pegunungan seperti dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, Gunung Pangrango
di Jawa Barat, dan area pegunungan di Jawa Timur. Dewasa ini populasi
purwoceng sudah langka (jarang ditemukan) karena sudah mengalami erosi
genetik secara besar-besaran, bahkan populasinya di Gunung Pangrango Jawa
Barat dan area pegunungan di Jawa Timur dilaporkan sudah musnah.
Dilaporkan oleh Rahardjo (2003) dan Syahid et al. (2004) bahwa saat ini
tanaman purwoceng hanya terdapat di dataran tinggi Dieng, bukan di habitat
aslinya melainkan di areal budidaya yang sangat sempit di Desa Sekunang.
Klasifikasi Pimpinella pruatjan Molk. di dalam dunia botani adalah
sebagai berikut :
Taksonomi
Devisi : Spermatophyta
Subdevisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Apiales
Suku : Apiaceae
Marga : Pimpinella
Jenis :Pimpinella pruatjanMolk. (Anonim, 1991).
Gambar 1. Tanaman Purwoceng (Pimpinella pruatjanMolk.)
Berdasarkan status erosi genetiknya, tanaman purwoceng dapat
dikelompokkan ke dalam kategori genting (endangered) atau hampir punah
(Rivai et al. 1992). Mengingat tingginya erosi genetik yang terjadi maka
upaya konservasi atau pelesetarian atau perlindungan purwoceng mutlak
diperlukan. Selain regulasi, upaya pelesterian lainnya juga perlu dilakukan.
Upaya pelestarian tersebut sebaiknya diiringi dengan berbagai upaya
pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan karena prospek
pengembangannya yang sangat cerah (Darwati dan Roostika 2006).
Berdasarkan penelitian fitokimia yang telah banyak dilakukan terhadap
tanaman purwoceng, dilaporkan bahwa akar purwoceng mengandung
bergapten, isobergapten, dan sphondin yang semuanya termasuk ke dalam
kelompok furanokumarin (Sidik et al. 1975). Sedangkan berdasarkan data
spektroskopi dengan UV-Vis, FTIR, dan GC-MS akar purwoceng
menunjukkan adanya senyawa stigmasterol (Suzery et al. 2004) yang
merupakan senyawa turunan asam lemak yang terdapat hampir pada semua
tumbuhan. Biasanya stigmasterol, dijumpai berupa campuran dengan β
-sitosterol dan kampresterol (Cheng et al. 2002). Dan penelitian secara
kualitatif menunjukkan bahwa dalam purwoceng teridentifikasi beberapa
senyawa kimia yaitu bergapten, marmesin, 4- hidroksi kumarin, umbeliferon,
dan psoralen (Hernani dan Rostiana 2004). Menurut Haryono (2013) tanaman
purwoceng mempunyai kadungan senyawa metabolit sekunder yaitu
elektron tidak berpasangan sehingga menjadi tidak stabil dan berenergi tinggi
(Fessenden and Fessenden, 1982). Untuk membentuk suatu senyawa yang
lebih stabil, suatu radikal bebas membutuhkan donor baik berupa atom
hidrogen maupun oksigen.
Gambar 2. Penghambatan radikal bebas oleh antioksidan dalam sel tubuh (Anonim, 2012)
Radikal bebas dapat berasal dari luar tubuh (eksogen) maupun dari
dalam tubuh manusia (endogen). Radikal bebas yang terbentuk dari luar
tubuh bisa berasal dari obat-obatan, radiasi, asap rokok maupun asap
kendaraan bermotor. Sedangkan radikal bebas yang terbentuk dari luar tubuh
bisa berasal dari autoksidasi (hasil metabolisme aerobik) dan oksidasi
beberapa enzim dalam tubuh. Sehingga radikal bebas yang terbentuk dalam
Gambar 3. Faktor yang menyebabkan timbulnya radikal bebas
(Moh Nurrofiq, 2012)
Akan tetapi, saat radikal bebas yang berlebih memenuhi tubuh kita,
maka molekul yang tidak stabil yang berada didalam tubuh kita akan berubah
bentuk menjadi molekul pemangsa. Mereka mulai bergerak dan menyerang
bagian tubuh yang sehat maupun yang tidak sehat sehingga terjadi penyakit.
Sebagai molekul tidak stabil, radikal bebas selalu berusaha “mencuri”
elektron molekul lain di dalam tubuh untuk membuatnya stabil kembali. Hal
ini dapat menghancurkan bangunan dan struktur sel-sel tubuh serta mengubah
ukuran dan bentuk mereka. Hasil akhir dari proses ini terjadilah beberapa
penyakit diantaranya penyakit jantung, penyakit infeksi, tumor dan kanker,
penyakit mata (seperti katarak dan glukoma), penyakit kulit (seperti alergi
dan dermatitis), dan lainnya serta mempercepat proses penuaan.
