• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SPASIAL UNTUK MENGIDENTIFIKASI DETERMINAN ANGKA KEMATIAN NEONATAL DI PROVINSI JAWA TIMUR Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS SPASIAL UNTUK MENGIDENTIFIKASI DETERMINAN ANGKA KEMATIAN NEONATAL DI PROVINSI JAWA TIMUR Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI

ANALISIS SPASIAL UNTUK MENGIDENTIFIKASI DETERMINAN ANGKA KEMATIAN NEONATAL DI PROVINSI JAWA TIMUR

Oleh:

MUHAMMAD FAWWAZ

UNIVERSITAS AIRLANGGA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM SARJANA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT SURABAYA

(2)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI

ANALISIS SPASIAL UNTUK MENGIDENTIFIKASI DETERMINAN ANGKA KEMATIAN NEONATAL DI PROVINSI JAWA TIMUR

Oleh:

MUHAMMAD FAWWAZ NIM. 101211132016

UNIVERSITAS AIRLANGGA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM SARJANA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT SURABAYA

(3)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENGESAHAN

Dipertahankan di Depan Tim Penguji Skripsi Program Sarjana Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan diterima untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM.) Pada tanggal 18 Juli 2016

Mengesahkan Universitas Airlangga Fakultas Kesehatan Masyarakat

Dekan,

Prof. Dr. Tri Martiana, dr., M.S. NIP 195603031987012001

Tim Penguji:

1. Dr. Atik Choirul Hidayah, dr., M.Kes. 2. Dr. Arief Wibowo, dr., MS.

(4)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM.)

Departemen Biostatistika dan Kependudukan Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Oleh:

MUHAMMAD FAWWAZ NIM 101211132016

Surabaya, 26 Juli 2016

Menyetujui, Pembimbing,

Dr.Arief Wibowo,dr., M.S. NIP 195903101986011001

Mengetahui,

Koordinator Program Studi, Ketua Departemen,

(5)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Muhammad Fawwaz NIM : 101211132016

Program Studi : Kesehatan Masyarakat Fakultas : Kesehatan Masyarakat Jenjang : Sarjana (S1)

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi saya yang berjudul:

ANALISIS SPASIAL UNTUK MENGIDENTIFIKASI DETERMINAN ANGKA KEMATIAN NEONATAL DI PROVINSI JAWA TIMUR.

Apabila suatu saat nanti terbukti melakukan tindakan plagiat, maka saya akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Surabaya, 26 Juli 2016

(6)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan anugerah-Nya sehingga skripsi dengan judul “ANALISIS SPASIAL UNTUK MENGIDENTIFIKASI DETERMINAN ANGKA KEMATIAN NEONATAL DI PROVINSI JAWA TIMUR” dapat terselesaikan sebagai salah satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dapat terselesaikan dengan baik.

Dalam skripsi ini saya ingin meneliti apakah ada hubungan secara spasial antara cakupan kunjungan K4, persentase berat badan lahir rendah, cakupan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, cakupan kunjungan neonatal lengkap, cakupan komplikasi neonatal ditangani, cakupan komplikasi kebidanan ditangani terhadap angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur

Pada kesempatan ini saya ucapkan banyak terimakasih sebanyak-banyaknya kepada bapak Dr.Arief Wibowo,dr., MS. selaku dosen pembimbing yang telah telah memberikan petunjuk, koreksi, serta saran hingga terwujudnya skripsi ini. Selain itu saya juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Tri Martiana dr. MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

2. Corie Indria Prasasti, S.KM., M.Kes selaku Koordinator Program Studi Kesehatan Masyarakat

3. Dr.Windhu Purnomo,dr., MS. selaku Ketua Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

4. Kedua Orang Tua saya Yazid Saleh dan Afifah Muhammad yang selalu mendoakan dan mendukung selama perngerjaan skripsi ini.

5. Pimpinan, dosen, staf, serta karyawan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga terutama dosen peminatan Kesehatan Lingkungan. 6. Shofwanto Adhi Isnanda teman satu kos yang mendukung saya selama

pengerjaan skripsi ini.

7. Muhammad Heykal Ba’awad yang selalu mendukung saya selama pengerjaan skripsi ini.

8. Teman-teman IKMB 2012, dan seluruh teman seangkatan yang selalu ada dan memberikan dukungan secara moral.

9. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan anugerah-Nya serta balasan pahala atas segala yang telah diberikan dan semoga skripsi ini bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun pihak lain yang memanfaatkan.

(7)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ABSTRACT

Child mortality is one focus of worldwide health issues, thus it becomes one of objectives of the Millennium Development Goals (MDGs). Child mortality is also included in the Sustainable Development Goals (SDGs), which is a continuation of the MDGs ended in 2015. At 56 percent of infant deaths occur in the neonatal period and 46 percent of under-five deaths occur in neonatal period. This research aimed to identify the determinants of neonatal mortality rate, so the infant mortality rate will decrease if neonatal mortality rate is lowered.

This research is an observational study using quantitative approach. Source of data was derived from the East Java public health office. The analysis method used spatial analysis Moran’s index and LISA. Independent variable is K4 visit scope, percentage of low birth weight, maternity coverage assisted by healthcare workers, full neonatal visit scope, neonatal complications handled scope, obstetric complications handled scope.

The result showed that Gresik and Probolinggo were spatially significant relationship on K4 visit, full neonatal visit, neonatal complications handled, maternity coverage assisted by healthcare workers with Low-Low and Low-High autocorrelation. In obstetric complication with High-Low and High-High autocorrelation. In percentage of low birth weight with Low-Low and High-High autocorrelation.

The conclusion that can be drawn is that there are spatial relationship between Gresik with neighbours and Probolinggo with neighbours in K4 visit scope, percentage of low birth weight, maternity coverage assisted by healthcare workers, full neonatal visit scope, neonatal complications handled scope, obstetric complications handled scope variables against neonatal mortality rate. Variables that had most dominant relation is K4 visit scope followed by percentage of low birth weight and full neonatal visit scope.

(8)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ABSTRAK

Kematian anak merupakan salah satu fokus permasalahan kesehatan dunia, sehingga kematian anak menjadi salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs). Kematian anak juga termasuk dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan kelanjutan dari MDGs yang berakhir tahun 2015. Pada kematian bayi 56 persen terjadi pada masa neonatal dan 46 persen kematian balita terjadi pada periode neonatal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi determinan angka kematian neonatal, sehingga angka kematian bayi juga akan turun jika angka kematian neonatal diturunkan.

Penelitian ini dilakukan dengan cara observasional dengan menggunkan pendekatan kuantitatif. Sumber data berasal dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Analisis yang digunakan adalah analisis spasial indeks Moran’s dan LISA. Variable bebas penelitian adalah cakupan kunjungan K4, persentase berat badan lahir rendah, cakupan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, cakupan kunjungan neonatal lengkap, cakupan komplikasi neonatal ditangani, cakupan komplikasi kebidanan ditangani.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Gresik dan Kabupaten Probolinggo terdapat hubungan secara spasial yang signifikan pada cakupan K4, persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, komplikasi neonatal ditangani, dan kunjungan neonatal lengkap dengan autokorelasi Low-Low dan Low-High. Pada komplikasi kebidanan dengan autokorelasi High-Low dan High-High. Pada persentase berat badan lahir rendah dengan autokorelasi Low-Low dan High-High.

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah terdapat hubungan secara spasial antara Kabupaten Gresik dengan daerah sekitar Kabupaten Gresik dan Kabupaten Probolinggo dengan daerah sekitar Kabupaten Probolinggo pada variabel cakupan K4, persalinan ditolong tenaga kesehatan, komplikasi neonatal ditangani, komplikasi kebidanan ditangani, kunjungan neonatal lengkap, dan persentase berat badan lahir rendah terhadap angka kematian neonatal. variabel yang memiliki kuat hubungan paling dominan adalah cakupan K4 diikuti oleh variabel persenatase berat badan lahir rendah dan variabel kunjungan neonatal lengkap.

