• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI-STUDENT CENTERED LEARNING (SCL) DAN METODE AUDITORY

INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) Ni Made Asih1

1

Jurusan Matematika,FMIPA Universitas Udayana, asihmath77@gmail.com

Abstrak

Pada Jurusan Matematika mata kuliah Fungsi Kompleks merupakan mata kuliah wajib di semester tiga. Nilai fungsi kompleks dikategorikan rendah dan standar, hal ini dikarenakan model pembelajarannya. Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh faktor interen dan eksteren. Faktor interen salah satunya adalah dari siswa sendiri berupa kesiapan siswa dalam menghadapi perkuliahan atau proses belajar mengajarnya(PBM), sedangkan factor eksterennya salahsatunya yaitu kegiatan siswa diluar kelas dalam mengikuti suatu organisasi,keadaan keluarga, dan lainnya. Untuk keaktifan siswa dalam Proses Belajar Mengajar akan dilaksanakan dengan kombinasi metode Demostrasi dan metode Student Centered Learning (SCL), dibandingkan dengan metode Audiotory Intellectualy Repetition (AIR) , metode demonstrasi adalah model pembelajaran yang mendemokan, memaparkan, menjelaskan baik berupa alat peraga, objek ataupun mendemokan materi/Konsep dan Metode Student Centered Learning (SCL) adalah Model Pembelajaran yang berfokus pada kreatifitas siswa dalam proses belajar mengajar,sedangkan Model pembelajaran (Auditory Intellectually Repetition) AIR adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada kegiatan belajar siswa, dimana siswa secara aktif membangun sendiri pengetahuannya secara pribadi maupun kelompok dan diharapkan siswa lebih aktif dan berperan serta dalam Proses belajar mengajar (PBM). Sampel yang akan digunakan adalah mahasiswa yang mengambil mata kuliah fungsi kompleks tahun ajaran 2011, mahasiswa akan dibagi menjadi 2 kelompok kelas, yaitu kelas A terdiri dari 22 orang dan kelas B terdiri dari 22 orang, dengan kategori kedua kelas mempunyai kemampuan yang sama dan diberikan perlakuan berbeda dari kedua metode tersebut. Keefektifan metode akan di ujikan dengan uji dua sampel berpasangan (two paired sample).Hasil penelitian setelah diberikan pembelajaran dari kombinasi Metode Demostrasi dan metode Student Centered Learning (SCL), menunjukkan dikelas A memperoleh p value 0,329 dan dikelas B dengan metode Audiotory Intellectualy Repetition (AIR) memperoleh p value 0,485, yang artinya kedua kelas tidak ada pengaruh diadakannya metode pembelajaran tersebut. Hasil pengujian hipotesis penelitian untuk kedua kelas yaitu memperoleh p value 0,199 yaitu menolak Ho yang artinya dari kedua kelas tidak ada perbedaan hasil belajar, hal ini bukan berarti kedua metode tidak efektif, tetapi kesiapan siswanya yang kurang dalam menghadapi model pembelajaran yang baru, waktu yang kurang lama, dan materi yang padat, serta factor eksteren lainnya.

Dengan kata lain peneliti dapat menyarankan bahwa untuk melakukan pembelajaran dengan metode Demostrasi dan metode Student Centered Learning (SCL), dibandingkan dengan metode Audiotory Intellectualy Repetition (AIR), diharapkan kesiapan siswa dipersiapkan dulu, menyediakan waktu yang cukup lama, materi yang sudah dipersiapkan dengan baik, dan jadwal yang padat dalam mengikuti organisasi.

Kata kunci: Keberhasilan Belajar, Model pembelajaran Demonstrasi, Model pembelajaran SCL,Model pembelajaran AIR.

