• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 2.1 Siklus Terjadinya Angin Dunia (Sumber :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 2.1 Siklus Terjadinya Angin Dunia (Sumber :"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 POTENSI ANGIN INDONESIA

Pada dasarnya angin terjadi karena ada perbedaan suhu antara udara panas dan udara dingin. Didaerah katulistiwa, udaranya menjadi panas mengembang dan menjadi ringan, naik keatas dan bergerak ke daerah yang lebih dingin. Sebaliknya daerah kutub yang dingin, udaranya menjadi dingin dan turun ke bawah. Dengan demikian terjadi suatu perputaran udara berupa perpindahan udara dari kutub utara ke garis katulistiwa menyusuri permukaan bumi dan sebaliknya suatu perpindahan udara dari garis katulistiwa kembali ke kutub utara, melalui lapisan udara yang lebih tinggi. Angin dapat bergerak secara horizontal maupun vertikal dengan kecepatan yang dinamis dan fluktuatif. Pergerakan angin secara horizontal dinamakan adveksi, sedangkan pergerakan secara vertikal dinamakan konveksi. Pergerakan perputaran bumi juga berpengaruh terhadap angin, yang disebut gaya coriollis.

Gambar 2.1 Siklus Terjadinya Angin Dunia (Sumber : http://gienzmedia.blogspot.com)

(2)

Menurut Willet, yang juga dikutip oleh Putman, energi angin dapat memberikan daya sebesar 2.1013 Watt. Bila 1% dari perkiraan daya menurut Willet dimanfaatkan, suatu daya sebesar 2.1011 Watt akan diperoleh. Angka ini merupakan 3% dari kebutuhan energi dunia tahun 1972 (Nursuhud, 2008).

Sebenarnya angin memiliki pola umum sirkulasi udara yang disebut prevailing wind. Prevailing wind didaerah tropis disebut trade wind, didaerah beriklim sedang disebut westerlies wind dan didaerah kutub disebut polar wind. Selain pola umum tersebut masih banyak lagi ragam angin yang ada. Angin lokal disebabkan perbedaan tekanan lokal dan juga dipengaruhi topograpy, gesekan permukaan disebabkan gunung, lembah dan lain – lain. Variasi harian disebabkan perbedaan temperatur antara siang dan malam. Perbedaan temperatur daratan dan lautan juga mengakibatkan angin.

Gambar 2.2 Siklus Angin Antara Lembah dan Pegunungan (Sumber : Manwell, 2002)

Dalam sebuah wacana di surat kabar online Jakarta, yaitu Surya Online pada tanggal 21 April 2011, Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin karena Indonesia mempunyai garis pantai keempat terpanjang di dunia yaitu 95.181 kilometer (km). Aliran angin muson yang mengalir melewati wilayah Indonesia seperti pada gambar 2.3 cukup mempunyai potensi untuk dikonversikan menjadi sumber energi.

(3)

Gambar 2.3 Aliran Angin di Kawasan Indonesia (Sumber : http://www.bmg.go.id, 2011)

Untuk daerah Sumatera khususnya di Sumatera Utara aliran angin terlihat mempunyai potensi di bagian Sumatera Utara bagian Barat dan kepulauan Nias. Hal ini juga terlihat dari gambar 2.4 grafik kecepatan angin rata-rata di Sumatera Utara yang diperoleh dari himpunan data dinas Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sumatera Utara tahun 2008 dan 2009.

(a) 0 1 2 3 4 5 6 7

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

V w in d (m /s )

Kecepatan Angin SUMUT Tahun 2008

(10m dari permukaan tanah)

Daerah Pegunungan SUMUT

Daerah Pantai Timur SUMUT

Daerah Pantai Barat SUMUT

(4)

(b)

Gambar 2.4 Grafik Kecepatan Angin Rata-rata di Bagian Daerah SUMUT (a) Tahun 2008 (b) Tahun 2009

(Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sumatera Utara. 2010)

Pengukuran data angin juga dilakukan disekitar kawasan Departemen Teknik Mesin USU, dalam hal ini data diperoleh dari pengukuran yang dilakukan oleh Laboratorium Teknik Pendingin Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Data yang digunakan yaitu hasil pengukuran dari tanggal 28 Juni 2011 sampai 4 Juli 2011 yang diambil dalam jarak waktu persatuan menit selama 24 jam tanpa berhenti. Hasil pengukuran yang dilakukan dapat dilihat dari grafik 2.5 berikut.

