• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TINGGI PASANG SURUT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN BIOMASSA DAUN LAMUN Enhalus acoroides DI PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU JAKARTA

Christon*, Otong Suhara Djunaedi** dan Noir Primadona Purba** *) Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad **) Staf Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pertumbuhan dan biomassa daun lamun Enhalus acoroides dengan faktor fisis dan kimiawi perairan yang dilakukan pada bulan Maret 2012 dan pengolahan data dilakukan pada bulan April 2012. Pengukuran parameter fisis dan kimiawi perairan dilakukan secara insitu dan pengukuran pertumbuhan dan biomassa daun lamun menggunakan metode survei yang meliputi: teknik pengambilan contoh acak, petak kuadrat, penandaan daun lamun Zieman (1974), serta Independent T-test dan Correlate bivariate dengan menggunakan software IBM SPSS Statistics Version 19.0 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik nilai korelasi rata-rata tinggi pasang surut dengan pertumbuhan dan biomassa Enhalus acoroides tidak berbeda secara signifikan, dan nilai Independent T-test pada kedua lokasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan biomassa adalah kecepatan arus yang menyebabkan kelimpahan mikroalga epifit, sehingga mempengaruhi laju pertumbuhan lamun Enhalus acoroides.

Kata kunci : Biomassa, Enhalus acoroides, lamun, pertumbuhan

ABSTRACT

This research aimed at measuring the growth and the biomass of Enhalus acoroides leaves with physical and chemical factors that is conducted in March 2012, and data processing in April 2012. The measurement of physical and chemical factors are conducted using insitu method and the measurement of the growth and the biomass of seagrass leaves is using several methods; taking sample randomly, transect quadrant, Zieman (1974) method of marking seagrass, and Independent T-test and Correlate Bivariate using IBM SPSS Statistics Version 19.0 for Windows. The result of the average of tidal with the growth and the biomass of Enhalus acoroides is not significant, and the Independent T-test in both locations are not showing any significant differences. The environment factor that is affecting the growth and the biomass current rate which causing the abundance of epiphytic microalgae and affecting the growth of Enhalus acoroides.

(2)

PENDAHULUAN

Enhalus acoroides merupakan spesies lamun yang menyumbang sebagian besar biomassa total tumbuhan pada ekosistem lamun perairan dangkal (Brouns and Heijs 1986). Enhalus acoroides sebagai salah satu komponen keanekaragaman hayati daerah padang lamun, berkaitan erat dengan dengan produktivitas biomassa serta produktivitas primer yang akan berpengaruh terhadap rantai makanan. Kondisi lingkungan perairan akan mempengaruhi jumlah, sebaran dan biomassa lamun tersebut.

Bentuk daun Enhalus acoroides yang seperti pita atau sabuk memudahkan untuk dijadikan objek pengamatan pertumbuhan. Pengukuran per-tumbuhan lamun Enhalus acoroides dilakukan pada bagian daun lamun yang didasarkan atas fungsi daun sebagai penerima cahaya dan alat fotosintesis.

Menurut Hamza (2009), pertumbuhan dan sebaran lamun dibatasi oleh beberapa faktor seperti temperatur, salinitas, jenis substrat, dan kecerahan. Faktor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun adalah kedalaman air yang menentukan tingkat kecerahan air disebabkan oleh ukuran daunnya yang besar mem-pengaruhi fotosintesis dan pertumbuhannya serta pengaruh arus pada pola pasang surut yang akan mempengaruhi larutnya nutrien dalam air yang bermanfaat bagi pertumbuhan lamun.

Enhalus acoroides tersebar pada hampir seluruh perairan laut dangkal Indonesia (Den Hartog 1970). Pada Pulau Pari terdapat daerah yang berhubungan langsung dengan Laut Jawa dan yang tidak terhubung langsung dengan Laut Jawa, sehingga terdapat dua daerah dengan perbedaan kecepatan arus, sehingga gerakan periodik jangka panjang yang disebabkan oleh pasang surut akan mempengaruhi penetrasi cahaya dan kecepatan arus. Jumlah nutrien yang terlarut dalam air laut akan menentukan tingkat pertumbuhan lamun dan biomassanya.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2012. Pengukuran parameter fisis dan kimiawi,

dan pengambilan sampel di Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarta dilakukan pada bulan Maret 2012 dan pengolahan data dilakukan pada bulan April 2012.