(2)

PENDAHULUAN

Di Tingkat Perguruan tinggi , khususnya di Universitas Udayana sistem pembelajaran sudah mulai dikembangkan. Di tingkat universitas, kategori usia siswa dan pola berpikir, tingkah laku dapat dikatakan dewasa dan mandiri. Proses belajar mengajar pun diusahkan menyenangkan dan tidak membosankan dan berjalan secara mandiri dengan saran dan prasarana yang tersedia. Dijurusan matematika Fakultas MIPA Universitas Udayana, seluruh siswa yang memilih jurusan matematika otomatis sudah pasti senang dan menyenangi matematika walaupun mata ajar ini dianggap sulit oleh beberapa siswa lain. Hanya saja bagaimana cara Dosen yang memberikan PBM dan melaksanakan perkuliahan agar kelas menjadi bergairah dan menyenangkan, supaya prestasi siswa meningkat. Sebagai mata kuliah yang akan dipakai objek dalam PBM ini adalah mata Kuliah Fungsi Kompleks, mata kuliah ini keluar setiap semester tiga dan merupakan mata kuliah wajib. Mata kuliah fungsi kompleks selama ini memperoleh keberhasilan belajar yang masih dikategorikan rendah, disamping mata kuliah ini memang agak berat dalam pemahaman konsep, materi yang banyak. Dosen ingin mengubah model pembelajaran yang berlangsung selama ini yaitu metode pembelajaran konvensional yang hanya mentransfer ilmu secara monoton dan menjenuhkan, model pembelajaran yang akan diperkenalkan yaitu kombinasi model pembelajaran demonstrasi dan SCL yang akan dibandingkan dengan model pembelajaran metode AIR. Keberhasilan belajar dan keefektifan proses belajar mengajarnya akan dianalisis dengan uji dua sampel berpasangan (two paired sample).

TINJAUAN PUSTAKA

Keberhasilan belajar diketahui dari hasil evaluasi,artinya pencapaian tingkat keberhasilan sudah mencapai tujuan dan tolak ukur yang ditetapkan suatu program. Keberhasilan belajar yaitu tercapainya keadaan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yang banyak dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan adalah daya serap siswa terhadap pelajarannya.

Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan dari test prestasi, digolongkan kedalam jenis penilaian yaitu :(a). Tes Formatif; test ini digunakan untuk mengetahui kemampuan anak dalam waktu dan hal tertentu seperti ulangan hariann dari gurunya;, (b). Tes Subsumatif;tes ini digunakan dalam mengisi hasil beljar pada laporan rapot dengan beberapa materi saja dalam waktu tertentu(UTS), (c). Tes Sumatif; test ini bertujuan untuk mengetahui ranking dalam kenaikan kelas dengan waktu tertentu dan berlangsung satu

(3)

semester/lebih (UAS).

Metode pembelajaran Demonstrasi

Pengertian model pembelajaran demonstrasi menurut Jusuf Djajadisastra,dkk(1989) mengemukakan bahwa model demonstrasi adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan secara langsung objeknya atau cara melakukan kegiatan, atau prosesnya. Sedangkan menurut Nana Sudjana(2000) mengatakan bahwa model demonstrasi adalah metode mengajar yang efektif, sebab membantu para siswa mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan olahan yang benar, nyata benar. Dari Syaiful Bahri Djamariah dan aswan Zain (1996) mengemukakan bahwa model demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada para siswa suatu proses memperoleh hasil, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan.Dengan model demonstrasi ini siswa dapat menerima pelajaran dengan kesan yang mendalam, membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Berdasarkan beberapa pendapat tentang model demonstrasi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa model demonstrasi adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan memepertunjukkan secara langsung objeknya, atau cara melakukan suatu kegiatan atau prosesnya.

Tujuan penggunaan metode demonstarsi ialah untuk menjelaskan suatu bahan pelajaran yang tidak mungkin hanya diberikan secara lisan saja.Hal ini erat sekali hubungannya denagn penjelasan penjelasan yang bersangkutan dengan bentuk, warna, sususnan, bagian bagian dan proses kerja dari objek yang didemonstrasikan.Langkah langkah pelaksanaan metode ini adalah pertamapersiapan/perencanaan untuk menciptakan kondisi belajar untuk pelaksanaan pembelajaran, kedua pelaksanaan dengan tahapan menjelaskan prosedur atau proses, diamati dan diikuti oleh siswa, sikap kritis siswa, tanya jawab, memberikan siswa untuk bergantian mendemokan materi dan soal, membuat penilaian, dan ketiga memberika tugas baik secara lisan maupun tertulis dalam evaluasi yang baik dan benar.(Desak dan asih,2013)

Model Pembelajaran SCL

Berikut ini beberapa pengertian SCL dari berbagai literatur; Rogers (1983), SCL merupakan hasil dari transisis perpidahan kekuatan dalam proses pembelajaran, dari kekuatan dosen sebagai pakar menjadi kekuatan mahasiswa sebagai pembelajar. Perubahan ini terjadi setelah banyak harapan untuk memodifikasi atmosfer pembelajaran yang menyebabkan siswa menjadi pasif, bosan dan resisten, Kember (1997), SCL merupakan sebua kutub proses

