• Tidak ada hasil yang ditemukan

KULTUR ANTERA CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DENGAN PERLAKUAN KOMBINASI ZAT PENGATUR TUMBUH AUKSIN DAN KINETIN Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KULTUR ANTERA CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DENGAN PERLAKUAN KOMBINASI ZAT PENGATUR TUMBUH AUKSIN DAN KINETIN Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh zat pe

Pada penelitian i

warna putih kekuningan

Pada penelitian ini dila

perubahan ukuran setela

pengatur tumbuh terhadap ukuran antera

n ini digunakan antera Capsicum frutescens L. y an dengan ujung antera sedikit berwarna ungu (Ga

dilakukan pengamatan antera C. frutescens yan telah ditanam pada media MS double layer ya asa kultur (Gambar 4.1B). Dalam hal ini jumlah

h ukuran dari kecil ke besar) menjadi objek pengamat

ndingan antera C. frutescens sebelum dan setelah

C. frutescens sebelum di kultur, B) Perbandingan sar (a) dan membesar (b) (Bar=1 mm).

(2)

Pada setiap perlakuan kombinasi zat pengatur tumbuh memiliki persentase

antera membesar yang berbeda-beda. Hal ini seperti yang ditunjukkan oleh tabel 4.1

sebagai berikut :

Tabel 4.1. Pengaruh kombinasi zat pengatur tumbuh auksin dan kinetin terhadap persentase anteraC. frutescensmembesar.

(3)

Berdasarkan tabel 4.1 perlakuan yang paling optimum adalah perlakuan

kombinasi zat pengatur tumbuh kinetin 0,5 ppm dengan NAA 1,5 ppm (K0,5N1,5) dan

kinetin 0,5 ppm dengan 2,4-D 0,5 ppm (K0,5D0,5) dengan persentase rata-rata yang

sama yaitu sebesar 80,00%. Sedangkan perlakuan yang mendapatkan hasil persentase

jumlah antera yang membesar paling sedikit adalah kinetin 0 ppm dengan 2,4-D 1,5

ppm (K0D1,5) yaitu 16,67%.

Berdasarkan Uji Brown-forshyte menyatakan bahwa perlakuan kombinasi zat

pengatur tumbuh kinetin dan auksin (IAA, NAA, 2,4-D, dan IBA) berpengaruh nyata

(α < 0,05) terhadap jumlah antera C. frutescens L. yang membesar. Uji Games-Howell menunjukkan bahwa ada beda nyata antar perlakuan.

Selama masa kultur, terjadi perubahan warna pada antera yang dikultur pada

media pertumbuhan. Antera C. frutescens yang awalnya berwarna putih kekuningan dengan bagian ujung berwarna ungu akan mengalami perubahan warna menjadi

kecoklatan (browning).

Pada penelitian ini, juga dilakukan pengamatan mikrospora yang ada di dalam

antera yang dilakukan setelah 10 minggu masa kultur. Hasil pengamatan

menunjukkan bahwa terdapat perubahan struktur mikrospora pada akhir masa kultur

jika dibandingkan dengan kondisi awal (Gambar 4.2 A). Pada kondisi awal

mikrospora berbentuk bulat dengan tepi rata dengan diameter ±20µm, sedangkan

setelah masa kultur mikrospora memiliki beberapa struktur. Pada penelitian ini,

terdapat mikrospora yang berbentuk oval dan struktur bagian tengah seperti membuka

(4)

pecah. Hal ini berbeda

han massa sel secara tidak terkendali sehingga

perkembangan menuju arah kalus. Gambar 4.2 E

embentuk bagian dengan proporsi yang tidak sa

gian besar). Pada penelitian ini, juga ditemuk

i pembelahan menjadi dua bagian yang sama (Gam

ur mikrospora pada C. frutescens. A) Mikrospora kultur, B-F) Berbagai struktur mikrospora setela 10 minggu (Bar= 20 µm).

pengatur tumbuh terhadap persentase antera yan

kukan pengamatan antera yang membesar, dalam pene

n antera C. frutescens yang pecah (Gambar 4.3)

(5)

antera akan menjadi jala

tinggi ditunjukkan oleh

sebesar 13,3%. Sedangk

oleh perlakuan K0I1, K0

sebesar 0%. Hal ini me

yang pecah selama 10 m A

alan keluar bagi mikrospora yang mengalami pert

amatan pecahnya antera dilakukan selama 10 m

eminggu sekali.

