• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Letak Geografis dan Administratif

DAS Cicatih merupakan sub DAS dari DAS Cimandiri secara geografis terletak antara 106o39’8’’-106o57’30’’ BT dan 6o42’54’’-7o00’43’’ LS dan secara administratif masuk ke dalam Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Sub DAS ini memiliki lima sub-sub DAS yaitu Sub-sub DAS Ciheulang, Sub-sub DAS Cileuleuy, Sub-DAS Cicatih Hulu, Sub-sub DAS Cipalasari dan Sub-sub DAS Cikembar. Lokasi DAS Cicatih disajikan pada Gambar 12. Peta masing-masing sub-sub DAS terdapat pada Gambar 13. DAS Cicatih mencakup 15 kecamatan yaitu Bojong Geteng, Caringin, Centayan, Cibadak, Cicurug, Cidahu, Cikembar, Cikidang, Cisaat, Kadudampit, Kalapanunggal, Nagrak, Parakansalak, Parungkuda, dan Warungkiara. Peta Administrasi disajikan pada Gambar 14.

Gambar 12 Lokasi DAS Cicatih-Cimandiri

(2)

Gambar 14 Peta Administrasi DAS Cicatih-Cimandiri Kabupaten Sukabumi Luas DAS Cicatih adalah 52.979 ha atau 530 km2. Sub-sub DAS Ciheulang merupakan wilayah terluas yang mencapai 30% seluruh total Luas Sub DAS atau 15.911 ha. Berikut ini urutan sub-sub DAS yang mempunyai luas terbesar sampai terkecil: Cicatih hulu dengan luas 9.939 ha, Cipalasari dengan luas 9.306 ha, Cileuleuy dengan luas 9234 ha dan Cikembar yang merupakan daerah hilir dengan luas 8.589 ha. Luas dan persatasenya di sajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Luas wilayah Sub-sub DAS yang berada di DAS Cicatih

No. Nama Sub DAS Luas (ha) Persentase (%)

1. Cicatih hulu 9.939 18,8 2. Cipalasari 9.306 17,6 3. Ciheulang 15.911 30,0 4. Cileuleuy 9.234 17,4 5. Cikembar 8.589 16,2 Total 52.979 100,0 4.2 Topografi

Ketinggian tempat bervariasi mulai 200 meter di atas permukaan laut (m dpl) pada daerah hilir sampai mencapai 3000 mdpl di Gunung Salak dan Pangrango. DAS Cicatih merupakan daerah yang berbukit sampai bergunung pada daerah Gunung Salak dan Pangrango, diselingi dengan dataran/lembah diantara bukit dan sungai yang mengalir di sela-selanya.

(3)

Topografi dan lereng secara umum dapat dipisahkan kedalam bergunung, berbukit, bergelombang, berombak dan datar. Lereng dibedakan ke dalam posisi dan tingkat kemiringan. Kemiringan lereng bervariasi mulai dari datar - sangat curam (Gambar 15). Daerah sangat curam sekali dengan kemiringan lebih dari 50% terletak di daerah hulu sungai dimana terdapat Gunung Salak dan di Sub-sub DAS Cieulang yang terdapat Gunung Pangrango dan Gunung Gede. Secara keseluruhan DAS Cicatih merupakan daerah yang datar sampai landai seperti di Sub-sub DAS Cikembar. Sekitar 68% wilayah ini merupakan wilayah yang datar sampai landai yang berkemiringan antara 0-20%. Wilayah dengan kemiringan lereng dengan kategori sangat curam sekali (>50%) sekitar 3% dari keseluruhan wilayah atau 1589 ha.

Gambar 15 Peta kemiringan lereng DAS Cicatih

4.3 Iklim

Penentuan curah hujan wilayah dengan metode Polygon Thiessen dari delapan stasiun hujan yaitu Cicurug, Sekarwangi, Cikembar, Sinagar, Cibunar, Cipeundeuy, Cipetir, dan Cisampora, selama kurun waktu 24 tahun (1984-2007) disajikan pada Gambar 16.

Hasil analisis curah hujan wilayah didapatkan bahwa curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 86 mm dan tertinggi pada bulan Desember

(4)

sebesar 239 mm. Setelah mencapai nilai maksimum curah hujan akan mengalami penurunan sampai mencapai nilai minimum pada bulan Agustus (Gambar 17).

Gambar 16 Wilayah curah hujan dengan menggunakan metode Polygon Thiessen di DAS Cicatih

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson daerah-daerah di DAS Cicatih termasuk ke dalam tipe iklim A yang berarti daerah sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropik dan B yang berarti daerah basah dengan vegetasi masih hutan hujan tropik (Tabel 17). Sedangkan berdasarkan klasifikasi iklim Koppen seluruh wilayah DAS Cicatih termasuk tipe iklim Af yang berarti bahwa suhu minimumnya lebih dari 18 oC dan curah hujan minimumnya lebih dari 60 mm. Tabel 17 Tipe iklim Schmidt-Ferguson (SF) dan Koppen (K) di beberapa Kecamatan

DAS Cicatih

Stasiun Tipe Iklim

SF K Parakansalak A Af Cicurug B Af Cipetir A Af Sinagar A Af Mandaling B Af Cisampora B Af Cikembang B Af Salabintana A Af Sukabumi B Af Sumber: Harmailis (2001)

(5)

Berdasarkan Gambar 18, dapat diketahui bahwa suhu udara di DAS Cicatih mencapai nilai maksimum pada bulan Mei dan minimum pada bulan Februari. Suhu rata-rata bulanan di wilayah ini berkisar antara 25,1 oC sampai 26.5 oC.

Sedangkan berdasarkan grafik kelembaban udara relatif diketahui bahwa kelembaban udara di DAS Cicatih mencapai nilai maksimum pada bulan Februari dan minimum pada bulan Agustus. Kelembaban rata-rata bulanan di wilayah ini berkisar antara 83,5% sampai 88,8% (Gambar 19).

