PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA
DENGAN PROGRAM BPJS (BADAN
PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL)
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24
TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Wijaya Putra Surabaya
OLEH:
CHUSNUL CHULUKIYA
NPM. 13120109
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA
SURABAYA
PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA
DENGAN PROGRAM BPJS (BADAN
PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL)
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24
TAHUN 2011
Nama
: CHUSNUL CHULUKIYA
Fakultas : HUKUM
Jurusan : ILMU HUKUM
NPM
: 13120109
DISETUJUI DAN DITERIMA OLEH:
Dosen Pembimbing,
Telah diterima dan disetujui oleh Tim Penguji Skripsi serta dinyatakan LULUS. Dengan demikian skripsi ini dinyatakan sah untuk melengkapi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Hukum pada FAKULTAS HUKUM Jurusan Ilmu Hukum di Universitas Wijaya Putra Surabaya.
Surabaya,
Tim Penguji Skripsi :
1. Ketua : Tri Wahyu Andayani,SH., CN., MH. ( ) (Dekan Fakultas Hukum)
2. Sekretaris : Andy Usmina Wijaya, SH., MH. ( ) (Dosen Pembimbing)
3. Anggota 1: Tri Wahyu Andayani,SH., CN., MH. ( ) (Penguji 1)
Anggota 2 : Dr. Febria Nur Kasimon., SH., MH. ( ) (Penguji II)
DAFTAR ISI Halaman Lembar Pengesahan………i Kata Pengantar……….ii Daftar isi……….iii BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah………1
2. Rumusan Masalah………8
3. Penjelasan Judul……….….8
4. Alasan Pemilihan Judul………..9
5. Tujuan Penelitian………10
6. Manfaat Penelitian………..………10
7. Metode Penelitian……….………11
8. Sistematik Penulisan………..………12
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG DIBERIKAN OLEH BPJS KETENAGAKERJAAN 1. Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS)……… . 14
2. Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja oleh BPJS………….. 15
BAB III PERBANDINGAN ANTARA JAMSOSTEK DENGAN BPJS KETENAGAKERJAAN 1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja………32
2. Transformasi BPJS………40
3. Kepesertaan………52
4. BPJS Ketenagakerjaan…………..………56
5. Perbandingan antara PT.JAMSOSTEK dengan BPJS Ketenagakerjaan………...…………64
BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan………66
2. Saran……….67
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Salah satu tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yakni mensejahterakan rakyat. Dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 tersebut yang mengemukakan: “Negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan. Negara sebagai organisasi bertanggung jawab
atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak”. Sebagai tindak lanjut maka, dibuatlah program Sistem Jaminan
Sosial Nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (yang selanjutnya disebut
SJSN). Sistem jaminan sosial nasional (SJSN) yang dimaksud adalah
suatu tata cara penyelenggaraan jaminan sosial (Pasal 1 ayat (2).1
Dalam UU SJSN dijelaskan bahwa pilar jaminan sosial terdiri dari
bantuan sosial, tabungan wajib dan asuransi sosial. Bantuan sosial adalah
suatu sistem untuk reduksi kemiskinan yang didanai dari pajak (yang
dimasukkan dalam APBN dan dikeluarkan sebagai Penerima Bantuan
Iuran (PBI), sedangkan tabungan wajib (provident fund) merupakan skema
tabungan untuk dirinya sendiri seperti wajib yang didanai dengan iuran
1
Sentosa Sembiring., Himpunan Undang-Undang Lengkap Tentang Asuransi Jaminan Sosial, Nuansa Aulia, Bandung, 2006, Hal.20
peserta atau pihak lain dan atau oleh pemerintah bagi penduduk miskin. Model
asuransi sosial ini dinilai paling bail dan efektif untuk membiayai jaminan
sosial.2 Asuransi sosial (Social Insurance) adalah program jaminan sosial yang
bersifat wajib menurut Undang-Undang bagi setiap pemberi kerja dan pekerja
mandiri profesional untuk tujuan penanggulangan hilangnya sebagian
pendapatan sebagai konsekuensi adanya hubungan kerja yang kemungkinan
menimbulkan industrial hazards3.
Asuransi sosial di Indonesia dilaksanakan dengan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1992 tentang Jamsostek. Berlakunya UU Jamsostek menitikberatkan
pada perlindungan sosial bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan baik
dalam hubungan kerja maupun diluar hubungan kerja. Tujuan untuk
memberikan ketenangan kerja kepada tenaga kerja dengan memberikan
jaminan sosial sehingga disiplin dan produktifitas meningkat.4 Selain
memberikan perlindungan , UU Jamsostek juga memberikan santunan tunai
untuk dukungan pendapatan pencari nafkah utama (cash benefit for the
income support of the breadwinner), kompensasi finansial untuk kasus
kecelakaan kerja dan kematian dini serta pelayanan kesehatan dan pemberian
alat bantu (benefitd in kid)
Dalam UU Jamsostek terdapat 4 (empat) program jaminan sosial yang
diatur, yaitu program Jaminan Pelayanan Kesehatan, jaminan kecelakaan kerja,
jaminan Kematian, dan jaminan hari tua. Dari keempat program tersebut, 3
(tiga) diantaranya iuran dibayar pemberi kerja (JPK, JKK, JKm) dan hanya
kerja dan pekerja. UU Nomor 3 Tahun 1992, belum mencantumkan asas dan
prinsip penyelenggaraan jaminan sosial yang dilakukan. Pada pasal 3 ayat (1)
menyebutkan bahwa untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja
diselenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja yang pengelolaannya
dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi. Artinya pola asuransi tidaklah
wajib tetapi suatu pilihan6.
Pada PP Nomor 14 tahun 1993, tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, pada pasal 2 ayat (4): Pengusaha yang telah
menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga
kerjanya dengan manfaat yang lebih baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Dasar menurut Peraturan Pemerintah ini, tidak wajib ikut dalam
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan
Penyelenggara. Implikasi tidak wajib atau disebut dengan juga opting out
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan menurut PP tersebut, menyebabkan tingkat
kepesertaan JPK Jamsostek tidaklah optimal yaitu sekitar 10% dari jumlah
pekerja formal, sedangkan ketiga program jaminan sosial lainnya sekitar 30%.
Oleh sebab itu pada pasal 2 ayat (4) sudah dihapuskan dalam PP No. 84
Tahun 2013 perubahan kesembilan atas PP No. 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggara program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.7
Penyelenggara Jaminan Sosial di Indonesia, secara eksisting telah
diselenggarakan oleh 4 Badan Penyelenggara yaitu PT. Askes yang dibentuk
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk
Perusahaan Umum Husada Bhakti menjadi Perusahaan Persero, PT.
tentang Penetapan badan penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja, berdasarkan UU Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja, PT. Taspen yang dibentuk dengan peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan
dan Asuransi Pegawai Negeri menjadi Perseroan Terbatas, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun
Janda/Duda Pegawai, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Pokok-Pokok kepegawaian yang telah di ubah dengan undang – undang Nomor 43
Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi
Sosial Pegawai Negri Sipil, PT. Asabri yang dibentuk dengan peraturan
Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan
Umum Asuransi Sopsial/Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi
Perusahaan Persero.
