• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERBATASAN TEORI MINIMALIS CHOMSKY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KETERBATASAN TEORI MINIMALIS CHOMSKY"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KETERBATASAN TEORI MINIMALIS CHOMSKY

Abstract: Within the latest development of generative linguistics, Chomsky (1995) has proposed the so-called Minimalist Theory, better known as the Minimalist Program. This theory is a revised version of the earlier Government Binding (GB) Theory (Chomsky 1981), which had gained world-wide recognition. The present dynamics in the generative school, as they were during the 1960s and 1970s, are primarily engendered by two factors. First, generative linguists aim to set up a linguistic theory that meets the two essential requirements: descriptive adequacy and explanatory adequacy. Second, they aim to design a theory that is both simple and elegant. With reference to the second requirement, the Minimalist Program is indeed more simple and elegant than the GB Theory or the Classical Generative Theory, the latter outlined in Chomsky s Aspects (1965).

Much like the GB Theory, the Minimalist Program is also a modular system. That is, the system of grammar or linguistic competence consists of interrelated modules. As an organized whole, these modules operate simultaneously on the basis of presumed innate principles. This paper intends to give a concise description of Chomsky s Minimalist Theory, pointing out at the same time its strengths and weaknesses. This theory stands out for its greater power of generalization, and yet it lacks the capacity to explain some natural language data namely, language not merely as a set of grammatical sentences, but also as a means of social communication reflecting sociocultural values of its speakers. This limited capacity is due to the fact that the generativist approach is more theory-driven than data-driven. As such, the Minimalist Theory has not met the requirement of explanatory adequacy, not even that of descriptive adequacy. Key words: Chomsky, Classical Generative Theory, GB Theory, the Minimalist Program, descriptive adequacy, explanatory adequacy.

1. TEORI BAKU DAN TEORI GB: PERJALANAN PANJANG MENUJU MINIMALISME

Teori Minimalis, atau yang lebih dikenal sebagai Program Minimalis, mulai dirumuskan oleh Chomsky pada awal 1990-an. Kemudian teori tersebut scara resmi

diproklamirkan sebagai kerangka teoritis bagi Linguistik Generatif dengan terbitnya buku Chomsky The Minimalist Program pada tahun 1995. Munculnya Teori Minimalis ini mengisyaratkan setidak-tidaknya tiga hal penting. Pertama, dalam Linguistik Generatif sintaksis tetap menduduki posisi sentral, sedangkan fonologi dan semantik, yang bersifat interpretif, menduduki posisi komplementer. Sementara itu, meskipun posisi leksikon jadi semakin menonjol, posisi morfologi tetap periferal seperti posisinya semula dalam Teori Baku (yang diformulasikan dalam Aspects of the Theory of Syntax 1965) maupun dalam Teori GB1 (yang diformulasikan dalam LGB atau Lectures on Government and Binding 1981). Kedua, sebagaimana munculnya Teori Baku dan munculnya Teori GB pada dua era

1

Dalam The Minimalist Program, Chomsky (1995: 29-30) mengatakan bahwa nama atau istilah GB tidak benar dan menyesatkan, karena government dan binding hanyalah sebagian saja dari the unifying principles, sementara masih ada princip-prinsip lain (misalnya Case Theory dan Theta Theory) yang merupakan komponen utama dari teori tersebut. Oleh karena itu, nama yang benar untuk teori tersebut adalah Pinciples

and Parameters (P&P) Theory, atau disebut juga P&P Approach.

Dalam makalah ini saya tetap menggunakan istilah Teori GB dengan alasan praktis saja: istilah atau nama GB sudah dikenal cukup lama dan beredar secara meluas, sehingga nama ini tidak terdengar asing lagi bagi para ilmuwan bahasa.

(2)

sebelumnya, lahirnya Teori Minimalis juga didorong oleh ambisi untuk memenuhi dua persyaratan teoritis, yaitu ketuntasan pemerian (descriptive adequacy) dan ketuntasan penjelasan (explanatory adequacy). Artinya, sebuah teori kebahasaan dinilai memiliki ketuntasan pemerian bila ia mampu memerikan kompetensi bahasa secara tuntas dan benar; dan ia dipandang memiliki ketuntasan penjelasan bila ia mampu menjelaskan bagaimana bahasa, yang merupakan sebuah sistem terpadu yang begitu rumit, dapat dikuasai oleh anak-anak (penutur bahasa apa pun) dalam waktu yang begitu singkat. Ketiga, dalam upayanya memenuhi dua persyaratan teoritis tersebut, Teori Minimalis, yang melangkah lebih berani daripada Teori GB, ingin langsung menukik ke dalam UG (Universal Grammar, atau Gramatika Semesta). Dalam versinya yang mutakhir, UG adalah nama lain dari alat pemerolehan bahasa (language acquisition device atau LAD) yang memungkinkan anak-anak menguasai bahasa secara singkat dan serentak. UG merupakan perangkat kognitif khusus, terdiri dari sejumlah prinsip dan parameter, yang dalam persentuhannya dengan bahasa sebagai data primer akan tumbuh dan berkembang secara alamiah, dan pada ujungnya ia terbentuk menjadi kompetensi bahasa (linguistic competence). Dengan kata lain, UG adalah alat pemerolehan bahasa pada kondisi nol. Sebelum munculnya Teori Minimalis dan semasa era GB, Matthews (1993: 237) memberikan penilaian kritis terhadap Chomsky. Pada era generatif klasik, untuk menuju UG bahasawan harus lebih dulu merumuskan particular grammars (PG), yang dihasilkan dari penelitian terhadap berbagai bahasa secara terpisah-pisah. Dalam PG akan didapatkan ciri-ciri umum dan sekaligus ciri-ciri khusus. Paduan dari ciri-ciri umum atau general principles tersebut akan menghasilkan UG atau core grammar, sedangkan ciri-ciri khusus akan disapu ke tepian karena ciri-ciri tersebut tidak lebih daripada periphery. Pada era GB,

jalan panjang tersebut tidak diperlukan lagi. Bahasawan, melalui analisis yang sangat mendalam terhadap beberapa bahasa, dapat langsung memasuki ranah UG tanpa harus repot-repot merumuskan PG terlebih dulu. Hal ini memiliki implikasi yang serius terhadap perumusan teori kebahasaan. Pada era generatif klasik, jika ditemukan counter examples dari suatu bahasa yang belum pernah diteliti sebelumnya, bahasawan harus melangkah surut, dan jika perlu ia harus merevisi generalisasi yang telah dirumuskan sebelumnya. Namun, pada era GB, bahasawan lebih bersikap pantang mundur . Dalam kata-kata Matthews (ibid.), the new school is concerned directly with universal grammar; and if [the linguists] accept its premiss [they] do not have to be perturbed by [counter

examples] .

Penilaian Matthews tersebut dibenarkan oleh Chomsky (1995), tentu saja tanpa mengatakan bahwa bahasawan tidak ambil peduli pada counter examples yang muncul belakangan.

[In] early generative grammar ... UG provides a format for permissible rule systems; any instantiation of this format consititutes a specific language. Each language is a rich and intricate system of rules that are, typically, construction-particular and language-construction-particular. ...

The more recent principles-and-prameters (P&P) approach, assumed here, breaks radically with [the old] tradition, taking steps toward the minimalist design. ... UG provides a fixed system of principles and a finite array of finitely valued

parameters. The language-particular rules reduce to choice of values for these parameters (hlm. 170).

Di samping meninggalkan jalan panjang dan mengambil jalan pintas untuk menjuju UG tersebut, Teori Minimalis, sebagaimana Teori GB, sangat berbeda dengan

(3)

Teori Baku atau Teori Generatif Klasik (Gambar 1), yang tata-kerjanya menyerupai diagram alir.