Berdasarkan grafik lama penyinaran diketahui bahwa lama penyinaran di DAS Cicatih mencapai nilai maksimum pada bulan Agustus dan minimum pada bulan Januari. Radiasi rata-rata bulanan di wilayah ini berkisar antara 29,0% - 53,2% (Gambar 20).

Gambar 17 Curah hujan rata-rata bulanan 1990-2008 berdasarkan metode polygon Thiessen di DAS Cicatih

Gambar 18 Grafik suhu udara tahun 1984-2004 di DAS Cicatih

Gambar 19 Grafik kelembaban udara selama 21 tahun (1984-2004) di DAS Cicatih

Gambar 20 Grafik lama penyinaran selama 21 tahun (1984-2004) di DAS Cicatih

4.4 Tutupan Lahan (Land Cover)

Hasil analisis citra landsat 7 ETM path/row 122/65 dan setelah melalui

groundchek menunjukkan bahwa terdapat dua belas tipe tutupan lahan di DAS

Cicatih, yaitu hutan primer dan sekunder, kawasan dan zona industri, kawasan

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

C u ra h H u ja n ( m m ) Bulan

Grafik curah hujan rata-rata bulanan tahun 1990-2008 berdasarkan metode polygon Thiessen di DAS Cicatih

CH Rata2 CH Maksimum CH Minimum

19,0 21,0 23,0 25,0 27,0 29,0 31,0 33,0 35,0 37,0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Su h u (o C ) Bulan

Grafik Suhu Maksimum dan Minimum Tahun 1984-2004 Suhu maksimum Suhu minimum Suhu rata-rata 80,0 81,0 82,0 83,0 84,0 85,0 86,0 87,0 88,0 89,0 90,0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

R

H

(%

)

Bulan

Grafik Kelembaban Udara Tahun 1984-2004

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

R a d ia si (% ) Bulan

(6)

pertambangan, kebun campuran, ladang/tegalan, pemukiman, perkebunan, sawah, semak belukar, dan sungai/danau/tubuh air. Peta penutupan lahan tahun 1991, 2001, dan 2008 masing-masing disajikan pada Gambar 21-23. Luas dan persentase penutupan lahan di DAS Cicatih dapat dilihat pada Tabel 18 berikut.

Tabel 18 Luas masing-masing tipe penutupan lahan pada tahun 1991, 2001, dan 2008

No Penutupan lahan Luas (ha) Persentase luas (%) 1991 2001 2008 1991 2001 2008 1 Hutan Primer 9715 9024 9019 18,13 16,84 16,83 2 Hutan Sekunder 935 782 566 1,75 1,46 1,06 3 Kawasan dan Zona Industri 35 45 55 0,07 0,08 0,10 4 Kawasan Pertambangan 254 246 250 0,47 0,46 0,47 5 Kebun Campuran 8902 9467 9766 16,62 17,67 18,23 6 Ladang/tegalan 13643 14282 13392 25,47 26,66 25,00 7 Pemukiman 2135 2218 2232 3,99 4,14 4,17 8 Perkebunan 3388 3616 4438 6,32 6,75 8,28 9 Sawah 13943 13533 13521 26,03 25,26 25,24 10 Semak Belukar 340 104 101 0,63 0,19 0,19 11 Sungai/danau/tubuh air 217 215 212 0,41 0,40 0,40 12 Tanah kosong/terbuka 67 42 22 0,13 0,08 0,04 Total 53574 53574 53574 100,00 100,00 100,00

Daerah hutan berada pada daerah hulu yang mempunyai kelerengan curam sampai sangat curam tepatnya disekitar Gunung Salak dan Gunung Pangrango. Hanya sebagian kecil hutan yang berada di daerah tengah DAS yaitu yang berada di Gunung Walat. Daerah persawahan sebagian besar berada di wilayah tengah dan hulu DAS yang berada pada daerah dengan kemiringan kurang dari 15%.

Gambar 21 Peta penutupan lahan DAS Cicatih tahun 1991

Gambar 22 Peta penutupan lahan DAS Cicatih tahun 2001

(7)

Gambar 23 Peta penutupan lahan DAS Cicatih tahun 2008

Penggunaan lahan merupakan (land use) merupakan wujud dan perpaduan dari aktivitas manusia di wilayah tertentu untuk memenuhi kebutuhan. Penggunaan lahan dapat diketahui dengan menghitung intensitas dan laju penggunaan sumber daya lahan. Perubahan penggunan lahan akan mempengaruhi tingkat produktivitas sumber daya lahan dan kondisi ekosistem secara keseluruhan, baik di wilayah hulu DAS maupun wilayah hilir DAS. Perubahan tutupan lahan (land cover) merupakan faktor yang sangat penting dikaitkan pengaruhnya terhadap sifat dan karakteristik DAS terutama fisik, kimia, bilogi, sedimentasi, dan debit.

Pada Tabel 19 disajikan laju perubahan penutupan lahan per tahun untuk periode 1991-2001.

