• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI DI DUSUN LOSARI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Dusun Losari DesaGunungsari Kecamatan Wonosegoro) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI DI DUSUN LOSARI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Dusun Losari DesaGunungsari Kecamatan Wonosegoro) - Test Repository"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

i

METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI

RAYA IDUL FITRI DI DUSUN LOSARI DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(Studi Kasus di Dusun Losari DesaGunungsari Kecamatan

Wonosegoro)

SKRIPSI

Diajukan ununtuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Muntaha

21113028

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)

iii

METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI

RAYA IDUL FITRI DI DUSUN LOSARI DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(Studi Kasus di Dusun Losari Desa Gunungsari Kecamatan

Wonosegoro)

SKRIPSI

Diajukan ununtuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Muntaha

21113028

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(4)

iv Prof. Dr. Muh. Zuhri, M.A.

Dosen IAIN Salatiga

PENGESAHAN PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal :Pengajuan NaskahSkripsi

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga Di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Muntaha NIM : 211-13-028

Judul : Metode Aboge Dalam Penetapan Hari Raya IdulFitri Di Dusun Losari Dalam Perspektif Hukum Islam

Dapat diajukan kepada Fakultas Syariah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam siding munaqosyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 04 Juni 2018 Pembimbing,

(5)

v

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI DI DUSUN LOSARI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(Studi Kasus Di Dusun Losari, Desa Gunungsari, Kecamatan Wonosegoro, Boyolali)

Oleh: Muntaha NIM 211-13-028

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 14 Agustus 2018 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH).

Dewan Sidang Munaqosyah:

KetuaPenguji :Dr. SitiZumrotun, M.Ag.

SekretarisPenguji :Prof. Dr. Muh. Zuhri, M.A.

Penguji I : Drs. Machfudz, M.Ag.

Penguji II : M. Yusuf Khummaini, M. H.

Salatiga,31 Agustus 2018 Dekan Fakultas Syariah IAIN Salatiga,

Dr. SitiZumrotun, M.Ag NIP. 19670115 199803 2002 KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS SYRI’AH

Jl. NakulaSadewa V No. 9Telp (0298) 3419400 Fax. 323423Salatiga5022

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Muntaha

NIM : 211-13-028

Jurusan : Hukum Keluarga Islam Fakultas : Syariah

Judul : Metode Aboge Dalam Penetapan Hari Raya Idul Fitri DI Dusun Losari Dalam Perspektif Hukum Islam

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga,05 Juni2018 Yang menyatakan,

(7)

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Sekecil Apapun Sebuah Kebaikan Itu Dari Yang Maha

Kuasa,Sekecil Apapun Sebuah Keburukan Harus Selalu

bersyukur MawasJiwo

Persembahan

Untuk orang tua dan keluarga tercintaku Bpk Sumyani, Ibu Rukiah Dan kedua

kakakku Anas Dan Fuad

,

Beliau pembimbing skripsi Prof. Dr. Muh Zuhri, M.A.

Sang guru terbaik dari kecil sampai saat ini Kh. Subhi, K Khoirul Anas, K Asrori

Idris, Seluruh Masyaih Pondok Tremas Dan juga Al-Irus.

Rekan rekan pejuang

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala pujibagi Allah SWT, tuhan semesta

alam yang berkuasa atas segala sesuatu. Berkat tuntutan, hidayah serta karunia-Nya lah penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda nabi Muhamad SAW. Nabi akhir zaman yang akan selalu menjadi suri tauladan bagi umat Islam sampai yaumulqiyamah. Amin.

Manusia tidak ada yang sempurna.Begitupun dengan penulis, penulis hanyalah makhluk yang tiadamungkin tidak adakekurangan. Penulis hanyalah manusia biasa yang semangatnya terkadang hidup dan padam ,sehingga

merupakan anugerah yang luarbiasa dengan bekal niat dandukungan dari banyak pihak yang padaakhirnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul:”Metode Aboge Dalam Penetapan Hari Raya IdulFitri Di Dusun

Losari Dalam Perspektif Hukum Islam

Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis menghaturkan terimakaasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Ahmad Hariyadi,M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Ibu Dr. SitiZumrotunM.Ag, Selaku Dekan Fakults Syariah IAIN Salatiga. 3. Bapak Sukron Ma’mun, M.Si, selaku Kepala Jurusan Hukum Keluarga Islam. 4. Bapak Prof. Dr. Muh. Zuhri, M.A, Selaku Pembimbing Skripsi

5. Bapak Sukron Ma’mun, M. Si.selakudosenPembimbingAkademik.

(9)

ix

7. Orang tua tercinta Bapak Sumyani Dan Ibu Rukiah, bimbingan, arahan dan juga kesabarannya.

8. Simbah kiai H. Subhi Idris, Simbah Kiai Khoirul Anas, Simbah KiaiAsrori Idris yang selalu memberi bimbingan ruhaniah dari kecil hingga dewasa ini. 9. Rekan Rekan Asatid Pondok Pesantren Al-Idrus Yang Saya Sangat Hormati. 10. Bapak M. Yusuf Hummaini M. H. yang member motifasi semangat untuk

segera menyelesaikan jenjang pendidikan.

11. Kaka saya mas anas yang selalu ngancani dari awal kuliah sampai sekarang. 12. Teman teman saya Nidya Nur Aufa, Ahmad Miftahuzzahid, Dewi mustika,

Aris WIoko, Novita Purnita Sari dan seluruh rekan-rekan seperjuanganku. Penulis tidak mampu membalas dukungan, bimbingan serta motivasi yang telah diberikan selama ini, semoga semua itu menjadi amal shalih dan semoga Allah membalas amalshalih tersebut dengan balasan yang lebih baik. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelalaian, oleh karenanya penulis berlapang dada untuk menerima kritik dan saran yang membangun demi perbaikan.

Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi salah satu sumber ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat. Trimakasih.

Salatiga, 20 Maret 2018

(10)

x ABSTRAK

Muntaha. 2018. “MetodeAboge Dalam Penetapan Hari Raya Idul Fiti Di Dusun Losari Dalam Perspektif Hukum Islam”(Studikasus Di Dusun Losari, Desa Gunungsari, Kecamatan Wonosegoro). Skripsi, FakultasSyari’ah. Jurusan Hukum Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing Prof. Dr. Muh.Zuhri, M.A.

Kata kunci:Aboge, Dusun Losari, IdulFitri, Hukum Islam

Menurut diskursus Ilmu Falak, system Aboge telah dinasakh oleh Asapon, dan Aboge merupakan Hisab Urfi yang tidak relevan jika dijadikan pedoman dalam penentuan awal Bulan Qomariah. Namun di Dunsun Losari, Desa Gunungsari, Kecamatan Wonosegoro masih ada masyarakat yang menggunakan system Aboge dalam penentuan awal bulan Qomariah dan di jadikan pedoman dalam menetapkan Hari Raya Idul Fitri. Sehingga menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian terhadap fenomena ini.

Bagaimana metode penenetapan Hari Raya Idul Fitri Aboge di Dusun ini, dan Bagaimana tanggapan Hukum Islam mengenai metode yang dilakukan di Dusun ini. faktor-faktor apakah yang melatarbelakangi penggunaan hisab tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) dengan pendekatan Ilmu Falak. Data primer berupa hasil wawancara kepada tokoh Aboge. Data sekunder diperoleh dari dokumentasi, berupa catatan atau tulisan. Sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Analisis dilakukan bersamaan dengan penyajian data berdasarkan pendekatan penelitian, dengan metode diskriptif-analitik.