Phrase Structure (PS) Rules & Lexical Insertion

Deep Structure Semantic Interpretation

(Transformational Rules)

Surface Structure Phonetic interpretation Gambar 1. Format Teori Baku (Generatif Klasik)

Menurut Teori Baku, kalimat gramatikal muncul sebagai ujaran dengan melalui tahap-tahap berikut: PS Rules yang diikuti oleh Lexical Insertion menghasilkan kernel sentence pada lapis Deep Structure (SS), di mana makna kalimat mulai muncul dan dapat dipahami. Kemudian kernel sentence akan menuju lapis Surface Structure (SS) dengan atau tanpa mengalami transformasi. Pada lapis SS ini kalimat mendapatkan bentuk fonetisnya dan lahir secara penuh sebagai ujaran. Tentu saja gambaran kompetensi bahasa seperti dinyatakan dalam Gambar 1 tersebut merupakan penyederhanaan dari realitas mental grammar yang ada pada setiap penutur bahasa. Tambahan lagi, bila kita cermati format Teori Baku pada Gambar 1 tersebut, nampaklah ia sebagai gambaran mental grammar (which is) producing a grammatical utterance. Sementara itu, pengertian yang lengkap dari linguistic competence adalah the specific mental faculty that enables humans to produce and perceive (novel) grammatical utteances. Namun, pada dasawarsa 1960-an, ketika sintaksis lazimnya haya berupa deskripsi taksonomis, tidaklah berlebihan bila Teori Baku tersebut dipandang sebagai gagasan yang revolusioner .

Selanjutnya, marilah kita tinjau Teori GB secara singkat, sebagai pengantar untuk memahami tata-kerja Teori Minimalis. Lahirnya Teori GB pada awal 1980-an

dilatarbelakangi oleh pertarungan yang hebat antara Gramatika Generatif dan Semantik Generatif selama dasawarsa 1970-an (Newmeyer 1986). Yang terakhir ini dimotori oleh Lakoff, yang notabene pernah menjadi pengikut Chomsky, dan dibantu terutama oleh McCawley, Postal, dan Ross. Ketidakpuasan kelompok Semantik Generatif terutama disebabkan oleh Deep Structure dalam Teori Baku yang mereka anggap terlalu dangkal.

Chomsky s deep structure is too shallow , kata mereka. Sementara itu, menurut kubu Gramatika Generatif istilah Deep Structure hanyalah istilah teknis yang merujuk pada lapis atau tahapan teoritis, di mana kernel sentence muncul sebagai hasil kinerja PS Rules yang diikuti oleh Lexical Insertion. Dengan kata lain, istilah Deep Structure tidak dimaksudkan untuk mengacu pada kedalaman makna. Implikasinya adalah posisi semantik tetap

komplementer dan hanya bersifat interpretif. Dalam Gramatika Generatif, sang pahlawan adalah sintaksis, dan fonologi serta semantik cukup menjadi punakawan saja. Sebaliknya, dalam Semantik Generatif, jagoan utamanya adalah semantik. Menurut asumsi mereka, untaian kalimat gramatikal dapat langsung ditimba dari kedalaman makna dengan menggunakan kaidah-kaidah transformasi yang kekuatannya dapat dilipatgandakan. Dahsyatnya pertarungan antara Gramatika Generatif dan Semantik

(4)

Generatif tersebut dikisahkan dengan sangat cantik dan menarik oleh Harris dalam The Linguistics Wars (1993).

Sebagaimana dalam revolusi nya yang terdahulu, kali ini Chomsky pun keluar dari linguistics wars tersebut sebagai pemenang. Setelah menyimak berbagai kelemahan dalam Teori Baku dan melakukan revisi mendasar dan hampir total, pada awal 1980-an Chomsky menghadirkan GB sebagai teori baru. Berbeda dengan Teori Baku atau Teori Generatif Klasik, yang tata-kerjanya mirip dengan diagram alir, Teori GB bersifat moduler. Artinya, Teori GB terdiri dari berbagai modul (prinsip dan parameter), yang

masing-masing memiliki kaidah khusus, namun semuanya bekerja secara serentak untuk

menghasilkan ujaran gramatikal. Format Teori GB lazim dikenal sebagai huruf Y terbalik (the inverted Y model).

D-Structure (DS)

S-Structure (SS)

PF LF

Gambar 2. Format Teori GB

Menurut Chomsky (1981: 5), gabungan DS dan SS dalam Teori GB membentuk subsistem sintaksis, yang merupakan poros utama. Lapis DS didahului oleh Leksikon. Berdasarkan fiturnya, setiap kategori leksikal diproyeksikan pada lapis DS dengan mengikuti Theta Theory. Dalam Theta Theory, dinyatakan kaidah theta-role assignment sebagai berikut: Each argument bears one and only one theta-role, and each theta-role is assigned to one and only one argument (Chomsky 1981: 36). Ambillah, misalnya, verba write, yang subkategorisasi dan theta-role atau peran semantiknya adalah sebagai berikut: (1) write [ __ NP] <agent, patient>

Secara teoritis, verba write ini dapat diproyeksikan dengan atau tanpa mengikuti kaidah theta-role assignment.

(2) John wrote a letter <agent, patient>

(3) *John wrote ?

<agent, patient>

Kalimat (2) adalah gramatikal, karena verba write diproyeksikan secara benar: peran semantik <agent> disematkan pada NP subyek John dan peran semantik <patient> disematkan pada NP obyek a letter. Sebaliknya, kalimat (3) tidak gramatikal, karena hanya peran semantik <agent> yang disematkan pada NP subyek John, sedangkan <patient> terpaksa menggantung, sebab tidak ada NP obyek sesudah verba wrote.

Dari DS menuju SS, sebuah kalimat harus mengikut, antara lain, pada Case Filter dalam Case Theory. Menurut Case Filter, *NP, where NP has a phonetic matrix but no Case (Chomsky 1981: 175). Maksudnya, frasa nomina yang hadir tanpa mendapatkan

(5)

Case akan menjadikan suatu kalimat tidak gramatikal. Marilah kita perhatikan dua contoh berikut:

(4) The magician disappeared <Nom>

(5) The magician disappeared the box <Nom, ? >

Dalam kalimat (4), NP subyek the magician mendapatkan Nominative Case dari verba disappeared, yang membuat kalimat ini gramatikal. Sebaliknya, dalam kalimat (5) yang tidak gramatikal hanya NP subyek the magician yang mendapatkan Nominative Case; sedangkan NP obyek the box, yang seharusnya mendapatkan Objective Case, tidak mendapatkannya, karena verba intransitif disappeared tidak memiliki Objective Case.

Di samping Theta Theory dan Case Theory tersebut, Teori GB juga didukung oleh berbagai teori atau prinsip lain yang merupakan komponen-komponen utamanya. Prinsip-prinsip tersebut meliputi X-bar Theory, The Projection Principle, Government Theory, Binding Theory, Empty Category Principle (ECP), Move , Bounding Theory, dan Control Theory. Secara singkat, tugas dari masing-masing teori atau prinsip itu adalah sebagai berikut: X-bar Theory menentukan konfigurasi struktur frasa dan kalimat; The Projection Principle menuntut bahwa setiap kategori leksikal harus diproyeksikan secara benar pada setiap lapis teoritis dalam proses derivasi (pembentukan kalimat); Government Theory menjelaskan sifat hubungan konfiguratif antar-kata atau antar-frasa dalam

konfigurasi X-bar (diagram pohon); Binding Theory memberikan interpretasi terhadap pronomina dan anafora dalam kalimat bebas-konteks; ECP menjelaskan keberadaan dan status kategori kosong (kategori yang ada tetapi tidak memiliki representasi fonetis); Move adalah pengganti yang lebih canggih dari kaidah transformasi dalam Teori Baku; Bounding Theory menggariskan aturan tentang pemindahan kata-tanya ke depan kalimat atau pemindahan komponen lain ke awal kalimat; dan Control Theory menjelaskan keberadaan dan peran sintaktis dari kategori kosong PRO (dibaca big PRO). Penjelasan

sambil lalu seperti ini tentu saja tidak memadai, tetapi memang apa daya karena keterbatasan ruang.