Tabel 19 Laju perubahan penutupan lahan per tahun periode 1991-2008 No Jenis Penutupan lahan Luas (ha) Persentase luas (%)

1 Hutan Primer -38,7 -0,0722

2 Hutan Sekunder -20,5 -0,0383

3 Kawasan dan Zona Industri 1,1 0,0021 4 Kawasan Pertambangan -0,2 -0,0004 5 Kebun Campuran 48,0 0,0896 6 Ladang/tegalan -13,9 -0,0260 7 Pemukiman 5,4 0,0101 8 Perkebunan 58,3 0,1089 9 Sawah -23,4 -0,0438 10 Semak Belukar -13,3 -0,0248 11 Sungai/danau/tubuh air -0,3 -0,0005 12 Tanah kosong/terbuka -2,5 -0,0047

Sumber: Hasil intepretasi peta tata guna lahan dan citra satelit ETM 1991 dan 2008

Dari Tabel 19 diperoleh informasi bahwa kawasan industri, pemukiman, kebun campuran, dan perkebunan mengalami pertumbuhan luas positif (penambahan),

(8)

sedangkan hutan, kawasan pertambangan, ladang/tegalan, sawah, semak belukar, tubuh air,dan tanah kosong mengalami pertumbuhan luas negatif (penurunan) di seluruh wilayah DAS. Laju pertumbuhan per tahun pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan pemukiman sebesar 0,01% (5,4 ha). Laju pertumbuhan per tahun pembukaan lahan untuk perkebunan 0,12% (58,3 ha). Laju pertumbuhan per tahun pembukaan lahan untuk kawasan industri 0,002% (1,1 ha). Laju pertumbuhan per tahun pembukaan lahan untuk kebun campuran 0,09% (48,0 ha).

Laju penurunan luas penutupan lahan dialami oleh tipe penggunaan lahan untuk hutan, kawasan pertambangan, ladang/tegalan, sawah, semak belukar, tubuh air,dan tanah kosong. Laju penurunan luas hutan primer dan sekunder per tahun di wilayah DAS Cicatih masing-masing sebesar 0,07% (38,7 ha), sedangkan untuk hutan sekunder laju penurunannya sebesar 0,04% (20,5 ha). Luas kawasan pertambangan mengalami laju penurunan per tahun sebesar 0,0004% (0,2 ha), laju penurunan luas ladang/tegalan per tahun sebesar 0,026% (13,9 ha), laju penurunan luas sawah per tahun sebesar 0,04% (23,4 ha), laju penurunan luas semak belukar per tahun sebesar 0,02% (13,3 ha), laju penurunan luas tubuh air per tahun sebesar 0,0005% (0,3 ha), dan laju penurunan luas tanah kosong per tahun 0,005% (2,5 ha). Boer et al. (2004) menyatakan bahwa perubahan tata guna lahan dan penutup lahan sangat besar pengaruhnya terhadap keseimbangan air dalam suatu DAS. Beberapa studi menunjukkan bahwa deforestasi meningkatkan debit puncak dan frekuensi terjadinya banjir. Deforestasi cenderung menurunkan aliran dasar karena deforestasi dan pembukaan lahan akan menurunkan kapasitas infiltrasi sehingga aliran permukaan akan berlangsung dengan cepat yang menimbulkan banjir pada musim hujan, sebaliknya jumlah air yang masuk ke dalam tanah berkurang sehingga menurunkan volume air yang mengalir ke sungai utama. Selanjutnya Pawitan (2004) menyatakan bahwa dampak perubahan penutup lahan dalam skala luas akan mengakibatkan perubahan fungsi hidrologis DAS yang berawal dari penurunan curah hujan wilayah dan siikuti dengan penurunan water yield di DAS.

4.5 Satuan Lahan

Berdasarkan unsur-unsur penyusun tersebut di atas maka satuan lahan Daerah Aliran Sungai Cicatih dapat dibedakan ke dalam 148 unit lahan, yang disajikan pada Gambar 24 dan legenda satuan lahannya disajikan pada Lampiran 4.

(9)

1. Alluvial

Lahan alluvial terbagi menjadi 3 satuan lahan 1, 2 dan 3 yaitu jalur aliran sungai kecil dan jalur aliran sungai besar. Jalur aliran sungai terdapat pada jalur anak-anak sungai kecil dengan lebar sungai yang sempit, tersebar diseluruh wilayah penelitian. Satuan lahan jalur aliran mempunyai sifat datar memanjang mengikuti jalur aliran, berasosiasi dengan kebasahan, sebagian bertebing. Tanah berkembang dari bahan induk endapan aluvial berupa pasir, debu liat kerikil dan batu bolder, sehingga pada beberapa tempat batu bolder muncul dipermukaan tanah. Klasifikasi tanah Typic Dystrudepts, Flufentic Dystrudepts, Fluvaquentic

Endoaquepts. Jalur sungai besar terdapat pada jalur aliran sungai Cicatih bagian

hilir, datar penggunaan lahannya berupa sawah, kebun campuran dan pekarangan.

Gambar 24 Peta satuan lahan DAS Cicatih

2. Perbukitan Tektonik

Berdasarkan bahan induknya perbukitan tektonik terdiri dari bahan batupasir dasitan, batupasir gampingan, batupasir kuarsa, napal tufaan dan marl, batulempung napalan, dan batugamping koral.

A. Perbukitan Tektonik dengan Bahan Induk Batupasir Dasitan

Secara fisiografis termasuk dalam berbukit kecil dengan lereng 15-30% dan > 30% dengan jenis penggunaan lahan berupa lahan kering terbagi dalam 2 satuan lahan (LU 4 dan 5). Tanahnya drainase cepat, permeabilitas sedang sampai cepat,

(10)

bersolum dangkal sampai agak dalam, tekstur sedang sampai agak kasar, reaksi tanah masam dan diklasifikasikan sebagai Typic Dystrudept (USDA, 1997) dan Regosol Coklat (PPT, 1983). Potensi pertanian rendah dengan kendala lereng terjal, tingkat kesuburan tanah rendah dan potensi air rendah.

