• Tidak ada hasil yang ditemukan

Theresia Dian Fransisca BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Theresia Dian Fransisca BAB II"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori 1. Diare

a. Definisi Diare

1) WHO (2009), menyatakan bahwa diare adalah buang air besar

dengan frekuensi lebih sering (lebih dari 3 kali sehari), dan bentuk

tinja lebih cair dari biasanya.

2) Vivian (2010), menyatakan bahwa diare adalah pengeluaran feses

yang tidak normal dan cair. Bisa juga didefinisikan sebagai buang

air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan frekuensi

lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila sudah lebih

dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonates dikatakan diare bila

sudah lebih dari 4 kali buang air besar.

3) Nursalam (2008), menyatakan bahwa diare adalah Frekuensi buang

air besar yang lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih 3 kali pada

anak, konsisten feces encer, dapat berwarna hijau, atau dapat pula

bercampur lendir dan darah atau hanya lendir saja.

4) Aden (2010), menyatakan bahwa diare merupakan buang air besar

dalam bentuk cair lebih dari tiga kali dalam satu hari, dan biasanya

(2)

b. Klasifikasi

Klasifikasi diare menurut pedoman dari laboratorium/UPF Ilmu

Kesehatan Anak, Universitas Airlangga (1996) dalam Susilaningrum

(2013), dapat dikelompokan menjadi :

1) Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung

paling lama 3-5 hari. Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan

dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita

diare.

Diare akut atau diare disebabkan infeksi usus yang bersifat

mendadak, dapat terjadi pada semua umur dan bila menyerang bayi

umumnya disebut gastroenteritisinfantile. Diare akut adalah diare

yang timbul secara mendadak dan berhenti cepat atau maksimal

sampai 2 minggu. Sebagai salah satu penyebab penting diare akut

pada bayi dan anak (yang bukan disebabkan oleh infeksi) adalah

enteropati karena sensitive terhadap protein susu sapi atau

Cow’smilk protein sensitive enteropathy (CMPSE)’ atau lebih

dikenal dengan alergi terhadap susu sapi atau ‘Cow’s milk Allergy

(CMA)’.

Suraatmaja (2007) menyatakan bahwa diare akut, yaitu diare yang

terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya

sehat. Penyebab diare akut biasa disebabkan makanan dan

(3)

2) Diare kronik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Akibat diare

kronik adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.

Diare kronik umumnya bersifat menahun. Penyebabnya

diakibatkan luka oleh radang usus, tumor ganas dan sebagainya.

Diare kronik lebih komplek dan faktor-faktor yang

menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi,

malnutrisi dan lain-lain.

Pedoman MTBS (2008) dalam Susilaningrum (2013),

menunjukan bahwa diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Diare dengan dehidrasi berat

Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut:

a) Letargis atau tidak sadar.

b) Mata cekung.

c) Tidak bisa minum atau malas minum.

d) Cubitan kulit perut kembali sangat lambat.

2) Diare dengan dehidrasi sedang

Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut.

a) Gelisah, rewel/mudah marah.

b) Mata cekung.

c) Haus, minum dengan lahap.

d) Cubitan kulit perut kembali lambat.

3) Diare dengan dehidrasi ringan

(4)

c. Etiologi

Diare dapat disebabkan karena beberapa faktor, seperti infeksi,

malabsorbsi, makanan, dan psikologi (Dewi, 2011).

1) Infeksi

a) Enteral, yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan

dan merupakan penyebab utama terjadinya diare. Infeksi

enteral meliputi:

(1) Infeksi bakteri: Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella

campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.

(2) Infeksi virus: enterovirus, seperti virus ECHO, coxsackie,

poliomyelitis, adenovirus, rotavirus, astrovirus, dan

sebagainya.

(3) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, dan

Strongylodies), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia

lamblia, dan Trichomonas hominis), serta jamur (Candida

albicans)

b) Parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat

pencernaan, misalnya Otitis Media Akut (OMA),

tosilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya.

2) Malabsorbsi

Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi

(5)

a) Malabsorpsi Karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap

lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare.

Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan

sakit di daerah perut.

b) Malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak

yang disebut triglyserida. Trigelyserida, dengan bantuan

kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micells yang siap

diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan

mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap

dengan baik.

3) Makanan

Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan tercemar,

basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang

maang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah

mengakibatkan diare pada bayi dan balita.