ndingan antera C. frutescens yang pecah dan ante A) AnteraC. frutescens yang pecah (bagian yang , B) AnteraC. frutescensyang tidak pecah (Bar=1m Tabel 4.2, perlakuan dengan persentase antera yang

eh kombinasi kinetin 0 ppm dan 2,4-D 1 ppm

gkan persentase antera yang pecah paling sediki

, K0,5I0,5, K0,5I1,5, K0N0,5, K0N1,5, K0D1,5, K0B1, dan

menunjukkan bahwa pada perlakuan tersebut tida

(6)

Tabel 4.2. Pengaruh kombinasi zat pengatur tumbuh auksin dan kinetin terhadap persentase anteraC. frutescensyang pecah.

Perlakuan Persentase Rata-rata

Pada penelitian ini, untuk menentukan waktu pecahnya antera C. frutescens

dilakukan proses rata-rata dari setiap perlakuan. Dengan penambahan kombinasi zat

(7)

kultur pada media tersebut menjadi pecah. Walaupun demikian, tidak semua

perlakuan memiliki waktu pecahnya antera yang sama.

Tabel 4.3. Pengaruh kombinasi zat pengatur tumbuh auksin dan kinetin terhadap waktu pecahnya anteraC. frutescens.

Perlakuan

(8)

Berdasarkan Tabel 4.3, perlakuan kombinasi kinetin 0 ppm dan NAA 1 ppm

(K0N1) antera mulai pecah pada minggu ke-5 dengan persentase antera yang pecah

sebesar 3,33%. Hal ini berbeda dengan pada perlakuan K0,5I0, K0,5N0, dan K0,5D0.

Antera pada ketiga perlakuan tersebut mulai pecah pada minggu ke-6 dengan

persentase antera yang pecah sebesar 6,67%. Pada perlakuan K0,5D0,5, antera mulai

pecah pada minggu ke-9 dengan persentase 3,33% dan meningkat pada minggu ke-10

yaitu sebesar 6,67%.

Berdasarkan Uji Kruskal-Wallis, perlakuan kombinasi zat pengatur tumbuh

kinetin dan auksin (IAA, NAA, 2,4-D, dan IBA) tidak berpengaruh nyata (α > 0,05)

terhadap jumlah antera C. frutescens yang pecah sehingga tidak dapat dilakukan uji lanjutan statistik.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap ukuran antera

Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kombinasi zat pengatur

tumbuh terhadap antera cabai rawit (C. frutescens) menyebabkan perbedaan persentase jumlah antera yang membesar. Perlakuan kombinasi zat pengatur tumbuh

yang paling optimal adalah kombinasi kinetin 0,5 ppm dengan NAA 1,5 ppm

(K0,5N1,5) dan kinetin 0,5 ppm dengan 2,4-D 0,5 ppm (K0,5D0,5). Hal ini ditunjukkan

dengan nilai persentase antera yang membesar paling tinggi yaitu sebesar 80%.

Kombinasi kinetin 0,5 ppm dengan NAA 1,5 ppm dan kinetin 0,5 ppm dengan

(9)

lebih besar dari ukuran pada awal proses penanaman. Kombinasi antara zat pengatur

tumbuh termasuk auksin dan kinetin sangat diperlukan sebagai penambahan

komponen media bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Selain itu, penentuan kadar zat

pengatur tumbuh yang akan ditambahkan pada media pertumbuhan harus tepat. Hal

ini disebabkan jika kadar yang diberikan terlalu tinggi maka pertumbuhan eksplan

akan terhambat, bersifat racun dan bahkan menyebabkan eksplan tersebut mati.

Sedangkan pemberian zat pengatur tumbuh di bawah kadar optimum menjadi tidak

efektif (Hendaryono & Wijayani, 1994).

Antera yang telah dikulturkan pada media MS dengan penambahan auksin dan

kinetin akan mengalami perubahan termasuk ukuran eksplan. Peran dari zat pengatur

tumbuh auksin adalah untuk melonggarkan serat-serat dinding sel. Pada saat dinding

sel lebih fleksibel, sel bebas mengambil tambahan air dan zat hara melalui osmosis.

Sel eksplan (antera C. frutescens) akan mulai membesar dan memberikan dorongan melawan dinding selnya. Beda potensial air dan zat terlarut dalam sel akan mencapai

titik konsentrasi yang sama sehingga kondisi ini akan menyebabkan sel turgid. Sel

turgid dengan penambahan sitokinin akan mempengaruhi pembelahan dan

pemanjangan sel (Desriatin, 2011).