Penentuan plot dilakukan dengan menggunakan metode transek garis dengan menarik garis sejauh 50 m menuju arah tubir pada ekosistem lamun secara tegak lurus terhadap garis pantai. Kemudian menarik garis secara horisontal sejauh 10 m untuk menentukan plot berikutnya.

Pengukuran data fisis dan kimia, yaitu kedalaman, kecerahan, suhu, kecepatan arus, pH, salinitas, nitrat dan orthofosfat. Sedangkan data pasang surut didapatkan melalui TNI AL Dishidros dengan stasiun Tanjung Priok, Jakarta. Pengambilan sampel daun lamun menggunakan metode acak stratifikasi yaitu dengan mengambil sampel secara acak (Murwanto dkk. 2000). Nilai kerapatan dan penutupan diukur dengan menggunakan metode petak kuadrat dengan menggunakan alat transek berukuran 1 × 1 m.

Pengukuran pertumbuhan panjang dan produksi daun lamun Enhalus acoroides meng-gunakan metode penandaan daun Zieman (1974) (Erftermeijer et al. 1993, Azkab 2000). Penandaan dilakukan dengan cara melubangi daerah meristem tunas pelepah sebagai batas awal penandaan awal pertumbuhan yang dilakukan selama empat belas hari dalam rentang waktu tujuh hari, tunas dilubangi untuk kedua dan ketiga kalinya sebagai batas akhir pertumbuhan.

Sampel substrat diambil sebanyak 100 g untuk diayak dengan menggunakan ayakan bertingkat untuk dipisahkan dan diklasifikasikan menurut skala Udden Wenworth. Correlate Bivariate digunakan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pasang surut dengan pertumbuhaan dan biomassa daun lamun, dan perbandingan pertumbuhan dan biomassa pada sampel lamun antara dua stasiun penelitian dilakukan dengan menggunakan Independent T-test dari dua populasi yang tidak berhubungan, apakah kedua populasi tersebut mempunyai rata-rata yang sama atau berbeda secara signifikan.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi penelitian terbagi dalam dua stasiun, dimana stasiun 1 terletak pada koordinat 05o51'11,7" Lintang

Selatan dan 106o37'38,8" Bujur Timur, dan stasiun 2 terletak pada 05o51'54,1" Lintang Selatan dan 106o36'29,5" Bujur Timur (Gambar 1).

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Pulau Pari, Kepulauan Seribu Parameter Fisis Perairan

Kondisi suhu perairan yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 29 – 31oC, dimana nilai yang diperoleh dari tiap stasiun tidak jauh berbeda. Besarnya nilai pada stasiun 1 disebabkan oleh dangkalnya perairan, sehingga cahaya yang masuk kedalam kolom air lebih banyak dan mengakibatkan suhu perairan meningkat.

Berdasarkan hasil peng-ukuran, data yang diperoleh pada stasiun 1 memiliki nilai kedalaman rata-rata sebesar 0.379 m dan pada stasiun 2 memiliki nilai kedalaman rata-rata sebesar 0.708 m.

Kondisi perairan di lokasi penelitian yang dangkal merupakan salah satu faktor yang menyebabkan nilai kecerahan perairan menjadi 100%. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi lamun karena proses fotosintesis dapat berlangsung secara optimal, karena cahaya yang masuk kedalam kolom air sangat penting untuk aktivitas fotosintesis.

Kecepatan arus pada stasiun 1 dengan ulangan pertama sebesar 0.0833 m s-1, ulangan kedua sebesar 0.0732 m s-1, dan pada ulangan ketiga sebesar 0.0741 m s-1, dan kecepatan arus pada stasiun 2 diperoleh kecepatan arus pada ulangan pertama yaitu sebesar 0.1374 m s-1, ulangan kedua sebesar 0.1169 m s-1, dan pada ulangan ketiga sebesar 0.1137 m s-1. Kecepatan arus permukaan di Kepulauan Seribu berkisar antara 0.05 –

0.12 m s-1 (Dinas Perikanan DKI Jakarta dan Fakultas Perikanan-IPB 1997 dalam Mihardja dan Pranowo 2001). Dari hasil pengolahan data selama penelitian, menunjukkan bahwa kecepatan arus pada Pulau Pari tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan data keadaan umum dari Dinas Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta (1998) yaitu 0.07 – 0.13 m s-1.

