• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR. diri sendiri maupun orang lain (Townsend,1998). gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati, 2011).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP DASAR. diri sendiri maupun orang lain (Townsend,1998). gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati, 2011)."

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Perilaku Kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik kepada diri sendiri maupun orang lain (Townsend,1998).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan atau menyerang orang lain atau lingkungan (Carpenito, 2000).

Perilaku Kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati, 2011).

Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa perilaku kekerasan atau tindak kekerasan merupakan ungkapan perasaan marah dan bermusuhan sebagai respon terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

(2)

B. RENTANG RESPON

Menurut (Yosep, 2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).

Adaptif maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai kekerasan. Berdasarkan gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa:

1. Asertif : kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah.

2. Frustasi : respons yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain. Selanjutnya individu merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif. 3. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya, klien

tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu.

(3)

4. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Perilaku yang tampak dapat berupa: muka kusam, bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.

5. Amuk : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangnya Kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

C. PENGKAJIAN

1. Faktor Predisposisi menurut (Kusumawati, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, 2010)

a. Faktor psikologis

Psychoanalytical Theory; teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Kesatu insting hidup diekspresikan dengan seksualitas; dan kedua insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas. Frustation-aggresion theory; teori yang dikembanngkan oleh pengikut Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir

(4)

semua orang yang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif. Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung perilaku pentingnya peran dan perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup. ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut.

1) Kerusaka otak organik, retardasi mental, sehingga tidak mampu untuk menyelesaikan secara efektif.

2) Severe emotional deprevation atau injeksi yang berlebihan pada masa kanak-kanak, atau seduction parental, yang mungkin telah merusak hubungan saling percaya (trust) dan harga diri.

3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.

b. Faktor Sosial Budaya

Social-Learning Theory; teori yang dikembangkan oleh Bandura (1997) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya

(5)

secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal atau eksternal. Contoh internal orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi lebih agresif dibandingkan mereka yang tidak menonton film tersebut. Contoh eksternal seorang anak menunjukkan perilaku agresif setelah melihat seorang dewasa mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah boneka.

Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.

c. Faktor biologis

Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar biologis.

Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang berada ditengah sistem limbik) binatang ternyata menimbulkan perilaku agresif. Perangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekoror kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, bulunya berdiri, menggeram, matanya terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan

(6)

hendak menerkam tikus atau objek yang ada disekitarnya. Jadi kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frotal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interprestasi indera penciuman dan memori).

Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonomi, dopamin, norepinephrine, acetilkolin, dan asam amino GABA.

Faktor-faktor yang mendukung:

1) Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan. 2) Sering mengalami kegagalan.

3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif.

4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising,padat). 2. Faktor Presipitasi menurut (Yosep, Keperawatan Jiwa, 2009)

Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa terancam mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu baik perawat ataupun klien bersama-sama mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal. Contoh stressor eksternal: serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan contoh dari stessor internal: merasa gagal dalam

(7)

bekerja, merasa kehilangan orang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita.

Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya peerilaku kekerasan terbagi dua, yakni:

a. Klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri.

b. Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.

c. Lingkungan: ribut, kehilangan orang/ objek yang berharga, konflik interaksi sosial.

(Yosep, 2007)

Peran perawat dalam perilaku kekerasan menurut(Yosep, 2009) Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan memanajemen perilaku agresif, intervensi tersebut dapat melalui rentang intervensi keperawatan.

(8)

Strategi preventif strategi antisipasif strategi pengurungan

Kesadaran diri komunikasi manajemen krisis Pendidikan klien perubahan lingkungan seclusion Latihan asertif tindakan psikofarmakologi restrain Keterangan gambar:

1. Kesadaran diri : perawat harus menyadari bahwa stess yang di hadapinya dapat mempengaruhi komunikasinya dengan klien. Bila perawat tersebut merasa letih, cemas, marah atau apatis maka akan sulit baginya untuk membuat klien tertarik. Oleh karenanya, bila perawat itu sendiri dipenuhi dengan masalah, maka energi yang dimilikinya bagi klien menjadi berkurang. Untuk mencegah semua itu, maka perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah klien.

