• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN TEPUNG DAGING TULANG LEHER AYAM PEDAGING PADA PEMBUATAN MAKANAN RINGAN (SNACK) UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI SKRIPSI SENDY ARINAHATIEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN TEPUNG DAGING TULANG LEHER AYAM PEDAGING PADA PEMBUATAN MAKANAN RINGAN (SNACK) UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI SKRIPSI SENDY ARINAHATIEN"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN TEPUNG DAGING TULANG LEHER AYAM

PEDAGING PADA PEMBUATAN MAKANAN RINGAN

(SNACK) UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI

SKRIPSI

SENDY ARINAHATIEN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

(2)

RINGKASAN

SENDY ARINAHATIEN. D14201007. 2005. Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging pada Pembuatan Makanan Ringan (Snack) untuk Meningkatkan Nilai Gizi. Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing I : Ir. Suhut Simamora, MS. Pembimbing II : Zakiah Wulandari, S.TP, MSi.

Makanan ringan (snack) merupakan salah satu jenis makanan yang dikenal masyarakat luas dan cukup popular di Indonesia, karena sifatnya yang praktis dan tahan lama membuat makanan ringan (snack) banyak dikonsumsi. Makanan ringan (snack) mempunyai daya tarik dari segi variasi bentuk dan jenisnya, sehingga sangat memungkinkan untuk diproduksi dalam skala industri. Daging-tulang leher ayam pedaging merupakan salah satu hasil ikutan ternak yang cukup potensial untuk dimanfaatkan kembali. Daging-tulang leher ayam pedaging mempunyai kandungan protein dan mineral yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam produk–produk pangan yang rendah protein dan mineral sehingga dapat meningkatkan nilai gizi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan nutrisi, sifat fisik dan tingkat penerimaan konsumen terhadap makanan ringan (snack) dengan ditambahkan tepung daging-tulang leher ayam pedaging sehingga dapat meningkatkan nilai gizinya. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memanfaatkan hasil ikutan rumah pemotongan ayam (RPA) sehingga mampu memberikan nilai tambah daging-tulang leher ayam pedaging sebagai bahan pangan. Proses pembuatan makanan ringan (snack) dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging. Tahap kedua pembuatan makanan ringan (snack) dengan perlakuan berbagai konsentrasi tepung daging-tulang leher ayam pedaging, analisis kandungan nutrisi, sifat fisik dan uji organoleptik.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola searah dengan tiga kali ulangan. Penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging adalah sebanyak 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10%. Bila sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata dari peubah yang diukur, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Data organoleptik dianalisa secara statistik non parametrik dengan uji Kruskal wallis dan jika hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji beda rataan rangking yang dikembangkan oleh Gibbons.

Hasil analisis kandungan nutrisi snack menghasilkan kadar air berkisar 4,53– 4,11%; kadar protein 9,87–16,15%; kadar lemak 21,87–24,85%; kadar karbohidrat 61,09–47,78%; kadar abu 2,62–7,09%; kadar kalsium 0,029–0,588% dan kadar fosfor 0,063–0,095%. Kadar protein, kadar karbohidrat, kadar abu, kadar kalsium dan kadar fosfor menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) sedangkan untuk kadar lemak menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0,05), sedangkan kadar air tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.

Hasil uji fisik menunjukkan bahwa pemanfaatan penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekerasan dan densitas kamba dari produk snack yang dihasilkan. Nilai rataan umum

(3)

3 dari kekerasan adalah 1611,08±43,80 gram force dan densitas kamba sebesar 1,083±0,005 g/ml. Analisis warna secara obyektif menunjukkan perbedaan yang nyata pada warna L dan b, namun tidak berbeda nyata pada warna a dengan pemanfaatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging. Warna snack yang dihasilkan berwarna kuning dan cenderung gelap dengan semakin tingginya penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging.

Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa pemanfaatan penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging pada warna, rasa dan kerenyahan menunjukkan hasil yang berbeda nyata, sedangkan untuk tekstur dan penerimaan umum tidak menghasilkan perbedaan yang nyata. Penerimaan umum terhadap snack yang dihasilkan rata-rata panelis masih dapat menerima snack dengan penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging.

(4)

ABSTRACT

Usage of Broiler’s Neck Meat and Bone Meal in Snack for Increasing Nutrition Value

Arinahatien, S., S. Simamora., Z. Wulandari

Snack quite popular in Indonesia, it was practical and long storage characteristics made them highly consumed. Broiler’s neck meat and bone meal is one of animal by-product from animal by-product industries. It can change into meal and as an alternative source of proteins and minerals. Snack products commonly doesn’t have a balanced nutritional composition, so this research conducted to study the making of snack which increasing with broiler’s neck meat and bone meal and to evaluate the physical characteristic, nutritional composition and consumer’s acceptability of products. The nutritional content observed from the product consisted of water, protein, fat, carbohydrate, ash, calcium and phosphor. The physical analysis observed consist of hardness, kamba’s density and objective color analysis. An organoleptic test was also done. Experimental design used in this reseach was Completely Randomized Design with broiler’s neck meat and bone meal concentration as the response which five concentration stages 0%; 2,5%; 5%; 7,5% and 10%. Each stage consist three replications. The data was analyzed with Analysis of Variance and if the result was significantly different, it was followed with Duncan’s test. The panelist acceptability data was analyzed with Kruskal Wallis and if the result was significantly different, it was followed with mean rank different test that built by Gibbons. The results of nutritional content analysis seen that the water content ranged from 4,53-4,11%; protein content of 9,87-16,15%; fat 21,87-24,85%; carbohydrate 61,09-47,78%; ash 2,62-7,09% calcium 0,029-0,588% and phosphor 0,063-0,095%. The nutritional content analysis result showed that increasing that broiler’s neck meat and bone meal make significantly differences. The physical characteristic result showed that increasing of broiler’s neck meat and bone meal didn’t make significantly differences to fragility and kamba’s density. The average of fragility was 1611,08±43,80 gram force and 1,083±0,005 g/ml for kamba’s density. Objective color analysis showed that increasing of broiler’s neck meat and bone meal incline lower yellowness and got dark to the snack product. The result of organoleptic test to the colour, chicken taste and crispiness gave very obvious influence. The texture and general appearance of the snack didn’t give obvious influence.

(5)

5

PEMANFAATAN TEPUNG DAGING TULANG LEHER AYAM

PEDAGING PADA PEMBUATAN MAKANAN RINGAN

(SNACK) UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Oleh : Sendy Arinahatien

D14201007

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

(6)

Judul :

PEMANFAATAN TEPUNG DAGING TULANG LEHER AYAM PEDAGING PADA PEMBUATAN MAKANAN RINGAN (SNACK) UNTUK MENINGKATKAN NILAI GIZI

Nama : Sendy Arinahatien NRP : D.14201007

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Ir. Suhut Simamora, MS) (Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si) NIP 130 422 708 NIP 132 206 246

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc) NIP 131 624 188

(7)

7 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Trenggalek, Jawa Timur pada tanggal 14 Januari 1983 dari pasangan ayah bernama Soenarto dan ibu bernama Sumiarsih. Penulis merupakan anak kedua dari ketiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di Tk Pertiwi Unit Setwilda dan selesai pada tahun 1989, kemudian melanjutkan ke pendidikan dasar di SD Negeri Surodakan 3 Trenggalek dan selesai pada tahun 1995. Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SMP Negeri 1 Trenggalek, setelah itu melanjutkan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001 di SMU Negeri 2 Trenggalek.

Penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak yang sekarang menjadi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) Fakultas Peternakan IPB periode 2002 – 2003. Selain itu penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan di beberapa acara yang diadakan di kampus Institut Pertanian Bogor.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Sang Pemberi petunjuk atas segala pertolongan, nikmat, rahmat dan keridhoan-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah bagi junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi ini berjudul Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging pada Pembuatan Makanan Ringan (Snack) untuk Meningkatkan Nilai Gizi

ditulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis pada bulan Juli hingga Agustus 2005. Tempat Penelitian meliputi Pilot Plant yang ada di Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor untuk pembuatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging, Laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk proses pembuatan snack dan uji organoleptik serta Laboratorium Ilmu Hayati Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Kimia Pangan Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor untuk pengukuran peubah yang diamati.