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….……1

B. Rumusan Masalah ………..6

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian………..6

D. Penegasan Istilah……….7

E. Kajian Pustaka………8

F. Metode Penelitian………..10

(12)

xii BAB II KAJIAN TEORI

A. DEVINISI IDUL FITRI ………..…..19

1. PENGERTIAN IDUL FITRI ………..……19

2. DASAR PENETAPAN IDULFITRI ………..23

a. Ru’yah………...24

b. Hisab………..25

B. METODE PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI ………27

1. Ru’yah……….28

2. Hisab………...…….30

C. METODE ORMAS-ORMAS ISLAM ……….33

1. Muhammadiyah………...33

2. Nahdlatul Ulama’ ………...………36

3. Komunitas Islam Kejawen………...39

BAB III KAJIAN LAPANGAN A. Gambaran Umum Masyarakat Dusun Losari Desa Gunungsari KecWonosegoro………..43

B. Penetapan Hari Raya Idul fitri Jama’ah Aboge Dusun Losari…………47

C. Dasar PerhitunganJama’ahAboge Dusun Losari………...53

D. MetodePenetapan Hari Raya IdulFitriJama’ahAboge Dusun Losari...57

(13)

xiii BAB IV KAJIAN TEORI

A. ANALISI METODE PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI ……...64

1. Perhitungan Aboge Dusun Losari………....64

2. Sumber Dsar Dan Fungsi Perhitungan Aboge………68

3. Analisis Existensi Perhitungan Aboge……….………70

B. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP METODE PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI JAMA’AH ABOGE DUSUN LOSARI …...78

1. Analisis Hukum Islam Terhadap Sumber Perhitungan Aboge Dusun Losari………...78

2. Analisis Hukum Islam Terhadap Petangan Abboge……….………...80

BAB V KESIMPULAN PENUTUP A. KESIMPULAN ……….89

B. SARAN ……….91

C. PENUTUP ……….93

DAFTAR PUSTAKA………...94

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan-Nya melalui perantara malaikat jibril kedalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah dengan lafal berbahasa arab dan makna-maknanya yang benar, sebagai hujjah atas kerasulanya, menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti petunjuknya, dan menjadi sarana pendekatan diri dan bernilai ibadah dengan membacanya. (Khalaf, 2014:23). Al-Quran sebagai hujjah atas kerasulan Muhammad saw, juga merupakan aturan bagi

manusia agar berjalan sesuai denggan kehendak-Nya. Maka kedudukan Al-Quran dalam hukum menjadi sumber hukum yang pertama. Artinya ketika terjadi suatu permasalahan maka untuk mengetahui hukum Allah tentang suatu masalah yang pertama haruslah dilihat bagaimana komentar Allah mengenai masalah yang terjadi, dengan merujuk pada Al-Quran.

Umat Islam telah sepakat bahwasanya apa yang berasal dari Rasulullah saw, baik berupa perkataan, perbuatan, atau pengakuan dapat dijadikan hukum, tuntunan(Zein, 2008:50). Dengan demikian maka segala yang berasal dari Rasulullah selain dari pada ayat-ayat suci Al-Quran dapat dijadikan dasar bagi para mujtahid untuk menghukumi suatu perbuatan atau suatu permasalahan agar tidak bertentangan dengan syari’at

(15)

2

keotentikannya. Dengan demikian maka kita ketahui bahwa baik Al-Quran ataupun Hadis adalah sumber Hukum Islam yang wajib untuk ditaati.

Dalam implementasinya Hadis memiliki fungsi yang berbeda dengan Al-Quran. Sebagai Hujjah Hukum Islam, Sunnah mempunyai fungsi menjelaskan maksud ayat-ayat Al-Quran (Rifa’I, 2014: 24). Namun ada kalanya Sunnah itu menetapkan dan membentuk Hukum yang tidak terdapat pada Al-Quran. Hukum ini ditetapkan berdasarkan Sunnah sekalipun nash Al-Quran tidak menjelaskannya(Khalaf, 2014: 56).

Al-Quran dan Hadis memuat tuntunan dalam menjalankan berbagai Ibadah kepada-NYA. Karena ibadah tidak menjadi sah kecuali jika ia sesuai dengan cara Rasullullah SAW (Syaibah, 2005: 235). Diantaranya tuntunan Rasulullah SAW mengenai metode untuk menentukan hari raya Idul Fitri dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

(16)

3

Hadis diatas merupakan tuntunan Rasulullah SAW mengenai dasar Hukum dan metode yang digunakan, untuk memulai puasa Ramadhan serta mengakhirinya. Secara tidak langsung Hadis tersebut juga memuat tuntunan Rasulullah SAW, terkait penentuan Hari Raya Idul Fitri dengan menentukan akhir dari bulan suci Ramadhan.

Indonesia merupakan sebuah Negara dengan mayoritas Masyarakat beragama Islam. Pada praktek untuk menentukan hari raya Idul Fitri berpatokan pada Hadis “jika kamu melihat hilal, maka berpuasalah, dan

bila kamu melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu tertutup awan

(17)

4

Khilaf” (Kemenag RI, 2013: 147). Namun apakah berati, semua perbedaan yang terjadi pada pelaksanaan hari Raya Idul fiti di indonesia merupakan buah dari pemahaman Hadis yang berbeda?. Tentunya tidak demikian.

Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas masyarakatnya beragama muslim namun terdiri dari berbagai macam suku dan budaya, maka tidak menutup kemungkinan sebuah kelompok mempunyai cara tersendiri dengan yang ditunjukkan oleh kedua aliran tersebut (aliran Rukyah dan Rukyah). Karena adanya ketersinggungan antara Islam sebagai

great tradition dan budaya local sebagai little tradition maka melahirkan

corak prilaku keagamaan yang tersendiri semacam Islam kejawen (Kemenag RI, 2013: 155). Sebagaimana sebagian umat muslim di Dusun Losari, Desa Gunungsari, Kecamatan Wonosegoro Boyolali yang dalam menentukan hari raya Idul Fitri tidak bertolak dari kedua aliran tersebut. Dalam penentuan hariraya Idul Fitri masyarakat kejawen Dusun Losari ini menggunakan System Aboge.

(18)

5

Petangan Jawi (Izuddin 2015: 126). Maka Dalam fungsinya, system ini

digunakan oleh masyarakat Jawa Islam dalam berbagai macam prilaku baik yang bersifat ibadah ataupun muamalah. Sebagaimana untuk menentukan musim, menentukan hari baik dan buruk, kematian, kelahiran dan bahkan penentuan waktu beribadah sebagaimana menentukan hari raya Idul Fitri. Dengan tujuan agar mendapatkan ketenangan hidup di dunia dan menghindarkan diri dari marabahaya. Hal ini menjadi menarik karena system Hisab Aboge ini dalam diskursus ilmu Falak merupakkan system Hisap Urfi. kehadirannya tidak dapat di gunakan sebagai acuan untuk menentukan waktu beribadah, karena jumlah hari dalam bulan Ramadhan selalu tetap 30 hari sedangkan menurut Rukyah Bilfi‟li ataupun Bililmi adakalanya 29 dan 30 hari (Azhari, 2005: 123). Akan tetapi pada

(19)

6

dengan keputusan yang ditetapkan pemerintah ataupun yang menggunakan ru‟yah bil fi‟li maupun ru‟yah bil ilmi.

Dari hal inilah penulis merasa perlu membahas mengenai cara yang digunakan sebagian Masyarakatkatkat Dusun Losari dalam menentukan hari raya Idul Fitri dalam pandangan Hukum Islam dengan judul

“METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI

DI DUSUN LOSARI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka masalah-masalah yang pokok yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah metode yang digunakan Jama’ah Aboge Dusun Losari dalam menentukan hari raya Idul Fitri?

2. Bagaimanakah metode yang digunakan Jama’ah Aboge Dusun Losari dalam menentukan hari raya Idul Fitri dalam pandangan Hukum Islam?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tercapainya tujuan penelitiaan ini adalah yang ingin dicapai oleh penulis.

1. Mengetahui metode yang digunaka Jamaah Aboge Dusun Losari dalam menentukan hari raya Idul Fitri.

(20)

7

3. mengetahui perkembangan metode Hisab yang dilakukan.

Adapun manfaat penelitian antara lain:

1. Memberikan kontribusi intelektual dalam rangka turut berpartisipasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan seputar metode penetapan hari raya.

2. Sebagai studi komparatif (perbandingan) maupun lanjutan bagi yang ingin mendalami penetapan hari raya

3. Sebagai referensi bagi Pihak berwenang dalam merumuskan metode penetapan hari raya Idul Fitri.

D. Penegasan Istilah

Didalam penelitian ini maka penulis mempertegas istilah-istilah yang mungkin akan mempermudah untuk menjelaskan kelanjutan penelitian ini :

1. Metode :

a. merupakan cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai suatu yang dikehendaki; cara kerja yang sistematis untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.

b. Ling sikap sekelompok sarjana terhadap bahasa atau linguistik, misal metode perskriptif, dan komparatif.

(21)

8

2. Idul Fitri adalah hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawwal pada penanggalan Hijriah. Karena penentuan 1 Syawwal yang berdasarkan peredaran bulan tersebut, maka Idul Fitri ataupun Puasa Ramadhan jatuh pada tanggal yang berbeda-beda pada setiap tahunnya apabila dilihat dari penanggalan masehi(wikipedia)

3. Aboge merupakan sebuah Sistem penanggalan Jawa Islam yang manyatakan bahwa tahun Alif bulan Suro jatuh pada hari Rebo Wage. Pada dasarnya system Hisab Rukyah kejawen berpijak pada prinsip kalender Jawa yang mempunyai arti dan fungsi bukan hanya sebagai petunjuk hari dan tanggal keagamaan tetapi juga menjadi dasar dan ada hubungannya dengan Petangan Jawi (Izuddin 2015: 126).

