• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pajak

1. Pengertian Pajak

Negara membutuhkan dana pembangunan yang besar untuk membiayai segala kebutuhan Negara. Pengeluaran utama Negara untuk pengeluaran rutin seperti memberikan gaji pegawai Pemerintahan serta untuk berbagai macam subsidi diantaranya disektor pendidikan, kesehatan, pertahanan, dan keamanan, perumahan rakyat, ketenaga kerjaan, agama, lingkungan hidup dan pengeluaran pembangunan lainnya. Karena untuk membiayai kepentingan umum tersebut, yang dibutuhkan salah satunya adalah suatu peran aktif dari warganya untuk berpartisipasi memberikan iuran kepada Negara dalam bentuk pajak sehingga segala keperluan umum dapat dibiayai. Pajak semula merupakan pemberian berupa pungutan, hal ini dikarenakan kebutuhan Negara sangatlah besar dalam rangka untuk memelihara kepentingan Negara.

Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2009 Pasal 1 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian pajak adalah sebuah konstribusi wajib kepada Negara yang terhutang oleh setiap orang ataupun badan yang memiliki sifat memaksa, tetapi tetap berdasarkan dengan Undang-Undang dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta digunakan guna kebutuhan Negara dan kemakmuran rakyat.

pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.1 Menurut Adriani beliau memberikan definisi pajak : bahwa pajak adalah iuran pada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

1

(2)

15 wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah.2 Dengan demikian dari pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang dan menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa pengertian pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang ( yang dapat dipaksakan ) dengan tidak mendapat jasa timbal balik ( kontraprestasi ) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur3

1. Iuran dari rakyat kepada Negara yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang ( bukan barang ).

2. Berdasarkan Undang-Undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditujukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

2. Jenis-jenis Pajak

Berbagai jenis pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutannya.

a. Menurut Golongan

Pajak dikelompokkan menjadi dua :

1. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus ditanggung dan dipikul sendiri oleh wajib pajak tersebut dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada wajib pajak lain atau pihak lain. Pajak tersebut

2

Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 23.

3

(3)

16 berdasarkan pajak langsung harus menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan.

Contoh : Pajak Penghasilan ( PPH ), PPH dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.

2. Pajak Tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau kepada pihak ketiga.pajak ini terjadi apabila terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) . Pajak ini terjadi apabila terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa. Pajak ini dibayarkan oleh produsen langsung atau pihak yang menjual barang tersebut, dan pajak ini dapat dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit dan implisit ( dimasukkan dalam harga jual barang atau jasa ). b. Menurut Sifat

Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan

keadaan pribadi Wajib Pajak atau memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh : Pajak Penghasilan ( PPH ) . dalam PPH ini terdapat Subjek Pajak ( Wajib Pajak ) orang pribadi. Pengenaan PPH ini memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak ( status perkawinan , banyaknya anak , dan tanggungan lainnya ). Dan keadaan Wajib Pajak tersebut digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak.

2. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan

objeknya, baik objek tersebut berupa benda, keadaan, perbuatan, dan peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak dan tempat tinggal Wajib Pajak.

(4)

17 Contoh : Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ), Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM ), serta Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ).

c. Menurut Lembaga Pemungut

Pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Pajak Negara ( Pajak Pusat ), yaitu pajak yang dipungut oleh

Pemerintah Pusat dan Pajak tersebut digunaan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya.

Contoh : Pajak Penghasilan ( PPH ), Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM )

2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, baik daerah tingkat I ( Pajak Provinsi ) dan daerah tingkat II ( Pajak Kabupaten / Kota ), dan pajak ini digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing, Pajak Daerah sendiri diatur di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.4

3. Fungsi Pajak

Menurut Resmi ( 2011:3 ) Pajak memiliki 2 fungsi yaitu budgetair ( Sumber Keuangan Negara ) dan Fungsi regularend ( pengatur )

1) Fungsi Budgetair ( Sumber Keuangan Negara )

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas Negara. Upaya tersebut dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan pajak

(5)

18 melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak Contoh dari fungsi ini Pajak Penghasilan ( PPH ), Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM ), Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ).

2) Fungsi Regularend ( Pengatur )

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melakukan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Contoh dari fungsi ini dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan.5

4. Manfaat Pajak

Manfaat Pajak penting diketahui oleh masyarakat luas agar terjadi peningkatan kepatuhan pajak. Masih banyak orang yang belum mengetahui mengenai manfaat pajak itu sendiri. Pada dasarnya , tingkat kepatuhan pajak harus terus membaik dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya Wajib Pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan ( SPT ). Banyaknya masyarakat yang belum taat tentang umtuk membayar pajak disebabkan minimnya informasi masyarakat mengenai manfaat pajak. Pajak sangat bermanfaat bagi Negara. Pajak banyak digunakan untuk :Membiayai pengeluatan Negara seperti : pengeluaran yang bersifat self liquiditing, seperti : pengeluaran untuk proyek yang produktif barang ekspor.