Nilai pasang surut di lokasi saat penelitian diperoleh dari data pasang surut perairan Kepulauan Seribu (stasiun Tanjung Priok) Dishidros TNI AL pada bulan Maret 2012 menunjukkan perairan Kepulauan Seribu Jakarta merupakan daerah dengan tipe pasang surut harian tunggal. Ongkosongo dan Suyarso (1989) dalam Mihardja dan Pranowo (2001) menyatakan bahwa tipe pasang surut tahunan di Kepulauan Seribu adalah diurnal, yaitu pasang surut harian tunggal, dimana terdapat satu kali pasang dan satu kali surut. Pada saat penelitian perairan Kepulauan Seribu mengalami surut mulai pukul 08.00 WIB dan mengalami pasang mulai pukul 17.00 WIB, sehingga pengukuran dilakukan saat perairan mulai mengalami surut.

Selama penelitian di-laksanakan, data yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai surut tertinggi terjadi antara tanggal 27 – 31 Maret 2012, sebesar 0.3 m. Sementara nilai surut terendah terjadi antara tanggal 24 Maret 2012 sebesar 0.5 m. Naik turunnya permukaan air

(4)

mempengaruhi cahaya yang masuk kedalam kolom air, berdasarkan hasil pengukuran kecerahan bahwa cahaya yang masuk dapat mencapai 100%, dan ketinggian permukaan air tidak mempengaruhi penetrasi cahaya.

Dari hasil pengukuran di lapangan pada saat penelitian menunjukkan bahwa arus bergerak dari arah barat menuju timur, ini berkaitan dengan beberapa faktor pembangkit arus, salah satunya adalah faktor angin. Arus permukaan di perairan Kepulauan Seribu secara umum dipengaruhi oleh pola angin musim. Arus permukaan bergerak ke timur pada Musim Barat, dan arus bergerak ke barat pada Musim Timur. Dalam hal ini secara umum arus akibat pasang surut adalah tidak dominan (Sutisna 1988 dalam Mihardja dan Pranowo, 2001). Pola arus disebabkan akibat pergerakan angin pada permukaan air laut yang di pengaruhi angin Musim Barat yang terjadi pada bulan Oktober hingga Mei.

Parameter Kimiawi

Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa kadar nitrat pada stasiun 1 yaitu 0.008 mg L-1 dan stasiun 2 memiliki nilai yang tinggi yaitu 0.037 mg L-1. Tingginya kandungan nutrien pada stasiun 2 menyebabkan tingginya keanekaragaman orga-nisme kecil pada stasiun ini seperti ikan kecil, bintang laut, mollusca, dan salah satunya adalah mikroalga epifit, yaitu alga yang mempunyai bentuk dan ukuran mikroskopik yang hidup menempel pada daun lamun.

Tingginya kandungan nitrat pada stasiun 2 diduga karena tingginya keaneka-ragaman biota pada stasiun ini, sehingga terjadi siklus nitrogen dimana biota yang mati akan diurai menjadi ammonium (NH4+) oleh bakteri yang kemudian dikonversi menjadi nitrat, mengakibatkan kenaikan kan-dungan nutrien pada stasiun ini.

Nilai orthofosfat yang di-peroleh pada kedua stasiun yaitu sama, sebesar 0.0114 mg L-1. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diklasifikasikan sebagai perairan mesotrofik dengan kadar orthofosfat 0.011 – 0.03 mg L-1.

Pengukuran nilai derajat keasaman (pH) pada tiap stasiun memiliki nilai yang sama yaitu pada nilai 8, keadaan pH ini menunjukkan homogenitas pada tiap stasiun. Lamun dapat tumbuh optimal jika berada dalam kisaran pH antara 7.5 – 8.5.

Nilai salinitas yang diukur selama penelitian berlangsung di tiap stasiun memiliki kisaran pada lokasi penelitian yaitu 31 - 33‰. Lamun tumbuh optimum terhadap salinitas dengan nilai 35‰. Nilai salinitas ini diduga karena dekat dengan perairan pantai wilayah Jakarta, sehingga masih adanya pengaruh aliran air tawar dari beberapa muara sungai.

Substrat

Pada stasiun 1, didominasi oleh pasir dengan persentase 82.0%, sedangkan pada stasiun 2, di dominasi oleh lanau dengan persentase 82.9% (Gambar 4).

