• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DI PERHUTANI KPH INDRAMAYU ANGGIA PRATIWI HARYADINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DI PERHUTANI KPH INDRAMAYU ANGGIA PRATIWI HARYADINI"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENGENDALIAN KEBAKARAN

HUTAN DI PERHUTANI KPH INDRAMAYU

ANGGIA PRATIWI HARYADINI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor Penyebab dan Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di Perhutani KPH Indramayu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Anggia Pratiwi Haryadini

(4)

ABSTRAK

ANGGIA PRATIWI HARYADINI. Faktor Penyebab dan Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di Perhutani KPH Indramayu. Dibimbing oleh ATI DWI NURHAYATI dan DADAN MULYANA.

Kebakaran hutan merupakan salah satu gangguan hutan yang sering terjadi di Indonesia. Penyebab kebakaran hutan terdiri dari 2 faktor yaitu faktor alam dan manusia. Upaya pengendalian kebakaran hutan saat ini lebih ditekankan dengan melibatkan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor penyebab kebakaran hutan dan upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Indramayu. Penelitian ini dilakukan dengan pengisian kuisioner berdasarkan hasil wawancara. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kebakaran hutan di KPH Indramayu salah satunya disebabkan oleh faktor kesengajaan oleh sebagian masyarakat di sekitar kawasan hutan. Pembersihan lahan oleh masyarakat dengan cara pembakaran tetap memiliki resiko dapat menimbulkan kebakaran hutan walaupun masyarakat menggunakan sistem pembakaran terkendali. Perlu ditegaskan kepada semua pihak bahwa puntung rokok sebenarnya bukan penyebab utama kebakaran hutan. Upaya pengendalian kebakaran hutan di BKPH Sanca meliputi pencegahan, pemadaman, dan penanganan pasca terbakar, namun pelaksanaannya masih belum optimal.

Kata kunci: kebakaran hutan, pengendalian kebakaran hutan, peran masyarakat

ABSTRACT

ANGGIA PRATIWI HARYADINI. Causes and Forest Fire Control Efforts in Perhutani KPH Indramayu. Supervised by ATI DWI NURHAYATI and DADAN MULYANA.

Forest fire is one of the obstacle in forest which often occurred in Indonesia. Cause of forest fire consist two factors: natural and human factors. Efforts of forest fire control nowadays more emphasized with community involvement. The objective of this research was to examine the causes of forest fire also the efforts of forest fire in KPH Indramayu. This research was done by filling the questionnaire based on the results of the interview. The results of this research revealed that one of the factor which caused forest. Land clearing by the community with the burning system still contain risk which caused forest fire although the community use the controlled burning system, and it should be emphasized to all parties that cigarette is not the main cause of forest fire. Efforts of forest fire control in BKPH Sanca includes prevention, suppression, and extinguishing, but the implementation is not optimal yet.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

FAKTOR PENYEBAB DAN UPAYA PENGENDALIAN

KEBAKARAN HUTAN DI PERHUTANI KPH INDRAMAYU

ANGGIA PRATIWI HARYADINI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Faktor Penyebab dan Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di Perhutani KPH Indramayu

Nama : Anggia Pratiwi Haryadini NIM : E44100101

Disetujui oleh

Ati Dwi Nurhayati SHut, MSi Pembimbing I

Dadan Mulyana SHut, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini ialah penyebab dan pengendalian kebakaran hutan, dengan judul Faktor Penyebab dan Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan di Perhutani KPH Indramayu.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ati Dwi Nurhayati SHut, MSi dan Bapak Dadan Mulyana SHut, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Gunawan Santosa, MS dan Bapak Dr Ir Istomo, MS yang telah banyak memberikan saran dan arahan, kepada dosen-dosen Departemen Silvikultur beserta staf yang telah banyak membantu. Di samping itu penghargaan penulis sampikan kepada Administratur KPH Indramayu bapak Agus Yulianto SHut, dan Bapak Supardjo SHut selaku Kasi Pengelolaan SDHL, Bapak Ali Nurdin Selaku KSS PHBM, dan Bapak Darto Asper BKPH Sanca beserta staf yang telah mendampingi selama proses penelitian. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Karwita dan Bapak Sutigno SPd selaku ketua LMDH Wana Bakti Lestari dan LMDH Wana Baru yang telah banyak berdiskusi dan memberi banyak informasi. Ungkapan terima kasih tak terhingga saya sampaikan kepada Bapak dan Ibu tercinta atas kasih sayang dan doa yang tak henti-hentinya, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada rekan penelitian saya Try Yessi Sipayung, sahabat saya Laksmi Dewanti dan Hestilia Anggraini serta terakhir saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman Silvikultur 47 atas semangatnya.

Kritik dan saran sangat diharapkan guna menyempurnakan karya ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 1 TINJAUAN PUSTAKA 2

Definisi Kebakaran Hutan 2

Penyebab Kebakaran Hutan 2

Pengendalian Kebakaran Hutan 3

METODE PENELITIAN 4

Lokasi dan Waktu Penelitian 4

Alat dan Bahan 4

Prosedur Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Sejarah kebakaran hutan KPH Indramayu 8

Penyebab Kebakaran Hutan 13

Pengendalian Kebakaran Hutan 14

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Luas kawasan hutan berdasarkan fungsi dan kelas perusahaan 6

2 Luas hutan BKPH Sanca 7

3 Lembaga Masyarakat Desa Hutan BKPH Sanca 8

4 Kegiatan pencegahan kebakaran hutan 15

5 Kegiatan pemadaman kebakaran hutan 17

DAFTAR GAMBAR

1 Segitiga Api 2

2 Frekuensi dan Luas Kebakaran Hutan Tahun 2009-2013 Divisi Regional III

Jawa Barat dan Banten 8

3 Frekuensi dan luas kebakaran BKPH Sanca KPH Indramayu 8

4 Kebakaran hutan BKPH Sanca tahun 2009-2013 9

5 Jumlah curah hujan pertahun dalam 5 tahun terakhir (2009-2013) 9 6 Rata-rata luas kebakaran hutan bulanan tahun 2009-2013 di BKPH

Sanca 10

7 Rata-rata curah hujan bulanan di KPH Indramayu tahun 2009-2013 10 8 Presentase klasifikasi responden berdasarkan umur 10 9 Presentase klasifikasi responden berdasarkan tingkat pendidikan 11 10 Presentase klasifikasi responden berdasarkan mata pencaharian 11 11 Presentase klasifikasi responden berdasarkan jumlah penghasilan 12 12 Persentase penyiapan lahan oleh masyarakat Desa Sanca dan Desa

Bantarwaru 12

13 Penyiapan lahan cara bakar 13

14 Persentase penyebab kebakaran hutan BKPH Sanca 14 15 Persentase bentuk kegiatan pencegahan kebakaran hutan 15

16 Spanduk peringatan kebakaran hutan 15

17 Potongan ranting yang digunakan sebagai alat pemadam api (gepyok) 17 18 Alat bantu pembuatan ilaran (Cangkul, Golok) 17 19 Mobil polhut yang dimodifikasi (tanki pemadam api) 17

20 Pos gabungan gangguan keamanan hutan 18

DAFTAR LAMPIRAN

21 Kuisioner 21

22 Kegiatan diskusi dengan petugas BKPH, LMDH, dan masyarakat 25 23 Kegiatan sosialisasi dan simulasi pengendalian kebakaran hutan

petugas Perhutani KPH Indramayu 25

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebakaran hutan merupakan salah satu gangguan hutan yang sering terjadi. Kebakaran hutan menurut Saharjo (2003) merupakan kejadian pembakaran yang penjalarannya bebas pada areal yang tidak direncanakan serta mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan seperti serasah, rumput, ranting/cabang pohon mati, pohon mati yang tetap berdiri, logs, tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedaunan dan pohon-pohon. Kebakaran hutan yang sering terjadi di Indonesia tidak lepas dari campur tangan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebakaran hutan Indonesia terbesar terjadi pada tahun 1997/1998 yang menghanguskan 9.7 juta ha (Applegate dan Suyanto 2001).

