• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. REMAJA 1. Pengertian Remaja - PENGARUH TEMAN SEBAYA KETERPAPARAN MEDIA MASSA DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMK BUDI UTOMO SOKARAJA DAN SMA MUHAMMADIYAH SOKARAJA KULON KABUPATEN BANYUMAS - repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. REMAJA 1. Pengertian Remaja - PENGARUH TEMAN SEBAYA KETERPAPARAN MEDIA MASSA DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMK BUDI UTOMO SOKARAJA DAN SMA MUHAMMADIYAH SOKARAJA KULON KABUPATEN BANYUMAS - repository"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. REMAJA

1. Pengertian Remaja

Menurut WHO dalam (Sarwono, 2006), remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, suatu masa ketika individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Menurut Hurlock (2002) Setiap individu dalam setiap perkembangannya memiliki tugas-tugas yang harus dilalui. Kegagalan dalam pelaksanaannya akan mengakibatkan pola perilaku yang tidak matang, sehingga sulit diterima oleh kelompok teman-temannya dan tidak mampu menyamai teman-teman sebaya yang sudah menguasai tugas-tugas perkembangan tersebut.

(2)

mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, mempersiapkan karier ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga dan memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku—mengembangkan ideologi.

2. Penggolongan Remaja

Menurut Depkes RI (2001), cirri perkembangannya, masa remaja didagi menjadi 3 (tiga) tahap yaitu :

a. Masa Remaja Awal (10-12 tahun), yang ditandai dengan ebih dekat dengan teman sebaya, ingin bebas dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak.

b. Masa Remaja Tengah (13-15 tahun), yang ditandai dengan remaja mulai mencari identitas diri, timbulnya keinginan untuk kencan, mempunyai rasa cinta yang mendalam dan mengembangkan kemampuan berpikir abstrak dan berkhayal tentang aktifitas seks.

c. Masa Remaja Akhir (16-19 tahun), ditandai dengan remaja mulai mengungkapkan kebebasan diri, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya dan dapat mewujudkan rasa cinta dan mampu berpikir abstrak.

3. Ciri-ciri Remaja

(3)

a. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm dan stress. Peningkatan emosional ini merupaka hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.

b. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

(4)

mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.

d. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa. e. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan

yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab \tersebut.

4. Perkembangan Seksual Remaja

Menurut Alex Pangkahila dalam (Soetjiningsih, 2007) Perkembangan seksualitas pada remaja meliputi :

a. Perubahan fisik 1) Perempuan

a) Ditandai dengan perkembangan payudara, bisa dimulai paling muda umur 8 tahun sampai akhir usia 10 tahun.

(5)

c) Menarche sangat bervariasi, dapat terjadi pada usia 8 tahun dan tidak sampai usia 16 tahun. Siklus menstruasi pada awalnya tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi pertama. 2) Laki-laki

a) Meningkatnya kadar testosteron ditandai dengan peningkatan ukuran penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis; tumbuhnya rambut pubis, wajah.

b) Walaupun mengalami orgasme, tetapi mereka tidak akan mengalami ejakulasi, sebelum organ seksnya matang sekitar usia 12 – 14 tahun. c) Ejakulasi terjadi pertama kali mungkin saat tidur (emisi nokturnal),

dan sering diinterpretasikan sebagai mimpi basah dan bagi sebagian anak hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat memalukan.

d) Oleh karena itu anak laki-laki harus mengetahui bahwa meski ejakulasi pertama tidak menghasilkan sperma, akan tetapi mereka akan segera menjadi subur.

b. Perubahan psikologis/emosi

1) Periode ini ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan asimilasi pengharapan masyarakat.

(6)

3) Yang perlu diperhatikan terkadang pengetahuan yang didapatkan tidak diintegrasikan dengan gaya hidupnya, hal ini menyebabkan mereka percaya kalau penyakit kelamin maupun kehamilan tidak akan terjadi padanya, sehingga ia cenderung melakukan aktivitas seks tanpa kehatihatian.

4) Masa ini juga merupakan usia dalam mengidentifikasi orientasi seksual, banyak dari mereka yang mengalami setidaknya satu pengalaman homoseksual. Remaja mungkin takut jika pengalaman itu merupakan gambaran seksualitas total mereka, walaupun sebenarnya anggapan ini tidak benar karena banyak individu terus berorientasi heteroseksual secara ketat setelah pengalaman demikian.

