TESIS
HUBUNGAN ANTARA KADAR 25-HYDROXYVITAMIN D
PLASMA DAN DERAJAT ASMA PADA PASIEN ASMA
BRONKIAL DI RSUP SANGLAH DENPASAR
NI KETUT DONNA PRISILIA. T
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
TESIS
HUBUNGAN ANTARA KADAR 25-HYDROXYVITAMIN D
PLASMA DAN DERAJAT ASMA PADA PASIEN ASMA
BRONKIAL DI RSUP SANGLAH DENPASAR
Tesis ini untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
NI KETUT DONNA PRISILIA. T NIM 1114048104
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
DAFTAR ISI
Hal
Halaman Sampul Depan
Halaman Sampul Dalam ... i
Prasyarat Gelar ... ii
Halaman persetujuan pembimbing ... iii
Halaman penetapan panitia ... iv
Ucapan Terima Kasih ... iv
Abstrak ... vi
Abstract ... viii
Ringkasan ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan Penelitian ... 4 1.3.1.Tujuan Umum ... 4 1.3.2.Tujuan Khusus ... 5 1.4. Manfaat Penelitian ... 5 1.4.1.Manfaat Ilmiah ... 5
BAB I I TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Epidemiologi ... 6
2.2. Patofisiologi Asma Bronkial ... 7
2.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Asma Bronkial ... 11
2.3.1. Faktor Imunitas ... 11
2.3.2. Faktor umur ... 12
2.3.3. Faktor Genetik ... 12
2.3.4. Faktor Lingkungan ... 13
2.3.5. Faktor Lain ... 13
2.3.6.Faktor Sosial Ekonomi ... 14
2.4. Klasifikasi Asma Bronkial ... 14
2.4.1. Klasifikasi Menurut Derajat Berat Asma ... 14
2.4.2. Klasifikasi Asma Menurut Berat Ringannya Serangan ... 15
2.5. Vitamin D ... 16
2.8.1. Sumber Vitamin D ... 18
2.8.2. Vitamin D dan Asma Bronkial ... 20
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 26
3.1. Kerangka Berpikir ... 26
3.2. Konsep Penelitian ... 27
3.3 Hipotesis Penelitian ... 28
BAB IV METODE PENELITIAN ... 29
4.1. Rancangan Penelitian ... 29
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29
4.2.2. Pemeriksaan Bahan ... 29
4.2.3. Waktu penelitian ... 29
4.3. Populasi dan Sampel ... 29
4.3.1. Populasi Target ... 29 4.3.2. Populasi Terjangkau ... 30 4.3.3. Sampel ... 30 4.3.3.1. Penentuan Sampel ... 30 4.3.3.2. Kriteria Inklusi ... 30 4.3.3.3. Kriteria Eksklusi ... 30 4.3.3.4. Besar Sampel ... 31 4.4. Variabel Penelitian ... 31 4.4.1. Variabel bebas ... 31 4.4.2. Variabel Tergantung ... 31 4.4.3. Variabel Kendali... 32
4.5 Definisi Operasional Variabel penelitian ... 32
4.6 Bahan dan Metode Pengukuran ... 34
4.6.1 Bahan Penelitian ... 34
4.6.2 Instrumen dan Pengambilan Bahan ... 34
4.7. Analisis Statistik ... 35
4.7.1. Statistik Deskritif ... 35
4.7.2. Uji Normalitas Data ... 35
4.7.3. Uji Bivariat ... 35
4.7.4. Analisis Statistik ... 36
BAB V HASILPENELITIAN ... 38
5.1.1. Karakteristik sampel ... 38
5.2. Uji normalitas data ... 39
5.3. Uji bivariat ... 40
5.4. Perbedaan antara kadar 25(OH) D total plasma sesuai derajat asma bronkial…...……… 40
BAB VI PEMBAHASAN ... 41
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 47
7.1. Simpulan Penelitian ... 47
7.2. Saran ... 47
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gambaran
Klinis ………. 15
Tabel 5.1. Gambaran karakteristik subyek penelitian………. 39
Tabel 5.2. Uji Normalitas ……….………. 40
Tabel 5.3. Uji bivariat kadar vitamin D terhadap derajat asma ………. 39 Tabel 5.4. Perbedaan antara kadar 25(OH) D total plasma
sesuai derajat asma bronkial ………..……….. 41
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Inflamasi dan remodeling pada asma ………. 9
Gambar 2.2. Th-2 dan EMTU ………. 10
Gambar 2.3. Vitamin D pathway………. 17
Gambar 2.3. Hubungan vitamin D dengan asma bronkial………… 23
Gambar 3.1 Konsep Penelitian……….. ……… 27
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Rencana dan Jadwal Penelitian……… 52
Lampiran 2 Anggaran Penelitian ……… 53
Lampiran 3 Formulir Laporan Kasus Penelitian………. 54
Lampiran 4 Informasi Pasien dan Formulir Persetujuan……….… 58
Lampiran 5 Formulir Persetujuan Tertulis……….. 60
Lampiran 6 Prosedur Pemeriksaan Vitamin D……… 61
Lampiran 7 Surat ijin Penelitian di RSUP Sanglah……… 62
DAFTAR SINGKATAN
1,25 (OH)2 D3 : 1, 25-dihydroxyvitamin D3