Kerugian yang disebabkan oleh kebakaran hutan akan semakin meningkat apabila tidak ditanggulangi dengan baik. Dengan demikian upaya pengendalian kebakaran hutan di Indonesia harus dioptimalkan. Salah satu cara pengendalian kebakaran hutan adalah dengan mengetahui penyebab terjadinya kebakaran sehingga dapat meningkatkan upaya pencegahannya. Kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat dapat diterapkan sebagai upaya dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Dengan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) diharapkan masyarakat dapat ikut serta menjaga dan mempunyai rasa memiliki hutan sehingga secara tidak langsung membantu melindungi hutan dari kebakaran ataupun gangguan lain.

Kebakaran hutan merupakan masalah nasional di Indonesia, tidak terkecuali kebakaran hutan ini juga melanda kawasan hutan yang dikelola oleh Perhutani. Di wilayah Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten, KPH Indramayu merupakan wilayah yang memiliki luas dan frekuensi kebakaran hutan tertinggi dibandingkan dengan KPH lainnya (Laporan gukamhut Divisi Regional Jawa Barat dan Banten 2009-2013). Untuk itu diperlukan kajian tentang faktor penyebab kebakaran hutan di KPH Indramayu sehingga dapat membantu mengoptimalkan upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Indramayu.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor penyebab kebakaran hutan dan upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Indramayu.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor penyebab kebakaran hutan, sehingga dapat membantu mengoptimalkan upaya pengendalian yang dilakukan KPH Indramayu.

(12)

2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan merupakan kejadian dimana api melalap bahan bervegetasi yang terjadi didalam kawasan hutan yang menjalar secara bebas dan tidak terkendali (Syaufina 2008). Api merupakan fenomena alam yang dihasilkan dari kombinasi yang cepat antara oksigen dengan suatu bahan bakar yang terjelma dalam bentuk panas, cahaya dan nyala. Tiga komponen diperlukan untuk setiap api agar dapat menyala dan mengalami proses pembakaran (Countryman 1975 dalam Amanda 2009). Pertama harus tersedia bahan bakar yang dapat terbakar. Kedua, panas yang cukup digunakan untuk menaikkan suhu bahan bakar hingga ke titik penyalaan. Ketiga, udara diperlukan untuk mensuplai oksigen agar proses pembakaran tetap berjalan dan untuk mempertahankan suplai panas sehingga memungkinkan penyalaan bahan bakar yang sulit terbakar. Ketiga unsur itu adalah bahan bakar, panas, dan oksigen yang memungkinkan timbulnya api, disebut segitiga api (Fire Triangle).

Gambar 1 Prinsip Segitiga Api (Clar dan Chatten 1954)

Api hanya dapat terjadi bila ketiga komponen di atas berada pada saat yang bersamaan atau tidak ada api sama sekali. Untuk itu maka prinsip dasar dalam usaha pengendalian kebakaran hutan dilakukan dengan cara memutus salah satu dari ketiga komponen tersebut. Mengurangi komponen bahan bakar dan panas dengan berbagai teknik sering dilakukan untuk mengendalikan kebakaran hutan.

2. Penyebab Kebakaran Hutan

Faktor penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia 99% disebabkan oleh manusia baik sengaja maupun tidak sengaja, sedangkan faktor alam hanya memegang peranan yang sangat kecil yaitu hanya 1% (Syaufina 2008).

a. Faktor Alam

Faktor alami kebakaran hutan dan lahan diantaranya terjadi karena petir. Petir merupakan faktor penyebab kebakaran yang penting di negara-negara subtropis. Sedangkan di negara tropis jarang mengalami kebakaran karena faktor alam dimana terjadinya petir bersamaan dengan terjadinya hujan. Hasilnya percikan api dari petir yang mengenai bahan bakar tidak dapat berkembang dan menjalar ke bagian yang lebih luas. Lokasi hutan yang berdekatan dengan gunung berapi juga beresiko terhadap kebakaran hutan karena udara yang dihasilkan dapat mengeringkan bahan bakar sehingga kemampuan bahan bakar untuk terbakar

Bahan bakar

(13)

3 menjadi meningkat. Kebakaran hutan bisa disebabkan gejala alam seperti petir, tapi kebanyakan yang melanda hutan produktif, perkebunan dan ladang disebabkan oleh nyala api yang dilakukan manusia pada saat penyiapan lahan, kurang sempurna mematikan api dan kesengajaan pembakaran. Saharjo (2005) menambahkan faktor pendukung terjadinya kebakaran hutan dipengaruhi oleh kondisi iklim, fisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

b. Faktor Manusia

Menurut penelitian CIFOR/ICRAF disepuluh lokasi penelitian menunjukkan penyebab langsung kebakaran hutan dan lahan di Indonesia adalah api digunakan dalam pembukaan lahan, api digunakan sebagai senjata dalam permasalahan konflik tanah, api menyebar secara tidak sengaja, dan api yang berkaitan dengan ekstraksi sumberdaya alam. Sedangkan penyebab kebakaran secara tidak langsung yaitu penguasaan lahan, alokasi penggunaan lahan, insentif/disinsentif ekonomi, degradasi hutan dan lahan, dampak dariperubahan karakteristik kependudukan, dan lemahnya kapasitas kelembagaan (Applegate dan Suyanto 2001).

3. Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Menurut Husaeni (2003), pengendalian kebakaran hutan (forest fire

management) merupakan aktifitas melindungi hutan dari kebakaran liar dan

penggunaan api untuk mencapai tujuan dalam pengelolaan hutan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Pasal 20 tentang Perlindungan Hutan menyatakan bahwa untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh kebakaran dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan pencegahan, pemadaman, dan penanganan pasca kebakaran.

a. Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan

Pencegahan kebakaran hutan adalah semua usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Menurut Suratmo et al (2003) metode pencegahan

Pendidikan

Pendidikan atau penyuluhan tentang kebakaran ditujukan kepada masyarakat umum. Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, sikap, dan minat masyarakat untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan sehingga masyarakat pengguna api akan selalu waspada dalam menggunakan api. Proses pendidikan atau penyuluhan dapat dilakukan perorangan, kelompok dan masal. Materi dan metode yang diterapkan harus disesuaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

Penegakan Hukum

Dasar hukum untuk pencegahan kebakaran hutan bersumber dari undang-undang, surat keputusan dan peraturan daerah setempat tentang kebakaran hutan. Menegakan hukum dan peraturan secara adil dapat menghukum pelaku kebakaran hutan sebagai salah satu metode pencegahan kebakaran hutan.

Pendekatan Teknis

Pendekatan teknis ditujukan untuk mengurangi kemudahan bahan bakar terbakar (fuel flammability) dan mengurangi kesulitan pemadaman kebakaran hutan yang disebut manajemen kebakaran hutan. Manjemen bahan bakar dilakukan dengan cara isolasi bahan bakar, modifikasi bahan bakar dan pengurangan bahan bakar.

(14)

4

b. Pemadaman Kebakaran Hutan dan lahan

Ada 2 metode pemadaman kebakaran hutan yaitu metode pemadaman langsung dan metode pemadaman tidak langsung. Perbedaan dasar antara kedua metode ini adalah dalam hal penempatan lokasi ilaran api terhadap tepi api kebakaran. Dalam praktek, kedua metode ini dapat digunakan secara kombinasi (Husaeni 2003).

