• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. balita di dunia sebanyak 43 kematian per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2016d). Di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. balita di dunia sebanyak 43 kematian per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2016d). Di"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 Data World Health Organization (WHO) 2015 menunjukkan angka kematian balita di dunia sebanyak 43 kematian per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2016d). Di Indonesia, angka kematian balita sebanyak 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi tertinggi kedua angka kematian balita di Indonesia yaitu sebanyak 30 per 1000 kematian balita (Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013).

Target ke empat dari Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia adalah menurunkan dua per tiga kematian balita antara tahun 1990 sampai 2015 dari 97 menjai 32 kematian per 1000 kelahiran hidup. Namun pada satu tahun belakangan penurunan kematian balita terhenti. Jika tren ini berlanjut, maka Indonesia belum dapat mencapai tujuan MDGs tersebut (Kementerian Kesehatan RI, 2010; Unicef, 2013).

Era MDGs telah berakhir pada tahun 2015 dan dimulainya era Sustainable Development Goals (SDGs). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Konferensi United Nation tahun 2012 menyepakati adanya Sustainable Development Goals setelah tahun 2015 sebagai petunjuk arah pengembangan pembangunan di dunia. Terdapat 17 tujuan yang dicanangkan pada era SDGs tersebut, satu diantaranya adalah tujuan ke tiga yaitu menjamin hidup sehat dan meningkatkan kesejahteraan semua kategori usia. Target spesifik tujuan ke tiga tersebut salah satunya adalah

(2)

pada akhir tahun 2030 mencegah kematian bayi baru lahir dan anak di bawah lima tahun (Osborn, 2015).

Menurut WHO (2008)enam penyebab kematian anak kurang dari lima tahun di dunia yaitu pneumonia (19%), diare (18%), malaria (8%), pneumonia neonatus atau sepsis (10%), kelahiran preterm (10%), dan asfiksia (8%) (Black et al., 2010). Menurut WHO (2016) penyebab utama kematian anak di bawah lima tahun adalah pneumonia (14%), diare (14%), infeksi lain (9%), malaria (8%), dan noncomunicable disease (4%) (WHO, 2016b). Angka kejadian pneumonia sudah mengalami penurunan namun masih menjadi penyebab kematian balita tertinggi.

Gambar 1. Penyebab kematian anak dibawah lima tahun Sumber :WHO (2016c)

(3)

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki lima kabupaten dengan prevalensi pneumonia tertinggi di Kabupaten Bantul yaitu 6.805 penderita (Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013). Pneumonia termasuk dalam sepuluh penyebab kematian balita di Kabupaten Bantul sendiri. Penyebaran pneumonia di Kabupaten Bantul pada tahun 2015 terdapat di seluruh puskesmas. Jumlah kasus pneumonia di Kabupaten Bantul sebanyak 1034 dan telah ditangani (100%) sesuai tatalaksana penanganan pneumonia balita pada tahun 2015 (Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, 2016). Pneumonia adalah salah satu penyebab utama kematian balita. Salah satu cara menurunkan angka kematian balita dengan cara menurunkan kejadian pneumonia pada balita (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Pneumonia merupakan suatu radang pada paru karena adanya bakteri yang ditandai dengan panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat dengan frekuensi lebih dari 50 kali permenit, kesulitan bernapas, dan diikuti dengan sakit pada kepala, berkurang keinginan untuk makan, dan gelisah (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Adanya bakteri Pneumococcus, Staphylococcus, Streptococcus, dan virus adalah penyebab penyakit pneumonia. Cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita di Indonesia dari tahun 2008 - 2014 mengalami peningkatan dari 26,26% menjadi 29,47% (Kementerian Kesehatan RI, 2015b).

Period prevalence pneumonia paling banyak terjadi pada rentang usia 1-4 tahun dan paling sering terjadi pada usia 12-23 bulan (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Suatu cara yang dapat digunakan untuk menangani penyakit ini adalah

(4)

dengan meningkatkan penemuan kejadian pneumonia pada balita (Kementerian Kesehatan RI, 2015b). Suatu strategi pendekatan perlu dilakukan untuk memanajemen pneumonia sehingga dapat mengurangi angka kematian yang terjadi pada anak usia 0-59 bulan (Khayati FN et al, 2015). Pendekatan yang dilakukan adalah dengan melaksanakan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

MTBS atauIntegrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan terintegrasi yang digunakan untuk penatalaksanaan anak balita sakit mulai dari usia 0 bulan sampai 59 bulan secara keseluruhan. Salah satu tujuan pelaksanaan MTBS adalah menurunkan secara bermakna angka kematian dan kesakitan yang terkait penyakit tersering pada balita. Puskesmas dapat dikatakan telah menggunakan pendekatan MTBS jika telah melakukan minimal 60% dari banyaknya balita sakit yang datang dan ditangani menggunakan MTBS di puskesmas tersebut (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2011).