1) Membiayai pengeluaran reproduktif, seperti : pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat, contohnya : pengeluaran untuk pengairan dan pertanian.

2) Membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiding dan tidak reproduktif, contohnya : pengeluaran untuk pendirian monument dan objek rekreasi.

3) Membiayai pengeluaran yang tidak produktif, seperti : pengeluaran untuk membiayai pertahanan Negara atau perang dan pengeluaran

5

(6)

19 untuk penghematan di masa yang akan datang, yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu.

Jadi dengan kita taat membayar pajak masyarakat akan mendapatkan manfaat :

a) Fasilitas umum dan infrastruktur, contohnya : jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit.

b) Pertahanan dan keamanan, contohnya : bangunan, senjata, perumahan hingga gaji-gajinya.

c) Subsidi pangan dan bahan bakar minyak d) Kelestarian lingkungan hidup dan budaya. e) Dana pemilu.\

f) Pengembangan alat transportasi massa, dan lain-lainya

Pajak yang telah disetorkan masyarakat akan digunakan Negara untuk kesejahteraan masyarakar, seperti memberi subsidi barang-barang yang dibutuhkan masyarakat dan membayar utang-utang Negara. 6

5. Tata cara pemungutan pajak

Di dalam pemungutan pajak dapat dilakukan dengan 3 stelsel :

a. Stelsel nyata (riel stelsel)

Pemungutan dengan menggunakan Stelsel nyata didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata) sehingga pemungutan pada stelsel ini dapat dilakukan pada akhir tahun pajak yaitu setelah penghasilan sesungguhnya diketahui. Kelebihan pada stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis, sedangkan kelemahan pada stelsel ini yaitu pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah diketahuiinya penghasilan rill)

b. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel)

6Manfaat pajak bagi masyarakat dan Negara

https://www.academia.edu/Manfaat_Pajak_bagi_Masyarakat_dan_Negara, diakses pada tanggal 27 November 2019 Pukul 17:56

(7)

20 Pemungutan dengan menggunakan stelsel ini di dasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang-Undang, seperti penghasilan satu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya. Sehingga pemungutan stelsel ini sejak awal tahun pajak sudah dapat diketahui besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan pada stelsel ini yaitu pajak yang dibarkan selama satu tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun . sedangkan kelemahan pada stelsel ini yaitu pajak yang telah dibayarkan tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

c. Stelsel Campuran

Pemungutan pada stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdarkan suatu anggapan kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak kenyataannya lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali .

Di dalam tata cara pemungutan pajak terdapat asas pemungutan pajak , yaitu :

a. Asas domisili (asas tempat tinggal)

Yang dimana Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya , seperti penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas domisili ini berlaku bagi Wajib Pajak dalam Negeri.

b. Asas Sumber

Yang dimana Negara berhak untuk mengenakan pajak atas penghasilan dan bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

(8)

21 Yang di mana asas ini dikenakan pajak yang dihubungkan langsung dengan kebangsaan suatu Negara.7

6. Sistem Pemungutan pajak

Dalam sistem pemungutan pajak ada beberapa sistem dalam pemungutan pajak , yaitu :

a. Official Assesment System

Dalam sistem ini aparatur perpajakan yang memberi kewenangan dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang berhak atas menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan . dengan demikian, berhasil atau tidaknya suatu pelaksanaan pemungutan pajak tergantung aparatur perpajakan tersebut.

b. Self Assessment System

Dalam sistem ini Wajib Pajak mempunyai wewenang untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terhutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku . sistem ini memberikan semua wewenang kepada Wajib Pajak . Wajib Pajak dianggap sudah mengetahui tentang menghitung pajak , memahami Undang-undang terkait perpajakan, kejujuran Wajib Pajak yang tinggi, dan Wajib Pajak mampu menyadari akan pentingnya membayar pajak . maka dari itu sistem ini memberikan kepercayaan yang sangat besar kepada Wajib Pajak untuk :

1) Wajib Pajak menghitung sendiri jumlah pajak yang terutang 2) Wajib Pajak mampu memperhitungkan sendiri pajak yang terutang 3) Wajib Pajak membayar sendiri jumlah pajak yang terutang

4) Wajib Pajak mampu melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang 5) Wajib Pajak mampu mempertanggungjawabkan pajak yang terutang Berhasil atau tidaknya pemungutan pajak menggunakan sistem ini tergantung kepadaWajibPajak itu sendiri ( peranan Wajib Pajak sangat dominan )