Menurut Ismunandar (2003), metode pemadaman langsung dapat dilakukan dengan beberapa teknis pemadaman bergantung kondisi areal kebakaran. Kondisi tersebut diantaranya topografi yang terbakar, jenis tanaman yang ada (bahan bakar), luas areal yang terbakar, dan luas kebakaran yang terjadi. Pada metode pemadaman langsung, pemadaman langsung pada tepi api di areal kebakaran. Bahan bakar yang terbakar dipadamkan atau dipisahkan dari bahan bakar yang belum terbakar. Pada metode ini bahan mudah terbakar dihilangkan dari tepi kebakaran. Sedangkan pada metode pemadaman tidak langsung, pemadaman dilakukan pada bahan bakar yang tidak terbakar yang letaknya diluar tepi api kebakaran. Metode ini memungkinkan para petugas pemadaman untuk bekerja jauh dari pengaruh panas api dan dapat memanfaatkan tipe bahan bakar dan sekat-sekat alami yang sesuai (Husaeni 2003). Menurut Sumantri (2003) metode pemadaman tidak langsung tidak terlepas dari pengetahuan (backfiring) atau pembakaran balik. Metode pemadaman tidak langsung digunakan pada tipe kebakaran besar dengan laju penjalaran api sangat cepat dimana metode-metode pemadaman langsung maupun metode pemadaman pararel tidak dapat dilaksanakan. Ditegaskan oleh Ismunandar (2003) bahwa pemadaman tidak langsung bertujuan mengendalikan kobaran api dengan membuat ilaran api pada jarak tertentu bila kebakaran tidak mungkin dipadamkan secara langsung. Prinsip ilaran api adalah menghambat laju kebakaran, sebagai penghalang alamiah seperti sungai, rawa, jalan, atau sengaja dibuat yang disebut sekat bakar.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Desa Sanca dan Desa Bantarwaru yang termasuk dalam BKPH Sanca KPH Indramayu Perum Perhutani Divisi Regional III Jawa Barat dan Banten. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2014.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitan adalah perangkat laptop, lembar kuesioner, alat tulis, kamera dan alat perekam.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Data Kondisi Umum KPH Indramayu, Desa Sanca dan Desa Bantarwaru b. Data curah hujan KPH Indramayu 5 tahun terakhir (2009-2013)

c. Data kebakaran hutan BKPH Sanca 5 tahun terakhir (2009-2013)

d. Daftar kuisioner untuk mengumpulkan data hasil wawancara dari masyarakat

(15)

5 Prosedur Pengumpulan Data

Sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian dibagi menjadi dua jenis, yakni:

1. Data primer: hasil wawancara dengan pihak Perhutani, data hasil pengisian kuesioner masyarakat Desa Sanca dan Desa Bantarwaru.

2. Data sekunder: data kebakaran hutan 5 tahun terakhir tahun 2009-2013 di BKPH Sanca, data tentang kondisi kawasan KPH Indramayu, Desa Sanca, Desa Bantarwaru, serta data curah hujan KPH Indramayu tahun 2009-2013, serta data pendukung lainnya.

Penetapan responden dilakukan dengan metode snowball sampling

technique yaitu pada awalnya peneliti mengenal beberapa responden kunci (key person interwievs) yang kemudian responden kunci akan memperkenalkannya

kepada responden-responden lain. Responden kunci dalam penelitian ini adalah personil BKPH Sanca yang meliputi Asper, KRPH serta mandor. Responden lain terdiri dari masyarakat sekitar hutan yang termasuk anggota Kelompok Tani Hutan BKPH Sanca sebanyak 60 orang responden yang terbagi di Desa Sanca dan Desa Bantarwaru, ditentukan secara purposive sampling yaitu memilih responden secara sengaja terfokus pada responden yang sering berinteraksi dalam kawasan hutan yaitu anggota LMDH. Wawancara dilakukan langsung di lapangan dengan bantuan kuisioner mengenai upaya pengendalian kebakaran hutan. Wawancara dilakukan dengan metode Muhadjir (1992) yaitu subjek mendatangi langsung responden dan mengambil kesempatan yang memudahkan untuk wawancara.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuisioner kemudian direkapitulasi dan pembuatan tabulasi dengan menggunakan microsoft excel, serta dianalisis secara deskriptif mengenai faktor penyebab kebakaran hutan dan upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Indramayu.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 1. Profil KPH Indramayu

Wilayah KPH Indramayu secara geografis terletak pada 6o15’-6o40’ LS dan 107o52’-108o36’ BT. Luas total KPH Indramayu adalah 40 701.05 ha, secara administratif pemerintahan berada di wilayah Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat. Adapun batas wilayah pengelolaan hutan KPH Indramayu, antara lain:

1. Bagian Utara : Dibatasi oleh Laut Jawa

2. Bagian Timur : Berbatasan dengan KPH Kuningan 3. Bagian Selatan : Berbatasan dengan KPH Majalengka 4. Bagian Barat : Berbatasan dengan KPH Purwakarta

(16)

6

Luas kawasan hutan KPH Indramayu terbagi berdasarkan 2 kategori yaitu luas kawasan berdasarkan fungsi dan luas kawasan berdasarkan kelas perusahaan. Luas dari kedua ketegori tersebut dapat dilihat di Tabel 1

Tabel 1 Luas kawasan hutan berdasarkan fungsi dan kelas perusahaan

No. Kelas Perusahaan

Fungsi Hutan (ha)

Total (ha) Lindung Produksi 1 Jati 8 032.25 16 622.85 24 655.10 2 Kayu Putih 0 6 522.23 6 522.23 3 Karet 0 9 512.72 9 512.72 Jumlah 40 690.05

Sumber : hasil evaluasi potensi SDH 2013

Berdasarkan topografinya, sebagian besar wilayah Kabupaten Indramayu merupakan dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanah rata-rata 0-26%. Keadaan ini tergantung pada drainase, bila curah hujan tinggi maka daerah-daerah tertentu akan tergenang air. Ketinggian wilayah Kabupaten Indramayu umumnya berada antara 0-18 meter di atas permukaan laut, dengan wilayah dataran rendah sebesar 90%.

Wilayah KPH Indramayu dan sekitarnya beriklim tropis yang ditandai dengan terdapatnya pergantian yang jelas antara musim hujan dan musim kemarau, dengan temperatur rata-rata tahunan 23.7oC-24.6oC. Berdasarkan pengumpulan data curah hujan, KPH Indramayu memiliki curah hujan berkisar antara 378-1 561 mm/th dengan intensitas curah hujan paling tinggi pada bulan Januari-Maret dan paling rendah pada bulan Agustus dan September.

Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951), wilayah KPH Indramayu memiliki kriteria iklim sedang, dengan memperhatikan perbandingan bulan basah dan bulan kering (nilai Q Schmidt dan Ferguson), type iklim di wilayah KPH Indramayu termasuk type iklim C dan D, dengan nilai Q antara 42.8%-83.3%.

Areal KPH Indramayu secara hidrologis terbagi dalam 3 Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi DAS Cipanas, DAS Cimanuk, dan DAS Cipunagara. Mata air yang ada di KPH Indramayu teridentifikasi sebagai situs ekologi dengan nama Sumur Santri Blok Sinang.

Interaksi masyarakat terhadap hutan sangat tinggi, sehingga menimbulkan tekanan terhadap hutan. Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) telah diterapkan sejak tahun 2007. Setiap desa memiliki petak yang disebut Hutan Pangkuan Desa (HPD) dimana masyarakat dapat ikut berperan serta dalam pengelolaan hutan.

Jumlah penduduk di wilayah sekitar KPH Indramayu sebanyak 463 472 orang. Sebagian mata pencaharian penduduk sekitar hutan KPH Indramayu adalah bercocok tanah, baik di lahan kering maupun lahan basah (sawah).

Kondisi ganguan keamanan hutan di KPH Indramayu tahun 2013 apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya cenderung menurun, hal ini dikarenakan semakin meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya keberadaan hutan. Perhutani telah melakukan upaya kerja sama dengan aparat diantaranya koordinasi dengan instansi terkait, penyuluhan kepada masyarakat tentang

(17)

7 manfaat hutan, peningkatan kesejahteraan melalui penerapan PHBM dan melaksanakan patroli gabungan dengan kepolisian dan instansi terkait.