Balita yang ditangani dengan menggunakan MTBS akan mendapatkan klasifikasi yang berbeda. Anak datang dengan keluhan batuk akan ditangani dengan tiga klasifikasi pengobatan, yaitu batuk bukan pneumonia, pneumonia, dan pneumonia berat (Kementerian Kesehatan RI, 2015a). Klasifikasi tersebut berdasarkan temuan pengkajian yang dilakukan oleh petugas.

Penanganan batuk pada anak dengan metode MTBS diperlukan peran dari berbagai pihak salah satunya adalah orang tua. Orang tua merupakan pengasuh utama bagi balita. Ibu merupakan penanggung jawab utama dalam pengasuhan anak. Ibu mempunyai peran sangat penting dalam menjaga kesehatan anak.

(5)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ramezani et al, (2015) menunjukkan hasil bahwa perilaku ibu tentang perawatan yang tepat untuk anak dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas anak pneumonia secara signifikan. Faktor yang cukup penting untuk menentukan keefektifan suatu sistem pengobatan adalah kepatuhan (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2006).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kepatuhan adalah suatu sifat patuh atau ketaatan. Kepatuhan berpengaruh terhadap keteraturan dalam melakukan kunjungan ulang pengobatan pneumonia pada anak (Mulyana, 2012). Kepatuhan terhadap terapi merupakan penentu keberhasilan suatu pengobatan penyakit (Dirjen Bina Farmasi, 2005; WHO, 2016a). Menurut teori Green (1980) kepatuhan dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya adalah sikap. Sikap merupakan faktor predisposisi yaitu faktor yang mempermudah terjadinya perilaku (Maulana, 2007). Kepatuhan orang tua merupakan salah satu bentuk dari perilaku. Salah satu faktor yang berhubungan dengan kepatuhan tindak lanjut pengobatan anak adalah sikap ibu (Mulyana, 2012).

Menurut teori Bloom (1956) perilaku terbagi menjadi tiga domain yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sikap merupakan bagian dari domain afektif (Utari, 2011). Salah satu faktor terpenting bagi terbentuknya perilaku adalah sikap. Sikap individu memegang peranan penting dalam menentukan bagaimana perilaku seseorang di lingkungan (Azwar, 2015). Sikap merupakan kecenderungan untuk memberikan respon secara kognitif, afektif, dan perilaku yang diarahkan kepada suatu objek, pribadi, tempat dan ide dalam carafavourable (setuju) dan unfavourable (tidak setuju) (Azwar, 2015). Sikap memiliki

(6)

kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena sikap memiliki hubungan yang erat dengan perilaku nyata (Hanurawan, 2013). Perilaku ini berperan dalam menentukan kepatuhan dalam melaksanakan tanggung jawab ibu.

Rendahnya penanganan penderita pneumonia balita salah satunya disebabkan oleh kepatuhan pengasuh atau ibu dalam memberikan obat sesuai anjuran petugas kesehatan yang belum maksimal sehingga banyak kasus penumonia balita tidak tertangani dengan baik. Keberhasilan penyembuhan anak dipengaruhi bagaimana orang tua bersikap terhadap sakit anaknya.

Menurut teori Green (1987) dalam Notoatmodjo (2007), perilaku individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu predisposing factors (pengetahuan, sikap, keyakinan, tradisi dan nilai), enabling factors (ketersediaan sumber-sumber atau fasilitas) dan reinforcing factors (sikap dan peilaku petugas, peraturan UU dan sebagainya), namun penelitian tentang sikap masih kurang. Seperti yang didapatkan dari hasil penelitian Mulyana, (2006), bahwa sikap ibu balita dapat berpengaruh pada kepatuhan follow up. Penelitian mengenai sikap juga telah dilakukan oleh Pradana, (2016) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sikap ibu dengan kepatuhan kunjungan ulang pneumonia di Puskesmas Grobogan Semarang. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Octaviani, (2015) juga menunjukkan hasil bahwa adanya hubungan antara sikap dan dukungan keluarga dengan perilaku ibu. Namun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap ibu dengan kepatuhan follow up penderita pneumonia balita (Astuti & Koesyanto, 2011). Sebagian diantara hasil-hasil penelitian memperlihatkan adanya indikasi hubungan yang kuat antara sikap dan

(7)

perilaku (review Wicker, dalam Baron & Byrne, 1991; Brannon et al, 1973 dan DeFleur & Westie, 1958 dalam Allen, Guy, & Edgley, 1980 citAzwar, 2015) dan sebagian lain menunjukkan bukti betapa lemahnya hubungan antara sikap dengan perilaku (antara lain LaPiere, 1934; Greenwald, 1989 dalam Baron & Byrne, 1991 cit Azwar, 2015).