(5)

Tingginya kecepatan arus pada stasiun 2 menyebabkan substrat pada daerah tersebut terdiri dari lumpur halus atau lanau dan detritus.

Perbedaan komposisi sedimen terutama komposisi lanau dapat mempengaruhi kerapatan dan pertumbuhan Enhalus acoroides terutama terhadap produksi dan biomassa lamun pada masing-masing stasiun. Hal ini dapat dilihat bahwa kerapatan dan penutupan stasiun 1 yang didominasi oleh pasir lebih sedikit dibandingkan dengan stasiun 2 yang didominasi oleh lanau.

Kerapatan dan Penutupan Vegetasi Lamun

Pada hasil pengukuran diketahui bahwa stasiun 1 memiliki rata-rata nilai kerapatan 114.67 individu m-2 dan rata-rata nilai penutupan 65%, sedangkan stasiun 2 memiliki rata-rata nilai kerapatan 164.67 individu m-2 dan rata-rata nilai penutupan 90%.

Kerapatan dan penutupan dapat mempengaruhi pertum-buhan lamun dan nilai produksi dan biomassa lamun dalam satuan luas. Tingkat kerapatan yang tinggi akan meningkatkan tekanan kompetisi antara masing-masing individu. Penutupan yang besar meningkatkan kompetisi penyerapan sinar matahari. Kekurangan unsur hara dan cahaya akan menghambat proses fotosintesis dan pertumbuhan lamun.

Laju Pertumbuhan Panjang Daun Lamun (cm hari-1)

Nilai rata-rata pertumbuhan panjang daun pada minggu pertama menunjukkan bahwa nilai rata-rata pertumbuhan panjang daun pada stasiun 1 lebih tinggi dibandingkan pada stasiun 2. Perbedaan selisih tertinggi terlihat pada daun ke-1 dengan selisih 0.4463 cm hari-1 (Gambar 5).

Gambar 3. Diagram rata-rata laju pertumbuhan pada minggu pertama Pada minggu kedua menunjukkan

bahwa pada stasiun 1 masih lebih tinggi (Gambar 6). Pada minggu ini juga terlihat adanya penurunan nilai pertumbuhan panjang daun pada kedua stasiun, hal ini

diduga karena menurunnya nilai kecepatan arus yang membawa unsur hara pada kedua stasiun selama penelitian dilakukan.

(6)

Gambar 4. Diagram rata-rata laju pertumbuhan pada minggu kedua Pada stasiun 1, nilai rata-rata laju

pertumbuhannya adalah 0.8906 cm hari-1, dan pada stasiun 2 yaitu 0.6773 cm hari-1. Terlihat bahwa laju pertumbuhan pada daun ke-4 sudah kurang aktif melakukan pertumbuhan. Hal ini diduga karena kandungan unsur hara dan klorofil yang terkandung dalam setiap daun yang mem-pengaruhi aktivitas pertumbuhan.

Tingginya kandungan nutrien pada

stasiun 2 mengakibatkan

keanekaragaman biota pada stasiun ini, terutama mikroalga epifit yang menempel pada daun lamun. Jenis substrat lanau yang mendominasi pada stasiun 2 menyebabkan produktivitas lendir pada lamun meningkat, sehingga tingginya produktivitas lendir pada lamun mempengaruhi kelimpahan mikroalga epifit (Azkab 2000).

Mikroalga epifit memiliki manfaat pada lamun karena berfungsi sebagai pelindung lamun dari radiasi sinar UV pada stasiun 1 yang memiliki rata-rata kedalaman sebesar 0 0.379 m, namun

mikroalga epifit pada stasiun 2 memiliki rata-rata kedalaman sebesar 0.708 m cenderung menurunkan laju pertumbuhan. Hal ini dikarenakan penetrasi cahaya yang masuk lebih sedikit sehingga terjadi kompetisi antara lamun dengan mikroalga epifit untuk melakukan fotosintesis. Dengan demikian laju pertumbuhan pada stasiun 2 akan lebih kecil jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan pada stasiun 1.

Produksi Daun

Besarnya nilai produksi daun lamun pada stasiun 2 yang tinggi disebabkan karena kerapatan lamun pada stasiun 2 yang lebih besar dibandingkan pada stasiun 1 (Tabel 1). Karena nilai produksi daun lamun dihitung berdasarkan besar produksi daun pertunas dan besar kerapatan pada satu luasan. Semakin besar kerapatan pada suatu daerah maka semakin nilai produksi daun lamun dalam luasan tersebut.