2. Pendidikan klien : pendidikan yang di berikan kepada klien mengenai cara komunikasi dan cara mengekspresikan marah yang tepat. Banyak klien yang mengalami kesulitan mengekspresikan perasaannya, kebutuhan, hasrat, dan bahkan kesulitan mengkomunikasikan semua ini kepada orang lain. Jadi dengan perawat berkomunikasi diharapkan agar klien mau

(9)

mengekspresikan perasaanya, lalu perawat menilai apakah respon yang diberikan klien adaptif atau maladaptif.

3. Latihan asertif : kemampuan dasar interpersonal yang harus di miliki perawat adalah berkomunikasi langsung dengan setiap orang, mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan, sanggup melakukan komplain, dan mengekspresikan penghargaan yang tepat.

4. Komunikasi : strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif: Bersikap tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan cara menghakimi, bicara netral dan dengan cara yang konkrit, tunjukkan respek pada klien, hindari intensitas kontak mata langsung, demontrasikan cara mengontrol situasi tanpa kesan berlebihan, fasilitas pembicaraan klien, dengarkan klien, jangan terburu-buru menginterprestasikan, jangan buat janji yang tidak dapat perawat tepati.

5. Perubahan lingkungan : unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti: membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.

6. Tindakan perilaku : pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar, dan apa saja kontribusi perawat selama perawatan.

(10)

7. Psikofarmakologi : antianxiety dan sedative-hipnotics. Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepines seperti lorazepam dan clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom depresi.

Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan trazodone, efektif untuk menghilangkan agresivitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.

Mood stabilizers, penelitian menunjukkan bahwa pemberian lithium efektif untuk agresif karena manik. Pada beberapa kasus, pemberiannya untuk menurunkan perilaku agresif yang disebabkan oleh gangguan lain seperti RM, cedera kepala, skizofrenia, gangguan kepribadian. Pada klien dengan epilepsi lobus temporal, bisa meningkatkan perilaku agresif.

Pemberian carbamazepines dapat mengendalikan perilaku agresif kepada klien dengan kelainan EEGs (electroencephalograms). Antipsychotic: obat-obatan ini biasanya dipergunakan untuk perawatan perilaku agresif. Bila agitasi terjadi karena delusi, halusinasi atau perilaku psikotik lainnya, maka pemberian obatini

(11)

dapat membantu, namundiberikan hanya untuk 1-2 minggu sebelum efeknya dirasakan.

8. Manajemen krisis : bila pada waktu intervensi tidak berhasil, maka perlu intervensi yang lebih aktif. Prosedur penanganan kedaruratan psikiatrik:

a. Identifikasi pemimpintim krisis. Sebaliknya dari perawat karena yang bertanggung jawab selama 24 jam.

b. Bentuk tim krisis. Meliputi dokter, perawat dan konselor.

c. Beritahu petugas keamanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan apa saja yang menjadi tugasnya selama penanganan klien.

d. Jauhkan klien lain dari lingkungan.

e. Pikirkan suatu rencana penanganan krisis dan beritahu tim. f. Tugaskan anggota tim untuk mengamankan anggota tubuh

klien.

g. Jelaskan perlunya intervensi tersebut kepada klien dan upayakan untuk kerja sama.

h. Pengekangan klien jika diminta oleh ketua tim krisis. Ketua tim harus segera mengkaji situasi lingkungan sekitar untuk tetap melindungi keselamatan klien dengan lingkungan.

i. Berikan obat jika diinstrusikan.

j. Pertahankan pendekatan yang tenang dan konsisten terhadap klien.

(12)

k. Tinjau kembali intervensi penanganan krisis dengan tim krisis. l. Proses keejadian dengan klien lain dan staf harus tepat.

m.Secara bertahap mengintegrasikan kembali klien dengan lingkungan.

9. Seclusion

Pengekangan fisik

Merupakan tindakan keperawatan yang terakhir. Ada dua macam, pengekangan fisik secara mekanik (menggunakan manset, sprei pengekang) atau isolasi (menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri).