4) Psikologis

Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat

menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak bayi

dan balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.

d. Tanda dan Gejala

Gejala diare menurut Putra (2012) adalah tinja encer dengan

frekuensi 4 kali atau lebih dalam sehari, yang terkadang disertai

(6)

1) Muntah.

2) Badan lesu atau lemah.

3) Panas.

4) Tidak nafsu makan.

5) Darah dan lendir dalam kotoran.

6) Cengeng.

7) Gelisah.

8) Feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan ada darahnya.

Kelamaan, feses ini akan berwarna hijau dan asam.

9) Suhu meningkat.

10)Dehidrasi, bila menjadi dehidrasi berat akan terjadi penurunan

volume dan tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan

denyut jantung, penurunan kesadaran, dan diakhiri dengan syok.

11)Berat badan turun.

12)Anus lecet.

13)Turgor kulit menurun.

14)Mata dan ubun-ubun cekung.

15)Selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering.

e. Patofisiologi

Sebagai akibat diare akut maupun kronis menurut Nursalam

(2008) akan terjadi:

1) Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi)

(7)

a) Kehilangan natrium bikarbonat bersama tinja

b) Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yag tidak

sempurna, sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.

c) Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia

jaringan

d) Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena

tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri dan anuria)

e) Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler kedalam

cairan intraseluler

Secara klinis, asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan

pernapasan yang bersifat cepat, teratur, dan dalam (pernapasan

kusmaul).

2) Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita

diare dan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah

menderita KKP, karena :

a) Penyimpanan persediaaan glycogen dalam hati terganggu

b) Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun jarang terjadi).

Gejala hipoglikemia akan muncul juka kadar glukosa darah

menurun sampai 40% pada bayi dan 50 % pada anak-anak. Hal

tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,

(8)

3) Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi

sehingga terjadi penurunan berat badan. Hal ini disebabkan karena:

a) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare

atau muntahnya akan bertambah hebat, sehingga orang tua

hanya sering memberikan air teh saja.

b) Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan

pengenceran dalam waktu yang terlalu lama.

c) Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi

dengan baik karena adanya hiperperistaltik.

4) Gangguan sirkulasi

Gangguan sirkulasi ini terjadi sebagai akibat diare yang dengan

atau tanpa disertai muntah, maka dapat terjadi gangguan sirkulasi

darah berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibat perfusi

jaringan berkurang dan terjadinya hipoksia, asidosis bertambah

berat sehingga dapat mengakibatkan perdarahan didalam otak,

kesadaran menurun, dan bila tidak segera ditolong maka penderita

dapat meninggal.

f. Komplikasi

Akibat diare dan kehilangan cairan serta elektrolit secara

mendadak menurut Dewi (2011) dapat terjadi berbagai komplikasi

(9)

1) Dehidrasi akibat kekurangan cairan dan elektrolit, yang dibagi

menjadi:

a) Dehidrasi ringan, apabila terjadi kehilangan cairan <5% BB

b) Dehidrasi sedang, apabila terjadi kehilangan cairan 5-10% BB

c) Dehidrasi berat, apabila terjadi kehilangan cairan >10-15%

2) Renjatan hipovolemik akibat menurunnya volume darah dan

apabila penurunan volume darah mencapai 15-25% BB maka akan

menyebabkan penurunan tekanan darah.

3) Hipokalemia dengan gejala yang muncul adalah meteorismus,

hipotoni otot, kelemahan, bradikardia, dan perubahan pada

pemeriksaan EKG

4) Hipoglikemia

5) Intoleransi laktosa sekunder sebagai akibat definisi enzim laktosa

karena kerusakan vili mukosa usus halus

6) Kejang

Malnutrisi energy protein karena selain diare dan muntah, biasanya

penderita mengalami kelaparan.

g. Pencegahan Diare

1) Pencegahan dan pengobatan di rumah

Diare banyak disebabkan oleh lingkungan yang tidak bersih,

termasuk kebersihan tubuh anak. Selain itu, makanan dan minuman

(10)

mengandung bibit penyakit penyebab diare. Oleh karena itu,

orangtua dapat melakukan berbagai tindakan pencegahan, yakni:

a) Teruskan pemberian Air Susu Ibu (ASI).

b) Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang untuk

pemberian makanan pendamping ASI setelah bayi berusia

enam bulan. Ketika usia bayi sudah mencapai enam bulan,

berikan makanan tambahan secara bertahap. Jumlah dan tingkat

kelembutannya harus disesuaikan dengan usia agar system

pencernaannya dapat menyesuaikan dengan baik.

c) Karena penularan kontak langsung dari tinja melalui tangan /

serangga, maka menjaga kebersihan dengan menjadikan

kebiasaan mencuci tangan untuk seluruh anggota keluarga.

