• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seorang Wanita G2P1A0 Usia Kehamilan 30 Minggu dengan Hipertensi Gestasional. A Woman G2P1A0 30 Weeks Pregnancy with Gestational Hypertension

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seorang Wanita G2P1A0 Usia Kehamilan 30 Minggu dengan Hipertensi Gestasional. A Woman G2P1A0 30 Weeks Pregnancy with Gestational Hypertension"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|80

Seorang Wanita G2P1A0 Usia Kehamilan 30 Minggu dengan Hipertensi

Gestasional

Jarmiati, Dina Tri Amalia

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu melahirkan di Indonesia. Hipertensi gestasional adalah hipertensi dalam kehamilan yang muncul pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu tanpa disertai proteinuria dan tekanan darah akan turun sebelum 12 minggu pasca melahirkan. Seorang wanita berusia 32 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek dengan keluhan hamil kurang bulan dengan darah tinggi. Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien kontrol rutin kehamilan ke bidan dan didapatkan TD=160/100 mmHg. Pada pemeriksaan fisik saat di rumah sakit didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg. Pada pemeriksaan USG didapatkan pasien hamil 30 minggu dan pemeriksaan laboratorium menunjukan proteinuria negatif. Diagnosis pada pasien ini adalah G2P1A0 hamil 30 minggu dengan hipertensi gestasional, janin tunggal hidup, persentasi kepala. Terapi yang dilakukan adalah terapi ekspektatif yakni observasi tanda vital ibu, denyut jantung janin nifedipin 3 x 10 mg dan dexametasone 1x12 mg. Tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi pada pasien ini sehingga pilihan terapi yang diberikan adalah terapi ekspektatif. Kata kunci: hipertensi dalam kehamilan, hipertensi gestasional, terapi

A Woman G2P1A0 30 Weeks Pregnancy with Gestational Hypertension

Abstract Hypertension on pregnancy is one of three major cause of mortality and morbidity on pregnancy in Indonesia. Gestational hypertention is hypertension on pregnancy appeared on > 20 weeks of pregnancy, without proteinuria and the blood pressure will decrease before 12 weeks post partum. A 32 years old pregnant woman came to Abdul Moeloek Hospital with complaint of premature pregnancy with hypertension. One day before go to the hospital, she went to the midwife and got the blood pressure was increase (160/100mmHg). Physical examination found blood pressure 140/90 mHg. Additional examination was using USG showed 30 week of pregnancy, and the laboratory examination showed that proteinuria negative. The diagnose in this patient is G2P1A0 30 weeks pregnancy with gestational hypertension, single fetus and head presentation. Treatment in this case is ekspectative therapy which is that vital sign observation, fetal heart rate, nifedipin 3 x 10 mg and dexametasone 1x12 mg. There is no complication in this patient, so the choice of therapy is ekspectative therapy. Keywords: gestational hypertension, hypertension in pregnancy, therapy Korespondensi : Jarmiati, S.Ked, alamat Jl Lada IV no 28 Bandar Lampung, HP 082379613292, e-mail jarmi.bj@gmail.com Pendahuluan Hipertensi dalam kehamilan merupakan komplikasi dalam kehamilan yang persentasenya masih cukup tinggi yakni 5-15 %. Mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih banyak dialami, hal tersebut terjadi karena penyebab hipertensi itu sendiri yang hingga saat ini belum jelas serta akibat perawatan dalam persalinan yang masih ditangani bukan oleh tenaga kesehatan terutama di daerah terpencil.1 Terdapat lima

penyebab utama kematian ibu di dunia yakni perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama atau partus macet dan abortus. Kematian ibu di Indonesia didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK) dan infeksi.2

Dari ketiga penyebab utama kematian ibu di Indonesia yakni perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK) dan infeksi, proporsi terbesar masih dimiliki oleh hipertensi dalam kehamilan. Hampir 30 % kematian ibu di Indonesia pada tahun 2011 disebabkan oleh HDK.2 WHO memiliki target

yang dituangkan dalam Millenium Development Goals atau MDG’s 2015 tentang angka kematian ibu (AKI) yakni diharapkan AKI sekarang akan turun sebesar 50 %, sehingga diperlukan penanganan yang adekuat terhadap kasus-kasus hipertensi dalam kehamilan.3

Hipertensi gestasional merupakan salah satu jenis hipertensi dalam kehamilan yang memiliki risiko cukup tinggi baik untuk ibu maupun janin. Angka kejadian hipertensi

(2)