Gambar 2.5 Grafik Pengukuran Kecepatan Angin Di Kawasan Departemen Teknik Mesin USU

(sumber : Laboratorium Teknik Pendingin Departemen Teknik Mesin USU, 2011) 0

1 2 3 4

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

V w in d (m /s )

Kecepatan Angin SUMUT Tahun 2009

(10m dari permukaan tanah)

Daerah Pantai Timur SUMUT

Daerah Pegunungan SUMUT

Daerah Nias

(5)

2.2 ENERGI ANGIN

Model sederhana dari turbin angin mengambil dasar teori dari momentum, angin dengan kecepatan tertentu menabrak rotor yang memiliki performa sayap atau propeller. Dalam model sederhana, dimana memungkinkan Newtonian mechanics

digunakan, aliran diasumsikan steady dan mendatar, udara diasumsikan

incompressibel dan inviscid, dan aliran downstream (aliran setelah melalui rotor) diasumsikan konstan disekeliling bagian streamtube dengan tidak ada diskonuitas tekanan di seberang perbatasan streamtube. Aplikasi dari momentum dan energi., diperlihatkan dalam gambar berikut :

Gambar 2.6 Teori Momentum Dengan Mempertimbangkan Bangun Rotor Berputar (Sumber : Hau, 2006)

Menurut ilmu fisika klasik energi kenetik dari sebuah benda dengan massa m dan kecepatan u adalah E = 0.5.m.u2, dengan asumsi bahwa kecepatan u tidak mendekati kecepatan cahaya. Rumus tersebut diatas berlaku juga untuk menghitung energi kinetik yang diakibatkan oleh gerakan angin. Sehingga bias dituliskan sebagai berikut :

... (2.1)

Dengan E = energi (joule)

m = massa udara (kg)

(6)

Bila suatu blok udara yang mempunyai penampang A m2, dan bergerak dengan kecepatan u m/s, maka jumlah massa yang melewati sesuatu tempat adalah :

̇ ... (2.2)

dengan ̇ = laju aliran massa (kg/s)

A = luas penampang melintang aliran (m2) ρ = massa jenis angin (kg/m3)

Menurut Nursuhud (2008), tenaga total aliran angin adalah sama dengan laju energi kinetik aliran yang datang, maka :

̇ ̇ ̇ ... (2.3)

dengan

̇ = tenaga total (watt) gc = faktor koreksi = 1 (kg/N.s2) dengan melihat persamaan 2.1 dan 2.2 maka

̇ (W) ... (2.4)

Daya per luas, sebagai potensi daya angin atau kerapatan daya angin (wind power density), yaitu:

̇

(W/m2) ... (2.5)

Energi kinetik yang terkandung dalam angin inilah yang ditangkap oleh turbin angin untuk memutar rotor. Untuk menganalis seberapa besar energi angin yang dapat diserap oleh turbin angin, digunakan Teori Momentum Elementer Betz.

2.3TEORI MOMENTUM ELEMENTER BETZ

Teori momentum elementer Betz sederhana berdasarkan pemodelan aliran dua dimensi angin yang mengenai rotor menjelaskan prinsip konversi energi angin pada

(7)

turbin angin. Kecepatan aliran udara berkurang dan garis aliran membelok ketika melalui rotor dipandang pada satu bidang. Berkurangnya kecepatan aliran udara disebabkan sebagian energi kinetik angin diserap oleh rotor turbin angin. Pada kenyataannya, putaran rotor menghasilkan perubahan kecepatan angin pada arah tangensial yang akibatnya mengurangi jumlah total energi yang dapat diambil dari angin.

Walaupun teori elementer Betz telah mengalami penyederhanaan, namun teori ini cukup baik untuk menjelaskan bagaimana energi angin dapat dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya.

Dengan menganggap bahwa kecepatan udara yang melalui penampang A adalah sebesar Uo, maka aliran volume udara yang melalui penampang rotor pada setiap satuan waktu adalah :

̇ (kg/s) ... (2.6)

dimana :

̇ : laju volume udara ( )

: kecepatan angin (m/s) : luas area

Dengan demikian laju aliran massa :

̇ (kg/s) ... (2.7)

dimana :

A = sapuan rotor ( )

Dengan demikian, laju aliran massa : = massa jenis udara (kg/ )

Persamaan yang menyatakan energi kinetik melalui penampang A pada setiap satuan waktu dapat dinyatakan sebagai daya yang melalui penampang A adalah:

(8)

dimana :

P : daya mekanik (Watt)

Energi dapat diambil dari angin dengan mengurangi kecepatannya. Artinya kecepatan udara dibelakang rotor akan lebih rendah daripada kecepatannya. Berarti kecepatan udara di belakang rotor akan lebih rendah daripada kecepatan udara didepan rotor. Energi mekanik yang diambil dari angin satuan waktu didasarkan pada perubahan kecepatannya dapat dinyatakan dengan persamaan :

( ) (W) ... (2.9)

dimana :

P : daya yang diekstraksi (Watt) ρ : massa jenis udara (kg/ )

: luas penampang aliran udara sebelum melalui rotor ( ) : luas penampang aliran udara setelah melalui rotor ( ) : kecepatan aliran udara sebelum melewati rotor (m/s) : kecepatan aliran udara setelah melewati rotor (m/s)

dengan asumsi massa jenis tidak mengalami perubahan maka sesuai hukum kontinuitas sebagai berikut :

(kg/s) ... (2.10)

Gambar 2.7 Model Aliran dari Teori Momentum Beltz (Sumber : Hau, 2006)

(9)

maka :

̇( ) (W) ... (2.11)

dari persamaan 2.11 dapat disimpulkan bahwa daya terbesar yang diambil dari angin adalah jika bernilai nol, yaitu angin berhenti setelah melalui rotor, namun hal ini tidak dapat terjadi karena tidak memenuhi hukum kontinuitas. Energi angin yang diubah akan semakin besar jika semakin kecil, atau dengan kata lain rasio

harus semakin besar.