(9)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

2.3. Faktor yang Mempengaruhi Angka Kematian Neonatal ... 19

2.3.1. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ... 19

2.3.2. Antenatal Care (ANC) ... 23

2.3.3. Kunjungan Neonatal ... 23

2.3.4. Komplikasi Neonatal ... 28

2.3.5. Komplikasi Kebidanan ... 29

2.3.6. Persalinan di Tolong oleh Tenaga Kesehatan ... 30

2.4. Kerangka Teori ... 31

4.5. Variabel Penelitian, Sumber Data, Definisi Operasional ... 35

4.6. Teknik Pengumpulan Data ... 36

4.7. Teknik Analisis Data ... 37

BAB V HASIL PENELITIAN ... 39

5.1. Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur ... 39

(10)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

5.3. Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Cakupan K4

Dengan Angka Kematian Neonatal ... 49

5.4. Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan Dengan Angka Kematian Neonatal ... 55

5.5. Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Komplikasi Kebidanan Ditangani Dengan Angka Kematian Neonatal ... 61

5.6. Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Komplikasi Neonatal Ditangani Dengan Angka Kematian Neonatal ... 67

5.7. Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Kunjungan Neonatal Lengkap Dengan Angka Kematian Neonatal ... 73

5.8. Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Berat Badan Lahir Rendah Dengan Angka Kematian Neonatal... 79

5.9. Ringkasan Analisis Spasial Bivariat ... 84

BAB VI PEMBAHASAN ... 89

6.1. Hubungan Variabel Kunjungan K4 dengan Angka Kematian Neonatal ... 89

6.2. Hubungan Variabel Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan dengan Angka Kematian Neonatal ... 91

6.3. Hubungan Variabel Komplikasi Kebidanan Ditangani dengan Angka Kematian Neonatal ... 94

6.4. Hubungan Variabel Komplikasi Neonatal Ditangani Dengan Angka Kematian Neonatal ... 96

6.5. Hubungan Variabel Kunjungan Neonatal Lengkap Dengan Angka Kematian Neonatal ... 98

6.6. Hubungan Variabel Berat Badan Lahir Rendah Dengan Angka Kematian Neonatal ... 101

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

7.1. Kesimpulan ... 103

7.2. Saran ... 105

(11)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

4.1 Variabel Dan Definisi Operasional ... 35 5.1 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Cakupan

K4 dan AKN ... 51 5.2 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Cakupan K4 dengan Angka

Kematian Neonatal... 52 5.3 Cluster Hasil Bivariat Moran’sScatterplot antara Variabel Persalinan

Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan dan AKN ... 56 5.4 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Persalinan Ditolong oleh

Tenaga Kesehatan dengan Angka Kematian Neonatal ... 57 5.5 Cluster Hasil Bivariat Moran’sScatterplot antara Variabel

Komplikasi Kebidanan dan AKN ... 62 5.6 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Komplikasi Kebidanan

Ditangani dengan Angka Kematian Neonatal... 63 5.7 Cluster Hasil Bivariat Moran’sScatterplot antara Variabel

Komplikasi Neonatal Ditangani dan AKN ... 68 5.8 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Komplikasi Neonatal

Ditangani dengan Angka Kematian Neonatal... 69 5.9 Cluster Hasil Bivariat Moran’sScatterplot antara Variabel

Kunjungan Neonatal Lengkap dan AKN ... 74 5.10 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Kunjungan Neonatal

Lengkap dengan Angka Kematian Neonatal ... 75 5.11 Cluster Hasil Bivariat Moran’sScatterplot antara Variabel Berat

Badan Lahir Rendah dan AKN ... 80 5.12 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Berat Badan Lahir Rendah

(12)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

1.1 Trend Pencapaian Angka Kematian Bayi Tahun 2009-2013 ... 2

1.2 Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 ... 3

1.3 Pemetaan Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 ... 4

5.1 Peta Administrasi Provinsi Jawa Timur ... 39

5.2 Peta Kabupten/Kota Provinsi Jawa Timur ... 41

5.3 Sebaran Angka Kematian Neonatal di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014... 42

5.4 Sebaran Cakupan Kunjungan K4 di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014... 43

5.5 Sebaran Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2014 ... 44

5.6 Sebaran Cakupan Komplikasi Kebidanan Ditangani di Provinsi Jawa Timur tahun 2014 ... 45

5.7 Sebaran Cakupan Komplikasi Neonatal Ditangani di Provinsi Jawa Timur tahun 2014 ... 46

5.8 Sebaran Cakupan Kunjungan Neonatal Lengkap di Provinsi Jawa Timur tahun 2014 ... 47

5.9 Sebaran Berat Badan Lahir Rendah di Provinsi Jawa Timur tahun 2014... 48

5.10 Bivariat Moran’sScatterplot Cakupan K4 dan AKN ... 50

5.11 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Cakupan K4 dan AKN ... 53

5.12 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Cakupan K4 dan AKN ... 54

5.13 Bivariat Moran’sScatterplot Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan dengan Angka Kematian Neonatal ... 55

5.14 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Persalinan Ditolong oleh Tenaga Kesehatan dan AKN... 59

5.15 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Persalinan Ditolong oleh Tenaga Kesehatan dan AKN ... 60

5.16 Bivariat Moran’s Scatterplot Komplikasi Kebidanan Ditangani dan AKN ... 61

(13)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Nomor Judul Gambar Halaman

5.18 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Komplikasi

Kebidanan Ditangani dan AKN ... 66 5.19 Bivariat Moran’sScatterplot Komplikasi Neonatal Ditangani dan

AKN ... 67 5.20 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Komplikasi

Neonatal Ditangani dan AKN ... 71 5.21 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Komplikasi

Neonatal Ditangani dan AKN ... 72 5.22 Bivariat Moran’s Scatterplot Kunjungan Neonatal Lengkap dan

AKN ... 73 5.23 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Kunjungan

Neonatal Lengkap dan AKN ... 77 5.24 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Kunjungan

Neonatal Lengkap dan AKN ... 78 5.25 Bivariat Moran’sScatterplot Berat Badan Lahir Rendah dan AKN . 79 5.26 Peta Signifikansi Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Berat Badan

Lahir Rendah dan AKN ... 83 5.27 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Berat Badan Lahir

(14)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran Halaman

1. Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Airlangga ... 110 2. Rekomendasi Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Provinsi Jawa Timur ... 111 3. Surat Balasan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur terkait ijin

(15)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH

Daftar Arti Lambang < = kurang dari > = lebih dari

≥ = lebih dari sama dengan ≤ = kurang dari sama dengan

% = persen

x = kali

p = signifikansi

α = alpha

º = derajat

I = Indeks Moran

Daftar Singkatan

MDGs = Millenium Development Goals

BAPPENAS = Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

RAKORKOP = Rapat Koordinasi Pelaksanaan Operasional Program SDGs = Sustainable Development Goals

Kemenkes RI = Kementrian Kesehatan Republik Indonesia BPS = Badan Pusat Statistik

AKB = Angka Kematian Bayi

ProfilKes Jatim = Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur BBLR = Berat Badan Lahir Rendah

SDKI = Survei Demografi Kesehatan Indonesia LISA = Local Indicator of Spatial Autocorrelation SIG = Sistem Informasi Geografis

ANC = Antenatal Care

ASI = Air Susu Ibu

KIA = Kesehatan Ibu dan Anak

Depkes RI = Departemen Kesehatan Republik Indonesia AKN = Angka Kematian Neonatal

(16)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kematian anak merupakan salah satu fokus permasalahan kesehatan dunia, sehingga kematian anak menjadi salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan MDGs yang keempat yaitu menurunkan angka kematian anak dibawah usia lima tahun menjadi dua per tiga dari tahun 1990 sampai tahun 2015. Dalam mencapai target, angka kematian anak tergolong lambat walaupun mengalami penurunan (BAPPENAS, 2008).

