• Tidak ada hasil yang ditemukan

Demensia Askep

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Demensia Askep"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN

KOGNITIF

( DEMENSIA )

OLEH KELOMPOK 8 A3-F 1. Pande Rismayanti (09.321.) 2. Wulandari Dewi (09.321.) 3. Andika Sentana Putra (09.321.) 4. Ni Made Arianti (09.321.0655)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI 2011/2012

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif di mana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi,termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular, dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006).

Menurut data Asia Pasifik tahun 2006, jumlah orang yang menderita demensia di wilayah Asia Pasifik pada 2025 diperkirakan meningkat lebih daridua kali lipat dan peningkatan ini akan lebih cepat dibandingkan dengan yangterjadi di negara-negara barat. Sementara di dunia, pada tahun 2040 jumlahpenderita demensia diperkirakan menjadi sekitar 80 juta orang. (Demensia dikawasan asia pasifik, 2006).

Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi, tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan,penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam pola berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana,menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-katayang tepat. Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkankesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapatmenjalankan fungsi sosialnya.

Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut.Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 501tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapasaja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai penerapan gaya hidupsehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003)

(3)

B . RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, adapun permasalahan yang hendak kelompok kemukakan dalam penulisan makalah ini, yaitu mengenai bagaimana gambaran klinis dari polisitemia serta bagaimana proses asuhan keperawatan pada klien dengan demensia ?

C . TUJUAN DAN MANFAAT

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :

1. Melakukan pengkajian keperawatan pasien lansia dengan demensia 2. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pasien lansia dengan demensia

3. Melakukan tindakan keperawatan dalam berbagai pendekatan tindakan keperawatan pasien lansia dengan demensia

(4)

BAB II PEMBAHASAN

A. KONSEP DEMENSIA 1. Pengertian Demensia

Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.

Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi aktivitas social dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). (Mickey Stanley, 2006)

Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks serebral dan hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama kali kehilangan kemampuannya untuk mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi degenerasi. Jika degenerasi ini mulai berlangsung, dewasa ini tidak ada tindakan yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali sel-sel atau menggantikannya.(Kushariyadi, 2010)

Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal.Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi. Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.

(5)

Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat, penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia diatas 60 tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi fungsi. Lupa pada usia lanjut bukan merupakan pertanda dari demensia maupun penyakit Alzheimer stadium awal. Demensia merupakan penurunan kemampuan mental yang lebih serius, yang makin lama makin parah. Pada penuaan normal, seseorang bisa lupa akan hal-hal yang detil; tetapi penderita demensia bisa lupa akan keseluruhan peristiwa yang baru saja terjadi.

2. Epidemiologi

Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang.

Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia yang berumur diatas 60 tahun dan sampai saat ini diperkirakan kurang lebih 500.000 penduduk indonesia mengalami demensia dengan berbagai penyebab, yang salah satu diantaranya adalah alzeimer.

Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.

(6)

3. Etiologi Demensia

Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.

Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir

Untuk demensia tipe Alzheimer ada beberapa penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.

Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan

(7)

bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.

Beberapa factor lain yang menyebabkan alzeimer :  Faktor genetic  Faktor infeksi  Faktor lingkungan  Faktor imunologis  Faktor trauma  Faktor neurotransmitter 4. Klasifikasi

a. Demensia Tipe Alzheimer

Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki demensia tipe ini. Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois Alzheimer sekitar tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan gejala :

 Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,

 Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan fungsi eksekutif,

 Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,

 Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),

 Kehilangan inisiatif.

Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti penyebabnya, walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post mortem telah ditemukan lose selective neuron kolinergik yang strukturnya dan bentuk fungsinya juga terjadi perubahan.

(8)

b. Demensia Vaskuler

Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan Alzheimer tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal seperti :

 Peningkatan reflek tendon dalam,

 Respontar eksensor,

 Palsi pseudobulbar,

 Kelainan gaya berjalan,

 Kelemahan anggota gerak.

Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering pada lansia, sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer.

Pencegahan pada demensia ini dapat dilakukan dengan menurunkan faktor resiko misalnya ; hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia dapat ditegakkan juga dengan MRI dan aliran darah sentral.

Pedoman diagnostik penyakit demensia vaskuler :

 Terdapat gejala demensia

 Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata

 Onset mendadak dengan adanya gejala neurologis fokal  Menurut Umur:

1. Demensia senilis (>65th) 2. Demensia prasenilis (<65th)

 Menurut perjalanan penyakit: 1. Reversibel

2. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.