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|81

gestasional pada wanita primigravida adalah 6-17 % sedangkan pada wanita multigravida sebesar 2-4 %. Apabila tidak ditangani dengan baik, hipertensi gestasional dapat berkembang menjadi preeklampsia yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin.4 Pada wanita hamil dengan

hipertensi, dapat terjadi gagal ginjal akut, disseminated intravascular dissease (DIC), perdarahan otak dan kelainan plasenta.5

Hipertensi pada kehamilan dibagi menjadi beberapa macam yaitu hipertensi gestasional, hipertensi kronik, preeklampsia, eklampsia, dan hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia. Hipertensi gestasional adalah hipertensi pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan tekanan darah akan turun sebelum 12 minggu pasca melahirkan, atau dapat didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada kehamilan tanpa adanya proteinuria dan tekanan darah kembali normal sebelum 12 minggu pasca melahirkan. Hipertensi kronik adalah hipertensi dalam kehamilan yang muncul sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali ditemukan setelah umur kehamilan 20 minggu dan menetap sampai 12 minggu pasca melahirkan. Preeklampsia adalah hipertensi dalam kehamilan yang muncul setelah usia kehamilan 20 minggu dan disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan gejala kejang-kejang hingga koma. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik yang disertai dengan tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik yang disertai dengan adanya proteinuria.1,6

Hingga saat ini, belum diketahui secara jelas etiologi hipertensi dalam kehamilan. Beberapa teori mengemukakan penyebab hipertensi dalam kehamilan, teori-teori yang saat ini banyak dianut adalah teori kelinan vaskularisasi plasenta, teori iskemia plasenta, radikal bebas serta disfungsi endotel, teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori adaptasi kardiovaskular genetik, teori defisiensi gizi, teori inflamasi.1

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, diagnosis hipertensi gestasional dapat ditegakkan pada wanita hamil yang memiliki tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada usia kehamilan di atas 20 minggu untuk

pertama kali selama kehamilan, tanpa disertai gejala preeklampsia, tanpa disertai proteinuria dan tekanan darah akan kembali normal sebelum 12 minggu pasca melahirkan.5,7

Tujuan pengobatan hipertensi gestasional adalah untuk mengurangi atau mencegah dampak buruk pada ibu ataupun janin akibat hipertensi dan obat-obatan yang akan diberikan. Secara umum pengobatan hipertensi gestasional dapat dilakukan dengan pengobatan farmakologik dan non-farmakologik.7

Hipertensi gestasional perlu mendapatkan perhatian khusus karena tenaga kesehatan harus mampu mencegah hipertensi gestasional menjadi preeklampsia atau bahkan eklampsia yang dapat berujung pada kematian. Tingginya angka kematian ibu di Indonesia akibat HDK menjadi masalah yang sangat mengkhawatirkan, sehingga perlu penegakkan diagnosis yang tepat secara dini dan tatalaksana yang sesuai sebagai upaya pencegahan kematian ibu akibat HDK.

Kasus

Seorang wanita berusia 32 tahun datang ke RSUD Dr. H. Abdul Moeloek (RSAM) dengan keluhan hamil kurang bulan dengan darah tinggi. Satu hari sebelum masuk rumah sakit, penderita kontrol rutin kehamilan ke bidan dan didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg, lalu penderita disarankan ke RSAM. Riwayat perut mules yang menjalar ke pinggang tidak ada, riwayat keluar darah lendir atau bloody show tidak ada, riwayat keluar cairan dari kemaluan tidak ada, riwayat hipertensi sebelum hamil tidak ada, riwayat hipertensi selama hamil ini tidak ada, riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya ada, riwayat hipertensi pada keluarga ada, riwayat mual-muntah tidak ada, riwayat nyeri epigastrium tidak ada, riwayat nyeri kepala hebat tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran umum tampak compos mentis, gizi baik, tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 88 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 37 oC,

berat badan 73 kg. pada pemeriksaan Leopold didapatkan Leopold I menunjukan tinggi fundus uteri 26 cm diatas symphisis pubis, pada fundus teraba bulat, lunak dan tidak melenting adalah bokong janin. Pada Leopold II didapatkan bagian perut kanan teraba keras memanjang adalah punggung kanan bagian

(3)