Persamaan lainnya yang diperlukan untuk mencari besarnya daya yang dapat diambil adalah persamaan momentum :

̇( ) (N) ... (2.12)

dimana :

F : gaya (N)

̇ : laju aliran massa udara (kg/s)

sesuai dengan hukum kedua Newton bahwa gaya aksi akan sama dengan gaya reaksi, gaya yang diberikan udara kepada rotor akan sama dengan gaya hambat oleh rotor yang menekan udara kearah yang berlawanan dengan arah gerak udara. Daya yang diperlukan untuk menghambat aliran udara adalah :

̇( ) (W) ... (2.13)

dimana :

U‟ : kecepatan aliran udara pada rotor (m/s)

kedua persamaan diatas digabungkan menunjukkan hubungan :

(10)

sehingga

( ) (m/s) ... (2.15)

maka kecepatan aliran udara ketika melalui rotor adalah :

( )

(m/s) ... (2.16)

laju aliran massa menjadi :

̇ ( ) (kg/s) ... (2.17)

maka besarnya keluaran daya mekanik yang telah diubah adalah :

( )( ) (W) ... (2.18)

Untuk melengkapi uraian dari besarnya keluaran daya mekanik ini, harus dibandingkan dengan daya yang terkandung pada aliran angin yang melewati luasan area A yang sama, yaitu persamaan 2.8, besarnya rasio perbandingan antara keluaran daya mekanik yang telah diubah dari energi angin dengan daya yang terkandung pada angin Po disebut dengan “power coefficient”Cp dengan persamaan :

( )( )

... (2.19)

Koefisien daya tersebut dapat diubah menjadi fungsi dari perbandingan kecepatan U2/U1, yaitu :

| ( ) | | | ... (2.20)

Koefisien daya hasil dari konversi daya angin ke daya mekanis turbin tergantung pada perbandingan dari kecepatan angin sebelum dan sesudah dikonversikan. Jika

(11)

keterkaitan ini di plot ke dalam grafik, secara langsung solusi analitis juga dapat ditemukan dengan mudah. Dapat dilihat bahwa koefisien daya mencapai maksimum pada rasio kecepatan angin tertentu seperti pada terlihat pada gambar

Gambar 2.8 Koefisien Daya Berbanding Dengan Rasio Kecepatan Aliran Sebelum dan Setelah Konversi Energi

(Sumber : Hau, 2006)

Dengan U2/U1 = 1/3, besarnya effisiensi teoritis atau ideal atau maksimum dari turbin angin Cp adalah :

... (2.21)

Denga kata lain, turbin angin dapat mengkonversikan tidak lebih dari 60% tenaga total angin menjadi tenaga berguna. Betz adalah orang pertama yang menemukan nilai ini, untuk itu nilai ini disebut juga dengan Betz factor.

Mengetahui bahwa koefisien daya maksimum yang ideal dicapai pada U2/U1=1/3, kecepatan angin yang melalui rotor menjadi :

... (2.22)

(12)

... (2.23) Gambar berikut menunjukkan asumsi bahwa roda turbin mempunyai ketebalan a-b , tekanan masuk Po dan V1 dan pada bagian keluar P2 dan V2. V2 lebih kecil dari pada V1 karena energi kinetiknya telah diambil oleh sudu turbin.

Gambar 2.9 Profil Tekanan dan Kecepatan Angin yang Melalui Turbin Angin Jenis Propeller Sumbu Horisontal

(Sumber : Hau, 2006)

2.4 TIP SPEED RATIO

Tip speed ratio (rasio kecepatan ujung) adalah rasio kecepatan ujung rotor terhadap kecepatan angin bebas. Untuk kecepatan angin nominal yang tertentu, tip speed ratio akan berpengaruh pada kecepatan rotor. Turbin angin tipe lift akan memiliki tip speed ratio yang relatif lebih besar dibandingkan dengan turbin angin

drag.

Tip speed ratio dihitung dengan persamaan :

... (2.24)

dengan :

λ : tip speed ratio r : jari-jari rotor (m)

(13)

n : putaran rotor (rpm) u : kecepatan angin ( ⁄ )

Gambar berikut menunjukkan variasi nilai tip speed ratio dan koefisien daya untuk berbagai macam turbin angin.

Gambar 2.10 Variasi Tip Speed Ratio Dan Koefisien Daya Pada Berbagai Jenis Turbin Angin

(Sumber : Hau, 2006)

2.5 TURBIN ANGIN

Turbin angin merupakan mesin dengan sudu berputar yang mengonversikan energi kinetik angin menjadi energi mekanik. Jika energi mekanik digunakan langsung secara permesinan seperti pompa atau grinding stones, maka mesin (turbin) disebut windmill. Jika energi mekanik dikonversikan menjadi energi listrik, maka mesin disebut turbin angin atau wind energy converter (WEC).