B. Perbukitan Tektonik dari Bahan Induk Batupasir Gampingan

Secara fisiografis termasuk dalam perbukitan tektonik yang kemudian berdasarkan posisi lereng (punggung dan sisi lereng), tingkat kemiringan lereng (0-3%, 3-8%, 15-30% dan >30 %) dan penggunaan lahan berupa lahan kering dapat dibedakan kedalam 4 satuan lahan (No 6, 7, 8 dan 9). Tanahnya drainase baik permeabilitas sedang, bersolum dangkal sampai agak dalam, tekstur sedang, reaksi tanah agak masam sampai netral dan diklasifikasikan sebagai Typic Eutrudepts

(USDA, 1997) dan Kambisol Eutrik (PPT, 1983). Potensi pertanian rendah sampai sedang dengan kendala lereng terjal, tingkat kesuburan tanah rendah dan potensi air rendah.

C. Perbukitan Tektonik dari Bahan Induk Batupasir Kuarsa

Secara fisiografis termasuk dalam perbukitan tektonik yang kemudian berdasarkan posisi lereng (punggung dan sisi lereng), tingkat kemiringan lereng (8-15 %, (8-15-30% dan >30 %) dan penggunaan lahan berupa lahan kering dapat dibedakan kedalam 3 satuan lahan (No 10, 11 dan 12). Tanahnya drainase baik permeabilitas cepat, bersolum dangkal sampai agak dalam, tekstur kasar, reaksi tanah masam dan diklasifikasikan sebagai Typic Dystrudedts, dan Lithic Dystrudepts (USDA 1997) setara Regosol Dystrik (PPT, 1983). Potensi pertanian rendah sampai sangat rendah dengan kendala lereng terjal, tingkat kesuburan tanah rendah dan potensi air rendah. Pada saat ini batuan pasir kuarsa dimanfaatkan/ ditambang sebagai bahan baku semen.

D. Perbukitan Tektonik dari Bahan Induk Napal Tufaan dan Marl

Secara fisiografis termasuk dalam perbukitan tektonik yang kemudian berdasarkan posisi lereng (punggung dan sisi lereng), tingkat kemiringan lereng (0-3%, 8-15 %, 15-30% dan >30%) dan penggunaan lahan berupa lahan kering dan lahan basah dapat dibedakan kedalam 5 satuan lahan (No 13, 14, 15, 16 dan 17).

(11)

Tanahnya drainase sedang sebagian agak terhambat, permeabilitas lambat, bersolum dangkal sampai agak dalam, tekstur halus, reaksi tanah agak masam sampai netral dan diklasifikasikan sebagai Typic Eutrudepts, dan Aquic Eutrudepts

(USDA, 1997) dan Kambisol Eutrik dan Kambisol Gleik (PPT, 1983). Potensi pertanian agak rendah sampai sedang dengan kendala lereng terjal, tingkat kesuburan tanah rendah dan potensi air rendah sampai sedang, dan tanah mudah mengalami longsor.

E. Perbukitan Tektonik dari Bahan Induk Batulempung Napalan

Secara fisiografis termasuk dalam perbukitan tektonik yang kemudian berdasarkan posisi lereng (punggung dan sisi lereng), tingkat kemiringan lereng (3-8%, 8-15%, 15-30% dan >30%) dan penggunaan lahan berupa lahan kering dapat dibedakan kedalam 5 satuan lahan (No 18, 19, 20 dan 21). Tanahnya drainase sedang, permeabilitas lambat, bersolum dangkal sampai agak dalam, tekstur halus, reaksi tanah agak masam sampai netral dan diklasifikasikan sebagai Typic Eutrudepts (USDA 1997) dan Kambisol Eutrik (PPT, 1983). Potensi pertanian sedang dengan kendala lereng terjal, tingkat kesuburan tanah rendah dan potensi air rendah sampai sedang, dan tanah mudah mengalami longsor.

3. Volkan

Bahan volkan di daerah penelitian dominan dari segi luasan dan penyebaran. Secara fisiografis dapat dibedakan kedalam kaldera, kepundan, kerucut volkan, lungur volkan, dan dataran volkan, aliran lahar muda/resen, aliran lahar dan lava sub resen. Bentuk wilayahnya bervariasi mulai dari datar, berombak, berbukit memanjang, sampai bergunung, dengan ketinggian tempat menyebar dari mulai zone dataran rendah (0-700 m dpl) dataran tinggi (700-1000 m dpl dan > 1000 m dpl). Berdasarkan bahan induk penyusunnya daerah volkan di daerah penelitian dapat dibedakan ke dalam : endapan lava andesit hornblenda, endapan lava andesit basal, endapan lahar dan lava andesit muda, endapan lava andesit sub resen, tuf batuapung pasiran, tuf batuapung, breksi tufaan bersusun andesit dan breksi bersusun andesit-basal. Berikut ini karakteristik daerah vokan diuraikan berdasarkan bahan induk penyusunnya.

(12)

A. Volkan dari Bahan Endapan Lava Andesit Hornblenda

Bahan endapan lava andesit hornblenda secara fisiografi termasuk dalam kerucut volkan dengan bentuk wilayah bergunung lereng curam sampai sangat terjal dan terdapat pada ketinggian tempat > 1000 m dpl. Secara administratif terdapat di piuncak dan lereng Gunung Endut di Desa Sukatani, Sukakersa, Kecamatan Parakansalak, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan posisinya lereng, tingkat kemiringan dan penggunaan lahannya maka fisiografi ini dapat dipisahkan ke dalam 9 satuan lahan yaitu 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32 dan 33 (Lampiran 4). Pada puncak kerucut dan kerucut volkan atas berlereng sangat terjal, tanahnya belum berkembang, bersolum dangkal, lereng sangat terjal, tekstur agak kasar dan diklasifikasikan sebagai Typic Udothents

(USDA 1997) yang setara dengan Regosol Coklat (PPT, 1983). Kerucut volkan bagian tengah mempunyai lereng terjal, tanah yang mulai mengalami perkembangan profil, solum agak dangkal, tekstur sedang, reaksi tanah masam, diklasifikasikan sebagai Typic Hapludands (USDA, 1997) yang setara dengan Andosol Coklat (PPT, 1983).