(9)

 Menurut kerusakan struktur otak 1. Tipe Alzheimer

2. Tipe non-Alzheimer 3. Demensia vaskular

4. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia) 5. Demensia Lobus frontal-temporal

6. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS) 7. Morbus Parkinson 8. Morbus Huntington 9. Morbus Pick 10. Morbus Jakob-Creutzfeldt 11. Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker 12. Prion disease

13. Palsi Supranuklear progresif 14. Multiple sklerosis

15. Neurosifilis

16. Menurut sifat klinis: 17. Demensia proprius 18. Pseudo-demensia

5. Patofisiologi

Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.

Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan

(10)

biokimia pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.

Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga menggagu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor.

Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak

(11)

Pathway (terlampir)

6. Gejala Klinis

Demensia yang paling banyak ditemukan yaitu tipe Alzheimer Demensia Alzheimer

Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.

 Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu : Stadium I

Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami

Stadium II

Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain: Disorientasi, gangguan bahasa (afasia), Penderita mudah bingung, penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi, dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”

(12)

Stadium III

Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya antara lain: Penderita menjadi vegetatif, tidak bergerak dan membisu, daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri, tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil, kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain, kematian terjadi akibat infeksi atau trauma.

Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.

Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.

Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.

Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai

(13)

dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.

Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).

Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:

 Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.

 Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada

 Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali

 Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.

(14)

7. Diagnosis

Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:  Pembedaan antara delirium dan demensia  Bagian otak yang terkena

 Penyebab yang potensial reversibel

 Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)  Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut

 Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah  Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC

 Pencitraan otak amat penting CT atau MRI  Peran Keluarga

Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.

Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita demensia.

Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.

(15)

Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.

8. Penatalaksanaan

Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.

Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada pengasuh atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.

Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik. Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung, diabetes dan ketergantungan alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti, karena penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi kognitif.

(16)

 Obat untuk demensia a. Cholinergic-enhancing agents

Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan penelitian. Pemberian cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil yang lumayan pada beberapa penderita; namun demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan keberhasilan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia alzheimerntidak semata-mata disebabkan oleh defisiensi kolinergik; demensia ini juga disebabkan oleh defisiensi neurotransmitter lainnya. Sementara itu, kombinasi kolinergik dan noradrenergic ternyata bersifat kompleks; pemberian obat kombinasi ini harus hati-hati karena dapat terjadi interaksi yang mengganggu sistem kardiovaskular.

b. Cholinedan lecithin

Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia Alzheimer dan hipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan memori mendorong peneliti untuk mengarahkan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian prekursor, cholinedan lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan, namun demikian tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengancholine ada sedikit perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan visual. Denganlecith in hasilnya cenderung negatif, walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan serebrospinal naik sampai 58 persen.

c. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH

Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh perhatian. Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang berkaitan dengan informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik, pemberian ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.

d. Nootropic agents

Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering digunakan dalam terapi demensia, ialahnicer goline dan co-dergocrine mesylate. Keduanya berpengaruh terhadap katekolamin. Co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi serebral dengan cara mengurangi tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi

(17)

oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung, serta memperbaiki kognisi. Disisi lain,nicergoline tampak bermanfaat untuk memperbaiki perasaan hati dan perilaku.

e. Dihydropyridine

Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type calcium channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dihydropyridine bermanfaat untuk mengatasi kerusakan susunan saraf pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis Alzheimer. Nimodipin memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa dampak hipotensif; dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif untuk lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial

9. Pencegahan demensia

Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia ataupun menunda terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :

1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan

2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.

3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif  Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.

 Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan minat atau hobi

4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

5. Jagalah pikiran anda agar tetap aktif. Kegiatan merangsang mental dapat meningkatkan kemampuan anda untuk menangani dan mengkompensasi perubahan yang berhubungan dengan demensia. Ini mencakup teka teki dan permainan kata,belajar bahasa,bermain alat music,membaca,menulis,atau menggambar. Tidak hanya kegiatan ini

(18)

yang membantu menunda terjadinya demensia,tetapi juga membantu menurunkan efek. Semakin sering melakukan aktivitas maka semakin menguntungkan.

6. Turunkan kadar homosistein. Penelitian awal menunjukkan bahwa tiga dosis tinggi vitamin B-asam folat-B6 dan B12 membantu menurunkan kadar homosistein dan berguna untuk memperlambat perkembangan penyakit Alzheimer.

7. Turunkan kadar kolesterol. Endapan yang terjadi dalam otak orang-orang dengan kolesterol tinggi merupakan salah satu penyebab demesia vaskuler.

8. Pertahankan pola makan sehat. Diet yang sehat adalah penting karena menurut penelitian bahwa makanan seperti buah-buahan,sayuran dan omega 3 dan asam lemak. Biasanya ditemukan pada ikan dan kacang-kacangan tertentu dapat memiliki efek perlindungan dan menurunkan resiko terkena demensia.