5) Remaja yang kemudian mengenali preferensi mereka sebagai homoseksual yang jelas akan merasa kebingungan sehingga membutuhkan banyak dukungan dari berbagai sumber (Bimbingan Konselor, penasihat spiritual, keluarga, maupun profesional kesehatan mental).

B. PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

(7)

Menurut Delamater dan Patricia dalam (Santrock,2003) tingkah laku seksual ada beberapa tahap yaitu necking (mencium leher), berciuman bibir, memegang payudara, meraba daerah sensitiv, menggesek-gesekan alat kelamin dan melakukan hubungan seksual.

Terjadinya perilaku seks pranikah pada remaja tidak lepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain:

1. Meningkatnya libido seksualitas

Dalam perkembangan remaja, mereka mengalami kematangan fisik, Sanderowitz dan Paxman dalam Sarwono (2008) mencatat bahwa di berbagai masyarakat sekarang ini ada kecenderungan menurunnya usia kematangan seksual seseorang. Hal ini sehubungan dengan membaiknya gizi sejak masa kanak-kanak disatu pihak dan meningkatnya informasi melalui media massa. Pada gilirannya, menurunnya usia kematangan seksual ini akan diikuti oleh meningkatnya aktifitas seksual pada usia-usia yang dini (Sarwono, 2008). 2. Penundaan usia perkawinan

Dengan semakin meningkatnya taraf pendidikan masyarakat, maka usia perkawinan menjadi lebih meningkat. Hal ini menyebabkan remaja menjadi semakin penasaran akan perilaku seks yang membuat mereka menjadi ingin coba-coba (Sarwono, 2008).

3. Tabu-larangan

(8)

yang sangat dipengaruhi oleh ajaran agama, pada gilirannya menyebabkan sikap negatif masyarakat terhadap seks. Orangtua dan pendidik jadi tidak mau terbuka atau berterus terang kepada anak-anak atau anak-anak didik mereka tentang seks, takut kalau anak-anak itu jadi ikut-ikutan mau melakukan seks sebelum waktunya (sebelum menikah). Seks kemudian menjadi tabu untuk dibicarakan walaupun antara anak dengan orangtuanya sendiri. Sulitnya komunikasi, khususnya dengan orangtua, pada akhirnya akan menyebabkan perilaku seksual yang tidak diharapkan (Sarwono, 2008).

4. Kurangnya informasi tentang seks

(9)

5. Pergaulan yang makin bebas

Kebebasan pergaulan antarjenis kelamin pada remaja, kiranya dengan mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya kota-kota besar. Makin kurangnya tingkat pemantauan orangtua semakin tinggi kemungkinan perilaku menyimpang menimpa seorang remaja (Sarwono, 2008).

6. Kualitas diri pribadi remaja itu sendiri

Perkembangan emosional yang kurang bahkan tidak sehat, mengalami hambatan dalam perkembangan hati nurani yang bersih dan agamis, ketidakmampuan mempergunakan waktu luang secara sehat dan ekonomis, kelemahan diri dalam mengatasi kegagalan dengan memiliki kegiatan alternatif yang keliru dan pengembangan kebiasaan diri yang kurang bahkan tidak sehat di dalam kehidupan sehari-hari (Basri, 2004).

7. Kualitas lingkungan masyarakat

Seperti: pergeseran nilai dan moral kesusilaan warga masyarakat, Suguhan media massa yang merusak perkembangan moral yang Sehat dan kondisi-kondisi setempat yang menyediakan dan merangsang individu remaja ke arah perkembangan psikobioseksual yang tidak normatif (Basri, 2004).

(10)

a. Pengguguran kandungan

Dalam pengamatan klinis, kasus bunuh diri (atau lebih tepatnya percobaan bunuh diri) karena kehamilan yang tidak disengaja sangat sedikit. Yang lebih sering adalah kasus-kasus aborsi. Biasanya mereka datang dengan kebimbangan yang sangat besar antara mau melakukan pengguguran kandungan atau tidak melakukannya. Risiko medis pengguguran kandungan pada wanita remaja cukup tinggi, disamping perbuatan ini dinilai sebagai dosa (Sarwono, 2008).