B. Volkan dari Bahan Endapan Lava Basal

Secara fisiografi bahan ini merupakan aliran lava dengan bentuk wilayah bergunung lereng curam sampai sangat terjal dan terdapat pada ketinggian tempat > 1000 m dpl. Secara administratif terdapat di Desa Cidahu, Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan posisi lereng, tingkat kemiringan dan penggunaan lahannya maka fisiografi ini dapat dipisahkan ke dalam 4 satuan lahan yaitu 34, 35, 36 dan 37 (Lampiran 4). Pada puncaknya dan aliran bagian atasnya berlereng sangat terjal, tanahnya belum berkembang, bersolum dangkal, lereng sangat terjal, tekstur agak kasar dan diklasifikasikan sebagai Typic Udothents

(USDA, 1997) yang setara dengan Regosol Coklat (PPT, 1983). Aliran lahar bagian tengah mempunyai lereng terjal, tanah yang mulai mengalami perkembangan profil, solum agak dangkal, tekstur sedang, reaksi tanah masam, diklasifikasikan sebagai Typic Hapludands (USDA, 1997) yang setara dengan Andosol Coklat (PPT, 1983)

(13)

C. Volkan dari Batuan Breksi Tufaan

Secara fisiografi bahan ini mempunyai bentuk wilayah berbukit dengan lereng melandai (lungur volkan) sampai bergunung lereng curam sampai sangat terjal (kerucut volkan) dan terdapat pada ketinggian tempat <700 m, 700-1000 m dan > 1000 m dpl.

Pada ketinggian < 700 m dpl berupa lungur volkan dengan bentuk wilayah berbukit memanjang, penggunaan lahan berupa lahan basah (sawah) dan lahan kering (tegalan, kebun campuran, pekarangan, dan hutan). Secara administratif terdapat di sebelah barat Sungai Cicatih dari Desa Pakuwon Kecamatan Parungkuda sampai Kutajaya, Kecamatan Cidahu, ke arah barat sampai antara desa Girijaya, Kecamatan Cicurug. Berdasarkan posisinya lereng, tingkat kemiringan dan penggunaan lahannya maka lungur volkan bagian bawah ini dapat dipisahkan menjadi 14 satuan lahan yaitu berurutan dari 38-51 (Lampiran 4). Dalam menyusun satuan lahan digunakan parameter posisi lereng (punggung dan sisi lereng) penggunaan lahan (lahan basah dan kering) serta tingkat kemiringan ( 0-3%, 3-8%, 8-15% 15-30% dan >30%). Pada lahan kering, tanahnya mempunyai solum dalam, drainase baik, warna coklat kemerahan sampai coklat kekuningan, tekstur sedang sampai halus dan diklasifikasikan sebagai Typic Distrudepts (USDA, 1997) setara dengan Latosol Coklat /Coklat Kemerashan (PPT, 1983) . Pada lahan basah/disawahkan dalam waktu lama maka tanah mengalami perkembangan proses gleisasi akibat penjenuhan dari air irigasi (episaturasi) sehingga terdapat lapisan Ap 2 yang kedap (Padas bajak). Tanah ini mempunyai sifat solum dalam, drainase agak terhambat sampai terhambat, tekstur sedang sampai halus, reaksi tanah agak masam dan diklasifikasikan sebagai Typic/Aeric Epiaquepts dan Aquic Dystrudepts

(USDA, 1997) setara Latosol Coklat yang disawahkan (PPT, 1983).

Pada ketinggian 700 -1000 m dpl berupa lungur volkan dengan bentuk wilayah berbukit memanjang, penggunaan lahan berupa lahan basah (sawah) dan lahan kering (tegalan, kebun campuran, pekarangan, dan hutan). Posisinya terdapat diatas zone < 700 m dpl. Di lereng Gunung Salak. Secara administratif terdapat di Desa Parakan salak, Kecamatan Parakan Salak sampai Cidahu Kecamatan Cidahu. Berdasarkan posisinya lereng, tingkat kemiringan dan penggunaan lahannya maka lungur volkan bagian bawah ini dapat dipisahkan 10 satuan lahan yaitu berurut dari no 52-61 (Lampiran 4). Tipologi lahan kering, tanahnya mempunyai solum dalam,

(14)

drainase baik, warna coklat kemerahan sampai coklat kekuningan, tekstur sedang sampai halus dan diklasifikasikan sebagai Andic Dystrudepts dan Typic

Hapludands (USDA, 1997) setara dengan Andosol Coklat (PPT, 1983) . Lahan ini

produktif untuk perkebunan untuk buah, sayuran dataran tinggi dan teh. Pada lahan basah/ disawahan dalam waktu lama maka tanah mengalami perkembangan proses gleisasi akibat penjenuhan dari air irigasi (episaturasi) sehingga terdapat lapisan Ap 2 yang kedap (Padas bajak). Tanah ini mempunyai sifat solum dalam, drainase agak terhambat sampai terhambat, tekstur sedang sampai halus, reaksi tanah agak masam dan diklasifikasikan sebagai Typic/Aeric Epiaquepts dan Aquic

Dystrudepts (USDA, 1997) setara Latosol Coklat yang disawahkan (PPT, 1983).

Pada ketinggian lebih dari 1000 m dpl berupa kerucut volkan dengan bentuk wilayah bergunung, penggunaan lahan berupa lahan kering (tegalan, kebun campuran, hutan). Posisinya terdapat diatas zone 700-1000 m dpl. Di lereng Gunung Salak. Secara administratif terdapat di Desa Parakansalak, Kecamatan Parakansalak sampai Desa Cidahu Kecamatan Cidahu. Berdasarkan posisinya lereng, tingkat kemiringan dan penggunaan lahannya maka lungur volkan bagian bawah ini dapat dipisahkan 3 satuan lahan yaitu berurut dari nomor 62-65 (Lampiran 4). Dalam menyusun satuan lahan digunakan parameter posisi lereng, penggunaan lahan serta tingkat kemiringan Tanahnya mempunyai solum dalam, drainase baik, warna coklat, tekstur sedang sampai halus dan diklasifikasikan sebagai Typic Hapludands (USDA, 1997) setara dengan Andosol Coklat (PPT, 1983). Lahan ini produktif untuk perkebunan untuk buah, sayuran dataran tinggi dan teh.