9. Dapatkan vaksinasi. Mereka yang menerima vaksinasi untuk influenza,tetanus,difteri dan polio tampaknya secara signifikan mengurangi resiko demensia karena memiliki efek perlindungan terhadap berkembangnya demensia.

10. Prognosis

Pada sebagian besar demensia stadium lanjut terjadi penurunan fungsi otak yang hampir menyeluruh. Penderita lebih menarik dirinya dan tidak mampu mengendalikan perilakunya. Suasana hatinya sering berubah-ubah dan senang berjalan-jalan (berkelana). Pada akhirnya penderita tidak mampu mengikuti suatu percakapan dan bisa kehilangan kemampuan berbicara.

(19)

B. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA

1. Pengkajian 1. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan secara umum pada penyakit demensia antara lain:

a. Aktifitas istirahat Gejala: Merasa lelah

Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur

Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi.

Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.

b. Sirkulasi

Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli (merupakan factor predisposisi).

c. Integritas ego

Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan. Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.

d. Eliminasi

Gejala: Dorongan berkemih

Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.

(20)

Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.

Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan (mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap lanjut).

f. Hiygene

Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain

Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.

g. Neurosensori

Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,

dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).

Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ).

h. Kenyamanan

Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya).

Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain

i. Interaksi social

Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.

(21)

 Demensia terjadi akibat kerusakan yang terjadi di dalam susunan saraf pusat terkait dengan proses penuaan. Pada pengkajian Lansia dengan masalah demensia bisa digolongkan dalam pengkajian sistem saraf secara umum.

Perubahan umum dari sistem saraf yang terkait dengan Proses Menua adalah sebagai berikut:

Struktur Otak:

 Kehilangan berat otak karena penuaan menyebabkan pengurangan jumlah dari neuron dengan kehilangan area yang besar dari cortex dan cerebellum.

 Atrofi dari tegangan dengan perluasan sulci dan gyri paling banyak di daerah frontal.  Dilatasi dari ventrikel karena proses menua.

 Peningkatan akumulasi intrasel dari pigmen lipofuscin menyebabkan intisel mengasumsikan posisi yang abnormal.

 Perkembangan dari senile plaques atau lesi yang anatomik terkait dengan penuaan. Fungsi Metabolik dan Fisiologik

 Menurunnya konsumsi oksigen menyebabkan penurunan energi intraseluler, penggunaan glukosa, aliran darah.

 Perubahan metabolik dari kompleks sinaptik menyebabkan efek neurotransmiter berhubungan dengan fungsi otak dengan tidur, kontrol temperatur, mood mengakibatkan gangguan tidur, intoleransi terhadap dingin dan depresi.

 Penurunan kadar norepinephrine, peningkatan kadar serotonin dan monoamin oksidase menyebabkan perubahan dalam fungsi neurotransmiter dan depresi, penurunan kadar dopamin menyebabkan penyakit parkinson’s.

 Perubahan umum dalam sirkulasi otak menyebabkan kekacauan mental (association retrieval, recall, memory dan kemampuan kognitif), dalam pergerakan (kekuatan motorik, kelincahan dan ketangkasan), pada interpretasi sensory (penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan perasa), kemampuan dalam koping dengan kejadian multipel (depresi, afek, komunikasi).

 Penurunan jumlah neuron menyebabkan penurunan dalam kekuatan transmisi dari otak ke anggota badan dan mengakibatkan perubahan ambang bekerja dari organ dan sistem.

(22)

 Peningkatan recovery time dari susunan saraf otonom menyebabkan pemanjangan waktu untuk kembali ke fungsi organ awal setelah stimulasi mengakibatkan kecemasan dan ketegangan akibat stimulasi yang berlebihan.

 Penurunan dendrites pada saraf, sinap, lesi pada akson menyebabkan penurunan pada hantaran saraf tepi dan memperlambat waktu reaksi.

 Perubahan ekstra piramidal menyebabkan perubahan affect, mengurangi pergerakan dan berkedip.

Perubahan Electroencephalographic (EEG)

 Pada pembacaan menampakkan satu siklus yang lebih rendah daripada tahap lain yang matang.

Fungsi dan Struktur Sensori

 Penurunan ukuran pupil dan perubahan respon cahaya yang minimal menyebabkan kesulitan melihat dalam gelap, pada malam hari atau adaptasi yang lambat untuk melihat dalam gelap.

 Penurunan dalam sensitivitas dari cones di retina terhadap warna menyebabkan kesulitan dalam membedakan warna (merah dan hijau menjadi hitam).

Perubahan Pola Tidur

 Tetap pada tahap I dan II untuk jangka waktu yang lama dan mungkin membutuhkan waktu yang lama untuk tertidur.

