1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan partisipasi wanita dalam angkatan kerja telah menjadi fenomena yang menarik di banyak negara, termasuk negara-negara berkembang. Negara seperti China, Malaysia, Filipina dan Thailand memiliki tanda-tanda yang menunjukan antusiasme partisipasi tenaga kerja wanita yang saat ini mencapai tingkat 55% (sinarharapan.com di akses 9 Juli 2014). Begitu juga di Indonesia, seperti grafik dibawah ini yang dikutip dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
Sumber: Sakernas (2014)
Gambar 1.1
Persentase Tenaga Kerja menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
Dapat dilihat bahwa pada kelompok umur kurang dari 25 tahun dan 25-44 tahun perempuan memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki sedangkan pada kelompok umur 45-66 tahun dan kelompok umur lebih dari 65 tahun laki-laki memiliki persentase yang lebih tinggi namun selisihnya tidak lebih dari 5%. Hal ini membuktikan bahwa di Indonesia wanita juga memiliki antusiasme untuk masuk ke dalam dunia kerja. Tingginya peningkatan penduduk perempuan yang
bekerja diduga karena dorongan ekonomi, yaitu tuntutan keluarga untuk menambah penghasilan, disamping semakin terbukanya kesempatan bekerja pada kaum perempuan.
Hal ini berawal pada era Raden Ajeng Kartini yang memberikan dampak yang begitu besar terutama bagi kaum wanita. Beliau mengubah pandangan para wanita untuk berpikir maju dan kritis, seolah derajat wanita sejajar dengan kaum pria. Dimana wanita tidak hanya bekerja di dapur dan mengurus rumah tangga namun wanita juga bisa melakukan pekerjaan lain di luar rumah. Bahkan pada jaman yang serba modern seperti sekarang ini tidak sedikit wanita yang menjadi pemimpin di suatu organisasi bahkan mampu memimpin negara.
Berbeda dengan zaman dahulu dimana kaum wanita hanya berperan sebagai pengurus rumah tangga, saat ini seiring dengan berkembangnya zaman yang semakin modern seolah telah memberikan kesempatan pada kaum wanita untuk memiliki peran di dunia kerja sehingga memicu timbulnya fenomena bertambahnya jumlah wanita yang bekerja bahkan sudah mulai banyak wanita yang berhasil memasuki jenis-jenis pekerjaan yang selama ini jarang bahkan sama sekali belum pernah dimasuki kaum hawa. Fenomena ini menarik untuk dicermati, karena masuknya wanita ke dunia kerja akan memunculkan banyak konsekuensi bagi masyarakat, khususnya dalam kehidupan keluarga dan individu yang bersangkutan.
Sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk wanita yang bekerja baik itu sebagai buruh, karyawan atau pegawai di Indonesia selama tiga tahun terakhir (2010-2012) cenderung terus meningkat. Dapat dilihat pada tabel 1.1
Tabel 1.1
Data Tenaga Kerja Wanita di Indonesia Lapangan pekerjaan 2010 2011 2012 Pertanian 15.321.803 16.593.895 14.392.924 Pertambangan 149.552 144.163 141.501 Industri 5.998.020 5.730.789 6.377.994
Listrik, Gas, Air 22.192 24.484 21.322
Perdagangan Besar (Ex: Hotel, Cafe)
11.091.457 11.760.938 11.608.917 Angkutan 481.684 449.281 278.519 Keuangan, Asuransi 511.345 603.710 763.422 Jasa Kemasyarakatan 7.031.916 8.214.522 7.999.897 Total 40.745.544 41.680.456 41.739.189
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta Indonesia (2014)
Dari data tersebut menunjukkan bahwa persentase wanita yang bekerja di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Melihat kecenderungan yang seperti ini, diprediksikan jumlah persentase wanita yang bekerja akan mengalami peningkatan pada masa-masa mendatang.