(17)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2

Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2013

Gambar 1.1 Trend Pencapaian Angka Kematian Bayi Tahun 2009-2013

(18)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3

Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2013

Gambar 1.2 Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2013

(19)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4

Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2013

Gambar 1.3 Pemetaan Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2013

Berdasarkan gambar 1.3 di atas dapat di gambarkan bahwa angka kematian bayi yang tinggi tersebar merata di bagian barat Provinsi Jawa Timur dan bagian timur laut Provinsi Jawa timur. Selain itu, berdasarkan gambar di atas dapat dikatakan kabupaten/kota yang memiliki angka kematian bayi yang tinggi juga dikelilingi oleh kabupaten/kota yang memiliki angka kematian bayi yang tinggi pula.

(20)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

5 yang terjadi antara usia satu bulan sampai satu tahun, umumnya disebabkan oleh faktor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan (ProfilKes Jatim, 2011).

Status kesehatan anak Indonesia semakin membaik. Hal ini ditunjukkan oleh semakin rendahnya angka kematian neonatal, bayi, dan balita. Angka kematian balita menurun dari 97 per seribu kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 44 per seribu kelahiran hidup pada tahun 2007. Angka kematian bayi menurun dari 68 per seribu kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 34 per seribu kelahiran hidup pada tahun 2007. Angka kematian neonatal menurun dari 32 per seribu kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 19 per seribu kelahiran hidup pada tahun 2007 (BAPPENAS, 2012).

(21)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

6 Upaya perbaikan tingkat kesehatan anak dipengaruhi oleh peningkatan cakupan pelayanan yang diterima sejak anak berada dalam kandungan melalui pelayanan pemeriksaan kehamilan yang berkualitas, persalinan oleh tenaga kesehatan utamanya di fasilitas kesehatan, pelayanan neonatal (melalui kunjugan neonatal), cakupan imunisasi utamanya cakupan imunisasi campak, penanganan neonatal, bayi dan balita sakit sesuai standar baik di fasilitas kesehatan dasar dan fasilitas kesehatan rujukan dan peningkatan pengetahuan keluarga dan masyarakat akan perawatan pada masa kehamilan, pada masa neonatal, bayi dan balita (BAPPENAS, 2012).

Tingginya kematian anak pada usia hingga satu tahun menunjukkan bahwa masih rendahnya status kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Di samping itu masih rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya pada masa persalinan dan sesudahnya. Hal lain adalah perilaku hidup bersih dan sehat ibu hamil dan keluarga masih rendah. SDKI menyatakan bahwa kesenjangan ekonomi antara perkotaan dan perdesaan dan kesenjangan ekonomi antar provinsi dan kabupaten/kota juga menjadi salah satu penyebab AKB (BAPPENAS, 2012).

(22)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

7 (variabel terikat) didasarkan pada pengaruh keruangannya. Hasil dari teknik analisis spasial diharapkan dapat membentuk kelompok spasial tentang posisi geografis dari variabel independen yang berhubungan dengan angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur tahun 2014.

Analisis spasial belum pernah diterapkan oleh dinas kesehatan Provinsi Jawa Timur. Pada seksi Informasi, Penelitian dan Pengembangan (InfoLitBang) tidak menerapkan analisis spasial dikarenakan hanya fokus pada pembuatan profil kesehatan Provinsi Jawa Timur, sedangkan pembuatan profil kesehatan Provinsi Jawa Timur tidak memerlukan analisis spasial. Pada program pelayanan kesehatan keluarga tidak menerapkan analisis spasial dikarenakan hanya mencari trend suatu pelayanan dan analisis statistik yang digunakan hanya komparasi saja. Seksi InfoLitBang dan program pelayanan kesehatan keluarga lebih fokus pada pengumpulan data dan kualitas data.

Hukum pertama tentang geografi yang menjadi salah satu dasar pengembangan analisis spasial dikemukakan oleh Tobler yang menyatakan “everything is related to everything else, but near things are more related than distant things”. Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat akan lebih berpengaruh daripada sesuatu yang lebih jauh. Pada umumnya efek atau pengaruh spasial ini adalah memang hal yang cukup lazim terjadi pada setiap data cross section (Schabenberger, 2005).

(23)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

8 Pola spasial dapat ditunjukkan dengan autokorelasi spasial. Autokorelasi spasial adalah penilaian korelasi antar pengamatan pada suatu variabel. Jika pengamatan X1, X2, ..., Xn menunjukkan saling ketergantungan terhadap ruang, maka data

tersebut dikatakan terautokorelasi secara spasial. Sehingga autokorelasi spasial digunakan untuk menganalisis polas spasial dari penyebaran titik-titik dengan membedakan lokasi dan atributnya atau variabel tertentu. Beberapa pengujian autokorelasi spasial adalah Moran’s I, Rasio Geary’s dan Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA). Pada penelitian ini hanya menggunakan Moran’s I dan Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA) (Lee dan Wong, 2001).

1.2 Identifikasi Masalah

(24)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

9 Angka kematian neonatal dipilih karena angka kematian neonatal mempengaruhi angka kematian bayi, sedangkan angka kematian bayi merupakan indikator utama derajat kesehatan masyarakat di suatu daerah. Meskipun angka kematian bayi setiap tahunnya menurun namun penurunan kematian bayi cenderung stagnan. Sehingga diperlukan mencari faktor determinan yang berhubungan dengan angka kematian neonatal menurut kabupaten/kota agar penurunan angka kematian bayi dapat diturunkan lagi.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut: “Faktor determinan manakah yang signifikan mempunyai hubungan dengan angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur secara spasial?”

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Menganalisis determinan angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur dengan pendekatan analisis spasial.

1.4.2 Tujuan Khusus

(25)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

10 2. Mengidentifikasi hubungan spasial secara menyuluruh dan lokal antara variabel persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terhadap angka kematian neonatal menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. 3. Mengidentifikasi hubungan spasial secara menyuluruh dan lokal antara

variabel kunjungan neonatal lengkap terhadap angka kematian neonatal menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

4. Mengidentifikasi hubungan spasial secara menyuluruh dan lokal antara variabel komplikasi neonatal ditangani terhadap angka kematian neonatal menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

5. Mengidentifikasi hubungan spasial secara menyuluruh dan lokal antara variabel komplikasi kebidanan ditangani terhadap angka kematian neonatal menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

6. Mengidentifikasi hubungan spasial secara menyuluruh dan lokal antara variabel berat badan lahir rendah (BBLR) terhadap angka kematian neonatal menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

7. Menganalisa determinan yang secara spasial mempunyai kuat hubungan yang paling dominan mempengaruhi angka kematian neonatal menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti

(26)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

11 1.5.2 Manfaat Bagi Instansi

a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi segenap penentu kebijakan dan instansi terkait untuk mempriotaskan program kesehatan dalam upaya menurunkan angka kematian neonatal.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran tentang faktor determinan yang berhubungan dengan angka kematian neonatal menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menyusun perencanaan terutama pada sektor kesehatan dalam rangka meningkatkan bobot kualitas manusia di daerah masing-masing, serta untuk mencapai derajat kesehatan yang ditargetkan dalam “SDGs 2030”.

1.5.3 Manfaat Bagi Fakultas

(27)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Spasial

Spasial berasal dari kata space yang artinya ruang. Spasial lebih fokus kepada ekosistem sehingga dapat memperhatikan tempat, ketinggian, dan waktu. Analisis spasial dapat digunakan dalam berbagai bidang keilmuan antara lain ekonomi, budaya, dan kesehatan. Dalam bidang kesehatan analisis spasial merupakan bagian dari manajemen penyakit untuk menganalisis dan menguraikan tentang data penyakit secara geografi yang berkaitan dengan kependudukan, persebaran penyakit, lingkungan, perilaku, dan sosial ekonomi (Ahmadi, 2008).

