• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH REGULASI EMOSI TERHADAP AGRESIVITAS PADA ATLET SEPAK BOLA USIA REMAJA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Preogram Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH REGULASI EMOSI TERHADAP AGRESIVITAS PADA ATLET SEPAK BOLA USIA REMAJA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Preogram Studi Psikologi"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH REGULASI EMOSI TERHADAP AGRESIVITAS

PADA ATLET SEPAK BOLA USIA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Preogram Studi Psikologi

Disusun oleh:

Yasinta Tiwi Carysa

NIM : 149114035

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

“Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia,

sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan”

-Amsal 13:4-

“Untuk segala sesuatu ada masanya,

untuk apa pun di bawah langit ada waktunya”

-Pengkotbah 3:1-

“There is no limit of struggling”

(5)

v

HALAMAN PESEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati dan menyertai saya

Bapak dan Ibu yang tidak pernah lelah memberi dukungan dalam bentuk doa ataupun materi

(6)
(7)

vii

PENGARUH REGULASI EMOSI TERHADAP AGRESIVITAS PADA ATLET SEPAK BOLA USIA REMAJA

Yasinta Tiwi Carysa

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh regulasi emosi terhadap agresivitas pada atlet sepak bola usia remaja. Hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh negatif regulasi emosi terhadap agresivitas pada atlet sepak bola usia remaja. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 122 atlet sepak bola berusia 11 hingga 22 tahun. Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu skala regulasi emosi dan skala agresivitas. Skala regulasi emosi terdiri dari 24 item dengan koefisien reliabilitas α = 0,888 dan skala agresivitas yang terdiri dari 24 item dengan koefisien reliabilitas α = 0,933. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Hasil analisis menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Diketahui standardized coefficients (β) sebesar -0,452 dan koefisien regresi sebesar -0,589 dengan nilai signifikansi p = 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa regulasi emosi memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap agresivitas pada atlet sepak bola usia remaja. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat regulasi emosi, maka semakin rendah agresivitas atlet sepak bola usia remaja.

(8)

viii

THE EFFECT OF EMOTION REGULATION TOWARD AGGRESIVENESS ON TEENAGE FOOTBALL ATHLETES

Yasinta Tiwi Carysa

ABSTRACT

The current study was aimed to investigate the influence of emotion regulation on the aggressiveness of teenage football athletes. The hypothesis of the current research was that there was a negative influence of emotion regulation on teenage football athletes’ aggressiveness. The study involved 122 football athletes with ages ranged from 11 to 22 years old. The instruments used to collect the data were regulation emotion scale and aggressiveness scale. The emotion regulation scale consisted of 24 items with α = 0,888 while the aggressiveness scale consists of 24 items with reliability coefficient of α = 0,933. The hypothesis was tested using the analysis of regression. The result showed that the hypothesis was accepted. The β = -0,452 and regression coefficient -0,589 with the significant value p = 0,000. This result shows that emotion regulation has a negative influence and is significant to the aggressiveness of teenage football athletes. This means, the higher the emotion regulation, the lower the aggressiveness.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat dan penyertaan yang tidak pernah usai, saya dapat menyelesaikan studi hingga akhir dengan elegan. Melalui uluran tangan orang-orang terkasih, kuat kuasa-Nya telah dinyatakan dengan terselesaikannya pula skripsi saya yang berjudul : “Pengaruh

Regulasi Emosi terhadap Agresivitas pada Atlet Sepak Bola Usia Remaja.”

Saya menyadari bahwa selama proses penelitian skripsi ini banyak tantangan dan pergumulan yang harus saya lalui. Rasanya tantangan-tantangan tersebut akan sulit saya takhlukkan tanpa dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua orang yang telah memberikan dukungan kepada saya melalui cara mereka masing-masing, yaitu:

1. Ibu Dr. Titik Kristiyani M. Psi. selaku Dekan Fakultas Paikologi Universitas Sanata Dharma yang telah menandatangani lembar pengesahan skripsi ini. 2. Ibu Monica Eviandaru Madyaningum Ph. D. selaku Kepala Program Studi

Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu segala proses akademik yang saya lalui selama menuntut ilmu di program studi ini.

(11)

xi

4. Ibu P. Henrietta P. D. A. D. S., S. Psi., M. A selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus pendengar yang maha mengerti seluruh keluh kesah peneliti selama berdinamika dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih banyak atas bimbingan dan dukungan yang tidak pernah usai. Sehat dan sukses selalu Mbak Etta, maaf jika ada yang kurang berkenan di hati mbak. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Mbak Etta selaku Wakil Kepala Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing dan mendukung saya selama saya mengikuti oganisasi serta kepanitiaan di program studi ini.

5. Terima kasih kepada Ibu P. Henrietta P. D. A. D. S., S. Psi., M. A, Ibu Dr. Tjipto Susana, M. Si., dan Bapak Agung Santoso, M. A. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan serta bimbingan dalam proses perbaikan skripsi ini.

6. Seluruh bapak dan ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membagi dan menyalurkan ilmu pengetahuan selama saya menempuh pendidikan di fakultas tersebut.

7. Seluruh staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang selalu membantu kelancaran penyusunan skripsi ini dengan caranya yang ramah serta sabar.

(12)

xii

9. Suargi Simbah Kakung dan Putri, serta Mbah Kung dan suargi Mbah Ti yang tidak pernah lelah mendoakan dan memberikan restu kepada saya sehingga saya dapat sampai pada pencapaian saat ini. Nyuwun pengestunipun nggih mbah. Matur nuwun.

10.Bapak dan Ibu yang senantiasa setia memberikan dukungan dalam bentuk doa, motivasi, finansial, senyuman, dan bercandaan ketika saya mulai berkeluh kesah. Terima kasih karena restu Bapak dan Ibu membawa saya pada titik pencapaian ini. Sehat selalu pak, bu, jangan lelah mendoakan dan mendampingi saya.

11.Rio yang tidak pernah absen mendengar dan membantu menghadapi tantangan-tantangan baru dalam skripsi saya, serta membantu saya dalam proses pengambilan data, Bram dan Sekar yang selalu ada dalam suka dan duka selama proses olah data, Salma yang setia menjadi kamus bahasa inggris berjalan selama 24 jam, Mega dan Friska yang selalu setia mendengar keluh kesahku, dan Agung sang desainer andal ketika saya gundah gulana menentukan reward. Kalian terbaik!

12.Teman putih biru Nisa, Salma dan Upik yang selalu memberikan dukungan dan setia mendengarkan keluh kesah saya tentang dinamika dalam penyusunan skripsi ini. Terutama untuk teman seperjuangan Nisa dan Salma dalam menikmati pasang surut per-skripsian ini. Sukses untuk kita ya!

(13)

xiii

Sekeras-kerasnya kalimat tamparan yang kalian lontarkan, saya selalu termotivasi. Sampai jumpa di masa depan yang cerah keluarga, secerah pikiran kalian yang selalu terbuka atas semua wawasan!

14.Sahabat seperjuangan selama duduk di bangku perguruan tinggi, Konco Kesel: Ana, Ayu, Dwina, Joste, Mega, Nungky, dan Sekar. Terima kasih kalian tidak pernah lelah mendukung satu sama lain agar tidak ada yang putus asa menghadapi tugas-tugas kuliah selama menempuh studi. Terima kasih juga sudah menjadi teman lembur baik secara online maupun offline. See you on top, gals!

15.Seluruh angkatan 2014, dan terkhusus untuk teman-teman terkasih Psikologi D 2014: Angel, Anggung, Arin, Arya, Aye, Bram, Cakra, Chris, Dewa, Ella, Febri, Fendy, Fiyo, Garnis, Intan, Jennifer, Kodut, Leo, Lyta, Maria, Mirna, Nadzar, Onel, Poppy, Sandri, Theo, Vanny, Yudhis, terima kasih motivasi lisan maupun tulisan kalian. Semangat dan sukses selalu teman-teman!

16.Teman-teman Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma tahun jabatan 2017 terkhusus Divisi Eksternal: Trisna, Wayang, dan Sinta. Terima kasih untuk dinamika kekeluargaan yang tidak pernah usai ditelan masa jabatan kita. Rasa kekeluargaan semakin erat ketika saya tahu bahwa dukungan kalian menjadi motivasi saya untuk tidak kalah melawan setiap tantangan dalam menyelesaikan skripsi ini. Kalian hebat, tidak pernah lelah menggenapi kekurangan saya. Semoga sukses!