Adanya peran wanita dalam dunia kerja menyebabkan perubahan baik dalam masyarakat maupun dalam keluarga dan dalam kehidupan individu yang bersangkutan. Secara ekonomis, adanya pasangan suami istri yang bekerja menyebabkan peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Dengan adanya ekstra pendapatan yang mereka terima, keluarga dapat menghadapi inflasi dan kasus-kasus lain yang menuntut peningkatan daya beli secara substansial. Namun, proses pembagian peran wanita dapat menyebabkan ketidakseimbangan peran atau terjadi proses peran satu mencampuri peran yang lain, yang apabila terjadi secara terus-menerus dan dengan intensitas yang kuat dapat menyebabkan konflik pekerjaan-keluarga (work-family conflict) (Kussudyarsana, 2009: 149). Di satu sisi perempuan dituntut untuk bertanggung jawab dalam mengurus dan membina keluarga secara baik, namun disisi lain, sebagai seorang karyawan yang baik mereka dituntut pula untuk bekerja sesuai dengan standar perusahaan dengan menunjukkan performa kerja yang baik.
Timbulnya masalah-masalah dalam kedua peran yang harus dijalaninya itu bisa memicu tingkat stres kerja para wanita tersebut. Hani Handoko (2008) menyatakan ada beberapa kondisi kerja yang sering menyebabkan stres bagi para karyawan, diantaranya yaitu beban kerja yang berlebihan dan tekanan atau desakan waktu. Biasanya para wanita yang mengalami masalah demikian, cenderung merasa
lelah (terutama secara psikis), karena seharian memaksakan diri untuk bertahan ditempat kerja. Sebetulnya stres merupakan keadaan yang wajar karena terbentuk pada diri manusia sebagai respon dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari dari diri manusia.
Pekerja wanita dalam menyelesaikan pekerjaannya sering kali mengalami gangguan atau masalah-masalah yang berhubungan dengan faktor psikologis dalam diri wanita tersebut. Misalnya, wanita itu merasa bersalah telah meninggalkan keluarganya untuk bekerja, tertekan karena terbatasnya waktu dan beban pekerjaan terlalu banyak, serta situasi kerja yang kurang menyenangkan. Keadaan ini akan mengganggu pikiran dan mental karyawan wanita ketika bekerja dan pada puncaknya akan menyebabkan stres kerja.
Sebenarnya, faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi. Kemampuan seseorang tersebut berkaitan dengan salah satu karakteristik kepribadian yakni aspek keyakinan akan kemampuan diri, yang oleh Bandura disebut self-efficacy (Wangmuba dalam Sumitro, 2009: 6).
Menurut Bandura dalam Anwar (2009), untuk melatih kontrol terhadap
stressor, self-efficacy yang ada pada diri seseorang sangat berguna. Diperjelas oleh
Bandura dalam Troutmen, Burke dan Beeler (2011) yang menyatakan bahwa
self-efficacy yang kuat dapat meningkatkan prestasi dan kepribadian yang baik dalam
berbagai hal. Individu yang memiliki self-efficacy tinggi, yang berarti ia yakin terhadap kemampuan diri untuk melaksanakan berbagai tugas dalam berbagai situasi, akan menganggap tugas-tugas yang sukar sebagai tantangan untuk diatasi dari pada sebagai ancaman yang harus dihindari.
Bagi organisasi dampak work-family conflict, stres kerja serta rendahnya
self-efficacy akan berakibat pada menurunnya komitmen organisasi, motivasi, kepuasan
kerja, produktifitas, serta meningkatnya turnover. Dimana tingkat turnover karyawan yang tinggi merupakan ukuran yang sering digunakan sebagai indikasi adanya masalah yang mendasar pada organisasi. Ini merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan perusahaan dalam mengolah Sumber Daya Manusia (SDM) untuk dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja. Dimana saat ini, mengumpulkan tenaga kerja yang berkinerja dan berkualitas semakin sulit didapatkan, terlebih lagi
dalam mempertahankan yang sudah ada. Turnover karyawan berpotensi menimbulkan biaya tinggi oleh karena itu perusahaan harus mampu menekan
turnover karyawannya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ridlo (2012:2) bahwa
tingginya tingkat turnover pada perusahaan akan semakin banyak menimbulkan berbagai potensi biaya baik biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti dikorbankan, maupun biaya rekrutmen dan pelatihan kembali.