Turbin angin sebagai mesin konversi energi dapat digolongkan berdasarkan prinsip aerodinamik yang dimanfaatkan rotornya. Berdasarkan prinsip aerodinamik, turbin angin dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Jenis drag yaitu prinsip konversi energi yang memanfaatkan selisih koefisien

(14)

Pengelompokan turbin angin berdasarkan prinsip aerodinamik pada rotor yang dimaksud yaitu apakah rotor turbin angin mengekstrak energi angin memanfaatkan gaya drag dari aliran udara yang melalui sudu rotor atau rotor angin mengekstrak energi angin dengan memanfaatkan gaya lift yang dihasilkan aliran udara yang melalui profil aerodinamis sudu. Kedua prinsip aerodinamik yang dimanfaatkan turbin angin memiliki perbedaan putaran pada rotornya, dengan prinsip gaya drag memiliki putaran rotor relatif rendah dibandingkan turbin angin yang rotornya menggunakan prinsip gaya lift.

Jika dilihat dari arah sumbu rotasi rotor, turbin angin dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Turbin angin sumbu horizontal (TASH) 2. Turbin angin sumbu vertikal (TASV)

2.5.1 Turbin Angin Sumbu Horizontal (TASH)

Turbin angin sumbu horizontal merupakan turbin angin yang sumbu rotasi rotornya paralel terhadap permukaan tanah. Turbin angin sumbu horizontal memiliki poros rotor utama dan generator listrik di puncak menara dan diarahkan menuju dari arah datangnya angin untuk dapat memanfaatkan energi angin. Rotor turbin angin kecil diarahkan menuju dari arah datangnya angin dengan pengaturan baling – baling angin sederhana sedangkan turbin angin besar umumnya menggunakan sensor angin dan motor yang mengubah rotor turbin mengarah pada angin. Berdasarkan prinsip aerodinamis, rotor turbin angin sumbu horizontal mengalami gaya lift dan gaya drag,

namun gaya lift jauh lebih besar dari gaya drag sehingga rotor turbin ini lebih dikenal dengan rotor turbin tipe lift, seperti terlihat pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Gaya Aerodinamik Rotor Turbin Angin Ketika Dilalui Aliran Udara (Sumber : Hau, 2006)

(15)

Dilihat dari jumlah sudu, turbin angin sumbu horizontal terbagi menjadi: 1. Turbin angin satu sudu (single blade)

2. Turbin angin dua sudu (double blade) 3. Turbin angin tiga sudu (three blade) 4. Turbin angin banyak sudu (multi blade)

Gambar 2.12 Jenis turbin angin berdasarkan jumlah sudu

(Sumber: Manwell, 2002)

2.5.2 Turbin Angin Sumbu Vertikal (TASV)

Turbin angin sumbu vertikal merupakan turbin angin yang sumbu rotasi rotornya tegak lurus terhadap permukaan tanah. Jika dilihat dari efisiensi turbin, turbin angin sumbu horizontal lebih efektif dalam mengekstrak energi angin dibanding dengan turbin angin sumbu vertikal.

Meskipun demikian, turbin angin vertikal memiliki keunggulan, yaitu:

 Turbin angin sumbu vertikal tidak harus diubah posisinya jika arah angin berubah, tidak seperti turbin angin horizontal yang memerlukan mekanisme tambahan untuk menyesuaikan rotor turbin dengan arah angin.

 Tidak membutuhkan struktur menara yang besar

 Konstruksi turbin sederhana

 Turbin angin sumbu vertikal dapat didirikan dekat dengan permukaan tanah, sehingga memungkinkan menempatkan komponen mekanik dan komponen elektronik yang mendukung beroperasinya turbin.

Jika dilihat dari prinsip aerodinamik rotor yang digunakan, turbin angin sumbu vertikal dibagi menjadi dua bagian yaitu:

(16)

Turbin angin Darrieus pada umumnya dikenal sebagai turbin eggbeater. Turbin angin Darrieus pertama kali ditemukan oleh Georges Darrieus pada tahun 1931. Turbin angin Darrieus merupakan turbin angin yang menggunakan prinsip aerodinamik dengan memanfaatkan gaya lift pada penampang sudu rotornya dalam mengekstrak energi angin.

Turbin Darrieus memiliki torsi rotor yang rendah tetapi putarannya lebih tinggi dibanding dengan turbin angin Savonius sehingga lebih diutamakan untuk menghasilkan energi listrik. Namun turbin ini membutuhkan energi awal untuk mulai berputar. Rotor turbin angin Darrieus pada umumnya memiliki variasi sudu yaitu dua atau tiga sudu. Modifikasi rotor turbin angin Darrieus disebut dengan turbin angin H.

Gambar 2.13 Jenis-Jenis Turbin Darrieus (Sumber: Manwell, 2002)

2. Turbin Angin Savonius

Penjelasan tentang turbin angin Savonius akan dibahas pada sub bab 2.6 berikut.