Jenis pengekangan mekanik: a. Carnisoles (jaket pengekang), b. Manset untuk pergelangan tangan, c. Manset untuk pergelangan kaki, dan d. Menggunakan sprei.

10. Restrains

Tujuan tindakan keperawatan adalah memonitor alat restrain mekanik atau restrain manual terhadap pergerakan klien. Dapatkan ijin dokter bila diharuskan karena kebijakan insitusi.

(13)

Respon terhadap marah dapat diungkapkan menjadi 3 cara yaitu:

a. Mengungkapkan secara verbal b. Menekan

c. Menantang (Yosep, 2007) 3. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala menurut (Damaiyanti, 2008)

Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan cara observasi:

a. Muka merah dan tegang b. Pandangan tajam

c. Mengatupkan rahang dengan kuat d. Mengepalkan tangan

e. Bicara kasar

f. Suara tinggi, menjerit, atau berteriak g. Mengancam secara verbal atau fisik

h. Melempar atau memukul benda / orang lain i. Merusak barang atau benda

j. Tidak mempunyai kemampuan mencegah / mengontrol perilaku kekerasan.

(14)

Lima fase siklus agresif menurut (Videbeck, 2008)

Fase Definisi Tanda, gejala dan perilaku Pemicu

Eskalasi

Krisis

Pemulihan

Peristiwa terjadi atau keadaan di lingkungan memunculkan respons klien, yang sering kali dalam bentuk kemarahan atau permusuhan.

Respon klien memperlihatkan peningkatan perilaku yang mengindikasikan pergerakaan menuju kehilangan kembali.

Periode krisis emosional dan fisik ketika klien kehilangan kendali.

Klien memperoleh kembali kendali fisik dan emosional.

Gelisah, ansietas, iritabilitas, berjalan mondar-mandir, otot tegang, pernapasan cepat, berkeringat, suara keras, marah.

Wajah pucat atau kemerahan, berteriak, bersumpah, agitasi, mengancam, menuntut, mengepalkan tangan, gestuali.r mengancam, menunjukkan sikap bermusuhan, kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau berpikir jernih. Kehilangan kendali fisik dan emosional, melemparkan benda-benda, menggigit, mencakar, menjerit, memekik, tidak mampu berkomunikasi dengan jelas. Merendahkan suara, ketegangan oto berkurang, komunikasi lebih jelas dan lebih rasional, relaksasi

(15)

Pascakrisis Klien berusaha memperbaiki hubungan dengan orang lain dan kembali ke tingkat fungsi sebelum insiden agresi dan kembali seperti semula.

fisik.

Menyesal, meminta maaf, menangis, perilaku menarik diri.

4. Manifestasi Klinik menurut Stuart & Sundeen (1998)

Emosi meliputi jengkel, marah (dendam), rasa terganggu, merasa takut, tidak aman, cemas.

Fisik meliputi muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.

Intelektual meliputi mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan. Spiritual meliputi keraguan, kebijakan / keberanian diri, tidak bermoral, kreativitas terhambat.

Sosial meliputi menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

(16)

5. Mekanisme Koping

Individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasi perilaku kekerasan. Ketidakmampuan klien dalam menggunakan mekanisme koping dapat berakibat pada risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

6. Pohon masalah

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan

Harga Diri Rendah

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perilaku kekerasan 2. Harga diri rendah

(17)

E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Menurut Budi Anna Keliat dkk (2009) intervensi pada diagnosa klien dengan perilaku kekerasan.

No DX

Diagnosa Keperawatan

Rencanana Tindakan Keperawatan

Intervensi

Tujuan Kriteria Evaluasi

1 perilaku kekerasan. 1. a. Membina hubungan saling percaya Tanda-tanda percaya kepada perawat: 1. Wajah cerah, tersenyum. 2. Mau berkenalan. 3. Ada kontak mata. 4. Bersedia menceritakan

perasaan.

Bina hubungan saling percaya 1. Beri salam setiap

berinteraksi.