Jadi hal ini merupakan keadaan yang harus diberi perhatiaan khusus oleh perusahaan, karena bisa menyebabkan pelaksanaan pekerjaan terganggu, yang akhirnya bisa menurunkan kinerja perusahaan.
Berdasarkan dari latar belakang tersebut, penulis memilih PT. Intensive Medicare yang berlokasi di Jalan Gelong Baru Utama No 5-8 Tomang, Jakarta Barat sebagai objek penelitian. Dari survei dan hasil wawancara yang dilakukan penulis ditemukan data yang menunjukan tingkat turnover karyawan yang relatif tinggi seperti terlihat pada tabel 1.2
Tabel 1.2
Data Turnover Karyawan PT. Intensive Medicare Tahun 2013
Bulan Jumlah karyawan yang keluar
Januari 3 Februari 3 Maret 5 April 5 Mei 5 Juni 1 Juli 1 Agustus 9 September 3 October 3 November 6
Desember 5
Total 49
Sumber : PT. Intensive Medicare Jakarta, 2014 Tabel 1.3
Turnover Berdasarkan Unit di PT. Intensive Medicare Bulan Manual
Worker
Staf Senior Staf / Koordinator Kepala Seksi Kepala Bagian Kepala Divisi BOD Januari 0 1 2 0 0 0 0 Februari 0 2 0 0 1 0 0 Maret 0 3 1 1 0 0 0 April 0 4 1 0 0 0 0 Mei 0 3 0 0 2 0 0 Juni 0 1 0 0 0 0 0 Juli 0 1 0 0 0 0 0 Agustus 0 6 1 1 0 1 0 September 0 2 0 0 1 0 0 October 0 2 0 0 1 0 0 November 0 4 2 0 0 0 0 Desember 0 5 0 0 0 0 0 Total 0 34 7 2 5 1 0
Sumber: PT. Intensive Medicare (2014)
Tabel 1.4
Tabel Turnover Karyawan Wanita
Bulan
Jumlah Karyawan Wanita Yang Keluar Januari 2 Februari 2 Maret 2 April 3 Mei 4 Juni 1
Juli 0 Agustus 7 September 1 Oktober 0 November 3 Desember 4 Total 29
Sumber: PT. Intensive Medicare
Dari tabel diatas terlihat bahwa tingkat turnover karyawan pada PT. Intensive Medicare dapat dikategorikan tinggi, ditegaskan oleh Supriyanto dalam Ridlo (2012) yang menyatakan dalam satu tahun turnover tidak boleh lebih dari 10% dari jumlah total karyawan. Dimana total karyawan PT. Intensive Medicare sebanyak 150 orang yang didominasi oleh wanita yakni sebanyak 85 orang.
PT. Intensive Medicare (I’m Care 177) sendiri adalah perusahaan Third Party
Administrator (TPA) atau pihak yang menghubungkan penyedia layanan kesehatan
atau provider (seperti RS, puskesmas dan apotek) dengan pihak yang membayar (payer) yakni perusahaan asuransi dan korporasi perserta asuransi. Hal ini bertujuan agar perusahaan dapat lebih berkonsentrasi terhadap aktifitas bisnisnya.
Atas dasar permasalahan dan uraian-uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Work-Family Conflict, Stres Kerja dan Self-Efficacy Terhadap Turnover Intention Karyawan Wanita di PT. Intensive Medicare”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang dapat dibuat adalah sebagai berikut:
1. Apakah variabel work-family conflict (Xı) berpengaruh terhadap turnover
intention (Y) karyawan wanita pada PT. Intensive Medicare?
2. Apakah variabel stres kerja (X₂) berpengaruh terhadap turnover intention (Y) karyawan wanita pada PT. Intensive Medicare?
3. Apakah variabel self-efficacy (Xз) berpengaruh terhadap turnover intention (Y) karyawan wanita pada PT. Intensive Medicare?
4. Apakah variabel work-family conflict, stres kerja dan self-efficacy berpengaruh terhadap turnover intention karyawan wanita pada PT. Intensive Medicare?