2.6 TURBIN ANGIN SAVONIUS

Turbin angin Savonius pertama kali diperkenalkan oleh insinyur Finlandia Sigurd J. Savonius pada tahun 1922. Turbin angin sumbu vertikal yang terdiri dari dua sudu berbentuk setengah silinder (atau elips) yang dirangkai sehingga membentuk „S‟, satu sisi setengah silinder berbentuk cembung dan sisi lain berbentuk cekung yang dilalui angin seperti pada gambar 2.14. Berdasarkan prinsip aerodinamis, rotor turbin ini memanfaatkan gaya hambat (drag)saat mengekstrak energi angin dari aliran angin yang melalui sudu turbin. Koefisien hambat permukaan cekung lebih besar daripada

(17)

permukaan cembung. Oleh sebab itu, sisi permukaan cekung setengah silinder yang dilalui angin akan memberikan gaya hambat yang lebih besar daripada sisi lain sehingga rotor berputar. Setiap turbin angin yang memanfaatkan potensi angin dengan gaya hambat memiliki efisiensi yang terbatasi karena kecepatan sudu tidak dapat melebihi kecepatan angin yang melaluinya.

Gambar 2.14 Prinsip Rotor Savonius (Sumber : Mohamed, 2010)

Dengan memanfaatkan gaya hambat, turbin angin savonius memiliki putaran dan daya yang rendah dibandingkan dengan turbin angin Darrius. Meskipun demikian turbin savonius tidak memerlukan energi awal memulai rotor untuk berputar yang merupakan keunggulan turbin ini dibanding turbin Darrieus.

Daya dan putaran yang dihasilkan turbin savonius relatif rendah, sehingga pada penerapannya digunakan untuk keperluan yang membutuhkan daya kecil dan sederhana seperti memompa air. Turbin ini tidak sesuai digunakan untuk pembangkit listrik dikarenakan tip speed ratio dan faktor daya yang relatif rendah.

Menurut Mohamed (2010), Savonius adalah sebuah turbin angin vertikal yang berputar lambat (λ ≈1) dan memiliki efisiensi yang rendah sampai 2 yang paling maksimal. Namun demikian, turbin ini memiliki beberapa keuntungan untuk aplikasi yang khusus seperti sederhana dan biaya yang rendah. Dan inilah yang menjadi ruang untuk dikembangkan.

Menurut Hau (2006) jenis yang paling sederhana dalam mengkonversi energi dapat dicapai dengan cara penerapan hambatan atau drag murni pada suatu permukaan seperti pada gambar. Udara yang mengenai permukaan A dengan

(18)

kecepatan Uw, maka daya yang dapat ditangkap P, dapat dihitung dari aerodinamis hambatan D, luas penampang A dan kecepatan U adalah :

(W) ... (2.25)

Gambar 2.15 Kondisi aliran dan Gaya Aerodinamis pada Turbin Jenis Drag (Sumber : Hau, 2006)

Mesin drag ideal terdiri dari alat dengan permukaan penghalang digerakkan angin atau flaps bergerak paralel terhadap aliran angin merata dengan kecepatan . Perbedaan tekanan jarak lintas stasioner flap dijaga tegak lurus terhadap kecepatan angin. Untuk flap dengan luas sapuan bergerak dengan kecepatan , gaya drag

penggerak maksimum adalah:

( ) ⁄ ... (2.26)

Koefisien hambat (drag) tak berdimensi adalah digunakan untuk menggambarkan alat dilihat dari yang ideal, sehingga gaya hambat menjadi:

( ) ⁄ ... (2.27)

(19)

( ) ... (2.28)

Daya maksimum pada nilai saat ⁄ , sehingga

... (2.29) Koefisien daya didefenisikan dari persamaan (2.19) didapat

⁄ ... (2.30) Sehingga

... (2.31)

Gambar 2.16 Turbin Drag Sederhana dan Model U, Kecepatan dari Aliran Udara Yang Tidak Terganggu ,Ω Kecepatan Sudut dari Rotor Turbin dan Radius r

(Sumber : Manwell, 2002)

Nilai dari mendekati nol sampai titik maksimum, maksimum kira – kira 1,5 untuk bentuk cekung yang digunakan pada anemometer standard. Dengan demikian, koefisien daya maksimum untuk drag machine adalah:

( ) ( ) ... (2.32) Hal ini dibandingkan dengan kriteria Betz‟ untuk turbin „ideal‟ dengan

.. Ditunjukkan bahwa turbin tipe lift memiliki koefisien daya 30%

(20)

Betz‟. Daya ekstraksi dari drag machine dapat ditingkatkan dengan penggabungan

flap atau dengan memperbaiki konsentrasi aliran angin. Cara memperbaiki drag machine memiliki hal yang sama dengan rotor turbin Savonius.

2.7 GAYA AERODINAMIK PADA ROTOR

Ada dua macam gaya yang menggerakan rotor pada turbin angin, yaitu gaya lift dan drag. Gaya lift adalah gaya pada arah tegak lurus arah aliran yang dihasilkan ketika fluida bergerak melalui benda yang berpenampang airfoil. Jika penampang airfoil menyapu udara dengan kecepatan tertentu maka tekanan udara pada bagian atas sayap akan lebih kecil dari bagian bawah sayap, hal ini menyebabkan adanya gaya angkat pada sayap tersebut yang disebut gaya lift. Sedangkan gaya drag adalah gaya hambat yang arahnya berlawanan dengan arah gerak benda.