(14)
(15)

xv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

(16)

xvi

C. TUJUAN PENELITIAN ... 9

D. MANFAAT PENELITIAN ... 9

1. Manfaat teoretis ... 9

2. Manfaat praktis... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. AGRESIVITAS ... 10

1. Definisi Agresivitas ... 10

2. Aspek Agresivitas ... 12

3. Tipe Agresivitas ... 15

4. Faktor Agresivitas ... 16

B. REGULASI EMOSI ... 19

1. Definisi Emosi ... 19

2. Definisi Regulasi Emosi ... 20

3. Aspek Regulasi Emosi ... 22

4. Dampak Regulasi Emosi ... 24

C. ATLET SEPAK BOLA ... 25

D. MASA REMAJA ... 25

E. DINAMIKA HUBUNGAN ... 27

F. SKEMA HUBUNGAN ... 32

G. HIPOTESIS PENELITIAN ... 33

(17)

xvii

B. IDENTIFIKASI VARIABEL ... 34

1. Variabel Bebas ... 34

2. Variabel Tergantung... 34

C. DEFINISI OPERASIONAL ... 35

1. Regulasi Emosi ... 35

2. Agresivitas ... 35

D. SUBJEK PENELITIAN ... 36

E. METODE PENGUMPULAN DATA ... 36

1. Skala Regulasi Emosi ... 37

2. Skala Agresivitas ... 38

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ... 39

1. Validitas ... 39

2. Seleksi Item ... 41

3. Reliabilitas ... 43

G. METODE ANALISIS DATA ... 44

1. Uji Asumsi ... 44

2. Uji Hipotesis ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN A. PELAKSANAAN PENELITIAN ... 47

B. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN ... 47

C. DESKRIPSI DATA PENELITIAN ... 48

D. ANALISIS DATA PENELITIAN ... 49

(18)

xviii

2. Uji Hipotesis ... 52

E. PEMBAHASAN ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 57

B. KETERBATASAN PENELITIAN ... 57

C. SARAN ... 58

1. Bagi Pelatih Sepak Bola ... 58

2. Bagi Atlet Sepak Bola ... 59

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(19)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Pemberian nilai skor Skala Likert ... 37

Tabel 2 : Indikator Skala Regulasi Emosi ... 38

Tabel 3 : Distribusi Item Skala Regulasi Emosi Sebelum Try Out ... 38

Tabel 4 : Indikator Skala Agresivitas ... 39

Tabel 5 : Distribusi Item Skala Agresivitas Sebelum Try Out ... 39

Tabel 6 : Distribusi Item Skala Regulasi Emosi Setelah Seleksi Item ... 42

Tabel 7 : Distribusi Item Skala Agresivitas Setelah Seleksi Item ... 43

Tabel 8 : Deskripsi Data Berdasarkan Usia ... 47

Tabel 9 : Deskripsi Data Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Skala Uji Coba Penelitian ... 69

Lampiran 2: Reliabilitas Skala Regulasi Emosi dan Agresivitas ... 81

Lampiran 3: Skala Penelitian ... 87

Lampiran 4: Hasil Uji Mean Teoretis dan Mean Empiris ... 97

Lampiran 5: Hasil Uji Deskriptif ... 100

Lampiran 6: Hasil Uji Asumsi ... 102

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang diikuti laki-laki dan perempuan dari mulai usia remaja hingga dewasa dengan cara berkelompok membentuk tim. Sin (2017) mengatakan bahwa keberhasilan dari sebuah tim sepak bola ditentukan oleh kekompakan dan kinerja dari tim tersebut, dengan cara menyusun strategi. Harris (dalam Gunarsa, 1995) menyatakan bahwa performa seorang atlet adalah hasil dari stamina, kekuatan, fleksibilitas, koordinasi, keterampilan dan kemampuan bermain.

Selain itu, faktor pikiran dan lingkungan turut memengaruhi performa atlet sepak bola, seperti kontak fisik. Menurut Sukadiyanto (2005), olahraga kontak fisik merupakan jenis olahraga yang terdapat benturan fisik secara langsung. Sedangkan olahraga non kontak fisik merupakan jenis olahraga yang tidak terjadi sentuhan fisik secara langsung karena adanya pembatas (Martin, 2005). Good dan Wood (1995) mengungkapkan bahwa atlet pada jenis olahraga kontak fisik lebih menekankan perilaku yang cenderung keras dalam bermain. Berdasarkan teori tersebut, dapat diketahui bahwa sepak bola merupakan jenis olahraga kontak fisik yang dapat memicu munculnya amarah pada atletnya.

(22)

tahun; (Pradigdo, 2017; Rachman, 2017). Bentuk tindakan kekerasan yang marak terjadi adalah perkelahian, pemukulan, dan penyikutan (Gultom, 2014; Yosia, 2017; Christian, 2017). Tindakan-tindakan tersebut dapat terjadi baik antar sesama atlet pada tim lawan (Rachman, 2017), atau dengan pihak lain yang terlibat dalam jalannya pertandingan seperti wasit. Salah satu fenomena yang terjadi baru-baru ini adalah seorang atlet sepak bola U-19 Bali United Ricky Nova Asterix mengalami cedera leher setelah dipukul oleh lawan dari Tim Bhayangkara FC pada partai babak 18 besar Liga U-19 di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar (Christian, 2017).

Berbagai bentuk perilaku yang telah dipaparkan dan dilakukan oleh atlet sepak bola itu dapat dikategorikan sebagai bentuk agresivitas. Fromm (1973/2008) menyatakan bahwa agresivitas dapat dimaksudkan untuk mempertahankan hidup individu, yang bersifat adaptif biologis dan hanya muncul jika ada ancaman. Pada dasarnya agresivitas dilakukan untuk mempertahankan hidup individu, yang dapat dilakukan dengan cara menghindar atau menyerang sumber ancamannya (Fromm, 1973/2008). Hal itu dilakukan individu untuk melemahkan ancaman yang dihadapi. Lebih lanjut, agresivitas dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti atau membuat individu lain celaka (Baron dan Byrne, 2005; Taylor dan Peplau, 2009).

(23)

melakukan agresivitas, maka atlet tidak memiliki tenaga, kecepatan, dan ketegaran mental. Namun sebaliknya, jika agresivitas berlebihan dapat menyebabkan hukuman atau kerugian bagi atlet itu sendiri karena telah melukai orang lain. Sukadiyanto (2005) mengungkapkan bahwa agresivitas tidak dapat dilakukan sekehendak atlet sendiri, sebab setiap pertandingan memiliki peraturan yang harus ditaati oleh semua yang terlibat didalamnya. Apabila atlet melanggar peraturan yang sudah disepakati, maka mereka akan menerima konsekuensi dan mendapatkan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya (Sukadiyanto, 2005).

(24)

Agresivitas pada remaja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam diri remaja maupun lingkungan sekitarnya. Taylor, Peplau, dan Sears (2009) menyatakan bahwa terdapat empat sumber amarah yang menjadi faktor penyebab timbulnya agresivitas. Faktor yang pertama adalah serangan dari orang lain. Individu yang sering merespons serangan dengan prinsip “darah dibayar darah” akan memicu terjadinya agresi yang lebih tinggi.

Faktor yang kedua adalah frustrasi. Frustrasi terjadi karena adanya hambatan untuk mencapai tujuan yang kemudian menimbulkan agresivitas, karena agresi bisa meringankan emosi negatif (Bushman., dkk dalam Taylor dkk., 2009).

Faktor lain yang dapat meningkatkan agresivitas yaitu ekspektasi pembalasan. Motivasi untuk melakukan balas dendam selalu membuat pikiran menjadi negatif, maka agresivitas juga akan bertambah besar. Lalu faktor kompetisi juga dapat memengaruhi adanya agresivitas. Situasi kompetitif sering memicu adanya kemarahan yang menimbulkan agresivitas yang tidak jarang bersifat destruktif. Selain faktor-faktor tersebut, agresivitas juga dapat disebabkan oleh emosi negatif yang dialami seseorang sebagai akibat dari peristiwa permusuhan dan pikiran negatif (Berkowitz dan Heimer, dalam Stangor, 2011).