 Tahap III tetap sama, waktu tahap IV sangat berkurang atau terlewati semua dengan penuaan, menyebabkan frekuensi bangun saat malam hari dan penurunan intensitas dari tidur membuat lebih mudah untuk bangun dan tidak mendapatkan tidur yang cukup.  Waktu tidur REM sebanding dengan tahap lain dari masa dewasa tetapi penuaan

mengakibatkan mimpi kurang dan pengurangan pada REM mengakibatkan mudah terangsang, letargi dan depresi.

 Pengurangan pada tahap IV menyebabkan rasa lemas, capek, cemas dan tegang.

 Insomnia, sleep apnea dan tidur sebentar, meningkat dengan usia menyebabkan gangguan pola tidur dan penyimpangan.

(23)

2. Diagnosa Keperawatan

1) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.

2) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.

3) Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.

4) Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.

5) Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, frustasi atas kehilangan kemandiriannya ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan perawatan diri.

6) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan masalah tidak adekuat ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah tersinggung.

7) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi ditandai dengan disorientasi tempat, orang dan waktu.

8) Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahan sensori.

9) Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.

(24)

3. Intervensi No Diagnosa

keperawatan

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional 1 Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu mengenali perubahan dalam berpikir dengan KH: - Mampu memperlihatkan kemampuan kognitifuntuk menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri - Mampu

mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negative - Mampu mengenali

perubahan dalam berpikir atau tingkah laku dan factor penyebab - Mampu Mandiri a. Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-perawat yang terapeutik b. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang perhatian, kemampuan berpikir. Bicarakan dengan keluarga mengenai perubahan perilaku c. Pertahankan Mandiri a. Mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan, meningkatkan pengembangan

evaluasi diri yang positif dan mengurangi konflik psikologis

b. Memberikan dasar perbandingan yang akan datang dan memengaruhi rencan intervensi. Catatan: evaluasi orientasi secara berulang dapat meningkatkan respon yang negative/tingkat frustasi c. Kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan

(25)

memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman, dan kebingungan lingkungan yang menyenangkan dan tenang d. Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang

e. Tatap wajah ketika berbicara dengan klien

f. Panggil klien dengan namanya

g. Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara dengan gangguan neuron d. Pendekatan terburu-buru menyebabkan klien bingung, kesalahan persepsi/perasaan, terancam e. Menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan perceptual f. Nama adalah bentuk

identitas diri dan menimbulkan

pengenalan terhadap realita dan klien g. Meningkatkan

pemahaman. Ucapan tinggi dank eras menimbulkan stress/marah yang mencetuskan konfrontasi dan respons marah h. Seiring perkembangan penyakit, pusat komunikasi dalam otak terganggu

(26)

perlahan pada klien

h. Gunakan kata-kata pendek, kalimat dan Ulangi instruksi tersebut sesuai kebutuhan i. Berhenti sejenak di antara kalimat/pertanyaan. Beri isyarat tertentu, gunakan kalimat terbuka j. Dengarkan dengan sehingga menghilangkan kemampuan klien dalam respons penerimaan pesan dan percakapan secara keseluruhan i. Menimbulkan respons verbal, meningkatkan pemahaman. Isyarat menstimulasi komunikasi, memberi pengalaman positif j. Mengarahkan perhatian dan penghargaan. Membantu klien dengan alat bantu proses kata dalam menurunkan frustasi k. Provokasi

menurunkan harga diri dan merupakan ancaman yang mencetuskan agitasi yang tidak sesuai l. Lamunan membantu

dalam meningkatkan disorientasi. Orientasi

(27)

penuh perhatian pembicaraan klien. Interpretasikan pertanyaan, arti, dan kata. Beri kata yang benar k. Hindari kritikan, argumentasi, dan konfrontasi negative l. Gunakan distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat klien mengungkapkan ide yang salah, jika tidak meningkatkan kecemasan

pada realita meningkatkan

perasaan realita klien, penghargaan diri dan kemuliaan (kebahagiaan) personal m. Keterpaksaan menurunkan keikutsertaan dan meningkatkan kecurigaan, delusi n. Tertawa membantu

dalam komunikasi dan meningkatkan

(28)

m. Hindari klien dari aktivitas dan komunikasi yang dipaksakan

n. Gunakan hal yang humoris saat berinteraksi pada klien Kolaborasi a. Antisiklotik, seperti haloperidol (haldol); tioridazin (Mallril) b. Vasodilator, seperti Kolaborasi a. Dapat digunakan untuk mengontrol agitasi, halusinasi. Mallril jarang digunakan karena adanya beberapa efek samping yang bersifat ekstrapiramidal, meningkatkan kekacauan mental; masalah penglihatan dan terutama gangguan berdiri dan berjalan. b. Dapat meningkatkan kesadaran mental tetapi memerlukan