Turbin angin jenis drag umumnya memiliki koefisien daya yang relatif rendah karena banyak terjadi rugi-rugi yang ditimbulkan oleh turbulensi yang terjadi. Kecepatan putar rotornya juga relatif rendah. Turbin angin jenis lift memiliki koefisien daya yang relatif besar dan kecepatan sudut rotor yang relatif tinggi dibandingkan dengan turbin angin jenis drag.

Menurut Streeter (1996), hambatan atau drag adalah komponen gaya yang sejajar dengan kecepatan mendekati relatif yang dilakukan terhadap benda oleh fluida yang bergerak. Koefisien hambat berdefinisi :

... (2.33)

dimana :

D = gaya drag (N)

= massa jenis udara ( ⁄ ) A = luas penampang ( ) u = kecepatan udara ( ⁄ ) Cd = koefisien hambat

(21)

Tabel 2.1 Koefisien – koefisien Hambat yang Khas Bagi Berbagai Silinder Dalam Aliran Dua Dimensi

(Sumber : Streeter, 1996)

Menurut Reksoatmodjo (2005), untuk penerapan teori Betz pada turbine angin Savonius perlu memperhatikan penyimpangan – penyimpangan dari asumsi – asumsi yang digunakan oleh Betz. Pertama, Betz mengansumsikan jumlah sudu – sudu turbin tak terhingga, sedangkan pada turbin Savonius jumlah sudu – sudu hanya dua. Kedua, Betz mengasumsikan aliran udara laminar, sedangkan dalam kenyataannya terutama pada kecepatan angin pada bilangan Beaufort Bn 10 atau 26 m/s aliran udara diperkirakan tidak sepenuhnya laminar sehingga pengaruh bilangan Reynold akan menentukan besar-kecilnya koefisien hambatan Cd. Jika sudu – sudu berbentuk setengah bola Cd = 1.42 kalau angin berhembus pada sisi cekung dan Cd = 0.34 jika angin berhembus pada sisi cembung (bilangan Reynold 104 < NR <106) (Hughes dan Brighton, 1967:85 dalam Reksoatmodjo, 2005). Untuk sudu – sudu berbentuk

(22)

setengah silinder harga – harga itu sama dengan 2.3 dan 1.2 (bilangan Reynold 4 x 104) (Streeter, 1996).

Karena adanya perbedaan koefisien hambatan pada sudu – sudu, maka penerapan teori Betz dilakukan dengan asumsi U = U1 dan U2 = C = R (kecepatan rotor). Gaya aerodinamik yang bekerja pada sudu – sudu proporsional dengan (U + C)2 pada arah melawan hembusan angin dan (U – C)2 pada arah hembusan angin. Dengan demikian daya yang dihasilkan dapat dinyatakan dengan persamaan :

[ ( ) ( ) ] ... (2.34)

disederhanakan menjadi :

[ ( ) ( ) ] ... (2.35)

tanda minus pada awal persamaan 2.34 dan 2.35 menunjukkan bahwa, daya yang dihasilkan merupakan reaksi terhadap daya angin. Penyelesaian persamaan 2.35 menghasilkan :

[ ( ) ( ) ]

[ ( ) ( )]

[( ) ( ) ( ) )] ... (2.36)

2.8 GENERATOR

Generator adalah salah satu komponen yang dapat mengubah energi gerak menjadi energi listrik. Prinsip kerjanya dapat dipelajari dengan teori medan elekronik. Poros pada generator dipasang dengan material ferromagnetic permanen. Setelah itu disekeliling poros terdapat stator yang bentuk fisisnya adalah kumparan-kumparan kawat yang membentuk loop. Ketika poros generator mulai berputar maka akan terjadi perubahan fluks pada stator yang akhirnya karena terjadi perubahan tegangan dan arus

(23)

listrik tertentu. Tegangan dan arus listrik yang dihasilkan ini disalurkan melalui kabel jaringan listrik. Berdasarkan arus yang disalurkan generator menjadi dua jenis yaitu generator AC (bolak balik) dan generator DC (searah). Generator AC atau altenator bekerja pada prinsip yang sama dari induksi elektromagnetik sebagai generator DC. Arus bolak balik dapat dihasilkan dari perputaran lilitan pada medan magnet atau perputaran medan magnet pada lilitan stasioner (seimbang/tidak berubah). Nilai dari tegangan tergantung pada:

