i
KONSEP BIRRUL WAALIDAIN
AL-
QUR’AN SURAT AL
-AHQAAF AYAT 15-16
DAN IMPLEMENTASINYA DALAM
PENDIDIKAN KELUARGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
WAHYU ARIANI OKTAVIA
NIM : 111-13-138
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
vi
MOTTO
يِل ْرُكْشا ِفَأ ِنْيَماَع يِف ُوُلاَصِفَو ٍنْىَو ىَلَع اًنْىَو ُوُّمُأ ُوْتَلَمَح ِوْيَدِلاَوِب َفاَسْنلإا اَنْػيَّصَوَو
ُريِصَمْلا َّيَلِإ َكْيَدِلاَوِلَو
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu -bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil‟alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Allah SWT, karena hanya atas izin dan karunia-Nyalah maka skripsi ini dapat dibuat dan selesai tepat pada waktunya. Puji syukur yang tak terhingga pada Allah SWT penguasa alam yang meridhoi dan
mengabulkan segala do‟a.
2. Kedua orang tua saya, Bapak Slamet Wahyono dan Ibu Sri Ari Rahmawati
yang telah memberikan dukungan moril maupun materi serta do‟a yang tiada henti untuk kesuksesan saya, karena tiada kata seindah lantunan do‟a
dan tiada do‟a yang paling khusuk selain do‟a yang terucap dari orang tua. 3. Bapak Supriyadi dan Ibu Nanik, yang sudah saya anggap sebagai orangtua
saya. Selalu menasihati, menjaga, memotivasi dan membantu saya selama belajar di Salatiga.
4. Bapak dan Ibu Dosen pembimbing, penguji dan pengajar, yang selama ini telah tulus dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan mengarahkan saya, memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai harganya, agar saya menjadi lebih baik. Terimakasih banyak Bapak dan Ibu dosen, jasa kalian akan selalu terpatri di hati.
5. Seluruh karyawan dan karyawati IAIN Salatiga yang telah membantu saya dalam melengkapi semua keperluan dalam hal akademik.
6. Kakek dan nenekku tersayang, Ahmad Ngatmin dan almh. Rubiyem yang telah memberikan dukungan kepada saya untuk dapat mengapai apa yang saya inginkan.
viii
8. Om Tamul, om Syaiful, om Abidin, om Yoyok, bulek Eni, bulek Alfi, bulek Yanti yang selalu membimbing, menasihati serta mendoakan saya. 9. Mbak Ulil yang selalu memberi motivasi dalam segala hal dan telah
menjadi kakak bagi saya. Mbak Wulan, Eli dan Mita teman suka duka di Graha An-Nisa TPQ AL-IKHLAS. Tak ada kenangan yang indah melainkan persahabatan kita selama ini.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi dengan
judul “Konsep Birrul Waalidain Al-Qur‟an Surat Al-Ahqaaf Ayat 15-16 Dan Implementasinya Dalam Pendidikan Keluarga” dapat penulis selesaikan dengan baik. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan sahabatnya.
Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan pengarahan dari banyak pihak baik materi maupun spiritual, sehubung dengan itu penulis hanya bisa mengucapkan terima kasih dan mendoakan semoga amal baik yang telah mereka berikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmad Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga. 4. Ibu Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I. selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dengan penuh kesabaran dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
xi ABSTRAK
Oktavia, Wahyu Ariani. 2017. Konsep Birrul Waalidain al-Qur‟an Surat al-Ahqaaf Ayat 15-16 dan Implementasinya Dalam Pendidikan Keluarga. Skripsi, Salatiga: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I
Kata Kunci : Pendidikan, Keluarga, Birrul Waalidain.
Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan kewajiban setiap anak. Namun pada kenyataan sekarang, banyak remaja yang kurang memperdulikan hal tersebut. Mereka cenderung untuk berbuat kasar dan tidak perduli kepada orang tuanya. Karena itu, tujuan dalam penelitian ini adalah a) untuk mengetahui konsep birrul waalidain al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16, dan b) untuk mengetahui implementasi konsep birrul waalidain dalam pendidikan keluarga.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau bisa disebut dengan studi pustaka (library research), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan kepustakaan, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan Tahlili atau tafsir tahlili, yaitu menafsirkan ayat al-Qur‟an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung serta menerangkan makna yang tercangkup di dalamnya. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, digunakan metode dokumentasi, yaitu mencari data-data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, dan sebagainya. Metode untuk membahas sekaligus sebagai kerangka berpikir pada penelitian ini adalah metode analisis isi (content analysis), yaitu suatu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun data, kemudian diusahakan pula dengan analisis dan interpretasi atau penafsiran terhadap data-data tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa a) konsep birrul waalidain
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL………..……...I
HALAMAN BERLOGO……….………...II
PERSETUJUAN PEMBIMBING………..……….…...…III
PENGESAHAN KELULUSAN………..…….…...IV
DEKLARASI……….….…V
MOTTO……….…………...VI
PERSEMBAHAN……….…..…...VII
KATA PENGANTAR.…...………..………….…IX
ABSTRAK……….…………....XI
DAFTAR ISI……….………...…XII
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………..……….1
B. Rumusan Masalah ………...………….………....5
C. Tujuan Penelitian………...………..………….…....5
D. Kegunaan Penelitian………...……….….….…...5
E. Telaah Pustaka………...……….………..……6
xiii
G. Metode Penelitian………..……….14
H. Sistematika Penulisan………..………...16
BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Keluarga 1. Pengertian Pendidikan Keluarga……...…….…….……….19
2. Unsur Pendidikan Keluarga…………..……..……….24
3. Pendidikan Agama dalam Keluarga………...30
4. Metode Pendidikan Keluarga………...……….………..…….34
B. Konsep Birrul Waalidain dalam Al-Qur‟an 1. Pengertian Birrul Waalidain……….……….……..37
2. Kedudukan Birrul Waalidain dalam Al-Qur‟an……….….…....40
3. Macam-macam Bentuk Birrul Waalidain………...42
4. Keutamaan Birrul Waalidain………..….47
BAB III KAJIAN SURAT AL-AHQAAF 1. Deskripsi Surat al-Ahqaaf………..………53
2. Asbabun Nuzul Surat al-Ahqaaf ayat 15-16……….………….…………54
3. Munasabah Surat al-Ahqaaf………..……….56
xiv
BAB IV ANALISIS KONSEP AL-QUR’AN TENTANG BIRRUL
WAALIDAIN
1. Analisis Konsep Birrul Waalidain al-Qur‟an Surat al-Ahqaaf ayat
15-16………96
2. Analisis Implementasi Konsep Birrul Waalidain dalam Pendidikan
Keluarga………..……….……101
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan……….…...………...……....104
2. Saran………....………...……..106
DAFTAR PUSTAKA
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan karunia Allah SWT yang harus dijaga dan diasuh agar menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Anak ibarat kertas putih yang bersih dan belum ada tulisannya, tugas orang tua adalah menulis rangkaian kata-kata indah menjadi sebuah kisah yang menarik dan bermakna. Begitu juga dalam mendidik anak, memberi pengetahuan yang baik seperti dalam hal agama, moral dan akhlak sehingga otak anak penuh akan memori kebaikan, karena kelak anak menjadi penerus orang tua.
Dalam upaya mencapai pendidikan yang sebaik-baiknya, pemerintah Indonesia memiliki fungsi dan tujuan pendidikan yang dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3, tentang Sistem Pendidikan nasional, yang berbunyi:
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”
2
memperhatikan bahwa setiap anak wajib mendapatkan pendidikan, sebab pendidikan sangat penting dalam pembentukan watak yang baik bagi seorang anak. Individu yang berkarakter mampu melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Individu ini juga mampu memberikan hak kepada Allah dan RasulNya, sesama manusia, makhluk lainnya, serta alam sekitar dengan sebaik-baiknya (Abdullah, 2007:22).