Adapun penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademis maupun umum. Penulis juga menyampaikan terima kasih atas saran, kritik dan masukan guna kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Oktober 2005 Penulis

(9)

9 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... i ABSTRACT... iii RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Hasil Ikutan Ternak... 3

Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging ... 3

Kalsium ... 5

Tepung Terigu... 6

Makanan Ringan (Snack) ... 8

Pembuatan Snack... 10

Penggorengan ... 10

METODE ... 12

Lokasi dan Waktu ... 12

Materi ... 12

Rancangan Percobaan ... 13

Perlakuan... 13

Model ... 13

Peubah yang Diukur ... 13

Analisis Data ... 17

Prosedur... 18

Penelitian Tahap Pertama... 18

Penelitian Tahap Kedua ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN... 23

Penelitian Tahap Pertama... 23

Penelitian Tahap Kedua ... 23

(10)

Kadar Air... 24 Kadar Protein... 25 Kadar Lemak... 26 Kadar Karbohidrat... 27 Kadar Abu... 28 Kadar Kalsium... 29 Kadar Fosfor... 30

Rasio Kalsium : Fosfor ... 31

Sifat Fisik... 32 Densitas Kamba... 32 Kekerasan... 32 Warna... 33 Sifat Organoleptik... 34 Warna... 34

Rasa Khas Ayam ... 35

Kerenyahan ... 36

Tekstur ... 37

Penerimaan Umum ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN... 39

Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

UCAPAN TERIMA KASIH... 40

DAFTAR PUSTAKA... 41

(11)

11 DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Gizi Daging Tulang Leher Ayam Pedaging ... 4

2. Angka Kecukupan Rata-rata Kalsium Berbagai Golongan Usia... 6

3. Kandungan Nutrisi Tepung Terigu Jenis Cakra Kembar per100 g ... 8

4. Syarat Mutu Makanan Ringan... 9

5. Formulasi Bahan Pembuatan Snack dengan Memanfaatkan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging... 21

6. Kandungan Nutrisi Tepung Daging-Tulang Leher Ayam pedaging... 23

7. Hasil Nilai Rataan Kandungan Nutrisi Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging... 24

8. Rata-rata Nilai Uji Obyektif Terhadap Warna Snack dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging... 33

9. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Warna Snack... 35

10. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Rasa Khas ayam pada Snack... 36

11. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Kerenyahan Snack... 37

12. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Tekstur pada Snack... 37

13. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Penerimaan Umum pada Snack... 38

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Bagan Pembuatan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging ... 20 2. Modifikasi Bagan Alir Pembuatan Snack ... 22 3. Gambar Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging ... 23 4. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Protein dengan Tepung Daging

Tulang Leher Ayam Pedaging... 26 5. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Lemak dengan Tepung Daging

Tulang Leher Ayam Pedaging... 27 6. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Karbohidrat dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging... 28 7. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Abu dengan Tepung Daging

Tulang Leher Ayam Pedaging... 29 8. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Kalsium dengan Tepung Daging

Tulang Leher Ayam Pedaging... 30 9. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Phospor dengan Tepung Daging

Tulang Leher Ayam Pedaging... 31 10. Rata-rata Hasil Pengujian Warna L (Kecerahan) ... 34

(13)

13 DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Formulir Uji Skoring Makanan Ringan (Snack) ... 45 2. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Air Snack dengan Tepung Daging

Tulang Leher Ayam Pedaging... 47 3. Hasil Rataan dan Uji Duncan Kadar Air... 47 4. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Protein Snack dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging... 47 5. Hasil Rataan dan Uji Duncan Kadar Protein... 47 6. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Lemak Snack dengan Tepung Daging

Tulang Leher Ayam Pedaging... 48 7. Hasil Rataan dan Uji Duncan Kadar Lemak ... 48 8. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Karbohidrat Snack dengan Tepung

Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging ... 48 9. Hasil Rataan dan Uji Duncan Kadar Karbohidrat ... 48 10. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Abu Snack dengan Tepung Daging

Tulang Leher Ayam Pedaging... 49 11. Hasil Rataan dan Uji Duncan Kadar Abu ... 49 12. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Kalsium Snack dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging... 49 13. Hasil Rataan dan Uji Duncan Kadar Kalsium ... 49 14. Hasil Sidik Ragam Uji Kadar Fosfor Snack dengan Penambahan

Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging... 50 15. Hasil Rataan dan Uji Duncan Kadar Fosfor... 50 16. Hasil Sidik Ragam Uji Densitas Kamba Snack dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging... 50 17. Hasil Rataan dan Uji Duncan Densitas Kamba ... 50 18. Hasil Sidik Ragam Uji Kekerasan Snack dengan Tepung Daging

Tulang Leher Ayam Pedaging... 51 19. Hasil Rataan dan Uji Duncan Kekerasan ... 51 20. Hasil Sidik Ragam Uji Warna L Snack dengan Tepung Daging

Tulang Leher Ayam Pedaging... 51 21. Hasil Rataan dan Uji Duncan Warna L (Kecerahan)... 51 22. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Warna pada Snack... 52

(14)

23. Uji Banding Rataan Rangking Gibbons (Z0,01) Warna Snack... 52

24. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Rasa Khas Ayam pada Snack... 53 25. Uji Banding Rataan Rangking Gibbons (Z0,01) Rasa Khas Ayam

Pada Snack... 53 26. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Kerenyahan pada Snack... 53 27. Uji Banding Rataan Rangking Gibbons (Z0,01) Kerenyahan Snack... 54

28. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Tekstur pada Snack... 54 29. Hasil Analisis Non Parametrik Kruskal Wallis Uji Skoring terhadap Penerimaan Umum pada Snack... 54 30. Gambar Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher

Ayam Pedaging Sebanyak 0%... 55 31. Gambar Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher

Ayam Pedaging Sebanyak 2,5%... 55 32. Gambar Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher

Ayam Pedaging Sebanyak 5%... 55 33. Gambar Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher

Ayam Pedaging Sebanyak 7,5%... 56 34. Gambar Snack dengan Pemanfaatan Tepung Daging-Tulang Leher

Ayam Pedaging Sebanyak 10%... 56

(15)

15 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hasil ikutan ternak (animal by-products) merupakan salah satu potensi dari subsektor peternakan yang sampai saat ini masih belum banyak dimanfaatkan khususnya untuk industri pangan. Daging tulang leher ayam pedaging merupakan hasil ikutan ternak yang cukup besar peluangnya untuk dimanfaatkan kembali menjadi produk baru yang mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi. Pengolahan daging-tulang leher ayam pedaging menjadi tepung dapat mempertahankan kandungan gizi dan meningkatkan nilai ekonomisnya.

Daging tulang leher ayam pedaging mempunyai kandungan protein dan mineral yang cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam produk-produk pangan yang rendah protein dan mineralnya. Mineral yang paling banyak terkandung dalam daging-tulang leher ayam pedaging adalah kalsium yang diharapkan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia selain dari bahan makanan yang lain. Kalsium merupakan komponen gizi yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang dan gigi.

Makanan ringan (snack) merupakan salah satu jenis produk makanan yang dikenal masyarakat luas. Snack cukup popular di Indonesia sebagai makanan yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari terutama pada kalangan anak dan remaja. Snack memiliki daya tarik dari segi variasi bentuk dan jenisnya sehingga sangat memungkinkan untuk diproduksi dalam skala industri. Snack yang beredar di pasaran saat ini memiliki sedikit zat gizi serta tidak berkontribusi langsung terhadap kesehatan secara umum dalam tubuh, sehingga masyarakat pada umumnya menyebut makanan ini sebagai junk food. Umumnya produk snack yang kini hadir di pasaran adalah produk snack dengan kandungan karbohidrat lebih dominan dibandingkan dengan proporsi zat gizi lainnya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan usaha peningkatan kandungan gizi dari makanan ringan (snack) terutama kandungan protein dan mineral.

Salah satu alternatif untuk menambah kandungan gizi yang terdapat di dalam makanan ringan (snack) yaitu dengan jalan memodifikasi bahan baku dalam pembuatannya. Penggunaan bahan dengan kandungan karbohidrat yang dominan sering digunakan sebagai bahan utama makanan ringan (snack), sehingga dengan

(16)

penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging merupakan salah satu cara pemecahan permasalahan kekurangan kelengkapan kandungan gizi dalam produk makanan ringan (snack) terutama pada kandungan protein dan mineral.

Perumusan Masalah

Daging tulang leher ayam pedaging merupakan hasil ikutan dari produk peternakan yang masih dapat dimanfaatkan penggunaanya. Mengingat kandungan protein (sekitar 15,6%) dan mineral (kalsium sekitar 1,24%) yang cukup tinggi, maka daging tulang leher ayam pedaging dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang berguna untuk meningkatkan kadar protein dan mineral dari suatu bahan pangan sehingga nilai gizinya dapat meningkat.

Pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging dapat dikombinasikan dengan bahan-bahan baku snack yang mempunyai potensi sebagai makanan sumber energi yang cukup potensial. Penambahan protein dan mineral dari tepung daging tulang leher ayam pedaging diharapkan mampu meningkatkan nilai gizi khususnya kadar protein dan kadar kalsium dalam snack, sehingga terbentuk produk yang selain sebagai sumber energi tetapi juga dapat menjadi sumber protein dan kalsium.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membuat diversifikasi makanan melalui pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging yang ditambahkan dalam suatu produk makanan ringan (snack) sehingga dapat meningkatkan nilai gizinya. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa karakteristik kandungan nutrisi, sifat fisik dan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk akhir yang dihasilkan.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA Hasil Ikutan Ternak

Hasil ikutan ternak adalah hasil sampingan dari hasil utama ternak yang dianggap kurang berharga, bahkan menjadi limbah dan merupakan masalah bagi industri dan lingkungan. Jenis hasil ikutan ternak yang dapat diolah dan dimanfaatkan antara lain tulang, tulang rawan, darah, bulu, rambut, kulit, leher, kepala, kuku, kaki, lemak dan isi perut (Arqiya, 2002).

Tiga kategori umum sifat hasil ikutan ternak yaitu edibel, inedibel dan farmasi. Lebih lanjut dikatakan bahwa terdapat dua macam bentuk hasil ikutan yang edible yaitu bentuk segar dan dalam bentuk pengolahan lebih lanjut. Hasil ikutan ternak dalam bentuk segar seringkali diproses menjadi produk akhir yang biasa dikonsumsi oleh manusia, sedangkan bentuk produk olahan lebih lanjut umumnya diolah dengan menggunakan metode pengolahan seperti dengan panas, mekanik, kimia atau kombinasinya (Hardianto, 2002).

Tulang masih mengandung zat gizi dan dapat diolah menjadi tepung tulang yang biasa digunakan sebagai sumber mineral. Hasil ikutan pengolahan daging masih memiliki nutrisi yaitu protein, lemak dan mineral, maka diharapkan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi manusia. Nilai ketersediaan mineral dari tulang ayam dapat ditambahkan ke dalam bahan pangan lain seperti kerupuk, biskuit, cookies, snack dan mie kering (Rahmawan, 2005).

Daging Tulang Leher Ayam

Proses pemotongan ayam selain menghasilkan karkas juga diperoleh hasil ikutan yang terdiri dari bahan yang dapat dimakan. Hasil ikutan yang dapat dimakan adalah hati, ampela, jantung, usus, paru-paru, kepala, leher, ceker serta lemak sedangkan bulu ayam dan darah merupakan hasil ikutan yang tidak dapat dimakan (Arqiya, 2002).

Leher ayam terdiri dari daging, tulang, kulit, saluran pencernaan, saluran pernafasan serta lemak. Daging adalah semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Selanjutnya Soeparno (1992) menyatakan otot merupakan komponen utama penyusun daging. Selain itu

(18)

daging juga tersusun dari jaringan ikat epitel, jaringan-jaringan syaraf, pembuluh darah dan lemak.

Protein adalah komponen bahan kering yang terbesar dari daging. Nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan daging mengandung asam-asam amino essensial yang lengkap dan seimbang (Soeparno, 1992). Komposisi gizi daging-tulang leher ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Gizi Daging Tulang Leher Ayam Pedaging

Komposisi Kimia ---% BB--- Air Protein Kasar Lemak Serat kasar Abu Kalsium 73,5 15,61 3,83 0,78 6,22 1,24 Sumber : Arqiya (2002)

Menurut Ward dan Courts (1977), tulang merupakan salah satu tenunan pengikat. Tulang terdiri atas sel, serat-serat dan bahan pengisi. Bahan pengisi pada tulang adalah protein dan garam-garam mineral seperti kalsium fosfat sebanyak 58,3%, kalsium karbonat 1,0%, magnesium fosfat 2,1%, kalsium florida 1,9% dan protein sebanyak 30,6%.

Tepung tulang merupakan tepung yang diperoleh dengan cara memproses tulang. Tepung tulang mengandung beberapa zat nutrisi, seperti kalsium sebanyak 30,14%, fosfor 14,53%, protein 7,5% dan lemak 1,2%. Komposisi nutrisi dalam tepung tulang tersebut dapat bervariasi tergantung bahan mentah yang digunakan dan proses pengolahannya. Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1992) tepung tulang dimasukkan kriteria mutu I jika memiliki kehalusan minimum 90% lolos mesh 25, kadar air maksimal 8%, kadar lemak maksimal 3 %, kadar kalsium minimum 20% dan kadar fosfor minimum 8%. Kalsium dari tepung tulang memiliki tingkat penyerapan tertinggi pada perbandingan tingkat penyerapan (true absorbtion) 68% dari berbagai sumber kalsium terhadap anak ruminan pedaging dengan hasil yang

(19)

5 menunjukkan tingkat penyerapan tertinggi berasal dari tepung tulang (Parakkasi,1999).

Kalsium

Kalsium dalam tubuh memiliki peranan penting yaitu untuk pembentukan dan perkembangan tulang dan gigi, proses pembekuan darah serta menjaga fungsi normal otot dan syaraf (Gaman dan Sherington, 1992). Kalsium terdapat 1,5-2% dari keseluruhan berat tubuh. Lebih dari 99% kalsium terdapat dalam tulang, ini perbandingan antara kalsium dan fosfor hampir selalu tetap dan sedikit lebih besar dari 2:1. Tepung tulang ayam merupakan salah satu sumber kalsium yang murah. Kalsium dalam tepung tulang ayam (30g/100g) dengan rasio Ca:P adalah 2:1 tetapi penyerapannya belun diketahui (Sittikulwitit et al., 2004).

Nilai ketersediaan biologis kalsium dari tulang ayam presto dan tulang ayam mentah tidak berbeda jauh, namun tulang ayam presto memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan tulang ayam mentah yaitu dapat dikonsumsi langsung secara bersamaan, sedangkan untuk tulang mentah harus ditepungkan terlebih dahulu (Rahmawan, 2005). Penyebab utama osteoporosis yang sering terjadi adalah karena kekurangan estrogen dan kalsium (Katsuhiko et al., 1985). Kemampuan penyerapan kalsium akan meningkat pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses penuaan. Kemampuan penyerapan pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan pada semua golongan usia. Penyerapan kalsium terutama dilakukan secara aktif dengan menggunakan alat pengangkut protein pengikat kalsium. Penyerapan pasif terjadi pada permukaan saluran cerna (Almatsier, 2002).

Penyerapan kalsium sangat bervariasi tergantung umur dan kondisi badan. Usia anak-anak atau dewasa sekitar 50-70% kalsium yang dicerna diserap tetapi pada waktu dewasa hanya sekitar 10-40% yang diserap, selain itu garam kalsium lebih larut dalam asam, maka penyerapan kalsium terjadi pada bagian atas usus kecil tepat setelah lambung (Winarno, 1997). Kalsium yang dapat diserap dalam makanan hanya sekitar 20-30% dan sisanya melalui saluran pencernaan yang dikeluarkan dari tubuh melalui feses (Gaman dan Sherrington, 1992). Angka kecukupan kalsium bagi berbagai golongan usia dapat dilihat pada Tabel 2.

(20)

Tabel 2. Angka Kecukupan Rata-Rata Kalsium Berbagai Golongan Usia Golongan ---mg/hr--- Bayi Anak-anak Remaja Dewasa

Ibu hamil dan menyusui

300-400 500 600-700 500-800 1200 Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI (1998)

Kalsium erat kaitannya dengan kesehatan tulang karena mineral membentuk tulang. Selain itu asupan kalsium tinggi (di atas 850 mg) bisa mengurangi resiko gejala batu ginjal. Hal ini karena kalsium memiliki efek protektif dengan mengikat oksalat di usus dan mencegah penyerapan oksalat yang bisa membentuk batu. Yang lebih penting, kalsium berpengaruh terhadap masa depan kesehatan bayi. Hasil penelitian pada wanita yang diberi suplemen kalsium selama masa kehamilan menghasilkan anak-anak yang cukup terlindungi dari resiko hipertensi. (Surono, 1999). Pada masa pertumbuhan kalsium diambil dari tulang sebanyak 300 mg untuk laki-laki dan 200 mg untuk perempuan tiap harinya (Garn, 1970). Kalsium diekskresikan dari tubuh melalui feses merupakan kalsium yang tidak diserap dan sejumlah kecil kalsium yang berasal dari sekresi cairan yang masuk ke dalam saluran pencernaan (100-150 mg/hari) (Brody, 1994).