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|82 kiri teraba bagian-bagian kecil janin adalah ekstrimitas. Pada pemeriksaan Leopold III, perut bagian terbawah terasa bundar, keras, dan melenting, diperkirakan kepala janin belum masuk pintu atas panggul (PAP). Leopold IV menghasilkan kedua tangan konvergen, kepala belum masuk PAP, taksiran berat janin adalah 2170 gram, his tidak ada, denyut jantung janin 154 x/menit. Dilakukan pemeriksaan penunjang yakni ultrasonography atau USG didapatkan hasil usia kehamilan 30 minggu. Pemeriksaan laboratorium menunjukan proteinuria negatif, hemoglobin 13,4 gr/dl, hematokrit 37,9 %, leukosit 9.690/µl, trombosit 284.000/µl.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis G2P1A0 hamil 30 minggu dengan hipertensi gestasional, janin tunggal hidup, persentasi kepala. Terapi yang dilakukan kemudian adalah terapi ekspektatif yakni observasi tanda vital ibu (TVI) dan denyut jantung janin (DJJ) selama 24 jam, nifedipin oral 3x10 mg dan dexametasone injeksi 1x12 mg. Pada pasien ini dilakukan rawat inap karena memerlukan observasi hingga 24 jam setelah pemberian terapi. Setelah 24 jam pemberian terapi, dilakukan observasi selama 24 jam berikutnya untuk memastikan tekanan darah tidak naik kembali. Setalah 48 jam perawatan pasien diperbolehkan pulang dengan tekanan darah 120/80 mmHg. Pasien disarankan kontrol rutin tekanan darah ke fasilitas kesehatan terdekat hingga persalinan. Prognosis pada kasus ini untuk Ibu adalah dubia ad bonam, dan untuk janin juga dubia ad bonam.

Pembahasan

Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Pada pasien ditemukan tekanan darah pada saat datang adalah 140/90 mmHg, usia kehamilan 30 minggu dan pada pemeriksaan urin tidak ditemukan proteinuria.

Diagnosis kasus tersebut didasarkan pada pengertian hipertensi gestasional yakni hipertensi pada kehamilan yang tidak disertai proteinuria dan tekanan darah akan turun sebelum 12 minggu pasca pelahirkan atau didapatkan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada untuk pertama kalinya pada kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan tekanan

darah kembali normal < 12 minggu pasca melahirkan atau peningkatan tekanan darah yang pertama kali terdeteksi pada usia kehamilan di atas 20 minggu tanpa disertai dengan proteinuria, atau tanpa disertai tanda-tanda preeklampsia.5,7,8

Terdapat beberapa faktor risiko yang diduga dapat memicu terjadinya hipertensi dalam kehamilan, khususnya hipertensi gestasional diantaranya adalah keadaan hiperplasentosis seperti mola hidatidosa, kehamilan kembar/gemeli, diabetes militus, hidrops fetalis, dan bayi besar, umur ibu yang ekstrim, riwayat keluarga, penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan, obesitas, serta riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya.1,4,9

Hipertensi gestasional pada pasien ini diduga akibat faktor risiko genetik dan hipertensi pada kehamilan sebelumnya. Faktor risiko yang terbukti berhubungan timbulnya hipertensi dalam kehamilan adalah obesitas, hipertensi kronik atau hipertensi yang telah ada sebelumnya, faktor paternal, dan faktor genetik.10

Tindakan yang dilakukan pada pasien ini adalah terapi ekspektatif yakni mempertahankan kehamilan hingga aterm karena usia kehamilan masih 30 minggu dan belum ada tanda-tanda inpartu seperti rasa perut mulas yang menjalar ke pinggang, bloody show dan pembukaan serviks. Terapi farmakologi yang diberikan adalah memberikan antihipertensi golongan calcium channel blocker (CCB) yakni nifedipin oral dengan dosis 3x10 mg dan kortikosteroid yakni dexametasone injeksi 1x12 mg.

Alasan pemberian nifedipin sebagai obat antihipertensi pada kasus ini adalah karena nifedipine merupakan obat antihipertensi golongan CCB yang bekerja dengan cara menghambat influks kalsium ke dalam sel otot polos arteri. Nifedipin bersifat lebih selektif sebagai vasodilator dan mempunyai efek depresi jantung yang lemah jika dibandingkan dengan obat golongan CCB lainnya.11 Selain itu nifedipin juga memiliki

efek tokolitik sehingga sesuai untuk terapi ekspektatif.12 Dosis yang dianjurkan untuk

pemberian nifedipin adalah 30-120 mg per hari.8

Selain golongan CCB, obat antihipertensi lain yang dapat digunakan pada hipertensi dalam kehamilan dan telah banyak

(4)