Keadaan berlebihnya radikal bebas dapat dihambat oleh suatu inhibitor
radikal bebas yang bekerja dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif
membentuk radikal bebas tak reaktif dan stabil (Fessenden and Fessenden,
1982). Suatu inhibitor yang digunakan untuk menghambat proses oksidasi
suatu molekul dapat juga disebut sebagai antioksidan atau antiradikal.
Antioksidan sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh karena berfungsi
sebagai penangkal radikal bebas yang banyak terbentuk dalam tubuh
(Rahardjo, 2003). Antiradikal bebas merupakan suatu senyawa yang dalam
jumlah kecil jika dibandingkan dengan substrat mampu menunda atau
mencegah atau menghindari terjadinya oksidasi dari substrat yang mudah
R* + R* RR
Gambar 4. Mekanisme Oksidasi Lipida (Chikita, 2012)
Gambar 5. Terminasi Senyawa Antiradikal dengan Radikal
(Cholisoh dan Utami, 2008)
Antioksidan dari tanaman dapat menghalangi kerusakan oksidatif
dengan cara reaksi dengan radikal bebas, membentuk kelat dengan senyawa
logam katalitik, dan menangkap oksigen (Khlifiet al., 2005).
Menurut mekanisme aksinya, senyawa antioksidan dapat dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu (Kumalaningsih, 2008):
1. Antioksidan Primer
Antioksidan primer merupakan antioksidan yang bekerja dengan
cara mencegah terbentuknya radikal bebas yang baru dan mengubah
radikal bebas menjadi molekul yang tidak merugikan. Contohnya adalah
Butil Hidroksi Toluen (BHT), Tersier Butyl Hidro Quinon (TBHQ),
propil galat, tokoferol alami maupun sintetik dan alkil galat.
2. Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi
sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar. Contohnya adalah
vitamin E, vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari
buah-buahan.
3. Antioksidan Tersier
Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel
dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang
termasuk kelompok ini adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan
reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut
bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker.
C. Uji Daya Tangkap Radikal Bebas 2,2diphenyl-1-picryl-hydrazil(DPPH)
Pada tahun 1922, reagen DPPH ditemukan pertama kali oleh
Goldschmidt dan Renn. DPPH merupakan senyawa radikal bebas berwarna
ungu, dan pada awalnya digunakan sebagai reagen kolorimetri. Selain itu,
reagen DPPH juga berfungsi untuk investigasi reaksi inhibisi polimerisasi,
uji antioksidan (amina, fenol, dan vitamin), serta inhibisi reaksi homolitik
(Kurniawan, 2011).
Gambar 6. Struktur DPPH (Kurniawan, 2011)
Pengujian daya tangkap radikal dapat diukur dengan menggunakan
suatu senyawa radikal yaitu DPPH (1,1-Diphenyl-2-picrylhydrazyl) yang
memiliki sifat tidak stabil (jika sudah mengalami oksidasi) dan dapat
menerima elektron atau radikal hidrogen menjadi suatu senyawa yang secara
diamagnetik stabil (Soares et al., 1997). Kemudian kemampuan radikal
DPPH untuk direduksi atau distabilisasi oleh antioksidan diukur dengan
Diphenylpicrylhydrazyl(free radical) Diphenylpicrylhydrazine(nonradical)
Gambar 7. Reaksi penangkapan radikal DPPH (Alamet al, 2012)
D. Uji Daya Tangkap Radikal Bebas Oksida Nitrit
Oksida nitrit merupakan molekul yang memiliki banyak aktifitas, salah
satu aktifitasnya yang terkait dengan daya tangkap radikal bebas adalah
merupakan agen pembentuk radikal bebas. Oksida nitrit (NO•) merupakan
radikal bebas yang mempunyai elektron tidak berpasangan dan menunjukkan
reaktivitas tinggi dengan beberapa tipe protein dan radikal bebas lain (NM.
Joseph, 2010). Metode ini berdasarkan pada inhibisi atau penghambatan
radikal oksida nitrit dari sodium nitroprusid (SNP) di dalam larutan dapar
(buffer phosphate) dan diukur menggunakan reagen Griess (Balakrishnan,
2009). Kemudian kemampuan radikal oksida nitrit untuk direduksi atau
distabilisasi oleh antioksidan diukur dengan melihat penurunan absorbansi
pada panjang gelombang 546 nm dan hasil yang diperoleh merupakan %
penghambatan oksida nitrit (Banerjee S.et al,2011).
Gambar 8. Reaksi antara ion nitrit dengan sulfanilamida yang digabung dengan