Ulasan singkat terhadap Teori Baku dan Teori GB ini dimaksudkan sebagai pengantar untuk memahami Minimalisme, dan sekaligus juga untuk menunjukkan

perjalanan panjang yang telah ditempuh oleh Chomsky. Bila kita buka daftar pustaka The Minimalist Program, kemudian kita baca daftar karya Chomsky di sana, niscaya kita akan terpukau bukan hanya oleh jumlahnya (yaitu 27 karya ilmiah, dan ini belum meliputi seluruh karyanya di bidang linguistik), melainkan juga oleh rentangan waktu

penulisannnya. Karya pertama yang dicantumkan dalam daftar pustaka tersebut adalah The Morphophonemics of Modern Hebrew, tesis Master Chomsky yang diselesaikan pada tahun 1951; dan karya terakhirnya Language and Nature , sebuah artikel sepanjang 61 halaman yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Mind pada tahun 1995. Menarik untuk dicatat bahwa Syntactic Structures (1957), buku pertama Chomsky yang mengobarkan api revolusi itu, tidak dicantumkan. Yang juga tidak dicantumkan adalah Remarks on Nominalization (1970), yang merupakan counter argument terhadap kaum Semantik Generatif dan menjadi cikal-bakal bagi tumbuhnya morfologi generatif. Yang juga menarik dan perlu dicermati adalah siapa saja yang berada di sekitar Chomsky dalam karier ilmiahnya yang begitu panjang. Jika kita amati nama-nama penting dalam daftar pustaka Aspects, akan kita jumpai para tokoh Gramatika Generatif tahun 1960-an

(diurutkan secara alfabetis): Bach, Fillmore, Fodor, Halle, Katz, Klima, Lees, Matthews. Sedangkan dalam daftar pustaka LGB dan Minimalist, kita akan berjumpa dengan

(6)

nama lain yang baru sama sekali, yang dari segi usia barangkali adalah generasi anak atau, sebagian dari mereka, bahkan generasi cucu Chomsky: Aoun, Baker, Belletti, Bresnan, Burzio, Grimshaw, Jackendoff, Jaegli, Lasnik, Marantz, Pollock, Riemsdijk, Rizzi, Williams. Mereka ini boleh disebut sebagai para genius yang mengelilingi Chomsky, yang secara bersama-sama telah ikut berjasa melakukan bongkar-pasang

kerangka teori, sehingga dari tangan Sang Guru lahirlah teori-teori besar, seperti Teori GB dan Teori Minimalis.

Dengan memperhatikan karier ilmiah Chomsky yang merentang selama setengah abad itu, kita akan dapat lebih memahami apa arti Teori Minimalis dalam konteks pertumbuhan kerangka berpikir teoritis bagi aliran Gramatika Generatif, dan juga

dampak perkembangan serta perubahan teoritis tersebut terhadap perkembangan linguistik pada umumnya.

2. TEORI MINIMALIS SELAYANG PANDANG

Pada bagian ini saya akan membahas dua hal pokok. Pertama, saya akan menjawab pertanyaan: apa yang dimaksud dengan Teori Minimalis, dan apa yang mendorong

lahirnya teori tersebut? Kedua, karena keterbatasan ruang, saya hanya akan menyoroti dua komponen saja dari Teori Minimalis, yaitu X-bar Theory dan Binding Theory. Kedua

teori ini telah ada sejak era GB, dan merupakan dua komponen utama yang menopang Teori GB. Binding Theory dibawa dari era GB ke era Minimalisme tanpa perubahan, sedangkan X-bar Theory mengalami sedikit revisi. Mengapa dua teori ini yang dipilih? Sebagai komponen UG, tentu saja keduanya dinyatakan memiliki kebenaran empiris maupun teoritis yang berlaku secara universal. Klaim inilah yang saya pertanyakan, dan akan saya bahas pada bagian ketiga dari makalah ini.

2.1. Minimalisme: Kehematan dalam Representasi dan Derivasi

Kata minimalis , sebagai nama bagi teori mutakhir ini, mengisyaratkan perlunya kehematan atau prinsip ekonomis. Hemat dalam hal apa? Hemat dalam proses

menghasilkan ujaran gramatikal atau derivasi, dan juga hemat dalam penggunaan label atau representasi. Dalam The Minimalist Program, prinsip ekonomis ini dibahas dalam satu bab khusus, yaitu Bab 2, Some Notes on Economy of Derivation and

Representation . Kehematan dalam representasi nampak pada lebih ringkasnya format Teori Minimalis (Gambar 3), jika dibandingkan dengan Teori GB. Dengan mengamati Gambar 3, marilah lebih dulu kita bicarakan kehematan representasi. Dalam Teori Minimalis, D-Structure dan S-Structure (yang sebelumnya merupakan dua representasi utama dalam Teori GB) dipadukan menjadi satu, dan diberi label Overt Syntax . Dengan demikian Teori Minimalis hanya memiliki tiga representasi: Overt Syntax, Phonetic Form (PF), dan Logical Form (LF). Dihapuskannya D-Structure dalam Teori Minimalis

mengakibatkan hilangnya Theta Theory dan The Projection Principle. Sebagaimana dinyatakan oleh Chomsky (1995: 188), If the theoretical consequences can be explained ... and D-Structure eliminated, then the Projection Principle and the Theta-Criterion can be dispensed with . Sedangkan prinsip-prinsip lain yang merupakan komponen utama Teori GB (yang dijelaskan sambil lalu pada akhir bagian pertama) tetap dipertahankan.

Overt Syntax

(7)

Gambar 3. Format Teori Minimalis

Bila D-Structure dibuang, dari manakah derivasi dimulai? Derivasi dimulai langsung dari leksikon, dengan memproyeksikan kategori leksikal pada diagram pohon sebagaimana ditetapkan oleh X-bar Theory.2 Sebagai ilustrasi, marilah kita ambil contoh derivasi kalimat yang diberikan oleh Radford (1997: 71).

IP

(6) D I

I V

She has gone

[PRES] head-features

[+n] [+n] complement-features

[3FSNom] [3SNom] specifier-features

Pada konfigurasi di atas, inti atau head dari IP adalah I, yang diduduki oleh verba bantu has, dengan fitur-fitur [PRES], [3SNom], [+n], yang masing-masing berarti [Present Tense], [3rd person, Singular, Nominative], [Past Participle]. Proses derivasinya berlangsung sebagai berikut: fitur-fitur yang dimiliki has mencari fitur kembarannya, dengan menoleh ke kanan lebih dulu (ke arah complement, atau posisi V) dan kemudian menoleh ke kiri (ke arah specifier, atau posisi D). Fitur [+n] bertemu dengan [+n] pada verba gone, dan fitur [Nom] bertemu dengan [Nom] pada pronomina she. Fitur-fitur yang menemukan kembarannya dinyatakan berpadu atau merge, dan kemudian disahkan atau di-check oleh Checking Theory. Setelah di-di-check, fitur-fitur tersebut terhapus dengan

sendirinya. Fitur-fitur yang tersisa akan tetap di sana, karena fitur-fitur tersebut diperlukan untuk memberikan penafsiran makna kalimat pada lapis LF (Logical Form). Jadi, proses derivasi tersebut menghasilkan kalimat gramatikal pada konfigurasi (7).

IP

(7) D I

I V

She has gone

[3FS] [PRES]

Kalimat (7) dengan dua fitur [3FS] dan [PRES] tersebut menyatakan: ini kalimat deklaratif dengan kala [Present Tense] dan subyek [3rd Feminine Singular].