D. Volkan dari Bahan Endapan Lahar dan Lava Muda

Secara fisiografi bahan ini berbentuk wilayah berbukit dengan lereng melandai (lungur volkan) sampai bergunung lereng curam sampai sangat terjal (kerucut volkan) dan terdapat pada ketinggian tempat <700 m, 700-1000 m dan > 1000 m dpl. Pola drainase sejajar menandakan bahan yang lunak dan mempunyai perbedaan lereng yang cukup tinggi antara puncak dan hilir. Secara keseluruhan lahan ini terdapat diantara jalur sungai Ciseuseupan dan Cibodas mengarah ke timur laut hingga ke lereng Gunung Gede termasuk didalamnya sub DAS Cileuleuy.

(15)

Pada ketinggian < 700 m dpl berupa aliran lahar dan lava berumur muda dengan bentuk wilayah berbukit memanjang, penggunaan lahan berupa lahan basah (sawah) dan lahan kering (tegalan, kebun campuran, pekarangan). Lahan ini terdapat di antara aliran anak sungai jalur sungai Ciseuseupan dan Cibodas, yaitu dari Desa Tenjoayu, Kecamatan Cicurug ke selatan sampai Desa Munjul, Kecamatan Parungkuda. Berdasarkan posisinya lereng, tingkat kemiringan dan penggunaan lahannya maka lungur volkan bagian bawah ini dapat dipisahkan menjadi 7 satuan lahan yaitu berurutan dari nomor 79-85 (Lampiran 4). Di lahan kering, tanahnya mempunyai solum dalam, drainase baik, warna coklat kemerahan sampai coklat kekuningan, tekstur sedang sampai halus dan diklasifikasikan sebagai Typic Distrudepts (USDA, 1997) setara dengan Latosol Coklat /Coklat Kemerahan (PPT 1983) . Potensi lahan ini cukup baik untuk pertanian lahan kering didukung oleh adanya lereng yang melandai namun mempunyai potensi air permukaan yang kurang.

Pada ketinggian 700 -1000 m dpl berupa lungur volkan dengan bentuk wilayah berbukit memanjang, penggunaan lahan berupa lahan basah (sawah) dan lahan kering (tegalan, kebun campuran, pekarangan, dan hutan). Posisinya terdapat diatas zone < 700 m dpl. Di lereng Gunung Gede. Secara administratif terdapat di Desa Parakansalak, Kecamatan Parakansalak sampai Cidahu Kecamatan Cidahu. Berdasarkan posisinya lereng, tingkat kemiringan dan penggunaan lahannya maka lungur volkan bagian bawah ini dapat dipisahkan menjadi 10 satuan lahan yaitu berurutan dari nomor 52-61 (Lampiran 4). Penggunaan lahan kering tanahnya mempunyai solum dalam, drainase baik, warna coklat kemerahan sampai coklat kekuningan, tekstur sedang sampai halus dan diklasifikasikan sebagai Andic

Dystrudepts dan Typic Hapludands (USDA, 1997) setara dengan Latosol Coklat

(PPT, 1983)

Pada ketinggian >1000 m dpl berupa aliran lahar dan lava muda secara fisiografi disebut juga sebagai kerucut volkan dengan bentuk wilayah bergunung penggunaan lahan pada lahan ini kering (hutan). Posisinya terdapat diatas zone < 700 m dpl, Di lereng Gunung Gede. Secara administratif terdapat di Desa Nangerang, Kecamatan Cicurug, Desa Sawangan dan Wangunjaya Kecamatan Nagrak. Berdasarkan posisinya lereng, tingkat kemiringan dan penggunaan lahannya maka aliran lahar dan lava muda ini bagian bawah ini dapat dipisahkan

(16)

menjadi 3 satuan lahan yaitu berurutan dari nomor 86-88 (Lampiran 4). Penggunaan lahan berupa hutan, tanahnya mempunyai solum dalam, drainase baik, warna coklat, tekstur sedang sampai sedang sampai agak kasar dan diklasifikasikan sebagai Andic Typic Hapludands dan Typic Udorthents (USDA, 1997) setara dengan Andosol Coklat dan Regosol Coklat (PPT, 1983). Lahan di wilayah ini sebaiknya dijadikan hutan lindung.

E. Volkan dari Bahan Endapan Lahar dan Lava Subresen

Secara fisiografi bahan ini berbentuk wilayah berbukit dengan lereng melandai (lungur volkan) sampai bergunung lereng curam sampai sangat terjal (kerucut volkan) dan terdapat pada ketinggian tempat <700 m, 700-1000 m dan > 1000 m dpl. Pola drainase sejajar menandakan bahan yang lunak dan mempunyai perbedaan lereng yang cukup tinggi antara puncak dan hilir. Secara keseluruhan lahan ini terdapat diantara jalur sungai Cibodas di utara sampai sungai Cimandiri dibagian selatan dan mengarah ke timur laut hingga ke lereng Gunung Gede termasuk didalamnya sub DAS Ciheulang.