(4)

pembelajaran yang menekankan mahasiswa sebagai pembangun pengetahuan sedangkan kutub yang lain adalah dosen sebagai agen yang memberikan pengetahuan, Harden dan

Crosby (2000), SCL menekankan pada Mahasiswa sebagai pembelajar dan apa yang

dilakukan siswa untuk sukses dalam belajar dibanding dengan apa yang dilakukan oleh guru. Dari berbagai definisi tersebut dapat dipahami bahwa Student Centered Learning (SCL) adalah suatu model pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar. Model pembelajaran ini berbeda dari model belajar Instructor-Centered Learning yang menekankan pada transfer pengetahuan dari guru ke murid yang relatif bersikap pasif. Dalam menerapkan konsep Student-Centered Leaning, peserta didik diharapkan sebagai peserta aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggung jawab dan berinitiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab kebutuhannya, membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhan serta sumber-sumber yang ditemukannya menekankan pada minat, kebutuhan dan kemampuan individu, menjanjikan model belajar yang menggali motivasi intrinsik untuk membangun masyarakat yang suka dan selalu belajar. Model belajar ini sekaligus dapat mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan masyarakat seperti kreativitas, kepemimpinan, rasa percaya diri, kemandirian, kedisiplinan, kekritisan dalam berpikir, kemampuan berkomunikasi dan bekerja dalam tim, keahlian teknis, serta wawasan global untuk dapat selalu beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan.

Materi dan model penyampaian pembelajaran dalam SCL secara lengkap meliputi 3 aspek, yaitu (1) isi ilmu pengetahuan (IPTEK), (2) sikap mental dan etika yang dikembangkan, dan (3) nilai-nilai yang diinternalisasikan kepada para mahasiswa. Di dalam proses SCL terdapat

hubungan “tarik-menarik” antara learner support dan learner control

(http//google.com.2014.Pendidikan-Konsep SCL).

Model Pembelajaran Kooperatif AIR

Model pembelajaran AIR (Auditory Intellectually Repetition) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada kegiatan belajar siswa, dimana siswa secara aktif membangun sendiri pengetahuannya secara pribadi maupun kelompok, dengan cara mengintegrasikan ketiga aspek tersebut. Menurut Herdian model pembelajaran AIR mirip dengan SAVI (Somatic Auditory Visualization Intellectually) dan VAK (Visualization Auditory Kinesthetic), bedanya hanyalah pada Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.

(5)

Repetition. Adapun penjelasan mengenai unsur-unsur AIR adalah sebagai berikut :

a. Auditory (A);Auditory adalah belajar dengan berbicara dan mendengarkan, menyimak, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi. Menurut Meier ada beberapa gagasan untuk meningkatkan penggunaan auditory dalam belajar, diantaranya (Yusuf dan juntika,2005). Auditory yang dimaksud disini yaitu ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara beberapa area penting di otak kita menjadi aktif

b. Intellectually ( I ); Intellectually adalah belajar dengan berfikir untuk menyelesaikan masalah, kemampuan berfikir perlu dilatih dengan latihan bernalar, menciptakan, memecahkan masalah, mengkonstruksi dan menerapakan. Menurut Meier Intellectually dalam belajar akan terlatih jika guru mengajak siswa terlibat dalam aktivitas memecahkan masalah, menganalisis pengalaman, mencari dan menyaring informasi, merumuskan pertanyaan (Ali dan Asrori,2011).

c. Repetition ( R ); Repetition merupakan pengulangan yang bermakna mendalami, memantapkan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis. Dengan adanya latihan dan pengulangan akan membantu proses mengingat. Pengulangan yang dilakukan tidak berarti dilakukan dengan bentuk pertanyaan atau informasi yang sama, melainkan dalam bentuk informasi yang bervariatif sehingga tidak membosankan. Dengan pemberian soal dan tugas, siswa akan mengingat informasi-informasi yang diterimanya dan terbiasa

untuk menyelesaikan permasalaha-permasalahan matematika

(http://jaul4blog.wordpress.com,2013).