Islam begitu memperhatikan dalam pendidikan anak, karena anak-anak sekarang adalah generasi masa depan. Mereka adalah inti utama dalam membentuk umat dan masa depan. Islam tidak putus-putusnya berusaha menciptakan masa depan bagi generasinya dan mengarahkan kepada jalan yang lurus agar mereka bisa mengentaskan manusia yang tersesat dalam kegelapan syirik, kebodohan, kesesatan, dan kekacaubalauan menuju cahaya tauhid, ilmu, hidayah, kestabilan individu dan sosial (al-Fiqy, 2007:15).
Islam juga melarang orang tua meninggalkan anak mereka dalam keadaan lemah, baik fisik, moral maupun pengetahuan. Sebagaimana Firman Allah SWT berikut:
3
Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (QS. An-Nisa/4:9)(Depag, 1977:116).
Saat ini generasi muda kita mengalami krisis moral, krisis akhlak. Banyak media sosial baik cetak maupun elektronik yang memuat kabar tentang perlakuan kurang baik seorang anak terhadap kedua orang tuanya. Mengingat masalah tersebut, sangat disayangkan karena orang tua kita adalah perantara kita untuk bisa sampai ke dunia ini. Banyak anak yang enggan menyisihkan sebagian waktunya, mengucurkan keringat atau sekedar berlelah-lelah sedikit, untuk merawat orang tuanya yang sudah
„uzur‟. Terutama sekali, bila anak tersebut sudah berkedudukan tinggi, sangat sibuk dan punya segudang aktivitas. Akhirnya, anak merasa sudah berbuat segalanya dengan mengeluarkan biaya secukupnya, lalu memasukkan kedua orang tuanya ke panti jompo.
4
tuanya ke polisi, bahkan ada anak yang sampai tega membunuh orang tuanya hanya karena masalah sepele.
Hampir setiap hari sebagian besar surat kabar menunjukkan kepada kita beberapa kasus besar seputar hal itu yang telah menimpa keluarga muslim. Juga dalam kehidupan sehari-hari masih banyak kita jumpai di masyarakat, perbuatan-perbuatan yang memperlakukan kedua orang tua dengan tidak baik, terutama kepada ibunya, karena ibunya sudah tinggal sendiri (ditinggal mati suaminya). Padahal mereka orang-orang yang kehidupannya berkecukupan, yang seharusnya mereka merawat dan memberikan segala kebutuhan dan menanggung kehidupan ibunya bukan menelantarkannya.
Berdasarkan permasalahan yang sering terjadi di masyarakat
tersebut, maka penulis membuat skripsi dengan judul “KONSEP BIRRUL
WAALIDAIN AL-QUR‟AN SURAT AL-AHQAAF AYAT 15-16 DAN
5 B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan beberapa pokok permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana konsep birrul waalidain al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16?
2. Bagaimana implementasi konsep birrul waalidain dalam pendidikan keluarga?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui konsep birrul waalidain al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16.
2. Untuk mengetahui implementasi konsep birrul waalidain dalam pendidikan keluarga.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoretis maupun praktis.
1. Secara Teoretis
Menambah khazanah keilmuan tentang konsep birrul waalidain dalam al-Qur‟an, khususnya konsep birrul waalidain dalam
6 2. Secara Praktis
a. Memberikan pengetahuan kepada orang tua mengenai pentingnya pendidikan keluarga berdasarkan al-Qur‟an dan hadist. Dengan harapan setiap keluarga mendidik anaknya menjadi anak yang sholeh dan sholehah serta memahami perjuangan orang tua bagi anaknya.
b. Memberikan pengetahuan kepada anak mengenai konsep birrul waalidain dalam al-Qur‟an. Dengan harapan anak akan mengerti besarnya pengorbanan orang tua untuknya, serta mengerti arti penting berbakti kepada kedua orang tuanya, terutama ketika orang tua sudah lanjut usia.
c. Memperkaya wawasan peneliti dan pembaca dalam memahami ayat al-Qur‟an, khususnya surat al-Ahqaaf ayat 15-16.
E. Telaah Pustaka
Kajian tentang birrul waalidain (berbuat baik kepada orang tua) dan pendidikan keluarga memang bukan yang pertama kali dilakukan oleh para penulis, terutama penelitian jurnal maupun skripsi. Sejauh penelusuran yang dilakukan, penulis menjumpai hasil penelitian yang memiliki titik singgung dengan judul yang diangkat dalam penelitian dalam skripsi ini.
7
mahasiswi Fakultas Tarbiyah IAIN Salatiga tahun 2016 yang berjudul
“Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak dalam al-Qur‟an”. Skripsi ini memaparkan bahwa tanggung jawab pendidikan
anak sepenuhnya adalah keluarga. Jika orang tua memberikan pendidikan yang baik, anak-anaknya akan selamat baik di dunia maupun di akhirat. Pendidkan pertama yang harus diberikan terhadap anak adalah pendidikan keimanan dengan cara mengenalkan Allah SWT dan menanamkan kecintaan terhadap-Nya.
Kedua, penelitian yang berkaitan dengan pendidikan keluarga, penulis merujuk pada skripsi yang ditulis oleh saudari Miftahul Khoiriyah mahasiswi Fakultas Tarbiyah IAIN Salatiga tahun 2016 yang berjudul
“Konsep Pendidikan Keluarga Perspektif Zakiah Daradjat”. Skripsi ini memaparkan bahwa keluarga ikut serta berperan penting di dalam proses pembelajaran. Pendidikan yang diharapkan supaya anak mempunyai tingkah laku yang baik, akhlak yang terpuji.
Ketiga, penelitian yang berkaitan dengan birrul waalidain, penulis merujuk pada skripsi yang ditulis oleh saudara Muhammad Najib mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Salatiga tahun 2016 yang berjudul
8
menyeluruh. Menyeluruh artinya dalam seluruh hidup seorang anak, baik ketika kedua orang tuanya masih hidup maupun sudah meninggal.
Dari beberapa penelitian tersebut terdapat kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, yaitu mengenai tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak dan akhlak anak terhadap orang tua. Namun juga terdapat perbedaan, yaitu surat yang menjadi kajian dalam penelitian. Penulis menjadikan surat al-Ahqaaf ayat 15-16 sebagai objek dalam penelitian.
F. Penegasan Istilah
Sebelum diuraikan lebih panjang tentang penelitian ini terlebih dahulu peneliti memberikan penjelasan-penjelasan terhadap istilah-istilah yang terkandung dalam skripsi ini, dengan maksud agar nantinya tidak salah pengertian di kalangan pembaca dalam memahami skripsi ini. Adapun istilah-istilah yang dimaksud adalah:
1. Konsep
Konsep secara harfiah sama dengan “pengertian”, hasil
“tangkapan” pikiran terhadap sesuatu atau gejala tertentu. Konsep
kadang-kadang disebut ide umum atau gagasan atau gambaran fikiran tentang sesuatu secara umum, sehingga dapat dibedakan cirinya dari yang lain (Zed, 2004:87).
9 2. Birrul waalidain
Imam An-Nawawi menjelaskan, “Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat mereka gembira, serta berbuat baik kepada teman-teman mereka” (Basyir, 2006:43).
Al-Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti kepada orang tua, hanya dapat direalisasikan dengan memenuhi bentuk kewajiban: 1) Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat. 2) Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua. 3) Membantu atau menolong orang tua, bila mereka membutuhkan (Basyir, 2006:44).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa birrul waalidain adalah berbuat baik kepada orang tua, selalu menaati perintahnya kecuali dalam maksiat dan menjaga amanahnya, serta menolong orang tua ketika dalam kesulitan dan selalu berusaha membuat kedua orang tua bahagia.