Cucilah tangan sebelum makan atau menyediakan makanan

untuk sikecil.

d) Ingat untuk menjaga kebersihan dari makanan atau minuman

yang kita makan. Juga kebersihan perabotan makan ataupun

alat bermain sikecil.

e) Membiasakan meminum air yang sudah dimasak hingga

mendidih.

f) Jangan biasakan anak bermain ditempat yang kotor.

g) Peralatan makan anak setiap selesai digunakan harus dicuci

menggunakan air yang bersih. Gunakan air panas untuk

(11)

h) Jangan memberikan makanan yang terlihat agak basi atau

bulukan, dan panaskan terlebih dahulu lauk pauk sisa hari

sebelumnya.

Adapun tindakan pengobatan yang dapat dilakukan oleh orang

tua ketika buah hatinya terserang diare adalah:

a) Perbanyak frekuensi pemberian ASI atau susu formula.

b) Perbanyak pula pemberian makanan dan minuman agar balita

tidak kekurangan gizi atau dehidrasi dan mencegah berat

badannya berkurang.

c) Untuk pertolongan pertama agar tidak mengalami dehidrasi,

berikan cairan oralit yang banyak dijual di apotek. Jika tidak

ada, dapat diganti dengan air matang, air tajin, atau kuah sayur.

d) Hindari pemberian obat anti diare karena dapat membahayakan

bayi.

e) Apabila diare terus berlanjut disertai muntah-muntah dan

mengalami dehidrasi berat, segera bawa ke dokteratau tenaga

medis terdekat. Jangan ditunda-tunda karena bisa berakibat

fatat (kematian).

2) Pengobatan dan Penanganan Diare pada Bayi di Rumah Sakit

Pengobatan dan penanganan diare pada bayi dengan cara

pemberian cairan menurut Depkes RI (2010) sebagai berikut:

a) Diare dengan dehidrasi ringan sampai sedang

(12)

(2) Pemberian ASI secara langsung/per sonde.

(3) Pemberian oralit selama 3 jam pertama (75ml x BB/kg)

(4) Pemberian tablet Zink (1 tablet = 20 mg)

(5) Pemberian antibiotic jika ada indikasi yaitu : bercampur

lender darah, suspek kolera, faringitis, bronchitis.

b) Diare dengan dehidrasi berat

(1) Mencegah terjadinya hipotermi.

(2) Pemberian ASI secara langsung/per sonde.

(3) Pemberian cairan intravena

(4) Pemberian oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam)

(5) Pemberian tablet Zink (1 tablet = 20 mg)

(6) Pemberian antibiotic jika ada indikasi yaitu : bercampur

lender darah, suspek kolera, faringitis, bronchitis.

h. Penatalaksanaan

Prinsip perawatan diare menurut Dewi (2011) adalah sebagai

berikut :

1) Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan)

2) Diatetik (pemberian makanan)

3) Obat-obatan

a) Jumlah cairan yang diberikan adalah 100 ml/kgBB/hari

sebanyak 1 kali setiap 2 jam , jika diare tanpa dehidrasi.

Sebanyak 50% cairan ini diberikan dalam 4 jam pertama dan

(13)

b) Sesuaikan dengan umur anak:

a) <2 tahun diberikan ½ gelas

b) 2-6 tahun diberikan 1 gelas

c) 6 tahun diberikan 400 cc (2 gelas)

c) Apabila dehidrasi ringan dan diarenya 4 kali sehari, maka

diberikan cairan 25-100 ml/kg/BB dalam sehari atau setiap jam

2 kali.

d) Oralit diberikan sebanyak ± 100 ml/kgBB setiap 4-6 jam pada

kasus dehidrasi ringan sampai berat.

Beberapa cara untuk membuat cairan rumah tangga (cairan RL).

a) Larutan gula garam (LGG): 1 sendok the gula pasir + ½ sendok

the garam dapur halus + 1 gelas air masak atau air teh hangat.

b) Air tajin (2 liter + 5 g garam).