Langkah-langkah model pembelajaran AIR adalah sebagai berikut :(a). Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok 4-5 anggota; (b). Siswa mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari guru; (c). Setiap kelompok mendiskusikan tentang materi yang mereka pelajari dan menuliskan hasil dari hasil diskusi tersebut dan selanjutnya untuk dipresentasikan didepan kelas (Auditory) ;(d). Saat diskusi berlangsung, siswa mendapat soal atau permasalahan yang berkaitan dengan materi[15]; (e). Masing-masing kelompok memikirkan cara menerapkan hasil diskusi serta dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menyelesaikan maslah dari guru (Intellectual); (f). Setelah selesai berdiskusi, siswa mendapat pengulangan materi dengan cara mendapatkan tugas atau kuis tiap individu (Repetition) )http://annieck-dheh.blogspot.com,2013).

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun yang menjadi kelebihan dari model pembelajaran AIR adalah sebagai berikut: (1) Melatih pendengaran dan keberanian siswa untuk mengungkapkan pendapat (Auditory); (2) Melatih siswa untuk memecahkan masalah secara kreatif (Intellectually); (3) Melatih siswa untuk mengingat

(6)

kembali tentang materi yang telah dipelajari (Repetition); (4) Siswa menjadi lebih aktif dan kreatif.

Sedangkan yang menjadi kelemahan dari model pembelajaran AIR adalah dalam model pembelajaran AIR terdapat tiga aspek yang harus diintegrasikan yakni Auditory, Intellectually, Repetition sehingga secara sekilas pembelajaran ini membutuhkan waktu yang lama. Tetapi, hal ini dapat diminimalisir dengan cara pembentukan kelompok pada aspek Auditory dan Intellectually (http://widyoktivia.blogspot.com,2013).

Uji Statistik dua sampel berpasangan (Two paired sampel).

Adapun peneliti juga melakukan uji statistik yaitu uji t dua sampel berpasangan untuk mengetahui signifikansinya dari metode pembelajaran ini. Langkah-langkahnya adalah; (1).Menentukan nilai evaluasi dari masing masing kelompok pada kelompok A (Kombinasi metode demonstrasi dan SCL) dan kelompok B (metode AIR);

(2).Menguji nilai masing masing kelompok dengan uji dua sampel berpasangan, kemudian membandingkan kedua nilai kedua kelompok dengan uji t dua sampel berpasangan, dengan selang kepercayaan 5% atau alpha 0,05(Walpole).

Hipotesis yang dipakai;

H0 = Ada pengaruh metode yang diberikan terhadap hasil belajar

H1 = Tidak ada pengaruh metode yang diberikan terhadap hasil belajar

(3).Menyimpulkan hasil perbandingan dari p value yang didapatkan dari kedua kelompok yaitu kelas A dan kelas B dengan metode yang berbeda.

Observasi Pembelajaran (Deskriptif).

Beberapa aspek yang akan dinilai dari pelaksanaan pembelajaran antara lain adalah; a. Partisipasi (Kehadiran Penuh dan Tidak hadir)

b. Tanggung Jawab (Penuh dan Cukup) c. Ketrampilan/Psikomotorik

d. Kemandirian (Mandiri, Cukup)

e. Kriteria Keaktifan (Aktif, Cukup Aktif, Tidak Aktif)

METODE DAN HASIL PENELITIAN

Jenis dan Sumber data pada penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dalam melaksanakan penelitiannya, yang diperoleh dari hasil kombinasi pembelajaran metode demonstrasi- metode SCL, dan model

(7)

pembelajaran AIR. Sampel yang akan dipakai adalah mahasiswa yang mengambil mata kuliah Fungsi Kompleks. Dalam pelaksanaanya kombinasi model demonstrasi dan SCL dibentuk kelompok A, serta dari metode AIR juga ada kelompok B, dengan kata lain kelas Fungsi kompleks akan dipecah menjadi dua kelompok. Kelompok A terdiri dari 22 mahasiswa yang akan diberikan pembelajaran dengan metode Demonstrasi dan SCL, dan kelompok B akan diberikan pembelajaran dengan metode AIR yang terdiri dari 22 mahasiswa. Kedua kelompok terdiri dari mahasiswa dengan keadaan kemampuannya yang sama. Materi yang akan diberikan juga sama, jam atau waktu pelaksanaanya juga sama (6 bulan)/satu semester.

Adapun variable yang akan dinilai adalah Proses pelaksanaan metode, yaitu dapat dilihat dari table 1.