Bila seluruh kerja pemaduan atau merging operation tersebut berlangsung dengan mulus, maka derivasi itu dinyatakan menyatu atau converge. Sebaliknya, bila kerja

pemaduan tersebut gagal, maka derivasi itu dinyatakan terbentur atau crash. Sebagaimana

2

X-bar Theory akan dibahas pada seksi kedua dari bagian kedua makalah ini. Yang perlu dikemukakan lebih dulu adalah dua hal berikut. Pertama, Sentence dalam X-bar Theory, baik dalam Teori GB msaupun dalam Teori Minimalis, tidak dilambangkan dengan S (sebagaimana dalam Teori Baku), tetapi dipandang sebagai proyeksi maksimal dari Infl atau Inflection, yang secara formal dilambangkan dengan IP. Kedua, NP atau Noun Phrase dalam Teori Minimalis ditiadakan, dan diganti dengan DP atau Determiner Phrase. Kritik terhadap tesis IP dan DP ini akan dikemukakan dalam bagian ketiga dari makalah ini.

(8)

dikatakan oleh Chomsky (1995: 171), a derivation D converges if it yields a legitimate SD [Structural Description] and crashes if it does not . Sebagai ilustrasi derivasi yang gagal, kita ambil lagi contoh dari Radford (1997: 73).

IP (8) D I

I V Them has go [PRES] head-features [+n] [+Inf] complement-features

[3PObj] [3SNom] specifier-features

Dalam proses derivasi, ketika fitur [+n] menoleh ke kanan ia menemukan [+Inf] atau [Infinitive]; dan ketika fitur [3SNom] menoleh ke kiri ia menemukan [3PObj] atau [3rd person, Plural, Objective]. Karena kedua fitur has tersebut gagal menemukan

kembarannya, baik pada complement di sebelah kanan maupun pada specifier di sebelah kiri, maka proses derivasi tersebut membentur atau crash. Kesimpulannya, proses derivasi yang berhasil atau converge menghasilkan kalimat gramatikal, sedangkan proses derivasi yang gagal atau crash menghasilkan kalimat yang tidak gramatikal.

Sampai di sini, Teori Minimalis benar-benar nampak sebagai Teori yang minimal , dalam arti hemat pada representasi dan derivasi. Motivasi ke arah

minimalisme ini sudah muncul sejak era Teori Baku. Kaum generatif selalu berambisi untuk menciptakan teori linguistik yang komprehensif namun ramping, atau, dalam kata-kata Chomsky (1965: 38), yang memenuhi standar simplicity and elegance . Ambisi untuk menciptakan teori yang anggun dan sederhana tersebut, secara eksplisit,

dinyatakan juga dalam The Minimalist Program, Much of the most fruitful inquiry into generative grammar in the past has pursued the working hypothesis that UG is a simple and elegant theory, with fundamental principles that have an intuitive character and broad generality ([cetak tebal oleh penulis], Chomsky 1995: 29).

Teori Minimalis yang anggun dan sederhana, sebagaimana telah dikemukakan pada awal makalah ini, dipandang oleh kaum generatif semakin mendekati dua persyaratan teoritis: ketuntasan pemerian dan ketuntasan penjelasan. Berkaitan dengan tuntutan ketuntasan penjelasan, Teori Minimalis juga bermaksud menerangkan: mengapa bahasa begitu mudah dan cepat dikuasai oleh anak-anak. Keadaan ini disebut sebagai condition of learnability. Maka Teori Minimalis, sebagaimana diulas dan disimpulkan oleh Radford (1997: 6-7), is motivated to a large extent by the desire to minimize the the acquisition burden placed on the child, and thereby maximize the learnability of natural language grammars .

2.2. X-bar Theory dan Binding Theory dalam Teori Minimalis

Sekarang marilah kita cermati perkembangan X-bar Theory. Teori ini mulai populer di kalangan kaum generatif sejak Jackendoff menerbitkan buku X-bar Syntax pada tahun 1977. Munculnya teori ini berakibat pada penafian PS Rules yang merupakan komponen utama dari Teori Baku. Menurut PS Rules, derivasi kalimat dimulai dengan S > NP VP. Kemudian NP dan VP dijabarkan terus sehingga mencapai terminal strings, di mana ujung dari setiap cabang atau ranting dari diagram pohon akan berupa kategori leksikal. Dalam bentuknya yang paling ringkas, misalnya, dapat kita lihat derivasi kalimat

(9)

John left melalui PS Rules (9), yang representasi konkretnya dinyatakan dengan diagram pohon (10). (9) S > NP VP NP > N VP > V (10) S NP VP N V John left

Menurut X-bar Theory, yang menafikan PS Rules seperti pada butir (9), diagram pohon dianggap memiliki peran yang jauh lebih penting. Semua kategori leksikal (N, V, A, Adv, P) dirampatkan atau digeneralisasikan sebagai X, dan kategori frasal sebagai

(11) XP

ZP X

X YP

proyeksi maksimal (maximal projection) dari setiap kategori leksikal tersebut (NP, VP, AP, PP, AdvP) dirampatkan sebagai XP. Artinya, XP atau kategori frasal merupakan proyeksi maksimal dari X. Konfigurasi lengkap dari XP dalam X-bar Theory

direpresentasikan oleh diagram (11). Dalam konsfigurasi (11), X adalah head atau inti, YP adalah complement, dan ZP adalah specifier. Misalnya, frasa verba atau VP will read books direpresentasikan oleh X-bar Theory dengan konfigurasi (12).

(12) VP

Aux V

V NP

will read books

Pada diagram (12), VP adalah proyeksi maksimal dari head, yakni V read; NP books adalah complement dari V; dan Auxiliary will adalah specifier dari V (baca V-bar). Kesejajaran struktur NP, VP, AP, PP, AdvP dalam konfigurasi X-bar ditunjukkan oleh Radford (1988: 254) dengan contoh-contoh pada butir (13).

(13) a. John is [a student of physics]NP b. William [is thinking of you]VP c. She is [very proud of her son]AP

d. The thief fell [right out of the window]PP e. She did it [quite independently of me]AdvP

(10)

Dalam konfigurasi X-bar, kelima frase dalam kalimat (13) a, b, c, d, e tersebut dapat direpresentasikan pada diagram (14).3

(14) XP ZP X

X YP a. NP a student of physics b. VP is thinking of you

c. AP very proud of her son

d. PP right out of the window

e. AdvP quite independently of me

Yang lebih menarik, konfigurasi X-bar tersebut bukan hanya digunakan sebagai rampatan atau generalisasi bagi proyeksi maksimal dari ketegori leksikal, melainkan juga bagi proyeksi maksimal dari kategori fungsional. Dalam Teori Minimalis, sebagai kelanjutan dari Teori GB, ada tiga kategori fungsional: I (INFL atau Inflection), D (Determiner), dan C (Comp atau Complementizer).

Kategori fungsional I atau INFL4 pertama-tama memang merujuk pada infleksi dalam finite verbs, yaitu berupa tense dan agreement, yang secara formal dinyatakan (15) IP

DP I

I VP

Bill may come

dengan fitur biner [+PRES] dan [+Agr]. Namun, selain menyatakan infleksi tersebut, I sebagai cover term juga meliputi auxiliary verbs (misalnya, can, could, will, would, must, shall, should, dsb.) dan partikel to pada konstruksi infinitif (misalnya, to pada to work hard). Sebagai contoh, kalimat Bill may come pada diagram (15) dikategorikan sebagai IP, atau proyeksi maksimal dari I. Dalam konfigurasi (15) tersebut, I atau INFL may adalah head, VP come adalah complement, dan DP Bill adalah specifier.

3

Dalam menghadapi kesejajaran struktur dari kelima frase tersebut kita harus bersikap kritis, terutama berkaitan dengan frekuensi keterjadian masing-masing (their repective frequency of occurrence). Yang paling lazim memiliki struktur tersebut adalah VP, khususnya bila V berupa verba transitif (misalnya, must

do the job). Kemudian diikuti oleh AP, khususnya adjektiva yang lazim diikuti oleh PP (misalnya, very allergic to dust). Urutan ketiga adalah NP yang merupakan hasil derivasi dari VP atau AP (misalnya, their belief in superstition dan her disappointment at current politics, yang masing-masing merupakan hasil

transformasi dari They believe in superstition dan She is disappointed at current politics). Urutan keempat adalah PP yang preposisinya diikuti oleh obyek NP (misalnya, immediately after the war). AdvP menempati urutan terakhir, karena AdvP seperti (14)e lebih merupakan perkecualian daripada kelaziman.