Menurut Undang-undang No. 4 tahun 2011 dalam Maya (2014) spasial merupakan aspek keruangan suatu kejadian yang mencakup lokasi, letak, dan posisinya. Informasi dari data keruangan yang menunjukkan lokasi, letak dan posisi suatu kejadian di bumi disebut sebagai informasi geospasial. Autokorelasi spasial dapat terjadi apabila terdapat pola yang sistematik dalam sebaran suatu kejadian. Hal tersebut terjadi karena adanya variasi geografi dari suatu wilayah juga mempengaruhi perbedaan kebijakan, gaya hidup, adat istiadat, suatu daerah termasuk kesehatan individu.

2.1.1 Autokorelasi Spasial

(28)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

13

dalam suatu ruang (jarak, waktu dan wilayah). Jika terdapat poala sistematik di dalam penyebaran sebuah variabel, maka terdapat autokorelasi spasial. Autokorelasi spasial menunjukkan bahwa nilai atribut pada daerah tertentu terkait dengan nilai atribut pada daerah lain yang letaknya berdekatan atau bertetangga (Luknanto, 2003).

Gambar 2.1 Contoh Pola Autokorelasi

Berdasarkan Lembo (2006) dalam Syafitiri et al.(2008) menyebutkan jika ada pola yang sistematik dalam sebaran spasial suatu atribut, maka dapat dikatakan bahwa ada autokorelasi spasial dalam atribut tersebut. Berdasarkan Gambar 2.1 menunjukkan autokorelasi spasial dikatakan bernilai positif, apabila daerah didekatnya atau tetangga memiliki kesamaan. Bernilai negatif, apabila menggambarkan pola dimana daerah tetangga tidak seperti atau berbeda pada pengelompokan wilayah. Jika pola yang berbentuk adalah acak (random) maka tidak menunjukkan autokorelasi spasial (Luknanto, 2003).

2.1.2 Matriks Pembobot Spasial

(29)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

14

ini umumnya diisi dengan nilai nol. Karena matriks pembobot menunjukkan hubungan antara keseluruhan lokasi, maka dimensi dari matriks ini adalah NxN, dimana N adalah banyaknya lokasi atau banyaknya unit lintas objek.

Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk menampilkan hubungan spasial antar lokasi, diantaranya adalah konsep persinggungan (contiguity). Jenis persinggungan ada 3 yaitu, Rook Contiguity, Bishop Contiguity dan Queen Contiguity. Matriks contiguity menunjukkan hubungan spasial suatu lokasi dengan lokasi lainnya yang bertetangga. Pemberian nilai 1 diberikan jika lokasi-i bertetangga langsung dengan lokasi-j, sedangkan nilai 0 diberikan jika lokasi-i tidak bertetangga dengan lokasi-j (Dubin 2009, dalam Purwaningsih 2014).

(30)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

15

Gambar 2.2 Ilustrasi Contiguity

Matrik pembobot yang dapat terbentuk darai Gambar 2.2 diatas adalah sebagai berikut

2.1.3 Moran’s I

(31)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

16

X bar pada persamaan diatas merupakan rata-rata dari variabel x, wij merupakan

elemen dari matrik pembobot dan S0 adalah jumlah dari elemen matrik pembobot

dimana S0 = ∑i∑j wij. Nilai dari indeks I ini berkisar antara -1 dan 1. Idetifikasi

pola menggunakan kriteria nilai indeks I, jika I > I0, maka mempunyai pola

mengelompok (cluster), jika I = I0, mkaa berpola menyebar tidak merata (tidak

ada autokorelasi), dan I < I0, memiliki pola menyebar. I0 merupakan nilai

ekspektasi dari I yang dirumuskan E(I)= I0= -1/(n-1) (Lee dan Wong 2001).

2.1.4 Moran’sScatterplot

(32)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

17

Gambar 2.3 Moran Scatterplot

Berdasarkan ilustrasi gambar 2.3 diatas Kuadran I (terletak di kanan atas) disebut High-High (HH), menunjukkan daerah yang empunyai nilai pengamatan tinggi. Kuadran II (terletak di kiri atas) disebut Low-High (LH), menunjukkan daerah dengan pengamatan rendah tapi dikelilingi daerah dengan nilai pengamatan tinggi. Kuadran III (terletak di kiri bawah) disebut Low-Low (LL), menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan rendah dan dikelilingi daerah yang juga mempunyai nilai pengamatan rendah. Kuadran IV (terletak di kanan bawah) disebut High-Low (HL), menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan tinggi yang dikelilingi oleh daerah dengan nilai pengamatan rendah (Kartika, 2007).

(33)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

18

2.1.5 Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA)

Pengidentiikasian koefisisen autocorrelatiion secara lokal dalam artian menemukan korelasi spasial pada setiap daerah, dapat digunakan Moran’s I. Berbeda dengan Moran’s I yang dijelaskan sebelumnya yang merupakan indikasi dari global autocorrelation, Moran’s I pada LISA meng-indikasikan local autocorrelation. LISA disini mengidentifikasi bagaimana hubungan antara suatu lokasi pengamatan terhadap lokasi pengamatan yang lainnya. Menurut Lee dan Wong (2011), semakin tinggi nilai local maka akan memberikan informasi bahwa wilayah yang berdekatan memiliki nilai yang hampir sama atau membentuk suatu penyebaran yang mengelompok.

2.2 Neonatal

2.2.1 Pengertian Neonatal

Menurut Arkhanda 1986, periode neonatal dimulai sejak bayi dilahirkan hingga berusia 28 hari yang merupakan periode berbahaya karena umumya 70% dari kematian bayi terjadi pada periode neonatal. Bayi harus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan dalam periode ini yaitu dari keadaan saat di dalam kandungan ke keadaan di luar kandungan.

(34)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

19

Muslihatun (2010) menyatakan masa neonatal merupakan masa sejak lahir hingga 28 hari atau 4 minggu setelah kelahiran. Neonatal yaitu bayi yang baru lahir sampai usia 1 bulan setelah lahir. Terdapat dua masa neonatal yaitu nenatal dini dan neonatal lanjut. Neonatal dini merupakan bayi yang berusia 0 hingga 7 hari. Neonatal lanjut merupakan bayi yang berusia 7 hingga 28 hari. Masa terjadinya kehiddupan di luar uterus disebu masa neonatal. Pada masa neonatal terjadi adaptasi semua sistem organ tubuh dan perubahan fungsi organ serta sistem kekebalan tubuh yang belum sempurna.

2.2.2 Definisi Angka Kematian Neonatal

Angka Kematian Neonatal (Neonatala Mortality Rate) adalah angka kematian bayi umur 0-28 hari pada suatu tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Angka kematian neonatal digunakan untuk menilai besarnya kematian bayi dalam 28 hari setelah dilahirkan dan juga untuk menilai baik buruknya pertolongan persalinan dan terutama perawatan bayi baru lahir (Sukarni,1999).

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Angka Kematian Neonatal

2.3.1 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

2.3.1.1 Pengertian

(35)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

20

1. Bayi kurang bulan yaitu usia kehamilan bayi kurang dari 37 minggu atau 259 hari

2. Bayi cukup bulan yaitu usia kehamilan bayi dari 37 hingga 42 minggu atau 259 sampai 293 hari

3. Bayi lebih bulan yaitu usia kehamilan bayi dari 42 minggu (294 hari) atau lebih.

Sudarti 2013 mengkategorikan BBLR menjadi 2 dua kategori.

1. Bayi kurang bulan yaitu bayi dengan umur kehamilan 37 minggu

2. Bayi kecil masa kehamilan (KMK) yaitu bayi yang saat dilahitkan kurang dari percentil ke-10 dari kurva pertumbuhan janin.

Sudarti 2013, Membedakan BBLR menjadi tiga macam berdasarkan penangan dan harapan hidup.