(7)

Biomassa Lamun

Berdasarkan hasil pengukuran nilai rata-rata biomassa daun lamun Enhalus acoroides antara stasiun 1 dan stasiun 2 menunjukkan perbedaan, hail ini disebabkan nilai kerapatan lamun pada stasiun 1 yang lebih besar dibandingkan pada stasiun 2. Semakin besar kerapatan

pada suatu daerah maka semakin besar pula biomassa tumbuhan yang terdapat di dalamnya. Besarnya biomassa lamun bukan hanya merupakan fungsi dari ukuran tumbuhan, tetapi juga merupakan fungsi dari kerapatan (Fortes 1989 dalam Liwe 2010).

Tabel 2. Biomassa Total Enhalus acoroides

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa biomassa lamun di bawah substrat lebih besar dibanding di atas substrat. Namun sebaliknya, produksi lamun di atas substrat lebih besar dibanding di bawah substrat (Brouns 1985 dalam Liwe 2010).

Pada kedua stasiun biomassa terbesar terdapat pada bagian rimpang yaitu 72,1060 g m-2 pada stasiun 1 dan 103,6581 g m-2 pada stasiun 2, serta besar biomassa pada bagian tumbuhan di bawah sedimen (akar dan rimpang) lebih besar daripada organ tumbuhan diatas sedimen (pelepah dan daun). Besarnya nilai rimpang pada stasiun 2 dengan tipe susbtrat lanau atau lumpur halus diduga karena adanya efek positif dari lumpur organik terhadap perkembangan sistem penyerapan nutrien pada tipe sedimen, namun pada substrat yang kasar terjadi kecenderungan penurunan nutrien dan material organik.

Akar lamun cukup kuat menghujam ke dasar perairan. Akar lamun tidak berfungsi penting dalam pengambilan air seperti tanaman darat, karena akar lamun dapat menyerap nutrien dan melakukan fiksasi nitrogen. Kandungan nutrien pada perairan hasil penguraian oleh bakteri dalam sedimen kemudian diserap oleh akar lamun, karena penyimpanan material organik hasil fotosintesis dan penyerapan nutrien terbesar adalah pada rimpang yang merupakan 60 – 80% biomasa lamun (Hamza 2009).

Independent T-test Pertum-buhan dan Biomassa Daun Lamun

Independent T-test menggunakan software IBM SPSS Statistics Version 19.0 for Windows dengan mem-bandingkan nilai rata-rata pertumbuhan dan biomassa pada kedua lokasi penelitian dengan tingkat kekeliruan ( ) yang ditolerir adalah sebesar 5%.

Dari hasil yang diperoleh, nilai nilai p-value dari uji Levene’s yaitu 0.613 pada nilai rata-rata pertumbuhan dan 0.880 pada nilai rata-rata biomassa daun lamun lebih besar dari yaitu 0.05, sehingga nilai rata-rata pertumbuhan lamun Enhalus acoroides dari stasiun 1 dan stasiun 2 adalah sama atau tidak berbeda secara signifikan.

Correlate Bivariate Tinggi Pasang Surut dengan Pertumbuhan dan Biomassa Daun Lamun

Hubungan antara pasang surut dengan pertumbuhan dan biomassa daun lamun Enhalus acorodies di Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarta menggunakan software IBM SPSS Statistics Version 19.0 for Windows. Nilai koefisien korelasi berkisar antara 1 sampai dengan 1, nilai -1 berarti terdapat hubungan negatif (berkebalikan) yang sempurna, 0 berarti tidak terdapat hubungan sama sekali, dan 1 berarti terdapat hubungan positif yang sempurna.

Nilai yang didapatkan dari uji statistik Correlate Bivariate dengan nilai Pearson Correlation yaitu 0.157 pada

(8)

korelasi pasang surut dengan pertumbuhan, dan nilai 0.123 pada korelasi pasang surut dengan biomassa daun lamun Enhalus acoroides, karena koefisien korelasi dengan nilai 0 atau mendekati 0 dianggap tidak berhubungan antara dua variabel uji. Hal ini memperlihatkan bahwa secara statistik, korelasi nilai rata-rata ketinggian pasang surut dengan pertumbuhan dan biomassa daun lamun Enhalus acoroides di Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarta yaitu tidak terdapat hubungan atau tidak bermakna secara statistik.

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini yaitu tidak terdapat perbedaan pertumbuhan dan biomassa antara daerah pada jenis perairan terbuka dan perairan tertutup di Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarta, nilai korelasi antara rata-rata tinggi pasang surut dengan pertumbuhan dan biomassa Enhalus acoroides yaitu tidak bermakna atau tidak terdapat hubungan, dan adanya pengaruh arus yang menyebabkan perbedaan kandungan nutrien dan tipe substrat, sehingga mengakibatkan keanekaragaman biota, terutama mikroalga epifit yang mempengaruhi pertum-buhan dan biomassa lamun.

DAFTAR PUSTAKA

Azkab, M. H. 2000. Produktivitas di Lamun. Oseana, 25 (1) : 1-11. Azkab, M. H. 2000. Epifit Pada Lamun.

Oseana, 25 (2) : 1-11.

Brouns, J.J.W m., and Heijs, F m L. 1986. Production and Biomass of The Seagrass Enhalus acoroides (L.f.) Royle and Its Epiphytes. Aquatic Botany, (25): 21-45.

Den Hartog, C. 1970. The Seagrasses of the World. North Holland Publisher, Amsterdam.

Erftemeijer, P L.A. 1993. Differences in Nutrient Concentration and Resources between Seagrass Communities on Carbonate and Terigenous Sediments in South Sulawesi, Indonesia. Mar. Sci., 54: 403-419.

Hutomo, M. 1999. Proses Peningkatan Nutrient Mempengaruhi Kelangsungan Hidup Lamun. www.coremap.or.id (diakses tanggal 10 Desember 2011).

Liwe, H. L. 2010. Penyimpanan Karbon Melalui Pengukuran Biomassa dan Pertumbuhan Daun Enhalus acoroides (L.f.) Royle di Pulau Pari Kepulauan Seribu. Skripsi Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Mihardja, D. K. dan Widodo S. P. 2001. Kondisi Perairan Kepulauan Seribu. Pusat Penelitian Kelautan (PPK) Bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kepariwisataan (P2PAR) Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Murwanto, A.G., R.A. Maturbongs, dan F. Pattiselanno. 2000. Pendugaan Populasi Rusa iomor (Cervus timorensis) di Padang Rumput Alam Pulau Rumberpon. Media Konservasi 2 (1): 17 – 20.

Wenno, P. A. 2003. Kolonisasi Epifit Pada Daun Lamun Thalassia hemprichi dan Enhalus acoroides. Ichtyos, 3 (1) : 21-26.

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Pulau Pari, Kepulauan Seribu Parameter Fisis Perairan
Gambar 2. Diagram persentase komposisi tipe substrat
Gambar 3. Diagram rata-rata laju pertumbuhan pada minggu pertama Pada  minggu  kedua  menunjukkan
Gambar 4. Diagram rata-rata laju pertumbuhan pada minggu kedua  Pada  stasiun  1,  nilai  rata-rata  laju

Referensi

Dokumen terkait

Pada tingkat penerimaan konsumen, penggunaan ekstrak lengkuas pada proses perendaman ikan bandeng berpengaruh nyata terhadap kenampakan mata tetapi tidak berpengaruh nyata pada

Skripsi yang berjudul: Perbedaan Prestasi Belajar Siswa Yang Mngkuti Tahfizhul Quran Dan Tidak Mengikuti Tahfizhul Quran Di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Muning Baru Kecamatan

Proses perpindahan panas/energi melalui suatu media zat padat atau cair yang terjadi karena kontak langsung diantara partikel-pertikel yang mempunyai perbedaan

Puji syukur kehadirat allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan Hasil Praktek Kerja N yata yang berjudul “Prosedur

Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara masa kerja, pendidikan dan pelatihan, iklim kerja, kompensasi dan motivasi dengan kinerja perawat di

penderita TBC dengan BTA positif. Perilaku penderita TBC harus diawasi dan dengan kesadaran agar selalu memperhatikan bagaimana cara – cara untuk melindungi

Hasil secara umum tentang dukungan suami dengan tingkat kepatuhan didapatkan bahwa responden yang mendapat dukungan suami kurang cenderung tidak patuh dalam

Rencana keperawatan, setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam di harapkan klien dapat melakukan pergerakan fisik dengan kriteria hasil : tidak terjadi