Pada antera yang membesar, dilakukan pengamatan mikrospora yang ada di

dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat berbagai struktur

mikrospora setelah masa kultur 10 minggu. Pada kondisi awal, mikrospora berbentuk

bulat dengan tepi rata dengan diameter ± 20µm (Gambar 4.2 A). Pada gambar 4.2 B,

(10)

penelitian Supena et al. (2004) menyatakan bahwa pada C. annum juga ditemukan struktur mikrospora seperti gambar 4.2 B. Struktur tersebut merupakan tahap

uninukleat akhir yang ditemukan pada antera setelah masa kultur 2 minggu.

Pada gambar 4.2 C, mikrospora terlihat pecah dengan lapisan luar mikrospora

(exine) yang mengalami kerusakan struktur (pecah) sedangkan pada gambar 4.2 D, mikrospora mengalami perkembangan menuju arah kalus. Hal ini ditunjukkan dengan

adanya pembelahan massa sel secara tidak terkendali sehingga mikrospora tersebut

mengalami perkembangan menuju ke arah kalus.

Pada gambar 4.2 E menunjukkan bahwa mikrospora membentuk bagian

dengan proporsi yang tidak sama (terdapat bagian kecil dan bagian besar). Hal ini

sama dengan penelitian Bal et al. (2003) yang menyatakan bahwa pada antera C. annum ditemukan mikrospora dengan bentuk yang sama. Struktur tersebut merupakan perkembangan kalus yang memungkinkan akan berkembang menjadi

embrio. Struktur yang kecil akan menjadi embrio sedangkan struktur yang besar

dapat mengalami perkembangan menjadi kotiledon.

Struktur mikrosporaC. frutescensmengalami pembelahan menjadi dua bagian yang sama (Gambar 4.2 F). Setelah perlakuan dengan penambahan zat pengatur

tumbuh, beberapa mikrospora akan membelah menjadi dua sel dengan ukuran dan

strktur yang sama (Baranyet al., 2005).

Berdasarkan hasil tersebut, mikrospora yang ada di dalam antera telah

mengalami perkembangan walaupun antera tersebut tidak pecah. Hal ini

(11)

tidak mampu mendesak dinding antera sehingga mikrospora di dalamnya tidak dapat

keluar.

4.2.2 Pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap persentase antera yang pecah.

Pecahnya antera diawali proses pemanjangan endotesium secara signifikan

pada bagian dinding antera. Stomium akan mengalami degenerasi (membuka) pada

dinding antera. Sehingga antera dapat mengeluarkan mikrospora melalui stomium

yang mengalami degenerasi (Sanderset al., 2000).

Walaupun demikian, jika dibandingkan dengan Berdasarkan hasil penelitian,

pemberian kombinasi zat pengatur tumbuh auksin dan kinetin tidak berpengaruh

terhadap persentase jumlah antera cabai rawit (Capsicum frutescens L.) yang pecah. perlakuan yang lain, perlakuan kinetin 0 ppm dan 2,4-D 1 ppm (K0D1) mendapat

persentase jumlah antera yang pecah paling tinggi yaitu sebesar 13,3%. Hal ini

berbeda dengan penelitian Supenaet al.(2004) yang menyatakan bahwa penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh zaetin 2,5 µM dan IAA 5 µM ke dalam media

pertumbuhan mampu menginduksi pecahnya antera Capsicum annum serta menghasilkan embrio normal.

Setiap eksplan memiliki respon yang berbeda terhadap zat pengatur tumbuh

yang ditambahkan pada media pertumbuhan. Menurut Dumas de Vaulx et al. (1981) penambahan 0,01 mg/L kinetin dan 0,01 mg/L 2,4-D merupakan kombinasi zat

(12)

paling tinggi adalah perlakuan kombinasi kinetin 0 ppm dan 2,4-D 1 ppm dengan

persentase jumlah antera yang pecah sebesar 13,3%. Walaupun begitu, jumlah

persentase yang dihasilkan sangat kecil.