Adanya perbedaan hasil pada penelitian tersebut serta angka kejadian pneumonia di Kabupaten Bantul masih tinggi maka membuat peneliti tertarik untuk meneliti terkait hubungan sikap ibu terhadap kepatuhan dalam tatalaksana anak sakit pneumonia berdasarkan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas Kabupaten Bantul.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan sikap ibu terhadap kepatuhan dalam tatalaksana anak sakit pneumonia berdasarkan MTBS di Puskesmas Kabupaten Bantul ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan sikap ibu terhadap kepatuhan dalam tatalaksana anak sakit pneumonia berdasarkan MTBS di Puskesmas Kabupaten Bantul.

2. Tujuan Khusus

(8)

b. Untuk mengetahui gambaran sikap ibu dalam tatalaksana anak sakit pneumonia berdasarkan MTBS di Puskesmas Kabupaten Bantul

c. Untuk mengetahui gambaran kepatuhan ibu dalam tatalaksana anak sakit pneumonia berdasarkan MTBS di Puskesmas Kabupaten Bantul

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah kepustakaan dan pengetahuan mengenai sikap ibu terhadap kepatuhan dalam tatalaksana anak sakit pneumonia berdasarkan MTBS di Puskesmas Kabupaten Bantul.

b. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi telaah pustaka, bahan bacaan, dan masukan bagi peneliti lain dalam mengembangkan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang program MTBS.

c. Memberikan tambahan informasi pengetahuan berdasar hasil penelitian yang diaplikasikan dalam pembelajaran kepada mahasiswa keperawatan dan kepada para akademisi dan praktisi dalam bidang kesehatan anak. 2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi peningkatan pemberdayaan keluarga, terutama ibu untuk meningkatkan kesehatan anak khususnya bersikap dalam tatalaksana anak sakit sesuai dengan klasifikasi secara patuh, benar dan tepat.

(9)

b. Bagi pelaksana dan pengelola program P2ISPA sebagai bahan informasi dalam membuat kebijakan penanggulangan kasus pneumonia pada balita. c. Menambah kemampuan orangtua dalam merawat anaknya yang sakit

klasifikasi pneumonia.

d. Mengevaluasi pengaruh pelaksanaan MTBS terutama untuk anak sakit pneumonia di puskesmas.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Merupakan pengalaman yang sangat berharga dandapat menambah pengetahuan dalam bidang penelitian tentang penyakit pneumonia dan MTBS.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Hubungan Sikap Ibu terhadap Kepatuhan dalam Tatalaksana Anak Sakit Pneumonia Berdasarkan MTBS di Puskesmas Kabupaten Bantul belum ada yang meneliti. Penelitian yang sudah dilakukan yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Keaslian Penelitian 1 Penulis Mulyana (2006)

Judul Faktor-faktor Ibu Balita yang Berhubungan dengan Kepatuhan

Follow Up Penderita Pneumonia Balita Di Puskesmas Cisaga, Ciamis, Jawa Barat

Metode Penelitian analitik dengan metode survey atau observasional menggunakan desain cross sectional

Hasil Hasil penelitian diuji dengan menggunakan chi square untuk mengetahui hubungan masing-masing faktor terhadap kepatuhan ibu. Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan follow up

adalah pengetahuan ibu dan sikap ibu.

Persamaan Persamaan dengan menggunakan metode observasional dengan desain cross sectional

(10)

2 Penulis Pradana (2015)

Judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Kunjungan Ulang Ibu Balita Pneumonia Usia 2 Bulan 5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Gubug I Kabupaten Grobogan

Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional, dilengkapi dengan kajian kualitatif Hasil Hasil penelitian ini adalah faktor pengetahuan, sikap ibu,

motivasi ibu, biaya pengobatan, dukungan keluarga, dan peran petugas kesehatan memiliki hubungan dengan kepatuhan kunjungan ulang pneumonia

Persamaan Persamaan dengan menggunakan rancangan cross sectional

Perbedaan Perbedaan terdapat pada variabel dan jenis penelitian. 3 Penulis Kumala (2014)

Judul CBIA-Diare untuk Meningkatkan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu Dalam Tatalaksana Diare Pada Balita Di Bina Keluarga Balita (BKB) Desa Banguntapan Kabupaten Bantul Metode Jenis penelitian ini menggunakan kuasi eksperimental dengan

rancangan pre test post test control group design.