E. Kajian Pustaka

Penelitian yang berkaitan dengan Islam kejawen (Aboge) telah banyak dilakukan. Diantaranya yang telah diteliti oleh Joko Sulistiyo dan penelitiannya yang berjudul Analisi Hukum Islam Terhadap Prinsip Penanggalan Aboge Di Dusun Mudal Kecamatan Mojotengah

(22)

9

keilmuan saja akan tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan waktu beribadah.

Hal ini tentu berbeda dengan yang akan di bahas oleh penulis. Dalam Skripsi yang akan di himpun oleh penulis akan lebih membahas terkait cara penetapan hari raya Idul Fitri dan Hukum penggunaan metode Aboge Dalam Penetapan hari raya Idul Fitri di Dusun Losari dalam perspektif Hukum Islam.

Selain di atas juga merupakan studi kasus skripsi dari Saudari Nur Laila SaFitri yang berjudul” Penetapan Awal Dan Akhir Ramadhan Berdasarkan “ABOGE”. Dalam sekripsi ini dibahas mengenai system

penentuan awal dan akhir Ramadhan dalam kalender Jawa Islam “ABOGE” dan cara masyarakat Dusun Rebun Kecamatan Dampit

Kabupaten Malang dalam menetapkan awal dan akahir ramadahan berdasarkan “ABOGE”. Karena dalam sekripsi saudari Nur Laila Safitri

(23)

10 F. Metode Penelitian

Metode dalam menyusun Karya Ilmiah seperti Skripsi mempunyai peranan yang sangat penting. Peranan metode terkait tata cara (prosedur) memahami dan mengolah inti dari obyek penelitian. Pada penelitian ini, penyusun menggunakan metode-metode sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Dalam suatu penelitian atau riset di perlukan metode yang sesui dan selaras dengan inti permasalahan dan tujuan penelitian guna memperoleh data yang relevan dengan permasalahan penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Menurut jenis datanya, skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dan diarahkan pada latar alamiah dan individu tersebut secara holistik (menyeluruh) (Moleong 1993:3).

2. Pendekatan.

(24)

11

dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat serta dapat memperoleh penemuan-penemuan yang tidak diduga sebelumnya untuk membentuk kerangka teoritis baru.

3. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini kehadiran peneliti merupakan hal yang utama dan penting karena seorang peneliti secara langsung mengumpulkan data yang ada di lapangan. Dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan psikologis untuk memperoleh data yang relevan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu dengan mencari informan guna melengkapi data. Sedangkan status peneliti dalam hal mengumpulkan data diketahui oleh informan secara jelas guna menghindari kesalah-pahaman diantara peneliti dengan informan. Kehadiran peneliti di sini mencoba menggali lebih jauh tentang Metode Penetapann Hari Raya Idul Fitri dan melibatkan secara langsung subyek peneliti, dengan kata lain penelitian ini telah diketahui oleh subyek penelitaian.

4. Subjek dan Lokasi penelitian.

(25)

12

Lokasi Penelitian Dusun Losari Desa Gunungsari Kecamatan Wonosegoro.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan salah satu unsur yang sangat penting guna menghimpun data yang merupakan bagian dari penelitian. Pengumpulan data akan lebih tepat guna dan optimal apabila dilakukan berdasarkan metode atau langkah-langkah yang sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan agar data-data yang di peroleh lebih lengkap, sehingga tercapai kebenaran ilmiah yang dikehendaki. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara wawancara langsung kepada tokoh agama dari Jama’ah aboge Dusun losari, tokoh masyarakat dari dussun ini, dan tokoh agama yang berpengaruh disekitar dusun ini. Obserfasi langsung ke lokasi penelitian yaitu dusun losari desa gunungsari kecamatan wonosegoro, dengan mengamati secara llangsung kondisi baik social ekonomi, pendidikan ataupun keagamaan di dusun losari. Dokumentasi dari jama’aah aboge di dusun ini:

a. Wawancara

(26)

13

Wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur, dimana penyusun sebelumnya telah menyiapkan pedoman wawancara yang memuat garis besar pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber. Wawancara yang akan dilakukan dengan menggunakan dua tahap, pertama peneliti melakukan deskripsi dan orientasi awal tentang masalah dan subyek yang dikaji. Kedua melakukan wawancara mendalam sehingga menemukan informasi yang lebih banyak dan penting. Wawancara yang digunakan dengan model wawancara terbuka artinya seorang informan dapat mengungkapkan beberapa upaya, gagasan, strategi yang akan dilaksanakan serta hambatan yang diprediksikan.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara kepada, pemuka agama kelompok Aboge di Dusun ini, tokoh maasyarakat setempat dan tokoh Islam yang berada di daeraah sekitar Dusun Losari.

b. Observasi

(27)

14

bertingkat(Arikunto, 2006: 229). Observasi adalah sebuah pengumpulan data dengan jalan pengamatan secara langsung mengenai obyek penelitian.Dalam metode ini penulis gunakan sebagai langkah awal untuk mengetahui kondisi subyek penelitian.

Dalam melakukan pengumpulan data melalui observasi ini, terdapat beberapa jenis observasi yang membantu peneliti untuk memperoleh data. Menurut (Moleong, 2014:179-177). jenis atau macam-macam observasi sebagai berikut:

1. Berperan serta secara lengkap. Dalam observasi ini, peneliti menjadi anggota penuh dai obyek yang diteliti.

2. Pemeran serta sebagai pengamat. Jenis observasi ini memungkinkan peneliti untuk berperan sebagai pengamat tanpa harus menjadi anggota dari obyek yang diteliti.

3. Pengamat sebagai pemeranserta. Pada observasi ini peranan pengamat diketahui secara terbuka oleh umum bahkan di seponsori oleh subyek. Sehingga informasi rahasia pun dapat dengan mudah diperoleh.

4. Pengamat penuh. Biasa terjadi dalam eksperimen di laboratorium, peneliti dengan bebas mengamati obyek penelitian dikarenakan obyek yang diteliti tidak mengetahui apakah sedang diamati.

(28)

15

menggunakan teknik pemeran serta sebagai pengamat. c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998: 236).

Dalam penelitian ini dokumentasi yang dimaksud adalah pengambilan beberapa data tentang berbagai dokumen terkait dengan kelompok aliran dan metode yang digunakan dalam menetapkan hariraya Idul Fitri Jama’ah Aboge yang ada di Dusun Losari. Sebagaimana almanac, buku pedoman, kitab, serta catatan-catatn yang mendukung terhadap perhitungannya Jama’ah Aboge di dusun ini. 6. Analisis Data

Data mentah yang telah dikumpukan oleh peneliti tidak akan ada gunanya jika tidak dianalisa. Analisa data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena dengan dianalisalah data tersebut dapat diberi arti makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian (Nazir, 1988:405).

(29)

16

dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2009: 248).

7. Pengecekan Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian, karena dari data itulah nantinya akan muncul beberapa teori. Untuk memperoleh keabsahan temuan, penulis akan menggunakan teknik-teknik perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, observasi yang diperdalam, triangulasi (menggunakan beberapa sumber, metode, teori), pelacakan kesesuaian dan pengecekan anggota. Jadi temuan data tersebut bisa diketahui keabsahanya.

8. Tahap-tahap Penelitian

(30)

17

Tahap akhir yaitu penyusunan laporan atau penelitian dengan cara menganalisis data atau temuan dari penelitian kemudian memaparkannya dengan narasi deskriptif.

9. Analisis Data

Analisis dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu untuk mengungkap fenomena sosial agar ditemukan solusi atas masalah terkait. Penalaran (pola pikir) yang digunakan yaitu secara

induktif yaitu setelah data-data terkumpul dari informan, data-data terkait masalah penetapan hari raya akan dianalisis dengan teori yang tercantum dalam kerangka teoritik.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam mempelajari materi skripsi ini, sistematika penulisan memegang peranan penting. Adapun sistematika penulisan skripsi dapat ditulis paparan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian penegasan istilah, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan penelitian.

Bab II Kajian Teori. Dalam Bab ini diuraikan tentang penetapan hari raya, Definisi Idul Fitri dalam Islam, dan konsep metode penetapan hari raya Idul Fitri. Kajian teori diletakkan pada bab II agar dalam pelaksanaan penelitian bisamendapatkan hasil.