Pada ketinggian < 700 m dpl berupa aliran lahar dan lava berumur subresen dengan bentuk wilayah berbukit memanjang, penggunaan lahan berupa lahan basah (sawah) dan lahan kering (tegalan, kebun campuran, pekarangan). Lahan ini terdapat di antara aliran anak sungai jalur sungai Cibodas- Cimandiri. Bagian barat terdapat diantara desa Cisarua, Kecamatan Cibadak sampai Nagrak Utara, Keamatan Nagrak, dan sebelah timur kearah hulu yuaitu antara desa Cikembang, Kecamatan Cibadak sampai Cihanjawar, kecamatan Nagrak. Berdasarkan posisi lereng, tingkat kemiringan dan penggunaan lahannya maka lungur volkan bagian bawah ini dapat dipisahkan 10 satuan lahan yaitu dari nomor 89-98 (Lampiran 4). Tipologi lahannya umumnya lahan kering yang tanahnya mempunyai solum dalam, drainase baik, warna coklat kemerahan sampai coklat kekuningan, tekstur sedang sampai halus dan diklasifikasikan sebagai Typic Distrudepts (USDA, 1997) setara dengan Latosol Coklat (PPT, 1983) . Potensi lahan ini cukup baik untuk pertanian lahan kering didukung oleh adanya lereng yang melandai namun mempunyai potensi air permukaan yang kurang.

Pada ketinggian 700-1000 m dpl berupa lungur volkan dengan bentuk wilayah berbukit memanjang, penggunaan lahan berupa lahan basah (sawah) dan

(17)

lahan kering (tegalan, kebun campuran, pekarangan, dan hutan). Posisinya terdapat di atas zone < 700 m dpl. Di lereng Gunung Gede. Secara administratif terdapat di Desa Cikembang, Kecamatan Cibadak, Desa Kelaparea dan Cihanjawar, Kecamatan Caringin. Berdasarkan posisi lereng, tingkat kemiringan dan penggunaan lahannya maka lungur volkan bagian bawah ini dapat dipisahkan 10 satuan lahan yaitu dari nomor 99-108 (Lampiran 4). Tipologi lahan kering umumnya mempunyai tanah bersolum dalam, drainase baik, warna coklat kemerahan sampai coklat kekuningan, tekstur sedang sampai halus dan diklasifikasikan sebagai Andic Dystrudepts dan Typic Hapludands (USDA, 1997) setara dengan Latosol Coklat (PPT, 1983). Sedangkan pada tipologi lahan basah, tanahnya mempunyai solum dalam, drainase agak terhambat sampai terhambat, warna coklat sampai coklat sampai coklat kekuningan, tekstur sedang sampai halus dan diklasifikasikan sebagai Aquic Hapludands dan Aeric Epiaquands (USDA, 1997) setara dengan Andosol Coklat (PPT, 1983).

Pada ketinggian >1000 m dpl berupa aliran lahar dan lava subresen secara fisiografi disebut juga sebagai kerucut volkan dengan bentuk wilayah bergunung penggunaan lahan pada lahan ini kering (hutan). Posisinya terdapat diatas zone < 1000 m dpl, di lereng Gunung Gede. Secara administratif terdapat di Desa Kelaparea dan Cihanjawar, kecamatan Caringin. Berdasarkan posisinya lereng, tingkat kemiringan dan penggunaan lahannya maka aliran lahar dan lava muda ini bagian bawah ini dapat dipisahkan 3 satuan lahan yaitu dari nomor 109-116 (Lampiran 4). Penggunaan lahan berupa hutan, tanahnya mempunyai solum dalam, drainase baik, warna coklat, tekstur sedang sampai sedang sampai agak kasar dan diklasifikasikan sebagai Andic Typic Hapludands dan Typic Udorthents (USDA, 1997) setara dengan Andosol Coklat dan Regosol Coklat (PPT 1983). Lahan di wilayah ini sebaiknya dijadikan hutan lindung.

F. Volkan dari Bahan Endapan Tuf Batuapung Pasiran

Secara fisiografi bahan ini berbentuk wilayah dataran volkan dengan bentuk wilayah berombak. Secara keseluruhan lahan ini terdapat di desa Tenjolaya, Kutajaya dan Tangkil, Kecamatan Cidahu.

Lahan ini terdapat pada ketinggian < 700 m dpl berupa aliran lahar dan lava berumur subresen dengan bentuk wilayah berbukit memanjang, penggunaan lahan

(18)

berupa lahan basah (sawah) dan lahan kering (tegalan, kebun campuran, pekarangan.

Tipologi lahan kering tanahnya mempunyai solum dalam, drainase baik, warna coklat kemerahan sampai coklat kekuningan, tekstur sedang sampai halus dan diklasifikasikan sebagai Typic Distrudepts (USDA, 1997) setara dengan Latosol Coklat (PPT 1983). Potensi lahan ini cukup baik untuk pertanian lahan kering didukung oleh adanya lereng yang melandai namun mempunyai potensi air permukaan yang kurang. Tipologi lahan basah tanahnya mempunyai solum dalam, drainase agak terhambat sampai terhambat, warna coklat sampai coklat sampai coklat kekuningan, tekstur sedang sampai halus dan diklasifikasikan sebagai Aquic

Dystrudepts dan Aeric Epiaquepts (USDA, 1997) setara dengan Latosol Coklat

(PPT 1983).

G. Volkan dari Bahan Endapan Tuf Batuapung

Secara fisiografi bahan ini berbentuk wilayah dataran volkan dengan bentuk wilayah bergelombang. Secara keseluruhan lahan ini terdapat di desa Bojong Kokosan sampai Kecamatan Parungkuda sampai Nyangkowek, Kecamatan Cidahu, Desa Parungkuda dan Bojonglowek, Kecamatan Parungkuda. Lahan ini terdapat pada ketinggian < 700 m dpl dataran volkan dari bahan induk tuf batuapung, penggunaan lahan berupa lahan basah (sawah) dan lahan kering (tegalan, kebun campuran, pekarangan).