Dalam perjalanannya keempat persero tersebut berada dalam lingkup
kementrian BUMN, dengan menyelenggarakan asuransi sosial sesuai program
yang telah ditetapkan, yaitu PT. Askes menyelenggarakan Asuransi Kesehatan
bagi PNS dan Keluarga, PT. Taspen menyelenggarakan jaminan Pensiun Hari
Tua, PT. Jamsostek menyelenggarakan JKK,JKm, JHT dan JP bagi p[ekerja
dan PT.Asabri menyelenggarakan JPT nagi anggota TNI/POLRI. Sebagaimana
kita ketahui, bahwa prinsip persero tersebut mencari laba kepentingan pemilik
perusahaan (owner), dalam hal ini ownernya adalah pemerintah, di sisi lain ada
kewajiban Undang-Undang Dasar 1945, agar negara memberikan Jaminan
Menurut ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992,
pengusaha dan tenaga kerja wajib ikut serta dalam program jaminan sosial
tenaga kerja. Berdasarkan ketentuan ini, pihak yang menjadi peserta ada 2
(dua) golongan, yaitu pengusaha dan tenaga kerja. Termasuk golongan
pengusaha adalah orang, persekutu, atau badan hukum yang menjalankan
suatu perusahaan milik sendiri, atau yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya, atau yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Yang termasuk
golongan tenaga kerja adalah setiap orang 6 yang mampu melakukan
pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan
jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.10
Pemerintah selalu berupaya untuk memberikan fasilitas yang terbaik untuk
seluruh rakyatnya, agar seluruh rakyat Indonesia dapat merasakan
perlindungan hukum yang diberikan oleh negara ini khususnya rakyat
Indonesia. Pemerintah kita tidak berhenti dengan satu peraturan saja dalam
mensejahterakan rakyatnya, mereka selalu mencari bagaimana agar seluruh
lapisan masyarakat di Indonesia dapat merasakan kesejahteraan dan
ketentraman dalam bekerja tidak perlu khawatir apabila mengalami
keadaan-keadaan yang sulit dalam melindungi dirinya dan keluarga dari resiko yang
mungkin saja akan terjadi. Oleh sebab itu pemerintah berupaya mengeluarkan
peraturan yang mengcover risiko-risiko yang mungkin saja terjadi pada setiap
masyarakat terutama para tenaga kerja yang sangat rentan dengan risiko tinggi
dalam pekerjaan. Bukanlah mudah dalam membuat peraturan tersebut selain
suatu negara tersebut apalagi Negara Indonesia ini yang masih bilang negara
yang berkembang.
Dalam perkembangannya kemudian, pemerintah melakukan
pembaharuan pada jaminan sosial dengan diundangkanya Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS
untuk melanjutkan disebut UU BPJS). UU BPJS menentukan melakukan
transformasi dari empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk
mempercepat terselenggaranya sistem jaminan sosial nasional bagi rakyat
Indonesia sebagaimana amanat dari pasal 5 ayat (1) dan pasal 52 UU SJSN.
Dimana dalam BPJS tersebut terdapat dua bagian yaitu BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan menggantikan PT. ASKES dan BPJS Ketenagakerjaan
menggantikan PT. JANSOSTEK, setelah diberlakukannya BPJS Kesehatan
dan BPJS Ketenagakerjaan maka PT. ASKES dan PT. JANSOSTEK sudah
tidak diberlakukan lagi.11
Lima tahun terakhir ini, memang disarankan berbagai perbaikan telah
dilakukan pemerintah maupun oleh keempat BPJS (eksisting) tersebut, antara
lain kementrian BUMN tidak mengambil untuk peningkatan pelayanan kepada
peserta. Service telah meningkat, jika ada complaint cepat tanggap dan segera
ditindak lanjuti, laporan keuangan lebih terbuka. Kebijakan menejemen sudah
mempromosikan sebagai BPJS eksisting sesuai dengan UU SJSN dan 1
Januari 2014 sudah menjadi Badan Hukum publik, dengan melaksanakan 9
prinsip dan beberapa diantaranya tidak ada pada badan hukum persero yaitu
dana jaminan sosial dipergunakan seluruh untuk pengembangan program dan
untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
Khusus PT. JAMSOSTEK diberikan kelonggaran untuk
menyelenggarakan JKK, JKm, dan JHT sampai dengan akhir Juni 2015
menyelenggarakannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992,
selanjutnya menyelenggarakan empat program JKK, JKm, JHT dan JP dengan
mengacu pada UU SJSN dan UU BPJS serta aturan pelaksanaannya.12
Dalam perjalanannya yang panjang, jaminan sosial telah telah berlabuh
dengan utuh pada Undang-Undang SJSN Nomor 40 Tahun 2004 dan
implementasi dengan keluarnya Undang-Undang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Nomor 24 Tahun 2011, memberikan kepastian bahwa bangsa
Indonesia telah menetapkan pilihan Sistem Jaminan Sosial yang benar-benar
menerapkan prinsip-prinsip jaminan sosial yang bersifat universal dan telah
banyak diterapkan di negara-negara majau dan negara berkembang.
Kehadiran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, yang telah
dinanti-nanti cukup lama dengan berbagai dinamika masyarakat yang tinggi
dalam proses penerbitan dan menjadi batu loncatan mencapai cita-cita
kesejahteraan (welfare state).13
Mengingat masyarakat indonesia yang rentan dengan risiko tinggi adalah
para tenaga kerja maka penulis tertarik untuk membahas mengenai BPJS
Ketenagakerjaan dan sebab itu pula penulis mengangkat judul. Skripsi
mengenai : “PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA DENGAN PROGRAM BPJS
( BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.24 TAHUN 2011”. Berdasarkan uraian diatas maka,
penulis akan membahas mengenai seperti apa perlindungan tenaga kerja yang
diberikan oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan, bagaimana sistem penanganan
masalah oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan dan apa perbedaan antara
PT.JAMSOSTEK dengan BPJS Ketenagakerjaan dalam memberikan
perlindungan hukum bagi tenaga kerjanya.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perlindungan tenaga kerja yang diberikan oleh BPJS
Ketenagakerjaan ?
2. Bagaimana perbandingan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja
yang diberikan oleh JAMSOSTEK dan BPJS Ketenagakerjaan ?
1.3. Penjelasan Judul
Skripsi ini mengambil judul “PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA
DENGAN PROGRAM BPJS ( BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.24 TAHUN 2011”.
Menitikberatkan kepada perlindungan hukum bagi tenaga kerja yang
telah mengikuti Jaminan Sosial melalui JAMSOSTEK dengan berlakunya
UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS). JAMSOSTEK dengan karakteristiknya saat bertransformasi
menjadi BPJS Ketenagakerjaan menjadi kajian menarik untuk detail.
1.4. Alasan Pemilihan Judul
Berlakunya UU BPJS telah membuat 4 (empat) BIMN yang
BPJS. Salah satu BUMN tersebut adalah Jamsostek yang telah
menyelenggarakan jaminan sosial bagi tenaga kerja. Perubahan
jamsostek menjadi BPJS membawa dampak juga bagi para peserta
Jamsotek yang merupakan para tenaga kerja.