(31)

18

penemuan penelitian meliputi gambaran umum lokasi penelitian, profil Kelompok Aboge, faktor penyebab pelaksanaan Idul Fitri yang bertentangan dengan pemerintah.

Bab IV Pembahasan. Dalam bab ini diuraikan tentang profile jemaah Aboge Dusun Losari, konsep penetapan hari raya Idul Fitri, Analisis metode penetapan hari raya Idul Fitri menurut jemaah Aboge Dusun Losari, metode penetapan hari raya Idul Fitri jemaah Aboge Dusun Losari.

(32)

19 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Devinisi Idul Fitri

1.

Pengertian Idul Fitri

Idul Fitri terdiri dari dua suku kata Ied yang artinya kembali dan Fitri merupakan asal kata dari Iftar yang artinya berbuka. Artinya Idul

Fitri merupakan hari dimana umat Islam kembali berbuka(makan), setelah selama satu bulan penuh menjalankan kewajiban untuk melakukan puasa Ramadhan. Pengertian ini diambil dari makna dhohir Hadis dari Aisyah yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi.

912

Muhammad bin munkadir, dari aisyah beliau berkata: Rasulullah saw bersabda “Idul Fitri adalah hari orang-orang berbuka dan Idul adha adalah hari orang-orang berkurban” (At-Tirmidzi, 1: 279)

(33)

20

makna hadis setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh secara sempurna. Dalam salah satu Hadis yang berbunyi:

ُِك

Setiap bayi yang dilahirkan kedunia dalam keadaan suci.

ِىضرِةريرىِىباِنعِةملسِىباِنعِىيحيِانثدحِماشىِانثدحِميىارباِنبِملسمِانثدح

“Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hisyam, telah menceritakan kepada kami Yahya Dari Abu Salamah dari Abu Hurairah Radiallahu nganhu, dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam Bersabda: Barang Siapa Yang Menegakkan Lailatul Qadar(mengisi dengan ibadah) karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala hanya darinya maka akan diampuni dosa-dosa yang telah dikerjakannya, dan barang siapa yang berbuasa dibulan Ramadhan atas dasar keimanan dan dilaksanakan dengan benar, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lewat”.(HR. Bukhori, 3: 33)

(34)

21

ketaatan beribadah kepada Allah SWT dalam menjalankan perintahnya yang termuat dalam surat Al-Baqarah ayat: 183-185.

ِ مُك لَعَلِ مُكِل بَ قِ نِمَِنيِذ لاِىَلَعِ َبِتُكِاَمَكُِماَيِّصلاُِمُك يَلَعِ َبِتُكِاوُنَمآَِنيِذ لاِاَه يَأِاَي

َِنوُق تَ ت

.

َِرَخُأِ ٍما يَأِ نِمٌِة دِعَفٍِرَفَسِىَلَعِ وَأِاًضيِرَمِ مُك نِمَِناَكِ نَمَفِ ٍتاَدوُد عَمِاًما يَأ

ُِقيِطُيِ َنيِذ لاِىَلَعَو

ِ نَأَوُِوَلِ ٌر يَخِ َوُهَ فِاًر يَخِ َع وَطَتِ نَمَفِ ٍنيِك سِمُِماَعَطٌِةَي دِفُِوَنو

َِنوُمَل عَ تِ مُت نُكِ نِإِ مُكَلٌِر يَخِاوُموُصَت

.

ِىًدُىُِنآ رُق لاِِويِفِ َلِز نُأِيِذ لاَِناَضَمَرُِر هَش

ِِهَشِ نَمَفِ ِناَق رُف لاَوِىَدُه لاَِنِمِ ٍتاَنِّ يَ بَوِ ِسا نلِل

َِناَكِ نَمَوُِو مُصَي لَ فِ َر ه شلاُِمُك نِمَِد

َِر سُع لاُِمُكِبُِديِرُيِ َلََوَِر سُي لاُِمُكِبُِو للاُِديِرُيَِرَخُأٍِما يَأِ نِمٌِة دِعَفٍِرَفَسِىَلَعِ وَأِاًضيِرَم

َِتِ مُك لَعَلَوِ مُكاَدَىِاَمِىَلَعَِو للاِاوُرِّ بَكُتِلَوَِة دِع لاِاوُلِم كُتِلَو

َِنوُرُك ش

(35)

22

hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa yang sakit atau berada dalam perjalanan (lalu berbuka), (dia wajib berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.Hendaklah kalian mencukupkan bilangan (bulan) itu dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberi-kan kepada kalian supaya kalian bersyukur.” (Al-Baqarah: 183-185)

(36)

23 2. Dasar Penetapan Idul Fitri

Perlu diketahui bahwa didalam hari raya Idul Fitri terdapat perintah untuk meramaikanya. Dalam hari raya Idul Fitri supaya anak-anak besar kecil, tua dan muda supaya meramaikanya. Bahkan wanita-wanita yang sedang haidpun dianjurkan untuk keluar kelapangan(tempat dilanksanaannya shalat Idul Fitri) (Rifa’I, 2014: 283), sekalipun mereka tidak ikut shalat. Nabi bersabda:

271

“Dari ummi atiah katanya, „kami diperintahkan pergi shalat hari raya, bahkan anak-anak gadis keluar dari pingitannya. Juga perempuan-perempuan yang sedang haid (datangbulan) tetapi mereka hanya berdiri saja dibelakang orang banyak, dan turut takbir dan berdoa sama-sama dan mereka mengharapkan beroleh keberkahan dan kesucian hari itu.(HR.Bukhori, 2: 25)

(37)

24

dari ibadah adalah dilarang, sampai adanya dalil yang

memperbolehkannya”. Dalam qowaIdul fiqhiyah telah disebutkan

bahwa: kecuali dengan perkara itu maka perkara tersebut termasuk wajib”.(Zein 2008: 61).

Berikut adalah dasar hukum dari metode pentapan hari raya Idul Fitri.

a. Ru’yah

Rukyah sebagai dasar Hukum dalam menentukan hari raya Idul Fitri bersumber dari Hadis-Hadis Rukyah, antara lain:

يحيانثدح

(38)

25 berkata sayamendengar Abu Hurairah berkata bawasanya Nabi SAW Bersabda: Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalahkamu karena melihat hilal bila kamu tertutup mendung, makasempurnakanlah bilangan bulan Sya‟ban tiga puluh hari.”(HR. Bukhori, 3: 34).

b. Hisab

Hisab sebagai dasar Hukum dalam menentukan hari raya Idul Fitri bersumber dari ayat-ayat Al-Qur’an antara lain:

َِر دَقَوِاًروُنَِرَمَق لاَوًِءآَيِضَِس م شلاَِلَعَجِىِذ لاَِوُى

Artinya: ”Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahayadan ditetapkan-Nya mazilah-mazilah (tempat-tempat) bagiperjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun danperhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itumelainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang yang mengetahui.”(QS. Yunus: 5)

(39)

26

“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan, dan malampun tidak mendahului siang dan masing-masing beredar pada garis edarnya”.

”Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan menjadikan matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa Lagi Maha Mengetahui.(96) Dan Dialah ynag menjadiakn bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikanya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya kami telah(QS. Al-Anam:96-97)

B. Metode Penetapan Hari Raya Idul Fitri

Membahas mengenai masalah penetapan hari raya Idul Fitri, maka tidaklah lepas dari pembahasan mengenai penetapan awal dan akhir bulan Ramadhan. Karena berkaitan erat dengan penentuan waktu untuk beribadah maka Allah menerangkan perhitungan waktu itu dengan bulan Qamariah, karena lebih mudah dalam perhitungan dari pada perhitungan menurut bulan Syamsiah dan lebih sesuai dengan tingkat pengetahuan bangsa Arab pada zaman itu(Kemenag, 2004:262). Sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 189:

(40)

27

َِق تاِِنَمِ رِب لاِ نِكٰلَوِاَىِروُهُظ

ى

ۚ

اوُت أَو

ِ

ِاَهِبٰو بَأِ نِمَِتوُيُ ب لا

ۚ

ِ

اوُق تاَو

ۚ

ِ

:َِنوُحِل فُ تِ مُك لَعَلَِللها

٩٨٦

ِ

“mereka bertanya kepadamu Muhammad tentang bulan sabit, katakanlah “itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan adalah orang yang bertaqwa.masuklah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung”.