1α, 25-(OH)2 D3 : 1 alpha, 25-dihydroxyvitamin D3
25(OH) D : 25-hydroxyvitamin D
APC : Antigen Precenting Cell
APE : Arus Puncak Ekspirasi
BMI : Body Mass Index
CAMP : Cyclic Adenosin Monophosphate
CD4 : Cluster of Differentiation 4
CGRP : Calcitonin Gene-Related Peptide
CLIA : Chemiliminescent Immunoasay
DNA : Deoxyribonucleic Acid
EMTU : Epithelial Mesenchymal Tropic Unit
FEV1 : Forced Expiratory Volume (The First Second)
FVC : Forced Vital Capacity
GINA : Global Iniative for Asthma
IgE : Imunoglobulin E
IL : Interleukin
MMP-9 : Matriks Metaloproteinase-9
NCHS : National Center for Health Statistics
NHLBI : National Heart Lung and Blood Institute
PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
PTH : Parathyroid Hormone
RISKESDA : Riset Kesehatan Dasar
Th : T-helper
VDR : Vitamin D Receptor
VDRE : Vitamin D Respont Element
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma masih menjadi masalah kesehatan serius masyarakat didunia dengan prevalensi yang tinggi. Sampai saat ini, dalam patogenesis dan perkembangannya banyak faktor yang berpengaruh terhadap kejadian asma seperti genetik, lingkungan dan lain-lain, namun dengan patofisiologi yang belum jelas.
Diseluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita asma bronkial dan tahun 2025 diperkirakan jumlahnya mencapai 400 juta. National Health Interview Survey di Amerika Serikat memperkirakan setidaknya 6,5 juta orang menderita asma (GINA, 2011). Prevalensi asma bronkial terjadi peningkatan 1% pada tahun 2013 dibanding tahun 2007, data tahun 2013 di Indonesia dengan prevalensi 4,5%. Prevalensi asma pada tahun 2013 di provinsi Bali adalah 6,2% (RISKESDAS, 2013).
Masalah yang dihadapi saat ini adalah morbiditas dan mortalitas asma bronkial yang relatif tinggi dan mengalami peningkatan. National Center for Health Statistics (NCHS) (2012) melaporkan angka kematian akibat penyakit asma sekitar 1,6 per 100.000 populasi dewasa, dan perempuan 40% lebih tinggi daripada laki-laki. Penyakit asma bronkial berdampak pada kualitas, produktivitas hidup dan sosial ekonomi, sehingga dibutuhkan biaya yang tinggi dalam pengobatannya (Firshein and Richard, 2006).
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan napas intermiten, reversibel, dimana trakea dan bronkial memberikan respon secara hiperaktif terhadap rangsangan tertentu. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan
batuk, sesak dan mengi (Wittke A et a.l., 2004). Tingkat penyempitan jalan napas ini, dapat membaik baik secara spontan maupun karena pengobatan. Asma dapat terjadi pada semua golongan usia, sekitar setengah dari kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiganya terjadi sebelum usia 40 tahun (PDPI, 2006).
Berbagai faktor lingkungan telah berhubungan dengan asma diantaranya alergen, polusi udara dan berbagai zat kimiawi. Genetika juga berpengaruh, jika pada kembar identik mempunyai asma, terdapat 25% kemungkinan untuk saudara kembarnya terkena asma. Selain berbagai faktor lingkungan yang berhubungan dengan asma tersebut, defisiensi vitamin D juga menjadi faktor resiko penyakit asma (GINA, 2011).
Kadar vitamin D plasma yang dinilai adalah 25-hydroxyvitamin D (25(OH) D) yang akurat digunakan sebagai indikator penilaian status vitamin D. Kadar yang rendah dapat terjadi karena asupan vitamin D yang rendah ataupun sedikitnya paparan sinar matahari. Kekurangan vitamin D di negara-negara Asia yang seharusnya tidak terjadi di daerah dengan sinar matahari yang berlimpah. Pengaruh budaya dan agama seperti menutupi kulit pada terutama wanita Muslim dan orang-orang Asia yang cenderung menghindari matahari karena alasan kecantikan dan lokasi geografis juga berkaitan dengan kekurangan vitamin D (Meltzer M, 2007). Berbagai literatur menunjukan bahwa kebanyakan wanita Muslim berjilbab dan orang yang menghindari paparan sinar matahari mengalami resiko terjadinya defisiensi vitamin D walaupun tinggal di negara yang banyak mendapatkan sinar matahari (Allali, 2009; Glerup, 2009).
