• Tidak ada hasil yang ditemukan

Muchammad Rizal Aufik BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Muchammad Rizal Aufik BAB I"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan anak sebenarnya adalah bagian dari pendidikan individu yang

di dalam agama Islam berupaya mempersiapkannya dan membentuknya agar

menjadi masyarakat yang bermanfaat dan manusia yang salih dalam

kehidupan ini. Pendidikan anak pada dasarnya adalah fondasi untuk

menyiapkan individu yang salih yang siap memikul tanggung jawab dan

beban-beban hidup („Ulwan, 2012: xxi).

Seks bukan merupakan sesuatu yang kotor, seperti yang diajarkan dalam

kebanyakan budaya. Seks merupakan berkah dari Tuhan kepada manusia.

Islam memberikan kerangka aturan untuk menikmati berkah Allah ini, yang

tidak hanya diberikan untuk mendapatkan keturunan. Islam tidak memandang

rendah seks pada status nafsu dalam daging, penuh dosa, yang harus dikuasai

oleh jiwa melainkan bagian yang terpenting dalam kehidupan pernikahan.

(Irianto, 2014: 118).

Islam merupakan pegangan hidup yang menyeluruh. Masing-masing harus

dilihat dalam konteks keseluruhan. Islam mengajarkan kehidupan pernikahan

dan kehidupan keluarga sebagai bentuk dari beribadah kepada Allah.

Kehidupan seksual tidak dapat dilepaskan dari kehidupan pernikahan. Islam

memberikan pendidikan seksual yang mengajar dan mengontrol perilaku umat

(2)

main atau semata-mata untuk mendapatkan kesenangan. (Irianto, 2014: 125)..

Seks merupakan masalah yang memengaruhi perilaku dan kesehatan manusia.

Pengetahuan tentang masalah seksual, hubungan seksual dan penciptaan janin

manusia, nutfah dan komposisinya menunjukkan pentingnya pengetahuan

tentang anatomi dan fisiologi alat seksual dan reproduksi yang dibahas dalam

Islam (Irianto, 2014: 125).

Safrudin Aziz (2015: 5) menjelaskan bahwa:

“Perilaku free sex yang sering dilakukan orang dewasa yang telah berstatus menikah juga muncul sebagai akibat atas kekurang harmonisan pasangan dalam rumah tangga atau kurang puasnya terhadap servis yang diberikan oleh setiap pasangannya. Hal tersebut memunculkan kemarahan, saling menyalahkan terhadap pasangan, sehingga akhirnya menimbulkan perilaku perselingkuhan. Disamping memang kesengajaan mengumbar nafsu seks serta kepentingan politik. Mencermati kasus tersebut diatas, pendidikan seks sampai kapanpun menjadi sebuah keniscayaan. Sebab pendidikan seks diberikan sedini mungkin berdasarkan pertimbangan ahli psikoanalisa bahwa pengaruh yang baik ataupun tidak baik akan mempengaruhi karakter anak di tahun-tahun pertama. Sehingga pendidikan yang salah akan dapat mempengaruhi perkembangan berbagai bentuk penyimpangan seksual pada masa-masa berikutnya. Pendidikan seks anak yang diberikan sejak sedini mungkin dapat meluruskan pemahaman dan perilaku seks anak-anak sehingga lebih positif sehingga tidak akan adanya timbul

perilaku yang mendekati zina”

Al-Qur‟an menjelaskan tentang larangan berbuat zina sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Isrā‟: 32



























Artinya:
(3)

Dalam bentuk ayat diatas, tidak ada alasan untuk menghindari pendidikan

seks. Perasaan malu yang timbul bagi orang tua muslim untuk mengajarkan

masalah seksual pada anak-anaknya lebih timbul karena dorongan budaya

bukan agama. Lebih baik jika generasi muda mendapatkan pengajaran yang

sesuai daripada mendapatkannya dari sumber yang tidk bertanggung jawab

yang memberikan perasaan bersalah pada tempatnya. Pendidikan seks dapat

dimulai oleh orang tua muslim di rumah. Selain itu, pendidikan seks dapat

diberikan dalam bentuk penyuluhan atau kurikulum sekolah. Tidak ada

kesulitan dalam memberikan pendidikan seks selama diberikan dalam

perspektif Islam (Irianto, 2014: 118-119).

Pendidikan seks seharusnya didapat dari orang-orang yang memiliki

tanggung jawab moral atas perilaku dan kesehatan seksual. Sumber informasi

yang tidak bertanggung jawab dapat memberikan pesan yang menyesatkan.

Pendidikan seksual yang sesuai dengan ajaran Islam harus diajarkan dari, oleh

dan untuk umat Islam (Irianto, 2014: 127).

Krisis moralitas seksual yang terjadi dewasa ini sudah sangat

memprihatinkan. Hampir tidak ada ruang kosong yang tersisa dalam

kehidupan ini yang terbebas dari persoalan penyimpangan seksual. Setiap hari

dengan beragam informasi yang menyayat hati seputar perilaku anak manusia

dalam memenuhi hajat biologisnya yang tidak hanya jauh dari norma-norma

sosial dan agama, bahkan sudah menafikan kodrat kemanusiaannya (Junaedi,

2016: 105).