WHO memperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh aborsi tergantung kondisi masing-masing Negara. Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun 20 juta aborsi tidak aman, 70.000 wanita meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. Di wilayah Asia Tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, diantaranya 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Resiko kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250, Negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar (Wijono,2000)

b. Penyakit kelamin

(11)

Surabaya, Yogyakarta dan Semarang (1981) menunjukkan frekuensi penderita penyakit kelamin yang tertinggi antara usia 15-24 tahun (Sarwono, 2008)

c. Kehamilan yang tidak diinginkan

Hasil studi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) sejak tahun 2000-2003 dari 37.000 kasus kehamilan tidak diinginkan, ternyata 27% diantaranya belum menikah, termasuk 12,5% diantaranya masih berstatus pelajar atau mahasiswa (Ferry, 2006)

C. TEMAN SEBAYA

Andayani (1996), mengatakan dukungan teman sebaya salah satu motivasi dalam pembentukan identitas diri seorang remaja dalam melakukan sosialisasi, terutama ketika remaja mulai menjalin asmara dengan lawan jenis. Selanjutnya kadang kala teman sebaya menjadi salah satu sumber informasi yang cukup berpengaruh dalam pembentukan pengetahuan seksual di kalangan remaja, akan tetapi informasi teman sebaya bisa menimbulkan dampak negativ karena informasi yang mereka perolah melalui tayangan media atau berdasarkan pengalaman sendiri.

(12)

mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima dari teman sebayanya. Informasi dalam hal ini sehubungan dengan perilaku seks praikah, tak jarang menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu mereka sekaligus membuktikan kebenaran informasi yang diterima sehingga cenderung melakukan dan mengalami seks pranikah itu sendiri.

D. SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Menurut Alport, sikap mempunyai tiga komponen, yaitu kepercayaan (keyakinan), ide dari konsep terhadap sesuatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak (trend to behavior). Ketiga komponen tersebut di atas membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam pembentukan sikap utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoadmodjo, 2003)

(13)

dilakukan dengan pernyataan pernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoadmojo, 2003).

Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Rita Damayanti yang berjudul Peran Biopsikososial terhadap perilaku Berisiko Tertular HIV pada remaja SLTA di DKI Jakarta (2006), dari 170 SMA di Jakarta terdapat berbagai pendapat siswa tentang seks yaitu (BKKBN, 2006):

1. Sebanyak 25% responden yang diteliti menyatakan hubungan seks boleh saja dilakukan dengan pasangan, asal disertai perasaan suka sama suka.

2. Sebanyak 3% responden mengaku pernah melakukan hubungan seks dengan kekasihnya.

3. Sebanyak 35% remaja pria yang diteliti menyatakan tidak perlu lagi mempertahankan keperjakaannya.

4. Sebanyak 10% remaja wanita yang diteliti menyatakan tidak perlu lagi mempertahankan keperawanannya.

5. Sebanyak 95% gaya pacaran para siswa masih menganut pola lama dengan hanya mengobrol.

6. Sekitar 60% siswa yang diteliti tidak keberatan dengan pacaran saling berpegangan.

7. Sekitar 40% siswa yang diteliti tidak keberatan dengan pacaran saling rangkulan.

(14)

10.Sekitar 10% siswa yang diteliti tidak keberatan dengan pacaran saling meraba pasangannya

Sikap interaksi sosial individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psokologis yang dihadapinya, diantara berbagai factor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, teman sebaya, media massa, serta emosi dari dalam diri individu.

Allport dalam Notoadmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

1. Struktur sikap

Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu: a. Komponen kognitif (Komponen Perseptual).

Komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.

b. Komponen afektif (Komponen Emosional).

(15)

c. Komponen konatif (Komponen perilaku)

Komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap (Walgito, 2003).