(25)

pertolongan orang dewasa dalam menangani emosi atau perasaannya (Albin, 1986). Pada saat usia remaja, individu belajar untuk menguasai dan mengatur emosi yang ada dalam diri. Ketika individu mulai terbiasa menguasai emosi negatif yang ada dalam diri, ia akan mampu mengelola emosinya dalam berbagai situasi.

Regulasi emosi merupakan suatu proses individu dalam membentuk emosi dan mengetahui bagaimana mengekspresikannya (Gross, 2014). Thompson (1994) juga mengungkapkan bahwa regulasi emosi adalah proses pertanggungjawaban individu dalam mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosi untuk mencapai tujuan individu tersebut. Regulasi emosi dapat terjadi secara disadari maupun tidak disadari. Selain itu, proses regulasi emosi juga dapat berlangsung baik dikontrol maupun secara otomatis.

Menurut Thompson (dalam Buckholdt, Parra, & Jobe-Shields, 2009) regulasi emosi terdiri dari proses ekstrinsik dan intrinsik yang bertanggung jawab untuk memantau, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosional, terutama intensif dan temporal mereka untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan dari regulasi emosi sendiri untuk meminimalkan dampak negatif dari masalah yang dihadapi dengan cara mengatur dan mengolah pengalaman emosional (Kring, Johnson, Davison, & Neale, 2010). Kurniasih (dalam Silaen & Dewi, 2015) menemukan bahwa kemampuan regulasi emosi dapat membuat remaja lebih menerima serta menghargai dirinya.

(26)

Mawardah dan Adiyanti memfokuskan penelitiannya pada agresi elektronik, dalam hal ini remaja melakukan agresivitas seperti mengganggu dan menindas melalui e-mail, chat room, SMS, website, dan lain-lain (David-Ferdon & Hertz, 2009). Hal ini berbeda dengan agresivitas pada umumnya yang dapat dilakukan dalam bentuk perilaku fisik ataupun verbal (Myers, 2012).

Melihat maraknya fenomena perkelahian yang terjadi di lapangan olahraga, peneliti ingin mengetahui pengaruh regulasi emosi terhadap agresivitas pada atlet sepak bola usia remaja. Menurut Papalia (2008), usia 11 atau 12 tahun hingga 20-an tahun dikategorikan sebagai perkembangan manusia masa remaja. Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Hall (dalam Papalia, 2007) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa yang penuh emosional. Pernyataan ini memang tidak semata-mata dapat disematkan pada setiap individu berusia remaja. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa masa remaja awal merupakan suatu masa di mana fluktuasi emosi berlangsung lebih sering (Rosenblum & Lewis, 2003).

(27)

ingin membela mati-matian bangsa Indonesia sehingga ada kalanya provokasi membuat mereka tidak bisa mengontrol emosi (Pradigdo, 2017). Paparan ini menunjukkan bahwa seorang atlet pun perlu mengelola atau meregulasi emosi ketika sedang bertanding.

Remaja yang memiliki kemampuan tinggi dalam melakukan regulasi emosi akan mampu menjaga stabilitas emosinya. Emosi yang cenderung stabil mampu membuat remaja memiliki rasa empati dan memahami perasaan orang lain (Mawardah & Adiyanti, 2014). Hal ini tentu saja membuat remaja mampu mengelola tingkah laku, sehingga dapat menghindari perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma sosial (Mawardah & Adiyanti, 2014). Begitu pula sebaliknya, remaja dengan kemampuan regulasi emosi yang rendah kurang mampu menjaga stabilitas emosinya. Mawardah dan Adiyanti (2014) juga mengungkapkan bahwa remaja yang memiliki emosi kurang stabil tidak mampu menjaga perilakunya, sehingga berpotensi memunculkan perbuatan negatif yang melanggar nilai dan norma sosial.

(28)

yang telah dilakukan, Sullivan dkk (2010) menggunakan metode wawancara kepada subjek untuk menggali informasi secara mendalam. Dengan metode ini, Sullivan dkk (2010) menemukan kekurangan bahwa beberapa subjek tidak mengakui secara khusus dan spesifik bahwa mereka pernah atau sering melakukan agresivitas. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode skala agar subjek dapat mengungkapkan perasaan dan pengalaman mereka secara lebih khusus dan spesifik mengenai agresivitas.

(29)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana pengaruh regulasi emosi terhadap agresivitas pada atlet sepak bola usia remaja?”.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh regulasi emosi terhadap agresivitas pada atlet sepak bola usia remaja.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan menjadi referensi kajian ilmu psikologi bidang sosial dan olahraga khususnya mengenai regulasi emosi dan agresivitas.

2. Manfaat Praktis

(30)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. AGRESIVITAS

1. Definisi Agresivitas

Menurut Erich Fromm (2008), agresi dapat dibagi menjadi dua jenis dengan definisi yang berbeda. Jenis yang pertama adalah agresi defensif. Agresi ini dapat berupa desakan untuk membela diri, melarikan diri atau melawan yang telah terprogram secara bawaan sewaktu kepentingan hayatinya terancam. Agresi defensif dimaksudkan untuk mempertahankan hidup individu atau spesies, bersifat adaptif biologis dan hanya muncul jika memang ada ancaman. Agresi ini bertujuan untuk menghilangkan ancaman, baik dengan menghindar maupun dengan menghancurkan sumbernya. Tujuan agresi defensif bukanlah untuk menghancurkan, melainkan untuk mempertahankan diri dan menjaga kelangsungan hidup. Bila tujuan ini telah dicapai, agresi tersebut beserta emosinya akan lenyap.

(31)

dan pelaku (penyerang) akan berurusan dengan aparat penegak hukum dan (pasti) mendapat hukuman sesuai jenis agresi jahat yang dilakukannya. Agresi jahat ini bukanlah atas dasar insting, melainkan kecenderungan manusia yang berakar dari kondisi kehidupannya.

Menurut Baron dan Byrne (1995), agresivitas merupakan perilaku individu yang dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti atau membuat individu lain celaka. Taylor, Peplau, dan Sears (2009) mendukung pernyataan tersebut dengan mengungkapkan bahwa agresivitas merupakan setiap tindakan yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain. Myers (2012) juga menyatakan bahwa agresivitas adalah bentuk perilaku fisik ataupun verbal yang bertujuan untuk menyakiti seseorang.

(32)

Agresivitas dapat dikatakan sebagai bentuk perilaku yang dapat menyakiti seseorang. Namun hal ini bukan berarti perilaku menyakiti orang lain dalam bentuk yang tidak disengaja, seperti kecelakaan lalu lintas (Myers, 2012). Selain itu, Myers (2012) juga mengungkapkan bahwa perilaku menyakiti yang bertujuan untuk membantu orang lain bukan termasuk perilaku agresivitas, misalnya menyuntik orang sakit. Perilaku yang tergolong dalam tindakan agresivitas adalah menendang, menampar, mengancam, menyindir, dan lain-lain (Myers, 2012).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa agresivitas merupakan perasaan yang mengarahkan pada niat dan tindakan negatif baik secara fisik maupun verbal, dari seseorang ke orang lain dengan tujuan untuk menyakiti atau merugikan, sehingga orang yang bersangkutan berusaha untuk menghindarinya.

2. Aspek Agresivitas

Berdasarkan definisi yang telah diungkapkan Buss dan Perry (1992), dapat diketahui bahwa agresivitas tersusun atas empat aspek, yaitu agresi fisik, agresi verbal, kemarahan, dan permusuhan.

a. Agresi fisik (physical aggression)

(33)

mudah diamati secara kasat mata karena terdapat bukti fisik yang jelas, seperti adanya korban yang terluka.

b. Agresi verbal (verbal aggression)

Agresi verbal merupakan agresivitas yang dilakukan dalam bentuk kata-kata. Tindakan yang dapat dikategorikan sebagai agresi verbal adalah ketika seseorang melakukan penyerangan dalam bentuk kata-kata menyakitkan kepada orang lain yang tidak ingin menerimanya. Agresi verbal dapat ditandai dengan adanya hinaan, umpatan, sindiran, dan kata-kata kasar atau kotor.

c. Kemarahan (anger)

Kemarahan merupakan aspek dari agresivitas yang bersifat tidak langsung (indirect aggression). Kemarahan muncul berupa perasaan benci kepada orang lain atau suatu hal ketika seseorang tidak mampu mencapai tujuannya. Perasaan kecewa, gagal, atau dikhianati dapat menjadi penyebab munculnya kemarahan hingga akhirnya dilampiaskan baik kepada sumber kemarahan maupun kepada hal lain yang tidak berkaitan.

d. Permusuhan (hostility)

(34)

aggression), mencakup cemburu, iri, curiga, tidak percaya, dan kekhawatiran.