Perubahan jaminan bagi tenaga kerja dengan berlakunya BPJS
Ketenagakerjaan membawa perubahan pula pada perlindungan bagi
tenaga kerja. Selain perubahan lembaga jaminan sosial, terdapat pula
ketentuan-ketentuan baru yang memberikan perubahan bagi tenaga
kerja.
Penelitian ini meneliti beratkan pada perubahan perlindungan hukum
dari PT. JAMSOSTEK menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Transformasi
jaminan sosial bagi tenaga kerja tidak hanya perubahan pada lembaga,
namun juga bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan kepada tenaga
kerja.
UU BPJS sebagai perwujudan dari UU Sistem Jaminan Sosial
Nasional mengharuskan kepada semua tenaga kerja di Indonesia untuk
menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, tanpa membedakan anatara
PNS, TNI/POLRI, Pegawai BUMN dan swasta. Pada tanggal 1 Juli 2015
BPJS Ketenagakerjaan mulai berlaku bagi semua tenaga kerja tanpa
terkecuali. Perubahan atas penyelenggaraan Jamsostek menjadi BPJS
Ketenagakerjaan menjadi kajian yang menarik untuk dilakukan
penelitian. Perlindungan hukum yang diberikan oleh Jamsostek kepada
para tenaga kerja mengalami perubahan juga dengan berlakunya UU
1.5. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan oleh BPJS
kepada para pekerja
2. Untuk mengetahui perbandingan perlindungan hukum terhadap
tenaga kerja yang diberikan oleh JAMSOSTEK dan BPJS
1.6. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi Perguruan Tinggi dan dapat dipergunakan sebagai
referensi bagi perpustakaan pada fakultas hukum Universitas Wijaya
Putra khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya.
2. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan
manfaat tentang gambaran umum mengenai perlindungan hukum
tenaga kerja melalui program BPJS.
3. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan program BPJS
ketenagakerjaan ini dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan
amanat UU No 40 Tahun 2004 dan tidak ada lagi para tenaga kerja
yang merasa khawatir terhadap resiko yang akan terjadi dalam
1.7. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai
Tujuan tertentu di dalam penulisan skripsi. Hal ini agar terhindar dari suatu
penilaian bahwa penulisan skripsi dibuat dengan cara sembarangan dan tanpa
di dukung dengan ng lengkap. Oleh karena itu, dalam melakukan penulisan
skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif.
1. Sifat Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi
ini adalah yuridis normatif dengan melakukan pendekatan
perundang-undangan (statue approach), yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori
hukum yang menjadi objek penelitian.
2. Sumber Data
Data dapat dibagi ke dalam dua jenis berdasarkan sumber data yang
diperoleh, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer, yaitu
data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui
wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak
resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. Data sekunder, yaitu data
yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang
berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk
laporan, skripsi, tesis, disertai, dan peraturan perundang-undangan.14
Di dalam penulisan skripsi ini, data sekunder yang digunakan berupa:
a. Bahan hukum primer, adalah bahan-bahan hukum yang mengikat.
pemerintah antara Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentanf “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)” dan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang “JAMSOSTEK”.
b. Bahan hukum sekunder, adalah bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer. Yaitu buku-buku dan
tulisan-tulisan ilmiah hukum yang terkait dengan ojek penelitian
ini.
c. Bahan hukum tersier, adalah bahan yang memberikan petunjuk
atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan
hukum sekunder. Yaitu yang berasal dari kamus, majalh, surat
kabar, internet dan bahan lainnya yang berkaitan dengan
penulisan skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara atau teknik untuk
memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Dalam penulisan skripsi ini, digunakan teknik pengumpulan data
melalui kepustakaan. Teknik pengumpulan data dengan cara ini yaitu
mengumpulkan data-data sekunder yang diperoleh dari bahan
pustaka, yang terdiri dari undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang “JAMSOSTEK” Undang-Undang 24 Tahun 2011 tentang “
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS)”, buku-buku,
literatur, makalah, dan lain sebagainya.
1.8. Sistematika Penulisan
Bab 1 Pendahuluan, berisi uraian latar belakang, permasalahan,
penjelasan judul, alasan pemilihan judul, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II perlindungan hukum Bagi Tenaga Kerja Yang diberikan Oleh BPJS Ketenagakerjaan, berisi uraian mengenai pengertian BPJS,
transformasi BPJS , Kepersertaan dan perlindungan hukum bagi tenaga
kerja.
Bab III Perbandingan antara JAMSOSTEK dan Ketenagakerjaan
Berisi uraian mengenai perlindungan bagi bekerja yang dilakukan oleh
JAMSOSTEK , perbedaan antara JAMSOSTEK dan BPJS,
Bab IV Penutup, uraian mengenai simpulan dan saran dari penelitian
BAB II
PERLINDUNGN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG DIBERIKAN OLEH BPJS KETENAGAKERJAAN
2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Menurut undang-undang nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial maka BPJS merupakan sebuah
lembaga hukum nilraba untuk perlindungan sosial dalam menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak sekaligus
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia. BPJS
sendiri terdiri dari dua bentuk yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Berdasarkan Undang-Undang No.24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS akan menggantikan sejumlah
lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan
kesehatan PT. ASKES, dana tabungan dan asuransi pegawai negeri PT.
TASPEN.
Asuransi Sosial Angkatan Republik Indonesia PT. ASABRI dan lembaga
jaminan sosial ketenagakerjaan PT. JAMSOSTEK, Transformasi PT. Askes
serta PT. JAMSOSTEK menjadi BPJS yang akan dilakukan secara bertahap.
Pada tanggal 01 Januari 2014, PT. ASKES akan menjadi BPJS Kesehatan,
selanjutnya pada tahun 2015 giliran PT. JAMSOSTEK menjadi BPJS
Jaminan Pelayanan Kesehatan
Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan
agar peserta bisa memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan
kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iuran nya dibayar oleh
pemerintah yang diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial
danekuitas. Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. Jaminan
pemeliharaan kesehatan adalah salah satu program Jamsostek yang
membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai
dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat
bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan
efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program Jaminan
pemeliharaan kesehatan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan)
sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Manfaat jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki
tenaga kerja yang sehat, sapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih
produktif.
2.4. Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Oleh BPJS
Setiap pekerja tentu memiliki hak untuk mendapatkan imbalan, serta
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Termasuk dalam
jaminan sosial, seperti jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua
(JHT), jaminan kematian (JK), dan jaminan pensiun, jaminan yang
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Dalam BPJS
ini hakikatnya ialah perlindungan tenaga kerja dan dunia usaha.
BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan
4 program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
pensiun, dan jaminan kematian. Menurut UU SJSN program jaminan
kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat
pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja
mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk
menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun,
mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Kemudian program jamina
pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial
atau tabungan wajib, untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak
pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena
memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.
Jaminan pensiun diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.
Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santunan
kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut di atas BPJS
bertugas untuk:
2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;
4. Mengelola dan jaminan sosial untuk kepentingan peserta;
5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan program jaminan sosial; dan
7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial
kepada peserta dan masyarakat.
Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan, pemungutan,
pengumpulan iuran termasuk menerima bantuan iuran dari Pemerintah,
pengelolaan dana jaminan sosial, pembayaran manfaat dan/atau membiayai
pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka
sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi. Tugas
pendaftaran dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima pendaftaran
atau secara aktif mendaftarkan peserta.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas BPJS
berwenang:
1. Menagih pembayaran iuran
2. Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan
jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,
kehati-hatian,
4. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan
pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
5. Jaminan sosial nasional
6. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh pemerintah
7. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan
8. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang
tidak memenuhi kewajibannya.
