• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1. Kajian Teori

2.1.1. Pengertian IPA

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. Sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut untuk diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahanan yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Wahyana dalam Trianto (2012) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah seperti

(2)

observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka dan jujur.

Menurut Sutrisno (2007) IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). IPA mengandung tiga hal: proses (usaha manusia memahami alam semesta), prosedur (pengamatan yang tepat dan prosedurnya benar), dan produk (kesimpulannya betul).

Menurut Samatowa dalam Sugiyanto (2013) IPA merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang berasal dari terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris yaitu natural science. Natural yang dimaksudkan berhubungan dengan alam atau bersangkutan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi IPA dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.

Sedangkan menurut Kardi dan Nur dalam Trianto (2012) IPA mempelajari tentang alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati oleh indera maupun yang tidak dapat diamati oleh indera. Oleh karena itu IPA adalah ilmu tentang dunia zat, baik mahkluk hidup maupun benda mati yang diamati.

Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam, pengetahuan diperoleh dari pengalaman belajar secara langsung melalui pengamatan serta pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka dan jujur serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah seperi observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka dan jujur.

(3)

2.1.2. Model Pembelajaran

2.1.2.1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran menurut Trianto (2012) adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi para perancang pengajaran dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan siswa.

Menurut Arends dalam Trianto (2012) model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu siswa mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide.

Menurut Johnson dalam Trianto (2012), untuk mengetahui kualitas model pembelajaran harus dilihat dari dua aspek, yaitu proses dan produk. Aspek proses mengacu pada proses pembelajaran yang berlangsung dapat menciptakan situasi belajar yang menyenangkan serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan berfikir kreatif. Aspek produk mengacu pada pembelajaran yang dilaksanakan mampu mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar kemampuan atau kompetensi yang ditentukan.

Menurut Joice dan Weil dalam Isjoni (2013) model pembelajaran merupakan suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya.

(4)

Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang serta melaksanakan pembelajaran.

2.1.2.2. Pengertian Model Group Investigation

Group investigation merupakan sebuah bentuk pembelajaran koperatif yang dirancang oleh Herbert Thelen, selanjutnya diperbaharui dan disempurnakan oleh Shlomo dan Yael Sharan, serta Rachel-Lazarowitz di Universitas Tel Aviv Israel. Menurut Isjoni (2013) model group investingation dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Model ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Model ini dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran akan memberi peluang kepada siswa untuk lebih mempertajam gagasan dan guru akan mengetahui kemungkinan gagasan siswa yang salah sehingga guru dapat memperbaiki kesalahan siswa.

Arends (2008) berpendapat bahwa model pembelajaran group investigation menggunakan pendekatan students centered (berpusat pada siswa). Melibatkan siswa dalam merencanakan topik-topik yang akan dipelajari dan bagaimana cara menjalankan investigasinya. Guru yang menggunakan pendekatan group investigation membagi kelasnya menjadi kelompok-kelompok kecil secara heterogen yang masing-masing beranggotakan lima sampai enam siswa. Siswa bekerja dalam kelompok untuk memecahkan masalah dari topik yang telah dipilih. Kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas.

(5)

Menurut Sharan dalam Joyce (2009) group investigation merupakan perencanan pengaturan kelas yang umum di mana para siswa bekerja dalam kelompok kecil, melakukan diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif. Kemudian menyiapkan dan mempresentasikan hasilnya.

Menurut Salvin dalam Rusman (2011) model pembelajaran group investingation sangat ideal diterapkan dalam pembelajaran IPA. Dengan materi IPA yang cukup luas dengan desain tugas atau subtopik yang mengarah pada kegiatan cara ilmiah, diharapkan siswa dalam kelompoknya dapat saling memberi pendapat berdasarkan pengalaman sehari-hari. Selanjutnya, dalam tahapan pelaksanaan investigasi siswa mencari informasi dari berbagai sumber, baik di dalam maupun di luar kelas/sekolah. Siswa kemudian melakukan evaluasi dan sintesis terhadap informasi yang telah didapat dalam upaya untuk membuat laporan sebagai hasil kelompok yang kemudian dipresentasikan.

