4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Formalin
2.1.1. Definisi Formalin
Formalin atau formaldehyde merupakan zat yang tidak berwarna dan mudah terbakar dalam suhu ruangan. Formalin memiliki bau yang menyengat dan dapat memberikan sensasi terbakar pada mata, hidung, dan paru-paru dalam konsentrasi yang tinggi. Formaldehid dikenal juga sebagai methanal, methylene oxide, oxymethilene, oxomethane dan methylaldehyde. Formaldehide dapat bereaksi dengan zat kimia lain dan dapat merubah methanol juga karbon monoksida dalam temperatur yang tinggi.1,14
Formalin memiliki rumus kimia CH2O dengan rumus bangun sebagai berikut:
O
H C
H Gambar 1. Rumus kimia formalin
Secara alami, tubuh kita memproduksi formaldehid dalam jumlah yank kecil dan tidak menimbulkan efek toksik bagi tubuh. Formaldehid juga bisa kita temukan pada udara yang kita hirup sehari-hari, dalam makanan yang kita makan dan pada beberapa produk yang kita gunakan untuk kulit. Sumber formaldehid yang kita hirup paling besar ditemukan
5
pada asap kendaraan yang tidak memiliki konverter katabolik atau pada kendaraan yang menggunakan bahan bakar mengandung formalin.1
Dalam kehidupan rumah tangga, formalin juga dihasilkan dari rokok dan produk dari tembakau lainnya, gas yang digunakan untuk memasak, dan pembakaran api yang terbuka. Formalin juga digunakan sebagai pengawet pada beberapa makanan, seperti keju italia, makanan kering, dan ikan. Selain itu formalin juga bisa ditemukan dalam produk- produk yang kita gunakan sehari-hari, seperti antiseptik, obat-obatan, kosmetik, cairan pencuci piring, pelembut pakaian, pembersih karpet, lem, pernis, kertas, plastik, dan beberapa dari tipe produk dari kayu.1
2.1.2. Metabolisme Formalin
Formaldehide merupakan zat toksik bagi protoplasma, paparan formalin peroral dalam kurun waktu akut dan kronis dapat memberi manifestasi lokal maupun sistemik dalam jangka waktu panjang maupun pendek. Efek lokal tersebut adalah nekrosis koagulatif, prepisipitasi dan fiksasi jaringan. Sedangkan efek sistemiknya adalah asidosis, yang terjadi akibat adanya metabolisme formaldehid menjadi asam format.13
Kecepatan metabolisme dan penyimpanan formalin bukan merupakan faktor dari toksisitas formalin. Metabolisme formaldehid menjadi asam format yang dibantu oleh enzim formaldehyde dehydrogenase. Enzim formaldehyde dehydrogenase adalah enzim metabolik utama dalam metabolisme formaldehid. Jika formaldehid tidak dimetabolisme oleh enzim ini maka akan bereaksi silang dengan protein , yaitu antara protein dan rantai tunggal DNA. Sebagian enzim dapat mengkatalisasi reaksi formaldehid menjadi asam format, namun enzim formaldehyde dehydrogenase adalah enzim utama dalam reaksi ini. 1 Formaldehid yang berasal dari dalam atau luar tubuh masuk ke dalam jalur metabolisme enzim formaldehyde dehydrogenase dan akan dieliminasi dari tubuh dalam bentuk asam format atau karbondioksida.