3. Al-Qur’an
Dari segi bahasa, al-Qur‟an berasal dari kata
–
اًءْرَػق
–
ُأَرْقَػي
–
َأَرَػق
ًةَءاَرِق
–
10
Dari segi istilah, al-Qur‟an adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dalam bahasa Arab, yang sampai kepada kita secara mutawattir, ditulis dalam mushaf, dimulai dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nass, membacanya berfungsi sebagai ibadah, sebagai mukjizat Nabi Muhammad Saw. dan sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat manusia (Zen, 2014:47).
Al-Qur‟an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat jibril, untuk diteruskan penyampaiannya kepada seluruh umat manusia di muka bumi ini sampai akhir zaman nanti (Wardhana, 2004:46).
Sedangkan Nur Efendi dan Muhammad Fathurrohman (2014:40) mengatakan bahwa:
“Al-Qur‟an adalah firman Allah SWT yang bermu‟jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sesuai dengan redaksinya melalui malaikat Jibril, secara berangsur-angsur, yang dituliskan dalam mushaf-mushaf, yang diriwayatkan secara mutawatir dan bernilai ibadah bagi yang membacanya, yang dimulai dari surat al-fatihah dan diakhiri oleh surat
an-nass”
11
Nabi Muhammad menganjurkan untuk mempelajari al-Qur‟an dari segala aspek, lalu mengajarkannya. Sebagaimana hadist berikut:
ىِفَو( ْمُكُرْػيَخ :َؿاَق َمَّلَََو ِوْيَلَع ُللها ىَلَص َّىِبَّنلا ْنَع ُوْنَع ُللها ىِضَر َفاَمْثُع ْنَع
ِةَرْمِإ ىِف ِنَمْحَّرلاِدْبَع ْوُػبَأ َأَرْػقَأَو :َؿاَق .ُوَمَّلَعَو َفآْرُقْلا َمَّلَعَػت ْنَم )ْمُكَلَضْفَأ َّفِإ :ٍةَياَوِر
ا َفاَك ىَّتَح َفاَمْثُع
اَذَى يِدَعْقَم يِنَدَعْػقَأ يِذَّلا َؾاَذَو :َؿاَق ,ُجاَّجَحْل
)ىراخب هاور(.
Artinya: Dari Utsman ra. dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Sebaik-baik kalian (dalam riwayat lain: sesungguhnya yang paling utama diantara kalian) adalah orang yang belajar
al-Qur‟an dan mengajarkannya.” Abu Abdurrahman
mengajar al-Qur‟an pada masa kepemimpinan Utsman
hingga masa Al Hajjaj. Dia (Abu Abdurrahman sebagaimana yang merujuk pada riwayat dari Ahmad) kemudian berkata “Dan hal itulah yang menempatkanku pada posisi seperti ini.” (HR. Bukhari/2028)(al-Albani, 2013:736).
12 4. Implementasi
Implementasi dalam kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai pelaksanaan dan penerapan. Implementasi dipandang sebagai penerapan sebuah inovasi dan selalu melahirkan perubahan kearah perbaikan serta dapat berlangsung secara terus menerus (Sabda, 2006:100).
Implementasi dalam penelitian ini adalah konsep birrul waalidain al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16 dalam pendidikan keluarga. Sehingga diharapkan anak akan tumbuh dengan memiliki kepribadian yang baik.
5. Pendidikan
Istilah pendidikan dalam bahasa Inggris “education” berakar
dari bahasa Latin “educare” yang dapat diartikan pembimbingan
berkelanjutan (to lead forth), yaitu pendidikan yang terus berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia (Suhartono, 2008:77).
Sedang dalam dunia wacana keislaman lebih populer dengan istilah tarbiyah, yaitu suatu usaha untuk menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual (Mujib, 2006:10).
Selanjutnya, menurut Muchtar (2008,14), “Pendidikan adalah
13
tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan
sebagaimana mestinya”.
Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan atau tarbiyah adalah proses transformasi ilmu pengetahuan dari pendidik
kepada peserta didik agar ia memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketaqwaan, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur.
6. Keluarga
Keluarga adalah umat kecil yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-masing (Ahid, 2010:75).
Keluarga juga bisa diartikan sebagai kumpulan beberapa orang yang terikat oleh suatu ikatan perkawinan, lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai suatu gabungan yang khas dan bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk kebahagiaan, kesejahteraan, dan ketentraman semua anggota yang ada di dalam keluarga tersebut (Aziz, 2015:15).
14
membela sanak keluarganya dan membahagiakan mereka pada saat hidupnya dan setelah kematiannya.
Jadi dapat penulis simpulkan bahwa keluarga adalah umat terkecil yang terikat oleh suatu perkawinan dan memiliki kewajiban masing-masing setiap anggota serta sebagai tempat pendidikan pertama bagi anak.
G. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau bisa disebut dengan studi pustaka (library research), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan kepustakaan, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Zed, 2004:3). Dalam skripsi ini, peneliti manganalisis muatan isi dari objek penelitian yang berupa dokumen yaitu teks tafsir al-Qur‟an Surat al-Ahqaaf ayat 15-16.
2. Pendekatan Penelitian
15
ditafsirkan, serta menerangkan makna yang tercangkup di dalamnya (Efendi, 2014:309).
Dalam hal ini yang diungkapkan adalah konsep birrul waalidain dalam al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16.
3. Objek Penelitian
Pada skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah penafsiran al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16. Sedangkan sumber datanya peneliti membagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber data yang berkaitan langsung dengan penelitian yaitu al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16 beserta tafsirnya menurut para ulama‟, diantaranya Terjemah Tafsir Maraghi karya Ahmad Mustafa Maraghi, Tafsir al-Misbah karya Quraisy Shihab, dan Tafsir al-Qur‟anul Majid karya Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy.
b.Sumber data sekunder
16 4. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, digunakan metode dokumentasi, yaitu mencari data-data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya (Arikunto, 1998:236).
Metode ini penulis gunakan dalam mencari data dengan cara membaca, menelaah dan mengkaji al-Qur‟an, buku tafsir al-Qur‟an dan hadis serta buku yang berkaitan dengan tema pembahasan. Kemudian hasil dari data itu dianalisis untuk mendapatkan kandungan makna al-Qur‟an surat al-Ahqaaf ayat 15-16 tentang birrul waalidain. 5. Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan untuk membahas sekaligus sebagai kerangka berpikir pada penelitian ini adalah metode analisis isi (content analysis), yaitu suatu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun data, kemudian diusahakan pula dengan analisis dan interpretasi atau penafsiran terhadap data-data tersebut (Surakhmad, 1994:139).
17 H. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai skripsi ini, maka dibuat sistematika penulisan skripsi. Adapun gambaran dari sistematika yang dimaksud adalah:
Bab I : Pendahuluan
Meliputi: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Telaah Pustaka, Penegasan Istilah, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.
Bab II : Landasan Teori
Meliputi: Pengertian Pendidikan Keluarga, Unsur Pendidikan Keluarga, Pendidikan Agama dalam Keluarga, Metode Pendidikan Keluarga, Pengertian Birrul Waalidain, Kedudukan
Birrul Waalidain dalam Al-Qur‟an, Macam-macam Bentuk Birrul
Waalidain, Keutamaan Birrul Waalidain.
Bab III : Kajian Surat al-Ahqaaf
18
Bab IV : Analisis Konsep Al-Qur‟an tentang Birrul Waalidain
Meliptuti: Analisis Konsep Birrul Waalidain al-Qur‟an surat al -Ahqaaf ayat15-16, Analisis Implementasi Konsep Birrul Waalidain dalam Pendidikan Keluarga.