Manfaat kalsium untuk kesehatan tulang tidak dapat dipungkiri lagi dan sudah sangat jelas. Bila tubuh cukup kalsium, maka pertumbuhan dan pengerasan tulang dapat berlangsung dengan baik. Sebaliknya, kekurangan kalsium dapat menyebabkan pertumbuhan tulang tidak sempurna, antara lain kerdil, tulang rapuh dan bentuknya tidak normal. Salah satu faktor penting dalam penyerapan kalsium adalah ketersediaan yang cukup dari vitamin D. Jika kekurangan vitamin D, maka fungsinya dalam metabolisme kalsium dalam tubuh khususnya yang berkaitan dengan proses pengerasan tulang, tidak dapat berlangsung normal (Tim Penulis Nirmala, 2003)

Tepung Terigu

Tepung terigu mengandung protein 7-22%, dan tersusun oleh minimal lima jenis protein, yaitu albumin yang larut dalam air, globulin dan proteosa yang larut

(21)

7 dalam garam, gliadin yang larut dalam alkohol 70% (prolamin) dan glutenin yang larut dalam asam atau alkali (glutelin). Glutenin dan gliadin bila dicampur dengan air akan membentuk gluten (Winarno, 1997). Rasio amilosa dan amilopektin berbeda-beda untuk setiap jenis pati, dan salah satu contohnya adalah tepung terigu dimana rasio antara amilosa dan amilopektinnya berubah-ubah (Hoseney, 1998). Pati pada umumnya mengandung 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut (Muchtadi et al., 1988).

Gluten merupakan jenis protein dengan massa kohesif, viskoelastik dan dapat meregang secara elastis (Skrabanja et al., 2001). Saat terigu dibasahi dengan air, maka terjadi interaksi antara prolamin dan glutelin sehingga terbentuk kompleks gluten. Menurut Winarno (1997), glutelin lebih mempengaruhi sifat elastisitas adonan, sedangkan prolamin mempengaruhi sifat keliatan adonan. Sifat elastis adonan menyebabkan bahan adonan tidak mudah putus saat pencetakan.

Jenis tepung terigu yang sering digunakan sebagai bahan baku mie adalah terigu yang terbuat dari gandum keras. PT. Bogasari Flour Mills Jakarta pada awalnya memproduksi tiga jenis terigu, antara lain Kunci Biru, Segitiga Biru dan Cakra Kembar (Bogasari, 2003). Permintaan masyarakat pada berbagai jenis terigu, ditanggapi oleh PT. Bogasari Flour Mills dengan menciptakan berbagai ragam terigu merk Cakra Kembar Emas, Piramida berasal dari gandum lunak (kandungan protein 8-9%), Tepung Segitiga Biru terbuat dari campuran gandum lunak dan gandum keras (kandungan protein 10,5 - 11,5%) dan Tepung Cakra Kembar terbuat dari gandum keras (kandungan protein min. 13%).

Tepung terigu Cakra Kembar Emas sama dengan tepung terigu Cakra Kembar yang terbuat dari gandum keras (kandungan protein min. 14%), tepung terigu Piramida berasal dari gandum lunak (kandungan protein min. 10%) dan tepung terigu Lencana Merah terbuat dari gandum lunak (kandungan protein min. 9%) (Agustin, 2003). Tepung terigu yang mengandung protein yang tinggi (min 13 %) adalah tepung terigu Cakra Kembar dapat dilihat pada Tabel 3.

(22)

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Tepung Terigu Jenis Cakra Kembar per100 g Komposisi Jumlah Energi (kal) Air (g) Protein (g) Karbohidrat (g) Serat Kasar (g) Lemak (g) Kalsium (g) Min. 340 Maks. 14,5 13 Min. 70 0,4 0,9 1,0 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1986).

Kandungan nutrisi tepung terigu jenis cakar kembar memiliki kandungan karbohidrat yang lebih dominan. Pembuatan makanan ringan (snack) memerlukan tepung terigu yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi agar produk yang dihasilkan menjadi elastis dan tahan terhadap tarikan sewaktu proses pengolahannya (Purwanti, 2005).

Makanan Ringan (Snack)

Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan yang dikonsumsi selain atau antara waktu makan utama dalam sehari (Lusas dan Rooney, 2001). Makanan ini biasa disebut snack yang berarti sesuatu yang dapat mengobati kelaparan dan memberikan suplai energi yang cukup untuk tubuh. Jenis makanan ini sering terdiri dari bahan makanan tambahan seperti pemanis, pengawet, dan bahan tambahan (Purwanti, 2005).

Makanan ringan sudah merupakan bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada kalangan anak-anak dan remaja. Harper (1981) menyatakan bahwa makanan ringan dibedakan menjadi dua macam berdasarkan bahan dasarnya. Kelompok makanan ringan yang menggunakan bahan baku utama seperti produk ekstrusi dari jagung kemudian ditambah garam dan bumbu penyedap. Kelompok makanan ringan yang kedua yaitu makanan ringan yang memakai campuran dari beberapa sumber pati seperti gandum, campuran jagung dan beras, bahkan dicampur pula dengan kacang-kacangan seperti kedelai, kacang hijau dan lainnya. Kalsium dan fosfor dapat ditambahkan dalam pembuatan snack untuk

(23)

9 meningkatkan kandungan gizi, biasanya yang sering ditambahkan adalah trikalsium fosfat (Matz, 1984).

Makanan ringan berminyak merupakan jenis makanan ringan yang mengandung minyak nabati, baik berasal dari bahan baku maupun dari minyak yang digunakan untuk menggoreng. Pembuatan atau pengolahan makanan ringan dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penggorengan merendam (deep fat frying) dan sistem penggorengan biasa (pan frying) (Purwanti, 2005). Minyak yang terkandung dalam snack dapat menyebabkan oksidasi sehingga dapat menurunkan flavor (Lusas dan Rooney, 2001).

Bentuk makanan ringan bervariasi tergantung dari cetakannya (Purwanti, 2005). Menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 makanan ringan yaitu produk siap santap yang terbuat dari bahan baku utama pangan karbohidrat berbumbu dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain. Bahan baku utama yang digunakan bisa berasal dari terigu, beras, dan bahan pangan karbohidrat lainnya. Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 menyebabkan bahwa bahan lain yang dapat ditambahkan adalah garam, gula dan turunannya, bahan penyedap rasa dan aroma yang diizinkan, rempah-rempah dan produk olahannya, daging ternak, unggas, produk perairan dan produk olahannya, susu dan produk olahannya, sayur dan produk olahannya, vitamin dan mineral, coklat dan turunannya, minyak dan lemak serta turunannya. Syarat mutu makanan ringan menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 . Syarat Mutu Makanan Ringan

No Kriteria Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Tekstur - Normal / dapat diterima

1.2 Aroma - Normal / dapat diterima

1.3 Rasa - Normal / dapat diterima

1.4 Warna - Normal / dapat diterima

2 Benda asing - Tidak boleh ada

3 Kadar air % Maks 7.0

4 Kadar protein % Min 5.0

(24)

Syarat mutu makanan ringan menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 adalah normal dan dapat diterima untuk tekstur, aroma, rasa dan warna. Kadar air untuk makanan ringan menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia 01-6630-2002 maksimal 7% sedangkan untuk kadar protein minimum 5%.

Pembuatan Snack

Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan snack

terdiri dari garam, CMC (Carboxy Methil Cellulosa), air, bawang putih bubuk, lada bubuk, gula dan kuning telur. Garam berfungsi untuk memberi rasa, memperkuat tekstur, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas snack (Purwanti, 2005). CMC (Carboxy Methyl Cellulose) merupakan bahan tambahan yang dapat mempercepat pengembangan adonan, mencegah penyerapan minyak terlalu banyak selama penggorengan, memperbaiki ketahanan terhadap air dan mempengaruhi daya ikat adonan. Air berfungsi sebagai media reaksi antara karbohidrat dengan gluten, pelarut garam dan pembentuk sifat kenyal gluten. Gula berfungsi untuk meningkatkan rasa manis dan bersama-sama dengan garam dapat membentuk rasa gurih sedangkan lada dan bawang putih bubuk dicampurkan dimaksudkan untuk memberi cita rasa dasar terhadap snack (Purwanti, 2005). Kuning telur berfungsi untuk mengembangkan adonan dan mempercepat hidrasi air karena adanya lesitin (Agustin, 2003).

Proses pembuatan snack terdiri dari pencampuran adonan dengan bumbu-bumbu sampai adonan kalis, pencetakan dan penggorengan. Proses pencampuran bertujuan agar hidrasi air dengan tepung berlangsung merata untuk menarik serat-serat gluten sehingga terbentuk adonan yang elastis dan halus. Faktor yang harus diperhatikan dalam proses ini adalah jumlah air yang ditambahkan dan waktu pengadukan (Purwanti, 2005).