3

Pada versinya yang lebih rinci (periksa Chomsky 1995: 377), I dipecah lagi mengikuti the split

I-hypothesis yang dikemukakan oleh Pollock (1989) menjadi Tense (T) dan Agreement (Agr). Dalam makalah ini, demi mudah dan ringkasnya pembahasan, saya berpegang saja pada kategori I tak-dibelah.

(11)

Mengikuti I yang diproyeksikan menjadi IP, kategori fungsional D (Determiner) juga diproyeksikan menjadi DP. Sebagaimana telah dinyatakan pada catatan kaki 2, munculnya DP menafikan kategori frasal NP. Logika dari penafian terhadap kategori NP tersebut dapat dinyatakan melalui diagram (a), (b), (c) pada butir (16).

(16) (a) NP (b) DP (c) DP

D N D D N

many books many many books

Frasa NP many books dapat direduksi menjadi many. Sebagai head, many termasuk kategori D (Determiner), sehingga proyeksinya berupa DP. Selanjutnya, karena D lebih dominan daripada N, maka proyeksi dari [D + N] adalah DP, dan bukan NP.

(17) DP

D N

books

Konsekuensi logis dari DP hypothesis ini adalah munculnya DP dengan D sebagai kategori kosong. Misalnya, dalam kalimat Betty needs books, frasa books dikategorikan sebagai DP dengan D berupa kategori kosong, yang dipresentasikan oleh diagram (19).

Kategori fungsional ketiga adalah C (Complementizer), yang meliputi that, if, dan for seperti dalam contoh (18) a, b, c.

(18) a. We know [that Sue needed money] b. I wonder [if they have arrived]

c. I am anxious [for him to pass the exam]

Sebagaimana I dan D yang masing-masing diproyeksikan menjadi IP dan DP, maka kategori C pun diproyeksikan menjadi CP. Diagram (19) adalah representasi dari kategori CP [that Sue needed money], dengan IP dipadatkan di dalamnya.

(19) CP C

CP IP

that Sue needed money

Jadi, apakah yang dapat kita simpulkan mengenai X-bar Theory? Konstruksi sintaktis, baik konstruksi frasa maupun klausa, merupakan konfigurasi X-bar. Yaitu, XP sebagai proyeksi maksimal, dengan X sebagai head, YP sebagai complement, dan ZP sebagai specifier (lihat konfigurasi (11)). X sebagai head dapat berupa kategori leksikal (N, V, A, P atau Adv) maupun kategori fungsional (I, D atau C). Dengan kata lain, seluruh konstruksi sintaktis pada hakekatnya adalah konfigurasi XP.

(12)

Topik terakhir yang akan kita bahas dalam bagian kedua ini adalah Binding Theory. Apakah binding? Istilah binding, yang telah menjadi bagian dari vocabulary of concepts sejak era GB, adalah istilah teknis yang merujuk pada hubungan antar-konstituen pada konfigurasi X-bar. Untuk memahami istilah binding, kita harus lebih dulu memahami dua istilah pokok, yaitu (a) c-command dan (b) local domain. Definisi yang tidak terlalu teknis dari c-command diberikan pada butir (20), dan definisi local domain diberikan pada butir (22).

(20) X c-commands Y if the maximal projection dominating X also dominates Y, and neither X nor Y dominates each other.

Hubungan c-command antar nodes (label kategori leksikal atau frasal pada ujung diagram pohon) mengarah dari kiri ke kanan. Dalam diagram (21), misalnya, NPx menjatuhkan c-command pada VP, V dan NPy; dan V menjatuhkan c-command pada NPy.5

(21) S

NPx VP

V NPy

(22) Local domain (for the present purpose) may well be understood as the sentence proper.

Misalnya, dalam kalimat majemuk bertingkat [Sarah thinks [John admires himself]], yang dimaksud dengan local domain adalah wilayah kalimat [John admires himself]. Hubungan antara John dan himself adalah hubungan di dalam local domain, sedangkan hubungan antara Sarah dan himself adalah hubungan di luar local domain.

Di samping harus memahami istilah c-command dan local domain, perlu juga kita memahami tiga istilah lain yang berkaitan dengan penafsiran pronomina, yaitu (a)

anaphor, (b) pronominal, dan (c) r-expression. Anaphors merujuk pada reflexive pronouns (misalnya, myself, himself, herself) serta reciprocals (yaitu each other atau one another); pronominals merujuk pada pronouns pada umumnya (misalnya, he, she, they, atau him, her, them); dan r-expressions merujuk pada nouns, baik common nouns (seperti the boy) maupun proper nouns (seperti Harry). Sekarang kita telah siap memahami definisi binding atau ikatan.

(23) X is bound by Y if X is c-commanded by Y and both X and Y are coindexed. Sebagai contoh, ambillah kalimat [Johni admires himselfi]. Di sini dapat kita katakan,

himself diikat oleh John, karena himself dikenai c-command oleh John, dan himself maupun John keduanya mendapatkan indeks yang sama, yaitu i.

Binding Theory, baik menurut versi GB (Chomsky 1981: 188 ff) maupun versi Minimalis (Chomsky 1995: 92 ff), terdiri dari tiga Prinsip utama, yang dikenal sebagai Prinsip A, B, dan C.

(24) Binding Theory

(A) An anaphor must be bound in a local domain. (B) A pronoun must be free in a local domain. (C) An r-expression must be free.

Pertama, marilah kita uji keabsahan Prinsip A dengan mengemukakan contoh-contoh yang relevan.

(25) Harryi thinks [Johnj admires himself*i/j]

5

Dalam pembicaraan mengenai Binding Theory ini, saya tetap menggunakan istilah NP, dan bukannya DP, demi mudahnya pembahasan dan pemahaman.

(13)

Pada kalimat (25), himself hanya bisa diikat oleh John, yang keduanya sama-sama berada di dalam local domain. Seandainya himself diikat oleh Harry, maka kalimat tersebut menjadi tidak gramatikal, sebab Harry berada di luar local domain. Perlu pula dicatat bahwa, jika himself tidak diikat dalam local domain-nya, maka ia akan menjadikan keseluruhan kalimat tidak gramatikal.

(26) *Harryi thinks [himselfi is admired by his colleagues]

Dalam kalimat (26), himself diikat oleh Harry. Namun, karena Harry berada di luar local domain, kalimat tersebut menjadi tidak gramatikal.

Bagaimana dengan Prinsip B? Kalimat (27) akan kita gunakan untuk menguji kebenaran Prinsip B.

(27) Harryi thinks [Johnj admires himi/*j/k]

Pronomina him dalam kalimat (27) harus bebas (tidak boleh diikat) dalam local domain-nya. Seandainya ia diikat oleh John, maka kalimat itu menjadi tidak gramatikal.

Sebaliknya, ia boleh saja diikat oleh Harry, yang berada di luar local domain. Atau, boleh juga ia bebas di luar local domain dalam arti indeks k pada him dapat merujuk pada any third masculine person singular di luar kalimat (27). Dengan kata lain, versi lengkap dari Prinsip B dapat dinyatakan sebagai berikut: A pronoun must be free in its local domain, but it may be either bound or free outside its local domain.

Akhirnya, marilah kita periksa keabsahan Prinsip C. (28) Hei thinks [someonej admires Harry*i/*j]

Dalam kalimat (28), Harry, sebagai r-expression, harus bebas (tidak boleh diikat) secara mutlak artinya, bebas di dalam maupun di luar local domain. Seandainya ia diikat oleh someone (subyek NP dalam local domain-nya) atau oleh he (subyek NP di luar local domain-nya), maka kalimat (28) menjadi tidak gramatikal.