Bab V : Penutup
19 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Keluarga
1. Pengertian Pendidikan Keluarga
Istilah pendidikan, dalam bahasa Inggris “education” berakar
dari bahasa Latin “educare”, yang dapat diartikan pembimbingan berkelanjutan (to lead forth), yaitu pendidikan yang berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia (Suhartono, 2008:77).
Dalam dunia wacana keislaman, pendidikan lebih populer
dengan istilah “tarbiyah”, yaitu usaha untuk menumbuhkan dan
mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.
Sedangkan pengertian keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang terikat oleh suatu ikatan perkawinan, yang mana dipimpin oleh seorang pemimpin yang disebut dengan suami atau ayah. Di dalam kehidupan keluarga mulai terbentuk suatu sentra lingkungan kecil yang disebut lingkungan pendidikan lapis pertama bagi anak.
20
menumbuhkembangkan anak menjadi seseorang yang lebih baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritualnya serta sebagai tempat pendidikan pertama bagi anak.
Berdasarkan makna dasar ini, maka pendidikan dalam bidang menumbuhkembangkan anak merupakan proses pembangunan, perawatan dan perbaikan sedikit demi sedikit hingga batas kesempurnaan. Artinya, melangkah bersama anak secara bertahap semenjak kelahiran hingga usia baligh untuk menanamkan keimanan dan mewujudkan syariat Allah SWT.
Islam mendorong manusia untuk berkeluarga dan hidup di bawah naungan kebahagiaan karena keluarga merupakan bentuk asasi bagi kehidupan yang kokoh yang bisa memenuhi tuntutan keinginan dan hajat manusia, sekalipun penentuan fitrah manusia.
21
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. At-Tahriim/66:6)(Depag, 1977:951).
Terkait firman Allah Ta‟ala,”Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” Ini berarti perintah “ajarkan kebaikan
pada diri kalian sendiri dan kepada keluarga kalian” Dengan mengajarkan kebaikan, anggota keluarga akan terhindar dari api neraka karena akan melakukan hal-hal yang baik. Sebaliknya, jika dalam keluarga di ajarkan hal-hal yang buruk atau dibiarkan melakukan hal tersebut tanpa diingatkan maka api neraka yang akan didapatkan (Muhtadi, 2011:127).
Sebuah keluarga yang anaknya terlibat dalam berbagai perbuatan tercela seperti mencuri, merampok, menipu, berzina, meminum-minuman keras, terlibat narkoba, membunuh dan sebagainya adalah termasuk ke dalam hal-hal yang dapat menciptakan bencana di muka bumi dan merugikan orang yang melakukannya, dan hal itu termasuk perbuatan yang membawa bencana. Keluarga, istri, anak, menantu, adik, dan sebagainya dapat menjadi musuh dan membawa malapetaka jika terlibat dalam perbuatan tersebut.
22
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (QS.
Al-Taghaabun/64:14)(Depag, 1977:942).
Dalam suatu riwayat dinyatakan oleh Rasulullah Saw, akan ada suatu zaman yang menimpa umatnya, yaitu kehancuran seorang suami di tangan istri dan anak-anaknya yang terhimpit kemelaratan, kemudian mendorong suami melakukan perbuatan buruk yang dapat merusak dirinya. Keadaan tersebut terjadi sebab utamanya adalah karena istri, anak dan anggota keluarga tersebut tidak memiliki pendidikan. Untuk itulah, dalam berbagai ayat al-Qur‟an lainnya, Allah SWT memerintahkan agar suami sebagai kepala keluarga memberikan pendidikan kepada anggota keluarganya itu (Nata, 2009:201).
23
Setelah memiliki anak dari perkawinan dengan wanita yang sifat-sifatnya tersebut di atas dilanjutkan dengan memberikan ucapan selamat dan rasa turut gembira ketika seseorang melahirkan, mengumandangkan adzan dan iqamat ketika kelahiran anak, dilanjutkan dengan mencukur rambut kepala anak, memberi nama yang baik, menyembelih hewan aqiqah, mengkhitan, mengajarkan tata cara makan, minum, tidur, berkata-kata, berpakaian, berjalan, bergaul dengan orang lain dan sebagainya dengan baik. Kemudian memberikan keteladanan yang baik, membiasakan mengajak shalat berjamaah, membaca al-Qur‟an dan seterusnya.
Tujuan pendidikan keluarga adalah menjadikan anak bertabiat sholeh dan tahu berterima kasih kepada kedua orang tuanya. Karena anak yang sholeh akan selalu mendoakan kebaikan kepada orang tuanya baik ketika masih hidup maupun setelah meninggal. Pahala doa anak sholeh kepada orang tuanya tidak akan pernah putus meskipun orang tua telah meninggal, sebagaimana hadist berikut:
24
terputuslah semua amal perbuatannya, kecuali tiga perkara, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak sholeh yang selalu mendokannya” (HR. Muslim)(al-Albani, 2012:709).
Selanjutnya, pendidikan keluarga yang baik adalah memberikan dorongan kuat kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan agama. Dengan pendidikan keagamaan yang sudah kokoh tersebut, barulah anak dipersilakan memilih bidang keahlian yang akan ditekuninya. Dengan cara demikian, maka berbagai keahlian yang dimilikinya tidak akan membuat dirinya sombong, melainkan akan senantiasa bersyukur kepada Allah SWT dengan memanfaatkan keahliannya itu untuk beribadah kepada Allah SWT dan untuk kepentingan manusia.
Oleh sebab itu, betapa pentingnya peranan orang tua dalam menentukan prospek masa depan anak dan keluarganya, serta seharusnya orang tua sudah menanamkan kepada anak mereka untuk mengenal keutamaan surga yang menjadi sumber kebahagiaan dan kesejahteraan sehingga tidak mengalami hidup sengsara baik di dunia maupun di akhirat.
2. Unsur Pendidikan Keluarga
25 a. Pendidik (guru/orang tua)
Pendidik merupakan faktor utama yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan. oleh karena itu, menjadi pendidik yang baik merupakan syarat utama yang akan membantu dalam melaksanakan tugas pendidikan dengan baik. Berikut beberapa sifat yang harus dimiliki oleh pendidik:
1) Sabar
Kesabaran merupakan sifat utama yang harus dimiliki oleh pendidik. Kesabaran dapat melahirkan sikap dewasa pendidik dalam menangani permasalahan anak. Melalui kesabaran, orang tua akan memahami keinginan anaknya, dan anak akan mengerti apa yang diinginkan orang tuanya (Mustaqim, 2005:38-39).
2) Penyayang/Kasih Sayang
26
ayomilah anak tersebut, didik dengan telaten dan dekati dengan penuh kasih sayang. Dengan demikian, anak akan merasa nyaman dengan orang tuanya (Putra, 2016:148).
3) Mengendalikan Emosi
Suka marah-marah termasuk sifat yang kurang baik dalam proses pendidikan anak. Sikap suka marah akan membuat anak menjadi takut dan tertekan, bahkan tidak jarang menyebabkan anak menjadi pendendam. Marah terkadang diperlukan ketikan anak berbuat kesalahan, namun tidak harus diekspresikan secara berlebihan, misalnya dengan membentak, berkata kasar dan sebagainya. Kemarahan cukup diekspresikan dengan sikap diam. Mendiamkan atau isyarat mata yang menandakan ketidaksukaan bisa menjadi cara orang tua dalam menghentikan perilaku buruk anaknya (Mustaqim, 2005:42).
4) Menasihati Seperlunya
27
Ketika orang tua terbiasa melakukan shalat pada awal waktu, bangun pagi, bertutur kata yang lembut, dan sebagainya, semua itu akan menjadi pelajaran berharga bagi anak (Mustaqim, 2005:44).