6
Aktivitas enzim formaldehyde dehydrogenase tidak meningkatkan respon formaldehid, sehingga tidak meningkatkan terjadinya metabolisme.1,15,16 Formaldehid yang berasal dari luar dapat masuk tubuh melalui jalur inhalasi, oral dan kontak dengan kulit. Saat formalin masuk ke dalam tubuh secara oral maka akan cepat masuk ke dalam sistem gastrointesial dan dengan cepat diabsorbsi oleh karena sifat formalin yang reaktif dan mudah larut dalam air.1, 16
Setelah masuk ke dalam tubuh, formaldehid akan dimetabolisme oleh enzim formaldehyde dehydrogenase pada hepar. Di tubuh manusia, formaldehid diubah secara cepat menjadi asam format, oleh karena itu kadarnya tidak terdeteksi didalam darah. Sedangkan asam format dimetabolisme lebih lambat, akibatnya akan terakumulasi di darah. Waktu paruh formaldehid dalam tubuh hanya 1,5 menit dan waktu paruh dari asam format adalah 90 menit.1, 13, 16
Di dalam sel, asam format dapat menghambat aktivitas sitokrom oksidase. Sitokrom oksidase adalah sebuah enzim yang berperan pada rantai transport elektron terminal di mitokondria dan kompleks protein integral pada membran dalam mitokondria. Penghambatan aktivitas sitokrom oksidase menyebabkan penurunan sintesis adenosin triphospat (ATP) dan memicu hipoksia histotoksik. Hipoksia histotoksik ini dapat berakibat terganggunya pernafasan aerob yang membuat oksigenasi di jaringan menjadi kurang. Kekurangan oksigen tersebut dikompensasi dengan adanya pernapasan anaerob untuk menghasilkan ATP dengan tujuan mempertahankan fungsi sel. Pada metabolisme anaerob terjadi glikolisis yang menghasilkan laktat. Kadar asam format yang tinggi di dalam tubuh secara cepat menyebabkan nekrosis sel-sel hati, ginjal, jantung dan otak. Penyebab kematian sel tersebut paling sering dikarenakan oleh hipoksia jaringan. Kematian sel yang terakumulasi akan menyebabkan kegagalan fungsi organ. 15-19
7
2.1.3. Ambang Batas Penggunaan Formalin
Tabel 1. Ambang batas penggunaan formalin 1, 15, 20-22 Sumber yang
menyatakan
Pada Ambang batas
American Conference of Governmental and Industrial Hygienist (ACGIH)
Udara 0,4 ppm
International Programme on Chemical Safety (IPCS)
Air Makanan
minimal 0,1 mg per liter.
per orang dewasa 1,5–14 mg per hari.
National Institute for Occupational Safety and Health
Udara 2 ppm.
CICAD 1) makanan atau minuman 1. 0,02 mg/m3 (2 ppm) 2) makanan asap atau bakar 1 mg/mm3 (1 ppm), 3) bumbu makanan instan /
awetan, minuman atau alkohol
0,02 mg/mm3 (2 ppm),
4) uap di tempat terbuka 0,001 mg/m3 (0,1 ppm) 5) uap di tempat tertutup 0,06 mg/m3 (6 ppm) 6) asap di tempat terbuka
maupun tertutup
0,005 mg/m3 (0,5 ppm)
7) asap rokok 21 μg/rokok 8) partikel debu di tempat
terbuka maupun tertutup
1 mg/m3 (100 ppm).6,33
8 2.2. Ginjal
2.2.1. Anatomi Ginjal
Gambar 2. Anatomi ginjal
Ginjal merupakan dua buah organ retroperitoneal berwarna coklat kemerahan yang terletak pada dinding posterior abdomen masing-masing di kanan dan kiri kolumna vertebralis. Ginjal sebelah kiri lebih tinggi daripada ginjal sebelah kanan. Masing-masing ginjal memiliki sebuah ureter yang merupakan suatu tabung muscular yang mengantarkan urin ke vesica urinaria. Pada irisan coronal ginjal memiliki struktur yang terdiri dari korteks renalis dan medulla renalis dengan tonjolan korteks disebut kolumna renalis dan tonjolan medulla disebut papilla renalis. Dimana korteks dan medulla renalis ini tersusun dari nefron, yaitu, unit fungsional dari ginjal. Korteks renalis ditempati oleh korpuskuli renalis, tubuli kontorti, dan bagian permulaan dari tubuli kolektiva. Sedangkan medulla ditempati oleh Ansa henle dan sebagian pars ascendens & descendens tubuli henle serta sebagian besar tubuli kolektiva.23
Ginjal memperoleh aliran darah dari A. Renalis, dimana arteri ini merupakan cabang dari aorta abdominalis. A. Renalis ini akan bercabang kecil-kecil memasuki ginjal menjadi arteriola afferentia yang berlanjut menjadi arteriola efferentia setelah mencapai capsula bowman. Pembuluh
9
balik pada ginjal mengikuti arterinya, muara dari aliran darah ginjal adalah dua buah V. Renalis dari masing-masing ginjal kanan dan kiri. Vena renalis dextra akan langsung bermuara pada vena cava inferior, sedangkan V. Renalis sinistra akan bermuara pada vena cava inferior bersama-sama dengan pembuluh darah balik dari glandula suprarenalis sinistra, testis, diaphragma dan dinding abdomen.23
Ginjal memperoleh innervasi dari plexus aorticorenalis dengan sifat vasomotornya untuk pembuluh-pembuluh darah. Sedangkan rasa sakit hanya dirasa jika datangnya dari pelvis renalis dan bagian permulaan ureter dan dibawa oleh n.splanchnicus (afferent sympatis) ke medulla spinalis. 23
2.2.2. Fisiologi Ginjal
Ginjal merupakan organ berpembuluh darah sangat banyak (sangat vaskuler) yang tugasnya adalah “menyaring/ membersihkan” darah.