(4)

harus dilakukan secara terpadu. Pendidikan seks dalam Islam harus dimulai di

rumah. Seorang ayah dapat mengajari anak laki-lakinya, seorang ibu

seharusnya dapat mengajari anak perempuannya. Jika orang tua tidak ada

maka pilihan selanjutnya adalah guru muslim dengan jenis kelamin sama

(Irianto, 2014: 131).

Pendidikan seks mutlak diperlukan dalam rentang usia manusia. Sejak

terlahir, setiap manusia mempunyai perangkat yang berkaitan dengan

reproduksi sehingga mau tidak mau, ilmu tentang memahami seksualitas

secara benar sangat diperlukan. Konteks remaja, pendidikan seks tidak hanya

mengajarkan anak bagaimana cara berhubungan seksual antara laki-laki dan

perempuan. Walaupun ujung-ujungnya memang hubungan suami istri, namun

pendidikan seks ini menyadarkan anak pada jenis kelamin yang dimilikinya.

Kelak jika masanya tiba, ia mengemban tugas sebagai ayah dan ibu yang siap

melakukan reproduksi sehingga terlahir anak-anak di bawah ikatan tali

pernikahan yang suci (Chomaria, 2012 ix-x).

Pendidikan seks tidak hanya pengetahuan tentang anatomi dan fisik tubuh

manusia, perilaku seks, reproduksi dan kehidupan keluarga, pencegahan

infeksi menular seksual atau kehamilan yang tidak diinginkan. Pendidikan

seks bukan merupakan pembolehan untuk melakukan hubungan seks yang

dilakukan dengan aman. Perspektif Islam, pendidikan seks saat ini diajarkan di

sekolah umum, tidak lengkap. Kurikulum pendidikan seks tidak mencakup

moralitas berkaitan dengan perilaku seksual, kelainan, penyimpangan perilaku

(5)

Pendidikan seks adalah memberikan pengajaran, pengertian, dan

keterangan yang jelas kepada anak ketika sudah memahami hal-hal yang

berkaitan dengan hidupnya, sehingga tahu mana yang halal dan haram, dan

sudah terbiasa dengan akhlak Islam. Pendidikan seks yang harus diperhatikan

oleh pendidik memiliki beberapa fase sebagai berikut:

1. Usia antara 7-10 tahun, dinamakan dengan kanak-kanak usia akhir

(tamyiz): anak-anak yang diajarkan etika meminta izin untuk masuk ke

kamar orang tua dan orang lain dan etika melihat lawan jenis.

2. Usia antara 10-14 tahun dinamakan usia remaja: anak diajarkan dari

segala hal yang mengarah kepada seks.

3. Usia antara 14-16 tahun dinamakan usia balig: anak diajarkan tentang

etika berhubungan badan ketika sudah siap untuk menikah.

4. Usia setelah balig yang dinamakan dengan usia pemuda/ pemudi yaitu

anak diajarkan tentang cara-cara menjaga kehormatan dan menahan diri

ketika belum mampu untuk menikah.

Pendidikan seks yang harus diajarkan oleh pendidik dilakukan dengan

memberikan perintah dan arahan yang baik tentang seks sesuai syariat Islam

berupa materi dan metode pendidikan seks. (Ulwan, 2012: 423). Tanggung

jawab pendidikan seks itu sangat diperlukan oleh pendidik untuk anaknya

terutama yang sudah memasuki usia remaja supaya anak bisa terobati

kecenderungannya terhadap seks, dapat mencegah perbuatan keji pada masa

remaja, mengajarkannya dasar-dasar hubungan seksual jika telah memasuki

(6)

Pada masa remaja, anak dididik tentang adab bersuci jika memang belum

mampu melakukan pernikahan. Sebelum pendidik mengajarkan kepada

anaknya, supaya pendidik mendapatkan teladan yang baik kepadanya yang

berhak mendapatkan pendidikan. setelah itu berupaya mengajarkannya kepada

anak, sehingga dapat tumbuh di atas akidah yang benar, Islam yang sempurna

dan akhlak yang luhur (Iqbal, 2015: 223-224).

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat judul

tentang “Pemikiran DR. Abdullah Nashih „Ulwan tentang Materi dan Metode

Pendidikan Seks Anak Usia Remaja dalam Kitab Tarbiyatul Aulād Fil Islām”.

Alasan peneliti tertarik untuk meneliti pemikiran DR. Abdullah Nashih

Ulwan tentang materi dan metode pendidikan seks anak usia remaja dalam

kitab Tarbiyatul Aulād Fil Islām adalah konsep Ulwan didasarkan pada epistemologi komprehensif dengan metode deduktif yang kebenaran wahyu

bersifat universal, sangat berbeda pada pemikiran barat yang kebenarannya

temporal sehingga kajian pemikiran DR. Abdullah Nashih Ulwan tentang

materi dan metode pendidikan seks anak usia remaja dalam kitab Tarbiyatul Aulād Fil Islām perlu dilakukan.