2. Kondisi Umum BKPH Sanca

Batas wilayah BKPH Sanca antara lain sebelah Utara berbatasan dengan BKPH Haurgeulis, sebelah Selatan berbatasan dengan KPH Sumedang, sebelah Timur berbatasan dengan BKPH Sanca, dan sebelah Barat berbatasan dengan KPH Purwakarta. BKPH Sanca terdiri dari empat RPH yaitu RPH Bantarwaru, RPH Bantarhuni, RPH Sanca, dan RPH Cijambe, dengan luas baku hutan dapat dilihat pada tabel 2 berikut

Tabel 2 Luas hutan BKPH Sanca KPH Indramayu

No RPH Luas Baku Hutan (ha)

1 Bantarwaru 1 327.19

2 Bantarhuni 1 517.41

3 Sanca 1 691.29

4 Cijambe 1 343.92

Jumlah 5 879.81

Sumber: Ringkasan Publik KPH Indramayu tahun 2014

Luas wilayah BKPH Sanca yaitu 5 879.81 ha, berada di ketinggian 120-150 m di atas permukaan laut. Wilayah administrasi RPH Sanca meliputi Desa Sanca Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu. BKPH Sanca memiliki curah hujan rata-rata 1 418 mm/tahun, kelembaban 85%, dan suhu rata-rata harian 26ᵒ C-33ᵒC. Sebagian besar penduduk di BKPH Sanca bermatapencaharian sebagai petani dan peternak sapi. Penduduk yang tinggal disekitar hutan atau Masyarakat Desa Hutan (MDH) telah ikut serta dalam pengelolaan hutan dan tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), adapun LMDH yang ada di BKPH Sanca dapat dilihat pada tabel 3

Tabel 3 Lembaga Masyarakat Desa Hutan di BKPH Sanca KPH Indramayu

Nama LMDH Luas Baku HPD (ha) Ketua Anggota (orang)

Wana Baru 2 372.81 Sutigno 1 872

Wana Bakti Lestari 2 929.57 Karwita 3 905

Sumber: Profil BKPH Sanca

Desa yang ada di BKPH Sanca meliputi Desa Sanca, Bantarwaru, Mekarwaru dan Cijambe. Desa Sanca dan Desa Bantarwaru dipilih menjadi lokasi penelitian karena memiliki intensitas kebakaran hutan yang tinggi, dan jumlah petani lebih banyak sehingga mempunyai akses mudah untuk masuk ke dalam kawasan hutan.

(18)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sejarah Kebakaran Hutan di KPH Indramayu

Kebakaran hutan dan lahan setiap tahun terjadi di Indonesia. Salah satunya di wilayah kawasan hutan Perum Perhutani. Total luas areal terbakar di Divisi Regional Jawa Barat dan Banten pada tahun 2009-2013 yaitu 4 944.09 ha, dengan frekuensi sebanyak 835 kali kejadian kebakaran. Adapun wilayah KPH yang memiliki kejadian kebakaran hutan dengan luas dan frekuensi tertinggi di Divisi Regional Jawa Barat adalah di KPH Indramayu. KPH Indramayu memiliki frekuensi dan luasan kebakaran paling tinggi dibandingkan KPH lain yaitu seluas 2 009.69 ha atau 40.65% dari luas keseluruhan dan 294 kali terjadi kebakaran atau sebanyak 35.64% dari keseluruhan kejadian kebakaran selama 5 tahun terakhir.

Gambar 2 Rata-rata Frekuensi dan Luas Kebakaran Hutan Tahun 2009-2013 Divisi Regional III Jawa Barat dan Banten

KPH Indramayu memiliki 6 BKPH yang terdiri dari BKPH Sanca, BKPH Haurgeulis, BKPH Cikawung, BKPH Plosokerep, BKPH Jatimunggul, dan BKPH Indramayu. BKPH yang memiliki tingkat kebakaran hutan tertinggi yaitu BKPH Cikawung dan setelah itu BKPH Sanca (Gambar 3). BKPH Sanca merupakan lokasi yang dijadikan tempat penelitian dikarenakan aksesibilitasnya lebih mudah dibandingkan dengan BKPH Cikawung yang memiliki tingkat kebakaran hutan tertinggi.

Gambar 3 Frekuensi dan luas kebakaran BKPH di KPH Indramayu 40.65 35.64 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Luas (%) Frekuensi (%) (%)

KPH di Divisi Regional Jawa Barat dan Banten

569.57 245.12 602 248 345 - 81 27 100 34 54 - 0 100 200 300 400 500 600 700 BKPH Sanca BKPH Haurgeulis BKPH Cikawung BKPH Plosokerep BKPH Jatumunggul BKPH Indramayu Luas Jumlah

(19)

9 Kebakaran hutan di BKPH Sanca hampir setiap tahun terjadi selama 5 tahun terakhir, kecuali pada tahun 2010. Kejadian kebakaran hutan tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan total areal terbakar 335.2 ha diikuti tahun 2012 total areal terbakar seluas 180.72 ha, tahun 2009 total areal terbakar seluas 41.5 ha, dan tahun 2013 dengan total areal terbakar seluas 12.15 ha (Gambar 4).

Gambar 4 Kebakaran hutan di BKPH Sanca tahun 2009-2013

Pada gambar 5 menunjukkan bahwa curah hujan terendah terdapat pada tahun 2009 yaitu sebesar 1 406.1 mm, sedangkan curah hujan tertinggi terdapat pada tahun 2010 sebesar 2 865.7 mm. Rata-rata curah hujan 5 tahun terakhir (2009-2013) di BKPH Sanca 2 179.2 mm. Berdasarkan klasifikasi Septicorini (2006) termasuk ke dalam tingkat tidak rawan terhadap kebakaran hutan, karena memiliki curah hujan lebih dari 2 000 mm yang merupakan iklim basah. Dilihat dari gambar 5 dan gambar 6, curah hujan berpengaruh terhadap terjadinya kebakaran hutan, kecuali kebakaran hutan tahun 2011 yang menunjukan luasan terbakar 335.2 hektar dengan curah hujan yang tidak terlalu rendah. Kejadian kebakaran pada tahun 2011 dapat disebabkan oleh faktor lain selain faktor alam.

Gambar 5 Jumlah curah hujan per tahun dalam 5 tahun terakhir (2009-2013) Menurut Syaufina (2008) frekuensi dan luas kebakaran tertinggi terjadi pada bulan dengan curah hujan yang rendah (kurang dari 60 mm). Curah hujan berpengaruh terhadap kelembaban regional hutan, khususnya terhadap bahan bakar. Curah hujan yang rendah membuat kelembaban bahan bakar rendah dan kadar air pun rendah sehingga potensi kebakaran tinggi. Pada bulan Juli kejadian kebakaran hutan mulai meningkat dan mencapai puncaknya pada bulan September, menurun pada bulan Oktober. Rata-rata luas kebakaran hutan bulanan di BKPH Sanca tahun 2009-2013 dapat dilihat pada gambar 6.