(29)

siklandelat (Cyclospasmol) c. Titamin penelitian lebih lanjut. c. Dalam penelitian merupakan cara yang dilakukan terus menerus untuk menyelidiki kemanfaatan dari tiamin dosis tinggi selama fase awal penyakit untuk memperlambat berkembangnya gangguan/meningk atan keadaan kognisi secara sederhana 2 Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perubahan persepsi sensori klien dapat berkurang atau terkontrol dengan KH: - Mengalami penurunan halusinasi - Mengembangkan strategi psikososial Mandiri a. kembangkan lingkungan yang suportif dan hubungan perawat – klien terapeutik b. Bantu klien untuk

memahami halusinasi c. beri informasi Mandiri a. Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan

kecemasan pada klien b. Meningkatkan koping

dan menurunkan halusinasi

c. Untuk membantu klien dalam memahami

(30)

dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.

untuk mengurangi stress atau mengatur prilaku.

- Mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi - Perawat mampu mengidentifikasi factor eksternal yang berperan terhadap perubahan - kemampuan persepsi sensori tentang sifat halusinasi ,hubungannya dengan stresor/pengalaman emosional yang traumatic,pengobatan dan cara mengatasi d. kaji derajat sensori

atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran e. ajarkan strategi untuk mengurangi stress f. anjurkan untuk menggunakan kaca mata atau alat bantu pendengaran sesuai keperluan

halusinasi

d. Keterlibatan otak memperlihatkan

masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh (gangguan unilateral). Klien tidak dapat mengenali rasa lapar .

e. Untuk menurunkan kebutuahan akan halusinasi f. Meningkatkan masukan sensori,membatasi /menurunkan kesalahan interpretasi stimulasi

(31)

3 Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.

Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perubahan aktivitas sehari- hari dan lingkungan dengan KH : - Mengidentifikasi perubahan - Mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari- hari - Mempertahankan rasa berharga pada diri dan identitas pribadi yang positif - Membuat pernyataan positif tentang lingkungan yang baru - Memperlihatkan penerimaan terhadap perubahan lingkungan dan penyesuaian kehidupan - Mampu menunjukan tentang Mandiri a. Jalin hubungan saling mendukung dengan klien b. Orientasikan pada lingkungan dan rutinitas baru

c. Kaji tingkat stressor (seperti penyesuaian diri, krisis perkembangan, peran keluarga, akibat perubahan status kesehatan) d. Tempatkan pada

ruangan pribadi jika mungkin dan bergabung dengan orang terdekat dalam aktivitas perawatan, waktu makan, dan sebaginya e. Tentukan jadwal Mandiri a. Untuk membangun kepercayaan dan rasa aman

b. Menurunkan

kecemasan dan perasaan terganggu c. Untuk menentukan

persepsi klien tentang kejadian dan tingkat serangan.

d. Perawatan di rumah sakit mengubah aktivitas klien dan meningkatkan

masalah tingkah laku. Memberi kesempatan mengontrol

lingkungan dan melindungi dari kelainan tingkah laku

(32)

perasaan yang sesuai/tidak cemas dan rasa takut berkurang

- Tidak menyimpan pengalaman

menyakitkan - Menggunakan

bantuan dari sumber yang tepat selama waktu pengaturan pada lingkungan baru

aktivitas yang wajar dan masukkan dalam kegiatan rutin

f. Identifikasi

kekuatan klien yang dimiliki sebelumnya

g. Berikan penjelasan dan informasi yang menyenangkan mengenai

kegiatan/peristiwa

h. Catat tingkah laku, munculnya perasaan curiga/paranoid, mudah tersinggung, defensive mengurangi kebingungan dan meningkatkan rasa kebersamaan f. Memfasilitasi bantuan dengan komunikasi dan manajemen dari kekurangan sekarang serta selanjutnya

g. Menurunkan ketegangan,

mempertahankan rasa saling percaya dan orientasi. Saat klien mengetahui secara perlahan tentang apa yang terjadi, koping klien akan meningkat h. Stress meningkat, rasa tidak nyaman/nyeri fisik dan kelelahan mencetuskan penurunan tingkah laku dan gangguan komunikasi. Perilaku katastropik ini menimbulkan panic

(33)

i. Pertahankan keadaan tenang. Tempatkan dalam lingkungan tenang yang memberikan kesempatan untuk “beristirahat”

j. Atasi tingkah laku agresif dengan pendekatan yang tenang k. Gunakan sentuhan jika tidak mengalami paranoid/sedang mengalami agitasi sesaat

dan rasa bermusuhan

i. Menenangkan situasi dan member klien waktu untuk memperoleh kendali terhadap perilaku dan emosinya

j. Rasa diterima menurunkan rasa takut, dan respons agresif k. Memberikan keyakinan, menuunkan stress, dan meningkatkan kualitas hidup 4 Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi gangguan pola tidur pada klien dengan KH :