5) Jiwa Humor
Rasa humor orang tua dapat meredakan ketegangan suasana dan dapat mencegah timbulnya perilaku destruktif pada anak, serta bisa menjadi cara untuk menarik perhatian anak dalam belajar. Meski demikian, berlebih-lebihan dalam senda gurau akan menghilangkan kewibawaan dan kehormatan orang tua. Hendaklah senda gurau dilakukan dalam hal kebenaran atau kejujuran, tidak menyakiti atau menghina anak.
b.Peserta Didik (siswa/anak)
Peserta didik yang dimaksud untuk pendidikan keluarga adalah anak. Seorang anak mendapatkan pendidikan pertama kali dari kedua orang tuanya, sebab kedua orang tuanyalah anak sering berinteraksi.
Muhyidin mengambil dari Ibnul Jauzi di dalam buku at-Thib ar-Ruhani dan mengatakan bahwa:
28
maka akan sukarlah untuk meluruskannya. Artinya bahwa pendidikan budi pekerti di mulai dari rumah dalam keluarga sejak kecil, dan jangan biarkan anak-anak tanpa pendidikan. Jika anak dibiarkan saja tanpa diperhatikan dan tidak dibimbing, ia akan melakukan kebiasaan yang kurang baik, dan kelak akan sukar baginya untuk meninggalkan kebiasaan buruk tersebut.” (Muhyidin, 2009:209).
Dari pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa pendidikan budi pekerti atau akhlak anak sangat ditentukan dari bagaimana orang tua mendidik anak sejak kecil, sebab orang tualah yang lebih dini berperan mendidik anak.
c. Ilmu
Dari banyak ayat al-Qur‟an dan Hadist Nabi memberikan pedoman tentang pendidikan anak, yang meliputi aspek-aspek : aqidah, ibadah, akhlak dan kemasyarakatan (Thalib, 1987: 151).
1) Pendidikan anak dalam keimanan merupakan pendidikan pokok yang wajib ditempatkan pertama, anak harus meyakini bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah SWT, sebagaimana pesan Luqman kepada anaknya.
ِل ُفاَمْقُل َؿاَق ْذِإَو
َل َّيَنُػب اَي ُوُُِعَي َوُىَو ِوِنْب
ٌمْلَُُل َؾْرِّْلا َّفِإ ِوَّللاِب ْؾِرُْْت
ْيَُِع
ٌم
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
29
mempersekutukan (Allah) sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kelaliman yang besar" (QS. Luqman/31:13)(Depag, 1977:654).
2) Pendidikan ibadah tidak hanya diberikan melalui teori (pengetahuan), namun harus dilatih membiasakan ibadah tersebut sejak berumur tujuh tahun. Apabila sampai umur sepuluh tahun maka diperbolehkan untuk memukul apabila anak berani meninggalkan ibadah shalat. Sebagaimana sabda Nabi SAW berikut:
ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها ُؿوََُر َؿاَق :َؿاَق ِصاَعْلا ِنْب وِرْمَع ِنْب ِللها ُدْبَع ْنَع
اَهْػيَلَع ْمُىْوُػبِرْضاَو َنْيِنَِ ِعْبََ ُءاَنْػبَأ ْمُىَو ِة َلَّصلااِب ْمُكَد َلْوَأ اْوُرُم َمَّلَََو
َػفَو ٍرَْْع ُءاَنْػبَأ ْمُىَو
ِعِجاَضَملا ىِف ْمُهَػنْػيَػب اوُقِّر
(.
هاور
)دوادوبا
Artinya: Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra, beliau
berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Perintahkan
kepada anak-anakmu sholat, sedang mereka berumur
tujuh tahun, dan pukullah mereka kalau
meninggalkan sholat, sedang mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkan di antara mereka dari tempat tidur” (HR. Abu Daud)(Al Albani, 2007:198).
30
4) Pendidikan kemasyarakatan juga memerlukan latihan secara praktik dan orang tua menjadi teladan bagi anaknya. Keikutsertaan orang tuanya dalam bergotong-royong dengan masyarakat, menjenguk tetangga sakit, dan membantu tetangga yang sedang kesusahan atau tertimpa musibah akan menjadi contoh serta teladan bagi anaknya.
3. Pendidikan Agama dalam Keluarga
a. Pendidikan Agama dalam Keluarga bagi anak Prenatal
Prenatal adalah masa dimana anak belum dilahirkan (masih dalam kandungan). Dalam masa prenatal anak sudah bisa dididik, sebagaimana Firman Allah SWT berikut:
ْيِنَب ْنِم َكُّبَر َذَخَأ ْذِإَو
Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (QS. Al-A‟raf/7:172)(Depag, 1977:250).
31
pengakuan ber-Tuhan kepada Allah SWT. Pembaiatan tersebut memberikan indikasi bahwa nyawa-nyawa itu mengerti dan memahami makna baiat. Inilah yang menjadi dalil dari al-Qur‟an bahwa anak prenatal sudah bisa dididik. Adapun metode-metode yang bisa digunakan untuk mendidik anak prenatal antara lain: kasih sayang, beribadah, membaca al-Qur‟an, bercerita, berdoa dan bernyanyi atau sholawat yang dilakukan oleh ibu dan ayahnya.
b.Membuka kehidupan anak dengan kalimat laa illaha illallah
Ketika anak lahir, orang tua hendaklah mengumandangkan adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. Ini dimaksudkan supaya yang pertama-tama menghembus pendengaran manusia adalah kalimat tauhid.
يِبَأ ِنْب ِوَّللا ِدْيَػبُع ْنَع
ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا َؿوََُر ُتْيَأَر َؿاَق ِويِبَأ ْنَع ٍعِفاَر
ِة َلَّصلاِب ُةَمِطاَف ُوْتَدَلَو َنيِح ٍّيِلَع ِنْب ِنَسَحْلا ِفُذُأ يِف َفَّذَأ َمَّلَََو
Artinya: Dari Ubaidillah bin Abi Rofi‟ dari ayahnya beliau berkata: Saya melihat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam adzan di telinga al-Hasan bin „Ali ketika dilahirkan Fathimah, dengan (adzan) sholat (HR. Abu Daud dan at-Thirmidzi).
Rahasia dikumandangkan adzan dan iqamah pada bayi
yang baru lahir adalah supaya kalimat-kalimat adzan merupakan
32
adzan tersebut mengandung kebesaran Allah SWT dan
keagunganNya.
c. Pendidikan Agama dalam Keluarga bagi anak usia Balita
Pada masa-masa awal kelahiran anak, peran orang tua dalam mendidik anak sangatlah besar terutama ibu karena ibu adalah pertama kali dikenalkan pada anak. Karena itulah, pendidikan keimanan tidak boleh diberikan ke sembarang orang. Pendidikan keimanan seharusnya dilakukan oleh tangan-tangan halus dan sentuhan kalbu ibunya serta disirami kasih-sayang untuk meraih ridha Allah SWT.
Ucapan Bismillahir Rahmanir Rahim, pada saat ibu mengawali semua kegiatan dan Alhamdulillah ketika selesai melakukan kegiatan merupakan wujud dari penciptaan suasana religius dalam keluarga. Yang menjadi pusat utama adalah penciptaan situasi pendidikan keimanan dalam keluarga. Ibu dan ayah membaca al-Qur‟an pada saat si bayi masih tidur, atau masih
berbaring di tempat tidur, suara ayah dan ibu akan direkam “dunia
33
Dalam tahap berikutnya, pendidikan diarahkan supaya anak mengenal dan dapat menyebutkan nama-nama Nabi dan Rasul, nama malaikat dan menghafal surat-surat pendek. Belajar shalat menjadi tujuan berikutnya. Belajar shalat dimulai dengan melibatkan anak dalam shalat berjamaah sekadar mengikuti, atau duduk menunggu orang tuanya selesai shalat. Ini merupakan salah satu cara memperkenalkan kepada anak apa yang perlu diketahui dan dilakukan anak ketika orang tuanya melakukan shalat.