41.5 0 335.2 180.72 12.15 0 50 100 150 200 250 300 350 2009 2010 2011 2012 2013 1 406.1 2 865.7 2 155.3 1 725.8 2 743.1 0 000 1 000 2 000 3 000 4 000 2009 2010 2011 2012 2013 Jumlah curah hujan Tahun Curah Hujan (mm) Luas (ha) Tahun

(20)

10

Gambar 6 Rata-rata luas kebakaran hutan bulanan tahun 2009-2013 di BKPH Sanca

Kejadian kebakaran yang terjadi di BKPH Sanca juga didukung dengan keadaan curah hujan di KPH Indramayu. Curah terendah terdapat pada bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober dimana pada bulan-bulan tersebut jarang terjadi hujan maka besar kemungkinannya terjadi kebakaran hutan. Dengan demikian pada bulan-bulan tersebut harus waspada terhadap kejadian kebakaran hutan, dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7 Rata-rata curah hujan 2009-2013 KPH Indramayu 2. Analisis Deskriptif

Analisis kuisioner dari demografi berupa umur, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan dapat dilihat sebagai berikut

Gambar 8 Persentase klasifikasi responden berdasarkan umur 4.24 80.85 385.23 31.80 14.73 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des

Rata-rata luas kebakaran BKPH Sanca 2009-2013 Bulan Luas (ha) 46.7 28.66 38.68 59.3 0 100 200 300 400 500

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des

Rata-rata curah hujan bulanan KPH Indramayu tahun 2009-2013 Bulan Curah Hujan (mm) 0 16.67 33.33 50 16.67 30 33.33 20 0 10 20 30 40 50 60 20-30 30-40 40-50 Lebih dari 50 Sanca Bantarwaru Umur (tahun) (%)

(21)

11

Menurut gambar 8, responden terbagi dalam 4 klasifikasi umur yaitu 20-30 tahun, 30-40 tahun, 40-50 tahun, dan lebih dari 50 tahun. Sebagian besar responden di Desa Sanca merupakan responden dengan umur lebih dari 50 tahun (50%), sedangkan responden Desa Bantarwaru didominasi responden 30-40 tahun (30%) dan 40-50 tahun (33.33%).

Gambar 9 Persentase klasifikasi responden berdasarkan tingkat pendidikan Gambar 9 menunjukkan responden terbagi dalam 4 klasifikasi tingkat pendidikan yaitu tidak sekolah, SD, SMP, dan SMA. Responden dari Desa Sanca dan Desa Bantarwaru didominasi oleh responden dengan tingkat pendidikan terakhir SD sehingga berpengaruh besar terhadap pola pikir responden dalam menjawab pertanyaan dalam kuisioner.

Gambar 10 Persentase klasifikasi responden berdasarkan mata pencaharian Gambar 10 menunjukkan responden terbagi dalam 4 klasifikasi mata pencaharian yaitu petani menetap, petani berpindah, wiraswasta, dan buruh. Responden kedua desa didominasi oleh responden dengan mata pencaharian petani menetap di Desa Sanca (83%) dan Desa Bantarwaru (93%). Sebagian kecil responden lainnya bermata pencaharian sebagai wiraswasta, dan buruh.

0 100 0 0 6.67 86.67 6.67 0 0 20 40 60 80 100 120

Tidak sekolah SD SMP SMA

Sanca Bantarwaru Tingkat pendidikan (%) 83.33 0 16.67 0 93.33 0 0 6.67 0 20 40 60 80 100

Petani Penetap Petani Berpindah Wiraswasta Buruh

Sanca Bantarwaru (%)

(22)

12

Gambar 11 Klasifikasi responden berdasarkan jumlah penghasilan Berdasarkan gambar 11, responden dari kedua desa baik Desa Sanca maupun Desa Bantarwaru didominasi oleh responden dengan jumlah penghasilan yang tergolong rendah yaitu <Rp. 400 000.

3. Kegiatan Penyiapan Lahan di BKPH Sanca

Desa Sanca dan Desa Bantarwaru merupakan desa yang terletak di BKPH Sanca. Pembersihan lahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sanca dan Desa Bantarwaru diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu dengan cara bakar (burning) dan tanpa bakar (zero burning). Kegiatan penyiapan lahan biasa dilakukan setelah panen. Persentase penyiapan lahan dengan cara bakar dan tanpa bakar dapat dilihat pada gambar 12:

Gambar 12 Persentase penyiapan lahan oleh masyarakat Desa Sanca dan Desa Bantarwaru

Pada gambar 12 menunjukkan bahwa masyarakat Desa Sanca yang menggunakan api dalam pembersihan lahan sebesar 73.33% sedangkan yang memilih penyiapan lahan tanpa bakar sebesar 26.67%. Pada Desa Bantarwaru masyarakat yang menggunakan api dalam penyiapan lahan sebesar 60% sedangkan penyiapan lahan tanpa bakar sebesar 40%. Sebagian besar masyarakat dari kedua desa lebih memilih pembersihan lahan dengan cara bakar karena dinilai lebih mudah, murah, dan cepat jika dibandingkan pembersihan lahan tanpa bakar yang harus menghabiskan waktu lebih lama. Masyarakat Desa Sanca dan Desa

93.33 0 6.67 73.33 20 6.67 0 20 40 60 80 100 < 400 000 400 000 - 800 000 > 800 000 Sanca Bantarwaru Jumlah penghasilan (Rp) (%) 73.33 60 26.67 40 0 20 40 60 80

Desa Sanca Desa Bantarwaru Cara Bakar Tanpa bakar

(23)

13 Bantarwaru mengetahui pembersihan lahan dengan cara bakar dari turun temurun. Teknik pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sanca dan Desa Bantarwaru dilakukan dari sisa panen (ranting dan cabang), tumbuhan bawah, dan rerumputan dengan menggunakan golok, parang atau arit. Pembuatan sekat bakar dilakukan masyarakat sebelum melakukan pembakaran, untuk mengantisipasi penyebaran api yang terlalu luas.

Pembuatan sekat bakar dilakukan dengan cara pembersihan sisi ladang dari serasah, rumput atau vegetasi lainnya yang berpotensi untuk terbakar menggunakan cangkul dan parang. Pembakaran dilakukan dengan teknik tumpuk (pile burning). Pembuatan beberapa tumpukan bertujuan untuk mempermudah pekerjaan dan mempersingkat waktu pengerjaan. Pengawasan selalu dilakukan masyarakat selama proses pembakaran berlangsung. Pembakaran dilakukan pada waktu siang hari sekitar pukul 13.00 dan lamanya pembakaran adalah kurang dari 6 jam. Kegagalan dalam pembakaran sering terjadi karena bahan bakar yang basah yang disebabkan oleh perubahan kondisi cuaca, yaitu turunnya hujan.

Gambar 13 Penyiapan lahan cara bakar

Pembersihan lahan tanpa bakar oleh masyarakat Desa Sanca dan Desa Bantarwaru dilakukan dengan membersihkan lahan dari tumbuhan bawah, rerumputan dan sisa hasil panen menggunakan golok, parang dan mesin babad. Sampah hasil pembersihan lahan (tumbuhan bawah, rerumputan dan sisa hasil panen) kemudian ditimbun di sekeliling sisi ladang. Lubang penimbunan dibuat dengan kedalaman sekitar 15 cm. Alasan masyarakat melakukan pembersihan lahan tanpa bakar karena pupuk alami yang dihasilkan dari dekomposisi sampah organik dan tidak beresiko merusak areal lain. Selain itu rerumputan bisa dimanfaatkan oleh petani untuk pakan ternak.

4. Penyebab Kebakaran Hutan BKPH Sanca KPH Indramayu

Kebakaran hutan di KPH Indramayu erat kaitannya dengan aktivitas manusia dalam penggunaan api serta kurangnya kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan oleh pembakaran yang tidak terkendali. Berdasarkan hasil wawancara kepada masyarakat sekitar hutan, kebakaran hutan disebabkan oleh kelalaian masyarakat yang membuang puntung rokok sembarang di kawasan hutan 40%, penggembala ternak dan perburuan yang membakar rerumputan di areal kawasan hutan 13% dan akibat kesengajaan membakar seperti iseng ataupun sengaja ingin merusak hutan yang dilakukan beberapa pihak karena ada masalah dengan petugas atau pihak perhutani 47%.