Artinya bulan Qamariah diawali dengan munculnya Hilal, yaitu bulan sabit yang pertamakali terlihat(the vers vicibilty cresent) selanjutnya bulan sabit itu membesar dan menjadi bulan purnama, menipis kembali dan akhirnya hilang dari langit(Farid ruskanda, 2001: 15). Dalam Hisab Hakiki bahwa Wujudul Hilal dalam bulan Qamariah akan terpenuhi jika memenuhi 3 kriteria(Rukyah Dan Rukyah Muhammadiah, 2009 :78)

1. Telah terjadi ijtima’ (konjungsi).

2. Ijtima‟(konjungsi). Dalam peredaran bulan mengelilingi bumi, ada masa dimana bulan berada pada arah yang sama dengan matahari yang disebut fase bulan baru(ijtima’)(Syaugi, 2014: 49). Itu terjadi sebelum matahari terbenam,dan pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada.

3. Diatas ufuk(bulan baru telah wujud).

(41)

28

2013:49). Oleh karenanya, maka metode yang dapat ditempuh sebagai cara untuk mentapkan hari raya Idul Fitri yang bertepatan dengan tanggal satu bulan Syawaal tahun Qamariah adalah Rukyah dan Hisab.

a. Rukyah

Secara etimology Rukyah berasal dari bahasa arab ,أري ,أر

ةيأروyang berarti melihat(Munawir, 1997:460). Arti yang paling umum

(42)

29

“Dari Adam dari Suaibah dari Muhammad Bin Ziyad berkata saya mendengar Abu Hurairah berkata bawasanya Nabi SAW Bersabda: Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal bila kamu tertutup mendung, maka sempurnakanlah bilangan bulab Sya‟ban tiga puluh hari.”(HR.Bukhari, Shahih Bukhari, Kairo, Darul Fikr, 1981).

Dengan mengacu pada Hadis ini, maka para penganut Mazhab Rukyah ini berpandangan bahwa Rukyah hukumnya wajib, kategorinya adalah Fardhu Kifayah, dan hasil Rukyah dapat berlaku di seluruh wilayah Indonesia karena merupakan satu wilayah hukum(LPKBHI Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo: 3)

b. Hisab

(43)

30

disebut dan secara umum dipakai dalam arti perhitungan sebagaimana dalam firman Allah:

ٍِس فَ نِ لُكِٰىَز جُتَِم وَ ي لا

yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan (pemeriksaan) –Nya”(Gafir (40): 17).

Dalam Al-Qur‟anul Karim kata Hisab juga digunakan pada beberapa ayat yang memilik arti perhitungan. Misalnya dalam surat Sad ayat 26 yang yang berarti hari perhitungan.

َِنو لِضَيَِنيِذ لاِ نِإ

“Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”(Sad (38): 26)

Kata Hisab dalam penetapan awal bulan Qamariah dijumpai dalam Al-Qur’an sebanyak dua kali yaitu Q.S.Yunus (10);5 dan Al-Isra’(17);12. Sedang dalam Hadis tidak dijumpai kata Rukyah sebagai metode untuk menetapkan awal bulan qamariah. Arti kedua ayat tersebut adalah sebagai berikut:

(44)

31

malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”. (Al-Isra’:12).

Dalam lingkup ilmu Falak, Hisab digunakan dalam arti perhitungan waktu, arah dan tempat, guna kepentingan ibadah seperti penentuan waktu Shalat, Puasa, Idul Fitri waktu Haji dan Gerhana Matahari(Pedoman Rukyah Muhammadiah,2009: 8). Dalam diskursus penentuan awal bulan Qamariah Hisab adalah memperkirakan kapan awal bulan Qamariah terutama yang berhubungan dengan ibadah. Hisab yang paling sederhana adalah memperkirakan panjang suatu bulan , apakah 29 atau 30 hari, dalam rangka menentukan awal bulan Qamariah(Farid Ruskanda, :30).

(45)

32

berdasarkan pada gerak Bulan dan Matahari yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah tetap. Hisab dapat dilihat dari pendirian yang berdasarkan pada ijtima'. Ijtima' hanya terjadi sekali dalam sebulan dan tidak ada hubungannya dengan tempat-tempat yang ada di muka bumi, maka ijtima' dapat terjadi berlainan menurut perhitungan waktu setempat. Ijtima' biasa terjadi pagi hari disuatu tempat dan siang atau sore hari di tempat lain. Sehingg dalam penetapan menentukan bahwa bulan baru dipastikan masuk bila pada waktu maghrib Hilal diperhitungkan berada di atas ufuk.

C. Metode Ormas-Ormas Islam

Membahas mengenai Hisab yang digunakan dalam penetapan awal bulan Qamariah maka akan kita temukan peranan penting dari dua ormas terbesar di Indonesia, yang keduanya mempunyai kriteria yang berbeda. Sebagai patokan dalam penentuannya yakni Muhammadyah Dan Nahdlatul Ulama.

1. Muhammadiyah

(46)

33

Hisab hakiki wujudul hilal,bulan baru Qamariah dimulai apabila telah

terpenuhi tiga kriteria berikut: 1. telah terjadi ijtima (konjungsi),

2. ijtima‟ (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan 3. pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada diatas

ufuk (bulan baru telahwujud).

Apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak dipenuhi, maka bulan berjalan digenapkan tiga puluh hari. Artinya dalam penetapan awal bulan Qamariah ketiga kriteria ini haruslah ada secara bersama-sama, jikalau salah satu syarat tidak terpenuhi maka harus Istikmal. Pemahaman ini merupakan buah dari pemahaman ayat pada surat Yasin ayat 39 dan 40:

“Dan telah Kami tetapkan pada Bulan manzilah-manzilah,sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan Bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya (Ya Sin (36) : 39-40)

(47)

34

Pada bagian tengah ayat 40 itu ditegaskan bahwa malam tidak mungkin mendahului siang, yang berarti bahwa sebaliknya tentu siang yang mendahului malam dan malam menyusul siang. Ini artinya terjadinya pergantian hari adalah pada saat terbenamnya matahari (Pedoman Hisa Muhammadiah, 2009: 80). Saat pergantian siang ke malam atau saat terbenamnya matahari itu dalam fikih, menurut pandangan jumhur fukaha, merupakan batas hari yang satu dengan hari berikutnya. Artinya hari menurut konsep fikih, sebagaimana dianut oleh Jumhur Jukaha, adalah jangka waktu sejak terbenamnya matahari hingga terbenamnya matahari berikutnya. Jadi Gurub(terbenamnya matahari) menandai berakhirnya hari sebelumnya

dan mulainya hari berikutnya. Apabila itu adalah pada hari terakhir dari suatu bulan, maka terbenamnya matahari sekaligus menandai berakhirnya bulan lama dan mulainya bulan baru. Oleh karenanya adalah logis bahwa kriteria kedua bulan baru, disamping ijtimak, adalah bahwa ijtimak itu terjadi sebelum terbenamnya matahari, yakni sebelum berakhirnya hari bersangkutan. Apabila bulan baru dimulai dengan ijtimak sesudah terbenamnya matahari, itu berarti memulai bulan baru sebelum Bulan di langit menyempurnakan perjalanan kelilingnya, artinya sebelum bulan lama cukup usianya.

(48)

35

bulan tigapuluh hari bila hilal tidak terlihat. Hilal tidak mungkin terlihat apabila dibawah ufuk. Hilal yang dapat dilihat pasti berada di atas ufuk. Apabila Bulan pada hari ke-29 berada di bawah ufuk sehingga tidak terlihat, lalu bulan bersangkutan digenapkan 30 hari, maka pada sore hari ke-30 itu saat matahari terbenam untuk kawasan normal Bulan sudah pasti berada di atas ufuk. Jadi kadar minimal prinsip yang dapat diabstraksikan dari perintah rukyat dan penggenapan bulan 30 hari adalah keberadaan Bulan diatas ufuk sebagai kriteria memulai bulan baru. Sebagai contoh tinggi Bulan pada sore hari ijtimak Senin tanggal 29 September 2008 saat matahari terbenam adalah–00° 51′ 57", artinya Bulan masih dibawah ufuk dan karena itu mustahil diRukyah, dan oleh sebab itu bulan berjalan digenapkan 30 hari sehingga 1 Syawal jatuh hari Rabu1 Oktober 2008. Pada sore Selasa (harike-30) Bulan sudah berada diatas ufuk(Tinggi titik pusat Bulan 09º10′ 25").

2. Nahdlatul Ulama’(NU)

(49)

36

akhirnya tertuang dalam Keputusan PBNU No. 311/A.II.04.d/1994 tertanggal 1 Sya’ban 1414 H atau bertepatan dengan 13 januari 1994

M, dan Muktamar NU XXX di Lirboyo Kediri tahun 1999(Musonnif, 2012: 6-7).