Apakah yang dapat kita simpulkan tentang Binding Theory? Setelah kita uji dengan sejumlah data dalam bahasa Inggris, nampaknya Prinsip A, B, C dalam teori ini memiliki derajat keabsahan yang tinggi. Secara empirik, masing-masing Prinsip tersebut telah teruji kebenarannya. Ringkasnya, Binding Theory merupakan salah satu komponen dari Teori Minimalis, dan dengan demikian juga dari Teori UG, yang dinyatakan memiliki kebenaran universal. Benarkah demikian? Pada bagian ketiga berikut, kita akan

menghadapkan Binding Theory, dan juga X-bar Theory, pada sejumlah data alamiah dalam bahasa Indonesia.

3. KETERBATASAN TEORI MINIMALIS6

Sejak era GB sampai dengan era Minimalis saat ini, tulisan-tulisan Chomksy di bidang linguitik teoritis menjadi semakin padat, semakin abstrak, dan semakin teknis sehingga dengan demikian juga menjadi semakin sulit dibaca. Bahkan bagi ilmuwan bahasa yang tidak pernah mendapatkan formal training mengenai dua teori mutakhir tersebut, tulisan-tulisan Chomsky mungkin terasa sangat berat, atau sangat gelap. Akibatnya, pada satu sisi, Teori GB maupun Teori Minimalis terkesan seram , tidak terpahami, dan dengan demikian dijauhi orang. Pada sisi lain, karena gayanya yang

berat , disertai dengan jargon-jargon yang menggelegar , kedua teori tersebut mungkin saja dipandang pasti benar , sehingga tabu terhadap kritik. Maka, makalah ini berusaha

6

Dalam resensi saya terhadap buku Radford s Syntax: A Minimalist Introduction (1997), saya telah mempertanyakan kebenaran yang diklaim oleh Teori UG. (Resensi berjudul How Universal Is Chomsky s

Universal Grammar? tersebut dimuat dalam jurnal TEFLIN, Volume 11, edisi 1 Agustus 2000.) Maka

secara jujur saya akui bahwa, dalam makalah ini, saya tidak dapat sepenuhnya menghindari pengulangan dari sebagian argumentasi yang telah saya kemukakan dalam resensi tersebut.

(14)

menempatkan Teori Minimalis pada posisinya yang wajar, mengupas sebagian komponen utamanya yang diklaim memiliki kebenaran universal, dan akhirnya menghadapkan komponen teoritis tersebut pada sejumlah data alamiah dalam bahasa Indonesia, untuk melihat secara jernih serta mempertanyakan: benarkah Teori UG memiliki kebenaran empiris dan teoritis yang tak terbantah?

Pertama, marilah kita hadapkan X-bar Theory pada kalimat-kalimat bahasa Indonesia. Pertanyaan yang paling pokok adalah: dapatkah kalimat bahasa Indonesia diproyeksikan menjadi IP? Di sini kita harus kembali melihat isi I atau INFL. Sebagaimana telah dikemukakan di bagian 2, I atau INFL meliputi tense, agreement, auxiliary verb atau verba bantu, dan partikel to pada to infinitive. Bahasa Indonesia memiliki verba bantu dan pemarkah kala (misalnya, harus, dapat, akan, sedang, telah), tetapi tidak memiliki tense, agreement, dan padanan yang tepat bagi partikel to pada to infinitive. Untuk mempermudah pembahasan, tabel 1 membandingkan kalimat-kalimat bahasa Inggris dengan padanannya dalam bahasa Indonesia.

(29) a. Linda will go tomorrow b. Linda lives on King Street c. Linda is a student at UCLA d. Linda is very busy

e. Linda is in the computer lab f. Linda is there right now

(30) a. Linda akan pergi besok b. Linda tinggal di Jalan King c. Linda mahasiswa di UCLA d. Linda sangat sibuk

e. Linda di lab komputer f. Linda di sana sekarang

Tabel 1. Membandingkan struktur kalimat bahasa Inggris dengan struktur kalimat bahasa Indonesia

Semua kalimat bahasa Inggris pada butir (29) memiliki tense, termasuk kalimat (29a), yang tense-nya tercakup dalam verba bantu will. Mengapa demikian? Karena semua kalimat bahasa Inggris tersebut mengandung verba, setidak-tidaknya verba kopula atau link verb, yang berfungsi menghubungkan subyek dengan predikat. Dan setiap finite verb yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia pasti mengandung tense, yang dilambangkan dengan fitur biner [+PRES]. Maka, bila kita kaitkan dengan X-bar Theory, seluruh kalimat bahasa Inggris tersebut dapat diproyeksikan secara benar pada konfigurasi IP (lihat diagram (31)). Untuk kalimat (29a), verba bantu will menempati posisi I atau INFL, sedangkan bagi kelima kalimat lainnya posisi I ditempati oleh [+PRES], yang berarti [Present Tense].

(31) IP

DP I

I VP

Linda will (29a)

Linda [+PRES] ... (29b, c, d, e, f)

Sebaliknya, semua kalimat bahasa Indonesia pada butir (30) tidak memiliki tense ataupun agreement. Satu-satunya kalimat bahasa Indonesia yang dapat diproyeksikan dengan benar pada konfigurasi IP, sebagaimana nampak pada diagram (32), adalah kalimat (30a), yang mengandung verba bantu akan.

(15)

(32) IP

DP I

I VP

Linda akan pergi besok (30a)

Bagaimana dengan kelima kalimat lainnya? Seandainya verba bahasa Indonesia secara inherent memiliki tense atau agreement, maka kalimat (30b), yang mengandung verba tinggal, akan dapat diproyeksikan pada konfigurasi IP. Tetapi, sebagaimana telah disebutkan sambil lalu di depan, verba dalam bahasa Indonesia tidak dapat dikategorikan menjadi finite ataupun non-finite. Konsekuensi logisnya, verba bahasa Indonesia tidak mengandung tense maupun agreement. Artinya, kalimat bahasa Indonesia yang mengandung verba pun tidak memiliki tense ataupun agreement; apalagi kalimat yang tidak mengandung verba, seperti kalimat-kalimat (30c, d, e, f).

Jadi, apa yang terjadi di sini? Di hadapan kalimat-kalimat bahasa Indonesia yang tidak mengandung verba bantu, konfigurasi IP dalam X-bar Theory ternyata macet.7 Mungkin seorang hard-core Chomskyan akan memaksa verba dalam kalimat bahasa Indonesia, semisal kalimat (30b), untuk menerima tense atau fitur biner [+PRES] yang berupa kategori kosong. Kemudian, kalimat-kalimat (30c, d, e, f) dipaksa menerima kopula adalah, yang serupa dengan be atau am/is/are/was/were dalam bahasa Inggris, dan kemudian dipaksa lagi untuk menerima tense yang berupa kategori kosong. Untuk apa

pemaksaan atau pemerkosaan itu dilakukan? Tentu saja untuk menyelamatkan

Teori UG. Bukankah setiap komponen teoritis dalam UG diasumsikan memiliki kebenaran yang universal? Seandainya pemerkosaan terhadap data alamiah dalam bahasa

Indonesia tersebut benar-benar dilakukan, maka yang kita temukan bukan kehebatan Teori Minimalis, melainkan kehebatan kaum generatif dalam memanipulasi data demi

keselamatan teori mereka.

Bila konfigurasi IP dalam X-bar Theory ternyata macet, bagaimana kita

mendeskripsikan kalimat bahasa Indonesia dengan diagram pohon? Saya menyarankan, kita kembali ke Phrase Structure (PS) Rules dalam Teori Baku. Untuk lebih jelasnya, kalimat-kalimat pada butir (30) tersebut dikutip ulang pada butir (33).

(33) a. Linda akan pergi besok b. Linda tinggal di Jalan King c. Linda mahasiswa di Yale d. Linda sangat sibuk e. Linda di lab komputer f. Linda di sana sekarang

Dengan menggunakan PS Rules, deskripsi awal dari kalimat-kalimat tersebut diberikan pada butir (34). (34) a. S > NP VP kalimat (30a, b) b. S > NP NP kalimat (30c) c. S > NP AP kalimat (30d) 7

Macetnya konfigurasi IP tentu bukan hanya di hadapan kalimat bahasa Indonesia, melainkan juga dihadapan kalimat bahasa-bahasa lain yang tidak memiliki tense atau agreement. Bila sebagian besar dari ratusan bahasa yang tersebar di nusantara mirip dengan bahasa Indonesia, dalam arti verbanya tidak memiliki

tense atau agreement, maka konfigurasi IP, dan dengan demikian juga X-bar Theory, benar-benar berada in a big trouble.

(16)

d. S > NP PP kalimat (30e, f)

Pertanyaannya kemudian, bukankah dengan demikian kita melangkah mundur 40 tahun ? Bila diuukur dengan kemajuan teoritis dalam Linguistik Generatif, memang benar kita

bergerak mundur empat dasawarsa. Tetapi, apakah artinya hidup dengan Teori Minimalis jika keabsahan dari salah satu komponen utamanya ternyata dinegasikan oleh data empirik?

Selain kegagalan IP, yang juga perlu dipertanyakan mengenai X-bar Theory adalah proyeksi D menjadi DP, yang berakibat pada hilangnya NP. Munculnya DP hypothesis ini nampaknya didorong oleh keinginan untuk mendapatkan greater power of generality, yang sejalan dengan ambisi kaum generatif untuk mendapatkan elegant simplicity. Karena I dapat diproyeksikan menjadi IP, dan C dapat diproyeksikan menjadi CP, maka logikanya D harus dapat pula diproyeksikan menjadi DP. Bila kita memperhatikan semantik dari nomina dan frasa nomina, maka DP hypothesis yang menafikan kehadiran NP lebih merupakan hasil rasionalisasi atau akal-akalan daripada hasil analisis yang rasional. Marilah kita hadapkan DP hypothesis tersebut dengan sejumlah frasa nomina dalam bahasa Indonesia.

(35) a. [Penduduk di pulau terpencil itu] memerlukan banyak bantuan b. Apakah yang mereka lakukan dengan [para imigran gelap]? c. [Uangnya dan paketnya] sudah diambil?

Adalah aneh sekali bila frasa nomina pada (35a) merupakan proyeksi dari Determiner itu, frasa nomina pada (35b) merupakan proyeksi dari kategori kosong, dan frasa nomina pada (35c) merupakan proyeksi dari Determiner -nya. Di sini nampak sekali, demi membela DP sebagai kategori fungsional di bidang sintaksis, semantik dari nomina dan frasa nomina harus dikorbankan. Tantangan yang lebih berat terhadap DP hypothesis adalah jika NP berupa nama diri, seperti contoh-contoh pada butir (36).

(36) a. [Amerika Serikat] menyerang [Afganistan]

b. [Susilo Bambang Yudoyono] mengunjungi [Kalimantan Tengah]

Jika keempat frasa nomina yang berupa nama diri dalam kalimat (36a) dan (36b) harus diproyeksikan sebagai DP, saya benar-benar tidak tahu dari mana D-nya didapatkan. Dan jika tidak diproyeksikan sebagai DP, akan diproyeksikan sebagai apa? Bukankah dengan hadirnya DP dalam X-bar Theory keberadaan NP sudah dinafikan?

Akhirnya, marilah kita hadapkan Binding Theory dengan data dalam bahasa Indonesia. Secara fundamental, Prinsip B dan C dari Binding Theory merupakan rumusan yang brilian. Kedua prinsip ini, sejauh yang saya ketahui, nampak berlaku secara

universal. Untuk jelasnya, kedua prinsip itu kita kutip kembali pada butir (37). Data bahasa Indonesia sepenuhnya mendukung keabsahan kedua prinsip tersebut.

(37) (B) A ponominal must be free in a local domain. (C) An r-expression must be free.

(38) Yantii mengira [Harij memuji diai/*j/k]

Dalam kalimat (38), pronomina dia hanya dapat mengacu pada Yanti (yang berada di luar local domain), dan tidak dapat mengacu pada Hari (yang berada di dalam local domain). Atau, dapat juga mengacu pada orang ketiga tunggal yang berada di luar kalimat (38). Artinya, pronomina dalam bahasa Indonesia sepenuhnya tunduk pada Prinsip B:

pronomina harus bebas di dalam local domain; namun ia bisa terikat dan bisa juga bebas di luar local domain.

(39) Diai mengira [seseorangj telah memuji Hari*i/*j]

NP Hari dalam kalimat (39), yang merupakan r-expression, harus bebas dalam arti tidak diikat baik dalam local domain maupun di luar local domain. Subyek NP seseorang di

(17)

dalam local domain maupun subyek NP dia di luar local domain tidak dapat mengikat Hari. Seandainya hal itu terjadi, maka kalimat (39) menjadi tidak gramatikal.

Sebagaimana Prinsip B, Prinsip C pun dipatuhi secara total oleh bahasa Indonesia.

Yang menghadapi masalah adalah Princip C, yang formulasinya diulang pada butir (40)

(40) (A) An anaphor must be free in a local domain. (41) Yantii mengira [Harij memuji dirinyai/j]

Menurut Princip A, anafor dirinya dalam kalimat (41) harus diikat di dalam local domain saja. Ternyata ia diikat baik di dalam maupun di luar local domain. Pengikatan di luar local domain tersebut menjadi lebih jelas pada contoh (42)

(42) Yantii mengira [dirinyai dipuji Hari]

Pada contoh (41) dan (42), perilaku sintaktis dari anafor dirinya dalam bahasa Indonesia sangat mirip dengan perilaku pronomina, dan berbeda jauh dengan himself/herself dalam bahasa Inggris, yang (hampir) tunduk sepenuhnya pada Prinsip A dari Biding Theory. Bahkan anafor dirinya dalam bahasa Indonesia dapat hadir tanpa ikatan sama sekali, seperti dalam lirik lagu Kupu-kupu Malam , yang dipopulerkan oleh Titiek Puspa pada tahun 1970-an.

(43) Ada yang butuh dirinya Ada yang benci dirinya

Ada yang berlutut mencintanya

Ada pula yang kejam menyiksa dirinya (44) Dirinya telah lama menderita

Dirinya diperlakukan dengan kejam oleh suaminya.

Ketiga anafor dirinya pada contoh (43) tersebut benar-benar berperilaku seperti pronomina; ia bebas di dalam local domain. Kebebasan anafor dirinya nampak lebih menonjol lagi pada contoh (44), karena ia berkedudukan sebagai subyek kalimat.

Jadi, apakah yang dapat kita simpulkan mengenai Binding Theory? Dihadapkan pada data alamiah bahasa Indonesia, Prinsip B dan C tetap solid dan tangguh. Namun Prinsip A benar-benar runtuh dan tak berdaya. Bila Prinsip A telah runtuh di hadapan anafor bahasa Indonesia, dapatkah Binding Theory dipertahankan?

4. CATATAN AKHIR

Teori Minimalis, dengan formatnya yang lebih ringkas daripada Teori GB, berhasil hadir sebagai Teori UG yang simple dan elegant. Gerak pemikiran teoritis ke arah

minimalisme terutama didorong oleh keinginan untuk memperjelas proses pemerolehan bahasa pertama: bagaimana anak-anak begitu mudah dan cepat menguasai bahasa, yang merupakan sistem yang begitu rumit dan kompleks. Dengan kata lain, pemikiran ke arah minimalisme didorong oleh ambisi Chomsky untuk melewati tuntutan ketuntasan pemerian (descriptive adequacy) dan memenuhi tuntutan ketuntasan penjelasan (explanatory

adequacy).