- Jumlah perputaran pada lilitan - Kekuatan medan

- Kecepatan rotasi lilitan/medan magnet

2.8.1 Generator Arus Bolak Balik (AC)

Sebuah generator arus bolak balik mengkonversikan energi mekanik menjadi energi listrik berdasarkan prinsip induksi elektromegnetik. Dalam pembelajaran secara magnetik, menunjukkan arus yang dibawa konduktor menghasilkan sebuah daerah magnet disekelilingnya. Ini juga akan merubah medan magnet yang akan menghasilkan elektromagnetik pada konduktor. Jika sebuah konduktor berada dalam medan magnet atau diantara medan magnet itu dan pergerakan konduktor. Ini yang disebut dengan induksi elektromagnet. Listrik Arus bolak-balik (listrik AC -- alternating current) adalah arus listrik dimana besarnya dan arahnya arus berubah-ubah secara bolak-balik. Berbeda dengan listrik arus searah dimana arah arus yang mengalir tidak berubah-ubah dengan waktu. Bentuk gelombang dari listrik arus bolak-balik biasanya berbentuk gelombang sinusoida, karena ini yang memungkinkan pengaliran energi yang paling efisien. Karakteristik dari daya yang dihasilkan oleh generator arus bolak balik adalah adanya nilai faktor daya.

Faktor daya atau faktor kerja adalah perbandingan antara daya aktif (watt) dengan daya semu/daya total (VA), atau cosinus sudut antara daya aktif dan daya semu/daya total (lihat gambar 2.17). Daya reaktif yang tinggi akan meningkatkan sudut ini dan sebagai hasilnya faktor daya akan menjadi lebih rendah. Faktor daya selalu lebih kecil atau sama dengan satu. Secara teoritis, jika seluruh beban daya yang dipasok oleh perusahaan listrik memiliki faktor daya satu, maka daya maksimum yang

(24)

yang terinduksi dan jika faktor daya berkisar dari 0,2 hingga 0,5, maka kapasitas jaringan distribusi listrik menjadi tertekan. Jadi, daya reaktif (VAR) harus serendah mungkin untuk keluaran kW yang sama dalam rangka meminimalkan kebutuhan daya total (VA). Faktor Daya / Faktor kerja menggambarkan sudut phasa antara daya aktif dan daya semu. Faktor daya yang rendah merugikan karena mengakibatkan arus beban tinggi. Perbaikan faktor daya ini menggunakan kapasitor.

Gambar 2.17 Bentuk gelombang pada arus bolak balik (sumber : Fogiel, 2004.)

Dalam sistem listrik AC/Arus Bolak-Balik ada tiga jenis daya yang dikenal, khususnya untuk beban yang memiliki impedansi (Z), yaitu:

• Daya semu (S, VA, Volt Amper) • Daya aktif (P, W, Watt)

• Daya reaktif (Q, VAR, Volt Amper Reaktif)

Untuk rangkaian listrik AC, bentuk gelombang tegangan dan arus sinusoida, besarnya daya setiap saat tidak sama. Maka daya yang merupakan daya rata-rata diukur dengan satuan Watt, Daya ini membentuk energi aktif persatuan waktu dan dapat diukur dengan kwh meter dan juga merupakan daya nyata atau daya aktif (daya poros, daya yang sebenarnya) yang digunakan oleh beban untuk melakukan tugas tertentu.

Sedangkan daya semu dinyatakan dengan satuan Volt-Ampere (disingkat, VA), menyatakan kapasitas peralatan listrik, seperti yang tertera pada peralatan generator

(25)

dan transformator. Pada suatu instalasi, khususnya di pabrik/industri juga terdapat beban tertentu seperti motor listrik, yang memerlukan bentuk lain dari daya, yaitu daya reaktif (VAR) untuk membuat medan magnet atau dengan kata lain daya reaktif adalah daya yang terpakai sebagai energi pembangkitan flux magnetik sehingga timbul magnetisasi dan daya ini dikembalikan ke sistem karena efek induksi elektromagnetik itu sendiri, sehingga daya ini sebenarnya merupakan beban (kebutuhan) pada suatu sistim tenaga listrik.

Pada sistem arus bolak-balik, daya listrik tidak sesederhana pada sistem arus searah. Pada arus bolak-balik terdapat tiga jenis daya, yaitu daya semu, daya aktiv, dan daya reaktif, secara matematis :

S = P + jQ ... (2.37)

Dimana daya semu (S) merupakan hasil penjumlahan daya aktiv (P) dengan daya reaktif (jQ) secara vektoris. Daya semu merupakan hasil perkalian langsung antara tegangan kerja dengan Arus konsumsi peralatan listrik yang terpasang

S = V x I ... (2.38)

Gambar 2.18 Hubungan antara daya semu, daya aktif dan daya reaktif (sumber : www.scribd.com)

Daya aktif, merupakan daya yang digunakan oleh peralatan, sedangkan daya reaktif daya yang ditimbulkan oleh komponen reaktif induktor yang bersifat rugi-rugi sistem jaringan listrik. Karena penjumlahan daya aktiv (P) dengan daya reaktif (S) secara vektoris maka besarnya perbandingan antara daya aktiv terhadap daya semu merupakan fungsi cosinus.