1. BBLR yaitu bayi dengan berat lahir 1500-2499 gram

2. BBLSR yaitu bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram 3. BBLER yaitu bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram 2.3.1.2Etiologi

Menurut Sudarti 2013, faktor yang mempengaruhi BBLR terdiri dari. 1. Faktor Ibu

1) Usia ibu<20 tahun atau >35 tahun 2) Paritas

(36)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

21

5) Riwayat Kehamilan tidak baik 6) Lahir abnormal

7) Jarak kelahiran terlalu dekat 8) BBLR pada anak sebelumnya 9) Preeklamsia

2. Faktor Plasenta 1) Tumor

2) Kehamilan ganda 3. Faktor Janin

1) Infeksi bawaan 2) Kelainan kromosom

Menurut Muslihatun 2010, faktor penyebab kejadian BBLR dibedakan menjadi tiga.

1. Faktor Ibu

1) Penyakit ibu: toksaemia, greavidarum, pendarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, nefritis akut dan diabetes militus. 2) Usia Ibu: usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,

multigravida dengan jarak persalinan terlalu dekat.

3) Keadaan sosial: ekonomi rendah dan perkawinan tidak sah.

4) Kebiasaan ibu: ibu perokok, peminum alkohol dan pecandu narkoba

(37)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

22

2.3.1.3Tanda dan Gejala

Sudarti 2013, menyatakan tanda dan gejala bayi BBLR antara lain

1. Berat badan bayi kurang dari 2500 gram.

2. Panjang bayi kurang dari 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, dan lingkar dada kurang dari 30 cm.

3. Kepala batu terlihat lebih besar dibandingkan dengan badannya, rambut kepala tipis dan halus, elastisitas daun telinga.

4. Dinding thorax pada dada bayi elastis dan puting susu belum terbentuk. 5. Abdomen bayi terjadi distensi abdomen, kulit perut tipis dan terlihat

pembuluh darah.

6. Kulit bayi terlihat transparan dan tipis.

7. Banyaknya lanugo dan masih sedikitnya jaringan lemak subkutan.

8. LK skrotum kecil, terstis tidak teraba, PR labia mayora hampir tidak ada dan klitoris menonjol.

9. Kadang terjadi oedema pada ekstremitas dan garis telapak kaki sedikit. 10.Pergerakan masih lemah untuk fungsi motorik.

2.3.1.4Penatalaksanaan

Penatalaksanaan setelah bayi lahir secara umum yaitu dengan membersihkan jalan napas, mengusahakan napas pertama dan seterusnya, perawatan tali pusat dan perawatan mata. Secara khusus penatalaksanaan BBLR aitu suhu tubuh bati dijaga pada suhu aksila 36,5 sampai 37,5oC, memberi O2

(38)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

23

sirkulasi dengan tepat, mengawasi keseimbangan cairan dan nutrisi, pencegahan infeksi, dan mencegah perdarahan yaitu dengan vitamin K mg/pemberian (Sudarti, 2013).

2.3.2 Antenatal Care(ANC)

Antenatal care didefinisikan sebagai pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan kehamilan yang diberikan oleh tenaga edis professional (dokter umum, dokter ahli kebidanan dan kandungan, perawat, bidan, atau bidan di desa) (SDKI, 2007). Pemeriksaan kehamilan dibedakan menurut jenis tenaga kesehatan, jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan, umur kehamilan pada kunjungan pertama, jenis pelayanan kesehatan, dan informasi yang diberikan ketika pemeriksaan kehamilan, dan imunisasi tetanus toxoid.

Program kesehatan ibu di indonesia menganjurkan agar ibu hamil melakukan paling sedikit empat kali kunjungan untuk pemeriksaan selama kehamilan. Menurut jadwal adalah sebagai berikut: paling sedikit sekali kunjungan dalam trimester pertama, paling sedikit sekali kunjungan dalam trimester kedua, dan paling sedikit dua kali kunjungan dalam trimester ketiga (Depkes RI, 2001).

2.3.3 Kunjungan Neonatal

2.3.3.1 Definisi Kunjungan Neonatal

(39)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

24

lahir sedikitnya 3 kali melalui fasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2008).

Kunjungan neonatal adalah upaya mengurangi risiko neonatal yang rentan gangguan kesehatan melalui pelayanan kesehatan neonatal minimal 3 kali yaitu 2 kali saat bayi usia 0 sampai 7 hari dan 1 kali saat bayi usia 8 sampai 28 hari yang disebut kunjungan neonatal lengkap (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2010).

2.3.3.2Tujuan Kunjungan Neonatal

Menurut Dinas Kesehatan Jawa Timur 2008, kunjungan neonatal penting dilakukan sebab risiko terbesar kematian neonatal terjadi saat 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama kehidupan. Tujuan dari kunjungan neonatal yaitu:

a. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan dasar pada neonatal

b. Mengetahui sedini mungkin jika neonatal ditemukan masalah atau kelainan.

2.3.3.3Pelaksanaan Kunjungan Neonatal

Pelaksanaan kunjungan neonatal menurut Dinas Kesehatan Jawa Timur 2008, meliputi:

1. Kunjungan neonatal ke-1 (KN1) dilaksanakan saat 6-48 jam setelah lahir.

(40)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

25

3. Kunjungan neonatal ke-3 (KN3) dilaksanakan saat hari ke-8 sampai hari ke-28 setelah lahir.

Adapun pelayanan yang diberikan yaitu peayanan kesehatan dasar secara komprehensif untuk memastikan bayi dalam keadaan sehat meliputi:

1. Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir dengan perawatan tali pusat, melaksanakan ASI eksklusif, memastikan bayi telah diberi injeksi vitamin K1, memastikan bayi telah diberi Salep Mata Antibiotik, dan pemberian imunisasi Hepatitis B0.

2. Pemeriksaan dengan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) yaitu:

a. Pemeriksaan tanda bahaya meliputi: 1) Kemungkinan infeksi bakteri 2) Ikterus

3) Diare

4) Berat badan rendah 5) Masalah pemberian ASI

b. Pemberian Imunisasi Hepatitis B0 yang diberikan jika bayi belum menerima saat perawatan bayi baru lahir.

c. Konseling kepada ibu dan keluarga yaitu untuk: 1) Memberikan ASI eksklusif

2) Pencegahan hipotermi

(41)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

26

d. Jika diperlukan dilakukan penanganan dan rujukan kasus

Pelayanan kesehatan neonatal diberikan oleh tenaga kesehatan yaitu:

1. Dokter spesialis anak 2. Dokter

3. Bidan 4. Perawat

2.3.3.4Perhitungan Cakupan Kunjungan Neonatal

Cakupan kunjungan neonatal merupakan perbandingan antara jumlah neonatal yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standar kunjungan neonatal dengan penduduk sasaran bayi di suatu wilayah kerja pada waktu tertentu. Cakupan kunjungan neonatal digunakan untuk mengukur jangkauan program KIA dalam pelayanan neonatal dan mengukur kualitas pelayanan neonatal.

Rumus cakupan kunjungan neonatal sebagai berikut.

(42)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

27

neonatal berpedoman pada buku petunjuk pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan ibu dan balita Provinsi Jawa Timur (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2010).

Menurut Depkes RI 2008, cakuan kunjungan neonatal pertama (KN 1) merupakan neonatal yang memperoleh standar pada 6 sampai 48 jam setelah lahir pada suatu wilayah kerja pada waktu tertentu. Cakupan KN 1 digunakan untuk mengetahui akses atau jangkauan pelayanan kesehatan neonatal.

Rumus yang digunakan yaitu

(43)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

28

Rumus yang digunakan yaitu

2.3.4 Komplikasi Neonatal

Penanganan komplikasi neonatus adalah pelayanan kepada neonatus dengan komplikasi neonatal untuk mendapat penanganan definitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Diperkirakan sekitar 15-20 % neonatus akan mengalami komplikasi neonatal. Komplikasi pada bayi yang baru lahir tidak selalu dapat diduga sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi neonatal dapat segera dideteksi dan ditangani. Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi neonatal maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari polindes/poskesdes, puskesmas mampu PONED sampai rumah sakit PONEK 24 jam. Pelayanan medis neonatus yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu PONED meliputi :

1. Pencegahan dan penanganan asfiksia. 2. Pencegahan dan penanganan hipotermia. 3. Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).