- Memahami factor penyebab gangguan

Mandiri

a. Jangan

menganjurkan klien tidur siang apabila berakibat efek negative terhadap tidur pada malam

Mandiri

a. Irama sirkadian (siklus tidur-bangun)yang tersinkronisasi

disebabkan oleh tidur siang yang singkat

(34)

terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur. pola tidur - Mampu menentukan penyebab tidur inadekuat - Mampu memahami rencana khusus untuk menangani/mengore ksi penyebab tidur tidak adekuat - Mampu

menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun) - Tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup hari

b. Evaluasi efek obat klien (steroid ,diuretik) yang mengganggu tidur

c. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien (memberi susu hangat) d. Memberika lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur (mematikan lampu, ventilasi ruang adekuat, suhu yang sesuai, menghindari kebisingan)

e. Buat jadwal intervensi untuk

b. Derangement psikis terjadi bila terdapat penggunaan

kortikosteroid,

termasuk perubahan mood, insomnia

c. Mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan klien pada malam hari terbukti mengganggu tidur

d. Hambatan kortikal pada formasi reticular akan berkurang selama tidur, emningkatkan respons otomatik, karenanya respons kardiovaskular

terhadap suara meningkat selama tidur

e. Gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur

(35)

memungkinkan waktu tidur lebih lama(memeriksa tanda vital, mengubah posisi)

f. Berikan kesempatan untuk tidur sejenak, anjurkan latihan saat siang hari, turunkan aktivitas mental/fisik pada sore hari

g. Hindari penggunaan “pengikatan” secara terus menerus h. Evaluasi tingkat stress/orientasi sesuai perkembangan hari demi hari dan mengganggu pemulihan sehubungan dengan gangguan psikologis dan fisiologis, sehingga irama sirkadian terganggu

f. Aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan

kelelahan yang dapat meningkatkan

kebingungan, aktivitas yang terprogram tanpa stimulasi berlebihan meningkatkan waktu tidur g. Risiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu istirahat h. Peningkatan kebingungan, disorientasi, tingkah laku tidak kooperatif (sindrom sundower)

(36)

i. Buat jadwal tidur secara teratur. Katakan pada klien bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur

j. Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan masase punggung k. Turunkan jumlah

minuman sore. Lakukan berkemih sebelum tidur

l. Putarkan musik yang lembut atau “suara yang jernih”

dapat mengurangi tidur i. Penguatan bahwa

saatnya tidur dan mempertahankan kestabilan lingkungan. Catatan : penundaan waktu tidur diindikasikan agar klien membuang kelebihan energy dan memfasilitasi tidur j. Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk k. Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk berkemih selama malam hari l. Menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara lain dari lingkungan sekitar

yang akan menghambat tidur 5 Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat

Mandiri a. Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri, Mandiri a. Memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi. Masalah

(37)

aktivitas,

menurunnya daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan

kemampuan

melakukan aktivitas sehari-hari.

merawat dirinya sesuai dengan kemampuannya dengan KH :

 Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.  Mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi/ komunitas yang dapat memberikan bantuan. seperti: keterbatasan gerak fisik, apatis/ depresi, penurunan kognitif seperti apraksia.

b. Identifikasi kebutuhan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan perawatan rambut/kuku/ kulit, bersihkan kaca mata, dan gosok gigi. c. Perhatikan adanya

tanda-tanda

nonverbal yang fisiologis.

d. Beri banyak waktu untuk melakukan tugas.

dapat diminimalkan dengan menyesuaikan atau memerlukan konsultasi dari ahli lain.

b.Seiring perkembangan penyakit, kebutuhan kebersihan dasar mungkin dilupakan.

c. Kehilangan sensori dan penurunan fungsi bahasa menyebabkan klien mengungkapkan

kebutuhan perawatan diri dengan cara nonverbal, seperti terengah-engah, ingin berkemih dengan memegang dirinya. d.Pekerjaan yang tadinya

mudah sekarang menjadi terhambat karena penurunan motorik dan perubahan kognitif.

(38)

e. Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan indah. e. Meningkatkan kepercayaan untuk hidup. 6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan masalah tidak adekuat ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah tersinggung. Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan koping individu menjadi efektif dengan kriteria hasil :

- Mampu menyatakan atau mengkomunikasika n dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi - Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi - Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa haraga diri yang negatif

Mandiri

a. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan b. Dukung kemampuan koping c. Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan

Mandiri a. Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi. b. Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat

kemajuan penyakit. Dukungan dan sumber bantuan dapat diberikan melalui ketekunan berdoa dan penekanan keluar terhadap aktivitas dengan mepertahankan patisipasi aktif

c. Membantu klien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru.