(24)

14

Gambar 14 Persentase penyebab kebakaran hutan BKPH Sanca

Menurut pihak BKPH Sanca sejauh ini sangat sulit menangkap pelaku pembakaran yang disengaja. Hal ini dapat berpeluang pada terjadinya kebakaran hutan. Pendekatan hukum perlu ditingkatkan guna mengantisipasi kebakaran hutan yang lebih luas. Cukup sulit untuk membuktikan dan menyimpulkan bahwa penyebab kebakaran hutan karena ketidaksengajaan seperti puntung rokok. Jika memang benar, sangat kecil kemungkinannya. Dibuktikan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan bahwa puntung rokok tidak dapat menyebabkan kebakaran hutan. Untuk itu masyarakat perlu diberi pengetahuan lebih seperti sosialisasi mengenai penyebab kebakaran hutan dan menegaskan bahwa sebenarnya kegiatan merokok mempunyai kemungkinan walaupun kecil dalam menimbulkan kebakaran hutan.

5. Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan KPH Indramayu

Terkait dengan sistem pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat yang saat ini diterapkan maka upaya pengendalian kebakaran hutan dengan meningkatkan peran masyarakat pun telah dirancang dan diaplikasikan di BKPH Sanca sejak tahun 2006. Upaya pengendalian kebakaran hutan adalah aktivitas untuk melindungi hutan dari kebakaran hutan yang mencakup pencegahan, pemadaman, dan penanganan pasca kebakaran (PP No.45 tahun 2004).

a. Pencegahan Kebakaran Hutan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan kebakaran hutan yang dilakukan oleh BKPH Sanca antara lain dengan penyuluhan atau sosialisasi, papan peringatan, peraturan tertulis, dan sekat bakar hijau. Kegiatan-kegiatan pencegahan kebakaran hutan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4 Kegiatan pencegahan kebakaran hutan

No

Kegiatan Pencegahan Kebakaran Hutan

Desa Sanca Desa Bantarwaru Jumlah Responden Persentase Jumlah Responden Persentase 1 Penyuluhan/ Sosialisasi 7 23.33 11 36.67 2 Papan peringatan 21 70 18 60

3 Sekat bakar hijau 2 6.67 1 3.33

Puntung rokok 40% Pengembalaan/ perburuan 13% sengaja/iseng 47%

(25)

15

Gambar 15 Kegiatan pencegahan kebakaran hutan di BKPH Sanca

Pencegahan kebakaran diberikan kepada masyarakat dengan harapan agar masyarakat dapat berkontribusi dalam mencegah kebakaran hutan. Pada grafik di atas terlihat bahwa kegiatan pencegahan kebakaran hutan di Desa Sanca sebesar 23.33% masyarakat mengetahui adanya kegiatan penyuluhan atau sosialisasi, 70% pernah melihat papan peringatan, dan 6.67% mengetahui pencegahan teknis dengan sekat bakar. Pencegahan kebakaran Desa Bantarwaru yaitu sebesar 36.67% mengetahui adanya kegiatan penyuluhan atau sosialisasi, dan 60% pernah melihat papan peringatan dan 3.33% mengetahui pencegahan teknis dengan sekat bakar. Dalam kegiatan penyuluhan atau sosialisasi masyarakat diberi pengetahuan tentang bahaya kebakaran hutan, pengendalian kebakaran hutan, dan tindakan-tindakan yang dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan. Kegiatan tersebut umumnya dilakukan secara informal, baik dari segi waktu dan tempat penyampaian. Kegiatan pencegahan dilakukan pada awal musim kemarau, biasanya diberikan di rapat desa yang kemudian akan disampaikan oleh pihak desa ke masyarakat, di rumah mandor, di acara kumpul seperti pengajian, dan lain-lain yang waktunya tidak tentu.

Papan-papan peringatan yang dibuat oleh pihak BKPH Sanca berfungsi untuk memperingati masyarakat yang hendak memasuki hutan atau berada dalam hutan agar berhati-hati terhadap penggunaan api. Beberapa masyarakat menambahkan pernah melihat adanya papan peringatan tersebut namun kondisinya memprihatinkan, dan hanya ada pada musim-musim kebakaran saja seperti pada bulan Agustus sampai September, setelah itu papan peringatan menjadi rusak bahkan seringkali hilang. Tidak ada masyarakat yang mengetahui adanya peraturan tertulis atau undang-undang mengenai pencegahan kebakaran hutan.

Gambar 16 Spanduk peringatan kebakaran hutan 23.33 70.00 6.67 36.67 60.00 3.33 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Penyuluhan/ Sosialisasi Papan peringatan Sekat bakar hijau Desa Sanca Desa Bantarwaru

(26)

16

Pendekatan teknis yang dilakukan oleh BKPH Sanca dan masyarakat dilakukan dengan pembuatan sekat bakar hijau menggunakan vegetasi seperti pisang, secang, dan hijauan makanan ternak. Pembuatan sekat bakar hijau ini merupakan suatu bentuk kerja sama antara pihak BKPH Sanca dengan masyarakat karena selain untuk mencegah kebakaran hutan, juga dapat menambah penghasilan masyarakat dan mencegah penggembalaan liar di dalam kawasan hutan.

b. Pemadaman Kebakaran Hutan

Ketika mengetahui adanya kebakaran seperti asap yang berasal dari kawasan hutan, petugas BKPH Sanca segera meminta bantuan dengan menghubungi Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) untuk bersama-sama memadamkan api. Saat ini tidak ada pasukan khusus untuk pemadam kebakaran hutan di KPH Indramayu, semua masuk dalam satu cakupan gangguan hutan yang akan dikoordinir oleh petugas gangguan keamanan hutan (gukamhut) yang ada dalam setiap BKPH.

Prinsip dasar memadamkan seluruh api dapat dilakukan dengan metode jalur pembuatan ilaran, metode pemadaman api secara langsung, dan pembakaran balik. Metode jalur yaitu membuat jalur mekanik dengan membersihkan bahan-bahan yang mudah terbakar. Jalur dibuat melintang atau memotong arah menjalarnya api sehingga penjalaran api akan terhenti. Metode pembakaran balik yaitu membuat jalur mekanik yang tidak lebar terlebih dahulu kemudian dilebarkan dengan pembakaran ke arah berlawanan datangnya api, lebar jalur mekanis ini adalah satu sampai dua meter. Metode pemadaman api secara langsung yaitu dengan memadamkan bahan bakar yang terbakar dengan air, tanah, atau alat pemadam seperti gepyok, metode ini digunakan pada kebakaran hutan skala kecil.

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa kegiatan pemadaman kebakaran hutan yang dilakukan BKPH Sanca bersama masyarakat antara lain untuk masyarakat Desa Sanca 63.3% melakukan pemadaman kebakaran hutan dengan membuat jalur/ilaran, 10% dengan menggunakan kepyok dan tanah, serta 20% melakukan pembakaran balik, adapun masyarakat yang belum pernah ikut serta dalam memadamkan kebakaran hutan yaitu 6.7%. Masyarakat Desa Bantarwaru 76.6% memadamkan kebakaran hutan dengan menggunakan tanah dan kepyok dan 23.3% melakukan pembakaran balik untuk memadamkan kebakaran hutan (Tabel 5).

Tabel 5 Kegiatan pemadaman kebakaran hutan

No.

Kegiatan Pemadaman Kebakaran Hutan

Desa Sanca Desa Bantarwaru Jumlah Responden Persentase (%) Jumlah Responden Persentase (%)

1 Pembuatan ilaran api 19 63.33 0 0

2

Metode Pemadaman dengan

tanah/gepyok 3 10 23 76.67

3 Metode Pembakaran Balik 6 20 7 23.33

(27)

17 Dalam memadamkan api, masyarakat cenderung melakukan metode pemadaman api secara langsung yaitu menggunakan alat sederhana seperti menggunakan tanah dan gepyok (alat pemukul api). gepyok terbuat dari ranting-ranting dengan panjang sekitar 1.5 sampai 2 meter yang berasal dari pohon berdaun lebar dengan kondisi basah berasal dari sekitar areal kebakaran.