Sampai usia lima tahun, anak sudah hafal bacaan shalat dan beberapa surat pendek. Bahkan, saat ini pula anak sudah diperkenalkan huruf dalam al-Qur‟an serta mampu mempersiapkan diri untuk shalat, bersuci (wudhu), adab (akhlak) kepada Allah SWT. kepada kedua orang tua sudah dirintis untuk ditumbuhkan sehingga timbul kemauan untuk melakukan kewajibannya terhadap Allah SWT, Rasul, dan orang tuanya.
d.Pendidikan Agama dalam Keluarga bagi anak usia 6-12 Tahun
34
(iman kepada Allah SWT, Malaikat, Kitab, Nabi dan Rasul, Hari Akhir dan Takdir).
4. Metode Pendidikan Keluarga
a. Keteladanan
Keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak. Jika orang tua dan pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, dan menjauhkan diri dari perbuatan perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan perbuatan yang bertentangan dengan agama.
Sebaliknya, bagaimanapun orang tua menyiapkan anak dengan berbagai pengetahuan untuk membentuk kepribadian yang baik tanpa disertainya teladan yang baik dari orang tua, maka usaha tersebut akan sia-sia, sebab sebagian besar perilaku anak adalah meniru orang tuanya.
b.Adat Kebiasaan
35
tidak berbicara ketika makan dan lain sebagainya. Orang tua wajib mengajari dan mengawasi anak dalam melakukan kebiasaan tersebut.
c. Ceramah
Metode ceramah ialah cara menyampaikan pengertian-pengertian materi kepada anak dengan cara menjelaskan dan penuturan secara lisan. Untuk menjelaskan uraiannya, orang tua bisa menggunakan alat bantu misalnya gambar dan alat peraga lain (Zuhairi, 1983:83).
d.Cerita dan Kisah
Cerita dan kisah termasuk sarana pendidikan yang efektif, sebab ia akan mempengaruhi perasaan dengan kuat (Choiriyah, 2010:201).
Allah SWT juga menggunakan metode ini dalam mendidik, mengajar, dan mengarahkan. Dalam al-Qur‟an Allah SWT menyebutkan tentang kisah para Nabi dan Rasul. Allah SWT berfirman:
الُكَو
َّػن
ْيِف َؾَءاَجَو َؾَداَؤُػف ِوِب ُتِّبَثُػن اَم ِلَُُّرلا ِءاَبْػنَأ ْنِم َكْيَلَع ُّصُق
ُّقَحْلا ِهِذَى
َّو ٌةَُِعْوَمَو
ْيِنِمْؤُمْلِل ىَرْكِذ
َن
36
Artinya : Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan
bagi orang-orang yang beriman (QS.
Huud/11:120)(Depag, 1977:345).
Demikian pula kisah-kisah antara kebaikan dan keburukan. Bahwasanya keburukan tempat kembalinya adalah neraka, sedangkan kebaikan tempat kembalinya adalah surga dengan izin Allah SWT.
Namun orang tua tidak harus terpaku dan monoton dengan kisah-kisah di atas. Orang tua bisa menceritakan kisah masa kecil atau kisah orang lain dengan catatan tidak menyimpang dari kaidah-kaidah syariat, jauh dari khayalan dusta dan kerusakan.
e. Hadiah dan Hukuman
Metode pemberian hadiah dan hukuman sangat efektif dalam mendidik akhlak terpuji.
37
ْتَبَسَتْكا اَم اَهْػيَلَعَو ْتَبَسَك اَم اَهَل
Artinya : ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya (QS. Al-Baqarah/2:186)(Depag, 1977:45).
Dari ayat tersebut, dapat diketahui bahwa seseorang yang berbuat baik akan mendapat pahala yang diibaratkan dengan hadiah, sedangkan apabila seseorang berbuat buruk akan mendapat siksa yang diibaratkan dengan hukuman.
B. Konsep Birrul Waalidain dalam Al-qur’an
1. Pengertian Birrul Waalidain
Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat mereka gembira, serta berbuat baik kepada teman-teman mereka (Basyir, 2006:43).
Birrul waalidain merupakan kebaikan-kebaikan yang
dipersembahkan oleh seorang anak kepada kedua orang tuanya. Kebaikan tersebut mencakup zhahiran wa batinan (lahir dan batin). Apabila salah satu atau keduanya memerintahkan sesuatu, wajib bagi kita menaatinya, selama hal itu bukan perkara maksiat.
38
ketika mengetahui bahwa sang istri hamil. Begitu sang anak lahir, ia akan membuat revisi. Tidak jarang ayah membantu membuat impian sang anak menjadi kenyataan, dan selalu berpikir serta bekerja keras untuk masa depan anaknya.
Kehebatan seorang ayah tidak ada bandingannya dengan apapun. Tidak pula dengan barang berharga di dunia ini. Ayah sebagai sosok panutan akan memberikan pelajaran berharga kepada anaknya melalui tindakannya. Ayah juga seorang pemimpin, di mana ia menjadi kepala rumah tangga, yang bertanggung jawab terhadap segala persoalan di dalam rumah tangga. Allah Swt. berfirman dalam al-Qur‟an bahwa ayah adalah imam bagi keluarganya:
ْوُماَّوَػق ُؿاَجِّرلا
ٍضْعَػب ىَلَع ْمُهَضْعَػب ُوَّللا َلَّضَف اَمِب ِءاَسِّنلا ىَلَع َف
...
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),,,(QS. An-Nisa/4:34)(Depag, 1977:123).
Serta diperkuat dengan hadist berikut:
ْمُكُّلُكَو ٍعاَر ْمُكُّلُك َلَأ َؿاَق ُوَّنَأ َمَّلَََو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِّيِبَّنلا ْنَع َرَمُع ِنْبا ْنَع
ٍعاَر ِساَّنلا ىَلَع يِذَّلا ُريِمَْلْاَف ِوِتَّيِعَر ْنَع ٌؿوُئْسَم
ُلُجَّرلاَو ِوِتَّيِعَر ْنَع ٌؿوُئْسَم َوُىَو
39 beliau telah bersabda, "Setiap orang dari kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungan jawab terhadap apa yang di pimpinnya. Seorang raja adalah
pemimpin bagi rakyatnya dan ia akan dimintai
pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi anggota keluarganya dan ia
akan dimintai pertanggunganjawab atas apa yang
dipimpinnya. Seorang istri adalah pemimpin bagi rumah tangga suami dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin bagi harta tuannya dan ia akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya. Ketahuilah bahwa setiap orang dari kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya." (HR. Muslim)(Al Albani, 2012:8-9).
Selanjutnya, ibu sebagai seorang perempuan sangatlah mulia dalam mendidik anak-anaknya. Peran ibu di dalam mendidik anaknya dibedakan menjadi tiga. Pertama, ibu sebagai pemenuh kebutuhan anak. Kedua, ibu sebagai suri tauladan bagi anak. Ketiga, ibu sebagai pemberi motivasi bagi kelangsungan hidup anak, terutama bagi pendidikan dan masa depan anak (Sanusi, 2013:47).
40
memperoleh kemanfaatan yang berlimpah, termasuk mengantarkan kita kelak ke pintu surga.
Berbakti kepada kedua orang tua, terutama ibu, secara tidak langsung dapat mengantarkan kita ke dalam surga yang penuh kenikmatan. Sebaliknya, apabila kita durhaka kepada mereka, maka hal itu akan menjerumuskan kita ke dalam neraka. Perbuatan baik terhadap orang tua tidak hanya dapat dilakukan terhadap orang tua kandung, kepada orang tua yang lain (angkat atau asuh), apalagi yang sudah renta layak kiranya memperlakukan mereka dengan baik dan bijak.