(39)

belajar mengontrol sisi yang sehat

d. Beri dukungan psikologis secara menyeluruh e. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari

d. Klien Demensia sering merasa malu, apatis, tidak adekuat, bosan dan merasa sendiri. Perasaan ini dapat disebabkan akibat keadaan fisik yang lambat dan upaya yang besar dibutuhkan terhadap tugas-tugas kecil. Klien dibantu dan didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (seperti meningkatnya mobilitas) e. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari untuk mencegha waktu tidur yang terlalu banyak yang dapat mengarah padda tidak adanya keinginan dari apatis. Setiap upaya dibuat untuk mendukung klien keluar darii tugas-tugas yang termasuk koping dengan kebutuhan mereka setiap hari dan untuk membentuk klien

(40)

f. Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk dirinya semaksimal mungkin

g. Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi h. Monitor gangguan tidur peningkatan konsentrasi, letargi, dan withdrawal Kolaborasi

a. Rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi

mandiri. Apapun yang dilakukan hanya untuk keamanan sewaktu mencapai tujuan dengan meningkatnya

kemampuan koping. f. Menghidupkan kembali

perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi. g. Klien dapat beradaptasi

terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang.

h. Dapat mengindikasikan terjadinya depresi dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut

Kolaborasi

a. Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan.

(41)

Kerjasama fisioterapi, psikoterapi, terapi obat-obatan, dan dukungan partisipasi kelompok dapat menolong mengurangi

depresi yang juga sering muncul pada kejadian ini. 7. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi ditandai dengan disorientasi tempat, orang dan waktu.

Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien tidak mengalami hambatan komunikasi verbal dengan kriteria hasil :  Membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi Mandiri a. Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi. b. Menentukan cara-cara berkomunikasi seperti mempertahankan kontak mata, pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, menggunakan kertas dan pensil/bolpoint, gambar, atau papan tulis; bahasa isyarat,

Mandiri a. Untuk menentukan tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi. b. Untuk membantu proses berkomunikasi dengan klien, dan agar tidak terjadi miskomunikasi.

(42)

penjelas arti dari komunikasi yang disampaikan.

c. Letakkan bel/lampu panggilan di tempat mudah dijangkau dan berikan penjelasan cara menggunakannya. Jawab panggilan tersebut dengan segera. Penuhi kebutuhan klien. Katakan kepada klien bahwa perawat siap membantu jika dibutuhkan. Kolaborasi a. Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa. c. Untuk memudahkan klien dalam memanggil perawat saat membutuhkan bantuan. Kolaborasi a. Memberikan terapi bicara pada klien.

8. Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mendapat nutrisi yang seimbang dengan KH:

 Mengubah pola asupan yang benar.  Mendapat diet Mandiri a. Kaji pengetahuan klien/keluarga mengenai kebutuhan makan b. Usahakan/ berikan bantuan dalam memilih menu Mandiri a. Identifikasi kebutuhan untuk membantu perencanaan pendidikan

b. Klien tidak mampu menentukan pilihan kebutuhan nutrisi

(43)

nutrisi yang seimbang.

 Mempertahankan/ mendapat kembali berat badan yang sesuai.

 Ikut serta dalam aktifitas yang mempermudah koping adaptif.

c. Berikan makanan kecil setiap jam sesuai kebutuhan

d. Hindari makanan yang terlalu panas

Kolaborasi :

a. Rujuk atau konsultasikan dengan ahli gizi

b. Pemberian

suppositoria dan pelumas faeces / pencahar.

c. Makan makanan kecil meningkatkan masukan yang sesuai

d. Makan panas mengakibatkan mulut terbakar atau menolak untuk makan Kolaborasi: a. Bantuan diperlukan untuk mengembangkan keseimbangan diet dan menemukan kebutuhan / makan yang disukai b. Pertolongan utama terhadap fungsi bowell atau BAB

9. Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Risiko cedera tidak terjadi dengan KH : - Meningkatkan tingkat aktivitas - Dapat beradaptasi dengan lingkungan Mandiri

a. Kaji derajat gngguan kemampuan,tingkah laku impulsive dan penurunan persepsi visual. Bantu keluarga mengidentifikasi risiko terjadinya Mandiri a. Mengidentifikasi risiko di lingkungan dan mempertinggi kesadaran perawat akan bahaya. Klien dengan tingkah laku impulsif berisiko trauma karena kurang

(44)

untuk mengurangi risiko trauma/cedera - Tidak mengalami trauma/cedera - Keluarga mengenali potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya bahaya yang mungkin timbul b. Hilangkan sumber bahaya lingkungan c. Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi d. Gunakan pakaian sesuai dengan lingkungan fisik/kebutuhan klien mampu memgendalikan perilaku. Penurunan persepsi visual berisiko terjatuh b. Klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah awal terjadi trauma akibat tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan dasar c. Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang meningkatkan risiko terjadinya trauma d. Perlambatan proses metabolisme mengakibatkan hipotermia. Hipotalamus dipengaruhi proses penyakit yang menyebabkan rasa kedinginan