Berdasarkan posisinya lereng, tingkat kemiringan dan penggunaan lahannya maka aliran lahar dan lava muda ini bagian bawah ini dapat dipisahkan menjadi 10 satuan lahan yaitu no 123-132 (Lampiran 4). Pada lahan kering tanahnya mempunyai solum dalam, drainase baik, warna coklat kemerahan sampai coklat kekuningan, tekstur sedang sampai halus dan diklasifikasikan sebagai Typic

Distrudepts (USDA, 1997) setara dengan Latosol Coklat (PPT, 1983). Potensi

lahan ini cukup baik untuk pertanian lahan kering didukung oleh adanya lereng yang melandai namun mempunyai potensi air permukaan yang kurang. Pada lahan basah tanahnya mempunyai solum dalam, drainase agak terhambat sampai terhambat, warna coklat sampai coklat sampai coklat kekuningan, tekstur sedang sampai halus dan diklasifikasikan sebagai Aquic Dystrudepts dan Aeric Epiaquepts

(19)

H. Volkan dari Batuan Breksi Andesit-Basal

Secara fisiografi bahan ini berbentuk wilayah dataran volkan dengan bentuk wilayah bergelombang. Secara keseluruhan lahan ini terdapat di desa Bojong Kokosan sampai Kecamatan Parungkuda sampai Nyangkowek, Kecamatan Cidahu, Desa Parungkuda dan Bojongkowek, Kecamatan Parungkuda. Lahan ini secara fisiografis berupa lungur volkan terdapat pada ketinggian < 700 m dpl dan 700-1000 m dpl dari bahan induk batuan andesit-basal, penggunaan lahan berupa lahan basah (sawah) dan lahan kering (tegalan, kebun campuran, pekarangan). tegalan, kebun campuran, pekarangan).

Berdasarkan posisinya lereng, tingkat kemiringan dan penggunaan lahannya maka aliran lahar dan lava muda ini bagian bawah ini dapat dipisahkan menjadi 16 satuan lahan yaitu no 133-148.

Lungur volkan pada zone <700 m dpl diurai ke dalam dalam 11 satuan lahan, 9 satuan lahan lahan kering dan 2 satuan untuk lahan basah. Pada Lahan kering tanahnya berdrainase baik, solum dalam, mempunyai perkembangan tanahnya cukup, tekstur halus dan reaksi tanah masam, diklasifikasikan sebagai

Typic Hapludults (USDA, 1997) setara Latosol Coklat Kemerahan (PPT, 1983).

Pada Lahan basah/sawah tanahnya berdrainase agak terhambat sampai terhambat, solum dalam, mempunyai perkembangan tanahnya cukup, tekstur halus dan reaksi tanah masam, diklasifikasikan sebagai Aquic Hapludults dan Aeric Epiaquults (USDA, 1997) setara Latosol Coklat Kemerahan (PPT, 1983). Potensi lahan ini sesuai untuk pengembangan pertanian baik lahan sawah maupun pertanian lahan kering.

Lungur volkan pada zone 700 -1000 m dpl diuraikan ke dalam 5 satuan lahan, terdiri dari 4 satuan lahan untuk lahan kering dan 1 satuan untuk lahan basah. Pada lahan kering tanahnya berdrainase baik, solum dalam, mempunyai perkembangan tanahnya sedang, tekstur halus, BD ringan dan reaksi tanah masam, diklasifikasikan sebagai Typic Hapludands (USDA, 1997) setara Andosol Coklat (PPT, 1983). Pada lahan basah/sawah tanahnya berdrainase agak terhambat sampai terhambat, solum dalam, tekstur halus dan reaksi tanah masam, diklasifikasikan sebagai Aquic Hapludands (USDA, 1997) setara Andosol Coklat (PPT, 1983). Potensi lahan ini sesuai untuk pengembangan hortikultura dataran tinggi baik buah maupun sayuran.

Gambar

Gambar 13 Sub-Sub DAS di DAS Cicatih-Cimandiri
Tabel 16 Luas wilayah Sub-sub DAS yang berada di DAS Cicatih
Gambar 15 Peta kemiringan lereng DAS Cicatih
Gambar 16  Wilayah curah hujan dengan menggunakan metode Polygon Thiessen  di DAS Cicatih
+4

Referensi

Dokumen terkait

Letak geografis Kota Tangerang Selatan yang berbatasan dengan provinsi DKI Jakarta pada sebelah utara dan timur memberikan peluang pada Kota Tangerang Selatan sebagai salah

Status penguasaan lahan oleh keluarga pertanian di Sub DAS Citarik dapat dibedakan atas tiga golongan, yakni pemilik lahan, pemilik-penggarap lahan, dan penggarap-penyewa lahan..

Data yang diperoleh dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka tahun 2005 (Tabel 11) menunjukkan terdapat 1 813 lokasi tambang timah rakyat yang tersebar di tujuh

Data primer meliputi: (1) data fisik lahan (tekstur, permeabilitas tanah, kemiringan dan panjang lereng, kedalaman efektif tanah, drainase, kandungan bahan organik dan.. Jalan

Berdasarkan peta unit satuan lahan dan tanah lembar Lhokseumawe dan Simpang Ulim (0521) dan lembar Takengon (0520) diketahui bahwa fisiografi wilayah Kabupaten Pidie Jaya

Secara fisiografis daerah Lampung Barat dibedakan atas 3 (tiga) bagian yakni daerah pesisir di Bagian Barat dengan kemiringan 0 sampai dengan 15 persen, daerah

Pada bagian ini pada lahan milik banyak dijumpai sawah irigasi, sedang pada kawasan hutan berupa tegakan Pinus rapat cukup luas, dan pada lereng atas dan puncaknya berupa

Jika dibandingkan dengan data pemanfaatan lahan, maka dapat disimpulkan bahwa belum ada distribusi lahan yang cukup merata, mengingat sebagian besar lahan di Desa Cipeuteuy