Sedangkan menurut Suprijono (2009) model group investigation adalah pembelajaran yang di mulai dengan pembagian kelompok. Selanjutnya guru beserta siswa memilih topik-topik tertentu dengan permasalahan-permasalahan yang dapat dikembangkan dari topik-topik tersebut. Setelah topik beserta permasalahannya disepakati, siswa beserta guru menentukan cara penelitian yang dikembangkan untuk memecahkan masalah tersebut. Setiap kelompok bekerja untuk mengumpulkan data, menganalisis data, menggabungkan data, hingga menarik kesimpulan yang kemudian dipresentasikan.

Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran group investigation merupakan salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia misalnya dari buku pelajaran atau internet. Siswa diberi pilihan penuh untuk merencanakan apa yang ingin dipelajari bersama kelompok. Siswa dilibatkan sejak perencanaan yaitu menentukan topik yang akan dipelajari dan melakukan investigasi mendalam terhadap sub-sub topik yang dipilih. Kemudian sampai pada tahap akhir

(6)

menyiapkan dan mempresentasikan laporan ke depan kelas. Group Investigation menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun kerjasama dalam kelompok. Selain itu dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

2.1.2.3. Langkah-Langkah Model Group Investigation

Langkah-langkah penerapan model pembelajaran group investigation menurut Sharan dalam Trianto (2009) yaitu sebagai berikut:

1. Seleksi Topik

Siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah tertentu masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Siswa selanjutnya diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan dua sampai enam siswa. Komposisi kelompoknya heterogen, baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik.

2. Merencanakan Kerjasama

Siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang sesuai dengan berbagai subtopik yang dipilih dalam langkah satu.

3. Implementasi

Siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah dua. Pembelajaran melibatkan beragai kegiatan dan keterampilan serta mendorong siswa untuk menggunakan berbagai sumber. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberi bantuan jika dibutuhkan.

4. Analisis dan sintesis

Siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah tiga, dan merencanakan agar dapat dirangkum dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

(7)

5. Penyajian hasil akhir

Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinasi oleh guru.

6. Evaluasi

Siswa beserta guru melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau kedua-duanya.

2.1.2.4. Peran Guru dalam Model Group Investigation

Dalam kelas yang melaksanakan pembelajaran dengan model group investigation guru menyediakan sumber dan sebagai fasilitator. Guru tersebut berkeliling di antara kelompok-kelompok yang ada untuk melihat bahwa siswa bisa mengelola tugasnya, dan membantu tiap kesulitan yang dihadapi siswa dalam interaksi kelompok.

Guru yang menggunakan model group investigation dalam pembelajaran pada umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan lima sampai enam siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Arend : 2008). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.

(8)

2.1.2.5. Kelebihan Model Group Investigation

Menurut Slavin dalam Siti Maesaroh (2005) model pembelajaran group investigation mempunyai beberapa kelebihan yaitu:

1. Dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri, kritis, dan kreatif.

2. Dapat melatih siswa untuk mengembangkan sikap saling memahami dan menghormati (demokrasi).

3. Dapat melatih siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi. 4. Dapat menumbuhkan sikap saling bekerjasama antar siswa.

2.1.2.6. Kelemahan Model Group Investigation

Menurut Ahmadi dkk (2011) model pembelajaran group investigation merupakan model pembelajaran yang kompleks dan sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran group investigation juga membutuhkan waktu lama yang melibatkan siswa sejak awal perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.

Group Investigation tidak akan dapat diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan yang tidak mendukung dialog interpersonal atau yang tidak memperhatikan dimensi rasa sosial dari pembelajaran di dalam kelas. Karena model ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam komunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Komunikasi dan interaksi kooperatif di antara sesama teman sekelas akan mencapai hasil terbaik apabila dilakukan dalam kelompok kecil, dimana pertukaran di antara teman sekelas dan sikap-sikap saling kerjasama bisa bertahan terus.