Sebagaimana dalam Q.S Al-Mu‟minun: 5-7 yang merupakan dalil yang diungkapkan oleh Ulwan (2012: 502) yang menceritakan tentang pendidikan

seks





























































(7)

6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki[994]; Maka

Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.

7. Barangsiapa mencari yang di balik itu[995] Maka mereka Itulah orang-orang yang

melampaui batas.

[994] Maksudnya: budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan orang

kafir, bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. dalam peperangan dengan

orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin

yang ikut dalam peperangan itu, dan kebiasan ini bukanlah suatu yang diwajibkan. imam

boleh melarang kebiasaan ini. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak

ikut tertawan bersama-samanya.

[995] Maksudnya: zina, homoseksual, dan sebagainya.

Dalil tersebut diatas merupakan salah satu dalil yang kebenaran

wahyunya bersifat universal didasarkan pada epistemologi komprehensif

dengan metode deduktif. Sedangkan pemikiran Barat yang bersifat temporal

maksudnya pemikiran antara pemikir Barat yang satu dengan yang lain

berbeda-beda dan ada kecenderungan berubah-ubah sesuai dengan keadaan

zaman.

Buktinya adalah menurut Lickona (2013: 483) pendidikan seks merupakan

topik yang banyak diperdebatkan dalam semua pendidikan nilai. Namun

ditengah-tengah pertikaian yang terjadi atas permasalahan ini ada satu

konsensus, yaitu pendidikan seksual ditentukan oleh nilai, bukan pengetahuan

belaka. Akibatnya, pendidikan seks harus mendidik orang muda tentang

(8)

seks tanpa didasari dengan pendapat nilai, meski nilai yang diajarkan tidak

selalu diberikan dalam suatu bentuk khusus dan menjadi subyek sebuah

refleksi. Berdasarkan pembuktian tersebut antara pendapat Reiss dengan

Lickona berbeda dan adanya perubahan tentang pernnyataan pendidikan seks

yang terdapat dalam pendidikan nilai. Reiss yang lebih dahulu menyatakan

pendidikan seks tanpa didasari dengan nilai tidak selalu diajarkan dalam suatu

bentuk khusus dan menjadi subyek refleksi dengan kemudian Lickona

menyatakan terdapat banyak topik perdebatan mengenai pendidikan seks

dalam semua pendidikan nilai.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalahnya:

1. “Bagaimana pemikiran DR. Abdullah Nashih „Ulwan tentang materi pendidikan seks anak usia remaja dalam kitab Tarbiyatul Aulād Fil Islām?”

2. “Bagaimana pemikiran DR. Abdullah Nashih „Ulwan tentang metode pendidikan seks anak usia remaja dalam kitab Tarbiyatul Aulād Fil

Islām?”

3. Bagaimana relevansi pemikiran DR. Abdullah Nashih Ulwan tentang

materi dan metode pendidikan seks dengan pendidikan Islam saat ini di

(9)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah pemikiran DR.

Abdullah Nashih „Ulwan tentang materi dan metode pendidikan seks

untuk anak usia remaja dalam Tarbiyatul Aulād Fil Islām dan menerapkannya pada kondisi saat ini dalam kehidupan sehari-hari.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis

Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah menambah

wawasan dan khazanah keilmuan mengenai materi dan metode

pendidikan seks anak usia remaja pemikiran DR. Abdullah Nashih

„Ulwan didalam Kitab Tarbiyatul Aulād Fil Islām.

b. Secara Praktis

Manfaat penelitian ini secara praktis adalah untuk menambah

wawasan pengetahuan orang tua dan pendidik lain dan bagi

pihak-pihak lain yang berkompeten dalam bidang pendidikan, terutama

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) pengaruh jarak tanam berbeda nyata sampai berbeda sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 15, 30, dan 45 hari setelah

Sementara UKE pertanian meskipun ada di dalam masa PSBB ternyata memiliki kemampuan bertahan hidup yang masih baik, dengan rata-rata pengeluaran yang tetap berada

Penelitian yang dilakukan berdasarkan hasil kognitif siswa, hasil penelitian yang telah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui model

1.Pemberian balsam minyak atsiri lavender konsentrasi 10% tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan lamanya waktu berenang pada tikus putih jantan

Data kemampuan komunikasi matematis siswa, Data kemampuan komunikasi yang digunakan diperoleh dari hasil posttest yang dilakukan diakhir pembelajaran pada kelas VII-D

2 (2019) 200 Berdasarkan hasil survey, observasi awal dan wawancara di SDN Tenggerejo II Kec.Kedungpring Kab.Lamongan proses pembelajaran matematika masih bersifat teacher

Analisa yang dilakukan meliputi analisa fisik ( cooking time, cooking loss, tensile strength, warna) dan analisa kimia (pH, kadar air, kadar kurkumin).. Berdasarkan

Quraish Shihab tentang kisah nabi Mu>sa> dan nabi Khidir dalam surat al-Kahfi ayat 66-82, sebuah analisis yang berisi tentang persamaan kedua mufasir