(1) Cara tradisional

3 liter air + 100 g atau 6 sendok makan beras dimasak

selama 45-60 menit.

(2) Cara biasa

2 liter air + 100 g tepung beras + g garam dimasak hingga

mendidih.

4) Teruskan pemberian ASI karena bisa membantu meningkatkan

(14)

Penatalaksanaan penderita diare menurut Maryunani (2013) antara

lain dengan :

1) Anamnesis

Kepada penderita atau keluarganya perlu ditanyakan mengenai

riwayat perjalanan penyakit, antara lain :

a) Lamanya sakit/diare/sudah berapa jam, hari.

b) Frekuensinya (berapa kali sehari).

c) Banyaknya/volumenya (berapa banyak setiap kali BAB,

misalnya berapa ml/popok penuh).

d) Warnanya (biasa, kuning, berlendir, berdarah, seperti air cucian

beras).

e) Baunya (amis, busuk).

f) Buang air kecil (banyaknya, warnanya, kapan terakhir buang

air kecil).

g) Ada tidaknya batuk, panas, pilek, dan kejang (sebelum, selama,

atau setelah diare).

h) Jenis, bentuk dan banyaknya makanan dan minuman sebelum

dan sesudah sakit.

i) Adakah penderita diare disekitar rumah.

j) Berat badan sebelum sakit (bila diketahui).

2) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada kasus diare meliputi inspeksi, palpasi,

(15)

3) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada kasus diare meliputi pemeriksaan

tinja, pemeriksaan darah, Hb, dan pemeriksaan urine.

4) Pengobatan yang sesuai

Prinsip pengobatan diare, meliputi terapi cairan, dietetik (cara

pemberian makanan), terapi suportif, dan edukasi.

Tujuan pengobatan :

a) Mencegah dehidrasi

b) Mengatasi dehidrasi yang telah ada

c) Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan

selama dan setelah diare

d) Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya

episode diare, dengan memberikan suplemen zinc.

Zinc merupakan komponen > 300 enzim dan dibutuhkan untuk

sintesis DNA, pembelahan sel dan sintesis protein. Gejala dan

tanda defisiensi zinc (seng) tidak jelas, terutama pada yang

ringan. Prevalensi defisiensi Zn (zinc) di Indonesia cukup

tinggi, berkisar antara 44 – 60%. Angka kejadian diare 47%

lebih tinggi pada anak dengan difisiensi zinc. Penelitian

membuktikan bahwa suplemen zinc dapat menurunkan angka

kejadian diare akut dan persisten. Penelitian suplementasi Zinc

di Negara berkembang (india, Meksiko, Papua Nugini, Peru,

(16)

memperlihatkan menurunnya secara bermakna angka kejadian

diare akut, diare persisten, dan pneumonia. Sejak tahun 2004,

WHO dan UNICEF setelah mempelajari berbagai penelitian di

seluruh dunia, menganjurkan pemberian Zn pada anak dengan

diare 20 mg per hari selama 10-14 hari. Pada < 6 bulan 10 mg

per hari selama 10-14 hari.

Untuk mengatasi diare, tidak selalu harus dirujuk. Hal ini

disesuaikan dengan klasifikasinya. Ada tindakan yang dapat dilakukan

sendiri oleh petugas lapangan. Anak baru dirujuk apabila keadaan anak

tidak membaik. Sesuai dengan klasifikasi pada pedoman MTBS

(2008), tindakan yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1) Diare dengan dehidrasi ringan

a) Beri cairan tambahan sebanyak anak mau. Saat berobat,

orangtua perlu diberi oralit beberapa bungkus untuk diberikan

pada anak dirumah. Juga perlu penjelasan.

(1) Beri ASI lebih lama pada setiap kali pemberian (bila masih

diberi ASI).

(2) Jika diberi ASI eksklusif, berikan oralit atau air matang

sebagai tambahan.

(3) Jika tidak memperoleh ASI eksklusif, berikan salah satu

cairan berikut ini yaitu oralit, kuah sayur, air tajin, air

(17)

(4) Ajarkan cara membuat dan memberikan oralit dirumah:

(a) Satu bungkus oralit masukan ke dalam 200 ml (satu

gelas) air matang

(b) Usia sampai satu tahun berikan 50-100 ml oralit setiap

habis berak,

(c) Berikan oralit sedikit-sedikit dengan sendok. Bila

muntah, tunggu sepuluh menit, kemudian berikan lagi.

b) Lanjutkan pemberian makan sesuai usianya.

c) Bila keadaan anak tidak membaik dalam lima hari atau bahkan

memburuk, maka anjurkan untuk dibawa ke rumah sakit.

