• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS MODEL DUKUNGAN SOSIAL UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN PEREMPUAN MENOPAUSE DI KECAMATAN DIWEK KABUPATEN JOMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TESIS MODEL DUKUNGAN SOSIAL UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN PEREMPUAN MENOPAUSE DI KECAMATAN DIWEK KABUPATEN JOMBANG"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

MODEL DUKUNGAN SOSIAL UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN PEREMPUAN MENOPAUSE DI KECAMATAN DIWEK

KABUPATEN JOMBANG

SITI KOTIJAH 131614153019

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

(2)

MODEL DUKUNGAN SOSIAL UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN PEREMPUAN MENOPAUSE DI KECAMATAN DIWEK

KABUPATEN JOMBANG

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

SITI KOTIJAH 131614153019

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan tesis dengan judul ”Model Dukungan Sosial untuk Menurunkan Kecemasan Perempuan Menopause di Kecamatan Diwek Jombang” dapat terselesaikan dengan baik. Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada:

1. Dr. Ah. Yusuf, S.Kp., M.Kes, selaku Pembimbing Utama yang telah membimbing dan memberi pengarahan dalam penyusunan Tesis.

2. Dr. Sestu Retno DA, S.Kp., M.Kes, selaku Pembimbing kedua yang telah membimbing dan memberi pengarahan dalam penyusunan Tesis.

3. Dr. Esty Yunitasari, S.Kp.,M.Kes selaku Ketua Penguji Tesis. 4. Dr. Dwi Ananto Wibarta, SST.,M.Kes selaku Penguji Tesis. 5. Dr. Makhfudli, S.Kep.Ns., M.Ked. Trop selaku Penguji Tesis.

6. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk pelaksanaan penelitian.

7. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya.

(7)

9. Teman-teman Magister Keperawatan angkatan IX yang telah saling memberi semangat untuk menyelesaikan pendidikan magister.

10. Responden penelitian di Kecamatan Diwek Jombang yang telah bersedia membantu peneliti dari awal sampai akhir penelitian

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan.

Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan tesis ini. Kami sadar bahwa tesis ini jauh dari kata sempurna, tetapi kami berharap tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.

Surabaya, April 2018

(8)
(9)

EXECUTIVE SUMMARY

SOCIAL SUPPORT MODEL TO DECREASE ANXIETY AMONG

FEMALE MENOPAUSE IN DIWEK – JOMBANG REGENCY

By: Siti Kotijah

Menopause is a developmental phase or natural change of women‟s lives when menstrual periods stop permanently due to the depletion of ovarian follicles. Most people perceive menopause as a terrifying phase of the woman that causes the psychological symptom. This condition is influenced by the change of hormone growth and needs to adapt to new things. It makes menopause more difficult and effects to psychological symptoms, such as anxiety. The female menopause with anxiety has high motivation to solve the problem and seek social support from family and friends. Social support is mental assistance in the form of emotional support, appreciation, instrument, and information that allow female menopause to feel safe and comfortable instead of anxiety. This study aimed at reducing the anxiety among female menopause using social support developed by Sheldon Cohen and adaptation theory developed by Lazarus and Folkman in Diwek – Jombang Regency.

This study applied explanatory research design with Cross-sectional approach. This study involved 197 female menopause in 11 villages in Diwek – Jombang Regency. The villages in Jombang Regency were Kayangan, Puton, Bendet, Bulurejo, Grogol, Jatirejo, Cukir, Ceweng, Bandung, Kedawong, and Ngudirejo. The data were collected using structured questionnaire and then analyzed by using Partial Least Square test. The independent variables were an individual factor, social network, stress, social support, and stress evaluation while dependent variable was anxiety. The researcher tried to identify and examine the strategic issue to each aspect in those variables. Afterward, the researcher pursued with model test and recommendation.

(10)

influenced anxiety (path coefficient of -0.326 and t=5.25(t>1.96); and (9) stress evaluation significantly influenced anxiety The result of path coefficient using Partial Least Square Analysis was 0.196 and t=9.07 (t>1.96).

(11)

ABSTRAK

MODEL DUKUNGAN SOSIAL UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN PEREMPUAN MENOPAUSE DI KECAMATAN DIWEK

KABUPATEN JOMBANG

Oleh: Siti Kotijah

Pendahuluan: Menopause merupakan proses perkembangan normal dalam kehidupan perempuan ditandai dengan penghentian menstruasi secara permanen yang berdampak pada gangguan psikologis berupa kecemasan. Metode: Desain penelitian menggunakan rancangan penelitian eksplanatif survey dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini meliputi 11 Desa di Kecamatan Diwek Jombang. Besar sampel penelitian 197 perempuan menopause. Teknik sampling penelitian menggunakan Cluster Random Sampling. Variabel Independen penelitian yaitu faktor individu, jaringan sosial, kejadian stress, dukungan sosial, penilaian stress dan variabel dependen penelitian yaitu kecemasan. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang terstruktur. Analisa data menggunakan uji Partial Least Square (PLS). Hasil dan analisis: 1) Faktor individu tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap jaringan social (koefisien jalur 0,054, t =0,75). 2) Jaringan sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap kejadian stress (koefisien jalur -0,161, t=2,28). 3) Kejadian stres tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap dukungan social ( koefisien jalur -0,026, t =0,37). 4) Faktor individu memiliki pengaruh signifikan terhadap penilaian stress (koefisien jalur -0,256, t=3,74). 5) Jaringan sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap penilaian stress (koefisien jalur -0,147, t =2,13). 6) Kejadian stres tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap penilaian stress (koefisien jalur 0,022, t=0,32). 7) Dukungan sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap penilaian stress (koefisien jalur -0,117, t=2,02). 8) Dukungan sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap kecemasan (koefisien jalur -0,326, t=5,25). 9) Penilaian stres memiliki pengaruh signifikan terdapat kecemasan (koefisien jalur 0,196, t=9,07). Kesimpulan: Model dukungan sosial yang ditemukan sangat baik menurunkan kecemasan perempuan menopause dengan cara meningkatkan penilaian stres yang baik dan dukungan sosial dari orang-orang terdekat.

(12)

ABSTRACT

SOCIAL SUPPORT MODEL TO DECREASE ANXIETY AMONG

FEMALE MENOPAUSE IN DIWEK – JOMBANG REGENCY

By: Siti Kotijah

Introduction: Menopause is a developmental phase or natural change of

women‟s lives when menstrual periods stop permanently and cause the psychological symptom, anxiety. Method: This study applied explanatory research design with Cross-sectional approach. This study also involved 197 female menopause in 11 villages in Diwek – Jombang Regency. The participants were selected using Cluster Random Sampling. The independent variables were individual factor, social network, stress, social support, and stress evaluation while dependent variable was anxiety. The data were collected by using structured questionnaire and then analyzed by using Partial Least Square test. Results and Analysis: The results of the study showed that (1) individual factor did not significantly influence social network (path coefficient of 0.054, t=0.75); (2) social network did not significantly influence stress (path coefficient of -0.161, t=2.28); (3) stress did not significantly influence social support (path coefficient of -0.026, t=0.37); (4) individual factor significantly influenced stress evaluation (path coefficient of -0.056, t=3.74); (5) social network significantly influenced stress evaluation (path coefficient of -0.147, t=2.13); (6) stress did not significantly influence stress evaluation (path coefficient of 0.022, t=0.32); (7) social support significantly influenced stress evaluation (path coefficient of -0.117, t=2.02); (8) social support significantly influenced anxiety (path coefficient of -0.326, t=5.25); and (9) stress evaluation significantly influenced anxiety (path coefficient of 0.196, t=9.07). Conclusion: Social support is highly recommended to decrease anxiety among female menopauses by promoting stress evaluation and social support from close relations.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Prasyarat Gelar ... ii

Halaman Pernyataan Orisinalitas ... iii

Halaman Pengesahan Pembimbing Tesis ... iv

Halaman Penetapan Panitia Penguji ... v

Halaman Kata Pengantar ... vi

Halaman Pernyataan Publikasi ... viii

Halaman Ringkasan ... ix

Halaman Abstrak ... xiii

Halaman Daftar Isi ... xv

Halaman Daftar Tabel ... xviii

Halaman Daftar Gambar ... xix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Rumusan Masalah ... 6

1.4 Tujuan ... 6

1.4.1 Tujuan umum ... 6

1.4.2 Tujuan khusus ... 6

1.5 Manfaat ... 7

1.5.1 Manfaat teoritis ... 7

1.5.2 Manfaat praktis ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Menopause ... 8

2.1.1 Pengertian menopause ... 8

2.1.2 Macam-macam menopause ... 10

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi menopause ... 14

2.1.4 Adaptasi psikologis masa menopause ... 15

2.1.5 Perubahan emosional dan kognitif wanita menopause ... 20

2.2 Konsep Dasar Kecemasan ... 22

2.2.1 Definisi kecemasan ... 22

2.2.2 Faktor-faktor penyebab kecemasan ... 23

2.2.3 Tanda dan gejala kecemasan ... 25

2.2.4 Tingkat kesemasan ... 26

2.3 Konsep Dasar Dukungan Sosial ... 32

2.3.1 Dukungan sosial masa menopause... 32

2.3.2 Bentuk-bentuk dukungan sosial ... 32

(14)

2.4.1 Konsep dukungan... 37

2.4.2 Model transaksional stress ... 38

2.4.3 Dukungan sosial dan gangguan stress... 40

2.4.4 Jaringan sosial, stres dan gangguan ... 40

2.4.5 Persepsi dukungan sosial dan model stres-buffering ... 42

2.5 Teori Adaptasi Stress Lazarus & Folkman ... 43

2.5.1 Sumber stres ... 44

2.5.2 Reaksi terhadap stres ... 46

2.5.3 Penilaian kognitif ... 48

2.5.4 Penilaian primer (Primary Appraisal) ... 49

2.5.5 Penilaian sekunder (Secondary Appraisal) ... 49

2.5.6 Penilaian kembali (Reappraisal)... 50

2.6 Keaslian Penelitian ... 51

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep ... 64

3.2 Hipotesis ... 66

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 67

4.2 Populasi, Sampel, Teknik Sampling ... 67

4.2.1 Populasi ... 67

4.2.2 Sampel... 68

4.2.3 Teknik sampling... 70

4.3 Variabel Penelitian ... 70

4.3.1 Variabel independen ... 70

4.3.2 Variabel dependen ... 70

4.4 Definisi Operasional ... 71

4.5 Instrumen Penelitian ... 79

4.5.1 Variabel independen ... 80

4.5.2 Variabel dependen ... 81

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 81

4.6.1 Validitas Kuesioner Social Network ... 84

4.6.2 Validitas Kuesioner Stressful Event ... 85

4.6.3 Validitas Kuesioner Social Support ... 86

4.6.4 Validitas Kuesioner Stress Appraisal ... 87

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 88

4.7.1 Lokasi penelitian ... 88

4.7.2 Waktu penelitian ... 88

4.8 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data ... 88

4.9 Analisa Data ... 89

4.10 Kerangka Operasional ... 93

4.11 Etika Penelitian ... 94

(15)

5.2.2 Tingkat Kecemasan Perempuan Menopause ... 99

5.2.3 Jaringan Sosial Perempuan Menopause ... 100

5.2.4 Kejadian StressPerempuan Menopause ... 100

5.2.5 Dukungan SosialPerempuan Menopause ... 101

5.2.6 Penilaian Stress Perempuan Menopause ... 102

5.2.7 Kecemasan Perempuan Menopause ... 103

5.3 Hasil Penelitian Analisis Inferensial ... 104

5.3.1 Pengujian Hipotesis ... 104

5.3.1.1 Pengujian measurement (outer) model ... 104

5.3.1.2 Pengujian model struktural (inner) model ... 108

5.4 Interpretasi Model ... 110

5.5 Model akhir Dukungan Sosial untuk Menurunkan Kecemasan ... 112

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Faktor Individu ... 113

6.2 Jaringan Sosial ... 114

6.3 Kejadian Stress ... 115

6.4 Dukungan Sosial ... 116

6.5 Penilaian Stres ... 117

6.6 Kecemasan ... 119

6.7 Faktor Individu terhadap jaringan sosial ... 121

6.8 Faktor Individu terhadap penilaian stres ... 123

6.9 Jaringan sosial terhadap kejadian stress ... 124

6.10Jaringan Sosial terhadap penilaian stres ... 125

6.11 Kejadian stress terhadap penilaian stress ... 125

6.12Dukungan sosial terhadap penilaian stress ... 126

6.13 Dukungan sosial dalam menurunkan kecemasan perempuan menopause . 127 6.14 Penilaian stress terhadap kecemasan perempuan menopause ... 129

6.15 Model dukungan sosial memiliki predictive relevance ... 129

6.16 Temuan Hasil Penelitian ... 130

6.17 Keterbatasan Penelitian ... 130

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 132

7.2 Saran... 133

7.2.1 Saran bagi kebijakan kesehatan ... 133

7.2.2 Saran bagi pelayanan keperawatan ... 133

7.2.3 Saran untuk penelitian selanjutnya ... 133 DAFTAR PUSTAKA

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keaslian Penelitian ... 51

Tabel 4.1 Jumlah sampel masing-masing cluster ... 69

Tabel 4.2 Variabel penelitian model dukungan sosial menurunkan kecemasan ... 70

Tabel 4.3 Definisi Operasional ... 71

Tabel 4.4 Blueprint Jaringan Sosial ... 80

Tabel 4.5 Blueprint Kejadian Stress... 80

Tabel 4.6 Blueprint Dukungan Sosial ... 80

Tabel 4.7 Blueprint Penilaian Stress ... 80

Tabel 4.8 Uji Validitas kuesioner dukungan sosial ... 86

Tabel 4.9 Uji Validitas kuesioner penilaian stress ... 87

Tabel 5.1 Karakteristik Responden ... 99

Tabel 5.2 Distribusi Tingkat kecemasan ... 100

Tabel 5.3 Distribusi Jaringan sosial ... 100

Tabel 5.4 Distribusi Kejadian stress... 100

Tabel 5.5 Distribusi Dukungan Sosial ... 101

Tabel 5.6 Distribusi Penilaian Stress ... 102

Tabel 5.7Distribusi Kecemasan ... 103

Tabel 5.8 Hasil Convergent Validity ... 105

Tabel 5.9 Hasil Average Variance Extracted (AVE) ... 106

Tabel 5.10 Hasil Cross Loading ... 107

Tabel 5.11 Koefisien Jalur dan t-statistics ... 108

Tabel 5.12 Goodness of Fit ... 109

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Identifikasi Masalah Dukungan Sosial Perempuan Menopause ... 5

Gambar 2.1 Konsep dan Mekanisme Stres dan Dukungan Sosial ... 38

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Model Dukungan Sosial ... 64

Gambar 4.1 Kerangka Analisis Dukungan Sosial perempuan Menopause... 92

Gambar 4.2 Kerangka Operasional Model Dukungan Sosial ... 93

Gambar 5.1 Path model dan nilai outer loading ... 104

Gambar 5.2 Model Akhirdan nilai outer loading ... 105

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menopause merupakan proses perkembangan yang penting dan normal dalam kehidupan seorang perempuan yang ditandai dengan penghentian menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikel ovarium (Kim MJ, 2014). Sebagian besar orang beranggapan menopause adalah sesuatu yang menakutkan sehingga berdampak pada gangguan psikologis. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh perubahan gelombang hormon dan kebutuhan untuk beradaptasi dengan cara-cara baru yang membuat masa menopause menjadi sangat sulit (Jorge et al. 2016). Perubahan tingkat hormon terjadi saat estrogen menurun, kadar Folikel Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing

Hormon (LH) meningkat, dan juga penurunan kadar hormon prolaktin, tiroid dan paratiroid. Perubahan ini dapat menyebabkan gejala vasomotor, berkeringat di malam hari, hot flushes, masalah otot dan tulang, penyakit sistem kardiovaskular, atrofi payudara juga kulit, dan senile vaginitis (Gumusay, 2016).

(19)

dilakukan oleh Li-Yu Hu et al. (2016) dari Taiwan National Health Insurance

Research menyatakan bahwa terjadinya gangguan psikologis pada perempuan yang mengalami transisi menopause dengan gangguan psikologis terbanyak adalah gangguan depresi (4,6%), gangguan kecemasan (3,6%) dan gangguan tidur (2,8%). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa masa peralihan menopause dapat meningkatkan resiko gangguan psikologis terutama gangguan depresi, kecemasan dan gangguan tidur.

Jumlah perempuan di seluruh dunia yang memasuki masa menopause diperkirakan mencapai 1,2 miliar orang pada tahun 2030 (WHO : 2014). Di Indonesia, pada tahun 2025 diperkirakan akan ada 60 juta perempuan menopause. Jumlah penduduk perempuan usia produktif (15-64 tahun) sebesar 66,27 %. Pada usia tersebut terdapat perempuan usia subur (15-49 tahun) sebanyak 68,63 juta jiwa dan kelompok umur paling tua atau akhir masa reproduksi, yaitu umur 45-49 tahun (8,23 juta jiwa). Artinya, di Indonesia terdapat 28 juta perempuan menopause atau 10,7 % dari total populasi yang ada. Hasil Survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015 menyatakan prevalensi penduduk dengan jenis kelamin perempuan di Jawa Timur pada kelompok usia 45-54 tahun yang diperkirakan sudah mengalami menopause sebesar 14,39% (BPS, 2015).

(20)

Diwek sebesar 402 jiwa pada tahun 2017. Kecamatan Diwek terdiri dari 11 desa yang merupakan cakupan wilayah kerja Puskesmas Cukir. Peneliti mengambil sampel pada perempuan menopause di Puskesmas Cukir sebanyak 10 orang dan melakukan wawancara di dapatkan 6 dari 10 perempuan tersebut mengalami gangguan psikologis yang berupa kecemasan, gangguan tidur, mudah emosi dan harga diri rendah.

Perempuan menopause mengalami perubahan fisik, psikologis dan sosial. Transisi menopause yang terjadi pada perempuan dipandang sebagai konstruksi bio-psiko-sosial yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman perempuan pada fase kehidupannya. Faktor tersebut adalah demografi sosial, sikap, kepercayaan, pengetahuan,

komorbiditas dan masalah kesehatan mental. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi vasomotor, mood dan stres selama transisi menopause yang berdampak pada kesehatan fisik dan emosional perempuan. Emosi negatif yang terjadi secara terus-menerus dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan psikologi yang berdampak pada gangguan kecemasan (R. Sood et al. 2016).

(21)

dan kualitas umum dari hubungan interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi cemas bahkan stres (Uly Artha, 2016).

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menurunkan kecemasan pada perempuan saat menopause berupa dukungan sosial. Dukungan sosial yang dimaksud dalam hal ini adalah bantuan atau tindakan nyata berupa dukungan emosional, penghargaan, instrumental dan informatif yang akan memberikan manfaat emosional atau efek perilaku bagi perempuan dalam masa menopause sehingga kecemasan yang sebenarnya bisa dihindari menjadi tidak terasa sama sekali (Ita & Reni, 2016).

Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri dan kompeten. Tersedianya dukungan sosial akan membuat individu merasa dicintai, dihargai dan menjadi bagian dari kelompok. Hasil penelitian oleh Uly Artha (2016), menyatakan bahwa dukungan sosial dapat menurunkan tingkat kecemasan perempuan menopause di Kelurahan Cikalang Kecamatan Tawang. Sehingga perlunya pengetahuan menopause bukan hanya pada perempuan, tetapi melibatkan peran serta suami dalam menghadapi masa menopause.

(22)

suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh individu. Perawat memberikan asuhan keperawatan pada perempuan menopause melalui proses interaksi yang mengatur respon terhadap stresor membutuhkan suatu model perawatan yang tepat dalam memberikan dukungan sosial untuk mengurangi kecemasan.

Salah satu model yang akan dikembangkan oleh peneliti adalah Model Dukungan Sosial untuk Menurunkan Kecemasan Perempuan Menopause di Kecamatan Diwek Jombang berbasis teori Dukungan Sosial Sheldon Cohen dengan integrasi teori Adaptasi Lazarus & Folkman.

Konsep teori Adaptasi Lazarus & Folkman bertujuan untuk mengembangkan adaptasi dan mampu memberikan makna dari suatu peristiwa yang dialami terhadap perubahan fisik dan psikologis akibat menopause serta mampu mempersepsikan secara positif melalui penggunaan mekanisme koping yang tepat yang di integrasikan dengan konsep teori Dukungan Sosial Sheldon Cohen.

1.2 Identifikasi Masalah

Gambar 1.1 Identifikasi Masalah Model Dukungan Sosial untuk Menurunkan Kecemasan Perempuan Menopause

Perkiraan tahun 2025, di Indonesia terdapat 28 juta perempuan menopause

a. Perubahan pada status reproduksi, sekresi hormon, fungsi tubuh, penampilan, harapan, hubungan, dan keadaan sosial  gangguan psikologis yang berupa 1. Kecemasan

(23)

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana Model Dukungan Sosial untuk Menurunkan Kecemasan Perempuan Menopause di Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mengembangkan Model Dukungan Sosial untuk Menurunkan Kecemasan Perempuan Menopause di Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis Pengaruh Faktor Individu terhadap Jaringan Sosial pada Perempuan Menopause

2. Menganalisis Pengaruh Jaringan Sosial terhadap Kejadian Stres pada Perempuan Menopause

3. Menganalisis Pengaruh Kejadian Stres terhadap Dukungan Sosial pada Perempuan Menopause

4. Menganalisis Pengaruh Faktor Individu terhadap Penilaian Stres pada Perempuan Menopause

5. Menganalisis Pengaruh Jaringan Sosial terhadap Penilaian Stres pada Perempuan Menopause

6. Menganalisis Pengaruh Kejadian Stres terhadap Penilaian Stres pada Perempuan Menopause

(24)

8. Menganalisis Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kecemasan pada Perempuan Menopause

9. Menganalisis Pengaruh Penilaian Stres terhadap Kecemasan pada Perempuan Menopause

1.5 Manfaat

1.5.1 Teoritis

1. Mengembangkan Ilmu Keperawatan untuk meningkatkan kualitas Asuhan Keperawatan dalam menurunkan kecemasan berbasis teori Dukungan Sosial Sheldon Cohen dengan integrasi teori Adaptasi Lazarus & Folkman pada perempuan menopause

2. Mengembangkan Ilmu Keperawatan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan menopause dalam mencegah kecemasan berbasis teori Dukungan Sosial Sheldon Cohen dengan integrasi teori Adaptasi Lazarus & Folkman pada perempuan menopause

1.5.2 Praktis

1. Bagi Komunitas

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Menopause

2.1.1 Pengertian Menopause

Kata menopause berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata „men‟ yang berarti bulan dan kata „peuseis‟ yang berarti penghentian sementara. Secara linguistik kata

yang lebih tepat adalah menocease yang berarti masa berhentinya menstruasi.

Pandangan medis, menopause diartikan sebagai masa penghentian menstruasi

untuk selamanya. Masa menopause ini tidak bisa serta-merta diketahui, tetapi

biasanya akan diketahui setelah setahun berlalu. Menopause merupakan suatu

proses peralihan dari masa produktif menuju perlahan-lahan ke masa non produktif

yang disebabkan berkurangnya hormon estrogen dan progesteron.

Pengertian menopause adalah kejadian biasa yang dihadapi perempuan

ketika tahun-tahun kesuburannya menurun, sehingga bagi sebagian perempuan

menimbulkan rasa cemas atau risau, sementara bagi yang lain mendatangkan rasa

percaya diri (Nirmala, 2003). Menurut Prawiroharjo (2006) menopause adalah

berhentinya haid terakhir atau saat terjadinya haid terakhir setelah terdapat

sekurang-kurangnya 1 tahun. Pengertian menopause yang lain menurut Kuntjoro

(2006) menopause merupakan suatu tahap di mana perempuan tidak lagi

(26)

perempuan untuk bereproduksi antara usia 40 tahun sampai 50 tahun. Sedangkan

Andrews (2003) mendefinisikan menopause merupakan satu istilah yang

digunakan untuk menggambarkan perdarahan menstruasi terakhir dalam kehidupan

seorang perempuan. Pengertian ini hampir serupa dengan yang dikemukakan

Varney (2007) bahwa menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen.

Dengan demikin dapat disimpulkan bahwa menopause adalah terhentinya

menstruasi pada seorang perempuan yang sekaligus merupakan tanda berakhirnya

kemampuan perempuan untuk bereproduksi.

International Menopause Society (IMS) pada tahun 1999, menyampaikan

rekomendasi berdasarkan definisi World Health Organization (WHO) tahun 1996,

sebagai berikut :

1. Menopause alamiah adalah berhentinya menstruasi secara permanen, sebagai

akibat dari hilangnya aktifitas ovarium. Menopause alami ini dikenal, bila

tejadi amenore selama 12 bulan berturut-turut, tanpa ditemukan penyebab

patologi atau fisiologi yang jelas.

2. Perimenopause adalah waktu antara segera sebelum menopause (terjadi

perubahan gambaran endoktrinologik, biologik, dan klinik) dan satu tahun

sesudah menopause.

3. Transisi menopause adalah waktu sebelum masa menstruasi terakhir, pada

umumnya terjadi kenaikan variabilitas siklus menstruasi. Meskipun istilah ini

sinonim dengan perimenopause, namun cukup membingungkan sehingga

dianjurkan untuk tidak digunakan lagi.

4. Premenopause adalah satu atau dua tahun sebelum menopause (seluruh masa

(27)

5. Pascamenopause, dimulai dari menstruasi berakhir tanpa memandang apakah

itu menopause spontan atau buatan.

6. Induced menopause adalah berhentinya menstruasi sebagai akibat dari operasi

pengangkatan kedua ovarium, tanpa atau dengan histerektomi atau ablasi

iatrogenik fungsi ovarium karena kemoterapi atau radiasi.

7. Menopause premature adalah menopause yang terjadi pada usia dibawah 40

tahun.

8. Klimakterium adalah masa penuaan, merupakan peralihan dari masa

reproduksi ke non reproduksi. Fase ini mencakup perimenopause dan

memperpanjang periode sebelum dan sesudah perimenopause.

9. Sindroma klimakterik adalah simptomatologi yang berhubungan dengan

klimakterium.

10. Usia lanjut adalah usia 65 tahun atau lebih. Menopause tidak identik dengan

lanjut usia (lansia), tetapi pascamenopause termasuk lansia.

2.1.2 Macam-Macam Menopause

1. Macam-macam menopause.

Menopause dibedakan menjadi lima macam, yaitu:

1) Menopause Prematur (dini)

Usia rata-rata perempuan untuk mencapai menopause alami atau

berhentinya haid adalah 50 tahun. Meskipun demikian, sebagian

perempuan telah mengalaminya dalam usia 40 tahun, sebagian lagi

bahkan dalam usia masih sangat mudah, yaitu 20 hingga 30 tahun. Bagi

sebagian besar perempuan diagnosa menopause dini yang juga dikenal

dengan istilah Premature Ovarian Failure (POF), adalah pengalaman

(28)

didiagnosa dengan POF, bahkan belum berkesempatan untuk melahirkan

anak, menyadari bahwa kesempatan untuk memiliki anak dari uterus

sendiri akan hilang (Nirmala, 2003).

Pada menopause dini 75 % perempuan telah mengalami keluhan

vasomotorik dan pada hampir 50 % perempuan telah terjadi osteoporosis.

Banyak sekali penyebab yang memungkinkan terjadinya menopause dini

yaitu penggunaan obat-obat diet yang bekerja sentral dapat meningkatkan

kadar hormon prolactin. Kadar prolactin tinggi dapat menekan sekresi

FSH dan LH, sehingga folikel tidak dapat tumbuh dan dengan sendirinya

akan terjadi menopause. Penyinaran terhadap ovarium atau pengaruh

pemberian kemoterapi dapat juga menyebabkan menopause dini.

Penyakit autoimun seperti miastenia, lupus eritematosus, trombositopenia

idiopatik, glomerulonefritis, arthritis rheumatoid dan penyakit crohn

dapat menyebabkan terjadinya menopause dini.

2) Menopause yang alami dan umumnya terjadi pada usia di akhir 40 tahun

atau di awal 50 tahun (Adrews, 2010). Menopause ini yang paling

banyak terjadi pada perempuan. Hal ini disebabkan jumlah folikel yang

mengalami artesia terus meningkat, sampai suatu ketika tidak tersedia

lagi folikel yang cukup. Produksi estrogen berkurang dan tidak terjadi

haid lagi, yang berakhir dengan terjadinya menopause.

3) Menopause terlambat

Menopause yang terjadi apabila seorang perempuan masih mendapat

haid di atas 52 tahun (Prawirohardjo, 2006). Ada beberapa faktor yang

menyebabkan menopause terlambat. Faktor tersebut adalah

(29)

estrogen. Salah satu faktor yang memungkinkan seorang perempuan akan

mengalami keterlambatan menopause adalah apabila memiliki kelebihan

berat badan. Sebagian besar estrogen dibuat di dalam endometrium, akan

tetapi sejumlah kecil estrogen juga dibuat di bagian tubuh yang lain,

termasuk di sel-sel lemak. Apabila seorang perempuan mengalami

obesitas maka perempuan tersebut akan memiliki kadar estrogen yang

lebih tinggi dalam seluruh masa hidupnya.

4) Menopause karena operasi

Menopause ini terjadi akibat dilakukannya operasi atau pembedahan,

misalnya operasi rahim (histeroktomi) atau yang sering kali disebut

dengan istilah Total Abdominal Hysterectomy (TAHA) maupun karena

kedua indung leher diangkat (oophorectomy bilateral yang sering kali

disebut dengan Bilateral Salpingo Oophorectomy (BSO). Bila uterus

diangkat karena operasi tetapi indung telur dipertahankan, maka masa

haid berhenti namun gejala menopause lainnya biasanya tetap

berlangsung ketika perempuan tersebut mencapai usia menopause alami.

Meski demikian, ada sejumlah perempuan yang menjalani operasi uterus

dan mengalami gejala-gejala menopause dalam usia yang lebih muda.

5) Menopause Medis

Menopause ini terjadi akibat campur tangan medis yang menyebabkan

berkurangnya atau berhentinya pelepasan hormon oleh ovarium. Campur

tangan ini bisa berupa pembedahan untuk mengangkat ovarium atau

untuk mengurangi aliran darah ke ovarium serta kemoterapi atau terapi

penyinaran pada panggul untuk mengobati kanker. Histeroktomi

(30)

ada hal tersebut tidak akan mempengaruhi kadar hormon dan tidak

menyebabkan menopause. Perempuan yang harus menjalani kemoterapi

karena menderita kanker, seringkali mengalami menopause sementara

atau permanen. Obat-obatan anti kanker dapat merusak indung telur dan

mengurangi jumlah hormon yang diproduksi. Akibatnya, selama

menjalani kemoterapi, masa haid menjadi tidak teratur, bahkan berhenti

sepenuhnya.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi menopause

1. Usia saat haid pertama kali (Menarche).

Beberapa ahli yang melakukan penelitian menemukan adanya hubungan antara

usia pertama kali mendapat haid dengan usia seorang perempuan memasuki

menopause. Kesimpulan dari penelitian ini mengungkapkan, bahwa semakin muda

seseorang mengalami haid pertama kalinya, semakin tua atau lama ia memasuki

masa menopause.

2. Jumlah anak.

Meskipun belum ditemukan hubungan antara jumlah anak dan menopause, Tetapi

beberapa peneliti menemukan bahwa semakin sering seorang perempuan

melahirkan maka semakin tua atau lama mereka memasuki masa menopause.

3. Usia melahirkan.

Masih berhubungan dengan melahirkan anak, bahwa semakin tua seorang

melahirkan anak, semakin tua ia mulai memasuki usia menopause. Penelitian yang

dilakukan Beth Israel deaconess Medical Center in Boston mengungkapkan bahwa

perempuan yang masih melahirkan di atas usia 40 tahun akan mengalami usia

(31)

memperlambat sistem kerja organ reproduksi. Bahkan akan memperlambat proses

penuaan tubuh.

4. Faktor psikis.

Perubahan-perubahan psikologis maupun fisik ini berhubungan dengan kadar

estrogen, gejala yang menonjol adalah berkurangnya tenaga dan gairah,

berkurangnya konsentrasi dan kemampuan akademik, timbulnya perubahan emosi

seperti mudah tersinggung, susah tidur, rasa kekurangan, rasa kesunyian, ketakutan

keganasan, tidak sabar lagi dan lain-lain. Perubahan psikis ini berbeda-beda

tergantung dari kemampuan perempuan yang menyesuaikan diri.

5. Sosial ekonomi.

Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik kesehatan dan pendidikan.

Apabila faktor-faktor di atas cukup baik, akan mengurangi beban fisiologis,

psikologis. Kesehatan akan faktor klimakterium sebagai faktor fisiologis.

6. Budaya dan lingkungan.

Pengaruh budaya dan lingkungan sudah dibuktikan sangat mempengaruhi

perempuan untuk dapat atau tidak dapat menyesuaikan diri dengan fase

klimakterium dini.

2.1.4 Adaptasi Psikologis Masa Menopause

Pada perempuan yang menghadapi periode menopause, munculnya

simtom-simtom psikologis sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan pada aspek fisik-fisiologis

sebagai akibat dari berkurang dan berhentinya produksi hormon estrogen. Menopause

seperti halnya menarche pada gadis remaja (awal dari masuknya hormon estrogen),

remaja ada yang cemas gelisah tetapi ada juga yang biasa. Pada perempuan yang

(32)

marah, mudah tersinggung, sulit konsentrasi, gugup, merasa tidak berguna, tidak

berharga, stres dan bahkan ada yang mengalami depresi.

Tetapi apakah semua perempuan akan mengalami gangguan psikologis dalam

menghadapi menopause. Kenyataannya tidak semua perempuan setengah baya

mengalami kecemasan, ketakutan bahkan depresi saat menghadapi menopause. Jadi ada

juga perempuan yang tidak merasakan adanya gangguan pada kondisi psikisnya. Berat

ringannya stres yang dialami perempuan dalam menghadapi dan mengatasi menopause

sangat dipengaruhi oleh bagaimana penilaiannya terhadap menopause. Penilaian individu

terhadap peristiwa yang dialami ada yang negatif dan ada yang positif.

Bagi perempuan yang mencintai atau menganggap menopause itu sebagai

peristiwa yang menakutkan (stresor) dan berusaha untuk menghindarinya, maka stres pun

sulit dihindari. Ia akan merasa sangat menderita karena kehilangan tanda-tanda

keperempuanan yang selama ini dibanggakannya. Sebaliknya bagi perempuan yang

mengangkat menopouse sebagai suatu ketentuan Tuhan yang akan dihadapi semua

perempuan, maka ia tidak akan mengalami stres.

Menurut pendekatan kognitif, dalam ilmu psikologis pada dasarnya gangguan

emosi (takut, cemas, stres) yang dialami manusia, sangat ditentukan oleh bagaimana

individu menilai, menginterprestasi atau mempersepsikan peristiwa yang dialaminya.

Jadi, Bagaimana individu mempersiapkan atau menilai menopause akan berpengaruh

pada kondisi emosi psikologisnya. Bila perempuan memandang menopouse sebagai hal

yang mengerikan maka ia pun akan menghadapi menopause dengan penuh kecemasan

ketakutan stres dan depresi.

Kartono (1992) dalam Kurniati (2009), mengemukakan perubahan-perubahan

psikis yang terjadi pada masa menopause akan menimbulkan sikap yang berbeda-beda

(33)

psikologis seperti depresi, mudah tersinggung, dan mudah menjadi marah, dan diliputi

banyak kecemasan. Aspek psikologis yang terjadi pada lansia atau perempuan menopause

amat penting peranan dalam kehidupan sosial manusia terutama dalam menghadapi

masalah-masalah yang berkaitan dengan pension, hilangnya jabatan atau pekerjaan yang

sebelumnya sangat menjadi kebanggaan lansia tersebut. Berbicara tentang aspek

psikologis lansia dalam pendekatan eklektik holistik, sebenarnya tidak dapat dipisahkan

antara aspek organ-biologis, psikologis, sosial, budaya dan spiritual dalam kehidupan

lansia.

Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah

tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas

dan depresi. Ada juga lansia yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik

fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka,

serta merasa kehilangan feminitas karena fungsi reproduksi yang hilang.

Gejala psikologis merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek

psikologis maupun kognitif perempuan. Berat ringannya gangguan ini sangat tergantung

pada penurunan aktivitas indung telur, sosial budaya, lingkungan, serta penerimaan

psikologis seorang perempuan tentang keadaannya. Biasanya perempuan yang

mengalami penurunan aktivitas indung telur yang sangat drastis mengalami gangguan

psikologis yang lebih parah. Gangguan psikologis yang lebih parah juga akan terjadi jika

lingkungan perempuan menopause belum menerima keadaannya dengan sepenuh hati.

Pengaruh yang paling besar datang dari pasangan. Jika pasangan tidak memberikan

dukungan yang memadai, percaya diri perempuan menopause bisa hilang, takut, dan

merasa selalu khawatir.

Faktor internal yang turut memperparah dan jujur lebih sering terjadi, yaitu

(34)

dapat menerima kenyataan ini. Ada berbagai keluhan psikologis yang sering muncul pada

perempuan menopause, diantaranya yaitu merasa tua, tidak menarik lagi, rasa tertekan

karena takut menjadi dua, mudah kaget, merasa sudah tidak berguna lagi dan tidak

menghasilkan sesuatu, merasa memberikan keluarga dan orang lain, rasa lelah dan

semangat yang menurun, putus asa, penurunan keinginan seksual, dan sesak nafas.

Perubahan emosi tampak pada kelelahan mental, menjadi lekas marah dan

perubahan suasana hati yang begitu cepat. Biasanya perubahan yang terjadi pada

perempuan menopause biasanya tidak disadari oleh perempuan. Pendekatan khusus

dibutuhkan oleh pihak keluarga agar perempuan tersebut dapat menerima adanya

perubahan emosi yang tidak disadari yang dirasakan oleh orang-orang sekitarnya.

Terkadang, perubahan tersebut membuat orang-orang sekitarnya kebingungan. Gejala

psikis ini tidak selalu terjadi pada setiap orang karena setiap individu memiliki

kepribadian yang unik. Pendekatan tersebut diharapkan perempuan dapat menerima

masukan untuk mengelola emosi yang lebih baik. Gangguan psikologis yang terjadi pada

masa menopause bisa berupa:

1. Depresi menstrual.

Kepedihan hati dan kekecewaan bahwa perempuan menopause kurang lengkap,

dan kurang sempurna. Hal ini disebabkan oleh berhentinya fungsi reproduksi.

Depresi menstrual timbul dengan interval waktu yang tepat. Perempuan jadi

sangat sulit, banyak menuntut, rewel, gelisah sekali, cerewet, kepikunan mulai

tampak, dan lain-lain. Semua gejala tersebut umumnya diiringi suasana hati yang

cepat berubah. Selain itu, perempuan tersebut merasa cemas kalau organ

reproduksinya mengalami kemunduran atau proses devaluasi dalam, fungsinya

dan merasakan kekecewaan, kejengkelan dan penghianatan pahit disebabkan

(35)

menopause berusaha mempertahankan dan melakukan berbagai kegiatan untuk

mengawetkan feminitasnya. Pengalaman-pengalaman tersebut merupakan

pertumbuhan diri untuk mengawetkan feminitasnya, sebab utama perempuan

menopause mengalami suasana hati depresif adalah:

1. Mengingkari dan memprotes proses biologi yang mengarah pada ketuaan.

2. Terlalu melebih-lebihkan keadaan dirinya.

3. Kemunduran jasmaniah dirasakan sebagai kemungkinan kematian dan tidak

ada guns atau terns hidup.

4. Menanggapi hidupnya sudah tidak mengandung harapan, penuh ketelitian

agar pribadinya dilupakan oleh semua orang.

2. Ide-ide Delirius.

Biasanya pada usia menopause, gejala abnormal akan muncul. Gejala tersebut

berisikan ide-ide delirious (ide-ide abnormali kegilaan). Kemudian timbul

semacam kegairahan seksual yang luar biasa. Pada perempuan menopause

tersebut tiba-tiba seksualitasnya menjadi membara, sensitif dan lain-lain sehingga

untuk memenuhi kebutuhannya perempuan tersebut melakukan mastrubasi

klitoris yang berarti memuaskan diri atau pemenuhan diri kebutuhan seksual

dengan merangsang alat kelaminnya sendiri dengan tangan atau alat-alat

mekanik.

2.1.5 Perubahan Emosional dan KognitifPerempuan Menopause

Perempuan menopause biasanya mengalami perubahan emosional dan kognitif.

Gejala ini bervariasi pada setiap individu diantaranya kelelahan mental, masalah daya

ingat, lekas marah dan perubahan yang berlangsung cepat. Biasanya, perubahan

emosional ini tidak disadari oleh yang bersangkutan. Tidak jarang orang orang

(36)

Menurut Kurniati (2009), perubahan yang dialami perempuan menopause bahwa

perempuan akan mengalami gejala kognitif yaitu gangguan tidur, grogi, panik, dan sulit

konsentrasi yang baru perempuan alami enam bulan terakhir ini. Perempuan mengalami

gejala motorik di mana sekarang ini perempuan lebih mudah letih bila terlalu banyak

melakukan aktivitas. Perempuan mengalami gejala somatik di mana sekarang ini keringat

lebih banyak dari biasanya. Perempuan mengalami gejala efektif gelisah karena

membayangkan bagaimana bila sudah tidak menstruasi lagi, juga merasa tidak nyaman,

khawatir dan gemetaran yang berlebihan akan menghadapi menopause. Keadaan emosi

individu juga bisa disebabkan oleh cara individu memandang berbagai hal. Sebelum

individu merasakan suatu peristiwa, individu harus memahami apa yang sedang terjadi

pada dirinya. Jika pemahaman individu mengenai apa yang sedang terjadi itu tepat, maka

emosinya akan stabil. Jika persepsi individu itu kurang tepat serta menyimpang, maka

tanggapan emosional akan menyimpang.

Konflik mengenai perubahan kehidupan itu muncul karena pandangan individu

tentang dirinya sangat tidak lengkap, tidak konsisten atau terlalu sederhana. Konflik dapat

diringankan oleh perkembangan diri individu itu sendiri. Hubungan antara cara berpikir

dan perasaan individu dapat diuraikan sebagai berikut (Burns, 1988):

1. Ada sederetan peristiwa positif, netral atau negatif masuk ke dalam pengamatan

manusia

2. Individu akan menafsirkan peristiwa yang terjadi dengan sederetan pikiran yang

mengalir terus di dalam diri individu. Kejadian ini disebut “dialog internal”.

3. Dari penafsiran-penafsiran tersebut muncul perasaan-perasaan.

Perasaan individu diciptakan oleh pikiran dan bukan peristiwanya. Semua

pengalaman harus diproses melalui otak individu dan diberi makna secara sadar sebelum

(37)

periode non produktif menuntut penyesuaian diri terhadap perubahan fisik dan peranan.

Cara perempuan dalam menghadapi masa transisi tergantung pada kestabilan emosi,

pengalaman masa lalu dalam menghadapi perubahan, serta pengharapan di masa

mendatang (Robertson 1985 dalam Rotchrock, 2008).

Pandangan seseorang mengenai menopause sangat mempengaruhi perubahan

psikologis pada masa menopause. Pandangan ini dipengaruhi oleh faktor yang berasal

dari dalam diri individu serta faktor yang berasal dari lingkungan sosial. Pada masyarakat

yang mengagungkan kemudahan dan kecantikan, menopouse bisa dipersepsikan sebagai

ancaman. Selain itu mitos yang timbul di masyarakat dan stereotip negatif tentang

menopause dapat menimbulkan kecemasan (Bromwich 1991, Rotchrock, 2008).

Parker (dalam Mappiare, 1983 Potter, PA dan Perry, AG, 2006) mengemukakan

bahwa kesalahan persepsi tentang menopause mengakibatkan peristiwa menopause

dirasakan sebagai takdir yang mengancam atau menyedihkan. Perempuan tersebut

menganggap dirinya sebagai barang bekas yang tidak berguna karena tidak subur

(Budiman dalam Latipun 2006).

2.2 Konsep Dasar Kecemasan

2.2.1 Definisi Kecemasan

Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan

merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman

baru atau yang belum pernah di lakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti

hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang

berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang

dalam kehidupannya (Fauziah et al, 2007).

Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental

(38)

masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada

umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai

perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil Lur Rochman, 2010).

Kecemasan adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya.

Kecemasan juga merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku,

baik tingkah laku yang menyimpang ataupun yang terganggu. Kedua-duanya

merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap

kecemasan tersebut (Gunarsa, 2008).

2.2.2 Faktor - faktor Penyebab Kecemasan

Menurut Hartoyo (2004) dalam Ita Eko Suparni et al. (2016), bahwa stresor

pencetus kecemasan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan

datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

2. Ancaman terhadap sistem diri, dapat membahayakan identitas, harga diri, dan

fungsi integritas sosial. Faktor internal dan eksternal dapat mengancam harga diri.

Faktor eksternal ke meliputi kehilangan nilai diri akibat kematian, atau perubahan

jabatan. Faktor internal kemah meliputi : kesulitan interpersonal di rumah atau

tempat kerja.

Menurut Savitri (2003) ada beberapa factor yang menunujukkan reaksi kecemasan,

diantaranya yaitu :

1) Lingkungan

Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir

individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena

(39)

keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa

tidak aman terhadap lingkungannya.

2) Emosi yang ditekan

Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan

keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika

dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat

lama.

3) Sebab-sebab fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan

timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya

kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa

kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat

menyebabkan timbulnya kecemasan.

2.2.3 Tanda dan Gejala Kecemasan

Kecemasan yang timbul sering di hubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam

menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Berdasarkan pendapat

Blackburn dan Davidson (1990) dalam Ita Eko Suparni et al (2016), tanda dan gejala

psikologis adanya kecemasan bila ditinjau dari beberapa aspek adalah sebagai berikut:

1. Suasana hati yaitu keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis seperti

mudah marah, perasaan sangat tegang.

2. Pikiran yaitu keadaan pikiran yang tidak menentu, seperti khawatir, sukar

konsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri

sebagai sangat sensitif, merasa tidak berdaya.

3. Motivasi yaitu dorongan untuk mencapai sesuatu, seperti menghindari situasi,

(40)

4. Perilaku gelisah yaitu keadaan diri yang tidak terkendali seperti gugup,

kewaspadaan yang berlebihan, sangat sensitif dan agitasi.

5. Reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali , seperti berkeringat, gemetar, pusing,

berdebar-debar, mual, mulut kering.

Ada beberapa gejala tentang kecemasan menurut Morgan (1991) dalam Ita et al

(2016), yaitu:

1. Gejala fisiologis: gemetar, dan, nyeri otot, letih, tidak dapat sampai, kelopak mata

bergetar kening berkerut, muka tegang, tak dapat diam, mudah kaget, berkeringat,

jantung berdebar cepat, terasa dingin, telapak tangan pelembab, mulut kering,

pusing kepala terasa ringan, kesemutan, rasa mual, rasa aliran panas dingin,

sering kencing di area sate enak di ulu hati, kerongkongan tersumbat, muka

merah dan hujan, titik nadi dan nafas yang tepat waktu istirahat.

2. Gejala psikologis: rasa khawatir yang berlebihan tentang hal-hal yang akan

datang, seperti cemas, khawatir takut, berpikir berulang-ulang ke membayangkan

akan datangnya kemalangan terhadap dirinya maupun orang lain, pos badan yang

berlebih, diantaranya adalah mengamati lingkungan secara berlebihan sehingga

mengakibatkan perhatian muda terlalu sulit konsentrasi kau merasa nyeri, dan

sukar tidur.

2.2.4 Tingkat Kecemasan

Kecemasan (ansietas) sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak

berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik. Kondisi dialami secara

subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan

rasa takut yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya.

Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi

(41)

sejalan dengan kehidupan (Stuart dan Sundeen, 1998). Menurut Stuart dan Sundeen

(1998) membagi ansietas ke dalam empat tingkatan sesuai dengan rentang respon ansietas

yaitu :

1. Ansietas ringan

Ansietas ini adalah ansietas yang normal yang memotivasi individu dari hari ke hari

sehingga dapat meningkatkan kesadaran individu serta mempertajam perasaannya.

Ansietas pada tahap ini dipandang penting dan konstruktif.

2. Ansietas Sedang

Pada tahap ini lapangan persepsi individu menyempit, seluruh indera dipusatkan pada

penyebab ansietas sehingga perhatuan terhadap rangsangan dari lingkungannya

berkurang.

3. Ansietas Berat

Lapangan persepsi menyempit, individu bervokus pada hal – hal yang kecil, sehingga individu tidak mampu memecahkan masalahnya, dan terjadi gangguan fungsional.

4. Panik

Merupakan bentuk ansietas yang ekstrim, terjadi disorganisasi dan dapat

membahayakan dirinya. Individu tidak dapat bertindak, agitasi atau hiperaktif. Ansietas

tidak dapat langsung dilihat, tetapi dikomunikasikan melalui perilaku klien/individu,

seperti tekanan darah yang meningkat, nadi cepat, mulut kering, menggigil, sering

kencing dan pening. Tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan Hamilton

Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat

kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating

Scale). Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya

symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14

(42)

diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe).

Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan oleh Max

Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran kecemasan terutama

pada penelitian trial clinic. Skala HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan

reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial

clinic yaitu 0,93 dan 0,9. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan

menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reliable. Skala HARS

(Hamilton Anxiety Rating Scale) yang dikutip Nursalam (2003) penilaian kecemasan

terdiri dan 14 item, meliputi:

1. Perasaan cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

2. Ketegangan : merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

3. Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri

dan takut pada binatang besar.

4. Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas

dan mimpi buruk.

5. Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.

6. Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih,

perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

7. Gejala somatik: nyeri pada otot - otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak

stabil dan kedutan otot.

8. Gejala sensorik : perasaan ditusuk - tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat

serta merasa lemah.

9. Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan detak

(43)

10.Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas

panjang dan merasa napas pendek.

11.Gejala gastrointestinal : sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan

muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di perut.

12.Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea, ereksi

lemah atau impotensi.

13.Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri,

pusing atau sakit kepala.

14.Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari - jari gemetar, mengkerutkan dahi atau

kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:

0 = tidak ada gejala sama sekali

1 = Satu dari gejala yang ada

2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada

3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada

4 = sangat berat semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-14 dengan

hasil:

1. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan.

2. Skor 7 – 14 = kecemasan ringan. 3. Skor 15 – 27 = kecemasan sedang. 4. Skor lebih dari 27 = kecemasan berat

2.2.5 Pencegahan dan Psikoterapi terhadap Menopause.

Masalah masalah psikologis yang terjadi pada perempuan menopause tidak bisa

(44)

1. Terapi hormon untuk mengendalikan gejala menopause perlu ditambahkan

hormon progesteron dan peningkatan dosis estrogen. Terapi edarnya dimulai di

dalam satu tahun ayat yang terakhir sebelum menopause.

2. Mampu mengendalikan diri dan mampu mengatasi yang berisi, tiga hal ini

muncul dengan jalan menyalurkan keresahan batinnya pada perbuatan yang

intelegensi produktif atau kreatif.

3. Rela melakukan pengorbanan diri secara filantropis (antar sesama manusia),

sholat beribadah, hidup secara religius, dan secara total meninggalkan sejuta

kenangan duniawi.

4. Memanfaatan kehidupan erotisnya

5. Memanfaatkan kehidupan dalam kondisi tenang-tenang saja dan juga tidak

kehilangan satu pun juga.

6. Mempercepat kepercayaan diri dengan jalan:

1) Meninggalkan pergaulan sosial yang mengingatkan kepahitan hidup.

2) Mengisolasi diri dalam dunia khayal yang diciptakan sendiri dalam

fantasinya.

3) Ingin melindungi diri sendiri dan macam-macam frustasi dan merasa dengan

dirinya sendiri.

7. Berusaha resiknasi (sumeleh, sumarah, tawakal) tanpa konvensi adalah cara

menghadapi situasi dan kondisi ketuaan Tanpa Rasa kecemasan.

8. Harus mau dan bisa menerima status quo (keadaan dirinya pada saat itu yang

mulai menjadi tua).

(45)

Dalam konseling kepada perempuan menopause, bahwa (menopause) itu

merupakan gejala fisiologis yang tidak perlu dicemaskan sehingga perempuan nantinya

akan mampu menerima masa menopause dengan selalu melakukan hal yang positif.

2.3 Konsep Dasar Dukungan Sosial

2.3.1 Dukungan Sosial Masa Menopause

Kehidupan dengan pernikahan dan keluarga yang bahagia adalah faktor pendukung yang penting bagi perempuan dalam menghadapi menopause. Kepuasan dalam mengalami peran sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anaknya merupakan kekuatan tersendiri dalam menghadapi menopause dan masalah masalahnya sehingga perempuan dapat beradaptasi dan menghadapi menopause dengan kebijaksanaan, seiring bertambahnya usia dan meningkatkan kehidupan religius.

(46)

2.3.2 Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dukungan merupakan sesuatu yang didukung / disokong / bantuan. Bantuan atau sokongan yang diterima seseorang dari orang lain. Dukungan ini biasanya di peroleh dari lingkungan sosial, dalam hal ini adalah orang dekat seperti anggota keluarga, orang tua, teman. Sesuai pendapat Cohan dan Hoberman, dukungan keluarga yang kuat akan memberikan dampak positif (Sherwin & Barbara B, 2008).

1. Dukungan sosial

Individu yang termasuk dalam memberikan dukungan sosial meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan, atasan dan konselor. Dukungan sosial terutama dalam kontak hubungan yang akrab atau kualitas hubungan perkawinan dan keluarga merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting (Stanley dan Patricia G, 2004).

2. Jenis dukungan sosial

Dukungan sosial merujuk kepada tindakan yang dilakukan orang lain ketika memberikan bantuan. Menurut House dikutip oleh Stanley, M. Dan Patricia G.B. (2004), membedakan empat jenis atau dimensi dukungan sosial yang lebih kompleks menjadi:

1) Dukungan emosional: ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan.

(47)

atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain.

3) Dukungan instrumental: meliputi bantuan secara langsung sesuai dengan yang dibutuhkan oleh seseorang seperti memberi pinjaman uang atau menolong dengan pekerjaan.

4) Dukungan informatif : pemberian nasehat, saran, pengetahuan, dan

informasi secara petunjuk.

2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Sosial

Menurut Reis (Robert, A.R., Gilbert, 2009) ada tiga faktor yang mempengaruhi

penerimaan dukungan sosial pada individu yaitu:

1. Keintiman

Dukungan sosial lebih banyak diperoleh dari keintiman daripada aspek-aspek

lain dalam interaksi sosial, semakin intim seseorang maka dukungan yang

diperoleh akan semakin besar.

2. Harga diri

Individu dengan harga diri memandang bantuan dari orang lain merupakan

suatu bentuk penurunan harga diri karena dengan menerima bantuan orang lain

diartikan bahwa individu yang bersangkutan tidak mampu lagi dalam berusaha.

3. Keterampilan sosial

Individu dengan pergaulan yang luas memiliki ketrampilan sosial yang tinggi,

sehingga memiliki jaringan sosial yang luas pula. Sedangkan, individu yang

memiliki jaringan individu yang kurang luas memiliki ketrampilan sosial rendah.

Sumber dari dukungan sosial ini adalah orang lain yang akan berinteraksi dengan

individu sehingga individu tersebut dapat merasakan kenyamanan secara fisik dan

(48)

kerabat, teman, rekan kerja, staf medis, serta anggota dalam kelompok

kemasyarakatan.

2.3.4 Pentingnya Dukungan Sosial Masa Menopause

Menurut (Cooper & Smith, 1985) dalam Jones (1997) mengemukakan

bahwa jika seorang perempuan mempunyai konflik dalam kehidupannya kebanyakan

akan mencari bantuan dengan orang terdekat dengan sampai berkonsultasi dengan

ahli profesional atau tenaga kesehatan untuk mencari pemecahan masalah yang

dihadapi. Pemecahan masalah ini akan dipermudah dengan adanya dukungan suami

dan keluarga. Bagaimana dukungan dapat memberikan kenyamanan fisik dan

psikologis kepada individu dapat dilihat dari bagaimana dukungan sosial

mempengaruhi kejadian dan efek dari stres. Secara teoritis dukungan sosial dapat

menurunkan kecenderungan munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan stres.

Apabila kejadian tersebut muncul, interaksi dengan orang lain dapat memodifikasi

atau mengubah persepsi individu pada kejadian tersebut dan oleh karena itu akan

mengurangi potensi munculnya stres.

Dukungan sosial cepat dapat mengubah hubungan antara respon individu

pada kejadian yang dapat menimbulkan stres dan stres itu sendiri mempengaruhi

strategi untuk mengatasi stres dan dengan begitu memodifikasi hubungan antara

kejadian dan menimbulkan start mengganggu kepercayaan diri, dukungan sosial

dapat memodifikasi Efek itu.

Dukungan sosial ternyata tidak hanya memberikan efek positif dalam

mempengaruhi kejadian dan efek stres. Beberapa contoh efek negatif yang timbul

dari hubungan sosial antara lain:

1. Dukungan yang tersedia tidak dianggap sebagai sesuatu yang membantu. Hal ini

(49)

dibantu atau terlalu khawatir secara emosional sehingga tidak memperhatikan

dukungan yang diberikan.

2. Dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan individu.

Sumber dukungan memberikan contoh buruk pada individu, seperti melakukan

atau menyarankan perilaku tidak sehat. Terlalu menjaga atau tidak mendukung

individu dalam melakukan sesuatu yang diinginkannya. Keadaan ini dapat

mengganggu program rehabilitasi yang seharusnya dilakukan oleh individu dan

menyebabkan individu menjadi tergantung pada orang lain.

3. Dukungan atau dorongan dari anggota keluarga semakin menguatkan motivasi

suami untuk memberikan sesuatu yang terbaik untuk istrinya. Lingkungan

dikatakan mempengaruhi seseorang sehingga dapat termotivasi untuk melakukan

sesuatu. Selain keluarga, lingkungan juga mempunyai peran yang besar dalam

memotivasi seseorang dalam mengubah tingkah lakunya. Dalam sebuah

lingkungan yang terbuka, akan menimbulkan rasa kesetiakawanan yang tinggi.

Agar timbul keinginan dan kemampuan untuk melakukan sesuatu sehingga dapat

memperoleh hasil dan mencapai tujuan.

2.4 Teori Dukungan Sosial Sheldon Cohen

Konsep dukungan sosial dan stres telah terikat erat dan bekerja empiris tentang

pengaruh dukungan pada kesehatan dan kesejahteraan (Cobb, 1976; Cohen & Syme,

1985). Dukungan sosial memberikan kontribusi pemikiran untuk peristiwa stres,

menghindari peristiwa stres, penilaian dari acara, dan kemampuan untuk mengatasi

kejadian dan konsekuensi mereka. Sebaliknya, peristiwa stres dan tanggapan mengatasi

diperkirakan dapat mempengaruhi stabilitas jaringan sosial serta ketersediaan dan

(50)

2.4.1 Konsep Dukungan

Terdapat kesepakatan sedikit di antara anggota komunitas ilmiah dalam hal definisi

yang tepat dari dukungan sosial (Cohen & Syme, 1985). Selain itu, studi yang ada berlaku

istilah untuk berbagai jaringan sosial dan fungsi yang mereka berikan (Turner, 1983).

Tiga kelas dari konsep dukungan (tindakan) yang diusulkan: jaringan sosial, dirasakan

dukungan sosial, dan perilaku mendukung.

Jaringan sosial mengacu pada struktur hubungan-sosial keberadaan, jumlah, dan

jenis hubungan. Dukungan sosial dirasakan mengacu pada fungsi hubungan-sosial

persepsi bahwa hubungan sosial akan (jika perlu) menyediakan sumber daya seperti

dukungan emosional atau informasi. Akhirnya, perilaku mendukung mengacu pada

mobilisasi dan penerimaan perilaku dimaksudkan untuk membantu orang dalam

menghadapi peristiwa stres.

2.4.2 Model Transaksional Stres dan Dukungan Sosial Cohen

Gambar dibawah ini menggambarkan konsep utama dan mekanisme yang terlibat

dalam hubungan antara gangguan stres dan dukungan. Gangguan secara luas di sini

merujuk pada gejala psikologis dan fisiologis pada penyakit atau kelainan. Bentuk

kesederhanaan dan singkatnya yang mencakup semua hubungan yang mungkin antara

(51)

Gambar 2.1 Konsep dan mekanisme yang terlibat antara Stres dan Dukungan Sosial

Pada gambar (2.1) diatas adalah model transaksional stres dan gangguan (Lazarus & Folkman, 1984). Kunci "inti" konsep untuk model transaksional berada di kotak segi delapan. Singkatnya, peristiwa berpotensi stres yang dinilai sebagai stres baik atau jinak dalam konteks nilai-nilai, keyakinan, pengalaman, dan sumber daya individu sendiri dalam mengatasinya. Penilaian dari peristiwa seperti stres dalam berbagai perubahan psikologis dan fisiologis yang menempatkan seseorang pada risiko untuk gangguan.

Social network disruption

Interpretation of behaviors

(52)

Seperti terlihat dari gambar, ada sejumlah poin karakteristik objektif yang berkontribusi untuk apakah atau peristiwa stres mengakibatkan stres dan distrier. Ini termasuk tingkat keparahan, konteks di mana mereka terjadi, durasi, dan waktu. Peristiwa dalam kaitannya dengan perjalanan hidup. Ada juga bukti bahwa tipe tertentu. Peristiwa merupakan faktor risiko untuk gangguan tertentu. Misalnya adalah yang depresi mempengaruhinya. Depresi secara klinis tampaknya dipicu oleh peristiwa interpersonal (Bogei, De Longis, Kessler, & Schilling, 1989; Brown & Harris, 1989). Akhirnya, mulation accu dari beberapa peristiwa dalam kategori tertentu (misalnya, peristiwa interpersonal, peristiwa ekonomi) atau di seluruh kategori, membuat risiko yang lebih besar.

Seperti disebutkan sebelumnya, penilaian stres terjadi dalam konteks nilai-nilai, keyakinan, pengalaman, dan mengatasi sumber daya seseorang. Appraisal mewakili makna peristiwa untuk individu-khusus, sejauh mana tuntutan situasi lebih besar dari kemampuan untuk mengatasi.

Dalam diskusi ini, menggunakan bentuk stres untuk merujuk kedua efek psikologis dan fisiologis penilaian stres. Efek psikologis dari penilaian yang terlibat dalam gangguan meliputi peningkatan negatif yang mempengaruhi penurunan fungsi diri.

2.4.3 Dukungan sosial dan Gangguan Stres

Gambar

Gambar 1.1 Identifikasi Masalah Model Dukungan Sosial untuk Menurunkan  Kecemasan Perempuan Menopause
Gambar 2.1 Konsep dan mekanisme yang terlibat antara Stres dan Dukungan Sosial
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian Dukungan Sosial Wanita Menopause yang  Mengalami  Gangguan  Kecemasan
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Model Dukungan Sosial untuk Menurunkan Kecemasan Perempuan Menopause di Kecamatan Diwek Jombang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Wanita yang memasuki masa menopause akan mengalami perubahan fisik dan perubahan psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas hidup wanita tersebut dengan timbulnya kecemasan,

Hipotesis yang diajukan ada hubungan negatif antara persepsi terhadap dukungan sosial keluarga dengan kecemasan menghadapi menapouse. Subjek penelitian yaitu

Diharapakan memberikan informasi mengenai hubungan antara persepsi terhadap dukungan sosial keluarga dengan kecemasan menghadapi menapouse, sehingga wanita memasuki

Mahasiswa dengan kepercayaan diri tinggi memiliki kecemasan yang rendah saat menghadapi; (2) Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial dengan

Kurangnya kerjasama antara suami atau keluarga dengan pasangannya menjadi faktor tidak langsung yang menimbulkan kecemasan wanita menopause dalam penelitian ini, karena

Ada hubungan yang negatif dan signifikan antara dukungan suami dengan tingkat kecemasan istri menjelang menopause di Dusun Payaman Utara Girirejo Imogiri Bantul Yogyakarta

Sumbangan yang diberikan variabel dukungan sosial terhadap penyesuaian diri dimasa menopause hanya sebesar 28,5%, dengan demikian sisanya sebesar 71,5% merupakan kontribusi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manakah diantara kepercayaan diri dan dukungan sosial yang mengurangi kecemasan perempuan dewasa awal yang belum menikah.