Oleh karena itu, taat kepada kedua orang tua bukan saja menjadi amalan yang paling dicintai Allah SWT. Lebih dari itu, ini merupakan kewajiban bagi seorang anak terhadap kedua orang tuanya.
2. Kedudukan Birrul Waalidain dalam Al-Qur’an
41
Artinya:”Dan, Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan „ah‟ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkan
kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS.
Al-Isra‟/17:23)(Depag, 1977:427).
Ayat ini menjelaskan tentang perintah wajib untuk mengesakan Allah SWT serta tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun. Bahasa yang digunakan al-Quran dalam ayat ini dalam memerintahkan sikap berbakti kepada orang tua ialah datang serangkai dengan perintah tauhid atau keimanan. Artinya, apabila seorang anak durhaka kepada orang tuanya, berarti ia durhaka kepada Allah SWT.
42
3. Macam-macam Bentuk Birrul Waalidain
a.Selama Masih Hidup
1) Menghormati Agama Orang Tua
Sekalipun antara orang tua dan anak berbeda agama atau keyakinan, tetap saja anak harus senantiasa menghormati keduanya, tidak berkata kasar dan tidak pula bertindak kejam melalui ancaman atau perbuatan lainnya. Walau orang tua memaksa anak untuk mengikuti agama yang tidak diridhoi Allah SWT, tetap saja anak harus menolak paksaan tersebut dengan menggunakan bahasa lembut dan santun (Abbas, 2009:99).
Sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:
43
telah kamu kerjakan” (QS. Luqman/31:15)(Depag, 1977:654-655).
2) Berusaha Menyenangkan Hati Orang Tua
Seorang anak yang ingin mendapatkan ridho Allah SWT, hendaklah ia berusaha menyenangkan hati kedua orang tuanya. Sebab ridho Allah SWT bersama dengan ridho kedua orang tua, sebagaimana hadist berikut:
ْنَع ,ُةَبْعُش اَنَػثَّدَح , ِثِراَحْلا ُنْبُدِلاَخ اَنَػثَّدَح ,ِّىِلَع ُنْب ُرَمُع ٍضْفَح ْوُػبَأ اَنَػثَّدَح
ِوْيَلَع ُللها ىَلَص َّيِبَّنلا ِنَع ,وٍرْمَع ِنْب ِللها ِدْبَع ْنَع ,ِوْيِبَأ ْنَع ,ٍءاِطَع ِنْب ىَلْعَػي
َضِر :َؿاَق َمَّلَََو
ى
ِّبَّرلا
َضِر ىِف
ى
ِطَخََ ىِف ِّبَّرلا ُطَخَََو ,ِدِلاَوْلا
)يذمرتلا هاور(.ِدِلاَوْلا
Artinya: Abu Hafsh Umar bin Ali menceritakan kepada kami, Khalid bin Al Harits menceritakan kepada kami, Syu‟bah menceritakan kepada kami, dari Ya‟la bin Atha, dari bapaknya, dari Abdullah bin Amru bahwa Nabi SAW bersabda, “Ridha Allah SWT dalam (tergantung) ridha kedua orang tua, dan murka Allah SWT itu dalam murka kedua orang tua (HR. Thirmidzi)(Al Albani, 2006:504).
3) Tidak Mengeraskan Suara di Depan Orang Tua
44
mengukur nada rendah dan tingginya suara. Jangan sampai anak memanggil orang tua dengan nada tinggi karena jauhnya jarak (Abbas, 2009:13).
Hal demikian dapat ditelaah melalui firman Allah sebagai berikut:
ْلا َؾَدْنِع َّنَغُلْػبَػي اَّمِإ اًناَسْحِإ ِنْيَدِلاَوْلاِبَو ُهاَّيِإ لِإ اوُدُبْعَػت لَأ َكُّبَر ىَضَقَو
َرَػبِك
اًميِرَك لْوَػق اَمُهَل ْلُقَو اَمُىْرَهْػنَػت لَو ٍّؼُأ اَمُهَل ْلُقَػت لَف اَمُىلِك ْوَأ اَمُىُدَحَأ
Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia (QS.
Al-Isra‟/17:23)(Depag, 1977:427). b.Setelah Meninggal
45
Artinya: Dari Abdullah bin Umar "……..” berkata, saya pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Di antara bakti seseorang yang paling baik kepada orang tuanya adalah menyambung tali keluarga karib orang tuanya setelah orang tuanya itu meninggal dunia.'” (HR. Muslim)(al-Albani, 2012:594).
Perintah menyambung hubungan Silaturahmi merupakan salah satu faktor penting tercapainya kesejahteraan lahir maupun batin. Seorang anak yang senantiasa memelihara eratnya silaturahmi antara para sahabat orang tua akan menambah daftar kebajikan dan memperluas jaringan kesatuan menuju kemenangan.
2) Selalu Mendoakan Orang Tua
ُوْنَع ُللها َيِضَر َةَرْػيَرُى ْيِبَا ْنَع
Saw bersabda, “Apabila seseorang telah meninggal dunia maka terputuslah semua amal perbuatannya, kecuali tiga perkara, yaitu shadaqah jariyah, ilmuyang bermanfaat, anak sholeh yang selalu
mendokannya” (HR. Muslim)(al-Albani, 2012:709).
46
secara baik, tidak melanggar ketentuan agama dan selalu melaksanakan perintah-perintah agama.
3) Melaksanakan Nadzar atau Janjinya
Berbakti kepada kedua orang tua setelah mereka meninggal juga bisa dilakukan dengan cara melaksanakan janji-janjinya. Sebagaimana sabda Nabi Saw berikut:
يِف َمَّلَََو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا َؿوََُر َةَداَبُع ُنْب ُدْعََ ىَتْفَػتَْا َؿاَق ُوَّنَأ ٍساَّبَع ِنْبا ْنَع
َيِضْقَػت ْفَأ َلْبَػق ْتَيِّػفُوُػت ِوِّمُأ ىَلَع َفاَك ٍرْذَن
َمَّلَََو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُؿوََُر َؿاَق ُو
اَهْػنَع ِوِضْقاَف
(.
هاور
)ملسم
Artinya: Dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, "Sa'ad bin Ubadah pernah meminta fatwa kepada Rasulullah SAW tentang nadzar ibunya, tetapi ibunya meninggal dunia sebelum melaksanakannya. Lalu Rasulullah SAW bersabda, 'Laksanakanlah nadzar tersebut untuknya'” (HR. Muslim)(al-Albani, 2012:711).
Di hadis yang lain, Rosulullah juga memberikan kita gambaran bahwa pahala menunaikan nadzar orang tua yang sudah meninggal tidak hanya mengalir pada mereka, tetapi pahala dan kebaikan itu juga dapat kita nikmati. Sebagaimana penjelasan hadist berikut:
“Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, „Barang siapa yang
47
yang membayarkan puasanya orang yang telah meninggal, maka baginya pahala yang sama pula. Dan, barang siapa yang mendoakan kebaikan kepada yang sudah meninggal, maka baginya pahala yang sama pula seperti yang diberikan kepada yang meninggal
tersebut.” (HR. Thabrani). 4. Keutamaan Birrul Waalidain
Secara tidak langsung, berbakti kepada orang tua dapat mengukur sejauh mana kebaktian kita kepada Allah SWT. kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah mendidik dan membesarkannya hingga tumbuh dewasa. Sementara, kewajiban anak terhadap orang tua adalah berbakti dengan cara melaksanakan perintahnya (kecuali untuk berbuat maksiat kepada Allah SWT), menghormatinya dengan perkataan dan perbuatan yang baik, sopan santun, dan mengayomi mereka ketika tubuh mulai renta.