Penggorengan

Proses penggorengan terdiri dari dua cara, yaitu menggoreng dengan cara merendam bahan pangan dalam minyak (deep fat frying) dan menggoreng dengan sistem gangsa (pan frying). Adapun ciri khas dari proses gangsa adalah bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam seluruhnya dalam minyak atau lemak. Sistem perendaman (deep fat frying) membutuhkan minyak yang cukup banyak sehingga bahan pangan terendam seluruhnya (Ketaren, 1986).

(25)

11 Pada deep fat frying makanan seluruhnya terendam dalam minyak goreng sehingga lebih efisien dari pada pemanasan dengan menggunakan oven. Deep fat frying merupakan proses penggorengan yang dicirikan oleh volume minyak goreng yang lebih besar dari pada volume bahan yang digoreng pada setiap kali pemasakan (Block, 1964). Minyak goreng adalah sebagai medium penghantar panas selain itu juga mempengaruhi produk akhir (Matz, 1997).

Ketaren (1986) menyatakan bahwa pada proses penggorengan dengan sistem

deep fat frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu minyak dapat mencapai 200ºC-205ºC. Kecukupan suhu dan waktu penggorengan berbeda untuk setiap bahan, kondisi dan perlakuan. Suhu penggorengan keripik kentang memerlukan kisaran suhu antara 135ºC–204 ºC dengan waktu 5-25 detik. Semakin tebal bahan pangan maka kadar air yang terkandung dalam bahan pangan tersebut semakin tinggi sehingga proses penggorengan akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Minyak goreng dalam proses penggorengan berfungsi sebagai medium penghantar panas, penambah cita rasa dan menambah nilai gizi kalori bahan pangan (Ketaren, 1986).

(26)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dari bulan Juli sampai bulan Agustus 2005 bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Laboratorium Kimia Pangan Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Ilmu Hayati Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pilot Plant Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium FTDC (Food Technology of Development Center) Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Materi

Bahan baku yang digunakan untuk membuat tepung daging-tulang leher ayam pedaging adalah daging-tulang leher ayam pedaging yang diperoleh dari PT Sierad Produce Tbk. Parung Bogor. Sedangkan bahan lain yang dibutuhkan dalam pembuatan makanan ringan (snack) adalah tepung terigu, garam, CMC (Carboxy Methyl Cellulose), margarin, telur, gula, bawang putih bubuk, lada bubuk yang didapat dari Pasar Anyar Bogor.

Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah aquadest, selenium mix, H2SO4

pekat, asam borat 3%, HCl, NaOH, hexan, buffer phosfat, enzim pepsin, pankreatin, etanol, aseton, NaCl, air abu, air bebas ion, dan bahan-bahan kimia lain untuk analisis proksimat.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan snack adalah alat pencetak snack

(Concerto), timbangan analitik dengan ketelitian 0,01g (AND HL–100) penggilingan, kompor, penggorengan, termometer dan wadah. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung daging-tulang rawan ayam pedaging giling adalah pisau, alat presto, grinder, fluid bed dryer, wadah, panci dan disk mill. Peralatan yang digunakan dalam analisis fisik dan kimia adalah kalorimeter, Rheoner RE 3305, Chromameter Minolta CR-310, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur,

spektofotometer, pipet, kertas saring, oven, tanur listrik, desikator, labu kjeldahl, labu soxhlet dan lembar kuisioner untuk uji organoleptik.

(27)

13 Rancangan Percobaan

Perlakuan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini dikerjakan dengan 5 taraf perlakuan dengan penambahan tepung-daging tulang leher ayam pedaging yaitu 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10% dengan 3 kali ulangan.

Model

Model matematika menurut Steel dan Torrie (1995), sebagai berikut : Yij = µ + ái + åij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j µ = Rataan umum dari peubah yang diamati

ái = Taraf ke-i perlakuan penambahan daging-tulang leher ayam pedaging ke i (= 0; 2,5; 5; 7,5 dan 10)

åij = Pengaruh galat pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j ( j = 1, 2,dan 3)

Peubah yang Diukur

Analisis kandungan nutrisi yang dilakukan pada produk adalah analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar abu, kadar kalsium, dan kadar fosfor. Analisis sifat fisik meliputi uji warna, densitas kamba dan kekerasan. Selain itu dilakukan uji organoleptik menggunakan uji skoring terhadap panelis semi terlatih.

Kandungan Nutrisi

Kadar Air (AOAC, 1999). Kadar air ditentukan secara langsung dengan oven pada suhu 105ºC. Sampel seberat 3 gram dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven selama 6 jam hingga beratnya konstan. Cawan yang telah berisi contoh tersebut selanjutnya dipindahkan ke desikator, didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh berat konstan. Kadar air sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(28)

Bobot sampel awal – Bobot sampel akhir

Kadar Air % = x 100% Bobot sampel awal

Kadar Protein (AOAC, 1999). Sampel seberat 0.2 gram dimasukkan dalam labu kjedahl 30 ml kemudian ditambahkan 1 gram campuran selen dan 5 ml H2SO4 pekat.

Dilakukan destruksi selama 30 menit sampai diperoleh cairan hijau jernih. Setelah dingin, ditambahkan ± 10 ml air suling 30 ml NaOH didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H3BO3 4 % dan ditambahkan pula

indikator BCG : MM sebanyak 2:1 sebanyak 20 ml. Sampel didestilasi sampai volume penampang tiga kali volume semula dan warna berubah menjadi hijau. Hasil destilasi yang tertampung kemudian dititrasi dengan HCl 0,01 M sampai berwarna merah muda. Hal yang sama dilakukan untuk blanko. Persentasi nitrogen dan kadar proetein kasar dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(HCl – blanko) x N HCl x 14,007

Kadar Nitrogen (%) = x 100% mg sampel (kering)

Kadar protein (%) = 6,25 x Kadar Nitrogen

Kadar Lemak (AOAC, 1999). Sampel seberat 2 gram dimasukkan kedalam selongsong pengekstrak kemudian dimasukkan kedalam labu soxhlet dan diekstraksi dengan hexan didalam penangas dengan suhu 70ºC selama ± 6 jam atau dipanaskan sampai cairan dalam labu soxhlet berwarna jernih. Selanjutnya dilakukan destilasi menggunakan rotavapor sampai yang tersisa lemaknya saja. Labu tersebut kemudian dipanaskan dalan oven 105ºC selama 1 jam dieksikator dan ditimbang. Persentase kadar lemak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

100% Sampel Bobot Lemak Bobot Lemak Kadar = ×

Kadar Abu (AOAC, 1999). Sampel seberat 5 gram dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya dan dibakar di atas kasa pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dimasukkan kedalam tanur listrik dengan temperatur 600ºC selama 24 jam. Setelah selesai cawan dikeluarkan dan dimasukkan ke desikator untuk didinginkan dan ditimbang. Persentasi kadar abu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(29)

15

( )

( )

( )

100% g Sampel Bobot g Abu Bobot % Abu Kadar = ×

Kadar Karbohidrat (By-Difference). Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar Karbohidrat = 100 – (% air + % abu + % protein + % lemak)

Kadar Kalsium (Apriyantono et al. 1989). Bahan organik pada sampel dihilangkan dengan pengabuan kering dalam tanur, lalu dimasukkan 20-100 ml larutan abu kedalam gelas piala dan jika perlu ditambahkan 25-50 ml aquades. Ditambahkan 10 ml larutan alumunium oxalat jenuh dengan dua tetes indikator merah metil. Ditambahkan amoniak encer agar larutan sedikit basa, kemudian ditambahkan asam asetat sampai larutan berwarna merah muda (pH 5,0). larutan dipanaskan sampai mendidih lalu didiamkan 2-24 jam. Larutan disaring dengan kertas saring Whatman

no. 42 dan dibilas dengan aquades sampai filtrat bebas dengan oksalat. Ujung kertas saring dilubangi, dibilas dan endapan dengan H2SO4 encer panas dipindahkan dalam

gelas piala, kemudian dibilas sekali lagi dengan air panas. Titrasi dilakukan dengan larutan KMNO4 0,01 N sampai larutan berwarna merah muda permanen pertama.