(9)

2.1.3. Belajar

2.1.3.1. Pengertian Belajar

Belajar menurut Siddig (2008) merupakan suatu aktivitas yang disengaja dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri, dengan belajar siswa yang tadinya tidak mampu melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu itu, atau siswa yang tadinya tidak terampil menjadi terampil.

Menurut Gagne dalam Suprijono (2009) belajar adalah perubahan kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan kemampuan tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Harold Spears dalam Suprijono (2009) juga berpendapat bahwa belajar adalah learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. (Dengan kata lain, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu). Sedangkan menurut Morgan dalam Suprijono (2009) belajar adalah learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of past experience. (Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman).

Clifford T. Morgan dalam Kurnia (2007) merumuskan belajar sebagai perubahan tingkah laku karena pengalaman, sehingga memungkinkan seseorang menghadapi situasi selanjutnya dengan cara yang berbeda-beda. Sementara Winkel dalam Kurnia (2007) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam interaksi aktif individu dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan perubahan yang relatif menetap atau bertahan dalam kemampuan ranah kognitif, afektif, psikomotorik.

Menurut Darsono dalam Hamdani (2011) belajar mempunyai beberapa ciri yaitu: (a) Belajar dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan yang digunakan sebagai arah kegiatan, sekaligus tolok ukur keberhasilan belajar. (b) Belajar merupakan pengalaman sendiri, tidak dapat diwakilkan kepada orang lain sehingga belajar bersifat individual. (c) Belajar merupakan proses interaksi antara individu dengan lingkungan, hal ini berarti individu harus aktif apabila dihadapkan pada

(10)

lingkunagn tertentu. (d) Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang belajar, perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Menurut Winkel dalam Susanto (2013) belajar diartikan sebagai suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang besifat tetap. Misalnya kalau seseorang dikatakan belajar IPA adalah apabila pada diri orang ini terjadi suatu kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan IPA. Perubahan ini terjadi dari tidak tahu menjadi tahu konsep IPA dan mampu menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya Suprihatiningrum (2013) berpendapat bahwa belajar pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku berikut adanya pengalaman. Pembentukan tingkah laku ini meliputi perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, dan pemahaman. Oleh sebab itu, belajar diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman.

Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan salah satu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, keterampilan , nilai-nlai, dan sikap dari yang tidak tahu menjadi tahu atau dari yang tidak bisa menjadi bisa dalam aspek kognitif, afektik, maupun psikomotorik yang diperoleh melalui interaksi individu dengan lingkungannya dengan mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar terjadi secara sadar, bersifat kontinu, relatif menetap, dan mempunyai tujuan terarah. Belajar mempunyai beberapa ciri yaitu (a) Dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan yang digunakan sebagai arah kegiatan. (b) Merupakan pengalaman sendiri. (c) Merupakan proses interaksi antara individu dengan lingkungan. (d) Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

(11)

2.1.3.2. Prinsip Belajar

Dari apa yang sudah dijabarkan pada pengertian belajar terdapat tiga prinsip belajar menurut Suprijono (2009) yaitu: Pertama, prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri: (a) Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari, (b) Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya, (c) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup, (d) Positif atau berakumulasi, (e) Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan, (f) Permanen atau tetap, sebagaimana dikatakan oleh Witting, belajar sebagai any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of experience, (g) Bertujuan dan terarah, (h) Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan.

Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis, dan konstruktif. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai komponen. Ketiga,belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antar siswa dengan lingkungannya.

2.1.4. Hasil Belajar

2.1.4.1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) adalah tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hal yang dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis

(12)

ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

Menurut Gagne dalam Suprijono (2009) Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:

1. Informasi verbal yaitu kapasitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengatagorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkana prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif.

3. Stategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian

terhadap ojek tersebut. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai dasar perilaku.