Hasil Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengalami peningkatan seetelah dilakukan

intervensi dengan menggunakan metode CBIA-Diare. Pengembangan CBIA-Diare terbukti dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam tatalaksana diare pada balita.

Persamaan Persamaan dengan penelitian ini adalah kesamaan lokasi penelitian di wilayah Bantul.

Perbedaan Perbedaan terdapat pada variabel yang diteliti dan jenis serta rancangan penelitian.

4. Penulis Octaviani (2015)

Judul Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Ibu dalam Penanganan ISPA pada Balita di Desa Bangunjiwo, Kasihan, Bantul.

Metode Penelitian ini merupakan studi korelatif menggunakan metode kuantitatif dengan rancangan cross sectional.

Hasil Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara sikap dan dukungan keluarga dengan perilaku ibu. Persamaan Persamaan terdapat pada rancangan penelitian dan lokasi

penelitian yaitu di Bantul.

Perbedaan Perbedaan pada variabel dan jenis penelitian 5 Penulis Nurdin (2015)

Judul Keefektifan Ceramah Dan Focus Group DiscussionTerhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Pneumonia Pada Balita

Metode Penelitian ini merpuakan penelitian quasi experimental dengan

non equivalent control group designmenggunakan pre-test dan

post-test.

Hasil Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan pada kedua grup, yaitu yang diberikan ceramah dan

(11)

metode ceramah.

Persamaan Persamaan dalam penelitian ini adalah subjek yang sama yaitu ibu balita.

Perbedaan Perbedaan terdapat pada variabel dan jenis dan rancangan penelitian

6 Penulis Keter (2015)

Judul Knowledge, attitudes and Practice of Mothers In Relation to Childhood Pneumonia and Factors Associated With Pneumonia and seeking health care in kapsabet district hospital in nandi caountry, kenya

Metode Jenis penelitian ini dengan menggunakan data kuantitatif yang diperoleh dari rumah sakit yang diambil secara cross sectional

dan ditambahkan dengan data kualitatif melalui fokus grup diskusi dan wawancara kepada key informant

Hasil Penundaan pencarian pengobatan terjadi karena ada beberapa faktor seperti akses terhadap fasilitas kesehatan, ketidaktahuan yaitu beberapa ibu menganggap sakit itu wajar terjadi dan menganggap tidak serius. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan di mana ibu menghentikan pengobatan jika anak sudah merasa baik. Sikap yang negatif ini mungkin menjadi penyebab tidak efektifnya pengobatan anak sakit pneumonia

Persamaan Persamaan dalam penelitian ini adalah subjek penelitian dan variabel sikap yang diteliti

Perbedaan Perbedaan dalam penelitian ini adalah variabel pengetahuan dan praktik serta jenis dan rancangan penelitian.

Gambar

Gambar 1. Penyebab kematian anak dibawah lima tahun Sumber :WHO (2016c)
Tabel 1. Keaslian Penelitian 1 Penulis  Mulyana (2006)

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini didapat karena pada sub variabel better farming dan better bussines memiliki skor nilai sebesar 3,28 dengan kategori cukup tercapai, pada better faming skor nilai

Tujuan praktikum tugas akhir ini adalah untuk mengetahui kondisi optimum proses ekstraksi rimpang kencur dengan pengaruh variasi jumlah pelarut, suhu ekstraksi, refluk ratio,

Oleh karena gerak tari Bedhaya menjadi konsep garapan, maka gerak tersebut dalam teater Pilihan Pembayun menjadi gerak Bedhayan, seolah-olah Bedhaya, rasa Bedhaya5.

1) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak

Semenjak teknik klik kanan untuk mendownload gambar yang dipilih pada sebuah web site, maka solusi untuk mengamankan adalah menonaktifkan fungsi klik kanan.. Ada

Mahasiswa juga tidak lagi harus berpatokan dengan datang ke perpustakaan untuk sekedar membaca buku atau mencari bahan materi yang akan dipakai dalam mengerjakan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi remaja yang beragama Islam mengenai pengaruh religiusitas terhadap penalaran moral mereka, sehingga dapat

Dalam hasil wawancara dengan Benny Subiantoro, hasil karya beliau berupa lukisan dengan objek Tana Toraja, media cat air di koleksi (dibeli) oleh seorang dosen