(26)

2.8.2 Generator Arus Searah DC

Generator DC merupakan sebuah perangkat mesin listrik dinamis yang mengubah energi mekanis menjadi energi listrik. Generator DC menghasilkan arus DC / arus searah. Generator DC dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan dari rangkaian belitan magnet atau penguat eksitasinya terhadap jangkar (anker), jenis generator DC yaitu :

1. Generator penguat terpisah 2. Generator shunt

3. Generator kompon

Pada umumnya generator DC dibuat dengan menggunakan magnet permanent dengan 4-kutub rotor, regulator tegangan digital, proteksi terhadap beban lebih, starter eksitasi, penyearah, bearing dan rumah generator atau casis, serta bagian rotor. Gambar 2.19 menunjukkan gambar potongan melintang konstruksi generator DC.

Gambar 2.19 Konstruksi generator DC (sumber : Gunawan, 2010)

Generator DC terdiri dua bagian, yaitu stator, yaitu bagian mesin DC yang diam, dan bagian rotor, yaitu bagian mesin DC yang berputar. Bagian stator terdiri dari: rangka motor, belitan stator, sikat arang, bearing dan terminal box. Sedangkan bagian rotor terdiri dari: komutator, belitan rotor, kipas rotor dan poros rotor.

Syarat untuk dapat dibangkitkan GGL adalah : • Harus ada konduktor ( hantaran kawat )

(27)

• Harus ada medan magnetik

• Harus ada gerak atau perputaran dari konduktor dalam medan, atau ada fluksi yang berubah yang memotong konduktor itu

Gambar 2.20 Prinsip kerja generator DC (sumber : Gunawan, 2010)

Untuk perolehan arus searah dari tegangan bolak-balik, meskipun tujuan utamanya adalah pembangkitan tegangan searah, tampak bahwa tegangan kecepatan yang dibangkitkan pada kumparan jangkar merupakan tegangan bolak-balik. Bentuk gelombang yang berubah-ubah tersebut karenanya harus disearahkan. Untuk mendapatkan arus searah dari arus bolak balik dengan menggunakan

• Saklar • Komutator • Dioda

1. Sistem Saklar

Saklar berfungsi untuk menghubungsingkatkan ujung-ujung kumparan. Prinsip kerjanya adalah sebagai berikut :

Bila kumparan jangkar berputar, maka pada kedua ujung kumparan akan timbul tegangan yang sinusoida. Bila setengah periode tegangan positif saklar di hubungkan, maka tegangan menjadi nol. Dan bila saklar dibuka lagi akan timbul lagi tegangan. Begitu seterusnya setiap setengah periode tegangan saklar dihubungkan, maka akan di

(28)

2. Sistem Komutator

Komutator berfungsi sebagai saklar, yaitu untuk menghubungsingkatkan kumparan jangkar. Komutator berupa cincin belah yang dipasang pada ujung kumparan jangkar. Bila kumparan jangkar berputar, maka cincin belah ikut berputar. Karena kumparan berada dalam medan magnet, akan timbul tegangan bolak balik sinusoidal. Bila kumparan telah berputar setengah putaran, sikat akan menutup celah cincin sehingga tegangan menjadi nol. Karena cincin berputar terus, maka celah akan terbuka lagi dan timbul tegangan lagi. Bila perioda tegangan sama dengan perioda perputaran cincin, tegangan yang timbul adalah tegangan arus searah gelombang penuh.

Gambar 2.21 Efek Komutasi (sumber : Gunawan, 2010)

3. Sistem Dioda

Dioda adalah komponen pasif yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: • Bila diberi prasikap maju (forward bias) bisa dialiri arus.

• Bila diberi prasikap balik (reverse bias) dioda tidak akan dialiri arus.

Pada generator arus searah DC hanya menghasilkan daya aktif (Watt) maka, rumus daya untuk arus searah adalah :

P = V x I ... (2.40) dimana : P = daya aktif (watt)

(29)

V = tegangan DC (volt) I = arus (ampere)

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Terjadinya Angin Dunia  (Sumber :  http://gienzmedia.blogspot.com )
Gambar 2.2 Siklus Angin Antara Lembah dan Pegunungan  (Sumber : Manwell, 2002)
Gambar 2.3 Aliran Angin di Kawasan Indonesia  (Sumber : http://www.bmg.go.id, 2011)
Gambar 2.4 Grafik Kecepatan Angin Rata-rata di Bagian Daerah SUMUT (a)  Tahun 2008 (b) Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam chapter 4 dijelaskan perubahan dari transmisi data ke komunikasi data untuk 2 device yang terhubung dengan suatu medium transmisi untuk menukar data digital, kerjasama yang

pemberian layanan hukum oleh posbakum pada perkara pidana kepada masyarakat kurang mampu di pengadilan, Posbakum pengadilan Negeri. mengalami

Alhamdulillah Puji Syukur Peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal yang berjudul

Berdasarkan informasi hasil pengujian pada Tabel 2 salah satu penyebab dari penilaian performa yang tidak baik disebabkan oleh sebagian besar waktu load website digunakan

Sedangkan Ardana et al (2012: 270) menyatakan bahwa “Produktivitas kerja adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan partisipasi tenaga kerja dalam

Salah satu aplikasi sel elektrolisis adalah pada proses yang disebut penyepuhan.Dalam proses penyepuhan,logam yang lebih mahal dilapiskan (diendapkan sebagai lapisan tipis)

Komposisi Bahan