9. Melaporkan pemberi kepada instansi yang berwenang mengenai ketidak
patuhan dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain
sesuai dengan.
10. Ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
11. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan
program jaminan sosial.
12. Kewenangan menagih pembayaran iuran dalam arti meminta pembayaran
dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran,
13. Kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan
sanksi administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan
BPJS sebagai badan hukum publik.
Perlindungan yang diberikan 1. Jaminan kecelakaan kerja
a. Pengertian kecelakaan kerja , kecelakaan kerja maksudnya adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada suatu
perusahaan. Berhubungan dengan hubungan kerja adalah
kecelakaan tersebut bersumber atau berasal dari perusahaan yang
umumnya disebabkan oleh empat faktor, yaitu sebagai berikut :
a) Faktor Manusianya Misalnya karena kurangnya keterampilan atau
kurangnya pengetahuan, atau karena salah penempatan.
b) Faktor materialnya/bahannya/peralatannya Misalnya bahan yang
seharusnya terbuat dari besi, akan tetapi supaya lebih murah
dibuat dari bahan lainnya sehingga dengan mudah menimbulkan
kecelakaan.
c) Faktor bahaya/sumber bahaya, ada dua :
- Perbuatan berbahaya
Misalnya karena metode kerja yang salah,
keletihan/kelesuhan, sikap kerja yang tidak sempurna, dan
sebagainya.
- Kondisi/keadaan berbahaya
Yaitu keadaan yang tidak aman dari mesin/ peralatan –
peralatan. Lingkungan , proses ,sifat pekerjaan.
d) Faktor dihadapi
Misalnya kurangnya pemeliharaan/perawatan mesin –
Dengan faktor-faktor di atas, merupakan kewajiban pengusaha
untuk menjelaskan kepada pekerja/buruhnya terutama yang baru
tentang hal-hal yang di atas tadi.15
b. Kategori kecelakaan kerja
Peraturan pemerintah no. 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial
Tenaga Kerja dan UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja memperluas pengertian kecelakaan kerja dengan
meliputi penyakit yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja,
namun dengan catatan bahwa penyakit tersebut menyebabkan yang
bersangkutan cacat atau meninggal dunia, maka untuk dapat
dianggap sebagai penyakit kecelakaan kerja haruslah memenuhi
syarat-syarat tertentu. Syarat-Syarat tersebut adalah :
a) Pekerjaan pekerja/buruh harus menanggung resiko penyebab
penyakit itu
b) Pekerja/buruh yang bersangkutan berhubungan langsung dengan
resiko tersebut;
c) Penyakit tersebut telah berlangsung selama satu masa tertentu;
d) Tidak ada kelalaian atau kesengajaan oleh pekerja/buruh
sehingga ia terkena penyakit itu;
e) Khusus untuk penyakit tertentu (silicosis, asbestosis, dan bsynosis) tidak dianggap sebagai penyakit kerja (kecelakaan kerja) jika pekerja/buruh menderita penyakit tersebut lebih dari
tiga tahun sejak dia berhenti kerja di tempat penyebab penyakit
Dalam kaitannya dengan kecelakaan kerja ada suatu jenis kecelakaan yang
tidak dapat dikategorikan sebagai kecelakaan kerja. jenis-jenis kecelkaan
tersebut adalah :
a) Kecelakaan yang terjadi pada waktu cuti, yaitu yang bersangkutan
sedang bebas dari urusan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung
jawabnya. Jika yang bersangkutan mendapat panggilan atau tugas dari
perusahaan, dalam perjalanan untuk memenuhi panggilan tersebut, yang
bersangkutan sudah dijamin oleh Jaminan Kecelakaan Kerja.
b) Kecelakaan yang terjadi di mes/perkemahan yang tidak berada di lokasi
tempat kerja.
c) Kecelakaan yang terjadi dalam rangka melakukan, kegiatan yang bukan
merupakan tugas dari atasan, untuk kepentingan perusahaan.
d) Kecelakaan yang terjadi pada waktu yang bersangkutan meninggalkan
tempat kerja untuk kepentingan pribadi. Contoh: pergi makan tidak
dianggap sebagai kecelakaan kerja jika perusahaan menyediakan
fasilitas makan.
Jenis kecelakaan di atas tentunya tidak akan mendapatkan jaminan dri
Penyelenggara.
c. Iuran kecelakaan kerja
Iuran bagi program jaminan sosial, khususnya program jaminan kecelakaan
kerja ini biasanya dibayar oleh pengusaha. Kewajiban pengusaha untuk membayar iuran kecelakaan kerja didasari oleh prinsip “siapa yang berani
dipekerjakannya itu”. Inilah yang disebut asas “Employer’s Liability” atau “tanggung jawab pengusaha”
Pekerja/buruh yang harus diberikan ganti rugi apabila menderita kecelakaan menurut UU No.33 Tahun 1947 ini adalah : “ Setiap orang yang bekerja pada
majikan di perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan dengan mendapatkan upah” (vide Pasal 6 ayat 1 UU No. 33 Tahun 1974). Mekanisme
asuransi sosial untuk jaminan kecelakaan kerja pertama kali dipergunakan
dalam program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977. Dengan demikian, mekanisme pembayaran
iuran atau premi untuk kecelakaan kerja (oleh pengusaha) dimulai dengan
berlakunya peraturan pemerintahan tersebut.
d. Kewajiban Pengusaha Dalam Hal Terjadinya Kecelakaan Kerja
Dalam hal terjadinya kecelakaan kerja yang menimpa pekerja/buruh yang
dipertanggungkan dalam program jaminan sosial tenaga kerja, maka
kewajiban pengusaha adalah sebagai berikut:
a) Wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja yang menimpa
pekerja/buruhnya kepada kantor dinas tenaga kerja dan bedan
penyelenggara setempat sebagai laporan kecelakaan kerja tahap 1 dan
waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak terjadinya kecelakaan.
b) Wajib mengirim laporan kecelakaan kerja tahap II kepada kantor dinas
tenaga kerja dan badan penyelenggara setempat dalam waktu tidak
lebih dari 2 x 24 jam setelah pekerja/buruh yang tertimpa kecelakaan
kerja mendapatkan surat keterangan dokter yang menerangkan:
b. Keadaan cacat sebagian untuk selama-lamanya; atau
c. Keadaan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun
mental; atau
d. Meninggal dunia
Laporan kecelakaan kerja tahap II yang disampaikan kepada badan
penyelenggara berfungsi sebagai pengajuan permintaan pembayaran jaminan
kecelakaan kerja. Oleh karena itu, laporan kecelakaan kerja ini harus dilampiri;
- Fotokopi kartu peserta
- Surat keterangan dokter sebagaimana dikemukakan di atas;
- Kuitansi biaya pengobatan dan pengangkutan.