Selama perjalanan ke rumah sakit, oralit tetap diberikan.

2) Diare dengan dehidrasi sedang

a) Berikan oralit dan observasi diklinik selama 3 jam dengan

jumlah sekitar 75 ml/kgBB atau berdasar usia anak. Pemberian

oralit pada bayi sebaiknya dengan menggunakan sendok.

Adapun jumlah pemberian oralit berdasarkan usia atau berat

badan dalam 3 jam pertama adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Pemberian Oralit berdasarkan usia

(18)

Bila anak menginginkan lebih, dapat diberikan. Anak di bawah

enam bulan yang sudah tidak minum ASI, berikan juga air

matang sekitar 100-200 ml selama periode ini.

b) Ajarkan pada ibu cara membuat dan memberikan oralit, yaitu

satu bungkus oralit dicampur dengan satu gelas (ukuran 200

ml) air matang.

c) Lakukan penilaian setelah anak diobservasi tiga jam. Bila

membaik, pemberian oralit dapat diteruskan di rumah sesuai

dengan penanganan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk,

segera pasang infuse dan rujuk ke rumah sakit untuk

mendapatkan penanganan segera.

3) Diare dengan dehidrasi berat

a) Jika anak menderita penyakit berat lainnya, segera rujuk.

b) Jika tidak ada penyakit berat lainnya, perlu tindakan sebagai

berikut:

(1) Jika dapat memasang infuse, segera berikan cairan RL atau

NaCL secepatnya secara intravena sebanyak 100 ml/BB

dengan pedoman sebagai berikut:

Tabel 2.2 Pemberian infuse untuk dehidrasi

Umur Jumlah

1 jam pertama 5 jam berikutnya

Anak (12 bulan-5

tahun)

30 menit pertama 2,5 jam berikutnya

(19)

Keterangan :

Periksa kembali setelah 1-2 jam, jika status hidrasi belum

membaik (nadi lemah atau tidak teraba), ulangi pemberian

pertama. Jika kondisi membaik, teruskan penanganan

seperti pada dehidrasi ringan/sedang.

(2) Jika tidak dapat memasang infuse tetapi dapat memasang

sonde, berikan oralit melalui nasogastrik dengan jumlah 20

ml/kg BB/jam selama enam jam. Jika anak muntah terus

menerus dan perut kembung, berikan oralit lebih lambat.

Jika keadaan membaik setelah enam jam, teruskan

penanganan seperti dehidrasi ringan/sedang. Jika keadaan

memburuk, segera lakukan rujukan.

(3) Jika tidak dapat memasang infuse maupun sonde, rujuk

segera. Jika anak dapat minum, anjurkan ibu untuk

memberikan oralit sedikit demi sedikit selama dalam

perjalanan.

Adapun untuk mengatasi permasalahan selanjutnya, perencanaan

yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1) Kekurangan volume cairan

a) Pantau tanda dan gejala dehidrasi (kulit membrane mukosa

kering, kenaikan berat jenis urine tiap empat jam, rasa haus).

b) Pantau keluaran dan masukan dengan cermat meliputi

(20)

c) Pantau ketidakseimbangan elektrolit (Natrium klorida, kalium).

d) Timbang berat badan setiap hari.

e) Monitor tanda-tanda vital (suhu, nadi) setiap empat jam.

f) Monitor pemeriksaan laboratorium (elektrolit, berat jenis urine,

nitrogen urea darah).

g) Lakukan tindakan untuk mengurangi demam (ganti pakaian

katun dan kompres dingin)

h) Kolaborasi dengan dokter tentang rehidrasi terutama untuk

dehidrasi berat dan terdapatnya penyakit berat lainnya.

2) Perubahan nutrisi

a) Pelihara input dan output yang tepat dengan meneruskan nutrisi

per oral.

b) Observasi muntah dan berak tiap 4 jam.

c) Berikan makanan secara bertahap menaikkan dari diet lunak ke

diet biasa.

d) Timbang berat badan setiap hari.

Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil

peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada

tubuh, misalnya tulang, otot, lemak, organ tubuh, dan cairan

tubuh sehingga dapat diketahui status keadaan gizi atau tumbuh

kembang anak. Selain menilai berdasarkan status gizi dan

tumbuh kembang anak, berat badan juga dapat digunakan

(21)

dalam tindakan pengobatan. Penilaian berat badan berdasarkan

usia menurut WHO dengan standar NCHS (National Center for

Health Statistics) yaitu menggunakan persentil sebagai berikut:

persentil ke 50-3 dikatakan normal, sedangkan persentil kurang

atau sama dengan tiga termasuk kategori malnutrisi. Penilaian

berat badan berdasarkan tinggi badan menurut WHO yaitu

menggunakan presentase dari median: 80-100% dikatakan

malnutrisi sedang dan kurang dari 80% dikatakan malnutrisi

akut (wasting). Penilaian berat badan berdasarkan tinggi badan

menurut standar baku NCHS yaitu menggunkan persentil:

75-25 dikatakan normal, persentil 10-5 dikatakan malnutrisi

sedang, dan kurang dari persentil 5 dikatakan malnutrisi berat.

Selain penggunaan standar baku NCHS juga dapat digunakan

kartu menuju sehat (KMS). Sebagaimana penelitian Anwar

(2003), dengan adanya KMS perkembangan anak dapat

dipantau secara praktis, sederhana, dan mudah (Alimul, 2008).

Prosedur mengukur Berat Badan Bayi menurut Heller (2009)

bertujuan untuk mendapatkan pengukuran yang akurat dari

berat badan bayi dan merencanakan pada grafik pertumbuhan.

e) Nilai jumlah kalori bahan makanan 1000-2400 kal/hari sesuai

dengan berat badan.

(22)

g) Berikan penyuluhan pada orangtua tentang makanan/diet

selama diare, cara pembuatan oralit, tetap memberikan ASI.

3) Perubahan integritas kulit

a) Jaga daerah popok bersih dan kering

b) Periksa dan ganti popok tiap jam atau basah

c) Gunakan sarung tangan dan cuci tangan sebelum dan sesudah

mengganti popok

d) Bersihkan daerah perineal dengan air dan sabun yang lembut

setiap BAB

e) Bubuhi krim/salep/lotion pada daerah ruam di pantat

f) Hindari penggunaan bedak bila telah terjadi lecet

g) Gunakan popok kain yang terbuka daripada popok disposable

h) Yakinkan pemenuhan kebutuhan nutrisi sesegera mungkin

untuk mendukung penyembuhan jaringan

4) Gangguan rasa nyaman

a) Baringkan pasien dalam posisi terlentang dengan bantalan

penghangat di atas abdomen

b) Berikan input jumlah kecil dan sering dari cairan jernih dingin

(tidak terlalu dingin atau panas), misalnya, the encer, agar-agar,

30-60 ml tiap 30-60 menit

c) Singkirkan pemandangan yang tidak menyenangkan dan bau

(23)

d) Beri penjelasan pada orangtua untuk menghindari beberapa hal,

yaitu:

a) Pemberian cairan yang sangat dingin dan panas

b) Makanan yang mengandung lemak dan serat (misalnya, susu,

buah)

c) Makanan yang mengandung kafein

5) Kurangnya pengetahuan orang tua

a) Bahas proses penyakit dengan istilah yang dapat dipahami

jelaskan tentang agen penyakit, tindakan pencegahan, dan

pentingnya cuci tangan sampai bersih

b) Jelaskan pembatasan diet, yaitu makanan tinggi serat (buah

segar), makanan tinggi lemak (susu), dan air yang sangat panas

atau dingin

c) Ajarkan orangtua untuk melaporkan gejala, seperti urine coklat

gelap selama lebih 12 jam dan tinja berdarah

d) Jelaskan tentang pentingnya mempertahankan keseimbangan

anatara masukan dan keluaran cairan, manfaat istirahat dan

tindakan pencegahan diare (misalnya, penyimpanan makanan

yang tepat, cuci tangan sebelum dan sesudah memegang

makanan).

i. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan tinja :

(24)

b) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet

clinistes, jika diduga terdapat intoleransi gula.

c) Jika perlu dilakukan pemeriksaan pembiakan pada uji resistem.

2) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium

san fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang

disertai kejang) (Sujianti, 2011)

2. Kader Kesehatan

a. Pengertian

Direktorat Bina Peran serta Masyarakat Depkes (2006)

memberikan batasan mengenai kader yaitu warga masyarakat setempat

yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara

sukarela. Kader kesehatan yaitu kader yang dipilih oleh masyarakat

tersebut menjadi penyelenggara Posyandu.

Kader kesehatan merupakan perwujudan peran serta

aktif masyarakat dalam pelayanan terpadu yang disebut juga

sebagai promotor kesehatan desa yang dipilih oleh masyarakat

setempat secara sukarela dalam pengembangan kesehatan

masyarakat. (Syafrudin dan Hamidah, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO), kader

kesehatan (community healthworker) merupakan anggota masyarakat

dimana mereka bekerja, dipilih oleh masyarakat, kegiatannya dapat

(25)

kesehatan tapi tidak harus menjadi bagian dari organisasi kesehatan,

dan memiliki waktu pelatihan yang lebih singkat dibandingkan pekerja

professional (Lehmann & Sanders, 2007).

Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang

dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk mengenai masalah-masalah

kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam

hubungan yang amat dekat tempat-tempat pemberian pelayanan

kesehatan (Meilani dkk, 2009).

Kader kesehatan adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh

masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat. Dalam hal ini

kader disebut juga sebagai penggerak atau promotor kesehatan

(Yulifah & Yuswanto, 2009).

b. Peran dan Tugas Kader Kesehatan

Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upaya

meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk

mencapai derajat kesehatan yang optimal. Peran kader lainnya yaitu

ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan melalui kegiatan

yang dilakukan di posyandu. Tugas kader kesehatan meliputi

pelayanan kesehatan dan pembangunan masyarakat, tetapi yang harus

mereka lakukan itu seyogyanya terbatas pada bidang-bidang atau

tugas-tugas yang pernah diajarkan pada mereka. Mereka harus

benar-benar menyadari tentang keterbatasan yang mereka miliki. Mereka

(26)

dihadapinya, namun semua masalah-masalah umum yang terjadi di

masyarakat dan amat mendesak untuk diselesaikan (WHO, 1995 dalam

Efendi, 2009).

Hamid, dkk. (2010) dalam survey data dasar pengembangan

model pelayanan kesehatan maternal mengungkapkan tentang tugas

kader kesehatan masyarakat di Indonesia yaitu :

1) Pemberian motivasi dan saran-saran pada ibu-ibu sebelum dan

sesudah melahirkan

2) Pemberian motivasi dan saran-saran tentang perawatan anak

3) Pemberian motivasi dan peragaan tentang gizi

4) Program penimbangan balita dan pemberian makanan tambahan

5) Pemberian motivasi tentang imunisasi dan bantuan pengobatan

6) Pemberian motivasi KB

7) Pemberian motivasi tentang sanitasi lingkungan, kesehatan

perorangan dan kebiasaan sehat secara umum.

8) Pemberian motivasi tentang penyakit menular, pencegahan dan

perujukan

9) Pemberian motivasi tentang perlunya follow-up pada penyakit

menular dan perlunya memastikan diagnosa/ kasus

10)Mengumpulkan data yang dibutuhkan puskesmas/ pemerintah

11)Membantu pencatatan dan pelaporan

12)Berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan

(27)

Kinerja program kader kesehatan dapat dilihat dari

penggunaan kader kesehatan, retensi, dan efektivitas. Penggunaan

kader kesehatan yang rendah dapat disebabkan karena kurangnya

pengenalan program, konflik dengan struktur yang sudah ada, dan

layanan kesehatan formal lebih dipilih oleh masyarakat. Peningkatan

penggunaan kader kesehatan tersebut dapat dilakukan melalui

pelatihan, dukungan, dan pengawasan kader kesehatan. Tingginya

angka drop out kader kesehatan dapat dipengaruhi oleh unsur

kepemimpinan dan manajemen, seperti sumber dan

sustainabilitas pembiayaan, rasa memiliki dari masyarakat, dan

mekanisme seleksi. Derajat efektivitas program kader kesehatan

berbeda-beda, tergantung definisi spesifik dari dampak apa dan

kapan. Program kader kesehatan yang banyak berhasil adalah

dalam kesehatan ibu dan anak (Lehmann & Sanders, 2007).