Kecepatan aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah akan disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke dalam tubulus. Cairan ini diproses dalam Tubulus hingga akhirnya menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari dan dikeluarkan melalui organ uropoetika. Selain sebagai penyaring darah, ginjal memiliki fungsi primer yaitu mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel.
Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.24
Unit fungsional terkecil ginjal adalah nefron. Nefron memiliki fungsi dasar untuk membersihkan plasma darah dari hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Nefron terdiri dari sebuah penyaring yang disebut korpuskula (badan malphigi) yang akan berlanjutkan menjadi saluran-saluran (tubulus). Satu korpuskula terdiri dari gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula bowman. Setiap glomerulus memperoleh aliran darah dari arteriola afferent. Dinding kapiler glomerulus mempunyai pori-pori yang
10
berguna untuk filtrasi darah. Proses penyaringan ini terjadi karena adanya tekanan darah yang mendorong cairan plasma darah. Hasil filtrasi glomerulus akan masuk ke dalam tubulus ginjal. Kemudian darah yang telah tersaring akan kembali ke pembuluh darah melalui arteriola efferent.
24
Ginjal memiliki fungsi sebagai berikut : 25
a. Pengeluaran zat sisa organik, seperti urea, asam urat, kreatinin, dan produk penguraian hemoglobin dan hormon.
b. Mengatur konsentrasi ion-ion penting bagi tubuh, yaitu, natrium, kalium, kalsium, magnesium, sulfat, dan fosfat.
c. Mengatur keseimbangan asam dan basa dalam tubuh.
d. Mengatur produksi sel darah merah.
e. Mengatur tekanan darah.
f. Mengeluarkan zat-zat beracun.
2.2.3. Histopatologi Ginjal
Gambar 3. Histologi ginjal
11
Struktur histologi tubulus proksimal yang normal terdiri dari epitel kolumner dengan batas sel yang tidak jelas, berinti bulat dan besar. Pada permukaan selnya terdapat brush border. 26
Kerusakan ginjal akibat zat toksik, salah satunya formalin, dapat diketahui dari perubahan struktur histologi, yaitu nekrosis tubular akut (NTA). Nekrosis ini secara morfologi ditandai dengan dekstruksi epitel tubulus proksimal. Sel epitel pada tubulus proksimal peka pada keadaan anoksia dan mudah hancur akibat kontak dengan bahan-bahan yang diekskresikan melalui ginjal. Pada NTA nefrotoksik terlihat gambaran korteks ginjal pucat, ginjal membesar dan edem, kongesti piramid, vakuolisasi sitoplasma sel epitel tubulus dan terbanyak di tubulus proksimal. 26
Sedangkan gambaran mikroskopisnya akan tampak degenerasi tubulus proksimal berupa edema epitel tubulus. Dimana epitel tersebut mengandung debris namun membrana basalis tetap utuh. 26
2.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan ginjal
Beberapa faktor dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, diantaranya sebagai berikut: 26, 28, 29
1. Usia
Seiring bertambahnya usia maka proses degenerasi akan semakin berlanjut, sehingga semakin tua usia seseorang maka resiko kerusakan ginjalnya akan semakin besar. 26, 28, 29
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin berhubungan erat dengan proses hormonal dalam tubuh, kemungkinan besar metabolisme dan reaksi kimia dalam tubuh bergantung pada jenis kelamin seseorang. 26, 28, 29
12 3. Nutrisi