(44)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

29

5. Pencegahan dan penanganan gangguan minum.

6. Stabilisasi komplikasi neonatus untuk dirujuk dan transportasi rujukan. 2.3.5 Komplikasi Kebidanan

Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi kebidanan untuk mendapat penanganan definitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan ditangani. Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari polindes/poskesdes, puskesmas mampu PONED sampai rumah sakit PONEK 24 jam. Pelayanan medis obstetri yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu PONED meliputi:

1. Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.

2. Pencegahan dan penanganan hipertensi dalam kehamilan (pre-eklamsia dan eklamsia).

3. Pencegahan dan penanganan infeksi. 4. Penanganan partus lama/macet. 5. Penanganan abortus.

(45)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

30

2.3.6 Persalinan ditolong oleh Tenaga Kesehatan

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Pada prinsipnya, penong persalinan harus memperhatikan hal-ha sebagai berikut:

a. Pencegahan infeksi.

b. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.

c. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.

d. Melaksanakan Inisiasi Menyusui Dini.

e. Memberikan Injeksi Vitamin K1 dan salep mata pada bayi baru lahir.

(46)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.4 Kerangka Teori

Berdasarkan faktor-faktor resiko yang telah dikemukakan diatas maka dapat di susun suatu kerangka teori sebagai berikut:

Sumber: Ronsmans (1996)

(47)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL 3.1 Kerangka Konseptual

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Diteliti

Tidak Diteliti Faktor Ibu

1. Tingkat Pendidikan 2. Usia

3. Jumlah Paritas 4. Pengetahuan

Faktor Pelayanan Kesehatan

1. Cakupan Kunjungan K4

2. Cakupan Persalinan ditolong Tenaga Kesehatan

3. Cakupan Kunjungan Neonatal lengkap 4. Cakupan Komplikasi Neonatal ditangani 5. Cakupan Komplikasi kebidanan ditangani

Angka Kematian Neonatal

Analisis Spasial Faktor Bayi

(48)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

33 Berdasarkan latar belakang dan tinjuan pustaka pada bab sebelumnya maka dibuat kerangka konsep seperti gambar diatas. Angka Kematian Neonatal di pengaruhi oleh beberapa faktor. Kemudian beberapa faktor tersebut di kelompokkan menjadi 3 faktor yaitu faktor ibu , faktor bayi, dan faktor pelayanan kesehatan.

Didalam faktor Ibu terdapat faktor tingkat pendidikan Ibu, faktor usia Ibu saat melahirkan, jumlah paritas. Dalam faktor bayi terdapat faktor kesehatan bayi dan faktor berat badan bayi saat lahir. Dalam faktor pelayanan kesehatan terdapat faktor cakupan kunjungan K4, faktor cakupan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, faktor cakupan kunjungan Neonatal lengkap, dan faktor cakupan komplikasi neonatal ditangani. Faktor-faktor di teliti oleh peneliti adalah berat badan lahir bayi pada faktor bayi dan faktor pelayanan kesehatan sedangkan faktor yang lain tidak diteliti oleh peneliti.

(49)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian observational karena penelitian ini dilakukan dengan pengamatan pada data sekunder yang sudah tersedia pada suatu instansi. Selain itu semua data yang meliputi variabel penelitiannya dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Penelitian ini bersifat analitik, karena penelitian ini juga mencoba menggali hubungan antara variable dependent dengan variable independent.

4.2 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, yaitu Profil Kesehatan Jawa Timur pada tahun 2014 dan juga Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2014.

(50)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

35

4.3 Unit Observasi

Pada penelitian ini unit observasi yang digunakan adalah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur di mana pada tahun 2014, Provinsi Jawa Timur terdiri dari 38 kabupaten/kota.

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Waktu penelitian pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2016 untuk pengumpulan data dan analisis data.

4.5 Variabel Penelitian, Sumber Data dan Definisi Operasional

Tabel 4.1 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Sumber Data Skala Data Variabel Dependent

Angka Kematian

Neonatal

Jumlah kematian pada bayi berusia 0-28 hari dikali 1000 per kelahiran hidup tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur

Data Sekunder

BBLR Persentase jumlah BBLR dikali 100 per jumlah bayi baru lahir ditimbang tiap kabupaten/kota di

(51)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

36

Tabel 4.1 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Sumber Data Skala Data Cakupan dikali 100 per jumlah ibu bersalin seluruhnya tiap 100 dibagi jumlah bayi seluruhnya tiap 100 per jumlah jumlah perkiraan neonatal 100 per jumlah jumlah perkiraan kebidanan

4.6 Teknik Pengumpulan Data

(52)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

37

4.7 Teknik Analisis Data

Tahapan dalam melakukan anlisis dengan menggunakan pendekatan regresi spasial adalah sebagai berikut:

Langkah 1: Mencari data sekunder yang sesuai dengan standar penggunaan data spasial yaitu data dengan latar belakan penggunaan metode teknik sampling yang sama dalam agregat atau level kabupaten/kota. Sumber data diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Seluruh data uang dianalisis berasal dari sumber data yang menggunakan metode teknik sampling Block Design.

Langkah 2: Melakukan input data sekunder pada program SPSS (Statistical Package For Social Science) untuk kemudian disimpan dalam tipe file (.sav) dan (.dbf). kedua file tersebut kemudian disimpan dalam 1 folder dengan penambahan file tipe (.shp) yang mencantumkan peta Provinsi Jawa Timur, (.gal) sebagai pembobot spasial, dan file tipe (.shx). Seluruh nama file dalam folder harus dibuat sama.

(53)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

38

Langkah 4: Mendeskripsikan output persebaran variabel independen yang sudah tersaji dalam bentuk peta kuantil tematik.

Langkah 5: Menganalisis pola hubungan variabel yang mempengaruhi kasus Angka Kematian Neonatal (variabel independen) dengan jumlah kasus Angka Kematian Neonatal (variabel dependen) menggunakan uji Moran’s I dan uji LISA.

Langkah 6: Mendeskripsikan output dari uji Moran’s I (Hubungan secara keseluruhan) dan uji LISA (Hubungan secara lokal).

Langkah 7: Menentukan variabel independen mana yang signifikan mempunyai hubungan dengan besaran Angka Kematian Neonatal.

a. Analisis statistik deskriptif

Analisis secara deskriptif dilakukan dengan mendeskripsikan hasil sebaran variabel independen yang berhubungan dengan Angka Kematian Neonatal pada peta kuantil tematik. Kuantil yang tersaji dalam peta tematik terdiri dari 4 (empat) kuantil dengan kuantil pertama adalah kuantil dengan value tertinggi, begitupun selanjutnya.

b. Analisis Statistik Inferensial

(54)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB V

HASIL PENELTIAN

5.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur

5.1.1 Kondisi Geografis dan Administrasi

Provinsi Jawa Timur terletak di bagian timur Pulau Jawa yang memiliki luas wilayah daratan 47.959 km2 (sumber Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur). Jawa Timur berada pada 111o0’ hingga 114o4’ Bujur Timur (BT)

dan 7o12’ hingga 8o48’ Lintang Selatan (LS) dengan batas wilayah sebagai berikut:

 Bagian Utara : Laut Jawa

 Bagian Selatan : Samudera Hindia

 Bagian Timur : Selat Bali

 Bagian Barat : Provinsi Jawa Tengah

(55)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

40

Provinsi Jawa Timur memiliki 229 pulau, yang terdiri dari 162 pulau bernama dan 67 pulau tidak bernama, dengan panjang pantai sekitar 2.833,85 km. Pulau Madura merupakan pulau terbesar saat ini sudah terhubung dengan wilayah daratan Jawa Timur melalui jembatan ‘Suramadu’. Di sebelah timur Pulau Madura terdapat gugusan pulau-pulau yang paling timur adalah Kepulauan Kangean dan yang paling utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan Provinsi Jawa Timur terdapat 2 (dua) pulau kecil, yakni Nusa Barung dan Pulau Sempu. Sedangkan di bagian utara terdapat pulau Bawean yang berada 150 km sebelah utara Pulau Jawa. Kabupaten Banyuwangi memiliki wilayah paling luas diantara Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi Jawa Timur.