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini akan menggunakan empat aspek agresivitas menurut Buss dan Perry (1992), yaitu agresi fisik, agresi verbal, kemarahan, dan permusuhan. Keempat aspek tersebut dapat digunakan untuk mengetahui tingkat agresivitas individu. Agresi fisik dan verbal, yang menyakiti orang lain merupakan komponen perilaku atau instrumen motorik. Kemarahan, yang melibatkan rangsangan fisiologis dan persiapan untuk agresi, mewakili komponen perilaku emosional atau afektif. Sedangkan permusuhan, yang terdiri dari perasaan niat buruk dan ketidakadilan, mewakili komponen kognitif dari perilaku.

(35)

mereda, ada sisa kognitif dari niat buruk, kebencian, dan mungkin kecurigaan terhadap motif orang lain, karenanya ada kaitan antara amarah dan permusuhan.

3. Tipe Agresivitas

Menurut Myers (2012), agresivitas manusia dibagi menjadi dua tipe, sebagai berikut.

a. Hostile Aggression

Agresivitas yang dilakukan atas dasar kemarahan dan dilakukan untuk melampiaskan kemarahan itu sendiri dengan cara melukai, merusak, atau merugikan. Salah satu komponen kognitif dalam agresivitas ini adalah keinginan untuk menyakiti dan melawan ketidakadilan. Perilaku yang ditunjukkan mengekspresikan kebencian, permusuhan, atau kemarahan yang sangat dalam.

b. Instrumental Aggression

(36)

Berdasarkan kedua tipe tersebut, Sukadiyanto (2015) menyatakan bahwa agresivitas yang lebih dominan dilakukan oleh atlet adalah instrumental aggression, sebab olahraga tanpa adanya unsur instrumental

aggression maka tidak ada tenaga, kecepatan, dan ketegaran mental. Sebaliknya jika hostile aggression yang lebih dominan dilakukan akan merugikan prestasi dan karier atlet itu sendiri.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Agresivitas

Mengacu pada definisi yang telah dipaparkan Taylor, Peplau, dan Sears, dapat diketahui beberapa penyebab timbulnya agresivitas sering kali berupa peristiwa tidak menyenangkan, seperti serangan, frustrasi, ekspektasi pembalasan, dan kompetisi (Taylor dkk., 2009).

a. Serangan

Serangan merupakan salah satu faktor penyebab agresivitas yang paling umum terjadi. Ketika seseorang mengalami situasi yang tidak menyenangkan, akan membuat orang itu merasa jengkel atau menganggapnya sebagai sebuah serangan. Semua itu tergantung bagaimana setiap individu menanggapinya. Orang sering menanggapi serangan dengan pembalasan, seperti “darah dibayar darah”. Respons seperti ini dapat memicu agresivitas. Hal ini sering

(37)

b. Frustrasi

Sumber agresivitas yang kedua adalah frustrasi. Frustrasi dapat memunculkan agresivitas karena agresivitas dapat meringankan emosi negatif (Bushman, Baumeister, & Philips, 2001). Frustrasi terjadi ketika seseorang mengalami hambatan atau dicegah pada saat akan mencapai tujuan. Selain itu, stres juga dapat menyebabkan frustrasi yang berujung pada agresivitas. Misalnya, adanya pemasalahan keluarga terkait ekonomi dan permasalahan dalam dunia kerja. Menurut tulisan Romawi kuno, suhu panas tercatat sebagai menyebab meningkatnya agresivitas (Anderson, Bushman, & Groom, 1997; Rotton & Cohn, 2000; dalam Taylor, et al., 2009). Lalu apabila situasi tidak nyaman atau menjengkelkan yang disertai dengan suhu panas akan menimbulkan ketegangan atarpersonal hingga terjadi agresivitas.

c. Ekspektasi Pembalasan

(38)

ekspektasi pembalasan membuat pikiran menangkap informasi negatif, maka akan meningkatkan agresivitas.

d. Kompetisi

Deutsch (dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009) mengungkapkan bahwa affectless aggression atau agresivitas yang tidak berkaitan dengan keadaan emosional, dapat muncul secara tidak sengaja karena adanya sebuah kompetisi. Deutsch menunjukkan bahwa situasi kompetitif sering memicu kemarahan dan mengakibatkan terjadinya agresivitas yang bersifat destuktif. Agresivitas lebih mudah muncul dalam situasi yang memperkuat kecenderungan agresivitas (Brushman, dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009).

(39)

Frustrasi terjadi ketika kita merasa bahwa kita tidak mendapatkan tujuan-tujuan penting yang telah kita tetapkan untuk diri kita sendiri.

B. REGULASI EMOSI

1. Definisi Emosi

Emosi merupakan kecenderungan perasaan yang mengarah pada suatu hal yang dianggap cocok atau tidak cocok (Arnold & Grason, dalam Gross, 2012). Santrock (2007) juga mengungkapkan bahwa emosi merupakan perasaan atau afek yang muncul ketika individu dalam situasi atau interaksi yang penting baginya, terutama untuk kesejahteraannya. Goleman (2002) juga meyakini bahwa emosi adalah perasaan atau pemikiran, kondisi psikologis dan biologis, yang muncul karena ada stimulus dari dalam maupun luar diri individu. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendukung beberapa pernyataan tersebut dengan menyatakan bahwa, emosi merupakan luapan dari perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat.

(40)

juga dapat berupa reaksi psikologis maupun fisiologis, seperti kegembiraan, kesedihan, ketakutan, keharuan, kecintaan, dan keberanian yang bersifat subjektif. Seseorang dengan emosi yang berlebihan cenderung kurang dapat menguasai diri dan tidak memperhatikan keadaan serta norma sekitar (Walgito, 2010). Albin (1986) menambahkan bahwa setiap emosi yang muncul dari dalam diri seseorang mampu mempengaruhi lingkungan sekitar, sehingga perlu dikelola sebagai mana mestinya (Alibin, 1986).

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat diketahui bahwa emosi merupakan perasaan atau keadaan individu yang muncul karena adanya stimulus dari situasi yang dialami.

2. Definisi Regulasi Emosi

(41)

disadari. Proses regulasi emosi berpengaruh pada satu atau lebih proses yang membangkitkan emosi (Gross & Thompson, 2007).

Eisenberg dan Spinrad (dalam Pratisti, 2013) menyatakan bahwa regulasi emosi adalah sebuah proses untuk mengenali, menghambat, menghindari, serta mengatur munculnya perasaan, emosi psikologis, dan perilaku yang berkaitan dengan emosi demi mencapai suatu tujuan tertentu. Regulasi didefinisikan sebagai proses di mana aktivasi dalam satu daerah respons berfungsi untuk mengubah, mentitrasi, atau memodulasi aktivasi di daerah respons lain (Garber & Dodge, 2004). Quirk dan Beer (2006) juga mendefinisikan regulasi emosi sebagai suatu proses untuk mengungkapkan dan mengekspresikan emosi dengan cara serta kondisi yang tepat.

Lebih lanjut, Fox (dalam Kostiuk & Gregory, 2002) menyatakan bahwa regulasi emosi adalah kemampuan untuk menanggapi tuntutan pengalaman yang sedang terjadi dengan berbagai emosi melalui cara yang dapat ditoleransi secara sosial serta cukup fleksibel untuk memunculkan reaksi spontan, termasuk kemampuan untuk menunda reaksi spontan yang diperlukan. Regulasi emosi juga dapat dikatakan sebagai upaya individu untuk mampu mengelola dan mengungkapkan emosi yang dapat mempengaruhi individu dalam berperilaku demi mencapai tujuannya (Balter, 2003).