Faktor penentu kesuksesan program kader kesehatan antara lain

adalah sumber daya yang adekuat, partisipasi masyarakat,

hubungan dengan pelayanan kesehatan formal, dan manajemen

program kader kesehatan yang baik. Manajemen program kesehatan

meliputi rekrutmen dan seleksi kader, pelatihan dan pendidikan kader

yang berkelanjutan, pengawasan dan dukungan infrastruktur (Lehmann

(28)

c. Strategi menjaga eksistensi kader

Berdasarkan Meilani dkk (2009), perlu adanya srategi agar

mereka dapat selalu eksis membantu masyarakat di bidang kesehatan.

Beberapa upaya yang dapat dilaksanakan adalah :

1) Refresing kader posyandu pada saat posyandu telah selesai

dilaksanakan, oleh bidan desa maupun petugas lintas sektor yang

mengikuti kegiatan posyandu.

2) Adanya paguyuban kader posyandu tiap desa dan dilaksanakan

pertemuan rutin tiap bulan secara bergilir di setiap posyandu.

3) Revitalisasi kader posyandu baik tingkat desa kecamatan. Di mana

semua kader diundang dan diberikan penyegaran materi serta

hiburan dan bisa juga diberikan rewards.

4) Pemberian rewards rutin misalnya berupa kartu berobat gratis ke

puskesmas untuk kader dan keluarganya dan juga dalam bentuk

(29)

B. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Nursalam (2008), Aden (2010), Hamid, dkk (2010), Dewi (2011), Penyuluhan Kesehatan Kader:

1) Pemberian motivasi dan saran-saran pada ibu-ibu sebelum dan sesudah melahirkan

2) Pemberian motivasi dan saran-saran tentang perawatan anak

3) Pemberian motivasi dan peragaan tentang gizi

4) Program penimbangan balita dan pemberian makanan tambahan

5) Pemberian motivasi tentang imunisasi dan bantuan pengobatan

6) Pemberian motivasi KB

7) Pemberian motivasi tentang sanitasi lingkungan, kesehatan perorangan dan kebiasaan sehat secara umum.

8) Pemberian motivasi tentang penyakit menular, pencegahan dan perujukan

(30)

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran yang memberikan

penjelasan tentang dugaan yang tercantum dalam hipotesa (Saryono, 2010).

Gamber 2.2 Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara yang kebenarannya

perlu diteliti lebih lanjut (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis penelitian ini adalah:

H0 : Tidak ada hubungan penyuluhan kesehatan kader tentang diare

terhadap penanganan diare pada anak di Puskesmas Wilayah Kerja

Purwokerto Selatan.

H1 : Ada hubungan penyuluhan kesehatan kader tentang diare terhadap

penanganan diare pada anak di Puskesmas Wilayah Kerja Purwokerto

Selatan.

VARIABEL BEBAS

Penyuluhan Kesehatan Kader Tentang DIARE

VARIABEL TERIKAT

Gambar

Tabel 2.1 Pemberian Oralit berdasarkan usia
Gambar 2.1 Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

Innovation Management merupakan disiplin ilmu dari pengelolaan proses-proses dalam inovasi. Innovation management ini dapat digunakan untuk mengembangkan inovasi baik

Perlakuan nitrogen, genotipe dan interaksinya berpengaruh terhadap persentase serbuk sari fertil, persentase gabah bernas dan produksi GKG, sedangkan untuk karakter

Sebagai surat kabar umum pada masa itu, Media Indonesia baru bisa terbit 4 halaman dengan tiras yang amat terbatas.. Berkantor di Jalan Letnan Jenderal MT Haryono, Jakarta,

Pernyataan tersebut memberikan suatu gambaran bahwa tipografi untuk kemasan fatigon Hydro ingin menunjukkan bahwa produk tersebut merupakan produk yang memiliki keunikan dalam

Bahan yang digunakan dalam berkarya seni rupa tiga dimensi terdiri dari berbagai  jenis dan memiliki sifat serta karakeristik yang berbeda satu dengan yang

 pada ibu yang melahirkan dengan ekstraksi forsep di lingkungan ruang ra$at inap kebidanan dan kandungan. • ,eluruh bidan

Untuk meningkatkan kepuasan pasien perlu dilakukan kerjasama antar petugas rumah sakit Bhakti Wira Tamtama agar pasien merasa puas dengan pelayanan sehingga

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai rata-rata dari sifat-sifat pribadi para Capres yang sudah dikenal luas oleh masyarakat yang kemungkinan akan maju dalam