Hal ini kemungkinan dikarenakan oleh browning. Browning merupakan perubahan warna eksplan yang awalnya berwarna putih kekuningan dengan ujung

sedikit berwarna ungu menjadi berwana coklat. Browning kemungkinan terjadi karena adanya akumulasi komponen fenolik pada eksplan dimana terjadi proses

perubahan adaptif bagian tanaman akibat adanya pengaruh fisik (memar, pengupasan,

pemotongan, atau kondisi yang tidak normal) dan biokimia, bisa juga merupakan

gejala ilmiah dari proses penuaan (Kartiningrum dkk., 2011). Senyawa kuinon akan

menghambat aktifitas enzim yang selanjutnya dapat mematikan tanaman (Agustin,

2005). Berdasarkan hal tersebut, kemungkinan adanya browning pada eksplan mempengaruhi jumlah antera yang pecah. Sehingga pemberian kombinasi zat

pengatur tumbuh auksin dan kinetin tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah

antera cabai rawit (C. frutescens) yang pecah.

Menurut Sheeler & Bianchi (1987), bagian sel tanaman yaitu vakuola sebagai

tempat untuk menyimpan air dan produk-produk sel khususnya metabolit sekunder

termasuk fenol. Pada saat proses pemotongan jaringan, vakuola terpotong dan akan

mengeluarkan fenol yang bereaksi dengan enzim fenol oksidase di dalam sitosol,

sehingga terbentuk kuinon yang menyebabkan warna berubah menjadi coklat.

(13)

dikulturkan. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terbentuknya kuinon. Zat yang

biasa ditambahkan adalah polivinylpyrrolidone. Penambahan zat polivinylpyrrolidone

(PVP) cukup efektif untuk menyerap senyawa toksik (Chunget al., 1987).

Menurut Supena et al. (2004), waktu yang dibutuhkan antera Capsicum annum untuk pecah dan mengeluarkan mikrospora adalah 3 minggu setelah kultur. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian, waktu

tercepat dalam proses pecahnya antera C. frutescens adalah minggu ke-5 yaitu perlakuan kombinasi kinetin 0 ppm dan NAA 1 ppm (K0N1). Meskipun begitu, pada

perlakuan K0N1 persentase jumlah antera yang pecah hanya 3,3%. Jika dibandingkan

dengan perlakuan K0N1, walaupun perlakuan K0D1 waktu yang dibutuhkan antera

untuk lebih lama (minggu ke-7) tetapi K0D1 memiliki persentase jumlah antera yang

pecah lebih tinggi dibandingkan perlakuan K0N1 yaitu sebesar 13,3%. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara waktu awal pecahnya antera dengan

Gambar

Gambar 4.1.PerbandinAntera C. membesarndingan antera C. frutescens sebelum dan setelah C
Tabel 4.1.Pengaruh kombinasi zat pengatur tumbuh auksin dan kinetin terhadappersentase antera C
Gambar 4.2.Struktur msebelum kulselama 10ur mikrospora pada C. frutescens. A) Mikrospora kultur, B-F) Berbagai struktur mikrospora setela 10 minggu (Bar= 20 µm).pora pada kondisielah masa kultur
Gambar 4.3. Perbandingandingan antera
+3

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas Antikoagulan dan Trombolitik Ekstrak Etanol Cabai Rawit Merah ( Capsicum frutescens ) secara In Vitro ; Emy Dwi Frismandani, 082210101021; 2012: 68 halaman;

Aktivitas Antikoagulan dan Trombolitik Ekstrak Etanol Cabai Rawit Merah ( Capsicum frutescens ) secara In Vitro ; Emy Dwi Frismandani, 082210101021; 2012: 68 halaman;

INDAH KHAIRANI SIREGAR: Kajian Distribusi Air pada Tanah Andosol Menggunakan Tanaman Cabai Rawit ( Capsicum frutescens ) dengan Jumlah Pemberian4. Air yang Berbeda,

Aktivitas Antikoagulan dan Trombolitik Ekstrak Etanol Cabai Rawit Merah (Capsicum frutescens) secara In Vitro; Emy Dwi Frismandani, 082210101021; 2012: 68 halaman;

Pemberian esktrak alang-alang terhadap pertumbuhan tanaman cabai rawit ( Capsicum frutescens L.) pada perlakuan P0 menghasilkan nilai rata- rata terbaik 13 cm

Berdasarkan penelitian “Pengendalian Penyakit Layu Fusarium (Fusarium sp) pada Tanaman Cabai rawit (Capsicum frutescens) Menggunakan Ekstrak Daun sirih merah (Piper

Seluruh alat dan bahan yang akan digunakan untuk menanam eksplan pada media kultur dimasukkan ke dalam LAF yang sebelumnya telah disemprot dengan alkohol 70%..

Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun cabai rawit spesies Capsicum frutescens Linn terhadap bakteri Staphylococcus aureus memiliki aktivitas di mana pada