Kertas saring dimasukkan dan dilanjutkan dengan titrasi sampai warna merah jambu permanen kedua. Kadar kalsium dapat dihitung dengan rumus berikut :

Hasil titrasi x 0,2 x vol. total larutan abu x 100 Mg Ca / 100g sampel =

Vol.larutan abu dipakai x Bobot sampel diabukan Bobot kalsium diperoleh

Kadar kalsium (%) = x 100% 100g sampel (kering)

Kadar Fosfor (Apriyantono et al., 1989). Dibuat larutan abu 5ml dari sampel yang diabukan, kemudian ditambahkan 5 ml larutan molibdat dan dicampur hingga merata. Asam aminonaftolsulfonat dicampur hingga merata. Asam aminonaftolsulfonat sebanyak 2 ml ditambahkan, lalu dicampur hingga merata dan diencerkan sampai volume 50 ml. Larutan blanko dibuat dengan cara yang sama dengan aquades sebagai pengganti larutan abu, didiamkan 10 menit, lalu ukur kadar P menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang 650 nm (blanko = 100% transmisi). Kurva standar dibuat dengan cara mengencerkan 10 ml larutan K3PO4

(30)

menjadi 50 ml dengan aquades. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur sebanyak 5, 10, 20, 30 dan 40 ml, kemudian tambahkan 5 ml molibdat dan 2 ml asam aminonaftosulfonat, dan diencerkan sampai volume 50 ml. Absorban masing-masing larutan diukur dan dibuat kurva hubungan konsentrasi dengan absorban. Kadar fosfor dihitung dengan rumus berikut :

mg P dari kurva standar x vol. total larutan abu x 100 Mg P / 100g sampel =

Vol.Alikuot dipakai x Bobot sampel (kering) Bobot fosfor diperoleh

Kadar fosfor (%) = x 100% 100g sampel (kering)

Sifat Fisik

Densitas Kamba (Anwar, 1990). Pengukuran dilakukan dengan cara menimbang contoh yang telah dimasukkan ke dalam gelas yang volume telah diketahui secara pasti. Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian diketuk-ketuk sampai tidak terdapat rongga lalu ditimbang.

Berat contoh (g) Densitas Kamba =

Volume contoh (ml)

Kerapuhan. Alat yang digunakan untuk mengukur sampel snack disebut Rheoner RE 3305. Probe yang digunakan merupakan probe yang dapat menekan snack sampai pecah. Beban yang digunakan 0,2 volt, test speednya 1 mm/s, chart speed 40 mm/menit, dengan jarak peak tertinggi 2 cm. Contoh yang telah direhidrasi diletakkan pada probe sedemikian rupa. Outputnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kekuatan (g) dan waktu (s). Nilai kekuatan tarikan snack

ditunjukkan pada puncak kurva dengan satuan gram force (gf).

Uji Warna (Pomeranz dan Meloan, 1978). Metode Hunter, pengujian warna dengan metode ini dengan menggunakan Chromameter Minolta CR-310. Dua puluh gram ekstrak ditambahkan 20 ml air (pH 7,0) kemudian diukur yang kemudian akan menghasilkan bilangan L (sebagai nilai kecerahan).

Uji Organoleptik (Rahayu, 1998). Uji organoleptik adalah cara mengukur, menilai atau menguji mutu suatu produk dengan menggunakan kepekaan alat indera manusia,

(31)

17 yaitu penglihatan dengan mata, penciuman dengan hidung, pencicipan dengan rongga mulut, perabaan dengan ujung jari tangan dan pendengaran dengan telinga. Sifat organoleptik dari produk makanan ringan (snack) dianalisis menggunakan uji skoring. Panelis menilai sifat spesifik makanan ringan (snack) yang meliputi warna, rasa, tekstur, aroma dan penerimaan umum. Nilai skoring berkisar dari satu sampai lima untuk masing-masing jenis penilaian. Penilaian diberikan dengan cara tidak membandingkan antara masing-masing sampel yang disajikan. Panelis yang digunakan dalam uji skoring menurut Rahayu (1998) adalah sebanyak 15-25 orang panelis agak terlatih. Formulir penilaiannya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari analisis fisik dan kimia akan diolah dengan analisis ragam. Apabila analisis ragam menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilanjutkan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1995).

Data kuantitatif hasil uji organoleptik dianalisa secara statistika non parametrik dengan uji Kruskal-Wallis (Stell dan Torrie, 1995). Persamaan statistik non parametrik uji Kruskal-Wallis adalah sebagai berikut:

H = 12/ N(N+1) x • Ri2/Ni – 3 (N + 1)

Keterangan :

Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i Ni = Jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i N = Jumlah total pengamatan.

Bila hasil dari uji Kruskal-Wallis berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji banding rataan rangking (mean comparisson rank test) yang dikembangkan oleh Gibbons (1975). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

• Ri – Rj • • Z á ( K (N + 1) / 6) 0,5 Keterangan :

Ri = Rataan rangking pada perlakuan ke-i Rj = Rataan rangking pada perlakuan ke-j

Zá = Nilai Z untuk pembanding lebih dari dua rata-rata (á = 0,05 dan 0,01)

N = Jumlah total pengamatan (Jumlah panelis x Jumlah sampel) K = Jumlah taraf dalam perlakuan (1, 2, 3,4 dan 5)

(32)

Jika nilai • Ri – Rj •• Z á ( K (N + 1) / 6) 0,5, maka perlakuan Ri dan Rj dikatakan berbeda nyata pada taraf á.

Prosedur

Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap yaitu penelitian tahap pertama yaitu pembuatan tepung-daging tulang leher ayam pedaging yang meliputi pengumpulan daging tulang leher ayam pedaging, pembersihan dan pemisahan (kulit, saluran pernafasan, saluran pencernaan dan lemak) dari daging tulang leher ayam pedaging, pelunakan, penggilingan basah, pengeringan dan penggilingan kering sampai diperoleh tepung daging tulang leher ayam pedaging yang kemudian dianalisis kandungan nutrisinya. Sedangkan untuk penelitian tahap kedua yaitu proses pembuatan makanan ringan (snack) dengan penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging pada konsentrasi 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10% yang kemudian produk hasil akhirnya dianalisis kandungan nutrisi, sifat fisik dan penerimaan konsumen.

Penelitian Tahap Pertama.

Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging tulang leher ayam pedaging. Pembuatan tepung daging tulang leher ayam pedaging dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu pengumpulan daging tulang leher ayam pedaging, pembersihan daging tulang leher, pelunakan, penggilingan basah, pengeringan dan penggilingan kering. Pengumpulan daging tulang leher ayam pedaging pada penelitian ini diperoleh dari PT Sierad Produce, Parung Bogor. Daging tulang leher ayam pedaging ini merupakan salah satu hasil ikutan yang dijual dengan harga Rp. 3500,00/kg. Pemilihan penggunaan daging tulang leher ayam pedaging ini didasari oleh faktor ekonomi, karena lebih murah harganya dan mudah didapatkan.

Pembersihan daging tulang leher ayam pedaging dilakukan dengan menggunakan peralatan dapur seperti pisau. Daging tulang leher ayam pedaging dipisahkan dari kulit, saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan lemak. Hal inidilakukan karena dapat mempengaruhi sifat fisik maupun kandungan nutrisi tepung daging tulang leher ayam yang dihasilkan. Pelunakan daging tulang leher ayam dilakukan dengan menggunakan presto (alat bertekanan uap) pada suhu 121°C dengan tekanan 1 atm selama ½ jam. Prinsip kerja alat ini adalah dengan memberikan tekanan pada daging tulang leher ayam secara hampa (vakum) dengan

(33)

19 menggunakan uap air yang keluar dari daging tulang leher tersebut. Pelunakan daging tulang leher ayam dilakukan untuk mempermudah proses penggilingan selanjutnya.

Penggilingan basah menggunakan alat pelunak daging, yang disebut dengan

grinder. Penggilingan basah ini bertujuan untuk memperoleh bubur daging tulang leher ayam yang halus dan homogen. Penghalusan bahan juga dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air. Pengeringan daging tulang leher ayam pada penelitian ini menggunakan alat pengering yang disebut fluid bed dryer dengan prinsip kerjanya adalah aliran udara panas yang bergerak dengan tipe vertikal. Udara panas digerakkan dengan kecepatan tinggi sehingga akan menggerakkan partikel bahan yang dikeringkan. Proses tersebut mengakibatkan seluruh permukaan bahan bersentuhan dengan udara pemanas. Pengeringan dilakukan pada suhu ± 80ºC selama 30 menit.

Penggilingan kering tepung daging tulang leher ayam pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut dengan disk mill. Penggilingan ini bertujuan untuk memperkecil dan menyeragamkan ukuran tepung daging-tulang leher ayam pedaging. Proses penggilingan dan penyaringan langsung terjadi di dalam

disk mill tersebut. Bahan tepung yang tinggi kandungan protein dan lemak, akan memberikan hasil tepung yang kurang halus atau kasar. Penggilingan kering menimbulkan panas akibat gesekan bahan dan pisau pemantul, sehingga menyebabkan butiran tepung daging tulang leher ayam pedaging lengket dan tersangkut di dalam penyaring. Tepung daging tulang leher ayam pedaging yang tersangkut tersebut dikeluarkan dengan menggunakan kuas dan ditampung di dalam wadah. Setelah proses pembuatan tepung daging tulang leher ayam pedaging selesai kemudian dikemas di dalam pengemas polipropilen untuk mempertahankan kualitas tepung daging tulang leher ayam pedaging. Bagan pembuatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

(34)

Gambar 1.Bagan Pembuatan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging Penelitian Tahap Kedua.