Dengan demikian, ini berarti biaya pengobatan dan pengangkutan dibayar
terlebih dahulu oleh pengusaha;
- Dokumen pendukung lain yang diperlukan oleh badan penyelenggara
c) Wajib melaporkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja dalam
waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak menerima hasil diagnosis dari
dokter pemeriksa
2. Jaminan Kematian
Khususnya untuk jaminan kematian pasal 16 ayat (1) Peraturan menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-12/MEN/VI/2007, menentukan bahwa: “peserta jaminan kematian masih berhak mendapat
perlindungan jaminan kematian selama 6 (enam) bulan sejak tenaga kerja berhenti bekerja (pensiun). “iuran untuk jaminan kematian
ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha sebagai perwujudan dari
0,30% dari upah sebulan masing –masing pekerja/buruh yang secara
rutin harus dibayar langsung oleh pengusaha kepada badan
penyelenggara. Yang berhak menerima santunan kematian dan biaya
pemakaman adalah para ahli waris (atau keluarga) pekerja/buruh, yaitu :
a. Suami atau Istri yang sah menjadi tanggungan tenaga kerja
(pekerja/buruh) yang terdaftar pada badan penyelenggara;
b. Anak kandung, anak angkat, dan anak tiri yang belum berusia 21
tahun, belum menikah, tidak mempunyai pekerjaan, yang menjadi
tanggungan tenaga kerja (pekerja/buruh), dan terdaftar pada badan
penyelenggara maksimum tiga orang anak
Jika belum atau tidak ada ahli waris yang terdaftar pada badan
penyelenggara, maka urutan pertama yang diutamakan dalam
pembayaran santunan kematian dan biaya pemakaman adalah :
a. Janda atau duda;
b. Anak
c. Orang tua
d. Cucu
e. Kakek dan nenek
f. Saudara kandung
g. Mertua
Para ahli waris atau pihak yang berhak menerima santunan dan
biaya pemakaman mengajukan permohonan kepada badan
penyelenggara dengan melampirkan bukti-bukti
- Surat keterangan kematian.
- Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa:
a. Dalam hal pekerja/buruh tidak mempunyai keturunan sebagaimana
tersebut diatas, maka pembayaran santunan kematian dan biaya
pemakaman diberikan secara sekaligus kepada mereka yang ditunjuk
pekerja/buruh dalam wasiatnya.
b. Dalam hal tidak ada wasiat, pembayaran santunan kematian dan
biaya pemakaman diberikan kepada pengusaha atau pihak lain guna
pengurusan pemakaman.
c. Dalam hal magang atau murid, dan mereka yang memborong
pekerjaan, serta narapidana meninggal dunia bukan karena
kecelakaan kerja yang berhubungan dengan hubungan kerja,
keluarga yang ditinggalkan tidak berhak atas jaminan kematian.23
3. Jaminan Hari Tua
Telah dikemukakan bahwa jaminan sosial tenaga kerja
dimaksudkan untuk menggulangi masalah ketidakpastian pendapatan
atau penghasilan. Diantara berbagi penyebab ketidakpastian
pendapatan atau penghasilan. Diantara berbagai penyebab
ketidakpastian pendapatan atau penghasilan adalah karena hari tua
(pensiun) dan kematian muda. Oleh karena itu, maka dalam setiap
program jaminan sosial, jaminan hari tua, dan jaminan kematian ini
selalu dipersatukan. Pensiun merupakan istilah umum untuk menyatakan
pemberian tunai dalam jaminan jangka panjang guna menghadapi risiko
mengalami cacat tetap total dan meninggal dunia sebelum mencapai
batas umur yang ditentukan (55 Tahun).
a. Pengertian Jaminan Hari Tua
Jaminan hari tua merupakan program tabungan wajib yang berjangka
panjang dimana iurannya di tanggung oleh pekerja/buruh dan
pengusaha, namun pembayarannya kembali hanya dapat dilakukan
apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Dengan demikian,
maka itu berarti :
a. Program jaminan hari ini bersifat wajib, sebab hanya kewajiban
yang dipaksakan dengan sanksi, sering kali sulit bagi pengusaha
untuk menabung demi masa depannya sendiri, dan bagi
pengusaha untuk memikirkan kesejahteraan para
pekerja/buruhnya.
b. Program ini berjangka panjang, karena memang dimaksudkan
untuk hari tua, maka tidak bisa diambil sewaktu-waktu.
c. Iurannya ditanggung oleh pekerja/buruh sendiri di tambah dengan
iuran dari pengusaha untuk diakreditir pada rekening
masing-masing peserta (pekerja/buruh) oleh badan penyelenggara.
Adanya persyaratan jangka waktu pengambilan jaminan. Ini maksudnya agar
jumlahnya cukup berarti untuk bekal hari tua dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 adalah merupakan “pembaruan” dari program tabungan hari
tua sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun
1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja.24 Dalam jaminan hari tua
berdasarkan peraturan perundang yang berlaku. Besar iuran 5,7% dari upah
pekerja/buruh, dengan rincian 3,7% ditanggung oleh pengusaha dan 2%
ditanggung oleh pekerja/buruh. Pengambilan dapat dilakukan apabila telah
memenuhi syarat-syarat tertentu dan dibayar secara lumpsum (sekaligus), dan jugs dibayar secara berkala apabila memenuhi syarat yang ditentukan.
Besar jaminan yang diterima oleh pekerja/buruh hampir 175% lebih dari
yang disetor pekerja/buruh karena adanya tambahan iuran oelh
pengusaha, ditambah hasil pengembangan oleh badan penyelenggara
yang besarnya diumumkan.setiap tahun.25
b. Besamya Jaminan Hari Tua
Jaminan hari tua akan dibayarkan langsung oleh badan penyelenggara
kepada pekerja/buruh yang bersangkutan atau ahli warisnya, dalam hal:
a) Pekerja/buruh yang bersangkutan telah mencapai usia 55 tahun, yaitu
usia sebagai batas masa kerja atau pensiun;
b) Pekerja/buruh yang bersangkutan mengalami cacat tetap total menurut
keterangan dokter yang ditunjuk oelh perusahaan atau badan
penyelenggara;
c) Pekerja/buruh yang bersangkutan meninggal dunia, balk karena kecelakaan
kerja maupun karena kematian dini (prematur);
d) Pekerja/buruh yang diputuskan hubungan kerjanya oleh pengusaha, dan
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak mendapatkan pekerjaan lagi setelah
melewati masa tunggu enam bulan terhitung sejak pekerja/buruh yang
bersangkutan berhenti bekerja.26
Pemeliharaan kesehatan adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan
agar pekerja/buruh memperoleh kesehatan yang sempurna balk fisik, mental
optimal. Secara rind tujuan dari pemeliharaan kesehatan ini dapat
dikemukakan sebagai berikut:
Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja/buruh yang
setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial sehingga memungkinkan
dapat bekerja secara.optimal.
Mencegah dan melindungi pekerja/buruh dari gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja.
Menyeseuaikan pekerja/buruh dengan pekerjaannya.
Meningkatkan produktivitas kerja.27
Dalam pengertian jaminan sosial, sakit merupakan keadaan sementara yang
berakhir dengan kesembuhan, cacat tetap atau kematian. Pembiayaan yang
timbul guna melindungi risiko sakit tersebut akan berupa biaya pengobatan
dan perawatan, mengganti hilangnya penghasilan, dan dalam hal
pekerja/buruh wanita termasuk jugs biaya pemeliharaan kehamilan.