(42)

kemampuan individu untuk tetap berpikir dan berperilaku positif ketika menghadapi tantangan dan tekanan, serta mencegah pemikiran negatif seperti marah atau sedih. Mawardah dan Adiyanti (2014) pun mengungkapkan bahwa regulasi emosi merupakan kemampuan individu untuk mengungkapkan emosi baik secara lisan maupun tulisan yang dapat meningkatkan kesehatan fisik maupun mental pada saat individu mengalami peristiwa yang dianggap negatif.

Berdasarkan beberapa uraian definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi merupakan kemampuan individu untuk mengelola dan mengungkapkan emosi yang berasal dari segala peristiwa dengan cara yang positif dan mencegah pemikiran negatif.

3. Aspek-aspek Regulasi Emosi

Pengaturan emosi terdiri dari kedua proses intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung jawab untuk belajar mengenali, memantau, menilai, dan memodifikasi reaksi emosional (Thompson, 1994). Berdasarkan teori dari Thompson dan Fox (dalam Kostiuk & Gregory, 2002) serta Garber dan Dodge (2004) yang dipadukan dalam Mawardah dan Adiyanti (2014), dapat diketahui bahwa terdapat tiga aspek yang berkaitan dengan regulasi emosi, seperti

a. Pemantauan

(43)

(Garber & Dodge, 2004). Hal ini dilakukan agar individu dapat memantau emosi yang dihadapi dengan lebih jelas (Konstiuk & Gregory, 2002).

b. Penilaian

Aspek ini dinyatakan sebagai kemampuan individu untuk memberikan penilaian baik positif maupun negatif mengenai setiap kejadian atau kondisi yang ia alami berdasarkan pengetahuan yang dimiliki individu tersebut (Thompson, dalam Kostiuk & Gregory, 2002). Munculnya penilaian positif dapat menghasilkan pengelolaan emosi yang baik, sehingga individu dapat terhindar dari pengaruh emosi negatif yang dapat membuat individu bertindak negatif juga (Garber & Dodge, 2004).

c. Pengubahan

(44)

4. Dampak Regulasi Emosi

Regulasi emosi perlu dilakukan karena beberapa bagian dari otak manusia menginginkan suatu tindakan pada situasi tertentu, sedangkan bagian lainnya menganggap bahwa rangsangan emosional tersebut kurang sesuai dengan situasi yang ada, sehingga membuat individu melakukan hal lain atau tidak melakukan apapun (Gross, 2003). Regulasi emosi bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif dari masalah yang dihadapi dengan cara mengelola pengalaman emosional (Kring, 2010). Goleman (2007) menyatakan bahwa individu yang dapat melakukan regulasi emosi cenderung memiliki hubungan interpersonal yang baik, mampu berikap hati-hati, dapat beradaptasi dan menangani tantangan yang muncul. Selain itu, individu lebih mampu mengendalikan diri dengan mengelola emosi dan impuls yang negatif, serta dapat menangani keadaan yang sebenarnya mampu membuat individu menjadi frustrasi.

(45)

C. ATLET SEPAK BOLA

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), atlet merupakan olahragawan terkhusus mereka yang mengikuti pertandingan atau perlombaan olahraga dengan mengandalkan kekuatan, ketangkasan dan kecepatan. Sepak bola merupakan permainan beregu di lapangan, dengan menggunakan bola sepak (KBBI). Permainan ini terdiri dari dua kelompok yang berlawanan dengan masing-masing regu terdiri atas sebelas orang. Berdasarkan kedua pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa atlet sepak bola merupakan olahragawan yang mengikuti pertandingan olahraga dalam sebuah tim kesebelasan di lapangan dengan menggunakan bola sepak.

Menurut Sukadiyanto (2005), sepak bola merupakan olahraga yang dalam permainannya memerlukan kontak fisik. Sukadiyanto (2015) menyatakan bahwa olahraga yang bersifat kontak fisik atau badan lebih berpotensi memicu adanya perkelahian antar permaain atau pihak lain yang berkaitan, seperti tim lawan, wasit, atau bahkan penonton.

D. MASA REMAJA

(46)

mengatakan bahwa remaja adalah individu dengan usia 10 hingga 22 tahun (Santrock, 2008). Perbedaan rentang usia yang diungkapkan oleh para ahli menunjukkan bahwa individu dikatakan remaja tidak hanya berdasarkan usia saja, melainkan faktor lain seperti kognitif, sosioemosi, dan lain-lain. Awal masa remaja ditandai dengan pubertas, yaitu adanya berbagai perisiwa biologis yang menjadikan tubuh individu berukuran dewasa dan mengalami kematangan seksual (Berk, 2012). Selain mengalami perkembangan secara biologis, pada usia ini individu juga mengalami perkembangan dalam hal fisik, kognitif, dan sosioemosi (Santrock, 2011).

Papalia (2008) mengelompokkan remaja menjadi dua, yaitu remaja awal dengan rentang usia 11 sampai 14 tahun sedangkan remaja akhir memiliki rentang usia 15 sampai 22 tahun. Sejak dahulu, masa remaja dinyatakan sebagai masa badai emosional (Hall, 1904, dalam Santrock, 2007). Namun sesungguhnya tidak setiap remaja selalu berada dalam situasi stres. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa masa remaja merupakan masa di mana individu mengalami fluktuasi emosi dengan intensitas yang lebih sering (Rosenblum & Lewis, 2003). Dengan atau tidak adanya provokasi, remaja dapat menjadi sangat marah dengan orangtuanya atau meluapkan perasaan tidak menyenangkan kepada orang lain (Santrock, 2007).

(47)

hormon seiring berjalannya waktu (Rosenblum & Lewis, 2003). Namun, sebuah studi oleh Brooks-Gunn dan Warren (dalam Santrock, 2007) menemukan bahwa faktor sosial memberikan kontribusi lebih besar terhadap emosi remaja dibandingkan faktor-faktor hormonal. Pada dasarnya, baik faktor hormonal maupun faktor sosial sama-sama berkontribusi dalam perubahan emosi di masa remaja. Demikian pula kemampuan anak muda dalam mengelola emosi-emosinya (Saami dkk., 2006, dalam Santrock, 2007).

E. DINAMIKA PENGARUH REGULASI EMOSI TERHADAP

AGRESIVITAS PADA ATLET SEPAK BOLA USIA REMAJA

(48)

mempengaruhi lingkungan sekitar, sehingga diperlukan adanya pengelolaan atau pengaturan emosi (Alibin, 1986).

Pengelolaan atau pengaturan emosi ini sering dikenal dengan istilah regulasi emosi. Regulasi emosi merupakan kemampuan individu untuk mengungkapkan emosi baik secara lisan maupun tulisan untuk meningkatkan kesehatan saat individu mengalami peristiwa yang dianggap negatif (Mawardah & Adiyanti, 2014). Fox (dalam Kostiuk & Gregory, 2002) juga mengungkapkan bahwa regulasi emosi adalah kemampuan untuk menanggapi tuntutan peristiwa yang sedang berlangsung dengan berbagai emosi melalui cara yang dapat ditoleransi secara sosial dan cukup fleksibel untuk memunculkan reaksi spontan, termasuk kemampuan untuk menunda reaksi spontan yang diperlukan.

(49)

dorongan individu ke hal-hal yang bersifat positif (Thompson, dalam Kostiuk & Gregory, 2002). Aspek-aspek tersebut dapat membentuk emosi individu menjadi lebih stabil kemudian berdampak positif bagi kesehatan fisik dan psikologisnya, serta interaksinya individu dengan lingkungan menjadi lebih baik.

Regulasi emosi diperlukan bagi individu untuk mengatur kinerja masing-masing bagian dari otak yang memiliki perbedaan respon ketika menanggapi rangsangan emosional. Beberapa bagian otak manusia menginginkan respon tertentu, sedangkan bagian lainnya menganggap kurang sesuai atau bahkan tidak perlu direpon (Gross, 2003). Regulasi emosi sendiri memiliki tujuan untuk meminimalkan dampak negatif dari masalah yang dihadapi dengan cara mengatur dan mengolah pengalaman emosional (Kring, 2010). Makmuroch (2014) mengungkapkan bahwa seseorang dengan regulasi emosi yang tinggi mampu memahami situasi dan mengubah pikiran atau penilaiannya mengenai situasi yang dihadapi secara positif, sehingga memunculkan emosi positif pula. Sedangkan seseorang dengan kemampuan regulasi emosi yang rendah akan kesulitan mengelola emosi sehingga sulit mengontrol diri untuk bebas dari emosi negatif (Faridh, 2008).