2. Perkenalkan nama, panggilan perawat, dan tujuan perawat berinteraksi. 3. Tanyakan dan panggil

nama kesukaan klien. 4. Tunjukan sikap empati,

jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi. 5. Tanyakan perasaan klien

dan masalah yang dihadapi klien. b. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. 1. Klien dapat mengungkapkan perasaannya. 2. Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal (diri sendiri, orang lain, lingkungan).

1. Beri kesempatan mengungkapkan

perasaannya.

2. Bantu klien dapat mengungkapkan penyebab marah.

c. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala kesal/jengkel yang dialami.

1. Anjurkan klien untuk mengungkapkan rasa jengkel/marah yang dialami.

(18)

2. Simpulkan bersama klien tanda dan gejala marah. d. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan. 1. Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang dilakukan. 2. Klien dapat bermain

peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

3. Klien dapat mengetahui perilaku kekerasan yang biasa dilkukan dapat menyelesaikan

masalah atau tidak.

1. Tanyakan kebiasaan perilaku kekerasan yang dilakukan pasien.

2. Beri kesempatan pada klien untuk bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

3. Bicarakan dengan klien apakah perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi klien.

e. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Klien dapat menjelaskan akibat perilaku kekerasan yang biasa dilakukan oleh klien.

1. Bicarakan akibat/kerugian dari perilaku kekerasan yang dilakukan.

2. Bersama klien simpulkan akibat/kerugian dari perilaku kekerasan yang dilakukan klien.

3. Diskusikan dengan klien: a) Apakah klien mau

mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat.

b) Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku kekerasan yang diketahui klien. f. Mengajarkan cara mengontrol

Klien dapat melakukan cara mengontrol perilaku

1. Tanyakan pada klien apakah klien ingin mempelajari cara

(19)

perilaku kekerasan. kekerasan secara konstruktif.

baru mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.

2. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang lain mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.

3. Diskusikan dengan klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif :

a. Secara fisik: tari nafas dalam jika klien sedang kesal/marah, memukul bantal/kasur, olah raga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga. b. Secara verbal: katakan

bahwa anda sedang marah/ kesal/ tersinggung/ jengkel. c. Secara sosial: lakukan

dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan menejemen perilaku kekerasan perilaku kekerasan.

d. Secara spiritual: anjurkan klien untuk sembahyang, berdo’a/ ibadah lain: meminta kepada Tuhan untuk diberi kesabaran g. Melatih klien cara mengontrol Klien dapat mendemonstrasikancara 1. Berikan reinforcement positif atas keberhasilan dan

(20)

perilaku

kekerasan fisik I (nafas dalam) .

mengontrol marah dengan cara menarik nafas dalam.

usaha klien dalam mencoba melakukan cara mengontrol marah dengan menarik nafas dalam.

2. Motivasi klien untuk melakukan tarik nafas dalam sebanyak 5x atau lebih. h. Membimbing pasien memasukan kegiatan ke dalam jadual harian.

Klien mau memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual harian.

1. Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual harian.

2. Beri reinforcement positif pada klien setelah memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual harian.

2 .a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

1. Kilen dapat menyebutkan dan mendemonstrasikan latihan yang diajarkan sebelumnya.

1. Motivasi klien untuk menyebutkan dan mendemonstrasikan latihan sebelumnya. 2. Beri pujian atas jawaban

yang benar. b. Melatih klien cara

mengontrol marah dengan cara fisik II

1. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol marah dengan cara memukul bantal atau kasur atau benda lunak lainnya. 2. Klien merasa lega.

1. Motivasi klien untuk melakukan cara mengontrol marah dengan memukul bantal atau kasur atau benda lunak lainnya.

2. Anjurkan klien untuk mengikuti lalu mempraktikan cara mengontrol marah (memukul bantal).

3. Beri reinforcement positif atas tindakan benar yang dilakukan klien.

(21)

c. Menganjurkan klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian.

1. Klien bersedia untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian.

1.Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian. 2. Beri reinforcement positif

atas tindakan benar yang dilakukan klien.

3. a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

1. Klien dapat mengungkapkan apa yang dirasakan. 2. Klien dapat menyebutkan dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya.