Gagne dalam Sudjana (2010) mengembangkan kemampuan hasil belajar menjadi lima macam antara lain: (1) Hasil belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting; (2) Strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berfikir seseorang dalam arti seluas-luasnya termaksuk kemampuan memecahkan masalah; (3) Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah intensitas emosional dimiliki seseorang sebagaimana disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku terhadap orang dan kejadian; (4) Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta; dan (5)

(13)

Keterampilan motorik yaitu kecakapan yang berfungsi untuk lingkungan hidup serta memprestasikan konsep dan lambang.

Menurut Blom dalam Suprijono (2009) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman), application (aplikasi), analysis (analisis), synthesis (sintesis), dan evaluation (menilai). Domaian afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (menberikan respon), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor juga mencakup keterampilan produk, teknik, fisik, sosial, dan intelektual.

Hamalik (2006) berpendapat bahwa hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Sedangkan Nananawi dalam Susanto (2013) berpendapat bahwa hasil belajar diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.

Menurut Rusman (2012) hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Belajar tidak hanya penguasaan konsep teori mata pelajaran saja, tapi juga penguasaan kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat-bakat, penyesuaian sosial, macam-macam keterampilan, cita-cita, keinginan dan harapan.

Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Belajar sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Perubahan perilaku mencakup kemampuan kognitif, afektik, dan psikomotor.

(14)

2.1.4.2. Faktor Penyebab Hasil Belajar

Menurut Munadi dalam Rusman (2012) ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor internal meliputi: a) Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis secara umum seperti kondisi kesehatan yang prima tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya karena hal tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran.

b) Faktor Psikologis.

Pada dasarnya siswa memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini mempengaruhi hasil belajarnya. Faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa.

2. Faktor eksternal a) Faktor Lingkungan

Lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu dan kelembapan. Belajar pada tengah hari di runag yang memiliki ventilasi udara yang kurang tentu akan berbeda suasana dengan yang belajar di pagi hari yang udaranya masih segar dan di ruang yang cukup mendukung untuk bernafas lega.

b) Faktor Instrumental

Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Dengan adanya factor ini diharapkan berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor instrumental meliputi kurikulum, sarana, dan guru.

(15)

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Referensi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian dari Vera Sandria (2012) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas IV SD Negeri 147 Palembang”. Subjek Penelitian adalah siswa kelas IVA SD Negeri 147 Palembang semester genap tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 40 orang siswa, terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 21 siswi perempuan. Keberhasilan penelitian ini diamati berdasarkan persentase ketuntasan hasil belajar siswa yang diperoleh dari nilai ujian setiap akhir siklus. Siswa dinyatakan tuntas belajar bila mencapai nilai 60 dan suatu kelas dinyatakan tuntas belajar apabila telah mencapai angka 85% siswa yang mendapat nilai 60 atau lebih. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan nilai rata-rata hasil ujian setiap akhir siklus dan ketuntasan hasil belajar siswa secara berturut-turut sebelum diberi tindakan, setelah diberi tindakan siklus I dan siklus II adalah 41,02%, 80%, dan 92,5%. Nilai rata-rata hasil ujian akhir siklus secara berturut-turut yaitu 43,58; 70,25; dan 79,5. Setelah melaksanakan penelitian tindakan kelas, disimpulkan bahwa Model Pembelajaran Group Investigation, dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 147 Palembang.

Penelitian lain yang juga menjadi acuan adalah penelitian dari Sutanto (2012) yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Pada Siswa Kelas V SD Negeri Gejayan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan hasil belajar dari tiap siklus dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Pada pembelajaran IPA dengan materi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dengan menggunakan model Group Investigation (GI) adapun hasilnya yaitu pada pra siklus ketuntasan belajar hanya dicapai oleh 7 anak dari seluruh siswa (21 siswa) yaitu sebesar 33% dengan rata-rata 58/ sedangkan pada siklus I ketuntasan belajar dapat dicapai oleh 14 siswa dari seluruh siswa (21 siswa) yaitu sebesar 66% dengan rata-rata 69. Hal ini

(16)

menunjukkan peningkatan ketuntasan belajar yang dicapai siswa yaitu sebesar 33%. Sama halnya pada iklus II, dari siklus I dengan ketuntasan sebesar 66%, pada siklus II dapat meningkat menjadi 95% jadi mengalami kenaikan ketuntasan belajar sebesar 31% dengan nilai rata-rata 83. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pembelajaran menggunakan model Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V Semester II SD Negeri Gejayan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran 2011/2012.