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini mengacu pada topik manajemen sumber daya manusia yang secara spesifik melihat pengaruh dari work-family conflict (X1), stres
kerja (X2) dan self efficacy (X3) terhadap turnover intention (Y) secara partial maupun simultan. Dimana objek penelitan ini adalah seluruh karyawan wanita di PT. Intensive Medicare sebanyak 85 responden, tetapi karena keterbatasan dari perusahaan maka hanya 77 responden yang dapat dijadikan objek penelitian. Data dianalisa melalui bantuan program SPSS versi 20 melalui metode analisis regresi berganda.
1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh work-family conflict terhadap turnover intention karyawan wanita pada PT. Intensive Medicare
2. Untuk mengetahui pengaruh stres kerja terhadap turnover intention karyawan wanita pada PT. Intensive Medicare
3. Untuk mengetahui pengaruh self-efficacy terhadap turnover intention karyawan wanita pada PT. Intensive Medicare
4. Untuk mengetahui pengaruh work-family conflict, stres kerja dan self-efficacy terhadap turnover intention karyawan wanita pada PT. Intensive Medicare
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmu bagi:
1. Bagi Perusahaan
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan referensi bagi internal manajemen PT. Intensive Medicare dalam hal mengelola sumber daya manusia untuk mendukung perencanaan dan pengembangan bisnis serta merumuskan strategi sumber daya manusia ke depan, khususnya dalam mengurangi tingkat konflik peran ganda (work-family conflict) karyawan wanita dan stres kerja, meningkatkan self effucacy dan upaya menekan serta meminsmalisir angka turnover karyawan.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan wacana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang manajemen sumber daya manusia, khususnya yang berhubungan dengan work-family conflict, stres kerja, self-efficacy dan turnover intention
3. Bagi Akademik
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut guna menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengaruh work-family
conflict, stres kerja, self-efficacy terhadap turnover intention
4. Bagi karyawan wanita
Dapat menjadi masukan dan informasi yang berkaitan dengan konflik peran ganda (work-family conflict), stres kerja dan self efficacy sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya
1.6 State of The Art
1. Jurnal oleh : Muhammad Raza-ullah Khan, Nabila Nazir, Sarwat Kazmi, Ayesha Khalid, Talat Mahmood Kiyani dan Asif Shahzad, dalam International Journal of Humanities and Social Science; Vol. 4, No. 5(1); March 2014; Work-Family Conflict and Turnover Intentions: Mediating
conflict dan turnover intention dengan stres kerja sebagai variabel mediating
atau variabel yang memediasi. Data dikumpulkan melalui kuisioner self-administrated dari 335 responden yang berasal dari empat (4) universitas di Islamabad. Metode analisa yang digunakan adalaah path analysis. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa work-family conflict berhubungan signifikan positif dengan turnover intention (0.21 < 0.05) dan stres kerja memediasi secara positif hubungan diantara keduanya.
2. Jurnal oleh : Muhammad Ghayyur dan Waseef Jamal, dalam International Journal of Social Science and Humanity; Vol. 2, No. 3, May 2012;
Work-Family Conflicts: A Case of Employees’ Turnover Intention. Penelitian in
meneliti hubungan work-family conflict dengan turnover intention. Data dikumpulkan melalui purposive random sampling dengan responden sebanyak 200 orang dengan tingkat respon 64,145%. Metode penelitian yang digunakan adalah person korelasi dan regresi. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa work-family conflict berhubungan positif dengan turnover
intention (0.29 < 0.05)
3. Jurnal oleh : Coleen S. Troutmen, Kimberly Gladden Burke dan Jesse D. Beeler, dalam The Journal of Applied Business Research; Vol. 16, No. 3, 2011; The effects of self-efficacy, assertiveness, stress and gender on
intention to turnover in public accounting. Penelitian ini meneliti pengaruh self-efficacy, assertiveness, stres dan gender terhadap turnover intention
dalam publik akuntan. Data dikumpulkan melalui simple random sampling dengan responden sebanyak 112 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah regresi. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa self-efficacy memiliki pengaruh yang signifikan terhadap turnover intention karyawan pria, tetapi self-efficacy tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
turnover intention karyawan wanita. Sedangkan variabel stres memiliki