Berkaitan dengan apa yang diuraikan di atas, maka upaya
pemeliharaan kesehatan harus tetap dilakukan. Secara medis pemeliharaan
kesehatan meliputi jenis pelayanan sebagai berikut:
Pelayanan dokter umum, termasuk kunjungan ke rumah sakit;
Pemeliharaan diognostik;
Pelayanan dokter spesialis;
Penyediaan obat-obatan;
Pemeliharaan kehamilan oleh dokter atau bidan;
Pemeliharaan gigi;
- Pelayanan rehabilitasi dan anggota badan tiruan; -
Pelayanan ambulans.28
Jaminan pemeliharaan kesehatan menurut UU No. 3 Tahun 1992,
yaitu meliputi:
- Rawat jalan tingkat pertama;
- Rawat jalan tingkat lanjutan;
- Rawat inap;
- Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;
- Penunjang diagnostik;
- Pelayanan khusus;
- Pelayanan gawat darurat.29
a. luran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
luran untuk program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
jaminan social tenaga kerja dibayar sepenuhnya oleh pengusaha, yaitu
sebesar 6% dari masing-masing upah pekerja/buruh yang sudah
berkeluarga, atau 3% masing-masing upah pekerja/buruh yang belum
berkeluarga. Dengan jumlah pembayaran yang demikian yang perlu
mendapatkan perjatian adalah:
- Bagaimana jika pengusaha tidak melaporkan pekerja/buruhnya yang
tadinya belum berkeluarga, lalu menikah? Laporan akan menimbulkan
keharusan bagi pengusaha untuk menambah beban pembayaran iuran;
perusahaan, atau berbeda perusahaan, apakah keduanya akan
dibayarkan iuran 6% oleh pengusahanya?
Bagi pengusaha permasalahan di atas tentunya akan merupakan beban
produksi, oleh karena itu pembentukan Undang-Undang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja perlu memikirkan Iebih lanjut. Membeda-bedakan iuran antara
pekerja/buruh lajang dan yang sudah berkeluarga tentunya akan menimbulkan
masalah.
b. Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Jaminan pemeliharaan kesehatan yang merupakan salah satu program
dari jaminan sosial tenaga kerja diselenggarakan secara terstruktur, terpadu
dan berkesinambungan, yang bersifat menyeluruh dan meliputi pelayanan
peningkatan kesehatan (promotit) misalnya pemberian konsultasi, pencegahan penyakit (preventif) misalnya imunisasi dan penyembuhan penyakit (kuratif)
misalnya tindakan medik, serta pemulihan kesehatan (rehabilitatit) misainya pelayanan rehabilitasi dalam pelayanan yang diberikan secara terpadu oleh
pelaksana pelayanan kesehatan.
Pengertian dari pemeliharaan secara terstruktur adalah pelayanan
yang mengikuti pola dan prinsip tertentu balk mengenai jenis maupun
proses pembiayaannya. Sementara itu, "terpadu dan berkesinambungan"
maksudnya adalah pelayanan kesehatan bagi pekerja/buruh, suami atau
BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kerja
melalui 4 program sebagaimana diuraiakan diatas. Bagi tenaga kerja yang
telah didaftarkan melalui JAMSOSTEK, maka menjadi peserta BPJS
Ketenagakerjaan dengan melakukan pendataan ulang. Sementara bagi
pemberi kerja diberikan kewajiban untuk mendaftarkan semua tenaga kerja
pada BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 15 Peraturan BPJS No.1 Tahun 2014
Jo Pasal 11 ayat 1 Perpres No. 12 Tahun 201331 ditekankan kembali bahwa
Pendaftaran peserta Jaminan Kesehatan bagi Pekerja Penerima Upah
harus dilakukan oleh pernbed kerja yang dalam hal ini tentu saja
Perusahaan yang bersangkutan, dHakukan secara bekelompok m&ahi
entitasnya kepada BPJS.
Batas maksimal bagi pemberi kerja untuk mendaftarkan semua tenaga
kerja adalah pada 1 Juli 2015 sebagaimana diatur dalam UU BPJS. Pasal 3
PP No. 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi
Administratif Kepada Pemberi Kerja, Pekerja dan Penerima Bantuan luran
Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Dengan adanya ketentuan dalam
BAB III
PERBANDINGAN ANTARA JAMSOSTEK DENGAN BPJS
KETENAGAKERJAAN
Sebagaimana telah diuraikan dalam bab sebelumnya, bahwa jaminan sosial
nasional yang telah dilakukan melalui PT. Askes, PT. JAMSOSTEK, PT.
ASABRI dan PT. TASPEN. Dengan berlakunya UU BPJS maka untuk
jaminan sosial di Indonesia dilakukan melalui BPJS yang terbagi atas BPJS
Kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. Perubahan ini tentunya menimbulkan
juga perubahan terhadap perlindungan dan macam perlindungan yang
diberikan.
3.1. Jaminan Sosiat Tenaga Kerja
Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 Pasal 1,
jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga
kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian
dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai
akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kecelakaan kerja, sakit hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
balk di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan
perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi
tertentu yang penyelenggarannya menggunakan mekanisme asuransi sosial.
Sebagai program publik, JAMSOSTEK memberikan hak dan membebani
kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang No. 3 tahun 1992, berupa santunan tunai
dan pelayanan medis, sedang kewajibannya adalah membayar iuran.
Program ini memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga
harkat dan martabat manusia jika mengalami resiko-resiko sosial ekonomi
dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.
Resiko social ekonomi yang ditanggulangi oleh program tersebut terbatas
saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua dan
meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya
penghasilan tenaga kerja atau membutuhkan perawatan
medis.33
Pengusaha adalah, (a) orang, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; (b) orang, persekutuan atau
badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan
miliknya; (c) orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di
Indonesia, mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Perusahaan adal ah
setiap bentuk badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja dengan
JAMSOSTEK dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk
mengatasi resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung
orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari
tua maupun keluarganya bila meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan
tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan belas kasihan orang lain. Agar
pembiayaan dan manfaatnya optimal, pelaksanaan program JAMSOSTEK
dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua,
yang sehat membantu yang sakit dan yang berpenghasilan tinggi membantu
yang rendah.35
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah upaya kebijaksanaan yang
ditujukan kepada tenaga kerja, terutama yang berada dilingkungan
perusahaan dalam hal penyelenggaraan, perlindungan dengan interaksi kerja
yang saling menguntungkan kedua belah pihak (Tenaga kerja dan
pengusaha). Dalam kamus populer "Pekerjaan sosial" istilah jaminan sosial
tersebut disebut sebagai berikut36 "Jaminan Sosial adalah suatu program
perlindungan yang diberikan oleh negara, masyarakat dan organisasi sosial
kepada seseorang/individu yang menghadapi kesukaran-kesukaran dalam
kehidupan dan penghidupannya, seperti penderita penyakit kronis,
kecelakaan kerja dan sebagainya'.
Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jaminan sosial yang
telah dikeluarkan oleh pemerintah di zaman kemerdekaan secara
[1. Undang-Undang Nomor 33 tahun 1974 tentang Kecelakaan;
2. Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 3 Tahun 1967 tentang
Pertanggungan
Sakit, Hamil, dan Bersalin;
3. Peraturan Pemerintah nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial
Tenaga Kera ;
4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja.37 Jaminan sosial bagi tenaga kerja ini mempunyai beberapa aspek,
yaitu:
(1) Memberikan Perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi
tenaga kerja beserta keluarganya;
(2) Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan
tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.38
Tujuan jaminan sosial tenaga kerja adalah untuk memberikan
perlindungan kepada pekerja dan keluarganya dari berbagai resiko pasar
tenaga kerja, seperti resiko kehilangan pekerjaan, penurunan upah,
kecelakaan kerja, sakit, cacat, lanjut usia, meninggal dunia, dan lain -lain .
Jaminan sosial tenaga kerja diharapkan akan dapat memberikan ketenangan
bekerja kepada pekerja, dan sebagai timbal baliknya di harapkan pekerja akan
meningkatkan disiplin dan produktivitas kerja mereka.39
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan dilaksanakannya
a ). Jaminan sosial merupakan ketenangan kerja bagi pekerja/buruh dan
ketenangan berusaha bagi pengusaha sehingga mendorong terciptanya
produktivitas kerja.
b ). Dengan adanya program jaminan sosial yang permanen, berarti
pengusaha dapat melakukan perencanaan yang pasti untuk kesejahteraan
pekerja/buruhnya, dimana biasanya pengeluaran-pengeluaran untuk jaminan
sosial ini bersifat mendadak sehingga tidak bisa diperhitungkan terlebih
dahulu.
c ). Dengan adanya jaminan sosial, praktis akan menimbulkan ikatan bagi
pekerja/buruh untuk bekerja di perusahaan tersebut serta tidak berpisah ke
tempat lain.
d ).Jaminan sosial juga akan ikut menciptakan ketenangan kerja serta
menciptakan hubungan yang positif antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Hubungan yang positif ini sangat diperlukan untuk kegairahan dan semangat
kerja ke arah kenaikan produksi pengusahaan yang pada gilirannya akan
menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab dengan rasa ikut memiliki
sebagaimana yang dikehendaki oleh konsepsi hubungan industrial pancasila.
e ). Dengan adanya program jaminan sosial ini, kepastian akan perlindungan
terhadap resiko-resiko dari pekerjaan akan terjamin, terutama untuk
melindungi kelangsungan penghasilan pekerja/buruh yang sangat dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan hidup beserta keluarganya.40
jika apa yang dikembangkan dalam konsepsi hubungan industrial
pekerja/buruh bersama -sama dengan pengusaha bisa pengusaha yang pada
Program jaminan sosial tenaga kerja di indonesia sesungguhnya sudah
mulai dirintis sejak tahun-tahun awal kemerdekaan, yaitu ketika undang-undang (UU) No. 12 Tahun 1947 tentang “kecelakaan kerja” dan UU No. 34
tahun 1947 tentang “kecelakaan perang” diberlakukan. Setahun berikutnya
diluncurkan UU Kerja No. 12 Tahun 1948 yang mengatur tentang „Usia Tenaga
Kerja, Jam Kerja, Tempat Kerja, perumahan, dan Kesehatan Buruh”.
Perlindungan bagi tenaga kerja diatur lagi pada tahun 1951 dengan diluncurkannya UU No. 2 Tahun 1951 tentang “Kecelakaan Kerja”. Pada tahun
1952 diberlakukan Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 48 Tahun 1952 jo PMP No. 8 Tahun 1956 tentang “Pengaturan Bantuan Untuk Usaha
Penyelenggaraan Kesehatan Buruh”.
Ketentuan mengenai penyelenggaraan kesehatan buruh itu kemudian
dilengkapi lagi dengan PMP No. 15 tahun 1957 tentang “Pembentukan Yayasan Sosial Buruh”. Peraturan tersebut menguraikan tentang bantuan
kepada badan yang lengkap lahir pada tahun 1969. Pada UU No. 14 Tahun 1969 tentang “pokok-pokok Mengenai Tenaga Kerja” diatur Tentang
Penyelenggaraan asuransi sosial bagi tenaga kerja beserta keluarganya.
Pada tahun 1992 pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerbitkan UU No. 3 Tahun 1992 tentang “ Jaminan Sosial
Tenaga Kerja” yang mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki karyawan
minimal 10 orang atau mengeluarkan biaya untuk gaji karyawannya minimal 1
juta/bulan untuk menyelenggarakan empat program jamsostek, yaitu : Jaminan
Hari Tua (JHU); Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); Jaminan Kematian (JK); dan
JAMSOSTEK sebagai pelaksana program Jamsostek di Indonesia, hal ini dipertegas lagi dengan PP No. 36 Tahun 1995 tentang “Pendapatan Badan
Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja”.42
undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja ini sesungguhnya merupakan hasil dari tugas tim yang dibentuk oleh
pemerintah (cq. Menteri Tenaga Kerja dan Koperasi) pada tahun tersebut.
Undang-undang ini berlaku efektif sejak dikeluarkan peraturan
pelaksananya, yaitu PP Nomor 14 Tahun 1993 (diundangkan tanggal 17
Februari 1993). Jadi jelas, bahwa pemerintah memang menghendaki
adanya perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja secara keseluruhan
yang meliputi jaminan sakit, hamil, bersalin, had tua, meninggal dunia,
cacat dan menganggur bagi seluruh tenaga kerja termasuk tenaga kerja
yang bekerja di luar hubungan kerja.43
Sedangkan pengertian yang diberikan oleh Imam Soepomo SH :
Jaminan Sosial adalah pembayaran yang diterima oleh pihak buruh
diluar kesalahanya tidak melakukan pekerjaan, jadi menjamin
kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan diluar kehendaknya.44 Keberadaan jaminan
sosial tenaga kerja sebagai upaya perlindungan hidup tenaga kerja
disuatu perusahaan besar manfaatnya, oleh karena itu sebagai
Iangkah untuk menjamin hidup tenaga kerja, perusahaan sangat
perlu memasukkan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial
tenaga kerja yang dikelolah oleh PT. JAMSOSTEK. Karena perusahaan
perusahaan yang terletak bijaksana pemikiranya dan telah bertindak :45
1. Melindungi para buruhnya sedemikian rupa dalam menghadapi
kecelakaan kerja yang mungkin saja terjadi, baik karena adanya
mutakhir, maupun karena penempatan tenaga kerja pada
proyek-proyek diluar daerah dalam rangka menunjang pembangunan.
2. Mendidik para buruhnya supaya berhemat/menabung yang dapat dinikmatinya apabila sewaktu-waktu terjadi suatu kejadian yang harus
dihadapi buruh beserta keluarganya.
3. Melindungi perusahaan dari kerusakan kemungkinan berjumlah
sangat besar, karena terjadinya musibah yang menimpa beberapa
karyawan, dimana setiap kecelakaan atau musibah sama sekali tidak
diharapkan.
Dasar Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Dasar hukum jamsostek adalah:
(a) UU No. 3 tahun 1992 tentang Jamsostek;
(b) PP No. 84 Tahun 2013 perubahan kesembilan atas PP No.14 Tahun 1993
tentang Penyelenggaraan Jamsostek;
(c) Keppres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja;
(d) Permenaker No. 20/MEN/2012 perubahan atas Permenaker No.