1. Motivasi klien untuk mengungkapkan masalah dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya. 2. Beri reinforcement positif atas tindakan yang dilakukan klien.

b. Melatih cara mengontrol marah dengan cara verbal.

1. Klien mau mengikuti dan mempraktikan apa yang telah diajarkan. 2. Klien merasa lega.

1. Motivasi klien untuk mengikuti apa yang telah diajarkan.

2. Berikan contoh cara mengontrol perilaku kekerasan dengan menolak, mengungkapkan marah secara verbal. “saya marah sama kamu”.

3. Beri reinforcement positif atas tindakan klien yang benar.

c. Meminta klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian.

Klien bersedia memasukan kegiatan yang telah dilakuakn ke dalam jadual kegiatan harian.

1. Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian. 2. Beri reinforcement positif

atas tindakan benar yang dilakukan klien.

4.a. Memvalidasi masalah

dan latihan

1. Klien dapat mengungkapkan apa

1. Motivasi klien untuk mengungkapkan masalah

(22)

sebelumnya. yang dirasakan. 2. Klien dapat menyebutkan dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya. dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya. 2. Beri reinforcement positif atas tindakan yang dilakukan klien. b. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual (berdoa, shalat, wudhu). 1. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan salah satu cara yang diajarkan. Contoh: berwudhu.

1.Diskusikan kembali bersama klien latihan yang telah diberikan sebelumnya. 2. Bersama klien buat daftar

efektif yang dapat dilanjutkan pelaksanaannya. 3. Beri pujian atas usaha yang

telah dilakukan. c. Meminta klien untuk

memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian.

1. Klien bersedia memasukan kegiatan yang telah dilakuakn ke dalam jadual kegiatan harian.

1.Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian. 2. Beri reinforcement positif

atas tindakan benar yang dilakukan klien.

5.a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. 1. Klien dapat mengungkapkan apa yang dirasakan. 2. Klien dapat menyebutkan dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya

1. Motivasi klien untuk mengungkapkan masalah dan mendemonstrasikan kembali latihan sebelumnya. 2. Beri reinforcement positif atas tindakan yang dilakukan klien. b. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat.

Klien dapat meminum obat sesuai aturan dan cara yang telah diajarkan.

1. Memotivasi klien untuk menyebutkan kembali latihan mengontrol perilaku kekerasan yang telah diajarkan.

(23)

tentang latihan yang telah diajarkan sebelumnaya. 3. Ajarkan klien untuk

meminum obat secara teratur.

4. Beri reinforcment positif atas tindakan benar yang dilakukan klien.

c. Meminta klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian.

Klien bersedia memasukan kegiatan yang telah dilakuakn ke dalam jadual kegiatan harian.

1. Motivasi klien untuk memasukan kegiatan yang telah dilakukan ke dalam jadual kegiatan harian. 2. Beri reinforcement positif

atas tindakan benar yang dilakukan klien.

1. Sp1k

a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien dengan perilaku kekerasan.

b. Menjelaskan

pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala serta proses kejadiannya. c. Menjelaskan cara merawat klien perilaku kekerasan. 1. Keluarga dapat: - Menjelaskan perasaannya. - Menjelaskan cara merawat klien perilaku kekerasan. - Mendemonstrasika n cara perawatan klien perilaku kekerasan. - Berpartisipasi dalam perawatan klien perilaku kekerasan.

2. Keluarga mengerti dan menyebutkan kembali pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya perilaku

1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga. - Salam perkenalan. - Jelaskan tujuan. - Buat kontrk.

- Eksplorasi perasaan keluarga klien.

2. Motivasi keluarga klien untuk menyetujui dan mengikuti kontrak.

3. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang:

- Perilaku kekerasan. - Penyebab perilaku

kekerasan.

- Akibat yang akan terjadi jika perilaku kekerasan tidak di tangani.

(24)

kekerasan. menghadapi perilaku kekerasan klien.

4. Dorong anggota keluarga untuk mengikuti cara merawat klien perilaku kekerasan.

5. Beri reinforcment positif pada keluarga. 2. Sp2k a. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien perilaku kekerasan. b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pada klien perilaku kekerasan.