Dalam penetapan awal bulan Qamariah yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama berpakokan pada Rukyatul Hilal(melihat hilal). Maksudnya Nahdlatul Ulama’ mensyaratkan hilal benar-benar dapat terlihat mata kepala tanpa dibatasi oleh ketinggian hilal dan umur hilal (Basith, 2015: 2). Akan tetapi dalam praktek penentuan awal bulan hijriah yang berhubungan dengan ibadah Nahdlatul Ulama juga melakukan Rukyah dengan tujuan untuk menghasilkan Rukyah yang berkualitas.

Untuk mendukung proses pelaksanaan rukyat, maka NU memilih metode yang tingkat akurasinya tinggi agar memperoleh hasil yang berkualitas. Dalam konteks ini, NU pun menerima kriteria imkanur rukyat. Kriteria imkanur rukyat hanyalah sebagai instrumen untuk menolak laporan adanya rukyatul hilal, sedangkan para ahli Rukyah telah bersepakat, bahwa hilal masih di bawah ufuq atau di atas ufuq tapi ghairu imkanur rukyat, hal ini dikemukakan oleh Ahmad Ghazalie Masroeri Ketua PP Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU)(http ://falakiyah. nu. or. id/ Pedoman Rukyat NU27 mei

(50)

37

meskipun Rukyah telah memutuskan bahwa hilal diketinggian pada posisi imkanurru‟yah, akan tetapi keberadaannya belum dapat disaksikan oleh mata kepala baik karna terhalang ataupun yang lainnya maka Rukyah yang dilakukan juga tidak dapat memutuskan bahwa hilal telah tampak.

Hisab Imkanur Rukyah. Awal bulan Qamariah, menurut sistem Hisab Imkanurr Rukyah, dimulai pada saat terbenam Matahari setelah terjadi ijtima‟ dan pada saat itu hilal sudah memenuhi syarat untuk memungkinkan dapat dilihat. Dengan demikian, untuk menetapkan masuknya awal bulan Qamariah menurut aliran ini terlebih dahulu ditetapkan suatu kaidah mengenai posisi hilal (Bulan) di atas ufuk yang memungkinkan untuk dapat dilihat. Awal bulan baru itu ditetapkan berdasarkan posisi hilal dengan segala persyaratan yang telah ditetapkan, sehingga pada saat atau beberapa saat setelah terbenam Matahari sesudah ijtima’ orang mungkin dapat melihat hilal tersebut.

Dalam kriteria imkanur Rukyah yaitu kondisi dimana hilal memungkinkan untuk dapat disaksikan oleh mata kepala. Kriteria ini mensyaratkan :

(51)

38

c. Umur bulan dihitung saat terjadinya ijtimak atau bulan baru atau bulan dan mayahari segaris bujur saat matahari terbenam minimal 8 jam.

(52)

39 3. Komunitas Islam kejawen

Pada dasarnya sisitem Hisab Rukyah Islam kejawen berasal dari pemikiran kalender Aji Saka, yang dimulai pada tahun 14 Maret 78 masehi(kemenag, :11). Kalender Aji saka ini diperbaharui oleh Sultan Agung Hanyokro Kusumo 5, yakni disesuaikan dengan perhitungan lunar Qomariah tidak lagi menggunakan system solar syamsiah. Berdasarkan perhitungan kalender Jawa Sultan Agung, bahwa setiap setelah 120 tahun, tahun Jawa akan Lebih satu hari dari tahun Hijriah.Itulah sebabnya setiap 120 tahun sekali diadakan penyesuaian dengan cara meniadakan satu tahun kabisat. Sampai saat ini telah terjadi 3 kali perubahan yakni yang pertama pemikiran ajumgi(yakni tahun Alif Sasi Suro jatuh pada hari Jumat Legi), yang ke dua Aboge( tahun Alip Sasi Suro jatuh pada hari Rebo Wage) yang ketiga yakni Asapon (tahun Alif Sasi Suro jatuh pasa hari Selasa Pon).

Dalam wacana pemikiran Hisab Rukyah di Indonesia , ragam pemikirannya lebih majemuk dibandingkan dalam wacana Hisab Rukyah di kalangan fukaha(Ahli Fiqih) terdahulu. Hal ini dikarnakan diantaranya karena sentuhan Islam sebagai great tradition dan budaya local atau little tradition. Yang sering menimbulkan corak tersendiri(Kemenag, 2013: 105).

(53)

40

Hisab dan Rukyah kejawen dikenal tahun wasthu yang artinya tahun

pendek dan tahun wuntu yang artinya tahun panjang. Dalam tahun pendek umur bulan besar 29 hari sedangkan pada tahun panjang bulan Besar berumur 30 hari. Satu windu 8 tahun , ada 3 tahun panjang yakni tahun Ehe, tahun Jhe dan tahun Jimakhir, umur setiap tahunnya yakni 355 hari. Lima tahun lainnya adalah tahun pendek, yakni tahun Alip, Jimawal, tahun Dal, tahun Be dan tahun Wawu. Masing masing berumur 354 hari(Susiknan Azhari, 2008:141).

Dalam penentuan poso dan riyoyo terdapat beberapa prinsi utama yaitu:

1. Prinsip penentuan tanggal selain berdasarkan kalender hindu – muslim Jawa adalah “ dino niku tukule enjing lan ditanggal ndalu” (hari itu lahirnya pagi dan diberi tanggal malam harinya.

2. Bahwa jumlah hari dari bulan puasa menurut system perhitungan Aboge selalu genap 30 hari, tidak pernah 29 hari seperti perhitungan versi ilmu falak.adapun istilah Aboge dapat dirinci bahwa “a” berasal dari Alip, salah satu dari delapan tahun siklus windu. “bo” yang artinya Rebo(hari rabu) dan “ge” berasal dari

Wage, dengan mengetahui ini maka akan dapat memperhitungkan

jatuhnya hari rioyo setiap tahunya.

(54)

41

harusnya sudah diganti dengan asapon. Pada dasarnya system Hisab ru’yah kejawen berpijak pada prinsip kalender Jawa, yang

keberadaaanya telah disenyawakan dengan kalender hijriah pada tahun 1555 tahun Aji Saka oleh Sultan Agung Hanyokro Kusumo(Kemenag 2013: 12). Dalam fungsinya kalender Jawa Islam berfungsi bukan hanya sebagai petunjuk menentukan hari tanggal keagamaan tetapi juga menjadi dasar dan ada hubungannya dengan petangan jawi (Izzuddin 2015: 126). Maka Dalam fungsinya system

ini digunakan oleh masyarakat Jawa Islam dalam berbagai macam prillaku baik yang bersifat ibadah ataupun mu’amalah. Sebagaimana

(55)

42 BAB III

KAJIAN LAPANGAN

A. Gambaran Umum Masyarakat Dusun Losari, Desa Gunungsari Kec.

Wonosegoro Kab. Boyolali

Sebelum menmbahasa lebih lanjut tentang bagaimana prinsip dalam menentukan atau membuat penanggalan Aboge di Dusun Losari, terlebih dahulu penulis akan membahas tentang letak geografis atau gambaran umum masyarakat Dusun Losari. Sebagian besar tanah di Dusun Losari adalah lahan pertanian. Melihat data monografis Desa Gunungsari pada tahun 2017, Dusun losari merupakan lahan yang terdiri dari persawahan, pekarangan dan perkebunan.

(56)

43

utara adalah Dusun Kalikidang Desa repaking, kemudian di sebelah selatan adalah Dusun Jlobog Desa Gunungsari. Dusun Losari terletak di daerah perbukitan antara Dusun Kalikidang dan jlobog. Dengan tata letak yang strategis dilewati jalan alternative penghubung antara Boyolali dan Purwodadi desa ini terbilang kurang begitu maju. semu penduduk Dusun Losari memeluk Agama Islam. Hal ini bisa dilihat dari data monografis Dusun Losari. Dari jumlah penduduk sebanyak 300 orang adalah pemeluk agama Islam. Berikut kependudukan secara keseluruhan:

Laki-laki : 120 Perempuan : 180 Jumlah keseluruhan : 300

(57)

44

Masyarakat di Dusun ini sangat memperhatikan persatuan Ukhuwah Islamiyahnya yang mereka aktualisasikan dalam situasi keagamaan yang kondusif. Hal ini dapat dibuktikan misalnya dalam pengajian bergilir mingguan. Lalu bisa ditemukan pula tradisi tahlilan pada setiap malam jum’at dalam setiap minggunya dan kegiatan-kegiatan

keagamaan yang lain, dan juga kegiatan keagamaan yang diperuntukan bagi anak-anak. Di Dusun Losari sangat kental nuansa ukhuah Islamiahnya, yang dimunculkan oleh semua penduduk yang beragama Islam. Apalagi hal ini didukung oleh sektor pendidikan keagamaan, sebagaimana penjelasan yang dikemukakan oleh tokoh agama Dusun Losari bapak Sugianto kepada penulis.