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|83

digunakan adalah obat golongan metildopa, namun metildopa memiliki efek samping merugikan seperti penurunan kesadaran, gangguan tidur, perasaan lelah dan depresi, dan xerostomia.8

Obat antihipertensi golongan ACE-Inhibitor dikontraindikasikan pada kehamilan terutama pada trimester 2 dan 3, karena efek toksiknya sangat berat yakni menurunkan perfusi renal pada ginjal fetus. Penggunaannya juga dihubungkan dengan disgenesis ginjal, oligohidramnion yang diakibatkan kurangnya produksi urin dari fetus, hipoplasia paru, intrauterine growth restriction atau IUGR, hingga kematian janin.8

Pemberian obat antihipertensi pada kehamilan dibagi menjadi dua yakni untuk hipertensi berat adalah sistolik > 160 atau diastolik ≥ 110 mmHg dan hipertensi tidak berat/non-severe hypertension adalah sistolik 140–159 atau diastolik 90–109 mmHg. Pada kasus ini, pasien termasuk dalam hipertensi ringan atau non-severe hypertension tanpa

penyulit, sehingga rekomendasi yang

diberikan pada pasien ini sebaiknya adalah memberikan terapi antihipertensi untuk

mempertahankan tekanan darah sistolik 130–

155 mmHg dan tekanan diastolik 80–105 mmHg.

Terapi inisial yang dapat dierikan adalah salah satu dari jenis obat antihipertensi berikut ini:

metildopa, labetalol, beta-blocker

(acebutolol, metoprolol, pindolol, dan

propranolol), dan calcium channel blockers berupa nifedipine. Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitors dan angiotensin

receptor blockers (ARB) tidak

direkomendasikan.13

Pemberian kortikosteroid pada pasien ini bertujuan untuk pematangan paru janin.

Berdasarkan literatur, selain untuk

menurunkan dan menjaga tekanan darah tetap stabil, penatalaksanaan hipertensi

gestasional juga bertujuan untuk menurunkan

angka morbiditas dan mortalitas ibu serta menurunkan angka prematuritas. 14

Pemberian kortikosteroid antenatal harus dipertimbangkan untuk semua wanita hamil dengan preeklampsia pada usia kehamilan kurang dari 34 minggu, atau pada wanita hamil dengan hipertensi gestasional pada usia kehamilan kurang dari 34 minggu yang direncanakan untuk proses persalinan dalam waktu 7 hari berikutnya.13 Dosis

kortikosteroid yang digunakan untuk

pematangan paru adalah untuk dexametasone dapat diberikan 1x12 mg atau 2x6 mg per hari selama dua hari, sedangkan untuk betametason 1x12 mg per hari selama dua hari.7 Pada pasien ini digunakan obat

dexametason dengan dosis 1x12 mg injeksi.

Pada kasus ini pemberian

kortikosteroid sebenarnya belum bermanfaat. Hal ini disebabkan karena meskipun usia kehamilan kurang dari 34 minggu namun tidak direncanakan untuk persalinan dalam waktu 7 hari kedepan, melainkan dilakukan tindakan berupa terapi ekspektatif dengan rencana kelahiran saat kehamilan aterm.

Selain terapi farmakologi, perlu dilakukan terapi non farmakologi pada hipertensi dalam kehamilan yakni intervensi gaya hidup seperti penurunan berat badan dan pengurangan asupan garam.15 Program

latihan fisik juga efektif mencegah risiko preeklampsia. Pemberian suplemen kalsium juga diduga dapat menurunkan risiko hipertensi gestasional dan preeklampsia.12 Hal tersebut disampaikan kepada pasien agar dapat dilakukan selama kehamilan untuk membantu mencegah peningkatan tekanan darah kembali.

Komplikasi hipertensi dalam kehamilan yang paling sering terjadi adalah komplikasi serebrovaskuler, diantaranya perdarahan serebral dan kejang, kerusakan ginjal, dan komplikasi kardiovaskular, seperti edema paru. Selain itu, wanita dengan hipertensi gestasional berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.8,9,12

Pada pasien ini belum ditemukan tanda-tanda terjadinya komplikasi karena belum ditemukan tanda dan gejala kerusakan organ seperti gangguan fungsi ginjal yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan urin. Jika terdapat gangguan fungsi ginjal maka akan didapatkan kadar protein urin yang positif. Gejala edema paru juga tidak ada karena pada pasien tidak ditemukan gejala takipnea, ortopnea, takikardi, batuk, dan gejala lain.