Gambar 17 Potongan ranting sebagai alat pemadam api (gepyok)

Selain itu, alat-alat penunjang untuk mempermudah pemadaman kebakaran hutan juga dapat memakai alat yang biasa digunakan masyarakat untuk bertani seperti cangkul dan golok untuk membuat ilaran dan menggali tanah. Semua alat tersebut merupakan milik pribadi masyarakat. Dapat dilihat pada gambar 18.

Gambar 18 Alat bantu pembuatan ilaran (a) Cangkul; (b) Golok

Pemadaman api secara langsung dilakukan pada kebakaran skala kecil. Penggunaan air sebagai pemadam juga dapat dilakukan pada kebakaran yang dekat dengan jalan umum sehingga air akan dibawa oleh mobil polhut dengan dilengkapi selang 100 meter.

Gambar 19 Mobil Polhut yang dimodifikasi (Tanki untuk pemadaman api)

(28)

18

Selain kegiatan pencegahan dan pemadaman kebakaran di atas, BKPH Sanca pun melakukan kegiatan patroli hutan yang dilaksanakan oleh petugas BKPH Sanca bersama masyarakat desa hutan yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Patroli dilakukan dua kali dalam satu minggu terutama di bulan-bulan rawan kebakaran. Selain patroli, dibangun pos jaga untuk mempermudah pemantauan keamanan hutan, dan koordunasi dengan pihak terait seperti kepolisian dan masyarakat sekitar (Gambar 20).

Gambar 20 Pos gabungan gangguan keamanan hutan (GUKAMHUT) c. Penanganan Pasca Kebakaran

Kegiatan penanganan pasca kebakaran merupakan bagian dalam rangkaian aktivitas pengendalian kebakaran hutan yang diterapkan oleh BKPH Sanca. Penanganan pasca kebakaran yang diterapkan yaitu pembuatan laporan tertulis, penanaman kembali jenis pohon setempat dan penegakan hukum. Laporan tertulis berisi tentang informasi luas areal yang terbakar, lokasi kebakaran, penyebab terjadinya kebakaran (sumber api), serta perhitungan kerugian ekonomi akibat kejadian kebakaran hutan. Laporan tertulis tersebut dituangkan dalam bentuk laporan kejadian (LA) (lampiran 4). Penegakan hukum diatur dalam Peraturan Pemerintah no.45 tahun 2004 tentang perlindungan hutan.

Sejauh ini masyarakat yang ada di BKPH Sanca ikut berkontribusi dalam pemadaman kebakaran hutan, namun adapula sebagian kecil yang masih acuh terhadap hal tersebut. Wadah LMDH sangat bermanfaat untuk merangkul masyarakat sehingga masyarakat banyak berkontribusi baik dalam mencegah maupun dalam memadamkan kebakaran hutan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kebakaran hutan di KPH Indramayu salah satunya disebabkan oleh faktor kesengajaan oleh sebagian masyarakat di sekitar kawasan hutan. Pembersihan lahan oleh masyarakat dengan cara pembakaran tetap memiliki resiko dapat menimbulkan kebakaran hutan walaupun masyarakat menggunakan sistem pembakaran terkendali. Upaya pengendalian kebakaran hutan di BKPH Sanca meliputi pencegahan, pemadaman, dan penanganan pasca terbakar, namun pelaksanaannya masih belum optimal.

(29)

19 Saran

1. Perlu diadakan sosialisasi untuk mencegah kebakaran hutan dan pelatihan pemadaman kebakaran hutan.

2. Perlu diadakan sosialisasi mengenai penyiapan lahan tanpa bakar oleh Perhutani sebagai upaya pengendalian kebakaran.

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho WC, Suryadiputra, Bambang HS, Labueni S. 2005. Panduan

Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Bogor: Wetlands

Internasional.

Amanda F. 2009. Peningkatan peran masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan di KPH Malang Perum Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Applegate, G., U. Chokkalingam and S. Suyanto. 2001. The Undering causes and

im pacts of fires in South-east Asia. CIFOR/ICRAF final Report.

Husaeni. 2003. Prinsip Pengendalian Kebakaran Hutan. Pengetahuan Dasar

Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor. hlm 167-172.

Ismunandar S. 2003. Pemadaman Kebakaran Alang-alang dan areal Lainnya. Bogor: Fahutan IPB.

Muhadjir N. 1992. Metodologi Penelitian Kualitatif: Telaah Positivtik, Rasionalitik, Phenomenologik, Realisme Metaphisik. Yogyakarta (ID): Rake Sarasin.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004. Tentang Perlindungan Hutan. Jakarta: Sekretariat Jendral Departemen Kehutanan. Perum Perhutani. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat.

Jakarta: Perum Perhutani.

Saharjo BH. 2003. Sumber Api. Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Hlm 147-149.

Suratmo FG. 1974. Perlindungan hutan. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Malang (ID): Bayumedia.

(30)
(31)

21 Lampiran 1 Kuisioner

KUISIONER

FAKTOR PENYEBAB DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DI KPH INDRAMAYU

Anggia Pratiwi Haryadini E44100101 Juli - Agustus 2014 (Desa Sanca/Desa Bantarwaru)

Identitas Responden :

Nama Umur

Jenis Kelamin L / P

Alamat dan No. HP

(Kalai Responden adalah KTH) Nama Kelompok Tani (KTH) Jabatan di Kelompok Tani

I. Kondisi Responden

Isilah penrtanyaan di bawah ini dan atau Beri tanda (x) atau lingkari jawaban responden

1. Jumlah Anggota Keluarga

a. Istri/suami : b. Anak : 2. Status Kependudukan : a. Asli b. Pendatang (dari………..) 3. Pendidikan Formal : a. Tidak Sekolah b. Sekolah Dasar

c. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) d. Sekolah Menengah Atas (SMA)

e. Perguruan Tinggi

4. Mata Pencaharian : i. Mata Pencaharian Pokok :

a. Petani menetap b. Peladang berpindah c. Buruh

(32)

22

e. Wiraswasta f. Pegawai negeri g. Pensiunan

h. Lain-lain (sebutkan jika ada ………..) ii. Mata Pencaharian Tambahan dan Waktu Melakukan Aktivitas:

a. Mencari kayu ; (Pagi/ Siang/ Sore)

b. Mengambil hasil hutan non kayu ( seperti : buah, getah dan lain-lain) ; (Pagi/ Siang/ Sore)

c. Berburu ; (Pagi/ Siang/ Sore)

d. Mencari rumput ; (Pagi/ Siang/ Sore) e. Menggembala ternak ; (Pagi/ Siang/ Sore) f. Mencari ikan ; (Pagi/ Siang/ Sore)

g. Lain – lain (sebutkan………) 5. Pendapatan a. < Rp. 400 000 b. Rp. 400 000 – 800 000 c. > Rp. 800 000

I. PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN KPH INDRAMAYU

1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan KPH Indramayu? a. Hutan yang berisi pohon-pohon yang sengaja ditanam b. Hutan alam

c. Hutan belantara d. Lainnya,

jelaskan:... 2. Menurut anda apakah keberadaan KPH Indramayu membantu kehidupan anda?

a. Tidak setuju

b. Setuju, jika setuju jelaskan... 3. Menurut anda bagaimana keadaaan hutan setelah kehadiran KPH Indramayu?

a. Semakin baik b. Semakin buruk

c. Tidak berpengaruh apapun

4. Menurut anda apakah masyarakat harus ikut serta dalam upaya melestarikan hutan?

a. Ya b. Tidak,

mengapa?... (jika ya lanjut ke no berikutnya)

5. Menurut anda apa bentuk peran masyarakat dalam melestarikan hutan?

a. Turut mengawasi pengelolaan hutan agar tidak disalahgunakan pihak tertentu

b. Ikut serta dalam mengelola hutan sehingga mendatangkan manfaat ekonomi

c. Lainnya,

(33)

23 II. PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KEBAKARAN HUTAN 1. Apakah anda mengetahui istilah kebakaran hutan?

a. Ya b. Tidak

Jika ya, jelaskan... 2. Apakah di wilayah anda pernah terjadi kebakaran hutan?

a. Ya b. Tidak

b.