5/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaraan, Pembayaran luran,
Pembayaran Santunan, clan Pelayanan.46
Sedangkan UU No. 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK ini dikeluarkan
a. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945.
b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya
undang-undang pengawasan perburuhan tahun 1948 nomor 23 dari
Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara tahun 1951
Nomor 41).
c. Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang ketentuan – ketentuan
pokok Mengenai tenaga kerja (lembaran Negara Tahun 1969 nomor 55 :
Tambahan lembaran negara nomor 2912).
d. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
(lembaran negara tahun 1970 nomor 1, tambahan lembaran negara nomor
2918).
e. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang wajib lapor
ketenagakerjaan di perusahaan (Lembaran Negara tahun 1981 nomor 39,
tambahan lembaran negara nomor 3201).
3.2 TRANSFORMASI BPJS
Transformasi menjadi kosa kata penting sejak tahun terakhir di
Indonesia, tepatnya sejak diundangkannya UU SJSN pada 19 Oktober
2004. Transformasi akan menghadirkan identitas baru dalam
penyelenggaraan program jaminan sosial di Indonesia. UU BPJS
membentuk dua Badan Penyelenggaraan Jaminan sosial (BPJS). BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan
menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk
(enam) bulan di Indonesia. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan
program jaminan kematian bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang
asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.
Empat BUMN Persero penyelenggara program jaminan social, yakni:
PT ASKES (Persero), PT. ASABRI (Persero), PT JAMSOSTEK (Persero),
dan PT TASPEN (Persero) akan bertransformasi menjadi BPJS. UU BPJS
telah menetapkan PT ASKES (Persero) untuk bertransformasi menjadi
BPJS Kesehatan dan PT JAMSOSTEK akan bertransformasi menjadi BPJS
Ketenagakerjaan. UU BPJS belum mengatur mekanisme transformasi PT.
ASABRI (Persero) dan PT. TASPEN (Persero) dan mendelegasikan
pengaturannya ke Peraturan Pemerintah.
UU SJSN dan UU BPJS memberi arti kata „transformasi‟ sebagai
perubahan bentuk BUMN Persero yang menyelenggarakan program
jaminan sosial, menjadi BPJS. Perubahan bentuk bermakna perubahan
karakteristik badan penyelenggaran jaminan sosial sebagai penyesuaian
atas
Perusahaan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial.
Perubahan karakteristik berarti perubahan struktur organisasi, prosedur
kerja dan budaya organisasi.
3.2.1 Perubahan Filosofi Penyelenggaraan Jaminan Sosial
BUMN Persero penyelenggaraan jaminan sosial terdiri dari PT AKSES, PT.
ASABRI, PT. JAMSOSTEK, PT. TASPEN. Keempatnya adalah badan
hukum privat yang didirikan sesuai ketentuan yang didirikan sesuai
pada ketentuan yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tenang
Perseroan Teratas. Misi yang dilaksanakan oleh keempat persero tersebut
merujuk pada peraturan perundang yang mengatur program-program
jaminan sosial bagi berbagai kelompok pekerja. Walaupun
program-program jaminan sosial yang tengah berlangsung saat diatur dalam
peraturan perundangan yang berlainan, keempat Persero mengemban misi
yang sama, yaitu menyelenggarakan program jaminan sosial untuk
menggairahkan semangat kerja para pekerja.
Program JAMSOSEK diselenggarakan dengan pertimbangan selain
untuk memberikan ketenangan kerja juga karena dianggap mempunyai
dampak positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktifitas
tenaga kerja. Program JAMSOSTEK diselenggarakan untuk memberikan
perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga
kerja dan keluarganya, serta merupakan penghargaan kepada tenaga kerja
yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan
tempat mereka bekerja.
Begitu pula dengan program AKSES dan program TESPEN,
penyelenggaraan kedua program jaminan sosial bagi pegawai negeri
adalah insentif yan bertujuan untuk meningkatkan kegairahan bekerja.
Program ASABRI adalah bagian dari hak prajurit dan anggota POLRI atas
penghasilan yang layak. Sebaliknya di era SJSN, Badan Penyelenggaran
Jaminan Sosial ( BPJS ) merepresentasikan Negara dalam mewujudkan
hak konstitusional warga Negara atas jaminan sosial dan hak atas
hak konstitusional setiap orang dan sebagai wujud tangung jawab negara
sebagaimana diamankan dalam UUD Negara RI Tahun 1945 pasal 28 H
ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Penyelenggaraan sistem jaminan sosial
berdasarkan asas antara lain asas kemanusiaan yang berkaitan dengan
martabat manusia. BPJS mengemban misi perlindungan finansial untuk terpenuhinya kehidupan dasar – dasar negara warga Negara dengan layak.
Yang di maksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial
setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Transformasi BUMN Persero menjadi BPJS bertujuan untuk
memenuhi prinsip dan amanat dan prinsip nir laba SJSN, di mana dana
yang di kumpulkan oleh BPJS adalah dana amanat peserta yang di kelola
oleh BPJS untuk memberikan manfaat sebesar – besarnya bagi peserta.
Penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BUMN Perseroan tidak
sesuai dengan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial pasca
amandemen UUD NRI 1945. Pendirian BUMN Persero antara lain bertujuan
untuk memberikan sumbangan pada perekonomian nasional dan
pendapatan negara serta untuk mengejar keuntungan guna meningkat nilai
perusahaan. Tujuan pendirian BUMN jelas bertentangan dengan tujuan
penyelenggaraan sistem jaminan sosial Nasional sebagaimana diuraikan di
atas.
3.2.2. Perubahan Badan Hukum
Keempat BUMN Persero penyelenggara program jaminan sosial,
badan privat yang terdiri dari persekutuan modal dan bertanggung jawab
kepada pemegang saham. Keempatnya bertindak sesuai dengan
kewenangan yang di berikan oleh dan sesuai dengan keputusan pemilik
saham (RUPS). Sebagai badan hukum privat, BUMN Persero tidak didirikan
oleh penguasa Negara dengan Undang – Undang, melainkan ia didirikan
oleh perseorangan selayaknya perusahaan umum lainnya, di daftarkan
pada notaris dan di beri keabsahan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Menteri mendirikan persero setelah berkonsultan dengan Presiden dan
setelah di kaji oleh Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. Sebaliknya, pendirian BPJS oleh penguasa Negara dengan Undang – Undang, yaitu UU
SJSN dan UU BPJS.
Pendirian BPJS tidak didaftarkan pada notaris dan tidak
perlu pengabsahan dari lembaga pemerintah. RUPS adalah organ Persero
yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang
wewenang yang tidak di berikan kepada Direksi atau Komisaris.
Transformasi kelembagaan jaminan sosial dari tatanan Persero yang
berdasar pada kepemilikan saham dan kewenangan RUPS, menuju tatanan
badan hukum publik sebagai pelaksana amanat konstitusi dan peraturan
perundangan. Selanjutnya, Perubahan berlanjut pada organisasi badan
penyelenggara. Di dasari pada kondisi bahwa kekayaan Negara dan saham
tidak di kenal dalam SJSN, maka RUPS tidak dikenal dalam organ BPJS.
Organ BPJS terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi.
Dewan Pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan