• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA BANK UMUM SYARIAH SWASTA NASIONAL DEVISA DAN NON DEVISA DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KINERJA BANK UMUM SYARIAH SWASTA NASIONAL DEVISA DAN NON DEVISA DI INDONESIA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

KINERJA BANK UMUM SYARIAH SWASTA NASIONAL DEVISA

DAN NON DEVISA DI INDONESIA

Oleh: Muhamad Aprizal Email: muhamad.aprizal@gmail.com

Abstract

Islamic Banking in Indonesia majority belong to the group of the National Private Banks Foreign and Non Foreign Exchange. This study aims to compare the financial performance the National Private Islamic Banks Foreign and Non Foreign Exchange in Indonesia during the period 2010 - 2012 using the financial ratio of the CAR, NPF, ROA, ROA, and FDR. The data used in this study is a secondary data in the form of annual financial statements the period 2010 - 2012 and obtained through the website of the bank concerned. After passing through the stage purposive sampling, the samples that meet the criteria are 10 banks (same as the total population). Technique is the method of analysis used independent samples t-test. The results showed that there are significant differences between the performance BUSSN Foreign and Non Foreign Exchange based CAR and NPF. While based on ROA, ROA, and FDR did not show any significant differences between the performance BUSSN Foreign and Non Foreign Exchange.

Keywords : Financial Performance, National Private Islamic Banks Foreign Exchange, National Private Islamic Banks Non-Foreign Exchange.

PENDAHULUAN

Perbankan ibarat urat nadi dari sebuah perekonomian, karena dari fungsi perbankanlah suatu perekonomian bisa berjalan. Perbankanlah yang dapat meningkatkan aktivitas pembangunan nasional dan perbankan pulalah yang dapat menghambat roda perekonomian.1 Perkembangan industri perbankan di Indonesia cukuplah menggembirakan. Dalam data statistik tersebut, perkembangan asset perbankan secara nasional terus mengalami trend yang positif atau terus naik. Sampai Juli 2012 asset perbankan secara nasional adalah Rp 3.902,536 triliun atau naik 21,31% dari tahun sebelumnya pada periode yang sama yaitu Rp 3.216,891 triliun.2 Perusahaan perbankan yang ada di Indonesia meliputi Bank Persero, Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa, Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Non Devisa, Bank Pembangunan Daerah, Bank Campuran, dan Bank Asing.

Berdasarkan data tersebut, kenaikan Bank Persero adalah sebesar 41,2%, BUSN Devisa 46,9%, BUSN Non Devisa 76%, BPD 52,5%, Bank Campuran 49,9%, dan Bank Asing 36,8%. Namun, bila dilihat dari komposisi asset perbankan secara nasional, BUSN Devisa menempati urutan pertama dengan komposisi asset 40%, disusul Bank

1

Mangasa Augustinus Sipahutar, Persoalan-persoalan Perbankan Indonesia (Jakarta: Gorga

Media, 2007), h. 11.

2

Bank Indonesia, Statistik Perbankan Indonesia (Indonesian Banking Statistics) – Vol. 10, No.

(2)

2

Persero 35%, BPD 9%, Bank Asing 8%, Bank Campuran 5%, dan BUSN Non Devisa 3%. Selanjutnya, sampai Juli 2012 jumlah bank terbanyak adalah BUSN Devisa 36 bank, BUSN Non Devisa 30 bank, BPD 26 bank, Bank Campuran 14 bank, Bank Asing 10 bank, dan Bank Persero 4 bank. Data ini adalah data perbankan nasional, yaitu baik konvensional maupun syariah.

Dalam Perbankan Syariah, pertumbuhan asset Bank Syariah selama periode Juli 2010 sampai Juli 2012 yaitu dari Rp 90.734 miliar sampai Rp 120.705 miliar, kenaikannya adalah sebesar 88,2%.3 Menurut data statistik yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, jumlah Bank Syariah sampai Juli 2012 adalah sebanyak 11 bank.4 Jumlah tersebut dibagi lagi ke dalam 3 kategori bank, yaitu BUSN Devisa yang berjumlah 4 bank yang notabennya adalah Bank dengan asset terbesar yaitu 40% dari total asset Perbankan Nasional dan merupakan bank terbanyak dengan 36 bank, BUSN Non Devisa yang berjumlah 6 Bank yang notabennya adalah Bank dengan persentase pertumbuhan asset terbesar selama Juli 2010 sampai Juli 2012 yaitu sebesar 76% dan bank terbanyak kedua dengan 30 bank, dan Bank Campuran yang berjumlah 1 bank yang merupakan bank yang dimiliki oleh gabungan pihak asing dengan pihak dalam negeri.5 Dengan demikian, Bank Syariah di Indonesia hampir semuanya termasuk ke dalam kelompok BUSN Devisa dan BUSN Non Devisa yang merupakan kelompok bank yang memegang peranan sangat vital dan penting bagi industri Perbankan Nasional bila dilihat dari sisi komposisi dan jumlah asset, persentase pertumbuhan asset, dan jumlah bank-nya.

Sebagai lembaga intermediasi antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana, diperlukan bank dengan kinerja keuangan yang sehat, sehingga fungsi intermediasi dapat berjalan lancar dan memenuhi jasa perbankan yang diinginkan oleh masyarakat. Salah satu cara untuk melihat kinerja bank dapat dianalisis melalui laporan keuangan6. Penilaian kinerja akan menjadi patokan atau ukuran apakah manajemen mampu atau berhasil dalam menjalankan kebijakan yang telah digariskan, dapat pula dikatakan bahwa laporan keuangan merupakan gambaran kinerja manajemen masa lalu yang sekaligus dijadikan pedoman untuk meningkatkan kinerja ke depan.7

Alat analisis laporan keuangan yang sering digunakan untuk mengukur kinerja perbankan adalah analisis rasio keuangan (financial ratio analysis). Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya.8 Rasio-rasio keuangan yang umumnya digunakan sebagai ukuran kinerja bank, yaitu: rasio permodalan, rasio kualitas asset, rasio rentabilitas, rasio efisiensi, dan rasio likuiditas.

Oleh karena itu, analisis mengenai suatu perbandingan kinerja perbankan diperlukan untuk mengetahui kinerja yang lebih bagus di antara objek yang diperbandingkan. Bila didasarkan data statistik yang dikeluarkan Bank Indonesia, BUSN Devisa dan Non Devisa hingga saat ini memegang peranan penting bagi industri

3

Ibid, h. 119.

4

Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah (Islamic Banking Statistics), Juli 2012 (Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2012), h. 1.

5Bank Indonesia, “Laporan Keuangan Publikasi Bank Umum Syariah”, diakses 1 Oktober 2012

dari www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Laporan+Keuangan+Publikasi+Bank/Bank/Bank+Umum+ Syariah/

6

Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, Ed. 1, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 216.

7

Kasmir, Pengantar Manajemen Keuangan, Ed. 1, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 69.

8

(3)

3

Perbankan Nasional. Pertumbuhan industri Perbankan Syariah juga mengalami pertumbuhan yang fantastis dan kelompok bank-bank syariah hampir semua termasuk ke dalam BUSN Devisa dan Non Devisa yang notabennya mempunyai peranan yang sangat vital bagi industri Perbankan Nasional. Untuk itulah artikel ini dimaksudkan untuk membandingkan dan menganalisa kinerja Bank Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA A. Bank di Indonesia

Dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pasal 2 ayat 2 dijelaskan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Sedangkan menurut Taswan (2010), bank adalah sebuah lembaga keuangan atau perusahaan yang aktivitasnya menghimpun dana berupa giro, deposito tabungan dan simpanan yang lain dari pihak yang kelebihan dana (surplus spending unit) kemudian menempatkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit spending unit) melalui jasa keuangan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak.9

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa bank adalah lembaga intermediasi keuangan yang tugasnya menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada pihak yang kekurangan dana dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya serta melakukan jasa-jasa keuangan dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Di Indonesia terdapat beberapa jenis bank yang beroperasi. Pembagian jenis bank dapat dilihat dari aspek fungsinya, kepemilikannya, status atau kedudukan, dan cara menentukan harga:10

1. Dilihat dari aspek fungsinya: a. Bank Umum

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 2. Dilihat dari aspek kepemilikannya:

a. Bank milik pemerintah: akte pendirian dan sahamnya dimiliki oleh pemerintah.

b. Bank milik swasta nasional: akte pendirian dan sahamnya dimiliki oleh swasta nasional.

c. Bank milik koperasi: akte pendirian dan sahamnya dimiliki oleh koperasi yang berbadan hukum.

d. Bank milik swasta asing: merupakan cabang dari bank yang sahamnya dimiliki oleh swasta asing maupun pemerintah asing.

e. Bank campuran: sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh WNI.

9

Taswan, Manajemen Perbankan: Konsep, Teknik, dan Aplikasi, Ed. II, (Yogyakarta: UPP

STIM YKPN, 2010), h. 6.

10

Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Cet. ke-4, (Yogyakarta: EKONISIA, 2010), h.

(4)

4 3. Dilihat dari aspek status

a. Bank Devisa: bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing, misalnya transfer atau inkaso keluar negeri, travelers cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of Credit, dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah sebagai berikut:11

1) CAR minimum dalam bulan terakhir 8%.

2) Tingkat kesehatan 24 bulan terakhir berturut-turut tergolong sehat. 3) Jumlah modal disetor paling kurang Rp 150 miliar.

4) Bank telah melakukan persiapan untuk melaksanakan kegiatan sebagai Bank Umum Devisa meliputi: organisasi, SDM, pedoman operasional kegiatan devisa, dan sistem administrasi serta pengawasannya.

b. Bank Non Devisa: bank yang belum memiliki izin untuk melaksanakan transaksi keluar negeri seperti yang telah dilakukan oleh bank devisa, kegiatan yang dilakukan oleh bank ini meliputi transaksi dalam negeri. 4. Dilihat dari aspek cara menentukan harga

a. Bank Konvensional: menggunakan prinsip konvensional, yaitu menetapkan bunga dan untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak bank menggunakan atau menerapkan berbagai biaya dalam nominal atau persentase tertentu.

b. Bank Syariah: merupakan bank yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Dalam operasinya baik dalam kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat, bank syariah menetapkan harga produk yang ditawarkan berdasarkan prinsip jual beli dan bagi hasil.

B. Laporan Keuangan Bank

Dalam pengertian yang sederhana, laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu.12 Lebih lanjut lagi menurut Munawir (2002), laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan.13 Dengan demikian, laporan keuangan adalah informasi keuangan perusahaan yang memuat kondisi dan posisi keuangan perusahaan dalam suatu periode tertentu.

Pembuatan laporan keuangan dibuat sesuai dengan kaidah keuangan yang berlaku agar mampu menunjukkan kondisi dan posisi keuangan yang sesunggguhnya. Laporan keuangan juga harus dibuat sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga mudah untuk dibaca, dipahami, dan dimengerti. Dalam praktiknya dikenal beberapa macam laporan keuangan seperti neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan catatan atas laporan keuangan, dan laporan kas.

Laporan keuangan dibuat pasti memiliki tujuan. Secara umum tujuan dibuatnya laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi keuangan perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut dan juga dalam

11

Bank Indonesia, Booklet Perbankan 2012, (Jakarta: Departemen Perizinan dan Informasi

Perbankan, 2012), h. 62.

12

Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, h. 7.

13

(5)

5

rangka transparansi keuangan dalam suatu periode tertentu. Berikut tujuan laporan keuangan menurut APB Statement Nomor 4: 14

Tujuan Laporan Keuangan APB Nomor 4

Tujuan Khusus Tujuan Umum Tujuan Kualitatif

Menyajikan Laporan: 1. Posisi keuangan 2. Hasil usaha 3. Perubahan posisi

keuangan secara wajar sesuai dengan GAAP Memberikan Informasi: 1. Sumber ekonomi 2. Kewajiban 3. Kekayaan bersih 4. Proyeksi laba 5. Perubahan harta dan

kewajiban 6. Informasi relevan 1. Relevance 2. Understandability 3. Verifiability 4. Neutrality 5. Timeliness 6. Comparability 7. Completeness Gambar 1

Tujuan Laporan Keuangan APB Statement Nomor 4

C. Rasio Keuangan Bank

Rasio secara sederhana disebut sebagai perbandingan jumlah, dari satu jumlah dengan jumlah lainnya itulah dilihat perbandingan dengan harapan nantinya akan ditemukan jawaban yang selanjutnya itu dijadikan bahan kajian untuk dianalisis dan diputuskan.15 Analisis rasio (ratio analysis) merupakan salah satu analisis paling popular dan banyak digunakan karena sangat sederhana yang menggunakan operasi aritmatika, namun interpretasinya sangat kompleks.16 Jadi, rasio keuangan adalah perbandingan jumlah komponen yang terdapat dalam laporan keuangan.

Setiap rasio keuangan yang dibentuk pasti memiliki tujuannya masing-masing dan yang terpenting dalam penggunaan rasio keuangan adalah memahami tujuan penggunaan rasio keuangan tersebut. Berikut ini rasio keuangan yang sering digunakan untuk mengukur kinerja keuangan bank syariah:

1. Rasio Permodalan/ Solvabilitas: rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian di dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Rasio ini dihitung antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari ATMR.

2. Rasio Kualitas Aktiva Produktif: rasio antara total pembiayaan yang diberikan dengan kategori non lancar dengan total pembiayaan yang diberikan. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan kualitas pembiayaan bank syariah semakin buruk.

14

Sofyan Syafri Harahap, Teori Akuntansi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 124.

15

Irham Fahmi, Manajemen Kinerja: Teori dan Aplikasi, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 170.

16

Demawan Syahrial dan Djahotman Purba, Analisa Laporan Keuangan – Cara Mudah &

(6)

6

Standar terbaik yang ditentukan oleh Bank Indonesia adalah di bawah 5% (< 5%).

3. Rasio Rentabilitas/ Profitabilitas/ Earning: digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menggunakan asset-asset yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan/ laba selama periode tertentu. Semakin kecil rasio ini mengindikasikan kurangnya kemampuan manajemen bank dalam hal mengelola asset/ aktiva untuk meningkatkan pendapatan dan atau menekan biaya. Standar terbaik yang ditentukan oleh Bank Indonesia adalah 1,5%.

4. Rasio Efisiensi Usaha: digunakan untuk mengukur perbandingan biaya operasional atau biaya intermediasi terhadap pendapatan operasi yang diperoleh bank. Semakin tinggi angka ini mengindikasikan semakin tidak efisien bank dalam menjalankan kegiatan operasionalnya dan begitu pula sebaliknya. Standar terbaik yang ditentukan oleh Bank Indonesia adalah di bawah atau sama dengan 92% ( 92%).

5. Rasio Likuiditas: digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dananya dengan pembiayaan-pembiayaan yang telah diberikan kepada para debiturnya. Semakin tinggi rasionya semakin tinggi tingkat likuiditasnya. Standar terbaik yang ditentukan oleh Bank Indonesia adalah antara 85% - 110%.

D. Kinerja Keuangan Bank

Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.17 Kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan maupun penyaluran dana yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas bank.18

Penilaian kinerja keuangan setiap perusahaan adalah berbeda-beda, misalnya pada sektor keuangan seperti perbankan memiliki ruang lingkup penilaian yang berbeda dengan ruang lingkup bisnis lainnya. Penilaian ini berbeda karena disebabkan perbankan sebagai lembaga intermediasi yang bertugas untuk menjembatani pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian komparatif. Penelitian ini untuk membandingkan dan menganalisa kinerja BUSSN Devisa dan Non Devisa selama periode 2010 – 2012 berdasarkan rasio keuangan yang diwakili oleh CAR, NPF, ROA, BOPO, dan FDR. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder berupa laporan keuangan tahunan periode 2010 – 2012 yang diperoleh dari website bank yang menjadi objek penelitian dan Bank Indonesia. Jenis laporan yang digunakan adalah neraca keuangan, laporan laba-rugi, laporan kualitas aktiva produktif, perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum, dan perhitungan rasio keuangan.

17

Op.Cit, h. 142.

18

(7)

7

Sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini yang akan menganalisis perbandingan kinerja keuangan Bank Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa di Indonesia, maka sampel bank dipilih secara purposive sampling dengan pemilihan kriteria sebagai berikut:

1. Bank Umum Syariah yang termasuk ke dalam kelompok Bank Devisa dan Non Devisa terhitung pada periode 2010 – 2012.

2. Laporan keuangan yang menerbitkan laporan keuangan tiga tahun berturut-turut dari tahun 2010 – 2012 dan mempunyai tahun buku yang berakhir pada 31 Desember, agar menghindari adanya pengaruh waktu parsial dalam perhitungan rasio keuangan.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka jumlah sampel yang memenuhi kriteria adalah sebanyak 10 bank (sama dengan jumlah populasi). Dengan perincian 4 BUSSN Devisa yaitu: Bank Mega Syariah, Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah; dan 6 BUSSN Non Devisa yaitu: BRI Syariah, Bank Syariah Bukopin, Bank Panin Syariah, BCA Syariah, Bank Victoria Syariah, BJB Syariah.

Pengolahan dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 for Windows untuk menghitung semua rasio keuangan. Setelah itu, data-data tersebut dikonversi ke dalam SPSS Release 20 for Windows untuk selanjutnya dianalisa menggunakan uji kesamaan variansi (Levene’s test) dan uji beda dua rata-rata (Independent Samples T-test).

1. Uji Kesamaan Variansi (Levene’s test): pengujian ini digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan variansi antara kedua kelompok atau tidak. Jika probabilitas (sig.) dari Levene’s test lebih besar dari nilai (0.05), berarti bahwa varians kedua kelompok adalah sama, maka probabilitas (sig.) uji-t yang dibaca adalah pada baris pertama (Equal Variances Assumed). Tetapi jika probabilitas (sig.) dari Levene’s test lebih kecil atau sama dengan nilai (0.05), berarti bahwa kedua varians kedua kelompok adalah tidak sama (berbeda), maka probabilitas (sig.) uji-t yang dibaca adalah pada baris kedua (Equal Variances Not Assumed). Pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:

Jika probabilitas (sig.) > 0.05 maka H0 diterima.

Jika probabilitas (sig.) < 0.05 maka H0 ditolak.

Berdasarkan perbandingan Fhitung dan Ftabel:

df pembilang = jumlah variabel – 1.

df penyebut = jumlah data – jumlah variabel. Jika Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak.

Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima.

2. Uji Beda Dua Rata-rata (Independent Samples T-Test): untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata dua sampel. Mekanisme t-test dapat dijelaskan dengan beberapa tahapan berikut ini:

(8)

8 a. Menentukan hipotesis

Terdapat dua hipotesis yang digunakan dalam t-test, yaitu hipotesis nol (H0)

dan hipotesis alternatif (Ha). Dalam hipotesis nol dinyatakan bahwa nilai

rata-rata (mean) dari berbagai populasi tersebut adalah sama (H0 : 1 2).

Sedangkan pada hipotesis alternatif dinyatakan bahwa nilai rata-rata (mean) untuk berbagai populasi tersebut adalah berbeda (Ha : 1 2). Adapun

hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Permodalan/ Solvabilitas (CAR).

H0 1 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Bank

Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa berdasarkan Capital Adequacy Ratio (CAR).

Ha 1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Bank

Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa berdasarkan Capital Adequacy Ratio (CAR).

2) Kualitas Aktiva Produktif (NPF).

H0 2 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Bank

Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa berdasarkan Non Performing Financing (NPF).

Ha 2 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Bank

Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa berdasarkan Non Performing Financing (NPF).

3) Rentabilitas/ Profitabilitas/ Earning (ROA).

H0 3 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Bank

Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa berdasarkan Return On Asset (ROA).

Ha 3 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Bank

Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa berdasarkan Return On Asset (ROA).

4) Efisiensi Usaha (BOPO).

H0 4 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Bank

Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa berdasarkan Biaya Operasional dibagi Pendapatan Operasional (BOPO).

Ha 4 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Bank

Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa berdasarkan Biaya Operasional dibagi Pendapatan Operasional (BOPO).

(9)

9 5) Likuiditas (FDR).

H0 5 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Bank

Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa berdasarkan Financing to Deposit Ratio (FDR).

Ha 5 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Bank

Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa berdasarkan Financing to Deposit Ratio (FDR).

b. Menghitung rata-rata (mean)

=

=

dimana:

X1 = pengukuran karakteristik kelompok- 1

X2 = pengukuran karakteristik kelompok- 2

c. Rumus t-value jenis sampel bebas (independent samples) untuk menguji H0 dimana:

1 dan 2 = rata-rata sampel kelompok- 1 dan kelompok- 2

S12 dan S12 = varian rata-rata/ estimasi varian populasi 2

n1 dan n2 = ukuran sampel kelompok 1 dan 2

d. Derajat kebebasan (degree of freedom) df = (n1 + n2) – 2

e. Pengambilan keputusan

Jika probabilitas (sig.) > 0.05 maka H0 diterima.

Jika probabilitas (sig.) < 0.05 maka H0 ditolak.

Berdasarkan perbandingan thitung dan ttabel:

Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak.

(10)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Deskriptif atau Comparing Means Variabel Penelitian Tabel 1

Descriptive Statistics Rasio Keuangan BUSSN Devisa dan Non Devisa

Group Statistics

BANK UMUM SYARIAH N Mean Std. Deviation Std. Error Mean CAR DEVISA 12 14.7467 4.78769 1.38209 NON DEVISA 18 41.1639 42.63934 10.05019 NPF DEVISA 12 2.4042 .55158 .15923 NON DEVISA 18 1.4667 1.18419 .27912 ROA DEVISA 12 1.7917 .77512 .22376 NON DEVISA 18 1.1472 1.80128 .42457 BOPO DEVISA 12 83.3550 6.17057 1.78129 NON DEVISA 18 92.6928 24.83434 5.85351 FDR DEVISA 12 84.7058 7.29442 2.10572 NON DEVISA 18 87.5589 30.64856 7.22394

Sumber: Data SPSS yang telah diolah

1. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Pada tabel tersebut terlihat bahwa BUSSN Devisa mempunyai rata-rata (mean) rasio CAR sebesar 14.75% (pembulatan dua desimal), lebih kecil dibandingkan dengan rasio CAR BUSSN Non Devisa, yaitu sebesar 41.16%. Persentase CAR BUSSN Devisa menggambarkan modal bank lebih kecil daripada total ATMR-nya. Sebaliknya, BUSSN Non Devisa memiliki modal yang lebih besar daripada total ATMR-nya. Hal ini berarti selama periode 2010 – 2012 BUSSN Non Devisa memiliki CAR lebih baik dibandingkan dengan BUSSN Devisa, karena semakin tinggi nilai CAR maka akan semakin bagus kualitas permodalan bank tersebut. Namun, jika mengacu pada ketentuan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimun (KPMM) bahwa standar terbaik atau minimum CAR adalah 8%, maka BUSSN Devisa dan Non Devisa berada pada kondisi yang ideal karena memiliki nilai CAR di atas ketentuan.

2. Non Performing Financing (NPF)

Terlihat bahwa BUSSN Devisa mempunyai rata-rata (mean) rasio NPF sebesar 2.40% (pembulatan dua desimal) lebih besar dibandingkan dengan rasio NPF BUSSN Non Devisa, yaitu sebesar 1.47%. Persentase NPF BUSSN Devisa menunjukkan bahwa kelompok bank tersebut memiliki nilai total pembiayaan bermasalah lebih besar daripada nilai total pembiayaan bank, sedangkan BUSSN Non Devisa memiliki nilai total pembiayaan lebih besar dibandingkan dengan total pembiayaan bermasalah. Hal ini berarti bahwa selama periode 2010 – 2012 BUSSN

(11)

11

Non Devisa memiliki rasio NPF lebih baik dibandingkan dengan BUSSN Devisa, karena semakin rendah nilai NPF maka akan semakin baik kualitas aktiva suatu bank. Namun, jika mengacu pada ketentuan Bank Indonesia tentang Kualitas Aktiva Produktif (KAP) bahwa standar terbaik NPF adalah di bawah 5% (<5%), maka BUSSN Devisa dan Non Devisa masih berada pada kondisi ideal karena memiliki nilai NPF sesuai dengan ketentuan.

3. Return On Asset (ROA)

Dapat terlihat bahwa BUSSN Devisa mempunyai rata-rata (mean) rasio ROA sebesar 1.79% (pembulatan dua desimal), lebih besar dibandingkan dengan rasio ROA BUSSN Non Devisa, yaitu sebesar 1.15%. Persentase ROA BUSSN Devisa menunjukkan bahwa jumlah keuntungan yang diperoleh lebih besar bila dilihat dari segi penggunaan aktiva. Sebaliknya, keuntungan yang diperoleh BUSSN Non Devisa lebih kecil dikarenakan jumlah penggunaan aktiva lebih banyak. Hal ini berarti bahwa selama periode 2010 – 2012 BUSSN Devisa memiliki nilai ROA lebih baik dibandingkan dengan BUSSN Non Devisa, karena semakin tinggi nilai ROA maka akan semakin baik kualitas dan tingkat keuntungannya. Semakin tinggi nilai ROA mengindikasikan semakin baik kualitas manajemen dalam mengelola aktiva untuk meningkatkan pendapatan (keuntungan). Namun, jika mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang menyatakan standar ideal ROA adalah sebesar 1,5%, maka BUSSN Devisa sudah berada pada kondisi ideal, sedangkan BUSSN Non Devisa masih sedikit berada di bawah kondisi ideal yang ditentukan.

4. Biaya Operasional dibagi Pendapatan Operasional (BOPO)

BUSSN Devisa mempunyai rata-rata (mean) rasio BOPO sebesar 83.36% (pembulatan dua desimal) lebih kecil dibandingkan dengan rasio BOPO BUSSN Non Devisa, yaitu sebesar 92.69%. Persentase BOPO BUSSN Devisa menunjukkan bahwa pendapatan operasionalnya lebih besar daripada biaya operasionalnya, begitu sebaliknya dengan BUSSN Non Devisa mempunyai nilai biaya operasional lebih besar daripada pendapatan operasionalnya. Hal ini berarti bahwa selama periode 2010 – 2012 BUSSN Devisa memiliki BOPO lebih baik dibandingkan dengan BUSSN Non Devisa, karena semakin rendah nilai BOPO maka akan semakin baik kualitas dan tingkat efisiennya. Namun, jika mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang menyatakan standar ideal BOPO di bawah atau sama dengan 92% ( 92%), maka BUSSN Devisa sudah berada pada kondisi ideal, sedangkan BUSSN Non Devisa masih di atas atau dengan kata lain belum berada dalam kondisi ideal yang ditentukan.

5. Financing to Deposit Ratio (FDR)

Seperti terlihat pada tabel diketahui bahwa BUSSN Devisa mempunyai rata-rata (mean) rasio FDR sebesar 84.71% (pembulatan dua desimal) lebih kecil dibandingkan dengan rasio FDR BUSSN Non Devisa, yaitu sebesar 87.56%. Persentase FDR mengindikasikan tingkat kemampuan bank syariah dalam mengembalikan kewajiban-kewajibannya tanpa terjadi penangguhan. Hal ini berarti bahwa selama periode 2010 – 2012 BUSSN Non Devisa memiliki FDR lebih baik dibandingkan dengan BUSSN Devisa, karena semakin besar nilai FDR maka akan semakin baik kualitas dan tingkat likuiditasnya. Namun, jika mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang menyatakan standar ideal FDR bernilai antara 85% – 110%, maka BUSSN Non Devisa sudah berada pada kondisi ideal, sedangkan

(12)

12

BUSSN Devisa masih sedikit berada di bawah kondisi ideal yang ditentukan, dan ini berarti BUSSN Non Devisa lebih dapat menjalankan fungsi intermediary bank dengan baik.

B. PENGUJIAN HIPOTESIS

Tabel 2

Hasil Uji Statistik Independent Samples T-Test

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference F Sig. T Df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error

Difference Lower Upper

CAR Equal variances assumed 5.453 .027 -2.125 28 .043 -26.41722 12.43237 -51.88378 -.95067

Equal variances not assumed -2.604 17.639 .018 -26.41722 10.14477 -47.76188 -5.07256

NPF Equal variances assumed 9.322 .005 2.553 28 .016 .93750 .36722 .18528 1.68972

Equal variances not assumed 2.917 25.665 .007 .93750 .32134 .27655 1.59845

ROA Equal variances assumed 1.076 .308 1.164 28 .254 .64444 .55352 -.48939 1.77828

Equal variances not assumed 1.343 24.799 .191 .64444 .47992 -.34438 1.63327

BOPO Equal variances assumed .994 .327 -1.270 28 .215 -9.33778 7.35424 -24.40225 5.72669

Equal variances not assumed -1.526 20.029 .143 -9.33778 6.11854 -22.09966 3.42410

FDR Equal variances assumed 4.977 .034 -.315 28 .755 -2.85306 9.06162 -21.41495 15.70884

Equal variances not assumed -.379 19.791 .709 -2.85306 7.52458 -18.55970 12.85358

Sumber: Data SPSS yang telah diolah 1. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Berdasarkan tabel 2 terlihat pada Levene’s Test diperoleh nilai Fhitung untuk CAR

adalah 5.453 dengan probabilitas (sig.) 0.027 (< 0.05). Dengan tingkat kepercayaan 95% ( = 0.05), pada tabel distribusi F diperoleh nilai Ftabel = 4,20. Karena Fhitung >

Ftabel dan probabilitas (sig.) < 0.05, maka dapat dinyatakan bahwa kedua populasi

tidak memiliki kesamaan ragam atau dengan kata lain terdapat perbedaan ragam varian CAR dari kedua kelompok bank tersebut.

Pada CAR, ragam karena varian kedua kelompok bank adalah berbeda, maka untuk membandingkan kedua populasi dengan t-test digunakan asumsi kedua varian tidak sama (Equal Variances Not Assumed). Dengan tingkat kepercayaan 95% ( = 0.05) diperoleh nilai thitung sebesar = -2.604 (tanda minus diabaikan) dengan

probabilitas (sig.) 0.018 (< 0.05), sementara itu nilai ttabel sebesar = 1,701 (2.604 >

(13)

13

keputusan yang diambil adalah menolak H0 dan menerima Ha. Hal ini berarti

terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Bank Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa berdasarkan Capital Adequacy Ratio (CAR). 2. Non Performing Financing (NPF)

Berdasarkan tabel 2 terlihat pada Levene’s Test diperoleh nilai Fhitung untuk NPF

adalah 9.322 dengan probabilitas (sig.) 0.005 (< 0.05). Dengan tingkat kepercayaan 95% ( = 0.05), pada tabel distribusi F diperoleh nilai Ftabel = 4,20. Karena Fhitung >

Ftabel dan probabilitas (sig.) < 0.05, maka dapat dinyatakan bahwa kedua populasi

tidak memiliki kesamaan ragam atau dengan kata lain terdapat perbedaan ragam varian NPF dari kedua kelompok bank tersebut.

Pada NPF, karena ragam varian kedua kelompok bank adalah berbeda, maka untuk membandingkan kedua populasi dengan t-test digunakan asumsi kedua varian tidak sama (Equal Variances Not Assumed). Dengan tingkat kepercayaan 95% ( = 0.05) diperoleh nilai thitung = 2.917 dengan probabilitas (sig.) 0.007 (< 0.05),

sementara itu nilai ttabel sebesar = 1,701 (2.917 > 1,701 atau thitung > ttabel). Karena

thitung > ttabel , maka keputusan yang diambil adalah menolak H0 dan menerima Ha.

Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Bank Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa berdasarkan Non Performing Financing (NPF).

3. Return On Asset (ROA)

Berdasarkan tabel 2 terlihat pada Levene’s Test diperoleh nilai Fhitung untuk ROA

adalah 1.076 dengan probabilitas (sig.) 0.308 (> 0.05). Dengan tingkat kepercayaan 95% ( = 0.05), pada tabel distribusi F diperoleh nilai Ftabel = 4.20. Karena Fhitung <

Ftabel dan probabilitas (sig.) > 0.05, maka dapat dinyatakan bahwa kedua populasi

memiliki kesamaan ragam atau dengan kata lain tidak terdapat perbedaan ragam varian ROA dari kedua kelompok bank tersebut.

Pada ROA, karena ragam varian kedua kelompok bank adalah sama, maka untuk membandingkan kedua populasi dengan t-test digunakan asumsi kedua varian sama (Equal Variances Assumed). Dengan tingkat kepercayaan 95% ( = 0.05) diperoleh nilai thitung = 1.164 dengan probabilitas (sig.) 0.254 (> 0.05), sementara itu nilai ttabel

sebesar = 1,701 (1.164 < 1,701 atau thitung < ttabel). Karena thitung < ttabel , maka

keputusan yang diambil adalah menerima H0 dan menolak Ha. Hal ini berarti tidak

terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Bank Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa berdasarkan Return On Asset (ROA).

4. Biaya Operasional dibagi Pendapatan Operasional (BOPO)

Berdasarkan tabel 2 terlihat pada Levene’s Test diperoleh nilai Fhitung untuk

BOPO adalah 0.994 dengan probabilitas (sig.) 0.327 (> 0.05). Dengan tingkat kepercayaan 95% ( = 0.05), pada tabel distribusi F diperoleh nilai Ftabel = 4.20.

Karena Fhitung < Ftabel dan probabilitas (sig.) > 0.05, maka dapat dinyatakan bahwa

kedua populasi memiliki kesamaan ragam atau dengan kata lain tidak terdapat perbedaan ragam varian BOPO dari kedua kelompok bank tersebut.

Pada BOPO, karena ragam varian kedua kelompok bank adalah sama, maka untuk membandingkan kedua populasi dengan t-test digunakan asumsi kedua varian sama (Equal Variances Assumed). Dengan tingkat kepercayaan 95% ( = 0.05)

(14)

14

diperoleh nilai thitung = -1.270 (tanda minus diabaikan) dengan probabilitas (sig.)

0.215 (> 0.05), sementara itu nilai ttabel sebesar = 1,701 (1.270 < 1,701 atau thitung <

ttabel). Karena thitung < ttabel (tanda minus diabaikan), maka keputusan yang diambil

adalah menerima H0 dan menolak Ha. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara kinerja Bank Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa berdasarkan Biaya Operasional dibagi Pendapatan Operasional (BOPO). 5. Financing to Deposit Ratio (FDR)

Berdasarkan tabel 2 terlihat pada Levene’s Test diperoleh nilai Fhitung untuk FDR

adalah 4.977 dengan probabilitas (sig.) 0.034 (< 0.05). Dengan tingkat kepercayaan 95% ( = 0.05), pada tabel distribusi F diperoleh nilai Ftabel = 4,20. Karena Fhitung >

Ftabel dan probabilitas (sig.) < 0.05, maka dapat dinyatakan bahwa kedua populasi

tidak memiliki kesamaan ragam atau dengan kata lain terdapat perbedaan ragam varian FDR dari kedua kelompok bank tersebut.

Pada FDR, karena ragam varian kedua kelompok bank adalah berbeda, maka untuk membandingkan kedua populasi dengan t-test digunakan asumsi kedua varian tidak sama (Equal Variances Not Assumed). Dengan tingkat kepercayaan 95% ( = 0.05) diperoleh nilai thitung sebesar = -0.379 (tanda minus diabaikan) dengan

probabilitas (sig.) 0.709 (> 0.05), sementara itu nilai ttabel sebesar = 1,701 (0.379 <

1,701 atau thitung < ttabel). Karena thitung < ttabel (tanda minus diabaikan), maka

keputusan yang diambil adalah menerima H0 dan menolak Ha. Hal ini berarti tidak

terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja Bank Umum Syariah Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa berdasarkan Financing to Deposit Ratio (FDR).

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kinerja BUSSN Devisa lebih baik dari sisi ROA dan BOPO, berarti BUSSN Devisa memiliki tingkat keuntungan dan efisiensi yang lebih baik dibandingkan BUSSN Non Devisa. Sedangkan kinerja BUSSN Non Devisa lebih baik dari sisi CAR, NPF, dan FDR, berarti BUSSN Non Devisa memiliki kualitas permodalan dan aktiva, serta fungsi intermediary bank yang lebih baik dibandingkan BUSSN Devisa.

2. Jika mengacu pada tingkat standar Bank Indonesia, rasio keuangan BUSSN Devisa yang sudah memenuhi standar ideal adalah CAR, NPF, ROA, dan BOPO. Sedangkan rasio keuangan BUSSN Non Devisa adalah CAR, NPF, dan FDR.

3. Hasil uji statistik independent samples t-test menunjukkan bahwa kinerja keuangan dari sisi rasio CAR dan NPF BUSSN Devisa dan Non Devisa berbeda secara signifikan, yang berarti permodalan dan kualitas aktiva BUSSN Non Devisa lebih baik daripada BUSSN Devisa. Namun, perbedaan ini adalah disebabkan oleh ekspansi volume bisnis atau pembiayaan yang dilakukan oleh BUSSN Devisa yang berimplikasi pada naiknya Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bank. Sedangkan kinerja keuangan dari sisi rasio ROA, BOPO, dan FDR BUSSN Devisa dan Non Devisa tidak berbeda secara signifikan, yang berarti kemungkinan BUSSN Devisa belum secara maksimal menjalankan kegiatan devisa melalui transaksi-transaksi luar negeri dengan menggunakan mata uang asing yang menjadi kelebihannya dibandingkan BUSSN Non Devisa.

(15)

15

Selain itu, hal ini juga mengindikasikan bahwa BUSSN Non Devisa sudah cukup optimal dalam menjalankan kegiatan perbankan dengan cakupan dalam negeri atau domestik.

B. Saran

1. BUSSN Devisa dapat melakukan penambahan modal dan usahakan ekspansi pembiayaan berisiko yang dilakukan menghasilkan pendapatan, sehingga permodalan tidak perlu ditekan. Selain itu, tingkat FDR yang masih di bawah kondisi ideal membuat harus lebih besar lagi melakukan ekspansi pembiayaan riil atas Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan tetap memperhitungkan risiko yang akan timbul agar fungsi intermediary bank berjalan secara maksimal.

2. BUSSN Non Devisa dapat melakukan ekspansi pembiayaan secara cermat guna menambah pendapatan atau laba bank. Selain itu, optimalisasi cabang yang masih baru atau penutupan cabang yang tidak produktif dapat menekan beban operasional.

3. BUSSN Devisa harus lebih maksimal lagi dalam menjalankan kegiatan devisa melalui transaksi-transaksi luar negeri dengan menggunakan mata uang asing yang menjadi kelebihannya. Selain itu, BUSSN Non Devisa juga harus lebih agresif lagi dalam ekspansi pangsa pasar domestik agar bisa terus survive di industri perbankan nasional. Bahkan BUSSN Non Devisa juga dapat mengubah posisinya menjadi BUSSN Devisa apabila persyaratan sudah dapat terpenuhi guna ekspansi pangsa pasar secara global dan meningkatkan daya saing di dalam industri perbankan.

4. Untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan rasio keuangan yang lebih banyak, asset bank yang sama besarnya, penambahan kelompok bank, pembagian sampel ke dalam dua periode seperti sebelum dan sesudah krisis, dan periode waktu yang berbeda atau lebih lama agar hasilnya lebih tergeneralisasi dan komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. Booklet Perbankan 2012. Jakarta: Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, 2012.

. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/ 8/ PBI/ 2003 tentang Implementasi Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Jakarta: Bank Indonesia, 2003.

. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/ 7/ PBI/ 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 13/ PBI/ 2005 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Jakarta: Bank Indonesia, 2006.

. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/ 1/ PBI/ 2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Jakarta: Bank Indonesia, 2007.

. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/ 13/ PBI/ 2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Jakarta: Bank Indonesia, 2011.

(16)

16

. Statistik Perbankan Indonesia (Indonesian Banking Statistics). Vol. 10, No. 8. Jakarta: Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan Bank Indonesia, Juli 2012.

. Statistik Perbankan Syariah (Islamic Banking Statistics). Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Juli 2012.

Boediono. Teori dan Aplikasi: Statistika dan Probabilitas. Bandung: Rosda, 2002. Fahmi, Irham. Manajemen Kinerja: Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta, 2010. Febryani, Anita dan Rahadian Zulfadin. “Analisis Kinerja Bank Devisa dan Bank Non

Devisa di Indonesia.” Kajian Ekonomi dan Keuangan. Vol. 7, No. 4, Desember 2003.

Harahap, Sofyan Syafri. Teori Akuntansi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. Hasan, Iqbal. Analisis Data Penelitian dengan Statistik, Cet. ke-4. Jakarta: PT Bumi

Aksara, 2009.

Ismail. Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta: Kencana, 2010. Jumingan. Analisis Laporan Keuangan, Cet. ke-3. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009. Kasmir. Analisis Laporan Keuangan, Ed. 1. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

. Pengantar Manajemen Keuangan, Ed. 1. Jakarta: Kencana, 2010. Mansoer, Masri dan Elin Driana. Statistik Sosial. Tangerang: Ushul Press, 2009.

Martono. Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Cet. ke-4. Yogyakarta: EKONISIA, 2010.

Munawir. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN, 2002.

Rosyadi, Ibnu Fallah. “Analisis Perbandingan Kinerja Bank Syariah dengan Bank Konvensional Berdasarkan Rasio Keuangan (Studi Kasus : BMI dan 7 Bank Umum Konvensional).” EKSIS. Juli 2007.

Sawir, Agnes. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, Cet. ke-5. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Sipahutar, Mangasa Augustinus. Persoalan-persoalan Perbankan Indonesia. Jakarta: Gorga Media, 2007

Sutedi, Adrian. Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Cet. 1. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009.

Syahrial, Demawan dan Djahotman Purba. Analisa Laporan Keuangan – Cara Mudah & Praktis Memahami Laporan Keuangan, Edisi Pertama. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011.

(17)

17

Taswan. Manajemen Perbankan: Konsep, Teknik, dan Aplikasi, Ed. II. Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2010.

Velashifa, Antika. “Rasio Keuangan yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Perbankan Nasional Tahun 2009.” Skripsi S1 Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Website:

Bank Indonesia. “Laporan Keuangan Publikasi Bank Umum Syariah”. Diakses pada 1 Oktober 2012 dari www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Laporan+Keuangan+ Publikasi+ Bank/Bank/ Bank+Umum+Syariah/

http://www.bankvictoriasyariah.co.id/ http://www.bcasyariah.co.id/ http://www.bjbsyariah.co.id/ http://www.bnisyariah.co.id/ http://www.brisyariah.co.id/ http://www.megasyariah.co.id/ http://www.muamalatbank.com http://www.paninbanksyariah.co.id/ http://www.syariahbukopin.co.id/ http://www.syariahmandiri.co.id/

Referensi

Dokumen terkait

Fenomena catatan kasus kecurangan dalam pengelolaan keuangan negara di Provinsi Kalimantan Barat menuntut peran yang optimal dalam pelaksanaan pengawasan dan

Faktor keselamatan yang dihasilkan dari analisis kali ini menunjukkan bahwa faktor keselamatan terendah adalah sebesar 2,41 yang digambarkan dengan daerah berwarna

Pitchers of the climbing stem up to 20 cm, gradually originating from the tendril, almost ovate in the lower 1/3narrowing, becoming tubular or gradually expanding towards the mouth

The฀ pinMode ฀function฀is฀used฀to฀set฀the฀mode฀of฀a฀digital฀pin฀on฀the฀Arduino฀board.฀The฀digital฀pins฀can฀ be฀used฀both฀as฀an฀

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, dengan ini menyetujui untuk memberikan ijin kepada pihak Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa layanan penguasaan konten dengan teknik modelling dapat meningkatkan etika berbicara sopan siswa

a) Gaya mengajar : proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan

Hal demikian secara kontinuitas tetap d ij aga oleh masyarakat Pariaman, sehingga kesenian indang dapat tampil dalam berbagai aktivitas masyara- kat, seperti dalam acara