Berhasilkah Teori Minimalis memenuhi kedua tuntutan teoritis tersebut? Pada pemikiran teoritis yang bersifat makro, Teori Minimalis nampak sangat menjanjikan. Namun ketika komponen teoritisnya dihadapkan pada sejumlah data bahasa Indonesia dan tentunya juga data bahasa-bahasa lain yang memiliki ciri-ciri serupa muncullah sejumlah kesulitan yang serius. Konfigurasi XP dalam X-bar Theory membentur pada kenyataan bahwa kalimat bahasa Indonesia tidak dapat diproyeksikan sebagai IP, karena verba bahasa Indonesia tidak mengandung tense dan/atau agreement. Begitu pula Binding

(18)

Theory menghadapi tantangan yang berat. Meskipun Prinsip B dan C dalam teori ini menunjukkan keabsahan empiris dan teoritis, Prinsip A benar-benar berantakan ketika menghadapi perilaku anafor dirinya dalam bahasa Indonesia.

Kegagalan X-bar Theory dan Binding Theory dalam mendeskripsikan data bahasa Indonesia berarti kegagalan pada ketuntasan pemerian. Untuk dapat memenuhi tuntutan ketuntasan pemerian, seharusnya kedua teori tersebut tidak bertabrakan dengan hidden rules yang merupakan sebagian dari linguistic competence atau particular grammar bahasa Indonesia. Kegagalan pada tahap ketuntasan pemerian berarti kegagalan pada ketuntasan penjelasan. Lebih jelasnya, klaim kebenaran universal X-bar Theory dan Binding Theory memang berlaku pada bahasa Inggris (atau bahasa lain yang memiliki ciri serupa), tetapi tidak berlaku pada bahasa Indonesia (atau bahasa lain yang serupa). Jadi, kebenaran kedua

teori tersebut hanya bersifat parsial, dan tidak universal. Implikasinya, kegagalan X-bar Theory dan Binding Theory berarti kegagalan Teori Minimalis secara keseluruhan.

Mengapa teori makro dalam Gramatika Generatif menjadi begitu rentan terhadap uji-empiris? Karena seluruh upaya untuk menjelaskan Universal Grammar sangat bersifat theory-driven. Dengan sejumput data dari beberapa bahasa, para bahasawan dalam aliran generatif melakukan analisis yang sangat mendalam, kemudian merumuskan prinsip-prinsip yang mereka percayai berlaku secara universal. Akibatnya, banyak muncul apa yang disebut oleh Comrie (1989: 15) sebagai putative universals, yaitu universal principles yang dipercayai sebagai bagian dari UG tetapi belum benar-benar teruji secara empirik oleh lautan data yang terdapat dalam bahasa alamiah. Bila kita kembali menengok cacat berat pada X-bar Theory dan Binding Theory, maka timbul kekhawatiran: jangan-jangan kedua komponen teoritis dalam Teori Minimalis tersebut tidak lebih daripada putative universals. Lebih jauh, Comrie (ibid.) menyatakan, Putative universals which simply test the ability of linguists to come up with abstract analyses that are consistent with any conceivable set of data may tell us something about linguists, but they do not tell us anything about language .

Selain tata-kerjanya yang bersifat theory-driven, Gramatika Generatif, dalam upayanya merumuskan Teori UG, juga menggunakan formalisme secara berlebihan. Bahkan muncul kesan adanya formalism for the sake of formalism. Menurut penilaian saya, cacat berat yang menimpa X-bar Theory dan Binding Theory terutama disebabkan oleh cara pandang yang salah terhadap diagram pohon. Diagram pohon bukan lagi dilihat sebagai alat analisis, melainkan dipercayai sebagai konfigurasi mutlak yang keberadaannya bahkan mengatasi keberadaan frasa dan kalimat. Maka peringatan yang diberikan oleh Harris (1995: 11) patut didengarkan. The object under investigation must be allowed to guide the analysis, and a syllable is not a quark. A meaning is not a molecule. A sentence is not a liver . Maksudnya, karena perbedaan yang mendasar pada sifat obyek yang dikaji, linguistik janganlah menyamakan diri dengan fisika, kimia, atau biologi. Penggunaan perangkat formal untuk menganalisis bahasa harus dibedakan dengan penggunaan perangkat formal untuk mempelajari ilmu pengetahuan alam.

Bila Teori Minimalis ternyata gagal ketika menghadapi uji-empirik, maka ada satu pelajaran berharga bagi kita: fanatisme terhadap aliran apa pun harus dihindari. Dengan kata lain, sikap kritis harus selalu dipelihara dan ditumbuhkan, termasuk sikap kritis terhadap pemikir raksasa sekaliber Noam Chomsky. Mungkin yang benar-benar kita perlukan bukanlah sebuah grand theory, semacam Teori UG, yang mencoba memecahkan seluruh persoalan dengan memberikan satu jawaban mutlak, melainkan keseimbangan antara rumusan-teoritis dan uji-empiris. Tugas linguistik masakini adalah memelihara pemikiran dinamis dan kritis, yang tak jemu mempertanyakan keabsahan prinsip

(19)

kebahasaan di hadapan data alamiah yang mungkin berlaku ganjil dan tak mudah diringkus dengan sebuah teori.

DAFTAR PUSTAKA

Chomsky, Noam. 1957. Syntactic Structures. The Hague: Mouton.

Chomsky, Noam. 1965. Aspects of Theory of Syntax. Cambridge, Massachusetts: The MIT Press.

Chomsky, Noam. 1970. Remarks on Nominalization. In Noam Chomsky's Studies on Semantics in Generative Grammar (1972). The Hague: Mouton.

Chomsky, Noam. 1981. Lectures on Government and Binding. Mouton: The Gruyter. Chomsky, Noam. 1995. The Minimalist Program. Cambridge, Massachusetts: The MIT

Press.

Comrie, Bernard. 1989. Language Universals and Linguistic Typology (second edition.) The University of Chicago Press.

Harris, Randy A. 1995. The Linguistics Wars. New York / Oxford: Oxford University Press.

Jackendoff, Ray. 1977. X-Bar Syntax: A Study of Phrase Structure. Massachusetts: The MIT Press.

Kadarisman, A. Effendi. 2000. How Universal is Chomsky's Universal Grammar? (A review of Andrew Radford's book, Syntax: A Minimalist Introduction (1997)). In TEFLIN Journal, Volume 11, pp. 88-115.

Matthews, P. H. 1993. Grammatical Theory in the United States from Bloomfield to Chomsky. Cambridge: Cambridge University Press.

Newmeyer, Frederick J. 1986. Linguistic Theory in America (second edition). San Diego: Academic Press, Inc.

Radford, Andrew. 1988. Transformational Grammar: A first Course. Cambridge Textbooks in Linguistics.

Radford, Andrew. 1997. Syntax: A Minimalist Introduction. Cambridge: Cambridge University Press.

Gambar

Tabel 1.  Membandingkan struktur kalimat bahasa Inggris  dengan struktur kalimat bahasa Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Untuk bangunan Perusahaan / Perusahaan Industri yang mengalami perubahan peruntukan tanpa balik nama dikenakan biaya 20% (dua puluh persen) dari tarip retribusi.

[r]

Penelitian ini bertujuan utama adalah untuk mendapatkan Biogas dengan Nilai Kalor yang tinggi,dengan cara memanfaatkan tanaman enceng gondok dan menggunakan kotoran sapi

Pendapat tersebut sejalan dengan Dembo (2004) menyatakan academic self management adalah strategi yang digunakanpelajar untuk menggontrol faktor-faktor yang

Dengan pengujian yang telah dilakukan, diperoleh ralat volume air kurang dari.. 2 persen dari gelas

Paradigma ini dimaksudkan sebagai respon positif kalangan militer terhadap tuntutan reformasi untuk meredefinisi dan mereposisi peran ABRI dalam kehidupan politik yang

Partisipan dalam penelitian ini yaitu 42 mahasiswa semester 3, 5, dan 7 pada program studi PG PAUD di Universitas X di Purwokerto.Alat pengumpulan data menggunakankuesioner