(50)

remaja, individu belajar untuk menguasai dan mengatur emosi yang ada dalam diri.

Kurniasih (dalam Silaen & Dewi, 2015) menemukan bahwa kemampuan regulasi emosi dapat membuat remaja lebih menerima serta menghargai dirinya. Remaja yang memiliki kemampuan tinggi dalam melakukan regulasi emosi akan mampu menjaga stabilitas emosinya. Emosi yang cenderung stabil mampu membuat remaja memiliki rasa empati dan memahami perasaan orang lain (Mawardah & Adiyanti, 2014). Hal ini tentu saja membuat remaja mampu mengelola tingkah laku, sehingga dapat menghindari perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma sosial (Mawardah & Adiyanti, 2014). Salah satu perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma sosial adalah perbuatan yang dilakukan untuk menyakiti atau melukai orang lain. Menurut Baron dan Byrne (2005), tindakan individu yang dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti orang lain disebut dengan istilah agresivitas. Taylor, Peplau, dan Sears (2009) juga menyatakan bahwa agresivitas merupakan setiap tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain.

(51)
(52)

F. SKEMA PENGARUH REGULASI EMOSI TERHADAP

AGRESIVITAS

Gambar 1. Skema pengaruh regulasi emosi terhadap agresivitas Regulasi Emosi

Rendah Tinggi

Atlet mampu membuat keputusan pasti tentang langkah apa yang

akan dilakukan ketika

menghadapi berbagai macam

situasi

Atlet mampu memberikan

penilaian baik positif maupun negatif mengenai setiap kejadian

atau kondisi yang dialami

berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.

Atlet mampu mengubah emosi dari hal-hal yang bersifat negatif dan masuk ke dalam diri individu,

menjadi sebuah dorongan

individu ke hal-hal yang bersifat positif.

Atlet kurang mampu membuat keputusan pasti tentang langkah apa yang akan dilakukan ketika

menghadapi berbagai macam

situasi

Atlet kurang mampu memberikan penilaian baik positif maupun negatif mengenai setiap kejadian

atau kondisi yang dialami

berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.

Atlet kurang mampu mengubah emosi dari hal-hal yang bersifat negatif dan masuk ke dalam diri

individu, menjadi sebuah

dorongan individu ke hal-hal yang bersifat positif.

Agresivitas Rendah Agresivitas Tinggi

Atlet menanggapi dengan tenang ketika menghadapi situasi yang tidak menyenangkan

Atlet mengelola stres atau emosi negatif yang dirasakan

Atlet menahan diri dengan

mengelola informasi negatif yang diterimanya

Atlet menghadapi situasi

kompetitif dengan tenang dan sportif

Atlet gegabah dan mudah terpicu amarahnya ketika menghadapi situasi tidak menyenangkan Atlet merasa stres dan diliputi

emosi negatif

Atlet merasa ingin melakukan

pembalasan saat menerima

informasi negatif

(53)

G. HIPOTESIS PENELITIAN

(54)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Sesuai dengan tujuan dan hipotesis penelitian, penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian dengan jenis kuantitatif menekankan pengukuran variabel-variabel dengan data numerikal atau angka yang diolah dengan metode statistika (Creswell, dalam Supratiknya, 2015). Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh regulasi emosi terhadap agresivitas pada atlet sepak bola usia remaja.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL

Variabel yang diukur dalam penlitian ini adalah:

1. Variabel bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang dapat menyebabkan dan mempengaruhi hasil (Creswell, 2016). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah regulasi emosi.

2. Variabel tergantung

(55)

C. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional merupakan definisi dari masing-masing variabel yang disampaikan secara praktis serta dapat digunakan untuk memahami hubungan antar variabel (Creswell, 2016). Dua variabel yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu regulasi diri dan agresivitas.

1. Regulasi Emosi

Regulasi emosi merupakan kemampuan atlet untuk mengelola dan mengungkapkan emosi yang berasal dari segala peristiwa dengan cara yang positif dan mencegah pemikiran negatif. Regulasi emosi akan diukur menggunakan skala regulasi emosi yang mengacu pada aspek-aspek regulasi emosi, yaitu pemantauan, penilaian, dan pengubahan. Dari ketiga aspek tersebut, peneliti dapat mengetahui sejauh mana atlet melakukan regulasi emosi dalam berkompetisi. Semakin tinggi skor total yang diperoleh atlet sepak bola dari skala, maka semakin baik pula regulasi emosi yang dilakukan oleh atlet sepak bola.

2. Agresivitas

(56)

diperoleh atlet sepak bola dari skala, maka semakin tinggi agresivitas yang dilakukan.

D. SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah atlet sepak bola yang berusia remaja, yaitu 11 hingga 22 tahun. Dalam penelitian ini, subjek ditentukan dengan cara nonprobability sampling karena tidak setiap individu dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel (Supratiknya, 2014). Penentuan subjek jenis ini dapat juga disebut convenience sample, yang berarti anggota sampel ditentukan atas dasar aksesnya yang mudah untuk dijangkau oleh peneliti (Supratiknya, 2014).

E. METODE PENGUMPULAN DATA

(57)

memiliki keragu-raguan dalam mengambil keputusan, sehingga dapat mengancam validitas item (Supratiknya, 2014). Kemudian, peneliti juga akan menggunakan opsi jawaban sejumlah 6, karena opsi jawaban dalam jumlah banyak (>5) dapat meningkatkan konsistensi internal skala. Selain itu, subjek dalam penelitian ini merupakan remaja yang menempuh pendidikan, sedangkan jumlah opsi jawaban sedikit (<5) lebih sesuai untuk subjek anak atau orang dewasa yang kurang berpendidikan (Supratiknya, 2014). Namun peneliti tidak menggunakan opsi jawaban terlalu banyak (lebih dari 6) agar tidak membuat subjek berpikir terlalu lama dalam menentukan jawaban. Pemberian skor pada pernyataan favorable dan unfavorable dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 1

Pemberian nilai skor Skala Likert

Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala regulasi emosi dan skala agresivitas. Skala dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

1. Skala Regulasi Emosi

(58)

Kostiuk dan Gregory, 2002), yaitu: pemantauan, penilaian, dan

Mampu menentukan tindakan yang tepat untuk menghadapi segala bentuk emosi dan pikiran, mengetahui konsekuensi dari setiap tindakan

Penilaian Mampu menilai setiap kejadian atau situasi baik secara positif maupun negatif.

Pengubahan Mampu mengubah emosi negatif menjadi emosi positif.

Tabel. 3

Distribusi Item Skala Regulasi Emosi Sebelum Try Out

Aspek Item

Favorable

Item

Unfavorable Jumlah Presentase

Pemantauan 4, 1, 15, 26,

(59)

Tabel. 4

Indikator Skala Agresivitas

Aspek Indikator

Agresi fisik Memukul, menendang, mendorong, menarik, dan bentuk serangan fisik yang terlihat

Agresi verbal Menghina, menyindiran, memaki, berkata kasar, berkata kotor

Kemarahan Merasa benci dengan orang lain atau suatu hal, yang berasal dari perasaan kecewa, gagal, atau dikhianati Permusuhan Ingin menyakiti dan melawan orang atau hal yang

tidak disukai, cemburu, iri, curiga Tabel. 5

Distribusi Item Skala Agresivitas Sebelum Try Out

Aspek Item

Favorable

Item

Unfavorable Jumlah Presentase

Agresi Fisik 7, 11, 27, 48,

(60)

Pada penelitian ini, uji validitas menggunakan jenis validitas isi, yaitu mengacu pada sejauh mana unsur instrumen asesmen relevan dengan konstruk sasaran (Supratiknya, 2014). Penilaian terkait isi dapat berupa penilaian pakar atau ahli terhadap kesesuaian antara bagian-bagian tes dan konstruk yang diukur (Supratiknya, 2014). Ahli yang terlibat dalam skala agresivitas adalah tiga orang dosen psikologi dan 10 orang yang memiliki kriteria sama dengan subjek. Sedangkan ahli dalam skala regulasi emosi adalah tiga orang dosen psikologi dan 10 orang yang memiliki kriteria sama dengan subjek. Pemilihan 10 orang ini dilakukan karena dalam beberapa item terdapat istilah-istilah yang secara khusus digunakan dalam dunia persepakbolaan. Maka dari itu, peneliti membutuhkan penilaian dari pihak yang menekuni bidang tersebut.

(61)

diperoleh dari perhitungan jumlah IVI-I dari masing-masing item dibagi dengan jumlah total item.

Berdasarkan perhitungan IVI-I dari item pada skala agresivitas berada pada rentang 0,80 – 1,00 untuk penilaian peer judgement dan 1,00 untuk penilaian expert judgement. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh item lolos seleksi. Selanjutnya dilakukan perhitungan IVI-S dan diperoleh hasl 0,9625 untuk penilaian peer judgement dan 1,00 untuk penilaian expert judgement. Hasil ini menunjukkan bahwa skala yang digunakan dalam penelitian ini baik.

Pada item dalam skala regulasi emosi ditemukan hasil perhitungan IVI-I berada pada rentang 0,80 – 1,00 untuk penilaian peer judgement dan 1,00 untuk penilaian expert judgement. Selanjutnya dilakukan perhitungan IVI-S dan diperoleh hasl 0,969 untuk penilaian peer judgement dan 1,00 untuk penilaian expert judgement. Hasil ini menunjukkan bahwa skala yang digunakan dalam penelitian ini juga baik.

2. Seleksi Item

(62)

tergolong rendah. Uji coba dilaksanakan pada hari Minggu, 4 November 2018 dengan jumlah responden 60 orang. Berikut adalah hasil seleksi item pada kedua variabel.

a. Skala Regulasi Emosi

Pada skala regulasi emosi, terdapat beberapa item dengan rix < 0,30 sehingga peneliti menggugurkan item tersebut.

Tabel. 6

Distribusi Item Skala Regulasi Emosi Setelah Seleksi Item

Aspek Item

Favorable

Item

Unfavorable Jumlah Presentase

(63)

Tabel. 7

Distribusi Item Skala Agresivitas Setelah Seleksi Item

Aspek Item

Favorable

Item

Unfavorable Jumlah Presentase

Agresi Fisik 7, 11, 27, 48,

Reliabilitas merupakan konsistensi hasil pengukuran jika prosedur pengetesan dilakukan kembali terhadap populasi atau kelompok (Supratiknya, 2014). Alat ukur yang baik menurut Supratiknya (2014) adalah alat ukur yang memiliki reliabilitas tinggi.

Pada penelitian ini, reliabilitas dilihat dari koefisien Alpha Cronbach dengan kriteria tes yang baik memiliki skor ≥ 0,70 (Supratiknya, 2014). Jika koefisien berada pada skor < 0,70 dapat dikatakan kurang memadai karena inkonsistensi alat ukur dianggap besar, sehingga menjadi meragukan (Supratiknya, 2014).

a. Skala Regulasi Emosi

(64)

Nilai tersebut menunjukkan bahwa skala regulasi emosi secara keseluruhan memiliki reliabilitas yang tinggi dan memuaskan.

b. Skala Agresivitas

Setelah dilakukan seleksi item, dapat diketahui bahwa koefisien Alpha’s Cronbach pada skala regulasi emosi sebesar α = 0,933. Nilai tersebut menunjukkan bahwa skala regulasi emosi secara keseluruhan memiliki reliabilitas yang tinggi dan sangat memuaskan.

G. METODE ANALISIS DATA

1. Uji Asumsi

Sebelum dilakukan analisis regresi, ada beberapa pengujian yang harus dijalankan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk menguji kelayakan data agar dapat dilakukan uji hipotesis.

a. Uji Normalitas Residu

(65)

b. Uji Linearitas

Uji linearitas merupakan uji asumsi yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel yang hendak dianalisis mengikuti garis lurus (linear) atau tidak (Santoso, 2010). Hal ini berarti bahwa peningkatan atau penurunan kuantitas suatu variabel akan diikuti secara linear oleh variabel lainnya. Variabel-variabel tersebut dapat dikatakan memiliki hubungan yang linear jika hasilnya menunjukkan p < 0,05.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas uji yang menilai ketidaksamaan varians dari residual suatu pengematan ke pengamatan yang lain. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui adanya penyimpangan dari syarat-syarat asumsi pada regresi linear, yang mana dalam model regresi harus memenuhi syarat tidak adanya heteroskedastisitas atau data dapat disebut homoskedastisitas. Menurut Santoso (2010), homoskedastisitas berarti varians dari residu untuk setiap nilai dari variabel independen bersifat konstan. Data dikatakan tidak mengalami heteroskedastisitas jika nilai signifikansinya > 0,05.

2. Uji Hipotesis

(66)
(67)

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 6 November 2018 sampai dengan 11 November 2018. Peneliti melakukan pengambilan data dengan membagikan kedua skala kepada subjek atlet sepak bola remaja berusia 11-22 tahun. Pengumpulan data menggunakan skala yang didistribusikan pada saat atlet selesai berlatih atau bertanding. Total jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 122 atlet.

B. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN

Usia Frekuensi Presentase

11-14 91 74,59%

15-22 31 25,41

Total 122 100%

Tabel. 9

Deskripsi Data Berdasarkan Jenis Kelamin

Usia Frekuensi Presentase

Laki-laki 92 75,4%

Perempuan 30 24,6%

(68)

Berdasarkan data tabel 8 dan 9 mengenai deskripsi subjek penelitian, dapat diketahui bahwa subjek penelitian ini mayoritas adalah remaja awal yang berusia 11 hingga 14 tahun sebesar 74,59%. Kemudian mayoritas subjek berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar 75,4%.

C. DESKRIPSI DATA PENELITIAN

Deskripsi data penelitian bertujuan untuk mengetahui hasil pengukuran tingkat regulasi emosi dan tingkat agresivitas pada subjek. Pengukuran ini dilakukan dengan cara melihat perbandingan antara mean teoretis dan mean empiris. Mean empiris merupakan nilai rata-rata dari skor yang dimiliki oleh subjek penelitian menggunakan SPSS for Windows versi 21. Sedangkan mean teoretis diperoleh dari hasil perhitungan berdasarkan skor terendah dan skor tertinggi yang dapat diraih dalam sebuah skala, yang dirumuskan sebagai berikut:

(69)

Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan besaran signifikansi mean empiris dan mean teoretis 0,000 (p<0,05) pada variabel regulasi emosi dan agresivitas. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean empiris dan mean teoretis.

Tabel. 10

Deskripsi Statistik Data Penelitian

N Empiris Teoretis

Min Max Mean SD Min Max Mean

RE 122 74 132 103,34 11,688 24 144 84

AGR 122 31 99 61,55 15,226 24 144 84

Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa variabel regulasi emosi memiiki mean empiris (103,34) yang lebih besar dari mean teoretisnya (84). Hasil ini menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki kemampuan regulasi emosi yang cenderung tinggi atau positif. Sedangkan pada variabel agresivitas dapat diketahui bahwa mean empiris (61,55) lebih rendah dari pada mean teoretis (84). Hal ini menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat agresivitas yang cenderung rendah atau negatif.

D. ANALISIS DATA PENELITIAN

1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas Residu

(70)

distribusi normal (Santoso,2010). Pada penelitian ini, uji normalitas dilakukan menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov dengan SPSS for Windows versi 21. Data dikatakan memiliki sebaran residual normal jika nilai taraf signifikansinya lebih besar dari 0,05 (p > 0,05).

Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat diketahui bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) variabel memenuhi syarat uji normalitas. Nilai

probabilitas residu (p) variabel sebesar 0,200. hal ini menunjukkan bahwa sebaran data dalam penelitian ini berdistribusi normal karena p > 0,05.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas adalah uji asumsi yang digunakan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang linear antara variabel bebas dengan variabel terikat. Penelitian ini menggunakan metode test for linearity dengan bantuan SPSS for Windows versi 21. Asumsi linearitas dapat

dikatakan terpenuhi jika memiliki nilai signifikanasi alpha (α) < 0,05

(Santoso, 2010).

Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat dilihat bahwa nilai Sig.

variabel memenuhi syarat uji linearitas. Nilai signifikansi (α) variabel

regulasi emosi dan agresivitas sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antar variabel dalam penelitian ini secara signifikan

(71)

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas ialah uji asumsi yang digunakan untuk mengetahui variansi nilai residual (error) pada variabel prediktor. Dalam data penelitian, penyebaran setiap titik pada variabel prediktor harus memiliki varians yang ckup konstan sehingga peningkatan atau penurunan nilai residu membentuk suatu pola tertentu dan tidak terjadi penyimpangan. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan metode statistik uji Glejser menggunakan SPSS for Windows versi 21. Asumsi heteroskedastisitas dapat dikatakan terpenuhi jika memenuhi nilai signifikansi (p) > 0,05 (Priyatno, 2014). Hal ini dapat diartikan bahwa variabel tersebut memiliki varians yang homokedastisitas.

(72)

2. Uji Hipotesis

Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear sederhana untuk pengujian hipotesis. Sebelumnya, peneliti telah melakukan uji asumsi untuk melihat apakah data penelitian ini parametrik dan memenuhi syarat untuk diolah menggunakan metode analisis regresi. Berdasarkan uji asumsi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa data yang dihasilkan telah memenuhi syarat uji asumsi. Uji asumsi normalitas menunjukkan bahwa sebaran data memiliki nilai distribusi residual yang normal, sehingga data penelitian ini dapat dikatakan berdistribusi normal. Selain itu, uji linearitas menunjukkan bahwa antar variabel dalam penelitian ini memiliki hubungan yang linear. Hasil uji asumsi juga menunjukkan bahwa varian residu pengamatan data satu ke pengamatan data lain cukup konstan, yang artinya data penelitian ini tidak terindikasi heteroskedastisitas.

(73)

sepak bola usia remaja yang memiliki kemampuan regulasi emosi tinggi cenderung memiliki agresivitas rendah.

Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat diketahui bahwa R Square menunjukkan nilai sebesar 0,205 atau 20,5%. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel regulasi emosi memiliki pengaruh kontribusi sebesar 20,5% terhadap variabel agresivitas. Sedangkan 79,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.

E. PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh negatif dari regulasi emosi terhadap agresivitas pada atlet sepak bola usia remaja. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemukan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai signifikansi uji regresi dari variabel regulasi emosi terhadap variabel agresivitas sebesar 0,000 (p < 0,05) yang menunjukkan bahwa variabel regulasi emosi memiliki pengaruh terhadap variabel agresivitas dengan nilai koefisien determinasi sebesar 20,5%.

(74)

yang menemukan bahwa regulasi emosi berhubungan secara negatif dengan agresivitas. Kemampuan regulasi emosi mampu mengurangi perilaku agresi, dan rendahnya kemampuan regulasi emosi mampu meningkatkan agresivitas (Helmsen, Koglin, & Petermann, 2012; Sullivan, 2010).

Hasil penelitian ini menemukan bahwa atlet dengan kemampuan tinggi dalam melakukan regulasi emosi akan mampu menjaga stabilitas emosinya sehingga dapat bermain dengan sportif. Hal ini dapat dilihat dari item-item dalam skala penelitian yang menunjukkan bahwa semakin rendah agresivitas yang dilakukan oleh atlet, maka semakin tinggi sportivitas atlet tersebut. Selain itu, atlet yang mampu melakukan regulasi emosi tidak mudah terpancing amarahnya pada saat bertanding. Atlet cenderung tidak memaki, berkelahi, menjegal untuk merebut bola, dan perilaku lain yang dapat menyakiti orang lain. Hasil tersebut memperkuat apa yang telah diungkapkan Makmuroch (2014) bahwa seseorang dengan regulasi emosi yang tinggi mampu memahami situasi dan mengubah pikiran atau penilaiannya mengenai situasi yang dihadapi secara positif, sehingga memunculkan emosi positif pula.

(75)

tenang dalam menanggapi situasi yang tidak menyenangkan, sehingga tidak memicu munculnya agresivitas. Hasil tersebut selaras dengan pernyataan Thompson (dalam Kostiuk dan Gregory, 2002) bahwa individu yang dapat menentukan langkah untuk menghadapi berbagai bentuk emosi, akan lebih mampu mengatasi situasi yang dihadapi.

Atlet dengan regulasi emosi tinggi juga mampu memberikan penilaian baik secara positif maupun negatif mengenai setiap kejadian atau kondisi yang dialami berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki. Mereka dapat memahami bahwa ketika mereka ditegur oleh pelatih hal itu berarti pelatih menginginkan performa mereka yang lebih baik. Hal ini menyebabkan atlet dapat menghadapi situasi kompetitif dengan tenang dan sportif. Thompson (2007) juga menyatakan bahwa seseorang dengan kemampuan regulasi emosi yang rendah akan kesulitan mengelola emosi sehingga sulit mengontrol diri untuk bebas dari emosi negatif, seperti kemarahan.

(76)

informasi negatif yang diterimanya, sehingga tidak menimbulkan agresivitas. Hasil tersebut selaras dengan pernyataan Albin (1986) yang mengungkapkan bahwa dengan melakukan regulasi emosi, remaja dapat membuat emosinya lebih stabil.

(77)

57

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil uji hipotesis dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa uji hipotesis penelitian diterima. Hal ini berarti variabel regulasi emosi berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap variabel agresivitas pada atlet sepak bola usia remaja ( β = -0,452; p = 0,000; = 0,205 ). Kemudian hasil koefisien regresi yang menunjukkan nilai sebesar -0,589 mengindikasikan bahwa setiap penambahan satu nilai regulasi emosi akan mempengaruhi penurunan agresivitas sebesar 0,589. Sebaliknya, setiap penurunan satu nilai regulasi emosi akan mempengaruhi peningkatan agresivitas sebesar 0,589. Nilai yang negatif tersebut juga menunjukkan bahwa pengaruh yang terjadi antara variabel regulasi emosi terhadap variabel agresivitas memiliki pengaruh negatif, sehingga semakin tinggi nilai regulasi emosi maka semakin rendah nilai agresivitas.

B. KETERBATASAN PENELITIAN

(78)

memungkinkan adanya pemberian informasi yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Kedua, terdapat beberapa item yang overlap yaitu item favorable dari regulasi emosi merupakan item unfavorable dari agresivitas. Hal ini menyebabkan kecurigaan bahwa adanya pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat karena item-item tersebut saling terkait.

C. SARAN

Berdasarkan proses penelitian, pembahasan, serta kesimpulan yang telah diambil, peneliti memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat berguna bagi pelatih sepak bola, atlet sepak bola, dan bagi peneliti selanjutnya. Berikut adalah saran yang dapat diberikan:

1. Bagi Pelatih Sepak Bola Remaja

(79)

regulasi emosi untuk para atlet agar mereka terbiasa bermain dengan emosi yang stabil. Pelatih juga dapat mendatangkan psikolog olahraga untuk mendampingi proses pelatihan regulasi emosi.

2. Bagi Atlet Sepak Bola Remaja

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa atlet sepak bola usia remaja cenderung membutuhkan emosi yang stabil untuk meminimalisasi agresivitas. Hal ini mengindikasikan bahwa atlet sepak bola yang berusia remaja perlu kemampuan untuk mengelola emosinya sendiri dengan baik. Berdasarkan penelitian ini, atlet diharapkan mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan kemampuan dalam melakukan regulasi emosi agar tidak mengalami penurunan. Atlet juga perlu melakukan relaksasi dan berpikir positif agar stamina atlet tetap terjaga. Selain itu, atlet sendiri perlu memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi munculnya agresivitas, seperti adanya serangan dari lawan, frustasi, ekspektasi pembalasan, serta situasi kompetitif.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

(80)

Gambar

Gambar 1. Skema pengaruh regulasi emosi terhadap agresivitas
Tabel. 1 Pemberian nilai skor Skala Likert
Tabel. 2 Indikator Skala Regulasi Emosi
Tabel. 4 Indikator Skala Agresivitas
+5

Referensi

Dokumen terkait

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah

Peserta yang telah melakukan pendaftaran akan dihubungi oleh pihak panitia pada tanggal 5 Oktober 2016 untuk konfirmasi.. Formulir pendaftaran dapat diambil di sekretariat

ANALISIS KALIMAT ELIPSIS BAHASA JERMAN DALAM ROMAN TRÄUME WOHNEN ÜBERALL KARYA CAROLIN PHILIPPS DAN PADANANNYA.. DALAM