Tabel 1. Penilaian proses Pembelajaran pada Metode Demonstrasi dan SCL.

No Aspek yang dinilai Jumlah

Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Partisipasi a.Kehadiran Penuh b.Tidak hadir 22 0 100 0 2. Tanggung Jawab a.Penuh b.Cukup 20 2 90,9 9,09 3. Ketrampilan/Psikomotorik 22 100 4. Kemandirian a.Mandiri b.Cukup 18 4 36,36 18,18 5. Kriteria Keaktifan a. Aktif b.Cukup Aktif c.Tidak Aktif 18 2 2 36,36 9,09 9,09

Tabel 1 mengartikan bahwa kelas A terdiri dari 22 mahasiswa, Partisipasi 100%, Tanggung jawab 90%., Ketrampilan /Psikomotorik 100%, Kemandirian 36,36%, Keaktifan penuh 36,36%, hal ini menandakan kelas A dengan semangat dan aktif , senang dengan model pembelajaran yang baru. Sedangkan untu hasil pembelajaran pada kelas B dapat dilihat pada table 2, sebagai berikut;

Tabel 2. Penilaian proses Pembelajaran pada Metode AIR.

No Aspek yang dinilai Jumlah

Jumlah (orang)

Persentase (%)

(8)

1. Partisipasi a.Kehadiran Penuh b.Tidak hadir 22 0 100 0 2. Tanggung Jawab a.Penuh b.Cukup 18 4 36,36 18,18 3. Ketrampilan/Psikomotorik 15 68,18 4. Kemandirian a.Mandiri b.Cukup 15 7 68,18 31,81 5. Kriteria Keaktifan a. Aktif b.Cukup Aktif c.Tidak Aktif 15 4 3 68,18 18,18 13,63

Tabel 2 mengartikan bahwa kelas B terdiri dari 22 mahasiswa, Partisipasi 100%, Tanggung jawab 36,36%., Ketrampilan /Psikomotorik 68,18%, Kemandirian 68,18%, Keaktifan penuh 68,18%, hal ini menandakan kelas B dengan lebih semangat dan aktif , senang dengan model pembelajaran yang baru.

Hasil dari ujian atau test untuk kelas A ditunjukkan dari table 3.

Tabel 3. Data Nilai Tes 1 dan Test 2 pada Metode Demonstrasi dan SCL Klp Nilai Interval Nilai Kategori Jumlah UTS- test 1 Jumlah UAS – test 2 Frekuensi % Frekuensi % 1. 80-100 Amat baik 6 27,72 11 0,5 2. 70-79 Baik 6 27,27 2 9,09 3. 56-69 Cukup 1 4,54 3 13,63 4. 0-55 Kurang 9 40,9 6 27,27 Jumlah

Tabel 3 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dari 27,72% pada ujian 1 menjadi 50% pada ujian 2, walaupun adanya sedikit peningkatan dan peningkatannya pun tidak sampai 80%, akan tetapi sudah 50% mahasiswa sudah mampu dalam hasil belajarnya ( kurang efektif dilaksanakan).

Hasil Uji t dari sampel kelas A menunjukkan bahwa nilai P adalah 0,329 mengidikasikan bahwa tidak ada pengaruh model pembelajaran ini dengan madel konvensional yang PBM selama ini dilaksanakan

Sedangkan dari kelas B terlihat pada table 4 sebagai berikut; Tabel 4. Data Nilai Tes 1 dan 2 pada Metode AIR.

(9)

Klp Nilai Interval Nilai Kategori Jumlah UTS Jumlah UAS Frekuensi % Frekuensi % 1. 80-100 Amat baik 6 27,27 9 40,9 2. 70-79 Baik 5 22,72 2 9,09 3. 56-69 Cukup 6 27,27 3 13,63 4. 0-55 Kurang 5 22,72 8 36,36 Jumlah

Tabel 4 , dari kelas B menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dari 27,27% pada ujian 1 menjadi 40,9% pada ujian 2, walaupun adanya sedikit peningkatan dan peningkatannya pun tidak sampai 80%, akan tetapi sudah 40,9% mahasiswa sudah mampu dalam hasil belajarnya ( kurang efektif dilaksanakan ).

Kelas B menunjukkan bahwa nilai P adalah 0,485 mengidikasikan bahwa tidak ada pengaruh model pembelajaran ini dengan model konvensional yang PBM selama ini dilaksanakan.