2.3. Kerangka Berfikir

Pada penelitian di kelas 4 SD Negeri 2 Jatiharjo Kabupaten Grobogan, pembelajaran yang dilakukan guru kurang menarik bagi siswa. Proses pembelajaran secara konvensional yaitu guru menggunakan metode ceramah. Kegiatan pembelajaran didominasi oleh guru sedangkan siswanya pasif hanya duduk, diam dan mendengarkan penjelasan guru. Sehingga siswa merasa jenuh dan bosan, serta kurang tertarik terhadap pelajaran IPA.

Dengan menerapkan model group investigation dalam pembelajaran siswa bisa lebih aktif, kreatif selama proses pembelajaran berlangsung dan siswanya dituntut untuk lebih aktif dari pada gurunya. Siswa bisa belajar berkomunikasi, mengeluarkan pendapat, dan bisa menumbuhkan rasa percaya diri. Keterlibatan siswa secara aktif dan menyeluruh diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar IPA.

Dari uraian tersebut dan mendasarkan pada kajian teori maka peneliti memiliki pendapat atau gagasan. Gagasan tersebut peneliti sampaikan dalam bentuk bagan alur berfikir sebagai berikut:

(17)

2.4. Hipotesis Penelitian

Penggunaan model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaram IPA kelas 4 SD Negeri 2 Jatiharjo Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.

Kondisi Awal Kondisi Akhir Tindakan Pembelajaran IPA menggunakan model group investigation, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Seleksi topik 2. Merencanakan kerja sama 3. Implementasi 4. Analisis dan sintesis 5. Penyajian hasil akhir 6. evaluasi

Proses pembelajaran secara konvensional yaitu guru menggunakan metode ceramah

Pra Siklus hasil belajar siswa kelas IV dalam pembelajaran IPA masih rendah.

Siklus 1: pembelajaran IPA dengan menerapkan model group investigation. Siklus 2: pembelajaran IPA dengan menerapkan model group investigation .

Dengan menerapkan model group investigation dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 SD Negeri 2 Jatiharjo Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.

Referensi

Dokumen terkait

Halim dan Damayanti (2007) menyebutkan bahwa anggaran merupakan informasi atau pernyataan mengenai rencana atau kebijakan bidang keuangan dari suatu organisasi atau badan

Kegiatan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pembantu Pada Biro Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Banten tahun anggaran 2016 harus ditunjang oleh kemudahan

yang dinyatakan dalam Y.. Variabel bebas yaitu variabel yang mendahului atau mempengaruhi.. variabel terikat. Variabel bebas

Atas dasar hal ini, maka penelitian tentang: Kajian aktivitas dan mekanisme kerja molekuler antikanker ekstrak etanol daun Chromolaena odorata Linn pada Tikus Putih Wistar

Menurut La Midjan dan Azhar Susanto (2001) menyatakan bahwa Sistem Informasi Akuntansi adalah suatu sistem pengolahan data akuntansi yang merupakan alat koordinasi dari manusia,

Kompensasi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja.Kompensasi setiap orang mempengaruhi oleh beberapa faktor yang dapa di kelompokkan dalam 6

Pada kondisi awal sebelum diadakan tindakan, pembelajaran konvensional masih digunakan guru, dimana guru berperan aktif untuk menjelaskan materi Sehingga siswa tidak terlibat

Abatement Cost yang dikeluarkan terkait dengan proses IPAL yang bertujuan mengolah limbah cair melalui pengurangan konsentrasi ambient tiap parameter limbah cair