Nutrisi sangat penting bagi fisiologis organ, bila terjadi malnutrisi maka akan berpengaruh pada kerusakan ginjal. 26, 28, 29
4. Obat atau zat kimia toksik beserta dosisnya
Beberapa jenis obat atau zat kimia bisa menyebabkan kerusakan pada ginjal, seperti, Gentamisin yang menyebabkan kerusakan dan nekrosis pada ginjal, Acetaminophen dapat menyebabkan tubular nekrosis, Aminoglikoksida yang menyebabkan gagal ginjal, kemudian obat golongan Anti Inflamasi Non-Steroid (NSAID) mengakibatkan nekrosis papiler ginjal serta formalin yang akan dibahas pada penelitian ini. Dosis juga berpengaruh, dimana semakin tinggi dosis semakin merusak ginjal. 26, 28-30
5. Alkohol
Paparan alkohol baik jangka panjang maupun pendek bisa menyebabkan kerusakan pada ginjal. 26, 28, 29
6. Penyakit
Proses fisiologi ginjal sangat dipengaruhi pula dengan adanya penyakit-penyakit yang diderita oleh seseorang, baik penyakit pada ginjal itu sendiri maupun penyakit sistemik yang berpengaruh langsung pada ginjal. 26, 28, 29
7. Stress
Stress berpengaruh dalam sistem hormonal pada tubuh, sehingga stress juga dapat berpengaruh pada kerusakan ginjal. 26, 28, 29
2.3. Ureum
Ureum merupakan produk sisa hasil metabolisme protein yang utama. Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati melalui suatu proses katabolisme protein. Kadar ureum dalam darah merupakan gambaran
13
keseimbangan antara pembentukan ureum dengan ekskresi ureum oleh ginjal. Nilai rujukan kadar ureum dalam darah manusia dewasa adalah 10- 50 mg/dL. Sedangkan pada tikus 11.01-19.9 mg/dL. 27, 31, 32
Kenaikan kadar ureum 14, 27, 31-34
Naiknya kadar ureum adalah hal yang tidak normal. Kenaikan ureum dalam darah bisa disebabkan oleh beberapa keadaan, diantaranya:
a. Peningkatan katabolisme protein jaringan disertai dengan keseimbangan nitrogen yang negative
b. Pemecahan protein darah yang berlebihan
c. Pengurangan ekskresi urea karena peurunan laju filtrasi glomerulus d. Pengaruh zat kimia toksik
2.4. Kreatinin
Kreatinin adalah produk akhir metabolisme kreatin di dalam otot.
Secara metabolik kreatinin merupakan komponen tidak aktif yang kemudian berdifusi ke dalam plasma dan diekskresikan ke dalam urin.
Batas rujukan kreatinin plasma pada manusia adalah 0.6-1.13 mg/dL.
Sedangkan pada tikus batas nilai rujukannya adalah 0,578-1,128 mg/
dL.25,27
Kenaikan kadar kreatinin 14, 27, 31-34
Kenaikan kadar kreatinin dalam darah dapat diakibatkan oleh beberapa keadaaan, diantaranya:
a. Hipoksia jaringan
b. Penurunan laju filtrasi glomerulus c. Pada penyakit metabolik tertentu d. Zat kimia toksik
14 2.5. Kerangka Teori
Gambar 4. Kerangka teori Ginjal rusak fungsi
ginjal menurun Hipoksia Sintesis ATP terhambat
Kadar Oksigen turun
Nekrosis sel otak
CO2 H2O
Paru-paru
Zat kimia toksik Penurunan laju filtrasi Peningkatan katabolisme protein ginjal
Hambat aktivitas Citokrom
Oksidase di mitokondria Asam Format Hepar
Enzim Formaldehid Dehidrogenase Formalin peroral ¼ dosis lethal
Absorbsi GIT
Kadar Ureum plasma
Kadar Kreatinin plasma
Konsumsi air berkurang
dehidrasi Diet tinggi protein
15 2.6. Kerangka Konsep
Gambar 5. Kerangka konsep
2.7. Hipotesis
Terdapat kenaikan kadar ureum dan kreatinin plasma tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar terhadap pemberian formalin peroral ¼ dosis lethal selama 2 minggu dibandingkan yang tidak diberi formalin.
Formalin peroral
Kadar ureum plasma
Kadar kreatinin plasma