Hasil Uji t dua sampel berpasangan dari kelas A dan Kelas B adalah ; Paired T for C8 - C3

N Mean St.Deviasi SE Mean

Kelas B 22 -3.14 20.67 4.41

Kelas A 22 3.36 15.77 3.36

Selisih 22 -6.50 22.96 4.90

95% CI for mean difference: (-16.68, 3.68)

T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -1.33 P-Value = 0.199

Nilai p adalah 0,199 artinya bahwa tidak ada pengaruh perbedaan model pembelajaran dari kedua metode yang dilaksanakan dari kelas A dan kelas B, artinya kedua metode sama baiknya untuk dilaksanakan dalam pembelajara mata kuliah Fungsi kompleks.

DAFTAR PUSTAKA

Djajadisastra,Jusuf.1989.Administrasi pendidikan dan Metodologi

Pengajaran.Bandung:Proyek BPG tertulis,Depdikbud

Marpaung, Y. 1999. Mengejar Ketertinggalan Kita dalam PendidikanMatematika. Mengutamakan Proses Berpikir dalamPembelajaran Matematika. Makalah Disampaikan dalamUpacara Pembukaan Program S3 Pendidikan Matematika UNESA, Tanggal 10 September 1999.

(10)

Nana,Sudjana.1996.Cara Belajar siswa Aktif dalam proses belajar Mengajar.Bandung:Sinar Baru Algensindo

Nilakusmawati,Desak Nila dan Asih Ni Made.2013.Kajian Teoritis Beberapa Model Pembelajaran.Jurusan Matematika FMIPA Universitas Udayana.

Muhibbin Syah, 2005,Psikologi Belajar, Jakarta:Pt.Raja Grafindo Persada

Priyatno,Dwi.2008.SPSS(statistical Product and Service Solution) untuk analisis data dan uji statistika.Diterbitkan oleh MediaKom.Yogyakarta.

Sudjana,Prof Dr.1992.Metode Statistika.Edisi kelima.Penerbit Tarsito Bandung.

Varberg,Dale dan Edwin J Purcell dan Steven E.Rigdon.2010.Kalkulus II.Edisi kesembilan jilid I.Penerbit Erlangga (IKAPI)

---.http//google.com.2014.Pendidikan-Konsep SCL.ditulis tanggal 28 agustus 2010.

http://jaul4blog.wordpress.com/2013/02/25/285/ diakses pada tanggal 05 November 2013 http://annieck-dheh.blogspot.com/2013/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

diakses pada tanggal 05 November 2013

http://windyoktivia.blogspot.com/2013/04/model-pembelajaran-air.html diakses pada tanggal 19 Januari 2014

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 246

Mohammad Ali & Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 42-43

Gambar

Tabel 1. Penilaian proses Pembelajaran pada Metode Demonstrasi dan SCL.
Tabel 3. Data Nilai Tes 1 dan Test 2 pada Metode Demonstrasi dan SCL  Klp

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan Program SSR cukup memberikan dampak positif pada saat siswa telah menjadi mahasiswa dengan dampak pada responden yang membaca 10-15 judul buku

Kaginan teorètis saking panalitèn inggih punika kangge biyantu nyugihakên pangangge teori-teori sastra kalihan terapanipun, mliginipun teori structural kalihan

Nilai konversi ubikayu menjadi bioetanol ditentukan oleh kadar gula total umbi, ratio fermentasi gula menjadi bioetanol, dan efisiensi destilasi etanol yang diperoleh (8-11%)

Mengingat penyakit diabetes mellitus ini merupakan permasalahan yang komplek dan memerlukan penanganan yang tepat, penulis akan melakukan klasifikasi menggunakan dua

Gambar Semua Konstruksi dengan skala 1:25 dan Detail Sambungan 1:10.4. MERENCANAKAN DIMENSI

Daun pada kembang sepatu menunjukkan bahwa tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan yang tidak sempurna karena hanya mempunyai bagian tangkai dan helaian saja,

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa dalam penelitian ini terdapat pengaruh langsung maupun tidak langsung kemandirian belajar dan lingkungan keluarga

Sarana dan Prasarana merupakan bagian dari sarana dan prasrana pendidikan, namun lebih khususkan pada kegiatan pembelajaran. 18) “ sarana adalah segala sesuatu yang mendukung