(58)

45

(59)

46

B. Penetapan hari raya Idul fitri Aboge di Dusun Losari

Penganut Rukyah Jawa di Dusun Losari masih murni mengikuti perhitungan kalender Jawa sistem Aboge dalam penetapan hari raya Idul Fitri tanpa ada perubahan ke Asapon. Aboge yang memiliki arti bahwa tanggal 1 Suro Tahun Alip jatuh pada hari Rabu Wage. Perhitungan Aboge ini mereka dapatkan dari nenek moyang mereka yang diwariskan secara turun-temurun. Seperti penuturan bapak Kasten bahwa perhitungan Aboge berasal dari nenek moyang yang diwariskan kepada kakeknya kemudian kepada kedua orang tuanya dan akhirnya kepada dirinya, karena agama Islam yang dipegang oleh masyarakat Aboge di Losari adalah agama keturunan, maka mereka mengikuti keyakinan nenek moyang mereka tersebut.

(60)

47

satu windu dalam tahun Jawa 8 tahun (daur dalam Kalender Jawa), dan setelah delapan tahun akan kembali pada tahun pertama.

Selain itu, dalam penetapan hari raya Idul Fitri, tidak ada musyawarah penetapan, rembuk, pengumuman, yang dilakukan baik sesepuh Aboge dusun ini ataupun para Jama’ah Aboge yang mengikuti petungan Aboge. pengamatan bulan baru Syawal ataupun mendengarkan keterangan saksi yang dipercaya untuk merukyahpun juga tidak dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat yang mengikiti Aboge, walaupun demikian tidak ada perbedaan yang terjadi pada penganut Aboge baik di Dusun Losari maupun di Dusun yang lainnya, yang mengikuti perhitungan Aboge sebagaimana yang dikemukakan bapak Kasten:

“hari raya Idul Fitri yang menggunakan pitung Aboge tidak berdasarkan pengumuman, musyawarah, petungan pemerintah ataupun penetapan. Karena jauh-jauh hari telah mengetahui kapan jatuhnya tanggal, misalkan tanggal 1 Pasa, Syawal, dan Besar/ Suro. Dalam bulan Syawal ada istilah Waljiro (bulan Syawal siji-loro), dihitung berdasarkan hari dan pasaran tanggal 1 pada bulan Sura, karena tanggal 1 Sura jatuh pada hari Sabtu dan pasarannya Manis, maka tanggal 1 Syawal jatuh pada hari Sabtu (siji) dan pasaran Pahing (loro, dihitung dari Manis/ Legi) maka lebarannya pada hari Sabtu Pahing. Jadi, masyarakat Aboge tidak harus memperhitungkan hilal. inilah keyakinan masyarakat Aboge. Sehingga jika pemeritah belum bisa menentukan, kami masyarakat Aboge sudah tau jauh-jauh hari. Bahkah untuk 10 tahun kedepan kami telah mengetahui jatuhnya tanggal”.

(61)

48

melakukan persiapan rukyat pada tanggal 29 pada bulan-bulan Qamariah, khususnya bulan-bulan ibadah. Jika kelompok lain, mulai ormas dan juga pemerintah harus selalu sibuk untuk melaksanakan rukyat. Mereka tidak perlu melakukannya, karena telah mengetahui jatuhnya tanggal 1 untuk tiap-tiap bulan jauh hari sebelumnya.

Hisab Aboge yang mereka pegangi saat ini, adalah ilmu yang diturunkan dari nenek moyang mereka. Seperti yang dijelaskan oleh bapak Kasten, ketika penulis bertanya siapakah orang yang menjadi guru dalam perhitungan Aboge di Dusun Losari, Jawaban tersebut terekam dalam pemaparannya berikut ini:

“Saya kurang hapal ya, tapi kakek buyut saya dulunnya merupakan seorang tokoh yang mempunyyai peranan di Dusun ini, beliaulah yang pertama kali mengajarkan kepada saya. Dan juga Mbah Harjo Suwito yang mengajarkan perhirungan Aboge. Untuk tokoh muda yang mendalami Aboge waktu itu hanya saya. Namun orang Aboge belum tentu ikut merayakan Aboge, yang yakin mutlak pasti mengikuti Aboge. Sebenarnya, masyarakat Wonosegoro banyak yang menganut Aboge. Namun yang hari raya mengikuti Aboge hanya sebagian saja. Orang-orang Wonosegoro kebanyakan mengikuti Aboge karena mereka mengikuti perhitungan-perhitungan hari (menentukan hari baik) namun dalam penentuan awal Ramadan penentuan Hari Raya Idul Fitri, mengikuti kalender nasional (pemerintah). Kami tidak mengikuti NU atau Muhammadiyah karena kami yakin dengan kepercayaan kami sendiri”.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh bapak Sukimin selaku ketua Rt dan juga salah seorang sesepuh Aboge ketika ditanya:

(62)

49

dusun losari meniko. Kulo piambak angsal pitungan Aboge meniko ilmu saking tiang sepah kulo ugi asil kulo mployo dateng guru kulo inggih meniko Kiai Munajib saking Kudus, terus kulo mployo maleh dateng simbah Kiai Solikin saking Suroboyo”.

Dalam pemaparan bapak Sukimin ini diterangkan awal mula perhitungan Aboge yang telah ia kuasai. Perhitungan Aboge yang ia kuasai merupakan ilmu yang turun temurun dari keluarganya. diturunkan oleh orang tuanya yang juga merupakan penganut kepercayaan pitung Jawa Aboge. Selain itu beliau paparkan juga bahwa ia juga sempat mengembara/ mployo dalam keilmuan pitung Aboge kepada salah seorang kiai penganut faham Aboge yang cukup terkenal pada masa itu, yakni simbah Kiai Munajib dari Kudus.

(63)

50

dimiliki oleh para sesepuh Dusun ini. Perhitungan tahun Jawa Aboge yang mereka gunakan adalah sebagai

berikut :

NO TAHUN HARI DAN PASARAN

HARI PASARAN

1 ALIP REBO WAGE

2 EHE AHAD PON

3 JIMAWAL JUM’AH PON

4 JE SELOSO PAING

5 DAL SETU LEGI

6 BHE KEMIS LEGI

7 WAWU SENEN KLIWON

8 JIMAKHIR JUMAH WAGE

Nama-nama tahun di atas memiliki arti masing-masing, Alip artinya ada-ada (mulai berniat), Ehe memiliki arti tumandang (melakukan), Jimawal artinya gawe (pekerjaan), Je adalah lelakon (proses, nasib), Dal artinya urip (hidup), Be memiliki arti bola-bali (selalu kembali), Wawu artinya marang (ke arah), Jimakir artinya suwung (kosong). Kedelapan tahun tersebut membentuk kalimat “ada-ada tumandang gawe lelakon urip bola-bali marang suwung” (mulai

melaksanakan aktifitas untuk proses kehidupan dan selalu kembali kepada kosong). Tahun dalam bahasa Jawa memiliki arti wiji (benih), kedelapan tahun itu menerangkan proses dari perkembangan wiji yang selalu kembali kepada kosong yaitu lahir-mati, lahir-mati yang selalu berputar.

(64)

51

masyarakat yang sangat kental akan keyakinan terhadap nenek moyang, sangat menghargai dan menyakini terhadap segala sesuatu yang berasal dari nenek moyang( tinggalan poro leluhur). Ibarat seseorang berjalan menyusuri dunia haruslah tedapat petunjuk untuk sampai pada tujuan utama, guna kesuksesan sebuah tujuan. Maka disinah peranan dari peninggalan para leluhur bagi komunitas Aboge di Dusun ini, sebagai petunjuk mencapai keselamatan, ketenanggan dan kesuksesan di dunia dan di akhirat. Merupakan sebuah kenyataan bahwa Aboge merupakan system kalender Jawa yang keberadaannya telah disenyawakan dengan kalender Hijriiah. Maksudnya adalah bahwa Aboge bukan merupakan petangan Jawa murni, Aboge merupakan system kalender Jawa yang telah dirubah sesuai dengan kalender Hijriah. Namun karena petangan Jawa juga menggunakan kalender ini dalam perhitunganya maka disebutlah bahwa system kalender Aboge mengandung petangan Jawa. Dan orang orang yang mengikuti dan menggunakan petangan Jawa disebut sebagai komunitas Aboge.