Kita harus senantiasa berbakti kepada orang tua. Karena, dengan berbakti kepada orang tua, Allah SWT. akan memberikan pahala yang tidak disangka-sangka. Dan anak yang berbakti kepada orang tuanya akan diterima amalannya yang baik dan Allah SWT. akan mengampuni kesalahan-kesalahan mereka.
Apabila kita ikhlas berbakti kepada orang tua, niscaya ridhanya sepanjang masa akan mengawali dan memberi keselamatan bagi kita. Tidak dapat dipungkiri bahwa doa dari orang tua memiliki
48
amat mustajab (dikabulkan Allah SWT) terutama doa seorang ibu sangatlah didengarkan oleh Allah SWT. baik doa tersebut bernilai negatif terhadap anak, berlebih-lebih doa yang memohon kebaikan dan kesuksesan buat anak. Tidak sedikit orang sukses dalam karirnya diawali dari doa dan restu orang tua (Sanusi, 2013:75).
Berikut beberapa keutamaan birrul waalidain sebagai berikut:
a. Birrul Waalidain Merupakan Amal yang Paling Utama daripada Jihad
َّيِبَّنلا ُتْلَأََ :َؿاَق ُوْنَع ُللها َىِضَر ٍدْوُعْسَم ِنْب ِللهاُدْبَع ِنَمْحَّرلا ُدْبَع ىِبَأ ْنَعَو
ىَلَع ُة َلَّصلَا :َؿاَق ؟ىَلاَعَػت ِللها ىَلِإ ُّبَحَأ ِلَمَعْلا ُىَأ َمَّلَََو ِوْيَلَع ُللها ىَلَص
َوْلاُّرِب :َؿاَق ؟ُّيَأ َّمُث ُتْلُػق .اَهِتْقَو
ِلْيِبََ يِف ُداَهِجْلَا :َؿاَق ؟ُّيَأ َّمُث ُتْلُػق .ِنْيَدِل
.ِللها
)ويلع قفتم(
Artinya: Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas‟ud ra berkata: Saya bertanya kepada Nabi Saw, “Amal apa saja yang menyebabkan saya lebih dicintai oleh Allah SWT?” Rasulullah menjawab,”Sholat tepat pada waktunya” Saya bertanya, “Lalu apalagi?” Rosulullah menjawab,”Berbakti kepada kedua orang tua”. Saya bertanya,”Lalu apalagi?” Rosulullah menjawab,”Jihad di jalan Allah.
49
berbakti kepada orang tua menjadi salah satu sarana atau cara supaya kita lebih dekat dan disayang oleh Allah SWT.
b.Ridho Allah bersama Ridho Orang Tua.
ْنَع ,ُةَبْعُش اَنَػثَّدَح , ِثِراَحْلا ُنْبُدِلاَخ اَنَػثَّدَح ,ِّىِلَع ُنْب ُرَمُع ٍضْفَح ْوُػبَأ اَنَػثَّدَح
ِوْيَلَع ُللها ىَلَص َّيِبَّنلا ِنَع ,وٍرْمَع ِنْب ِللها ِدْبَع ْنَع ,ِوْيِبَأ ْنَع ,ٍءاِطَع ِنْب ىَلْعَػي
َضِر :َؿاَق َمَّلَََو
ى
َضِر ىِف ِّبَّرلا
ى
ا
ِطَخََ ىِف ِّبَّرلا ُطَخَََو ,ِدِلاَوْل
)يذمرتلا هاور(.ِدِلاَوْلا
50
c. Diluaskan Rizkinya dan Dipanjangkan Umurnya
ْنَم ُؿوُقَػي َمَّلَََو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا َؿوََُر ُتْعِمََ َؿاَق ٍكِلاَم ِنْب ِسَنَأ ْنَع
pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkanumurnya, maka hendaklah ia menyambung tali
silaturahim‟” (HR.Muslim)(al-Albani, 2012:497).
Dari hadist tersebut dapat diketahhui bahwa menyambung silaturahmi dapat melancarkan rizki dan memperpanjang umur kita. Silaturahmi merupakan salah satu bakti kita kepada orang tua, terutama setelah mereka meninggal dunia. Silaturahmi yang dapat kita jalin antara lain kepada sanak saudara dan para sahabat orang tua kita semasa hidupnya.
d.Menjadi Salah Satu Sebab Seseorang Masuk Surga
ُفْنَأ َمِغَر َّمُث ُفْنَأ َمِغَر َؿاَق َمَّلَََو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِّيِبَّنلا ْنَع َةَرْػيَرُى يِبَأ ْنَع
اَمُىَدَحَأ ِرَبِكْلا َدْنِع ِوْيَوَػبَأ َؾَرْدَأ ْنَم َؿاَق ِوَّللا َؿوََُر اَي ْنَم َليِق ُفْنَأ َمِغَر َّمُث
ْلُخْدَي ْمَلَػف اَمِهْيَلِك ْوَأ
َةَّنَجْلا
)ملسم هاور(.
51
keduanya, tetapi orang tersebut tidak dapat masuk surga” (HR. Muslim)(al-Albani, 2012:494).
Dari hadist tersebut dapat diketahui bahwa seseorang yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satu diantaranya masih hidup dalam keadaan tua atau lanjut usia dan orang tersebut tidak berbakti atau berbuat baik kepadanya seperti merawat mereka, memenuhi segala kebutuhan mereka, dan menyenangkan hati mereka maka orang tersebut tidak dapat masuk surga karena sikapnya terhadap kedua orang tuanya.
e. Menjadi Sebab Diampuni Dosa Besar
Dalam buku Shahih Sunan Tirmidzi karya Muhammad Nashiruddin al-Albani (2006,509), dijelaskan bahwa dengan berbakti kepada kedua orang atau sanak saudaranya akan menjadi salah satu alasan diampuni dosa besar.
Sebagaimana hadist berikut:
”Abu Kuraib menceritakan kepada kami, Abu
Muawiyah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Suqah, dari Abu Bakar bin Hafsh dari Ibnu Umar bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi Saw
kemudian berkata:”Ya Rasulullah, sesungguhnya aku telah
melakukan dosa besar, apakah aku masih bisa bertaubat?
Rasulullah Saw menjawab, ”Apakah kau masih memiliki ibu?” ia menjawab, “Tidak” Rasulullah bersabda, “Apakah
engkau masih mempunyai bibi dari pihak ibu?” ia
52
53 BAB III
KAJIAN SURAT AL-AHQAAF A. Deskripsi Surat al-Ahqaaf
Surat al-Ahqaaf (Arab: ؼاقحلْا, “Bukit-Bukit Pasir), adalah surat ke-46 dalam al-Qur‟an dan tergolong Makkiyah yang terdiri atas 35 ayat. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa ayat 3, 10, 15 dan 35 tergolong Madaniyyah. Dinamakan al-Ahqaaf yang berarti Bukit-bukit Pasir diambil
dari al-Ahqaaf yang terdapat pada ayat 21 surat ini.
Tema utama dalam surat ini tidak jauh berbeda dengan surat sebelumnya yang berbicara tentang aqidah, yaitu tentang keagungan
al-Qur‟an, keburukan syirik, penyembahan berhala, serta ancaman terhadap
pelakunya disertai dengan uraian bukti-bukti tentang keniscayaan kiamat. Dalam ayat surat ini dijelaskan bahwa Nabi Hud as telah menyampaikan risalahnya kepada kaum „Ad di al-Ahqaaf yang sekarang dikenal dengan ar-Rab‟ul Khali sebagaimana peringatan yang telah disampaikan oleh Nabi-Nabi sebelumnya untuk tidak menyembah selain Allah SWT. Tetapi kaumnya telah ingkar meskipun mereka telah diberi peringatan. Hingga akhirnya Allah membuktikan kebenaran ancaman-Nya dan menghancurkan mereka dengan tiupan angin kencang.