Penelitian tahap kedua adalah cara pembuatan snack yang mengacu pada penelitian Purwanti (2005), dengan formulasi bahan campuran adonan snack adalah 35% air, 2% garam, CMC (Carboxy Methyl Cellulose) 1%, margarin 1,8% dan telur 3,5% sedangkan sebagai rasa dasar snack adalah bawang putih bubuk 1%, lada bubuk 0,5% dan gula 1%. Formulasi bahan pembuatan snack dengan memanfaatkan tepung daging-tulang leher ayam pedaging sebanyak 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10% dapat dilihat pada Tabel. 5 di bawah ini.

Daging tulang leher ayam pedaging

Dibersihkan dari saluran pencernaan, saluran pernafasan, kulit dan lemak

Direbus pada suhu 121ºC selama setengah jam dengan tekanan 1 atm

Pengeringan dengan fluid bed dryer Digiling dengan grinder

Penggilingan dengan disk mill

(35)

21 Tabel 5. Formulasi Bahan Pembuatan Snack dengan Memanfaatkan Tepung

Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging

Tepung Daging Tulang Leher Ayam --- ( %)--- Bahan

0 2,5 5 7,5 10

Tepung terigu (%) 59,2 59,2 59,2 59,2 59,2 Tepung daging tulang leher ayam (%) 0 2,5 5 7,5 10

Garam (%) 2 2 2 2 2 Gula (%) 1 1 1 1 1 Lada (%) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 Bawang Putih (%) 1 1 1 1 1 Margarin (%) 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8 CMC (%) 1 1 1 1 1 Air (%) 30 30 30 30 30 Telur (%) 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

Adonan diaduk sampai rata dan kalis lalu diistirahatkan sekitar 10 menit. Pengistirahatan ini dilakukan untuk menyeragamkan penyebaran air dan untuk mengembangkan gluten sehingga membentuk suatu ikatan yang kuat. Adonan dipipihkan dan dicetak menggunakan alat pencetak berupa rol logam sehingga menghasilkan bentuk snack yang diinginkan. Snack lalu digoreng 160–180 ºC selama 60 detik.

Produk makanan ringan (snack) yang sudah jadi kemudian dikemas dengan menggunakan wadah tertutup rapat yang tidak mempengaruhi isi dan aman selama penyimpanan. Pengemas yang digunakan adalah polipropilen dengan tujuan untuk melindungi snack dari kemungkinan tercemar, rusak, sebagai barier terhadap masuknya uap air sehingga snack tidak mengalami penurunan kualitas. Bagan alir pembuatan snack dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

(36)

Gambar 2. Modifikasi Bagan Alir Pembuatan Snack (Purwanti, 2005) 1% bawang putih 0,5% lada bubuk 1% gula 30% air, telur 3,5% 2% garam 1% CMC margarin 1,8%

Pencampuran rata sampai adonan kalis Pencampuran tepung daging tulang leher ayam pedaging ( 0%; 2,5%;5%; 7,5%;10 %)

Pengistirahatan, 10 menit Pemasukan adonan ke dalam alat

Pencetakan dan pemotongan Penggorengan 160-1800C

selama 60 detik

pengemasan pendinginan Tepung Terigu

(37)

23 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Tahap Pertama

Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging tulang leher ayam pedaging. Tepung daging tulang leher ayam pedaging yang sudah jadi, kemudian dianalisa kandungan nutrisinya. Kandungan nutrisi dari tepung daging tulang leher ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6. Kandungan Nutrisi Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging. Kandungan Nutrisi --- %BK --- Kadar Air 5,12 Kadar Protein 61,16 Kadar Lemak 14,87 Kadar Abu 17,54 Kadar Ca 0,53 Kadar P 0,16

Berdasarkan Tabel 6. dapat disimpulkan bahwa kandungan nutrisi yang paling dominan dari tepung daging tulang leher ayam pedaging yang telah dianalisa adalah kadar protein yaitu sebesar 61,16%, sedangkan untuk mineral adalah 0,53% untuk kadar kalsium dan 0,16% untuk kadar fosfor. Gambar tepung daging tulang leher ayam pedaging dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging Penelitian Tahap Kedua.

Tahap kedua pada penelitian ini adalah pembuatan makanan ringan (snack) dengan memanfaatkan tepung daging tulang leher ayam pedaging sebesar 0%; 2,5%;

(38)

5%; 7,5% dan 10%. Kemudian dianalisis kandungan nutrisi, sifat fisik dan sifat organoleptik.

Kandungan Nutrisi

Pengujian kandungan nutrisi ini meliputi analisa kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat by-difference, kadar abu, kadar kalsium dan kadar fosfor. Penghitungan kandungan nutrisi dilakukan untuk mengetahui peningkatan nilai gizi dari makanan ringan (snack) dengan penambahan tepung daging tulang leher ayam pedaging. Nilai rataan kandungan nutrisi snack dengan memanfaatkan tepung daging tulang leher ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7. Hasil Nilai Rataan Kandungan Nutrisi Snack dengan Pemanfaatan Tepung

Daging Tulang Leher Ayam Pedaging.

Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging

0 2,5 5 7,5 10 Nutrisi ---%BK--- K Air 4,53±1,20 4,21±0,99 4,20±0,20 4,13±0,46 4,11±0,34 K. Prt 9,87±0,77A 11,09± 0,45A 13,67±0,59B 14,72±0,72C 16,15 ±0,80D K. L 21,87±0,49a 22,19±1,05ab 23,56±0,61bc 23,99±0,95bc 24,85 ±1,05c K.KH 61,09±1,44A 59,65±0,24A 53,90±1,37B 51,07±0,40C 47,78±2,30D K. Ab 2,62±0,09A 2,86±0,64A 4,67±0,51B 6,07±0,56C 7,09±0,20D K. Ca 0,029±0,003A 0,130±0,039B 0,372±0,044C 0,485±0,040D 0,580±0,054E K. P Ca : P 0,063±0,004 A 1 : 3 0,081±0,005 B 2 : 1 0,086±0,013 B 4 : 1 0,093±0,003 B 5 : 1 0,095±0,005 B 6 : 1 Keterangan : Superskrip huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda

sangat nyata (P<0,01).

Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05)

K Prt = Kadar Protein K L = Kadar Lemak K KH = Kadar Karbohidrat K Abu = Kadar Abu K Ca = Kadar Kalsium K P = Kadar Phospor

Kadar Air. Kadar air bahan pangan menunjukkan banyaknya kandungan air per- satuan bobot bahan tersebut. Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat mempengaruhi kualitas bahan. Penurunan jumlah air dapat mempengaruhi laju kerusakan bahan pangan akibat kerusakan oleh proses mikrobiologis, kimiawi dan enzimatis. Rendahnya kadar air suatu bahan pangan merupakan salah satu faktor yang dapat membuat bahan pangan menjadi awet.

Hasil sidik ragam kadar air snack menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air. Rataan umum hasil sidik ragam kadar air snack adalah 4,23 ± 0.63%. Nilai

(39)

25 kadar air snack dengan atau tanpa tepung daging tulang leher ayam pedaging berkisar antara 4,13–4,53% (Tabel 7). Menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia (2002) kadar air makanan ringan (snack) maksimal adalah 7%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air snack memenuhi syarat mutu tersebut. Rendahnya kadar air yang terkandung dalam snack diduga karena metode pengeringan yang digunakan adalah penggorengan sehingga air yang ada pada produk snack digantikan oleh minyak.

Kadar Protein. Protein merupakan suatu zat makanan yang penting dalam tubuh bagi setiap sel hidup. Selain berfungsi sebagai enzim, protein juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno,1997). Protein yang terkandung dalam tepung daging tulang leher ayam pedaging sebagian besar adalah jenis protein kolagen, karena kolagen merupakan komponen utama tendo, ligamen, tulang dan tulang rawan (Soeparno, 1992).

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata (p<0,01) terhadap kadar protein snack. Hal tersebut diduga karena hasil analisa kandungan kadar protein tepung daging tulang leher ayam pedaging relatif tinggi sekitar 61,16% (Tabel 6) sehingga dengan pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging sebesar 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10% pada snack memberikan pengaruh yang tinggi terhadap penambahan kadar protein snack seperti terlihat pada Gambar 4.