(65)

52

C. Dasar perhitunggan Jama’ah Aboge Dusun Losari.

Untuk memperoleh data yang jelas dan lengkap mengenai prinsip penanggalan Aboge yang dimilik di Dusun Losari, penulis menanyakan langsung mengenai informasi tersebut kepada bapak Kasten (sesepuh) Aboge di Dusun Losari. Bapak Kasten tercatat sebagai Warga Dusun Losari yang sekaligus menjadi Sesepuh kelompok Aboge di Dusun Losari. Dijelaskan oleh bapak Kasten, bahwa penganut faham Aboge atau yang mengikuti faham Aboge dalam hal penetapan hari raya Idul Fitri berjumlah kurang lebih 65 keluarga denagn total keseluruhan sekitar 180, terdiri dari 110 merupakan orang dewasa 70 remaja dan anak anak dari keluarga mereka, hingga sampai saat ini sebagaimana yang dikemukakan oleh kepala Dusun. Bapak Kasten menjelaskan bahwa:

“petungan Aboge meniko kulo mboten mangertosi wonten dasari ipun nopo mboten ten kitab suci Al-Quran nopo dene Hadis. Ananging pitungan Aboge meniko wonten lan kacatet ing buku Primbon. Keterangan ingkang kulo tampi mboten wonten saking ayat-ayat suci Al-Quran Nopodene Hadis ingkang nuturke petangan Aboge”

(66)

53

meninggal dunia. Dia mendapatkan ajaran ini dari orang tua beliau yang juga penganut faham Aboge. Lalu ia menggabungkan antara warisan nenek moyang yang didapatkan dari buku-buku Primbon Jawa terutama yang berjudul Primbon “Sabda Guru”. Buku ini memuat tentang catata-catatan dalam menghadapi berbagai macam persoalan yang sedang atau akan dihadapi. Sebagaimana ketika hendak menentukan hari dan tanggal perkawinan yang dianggap sebagai hari baik, menentukan jatunya awal bulan. Buku ini merupakan buku yang memuat berbagai macam petungan Jawa. Secara lengkap metode menentukan awal bulan komunitas Aboge dijelaskan dalam buku ini.

(67)

54

Meski Primbon tidak memuat kebenaran secara mutlak namun Primbon hendaknya tidak diremehkan. Karena dalam kenyataannya Primbon merupakan buah karya pengalaman nenek moyang/ orang-orang terdahulu yang belum tentu merupakan kesalahan secara total. Primbon sebagai pedoman penghati-hati mengingat catatan ini merupakan pengalaman para leluhur(orang-orang zaman dulu), juga jangan menjadikan surut atau mengurangi keyakinan dan kepercayaan kepada Allah SWT yang mengatur segala sesuatunya baik yang telah terjadi maupun yang akan dating kemudia dengan kodrat dan iradat-Nya.

Primbon sebagai petangan jawi semacam ini lah yang menjadi dasar penanggalan komunitas Aboge masyarakat Dusun Losari Desa Gunungsari Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali dalam menentukan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada awal bulan Syawwal tanggal satu Syawal (bodo cilik) dalam penyebutan komunitas ini.

Perhitungan itu sekaligus menjadi sebuah dasar menentukan tanggal untuk melakukan sesuatu yang penting seperti acara pernikahan, tasyakuran dan hal-hal penting lainnya yang menjadi adat istiadat masyarakat tersebut. Di Primbon tersebut terdapat pula istilah-istilah dina ala, dino ala banget, pati uriping dina, dina anggarakasih, srikaning dina

(hari buruk, hari sangat buruk, hidup matinya hari, hari baik, hari yang harus dihindari, dan lain sebagainya). Di dalam buku yang berjudul “Sabda Guru” terdapat sejumlah mana-nama tahun dalam tahun Jawa,

(68)

55

terahir adalah tahun Dajimakir, serta ajaran-ajaran Jawa seperti perhitungan hidup mati manusia, hari-hari kelahiran, hari-hari baik dan buruk.

Selain itu, terdapat juga cendrane pawuakon yang merupakan penjelasan tentang wuku landep, wuku sita, wuku rukil, wuku kurantil, wukutolu, wuku gumbrek, wuku warigalit, wuku wariagung, wuku

djulungwangi, wuku sungsang, sampai wuku watugunung. Kemudian ada

penjelasan tentang pratelaning padangan, pratelaning paring kelang, masing-masing wuku, dan masih banyak lagi yang semuanya terkait dengan kebutuhan perhitungan bagi masyarakat itu sendiri untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. Sehingga dalam kalender kejawen tidak hanya mempunyai arti dan fungsi sebagai petunjuk hari, tanggal, hari libur dan hari keagamaan tetapi menjadi dasar dan ada hubungannya dengan apa yang terdapat dalam petangan jawi.

Dengan adanya kebutuhan manusia yang banyak maka Primbon menjadi alternatife bagi kebanyakan masyarakat Jawa dalam menghadapinya. Hal ini merukan sebuah kewajaran dikarnakan masyarakat Jawa yang kental akan budaya mitologi yang telah ditanamkan sejak usia dini dalam mengajari anak-anaknya.

D. Metode Penetapan Hari Raya Idul Fitri Jama’ah Aboge Dusun Losari

(69)

56

Aboge Dusun losari menggunakan metode penyesuaian. Yang dimaksud adalah penesuaian antara tahun, hari dan pasaran dalam kalender Syamshiyyah Masehiah, Hijriah Qamariah dan pasaran dalam kalender Jawa dengan alamak Aboge yang dimiliki oleh para sesepuh Aboge di Dusun ini. Maksudnya adalah dengan mencocokkan hari serta pasaran dalam kalender, disesuaikan dengan almanac Aboge yang ada. Dalam almanak kalender Aboge telah ditetapkan awal bulan untuk setiap tahun untuk hari raya Idul Fitri tahun ini Aboge Dusun losari menyatakan akan jatuh pada hari sabtu legi. Kemudian setiap tahun dan bulan berjalan secara bergantian antara tahun satu dengan yang lainnya. Tidak sebagaimana pemerintah yang melalui proses rukyatul hial serta pencocokan dengan metode Hisab. Berikut adalah hari serta pasaran dalam kalender Aboge bulan Poso dan Syawwal.

NO TAHUN POSO BODO KETERANGAN

1 ALIP 2 E 4 E 1 AHAD A LEGI

2 EHE 6 D 1 D 2 SENEN B PAING

3 JIMAWAL 4 D 6 D 3 SELOSO C PON

4 JE 1 C 3 C 4 REBO D WAGE

5 DAL 5 B 7 B 5 KEMIS E KLIWON

6 BHE 3 B 5 B 6 JUM'AT

7 WAWU 7 A 2 A 7 SETU

8 JIMAKHIR 4 E 6 E

(70)

57 5 Jumadilawal Selasa

Pahing 6 Jumadilakhir Kemis

Paing perjalanan(satu windu). Dalam satu windu terdapat 8 tahun. Kemuudian setiap tahun dalam satu windu memiliki nama tahun dan ketentuan yang berbeda. Diantaranya adalah tahun Alip, Ehe, Djimawal, Dje, Dal, Be, Wawu, dan yang terahir adalah tahun Dajimakir. Akan tetapi

Referensi

Dokumen terkait

xx Tamil yang juga telah melalui pendidikan peringkat rendah selama 6 tahun, mempunyai pengetahuan pada tahap yang lemah dan sederhana untuk pembinaan ayat dalam mata

Di dalam perusahaan yang mempekerjakan tenaga teknikal dan profesional ilmiah, sering terjadi bahwa para karyawan, terutama yang merupakan “pekerja otak”, tidak bergairah

Dari hasil penelitian lansia yang jarang dan sering dikunjungi keluarga dapat digambarkan bahwa kunjungan keluarga merupakan salah satu hal yang penting karena

Dikatakan oleh Rosenberg dan Owens (dalam Mruk 2006), individu yang memiliki Self-esteem rendah teridentifikasi memiliki karakterisrik rendah diri, terutama apabila

Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi tidak berjalan dengan baik perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban incest yaitu

Analisis Hubungan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Pelayanan Instalasi Farmasi dengan Minat Pasien Menebus Kembali Resep Obat di Instalasi Farmasi RSUD

aan sabuk ang kencang enganggu proses dan enganggu tower crane aat mengangkut dan material, e bisa goyang pa pekerja er crane putus elebihan muatan dan menimpa yang

Secara eksplisit hanya pengadilanlah yang berwenang untuk memberikan dispensasi pernikahan bagi anak di bawah umur yang ingin melangsungkan pernikahan, hal