Jika ya, kapan dan dimana... 3. Apa yang menjadi penyebab kebakaran tersebut?

Jelaskan:... 4. Apakah bentuk pencegahan kebakaran hutan yang dilakukan KPH Indramayu

yang anda ketahui?

a. Penyuluhan/sosialisasi b. Papan Peringatan c. Peraturan tertulis

d. Sekat bakar hijau (dengan jenis tanaman berupa...) 5. Apa yang anda ketahui tentang kegiatan pemadaman kebakaranhutan

a. Metode jalur (ilaran)

b. Metode Pemadaman Langsung (tanah/kepyok) c. Metode Pembakaran Balik

d. Belum pernah memadamkan

6. Apakah anda berpartisipasi untuk memadamkan kebakaran tersebut?

a. Ya b. Tidak

Jika ya, sebutkan bentuk partisipasi anda... 7. Apakah anda pernah membuka lahan dengan membakar (misalnya untuk

membuka ladang)?

a. Ya b. Tidak

Jika ya, jelaskan... 8. Berapa luas lahan yang anda bersihkan dengan cara membakar?

a. < 1 ha b. > 1 ha

9. Apa alasan anda membuka lahan dengan cara membakar? a. Mudah dan murah

b. Lainnya

(sebutkan...) 10. Teknik apa yang anda lakukan untuk membakar?

Jelaskan... 11. Dari siapa anda mengetahui teknik pembersihan lahan dengan cara

membakar?

a. Turun temurun

b. Lainnya (sebutkan...) 12. Faktor apa saja yang mendasari anda dalam melakukan pembersihan lahan?

Jelaskan:... 13. Kapan anda melakukan pembersihan lahan dengan membakar?

a. Pagi-siang hari b. Sore-malam hari

Jelaskan berapa lama waktu yang digunakan (...) 14. Tindakan apa yang anda lakukan agar pembakaran berhasil?

(34)

24

15. Upaya apa yang anda lakukan agar api tidak mudah menyebar ke areal lain? Jelaskan:... 16. Apakah pernah ada tindakan membakar hutan?

a. Pernah b. Tidak pernah

Jika pernah, kapan (...) oleh siapa (...) 17. Menurut anda kerugian apa yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan?

Jelaskan:... 18. Alat apa saja yang anda gunakan untuk memadamkan api setelah dilakukan

pembakaran? a. Kepyok b. Arit c. Cengkong d. Parang e. Lainnya (sebutkan:...) 19. Jika pembakaran gagal, faktor apa yang menyebabkannya?

Jelaskan:... 20. Apakah anda pernah melakukan pembersihan lahan tanpa menggunakan api?

a. Pernah b. Tidak Pernah

Jika pernah, jelaskan:... 21. Teknik apa yang anda lakukan pada saat melakukan pembersihan lahan tanpa menggunakan api? Jelaskan:... 22. Alat apa yang anda gunakan pada saat melakukan pembersihan lahan tanpa

menggunakan api untuk masing-masing teknik yang anda gunakan?

Sebutkan:... 23. Apakah anda mengetahui adanya sanksi terkait pembersihan lahan dengan

Menggunakan api?

a. Ya b. Tidak tahu

Jika ya, jelaskan bentuk sanksinya:... 24. Apakah di wilayah anda pernah ada sosialisasi/penyuluhan mengenai

pembersihan lahan tanpa menggunakan api? a. Pernah

b. Tidak pernah c. Tidak tahu

Jika pernah, kapan (...), oleh siapa (...) ---Terima kasih atas partisipasi anda ---

(35)

25 Lampiran 2 Diskusi dengan petugas BKPH, LMDH dan salah satu masyarakat

Lampiran 3 Kegiatan sosialisasi dan simulasi pengendalian kebakaran hutan petugas Perhutani KPH Indramayu

(36)

26

(37)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 21 Juli 1992. Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Edih Jayawiguna SHut dan Ibu Ayi N Sukarna SE. Pendidikan formal penulis dimulai di Taman Kanak-kanak (TK) Dharma Kartini Bogor (1997), Lalu ke SD Cicantayan (1998-2001) dan SD Negeri Cicurug 1 (2001-2004). Kemudian penulis melanjutkan ke SMP Mardi Yuana Cicurug (2004-2007), dan SMA Negeri 1 Cigombong (2007-2010). Pada tahun 2010, penulis lulus masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur tes Ujian Talenta Mandiri (UTM) pada mayor Silvikultur Fakultas Kehutanan.

Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif dalam sejumlah organisasi kemahasiswaan, diantaranya sebagai pengurus cabang Sylva Indonesia, dan Anggota Himpunan Profesi Tree Grower Community (TGC).

Kegiatan yang pernah diikuti penulis yaitu Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (PPEH) di Papandayan – Sancang Timur (2012) dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2013), dan Praktek Kerja Profesi (PKP) di KPH Cianjur Divisi Regional III Jawa Barat dan Banten.

Penelitian berjudul Peningkatan “Peran Masyarakat dalam Pengendalian Kebakaran Hutan di KPH Indramayu Divisi Regional III Jawa Barat dan Banten” dilakukan penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan, dibawah bimbingan ibu Ati Dwi Nurhayati SHut, MSi dan Bapak Dadan Mulyana SHut, MSi.

Gambar

Gambar  2  Rata-rata  Frekuensi  dan  Luas  Kebakaran  Hutan  Tahun  2009-2013  Divisi Regional III Jawa Barat dan Banten
Gambar 4 Kebakaran hutan di BKPH Sanca tahun 2009-2013
Gambar  6  Rata-rata  luas  kebakaran  hutan  bulanan  tahun  2009-2013  di  BKPH  Sanca
Gambar 9 Persentase klasifikasi responden berdasarkan tingkat pendidikan  Gambar  9  menunjukkan  responden  terbagi  dalam  4  klasifikasi  tingkat  pendidikan yaitu tidak sekolah, SD, SMP, dan SMA
+5

Referensi

Dokumen terkait

Aspergillus sp 1 yang diisolasi pada medium PDA pada umur 7 hari dengan suhu inkubasi 30 o C berwarna hijau tua, permukaan koloni mendatar dengan tekstur permukaan

Setelah melakukan penelitian di SMK PGRI 1 Tambun Selatan mengenai sistem informasi pengolahan nilai, maka dihasilkan sebuah aplikasi yang merupakan bentuk dari

Banyuasin Tahun Anggaran 2014, berdasarkan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Nomor.. 10.04/PP.I/Disbun-01/2014 Tanggal 23 Mei 2014 dan Surat Penetapan Penyedia

Selain daripada cita-cita untuk mewujudkan “port” untuk kami sendiri, kami sedar pendekatan ini akan memberikan nilai tambah kepada ekonomi setempat kerana ianya berupaya untuk

|jejakseribupena.com, Soal dan Solusi Simak UI Matematika IPA, 2013

Berapa banyak siswa yang tidak melompat pada gamabar di bawah ini..a. Berapakah jumlah kok pada gambar

Variabel-variabel dalam penelitian ini yang meliputi variabel independen (eksogen, bebas) yaitu gaya kepemimpinan (X1), motivasi (X2), disiplin (X3), dan variabel

Dengan ini diumumkan bahwa berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Pokja ULP KPU Kabupaten Pangandaran, Nomor 602.2/13/Jasa Lainya/POKJA - ULP/KPU.PND Tanggal 13 Agustus 2015