(56)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

41

Gambar 5.2 Peta Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur

Keterangan:

No Nama Kabupaten/Kota No Nama Kabupaten/Kota 1 Kabupaten Pacitan 20 Kabupaten Magetan 2 Kabupaten Ponorogo 21 Kabupaten Ngawi 3 Kabupaten Trenggalek 22 Kabupaten Bojonegoro 4 Kabupaten Tulungagung 23 Kabupaten Tuban 5 Kabupaten Blitar 24 Kabupaten Lamongan 6 Kabupaten Kediri 25 Kabupaten Gresik 7 Kabupaten Malang 26 Kabupaten Bangkalan 8 Kabupaten Lumajang 27 Kabupaten Sampang 9 Kabupaten Jember 28 Kabupaten Pamekasan 10 Kabupaten Banyuwangi 29 Kabupaten Sumenep 11 Kabupaten Bondowoso 30 Kota Kediri

(57)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

42

5.2 Kuantil Sebaran Variabel Penelitian di Provinsi Jawa Timur

5.2.1 Kuantil Sebaran Angka Kematian Neonatal di Provinsi Jawa Timur

Gambar 5.3 Sebaran Angka Kematian Neonatal di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

(58)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

43

Neonatal tertinggi terdapat pada Kota Proolinggo sebesar 21,97 per 1000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Neonatal terendah terdapat pada Kota Madiun sebesar 2,47 per 1000 kelahiran hidup.

5.2.2 Kuantil Sebaran Cakupan Kunjungan K4 di Provinsi Jawa Timur

Gambar 5.4 Sebaran Cakupan Kunjungan K4 di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 Cakupan Kunjungan K4 dengan kuantil keempat atau yang tertinggi tersebar pada Kabupaten Malang (7), Kabupaten Sidoarjo (15), Kabupaten Tuban (23), Kabupaten Lamongan (24), Kota Probolinggo (33),Kota Mojokerto (35), Kota Madiun (36), Kota Surabaya (37), Kota Batu (38). Cakupan kunjungan K4 pada kuantil pertama atau yang terendah tersebar pada Kabupaten Pacitan (1), Kabupaten Jember (9), Kabupaten Situbondo (12), Kabupaten Probolinggo (13), Kabupaten Mojokerto (16), Kabupaten Nganjuk (18), Kabupaten Sampang (27), Kota Blitar (31), Kota Pasuruan (34). Cakupan kunjungan K4 tertinggi terdapat

(59)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

44

pada Kota Madiun dengan cakupan sebesar 98,23 % sedangkan cakupan kunjungan K4 terendah terdapat pada Kabupaten Jember dengan cakupan 75,44 %.

5.2.3 Kuantil Sebaran Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan di Provinsi Jawa Timur

Gambar 5.5 Sebaran Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2014

Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kuantil keempat atau yang tertinggi tersebar pada Kabupaten Malang (7), Kabupaten Sidoarjo (15), Kabupaten Bojonegoro (22), Kabupaten Tuban (23), Kabupaten Lamongan (24), Kota Mojokerto (35), Kota Madiun (36), Kota Surabaya (37), dan Kota Batu (38). Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kuantil pertama atau yang

(60)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

45

terendah tersebar pada Kabupaten Pacitan (1), Kabupaten Blitar (5), Kabupaten Jember (9), Kabupaten Situbondo (12), Kabupaten Probolinggo (13), Kabupaten Mojokerto (16), Kabupaten Sampang (27), Kabupaten Pamekasan (28), dan Kota Blitar (31). Cakupan persalainan di tolong oleh tenaga kesehatan yang tertinggi terdapat pada Kota Mojokerto, sedangkan cakupan persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan yang terendah terdapat pada Kabupaten Jember.

5.2.4 Kuantil Sebaran Cakupan Komplikasi Kebidanan Ditangani di Provinsi Jawa Timur

Gambar 5.6 Sebaran Cakupan Komplikasi Kebidanan Ditangani di Provinsi Jawa Timur tahun 2014

Cakupan komplikasi kebidanan ditangani dengan kuantil keempat atau yang tertinggi tersebar pada Kabupaten Blitar (5), Kabupaten Situbondo (12),

(61)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

46

Kabupaten Probolinggo (13), Kabupaten Mojokerto (16), Kabupaten Jombang (17), Kabupaten Nganjuk (18), Kabupaten Bojonegoro (22), Kabupaten Gresik (25), dan Kota Mojokerto (35). Cakupan komplikasi kebidanan ditangani dengan kuantil pertama atau yang terendah terdapat pada Kabupaten Tulungagung (4), Kabupaten Kediri (6), Kabupaten Banyuwangi (10), Kabupaten Bondowoso (11), Kabupaten Sidoarjo (15), Kabupaten Madiun (19), Kabupaten Bangkalan (26), Kabupaten Pamekasan (28), dan Kabupaten Sumenep (29). Cakupan komplikasi kebidanan ditangani tertinggi terdapat pada Kabupaten Jombang, sedangkan cakupan komplikasi kebidanan ditangani terendah terdapat pada Kabupaten Sidoarjo.

5.2.5 Kuantil Sebaran Cakupan Komplikasi Neonatal Ditangani di Provinsi Jawa Timur

(62)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

47

Cakupan komplikasi neonatal ditangani dengan kuantil keempat atau yang tertinggi tersebar pada Kabupaten Blitar (5), Kabupaten Malang (7), Kabupaten Bondowoso (11), Kabupaten Pasuruan (14), Kabupaten Nganjuk (18), Kabupaten Bojonegoro (22), Kota Kediri (30), Kota Mojoketo (35), dan Kota Surabaya (37). Cakupan komplikasi neonatal ditangani dengan kuantil pertama atau yang terendah tersebar pada Kabupaten Lumajang (8), Kabupaten Banyuwangi (10), Kabupaten Probolinggo (13), Kabupaten Sidoarjo (15), Kabupaten Mojokerto (16), Kabupaten Gresik (25), Kabupaten Bangkalan (26), Kabupaten Pamekasan (28), dan Kabupaten Sumenep (29). Cakupan komplikasi neonatal ditangani yang tertinggi terdapat pada Kota Kediri, sedangkan cakupan komplikasi neonatal ditangani yang terendah terdapat pada Kabupaten Sidoarjo.

5.2.6 Kuantil Sebaran Cakpan Kunjungan Neonatal Lengkap di Provinsi Jawa Timur

(63)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

48

Cakupan kunjungan neonatal lengkap dengan kuantil keempat atau yang tertinggi tersebar pada Kabupaten Pacitan (1), Kabupaten Tulungagung (4), Kabupaten Bangkalan (26), Kabupaten Pamekasan (28), Kota Kediri (30), Kota Blitar (31), Kota Malang (32), Kota Probolinggo (33), dan Kota Mojokerto (35). Cakupan kunjungan neonatal lengkap dengan kuantil pertama atau yang terendah tersebar pada Kabupaten Ponorogo (2), Kabupaten Blitar (5), Kabupaten Jember (9), Kabupaten Mojokerto (16), Kabupaten Nganjuk (18), Kabupaten Magetan (20), Kabupaten Gresik (25), Kabupaten Sampang (27), dan Kota Pasuruan (34). Cakupan kunjungan neonatal lengkap yang tertinggi terletak pada Kota Malang, sedangkan cakupan kunjungan neonatal yang terendah terletak pada Kabupaten Gresik.