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging sebesar 0% dan 2,5% tidak memberikan pengaruh yang nyata, namun pemanfaatan sebesar 5%; 7,5% dan 10% memberikan pengaruh yang sangat nyata. Hal ini diduga karena pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging yang semakin tinggi dapat memperkaya kandungan protein pada produk snack yang dihasilkan. Kadar protein rata-rata dari masing-masing tingkat tepung daging-tulang leher ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 7, dimana dari seluruh tingkat pemanfaatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging menghasilkan snack yang mengandung protein lebih tinggi dan sesuai dengan ketentuan Badan Standarisasi Nasional Indonesia (2002) bahwa kadar protein makanan ringan minimal 5%.

(40)

Gambar 4. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Protein dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging

Kadar Lemak. Lemak dalam makanan berfungsi memberikan rasa gurih, kualitas renyah pada makanan yang digoreng, memberi kandungan kalori yang tinggi (Purwanti, 2005). Menurut Winarno (1997), lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia.

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p< 0,05) terhadap kadar lemak snack. Hal tersebut diduga karena kadar lemak tepung daging-tulang leher ayam pedaging hasil analisa adalah 14,87% (Tabel 6) sehingga dengan pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging sebesar 0%; 2,5%; 5%; 7,5% dan 10% pada snack sehingga memberikan pengaruh terhadap peningkatan kadar lemak pada snack yang dihasilkan seperti terlihat pada Gambar 5.

Hasil uji lanjut Duncan pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging sebesar 0% dan 2,5% berbeda nyata dengan pemanfaatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging sebesar 5%; 7,5% dan 10%. Menurut Hardianto (2002), kadar lemak tepung tulang sangat dipengaruhi proses pemisahan tulang dan daging, semakin banyak daging atau lemak yang terbawa dapat menjadikan kadar lemaknya tinggi.

Hasil rataan kadar lemak snack dengan tepung daging-tulang leher ayam pedaging berkisar antara 21,87 – 24,85% (Tabel 7). Pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging dapat memperkaya lemak dalam produk snack yang dihasilkan, sehingga dapat meningkatkan rasa gurihnya

0 5 10 15 20 0% 2.5% 5% 7.5% 10%

Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging (%) Kadar Protein (%)

(41)

27 Gambar 5. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Lemak dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging

Kadar Karbohidrat. Kadar karbohidrat dihitung dengan cara by-difference. Perhitungan dengan cara ini adalah penentuan karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar dan hasilnya pada umumnya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan (Winarno, 1997). Karbohidrat merupakan komponen terbesar dalam tepung terigu. Jenis karbohidrat yang paling banyak terkandung dalam pati. Kandungan karbohidrat dalam tepung daging tulang leher ayam pedaging dapat berasal dari kolagen (Hardianto, 2002).

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata (p<0,01) terhadap kadar karbohidrat snack yang dihasilkan. Hal tersebut diduga karena jumlah tepung daging-tulang leher ayam pedaging yang dimanfaatkan relatif besar, mengingat kandungan protein, lemak serta mineral yang terkandung dalam tepung daging-tulang leher ayam pedaging cukup tinggi sehingga memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar karbohidrat dari produk snack yang dihasilkan seperti terlihat pada Gambar 6.

Hasil rata-rata kadar karbohidrat (Tabel 7) menunjukkan bahwa kadar karbohidrat snack yang dihasilkan semakin menurun dengan semakin tingginya tingkat pemanfaatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging. Hal ini diduga karena kadar karbohidrat yang tinggi pada kontrol sekitar 61,09% digantikan oleh meningkatnya kandungan protein (61,16%), lemak (14,87%) dan mineral (0,81%)

20 21 22 23 24 25 26 0% 2.5% 5% 7.5% 10%

Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging (%) Kadar Lemak (%)

(42)

dari tepung daging tulang leher ayam pedaging yang masih tergolong tinggi (Tabel 6).

Gambar 6. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Karbohidrat dengan Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging

Kadar Abu. Kadar abu secara kasar menggambarkan kandungan mineral dari suatu bahan pangan. Abu merupakan residu yang tertinggal setelah suatu bahan pangan dibakar hingga bebas karbon. Kadar abu suatu bahan menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap. Semakin besar kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan semakin tingginya mineral yang dikandung oleh bahan pangan tersebut. Hasil rata-rata kadar abu dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis kadar abu snack dengan pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging menunjukkan nilai yang lebih tinggi mulai dari tepung daging tulang leher ayam pedaging sebesar 5% jika dibandingkan dengan snack tanpa tepung daging tulang leher ayam pedaging. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging yang berbeda ternyata memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan kadar abu yang dihasilkan seperti terlihat pada Gambar 7. Hal ini diduga karena tepung daging tulang leher memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi yaitu sekitar 16,4%.

Seiring dengan semakin tingginya tingkat pemanfaatan tepung daging tulang leher yang diberikan juga dapat meningkatkan kadar abu dari snack yang dihasilkan baik dengan atau tanpa tepung daging tulang leher ayam pedaging berkisar antara 2,62% sampai 7,09%. Nilai kadar abu suatu bahan pangan berkaitan dengan besarnya kandungan mineral dari bahan pangan (Apriyantono et al., 1989).

0 20 40 60 80 0% 2.5% 5% 7.5% 10%

Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging (%) Kadar Karbohidrat (%)

(43)

29 Gambar 7. Rata-rata Hasil Pengujian Kadar Abu dengan

Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging

Kadar Kalsium. Kadar abu digunakan sebagai indeks untuk kadar kalsium dan fosfor, sehingga semakin tinggi kadar abunya akan semakin tinggi pula kandungan kalsium dan fosfornya. Peranan kalsium tidak hanya pada pembentukan tulang dan gigi saja tetapi juga berperan penting dalam berbagai proses fisiologi dan biokimia dalam tubuh, seperti pada pembekuan darah, eksitabilitas syaraf otot, kerekatan seluler, transmisi impuls-impuls syaraf, memelihara dan meningkatkan fungsi membran sel, mengaktifkan reaksi enzim dan reaksi hormon (Suhardjo dan Kusharto, 1988).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemanfaatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata (p<0,01) terhadap kadar kalsium snack yang dihasilkan. Hal ini diduga karena jumlah tepung daging tulang leher ayam pedaging yang digunakan relatif besar, mengingat kandungan kalsium cukup tinggi pada tepung daging tulang leher ayam pedaging sehingga memberikan pengaruh terhadap kadar kalsium snack yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar kalsium dengan pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging pada setiap taraf perlakuan hasilnya sangat berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (1997) bahwa sebagian besar kalsium berkumpul dan terkonsentrasi pada tulang dan gigi. Pernyataan tadi menunjukkan bahwa semakin banyak pemanfaatan tepung daging tulang leher ayam pedaging maka kadar kalsium snack semakin meningkat.

0 2 4 6 8 0% 2.5% 5% 7.5% 10%

Tepung Daging Tulang Leher Ayam Pedaging (%) Kadar Abu (%)

Gambar

Tabel 1. Komposisi Gizi Daging Tulang Leher Ayam Pedaging
Tabel 2. Angka Kecukupan Rata-Rata Kalsium Berbagai Golongan Usia  Golongan  -----------mg/hr----------  Bayi  Anak-anak  Remaja  Dewasa
Tabel 3. Kandungan Nutrisi Tepung Terigu Jenis Cakra Kembar per100 g  Komposisi  Jumlah  Energi (kal)  Air (g)  Protein (g)  Karbohidrat (g)  Serat Kasar (g)  Lemak (g)  Kalsium (g)  Min
Tabel 4 . Syarat Mutu Makanan Ringan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Langkah kongkrit Dinkes dalam upaya peningkatan kepesertaan Jamkesda di Kabupaten Nganjuk adalah melakukan akselerasi, baik yang disesuaikan dengan Keputusan Kepala Dinas

Penelitian dilakukan di PT.Telkom, tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip Total Quality Management dan penerapan Total Quality Management apakah

Kesulitan mencari tema disebabkan karena PAUD yang ada di daerah rawan bencana erupsi Merapi tergolong baru dan belum tercatat didalam Dinas Pendidikan, sehingga materi yang akan

[r]

leverage dan profitabilitas terhadap price to book value (studi kasus pada perusahaan automotive dan transportation service yang terdaftar di Bursa Efek

This study attempted to improve the students’ reading comprehension achievement in descriptive text through Team Games Tournament (TGT) method.. This study was conducted

tidak sesuai dengan ketetapan perusahaan, dalam persediaan / Inventories yang terjadi adalah persediaan material yang berlebihan, sedangkan overproduction yang terjadi

Dan faktor-faktor yang lain meliputi ukuran perusahaan, tingkat profitabilitas, jumlah anggota dewan, dan penerbitan saham baru tidak berpengaruh terhadap