Hubungan antara asma dan 25(OH) D telah menjadi subjek dari beberapa penelitian dalam 10 tahun terakhir dan sebagian besar studi ini mendukung efek perlindungan dari vitamin D. Seiring perkembangan waktu, fungsi vitamin D semakin
banyak dipelajari tidak hanya untuk kesehatan tulang tapi juga pengaruhnya terhadap sistem imunitas tubuh. Kadar vitamin D yang rendah sering dihubungkan dengan kondisi yang berat seperti pada penyakit jantung, diabetes, kanker dan sklerosis multipel. Penelitian terbaru menunjukkan kekurangan vitamin D dikaitkan dengan banyak kondisi
non-skeletal seperti kanker, penyakit autoimun, sindrom metabolik, penyakit
kardiovaskular dan gangguan pernapasan termasuk pada asma bronkial (Bosse et al., 2009).
Defisiensi vitamin D berperan dalam peningkatan insiden asma. Defisiensi vitamin D berkaitan dengan inflamasi saluran napas, hiperesponsivitas saluran napas, penurunan fungsi paru dan kontrol asma yang buruk juga berkaitan dengan tingginya rawat inap serta eksaserbasi asma (Maalmi et al., 2011). Peran vitamin D pada asma sebagai imunomodulator, bekerja pada sel dendritik dan sel T mempromosikan Treg mensekresi IL-10 (Djajalaksana et al., 2008). Interleukin-10 (IL-10) merupakan sitokin antiinflamasi yang terlibat dalam patogenesis asma, berpotensi downregulation terhadap proses inflamasi yang dikendalikan oleh sel Th1 maupun sel Th2. Selain itu, vitamin D mempengaruhi maturasi sel dendritik. Pada asma, vitamin D dapat dipertimbangkan menjadi mediator penting, tingkat fluktuasinya berhubungan dengan derajat beratnya inflamasi dari penyakit (Lestari, 2013).
Kadar vitamin D dapat mempengaruhi derajat berat asma dan keberhasilan pengobatan asma. Vitamin D juga dapat mempengaruhi efektivitas terapi glukokortikoid sebagai anti-inflamasi. Dalam sebuah studi disebutkan bahwa rendah kadar vitamin D berkontribusi pada tingkat keparahan asma. Penatalaksanaan asma secara holistik diperlukan sebagai upaya mengidentifikasi faktor risiko yang berperan dalam patogenesis
asma, salah satunya kadar vitamin D yang diharapkan pada akhirnya dapat mengendalikan serangan asma. Beberapa penelitian menyatakan bahwa semakin rendah kadar vitamin D akan semakin meningkatkan derajat asma (Bozetto et al, 2011; Alyasin et al., 2011).
Dibalik semakin berkembangnya pengobatan asma bronkial, perlu diidentifikasi beberapa faktor risiko asma sehingga angka kesakitan dan kematian akibat asma dapat diturunkan. Oleh karena itu telah dilakukan penelitian mengenai hubungan antara kadar
25(OH) D plasma dan derajat asma pada pasien asma bronkial.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut “Apakah kadar 25(OH) D plasma berhubungan dengan derajat asma pada pasien asma bronkial di RSUP Sanglah Denpasar ?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kadar 25(OH) D plasma dan derajat asma pada pasien asma bronkial di RSUP Sanglah Denpasar.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui kadar 25(OH) D plasma pada pasien asma bronkial di RSUP Sanglah Denpasar.
c. Mengetahui hubungan kadar 25(OH) D plasma dengan derajat asma bronkial di RSUP Sanglah Denpasar.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Akademik
Adanya hubungan antara 25(OH) D dan derajat asma pada hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan mengetahui adanya peranan 25(OH) D plasma terhadap inflamasi pada asma bronkial yaitu sebagai imunodulator.
1.4.2 Manfaat Klinis Praktis
Adanya hubungan antara 25(OH) D plasma dan derajat asma, diharapkan dapat memberikan informasi yaitu hubungan 25(OH) D plasma dan derajat asma bronkial dimana vitamin D sebagai imunodulator. Peran imunodulator ini diharapkan dapat lebih mengoptimalkan penanganan asma bronkial (terkait peran imunomodulasi).