5.2.7 Kuantil Sebaran Berat Badan Lahir Rendah di Provinsi Jawa Timur

(64)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

49

Persentase berat badan lahir rendah dengan kuantil keempat atau yang tertinggi tersebar pada Kabupaten Pacitan (1), Kabupaten Lumajang (8), Kabupaten Bondowoso (11), Kabupaten Bondowoso (12), Kabupaten Probolinggo (13), Kabupaten Magetan (20), Kabupaten Tuban (23), Kota Blitar (31), dan Kota Madiun (36). Persentase berat badan lahir rendah dengan kuantil pertama atau yang terendah tersebar pada Kabupaten Kediri (6), Kabupaten Sidoarjo (15), Kabupaten Mojokerto (16), Kabupaten Ngawi (21), Kabupaten Lamongan (24), Kabupaten Bangkalan (26), Kabupaten Sumenep (29), Kota Kediri (30), dan Kota Surabaya (37). Persentase berat badan lahir rendah yang tertinggi terletak pada Kota Madiun, sedangkan persentase berat badan lahir rendah yang terendah terletak pada Kabupaten Mojokerto.

5.3 Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Cakupan K4 Dengan Angka Kematian Neonatal

5.3.1 Bivariat Moran’s Scatterplot Cakupan K4 dengan Angka Kematian Neonatal

(65)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

50

Gambar 5.10 Bivariat Moran’sScatterplot Cakupan K4 dan AKN

(66)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

51

persentase cakupan k4 tinggi namun dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka kematian neonatal yang rendah.

Tabel 5.1 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Cakupan K4 dan AKN

Cluster Kabupaten/Kota

Kuadran I

High-High (HH) Kabupaten Bangkalan, Kota Probolinggo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Malang,Kabupaten Tulungagung. Kuadran II

Low-High (LH) Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jember, Kota Blitar, Kota Pasuruan, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Trenggalek.

Kuadran III

Low-Low (LL) Kabupaten Blitar, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Gresik, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Sampang.

Kuadran IV

High-Low (HL) Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kota Batu, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Malang, Kota Mojokerto, Kota Surabaya, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Tuban.

Bivariat Moran’s scatterplot antara cakupan k4 dengan AKN diketahui memiliki autokorelasi spasial negatif (I = -0,105676) yang berarti sebagian besar kabupaten/kota tersebar di kuadran II dan IV.

5.3.2 Uji Bivariat LISA Variabel Cakupan K4 dengan Angka Kematian Neonatal

(67)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

52

Tabel 5.2 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Cakupan k4 dengan Angka Kematian Neonatal

No Kabupaten/Kota Ii P-value Keterangan

(68)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

53

Hasil uji bivariat LISA antara variabel cakupan k4 dengan angka kematian neonatal memberikan informasi bahwa Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Gresik memiliki p-value < alpha = 0,05 sehingga Ho ditolak yang berarti signifikan atau terdapat autokorelasi spasial pada kabupaten/kota tersebut. Nilai Ii menunjukkan nilai indeks moran pada lokasi ke-i. Kabupaten Probolinggo memiliki nilai Ii > 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa lokasi-lokasi yang berdekatan mempunyai nilai yang sama. Sedangkan Kabupaten Gresik memiliki nilai Ii < 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa lokasi-lokasi yang berdekatan memiliki nilai yang berbeda.

(69)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

54

Gambar 5.12 Peta Cluster Hasil Uji Bivariat LISA Variabel Cakupan K4 dan AKN

(70)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

55

5.4 Analisis Spasial Bivariat Antara Variabel Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan dengan Angka Kematian Neonatal

5.4.1 Bivariat Moran’s Scatterplot Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan dengan Angka Kematian Neonatal

Pada subbab ini dibahas tentang bivariat Moran’s scatterplot variabel persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dengan angka kematian neonatal. Moran’s scatterplot ini terdiri dari sumbu x dan sumbu y, nilai pada sumbu x adalah angka kematian neonatal pada tiap kabupaten/kota dan disimbolkan dengan Moran’s std, sedangkan nilai pada sumbu y adalah persentase persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan pada kabupaten/kota tetangga dan disimbolkan dengan Moran’s lag. Berikut hasil bivariat Moran’s scatterplot antara persentase persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dengan angka kematian neonatal.

(71)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

56

Hasil Moran’s Scatterplot pada gambar 5.13 diketahui terdapat 4 kuadran, kuadran I yang terletak di kanan atas disebut High-High (HH) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan tinggi dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka kematian neonatal yang juga tinggi. Kuadran II yang terletak di kiri atas disebut Low-High (LH) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan rendah tapi dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka kematian neonatal yang tinggi. Kuadran III yang terletak di kiri bawah disebut Low-Low (LL) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan rendah dikelilingi oleh kabupaten/kota yang memiliki nilai angka kematian neonatal yang rendah pula. Kuadran IV yang terletak di kanan bawah disebut High-Low (HL) menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai persentase persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan tinggi namun dikelilingi oleh kabupaten/kota yang mempunyai nilai angka kematian neonatal oleh tenaga kesehatan yang rendah.

Tabel 5.3 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan dan AKN

Cluster Kabupaten/Kota

Kuadran I

High-High (HH) Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Malang, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bangkalan, Kota Probolinggo Kuadran II

(72)

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

57

Tabel 5.3 Cluster Hasil Bivariat Moran’s Scatterplot antara Variabel Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan dan AKN

Cluster Kabupaten/Kota

Kuadran III

Low-Low (LL) Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Blitar, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kota Malang.

Kuadran IV

High-Low (HL) Kabupaten Kediri, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kabupaten Sumenep, Kota Kediri, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Surabaya, Kota Batu.

Bivariat Moran’s scatterplot antara persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dengan AKN diketahui memiliki autokorelasi spasial negatif (I = -0,0786074) yang berarti sebagian besar kabupaten/kota tersebar di kuadran II dan IV.

5.4.2 Uji Bivariat LISA Variabel Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan dengan Angka Kematian Neonatal

Berdasarkan hasil uji bivariat LISA antara variabel persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan dengan angka kematian neonatal di Provinsi Jawa Timur tahun 2014 diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 5.4 Hasil Uji Bivariat LISA antara Variabel Persalinan Ditolong oleh Tenaga Kesehatan dengan Angka Kematian Neonatal

No Kabupaten/Kota Ii P-value Keterangan

Gambar

Gambar 1.1 Trend Pencapaian Angka Kematian Bayi Tahun 2009-2013
Gambar 1.2 Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Menurut
Gambar 1.3 Pemetaan Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Provinsi
Gambar 2.1 Contoh Pola Autokorelasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang terjadi saat ini adalah besaran aktual tonnage produksi dari masing produk ditentukan hanya berdasarkan besaran keuntungan dari masing – masing jenis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa yang dilakukan oleh jurusita pajak negara yang berada di Kantor Pelayanan

Pendekatan ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua pendekatan inkuiri sebelumnya, yaitu : pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri

Periode pengamatan atau event window yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan selama 15 hari yang terdiri dari 7 hari sebelum.. pengumuman right issue (t-7), 1

Prevalensi defisiensi G6PD pada anak sekolah yang tinggal di daerah endemis malaria di Provinsi Sulawesi Utara, ditemukan paling tinggi pada anak sekolah di

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan tanaman lidah buaya dan buah tomat sebagai bahan baku minuman fungsional, mengetahui pengaruh perbandingan sari lidah

Pertama, mengalami pertobatan yang sejati “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (Ma r. Kebenaran a gung yang dikhotbahkan Kri stus adalah waktunya telah genap; Kerajaan Al

Gambar I.2 menggambarkan mengenai hasil survei pendahuluan yang dilakukan, dari survei pendahuluan tersebut didapatkan beberapa keluhan konsumen terhadap produk olahan Kerupuk