٌُُنْحَٝ َ َّاللَ َُِّإ َٚفْىُص ِ َّاللَ َٚىِإ بَُّ٘ثِّشَقُِٞى لاِإ ٌُُْٕذُجَُّْ
ِِٔٞف ٌُْٕ بٍَ ِٜف ٌْ
ٌسبَّفَم ٌةِربَم َُٕ٘ ٍَِْ ِٛذَْٖٝ لا َ َّاللَ َُِّإ َُُ٘فِيَزْخَٝ
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari
syirik) … “ (Az-Zumar: 2-3). (Yusuf. 1996: 18) Allah berfirman pula kepada Rasul-Nya :
ِِْٜٝد َُٔى بًصِيْخٍُ ُذُجْعَأ َ َّاللَ ِوُق
ِغَخ َِِٝزَّىا َِِٝشِعبَخْىا َُِّإ ْوُق ُِِّٔٗد ٍِِْ ٌُْزْئِش بٍَ اُٗذُجْعبَف
اُٗش
ُِِٞجَُْىا ُُاَشْغُخْىا َُٕ٘ َلِىَر لاَأ ِخٍَبَِٞقْىا ًََْ٘ٝ ٌِِْٖٞيَْٕأَٗ ٌَُْٖغُفَّْأ
Artinya: “Katakanlah: "Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku". Maka sembahlah olehmu (hai orang-orang musyrik) apa yang kamu kehendaki selain Dia. Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat". Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. (Az-Zumar: 14-15)
َََِِٞىبَُْىا ِّةَس ِ َّ ِللَّ ِٜربٍََََٗ َٛبَْٞحٍََٗ ِٜنُغَُّٗ ِٜرلاَص َُِّإ ْوُق
ََِِِٞيْغَُْىا ُهََّٗأ بََّأَٗ ُدْشٍُِأ َلِىَزِثَٗ َُٔى َلِٝشَش َلا
Artinya: “Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibaddahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan
diri (kepada Allah).” (Al-An‗am: 162-163) Allah SWT berfirman:
ا َُٔى َِِٞصِيْخٍُ َ َّاللَ اُٗذُجَُِْٞى لاِإ اُٗشٍُِأ بٍََٗ
اَُِ٘ٞقَُٝٗ َءبَفَُْح َِِّٝذى
ِخَََِّٞقْىا ُِِٝد َلِىَرَٗ َحبَمَّضىا اُ٘رْؤَُٝٗ َحلاَّصىا
dalam (menjalankan) agama dengan lurus ... “ (Al-Bayinah: 5). (Yusuf, 1996: 19)
ِدبٍَِْْؤَُْىا ِدبََْصْحَُْىا َحِنَْْٝ َُْأ لاَْ٘غ ٌُْنٍِْْ ْعِطَزْغَٝ ٌَْى ٍََِْٗ
ٌُْنِّبََِٝئِث ٌَُيْعَأ ُ َّاللََٗ ِدبٍَِْْؤَُْىا ٌُُنِربََٞزَف ٍِِْ ٌُْنُّبَََْٝأ ْذَنَيٍَ بٍَ ََِِْف
َأ ُِْرِئِث َُُِّٕ٘حِنّْبَف ٍطَُْث ٍِِْ ٌُْنُعَُْث
ََُِّٕسُ٘جُأ َُُِّٕ٘رآَٗ َِِِّٖيْٕ
اَرِئَف ٍُاَذْخَأ ِداَزِخَّزٍُ لاَٗ ٍدبَحِفبَغٍُ َشَْٞغ ٍدبََْصْحٍُ ِفُٗشََُْْىبِث
ٍَِِ ِدبََْصْحَُْىا َٚيَع بٍَ ُفْصِّ ََِِّْٖٞيََُف ٍخَشِحبَفِث ََِْٞرَأ ُِْئَف َِِّصْحُأ
ُنٍِْْ َذََُْْىا َِٜشَخ ََِِْى َلِىَر ِةاَزَُْىا
ُ َّاللََٗ ٌُْنَى ٌشَْٞخ اُٗشِجْصَر َُْأَٗ ٌْ
ٌٌِٞحَس ٌسُ٘فَغ
Artinya:“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama
Ibrahim yang lurus ? ...” (An-Nisa‘: 25)
َََِْف ٌذِحاَٗ ٌَٔىِإ ٌُْنَُٖىِإ بََََّّأ ََّٜىِإ َٚحُ٘ٝ ٌُْنُيْثٍِ ٌشَشَث بََّأ بَََِّّإ ْوُق
ِِّٔثَس ِحَدبَجُِِث ْكِشْشُٝ لاَٗ بًحِىبَص لاَََع ْوَََُْْٞيَف ِِّٔثَس َءبَقِى ُ٘جْشَٝ َُبَم
اًذَحَأ
Artinya: “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya makahendaklah ia mengerjakan amal yang shalehdan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah
kepada Tuhannya”(Al-Kahfi :110). (Yusuf, 1996: 20) d) Macam-macam Ikhlas
Ikhlas adalah beribadah karena Allah SWT semata, bukan
1) Ingin selamat dari azab
2) Ingin mendapat pahala
3) Menginginkan keduanya
4) Beribadah karena malu kepada Allah SWT dengan
tidak mengharap pahala dan tidak takut akan siksa
5) Beribadah karena cinta kepada Allah SWT tanpa peduli
dengan pahala dan siksaan, serta
6) Beribadah karena menghormati dan memuliakan Allah
SWT. (Al-Muhasibi, 2013: 77)
e) Tingkatan-tingkatan Ikhlas
Ikhlas dibagi menjadi empat tingkatan, yakni sebagai berikut :
1. Ikhlas Arif : Yakni orang yang dalam ibadahnya memiliki
perasaan bahwa ia digerakkan Allah. Ia merasa bahwa yang
beribadah itu bukanlah dirinya. Ia hanya menyaksikan ia
sedang digerakkan Allah karena memiliki keyakinan bahwa
tidak memiliki daya dan upaya melaksanakan ketaatan dan
meninggalkan kemaksiatan. Semuanya berjalan atas kehendak
Allah.
2. Ikhlsas Muhibb : Yakni orang yang beribadah hanya karena
Allah, bukan ingin surga atau takut neraka. Semuanya
dilakukan karena bakti dan memenuhi perintah dan