2. Faktor-faktor pembentukan sikap

Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah (Azwar, 2000):

a. Pengalaman Pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Menurut Middlebrook dalam Azwar (2000) tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negative terhadap objek tersebut.

b. Kebudayaan

Manusia memiliki pola perilaku tertentu dikarenakan mendapat reinforcement (penguatan, ganjaran) dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut.

c. Orang lain yang dianggap penting

(16)

Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting.

d. Media Massa

Sebagai sarana komunikasi media massa mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini kepercayaan orang. Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. e. Institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu system mempunyai pengaruh dalam pembentukan dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

f. Faktor emosi dalam diri individu

Kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih1persisten dan bertahan lama

E. KETERPAPARAN MEDIA MASSA

(17)

berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku seksual. Media baik elektronik maupun cetak saat ini banyak disorot sebagai salah satu penyebab utama menurunya moral umat manusia termasuk juga remaja. Berbagai tayangan yang sangat menonjolkan aspek pornografi, misalkan gambar perempuan yang berpakaian minim atau tidak berpakaian disampul depan, dibagian dalam majalah atau media cetak, kisah-kisah yang menggambarkan hubungan seks di dalam media cetak, kisah-kisah yang menggambarkan hubungan seks di dalam media cetak, adegan seks dalam film, bioskop, video, VCD dan sebagainya.

Media membawa peran yang tidak kecil karena selain memperluas wawasan dan pengetahuan juga menjadi jalan masuknya ilai-nilai asing, kebudayaan barat khususnya yang kemudian ditiru, misakan gaya hidup seks bebas, berpakaian minim dan kecenderungan menonjolkan daya tarik fisik dan seksual yang secara sengaja ditunjukkan untuk membangkitkan hasrat seksual. Pengadaan sarana pendukung seperti hotel, pusat pertokoan, restoran semakin mendukung remaja untuk melakukan hal-hal yang tidak menunjang kesehatan reproduksi. Karena tempat-tempat tersebut menjadi fasilitas pendukung bagi remaja untuk berkumpul, saling tukar informasi dalam hal pornografi, mencari pasangan gahkan menjalankan bisnis seks (pelacuran) srta melakukan transaksi obat-obatan (Soetjiningsih, 2004)

(18)

mengenai free sex dan free love menjadi tema utama dalam berbagai besar film dan sinetron yang ditayangkan televise. Akibatnya remaja beranggapan sex bebas adalah hal yang wajar di era modern ini (Al Gifari, 2004)

Menurut Borong (2010), jenis-jenis pornografi yang menonjol akhir-akhir ini yaitu tulisan berupa majalah, buku, koran dan bentuk tulisan lain-lainnya, macam-macan produk elektronik misalnya kaset video, Video Compact Disc (VCD), Digital Video Disc (DVD), gambar-gambar bergerak, program televise dan

(19)

F. KERANGKA TEORI

Kerangka teori yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah :

Kerangka Teori Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja menurut Lawrence Green 1980 dalam (Solita Sarwono, 1997)

Faktor Predisposisi a. Pengetahuan b. Sikap c. Umur

d. Jenis Kelamin

Faktor Pendukung

a. Ketersediaan fasilitas b. Sumber Informasi

(media massa)

Perilaku

(20)

G. KERANGKA KONSEP

Independent Dependent

H. HIPOTESIS PENELITIAN

Ada pengaruh antara teman sebaya, keterpaparan media massa dan sikap terhadap perilaku seksual pranikah.

Teman Sebaya

Perilaku seksual pranikah remaja

Keterpaparan Media Massa

Referensi

Dokumen terkait

drop atau tidak digunakan. Soal yang valid adalah sebanyak 22 soal dan drop 8 soal dari. total 30 butir soal dengan tingkat

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di

Tabel 4.3 Descriptive Statistics Kondisi Orientasi Kognitif Pemilih Pemula Siswa SLTA di Kabupaten Cianjur

[r]

In this chapter, we have seen the different types of sources from which data can be loaded into Splunk.. We discussed in detail how to get data using the Files & Directories

Secara lebih lanjut, model analisis jalur pada penelitian ini memperlihatkan bahwa harga diri seksual, baik secara umum dan khusus dalam hal kompetensi seksual,

Sikap masyarakat khususnya suami di Surabaya tentang pemberitaan “Ibu Baik-Baik Terancam Suamu Nakal” di Jawa Pos adalah respon yang diberikan oleh masyarakat

Untuk hasil uji reliabilitas instrumen dapat dilihat pada tabel berikut ini:..