(45)

e. Kaji efek samping obat, tanda keracunan (tanda ekstrapiramidal,hipot ensi ortostatik,gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal) f. Hindari penggunaan restrain terus-menerus. Berikan kesempatan keluarga tinggal bersama klien selama periode agitasi akut

melaporkan

tanda/gejala obat dapat menimbulkan kadar toksisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat diperlukan untuk mengurangi gangguan

f. Membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan timbul risiko fraktur pada klien lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang)

(46)

4. Implementasi

(implementasi sesuai dengan intervensi) 5. Evaluasi

No.

Dx Diagnosa Keperawatan Evaluasi 1. Perubahan proses pikir berhubungan

dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.

 Mampu memperlihatkan kemampuan kognitifuntuk menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri

 Mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negative  Mampu mengenali perubahan dalam

berpikir atau tingkah laku dan factor penyebab

 Mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman, dan kebingungan

2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.

 Mengalami penurunan halusinasi  Mengembangkan strategi psikososial

untuk mengurangi stress atau mengatur prilaku.

 Mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi

 Perawat mampu mengidentifikasi factor eksternal yang berperan terhadap perubahan

(47)

3. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.

 Mengidentifikasi perubahan

 Mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari- hari

 Mempertahankan rasa berharga pada diri dan identitas pribadi yang positif  Membuat pernyataan positif tentang

lingkungan yang baru

 Memperlihatkan penerimaan terhadap perubahan lingkungan dan penyesuaian kehidupan

 Mampu menunjukan tentang perasaan yang sesuai/tidak cemas dan rasa takut berkurang

 Tidak menyimpan pengalaman menyakitkan

 Menggunakan bantuan dari sumber yang tepat selama waktu pengaturan pada lingkungan baru

4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.

 Memahami factor penyebab gangguan pola tidur

 Mampu menentukan penyebab tidur inadekuat

 Mampu memahami rencana khusus untuk menangani/mengoreksi penyebab tidur tidak adekuat

 Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang

(48)

(melamun)

 Tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup

5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.

 Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.  Mampu mengidentifikasi dan

menggunakan sumber pribadi/ komunitas yang dapat memberikan bantuan.

6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan masalah tidak adekuat ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah tersinggung.

 Mampu menyatakan atau

mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi

 Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi

 Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa haraga diri yang negative

7. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi ditandai dengan disorientasi tempat, orang dan waktu.

 Membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai

kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi 8. Risiko terhadap perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.

 Mengubah pola asupan yang benar.  Mendapat diet nutrisi yang seimbang.  Mempertahankan/ mendapat kembali

berat badan yang sesuai.  Ikut serta dalam aktifitas yang

(49)

mempermudah koping adaptif. 9. Risiko terhadap cedera berhubungan

dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.

 Meningkatkan tingkat aktivitas

 Dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko trauma/cedera  Tidak mengalami trauma/cedera

 Keluarga mengenali potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta: FKUI

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta

Nugroho,Wahjudi. Keperawatan Gerontik.Edisi2.Buku Kedokteran EGC.Jakarta;1999

Referensi

Dokumen terkait

Dengan metode AHP dalam penentuan strategi peningkatan kinerja karyawan didapatkan prioritas tertinggi yaitu peningkatan fasilitas kerja dengan nilai prioritas sebesar

Berdasarkan pengolahan data secara statistik, maka diperoleh hasil bahwa sebagian remaja tuna rungu di SLB-B YP3ATR 1 Bandung memiliki konsep diri positif yaitu 52% dan memiliki

Penelitian hanya membahas kontribusi, Efektivitas Pemungutan, dan tingkat pertumbuhan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor terhadap

Percobaan yang bertujuan untuk menentuan kadar amilase dalam urine ini dilakukan dengan mengamati perubahan warna pada urine yang telah ditambahkan amilum dan diberikan uji iod..

• Hoarding will be installed as shown on the plan to ensure prohibit unnecessary site disturbance. Vehicular access to the site will be limited to only that essential for

Kepala Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas II Tanjung Balai Asahan / Kuasa Pengguna Anggaran / PPK.. Stasiun Karantina Ikan,

4 2008 Pelestarian Sumber Daya Air Kantor LHPE Pemkab Kudus 5 2009 Konservasi dan Pelestarian Sumber Daya Air Kantor LHPE. Pemkab Kudus 6 2010 Potensi Plasma Nutfah

Untuk pengembangan kemampuan dasar anak didik, dilihat dari kemampuan fisik/motoriknya maka guru-guru PAUD akan membantumeningkatkan keterampilan fisik/motorik anak