1. Keluarga mampu mempraktikan cara merawat klien perilaku kekerasan. 2. Keluarga mampu melakukan cara merawat langsung klien perilaku kekerasan. 1. Diskusikan bersama keluarga dalam mempraktikan cara merawat klien perilaku kekerasan. 2. Motivasi keluarga untuk

mempraktikan cara merawat klien perilaku kekerasan. 3. Beri reinforcment positif

pada keluarga untuk respon baik dari anggota keluarga.

3. Sp3k a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat. (discharge planning). b. Menjelaskan follow up klien sebelum pulang. 1. Keluarga mampu membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat secara mandiri. 2. Keluarga mematuhi

jadual yang telah dibuat untuk kesembuhan klien. 3. Keluarga mengerti/

memahami follow up yang telah diarahkan pada klien.

1. Diskusikan bersama keluarga dalam membuat jadual aktivitas di rumah. 2. Motivasi keluarga untuk

membuat dan memenuhi jadual aktivitas yang dibuat. 3. Beri reinforcment positif. 4. Motivasi keluarga untuk

menerima klien.

5. Diskusikan follow up untuk keluarga.

2 Harga diri rendah

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

1.1 Klien mau membalas salam, mau

1.1.1 Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non

(25)

berjabat tangan, menyebut nama, tersenyum, ada kontak mata, mengetahui nama perawat

menyediakan waktu kontrak, ekspresi wajah bersahabat

verbal

1.1.2 Perkenalkan diri dengan sopan

1.1.3 Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien 1.1.4 Jelaskan tujuan pertemuan 1.1.5 Tunjukkan sikap empati

dan menerima klien apa adanya

1.1.6 Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

2.1 Klien

mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki  Kemampuan yang dimiliki klien  Aspek positif keluarga  Aspek posiitif lingkungan yang dimiliki klien 2.1.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien

2.1.2 Setiap bertemu klien hindari dari memberi nilai negatif

2.1.3 Utamakan memberi pujian yang realistis

3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan

3.1 Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan

3.1.1 Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit

4.Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

4.1 Klien membuat rencana kegiatan harian

4.1.1 Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan.

4.1.2 Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan a.Kegiatan sendiri

(26)

sebagian c.Kegiatan yang

membutuhkan bantuan total

4.1.3 Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien

4.1.4 Beri contoh cara

pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan 5.Klien dapat melakukan

kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya

5.1 Klien dapat

melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya

5.1.1 Berikan kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan 5.1.2 Beri pujian atas

keberhasilan klien 5.1.3 Diskusikan kemungkinan

pelaksanaan dirumah. 6.Klien dapat meningkatkan

sistem pendukung yang ada

6.1 Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga

6.1.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah

6.1.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat

6.1.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian pasang surut ini menggunakan metode kuadrat terkecil dalam pengolahannya hingga didapatkan konstanta harmonik, chart datum dan prediksi pasang surut, sehingga dalam

langsung digunakan dalam proses kegiatan keagamaan di sekolah.. kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan. proses kegiatan keagamaan di

Ketua STPP Bogor yang selanjutnya disebut Ketua adalah Pimpinan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor yang mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan,

- Jika hipotesis nol ditolak, sering dikatakan data merupakan bukti yang kuat (within reasonable doubt) untuk menolak H 0.. - Jika hipotesis nol diterima,

Tentu menjadi sebuah pertanyaan dan evaluasi tentang kedudukan Ombudsman Republik Indonesia mengingat bahwa lembaga tersebut tidak memiliki kewenangan dalam memberikan

Definisi UM L Class Diagram menurut Jones dan Rama (2006,p181), is a diagram that can be used to document (a) tables in an AIS, (b) relationships between tables, and (c) attributes

Hasil penelitian yang didapatkan adalah sistem pengolahan data ini dapat membantu proses penginputan data peserta diklat di LP3SDM AZRA Palembang menjadi lebih mudah

Analisis rasio keuangan dapat dimanfaatkan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan (Mardiyanto 2009). Pada penelitian ini akan digunakan rasio keuangan solvabilitas