Simpulan

Hipertensi gestasional pada pasien ini diduga akibat faktor risiko genetik yang didukung dengan adanya riwayat hipertensi pada keluarga serta faktor risiko hipertensi dalam kehamilan sebelumnya. Pada pasien tidak terdapat komplikasi sehingga penatalaksanaan yang diberikan berupa

(5)

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|84 terapi ekspektatif. Daftar Pustaka

1. Prawirhardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.

2. Kemenkes RI. Rencana Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu di Indonesia. Jakarta: Direktorat bina kesehatan ibu dan ditjen bina gizi & KIA; 2013.

3. Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Preeklampsia Berat [internet]. 2015 [disitasi tanggal 7 Mei 2015]. Tersedia dari: http://scribd.com /doc/182591019.

4. Sibai BM. Diagnosis and Management of Gestational Hypertension and Preeclampsia. American College of Obstetricians and Gynecologists. 2003; 102(1):181-92.

5. Queensland Maternity and neonatal Clinical Guidline. Hypertensive disorders of pregnancy. Queensland: Queensland Maternity and neonatal Clinical Guidline; 2010.

6. Lindheimer MD, Taler SJ, Cunningham

FG. Hypertension in Pregnancy. Journal of the American Society of Hypertension. 2008; 2(6):484-94. 7. Cunningham G, Leveno K, Bloom S,

Hauth J, Gilstap L, Wenstrom K. Obstetri Williams Vol 1. Edisi ke-21. Jakarta: EGC; 2005.

8. Mustafa R, Ahmed S, Gupta A, Venuto. RCA. Review Article: Comprehensive Review of Hypertension in Pregnancy. Hindawi Publishing Corporation [internet]. 2012 [disitasi tanggal 9 Mei

2015]. Tersedia dari:

http://www.hindawi.com/journals/jp/2 012/105918/.

9. Haryati H, Kusmiyati Y, Zein AY. Hubungan Kehamilan Gemeli Dengan Kejadian Hipertensi Gestasional dan Kejadian Perdarahan Post Partum Primer. Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak. 2013; 3(1).

10. Emilija JS, Vladimir J, Svetla S. Previous Pregnancy History, Parity, Maternal Age, And Risk Of Pregnancy Induced Hypertension. Bratisl Lek Listy. 2011; 112(4):189-91.

11. Katzung, BG. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC; 2010.

12. Kattah AG, Garovic VD. The Management of Hypertension in Pregnancy. Adv Chronic Kidney Dis. 2013; 20(3):229-39.

13. Magee LA, Helewa M, Moutquin JM, Dadelszen PV. Diagnosis, Evaluation, and Management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada. 2008;30(Suppl 3):S1-48.

14. Royal College Of Obstetricians And Gynaecologists. Hypertention In Pregnancy: The Management Of Hypertensive Disorders During Pregnancy. London: Royal College Of Obstetricians And Gynaecologists. 2010; hlm. 1-46.

15. Imdad A, Jabeen A, Bhutta ZA. Role of calcium supplementation during pregnancy in reducing risk of developing gestational hypertensive disorders: a metaanalysis of studies from developing countries. BMC Public Health. 2011; 11(Suppl 3):S3-S18.

Referensi

Dokumen terkait

Jika kedua referensi di atas membahas tentang variasi makna partikel dan variasi makan adnominal ending dengan target bahasa Korea sebagai bahasa asing oleh orang

Harga sewa indekos tidak memoderasi pengaruh fasilitas terhadap keputusan mahasiswa memilih tempat indekos di wilayah Kelurahan Panularan Kecamatan Laweyan Kota

penggunaan fungsi laptop sebagaimana mestinya. Dari hasil pengamatan di kelas serta diskusi dengan guru, dalam proses belajar biologi di kelas VIII-E RSBI SMP Negeri 1

Simpulan pada aplikasi klasifikasi jenis buah jeruk ini dapat menganalisis permasalahan yang ada pada sistem dapat mempercepat dan mempermudah kita untuk mengetahui

Dengan metode Direct Torque Control (DTC) menggunakan Fuzzy Logi Controller (FLC) mampu untuk mengikuti kecepatan referensi yang dinamis dengan baik serta dapat menekan

Sehingga interpretant yang didapat menunjukan adanya keinginan produk untuk mendomiansi sesuatu (pasar) terutama tanda indeks yang berupa konstruksi latar belakang yang

In 21st century era, the implementation of technology in the form of common digital media and resources has been applied by teachers in language teaching

Analisis data merupakan langkah yang paling penting di dalam proses penelitian. Data yang telah terkumpul tersebut diolah dengan menggunakan analisis