7 Ibid,hal 6-7

(9)

22

c. With Holding System

Dalam sistem ini yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh Wajib Pajak harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berluka . penunjukan ini harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden , dan peraturan lainnya memotong dan memungut pajak, menyetor dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan . berhasil atau tidaknya pelaksanaan sistem ini tergantung kepada pihak ketiga yang ditunjuk sesuai Undang-Undang perpajakan yang berlaku. ( peranan pada sistem ini yang lebih dominan adalah pihak ketiga )8

7. Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak

Menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Peubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dalam pasal ( 1) ayat ( 6 ) pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Pengertian NPWP menurut Widyaningsih, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri dan identitas perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melakukan hak dan kewajiban perpajakannya9.

Berdasarkan sistem self assessment yang dimuat dalam Undang-Undang perpajakan, maka semua orang yang memperoleh atau menerima penghasilan baik dari usaha maupun pekerjaa bebas yang jumlahnya setahun

8 Siti Resmi, Op.Cit.,hlm 10-11 9

Shofuro Zahrotul Jannah., Pengaruh Pengrtahuan,Penghasilan,Manfaat atas NPWP, Sanksi, Dan sosialisasi terhadap kepatuhan pemilik UMKM dalam memiliki NPWP, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Hlm.25

(10)

23 di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), diwajibkan untuk mendaftarkan diri di kantor pelayanan pajak yang dimana ia bertempat tinggal atau berdomisili untuk dicatat sebagai wajib pajak sekaligus diberikan NPWP atau dapat pula mendaftarkan diri secara online melalui website sistem

e-registration kantor pajak. Dan setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP

dan tidak boleh disalahgunakan, jika hal itu terjadi maka akan di jatuhkan sanksi pidana bagi yang melanggar.

a. Fungsi NPWP Menurut Widyaningsih, terdapat 4 fungsi dari NPWP, yaitu :

1. Sebagai sarana administrasi perpajakan

2. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dlaam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

3. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan

4. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan oleh fiskus terhadap wajib pajak.

Berdasarkan self assessment bahwa untuk memberikan identitas berupa NPWP wajib pajak harus mendaftarkan diri ke Direktorat Jenderal Pajak. Ada beberapa bentuk wajib pajak yang harus mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP dapat dibedakan sebagai berikut :

1. wajib pajak orang pribadi, yang terdiri dari wajib pajak orang pribasi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, wajib pajak orang pribadi karyawan, wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu, wajib pajak wanita kawin, wajib pajak orang pribadi luar negeri, wajib pajak orang pribadi yang memanfaatkan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar pabean. 2. wajib pajak badan, adalah sekumpulan orang adan atau modal

yang merupakan kesatuan baik melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan

(11)

24 komanditer, BUMN, BUMD dalam bentun apapun, firma, yayasan dan semacamnya.

3. wajib pajak badan usaha tetap, adalah betuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, atau yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 1 Tahun/badan yang didirakan tidak bertempat tinggal di Indonesia.

4. wajib pajak cabang, kartu NPWP cabang diterbitkan atas setiap gerai tanpa memperhatikan jumlah gerai dan NPWP domisilinya diterbitkan sesuai dengan alamat tinggal pelaku usaha.

5. wajib pajak pemotong pajak, wajib pajak sebagai pemotong pajak dapat berbentuk bendaharawan pemerintah, perusahaan, yayasan, penyelenggara kegiatan, pemberi kerja orang pribadi atau badan.

6. wajib pajak pemungut pajak, diantaranya adalah partai politik, bendaharawan sekolah swasta.

b. Pencantuman NPWP

Di dalam pembuatan NPWP pencantuman NPWP digunakan dalam.hal yng berhubngan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak tersebut diwajibkan untuk mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dimilikinya.

c. Pendaftaran NPWP

Pasal 2 UU No. 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undamg Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berbunyi “ Bahwa setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan perundang undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 tentang jangka waktu pendaftaran dan pelaporan

(12)

25 kegiatasn usaha menyebutkan bahwa, wajib pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.

Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan pada sistem self assessment, Wajib Pajak harus mendaftarkan pada Kantor Direktorat Jenderal pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Persyaratan Subjektif dalam pendaftaran NPWP yaitu persyaratan yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan perubahannya sedangkan Persyaratan Objektif yaitu persyaratan bagi subjek pajak yang memperoleh penghasilan dan diwajibkan untuk memotong penghasilan sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan dan perubahannya.NPWP sendiri didaftarkan melalui kantor Direktorat Jenderal Pajak wilayah kerjanya yang meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha tertentu. Wanita kawin yang hidup terpisah dikenakan pajak secara terpisah yang sesuai dengan keputusan hukum dan dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.

Jangka waktu pendaftaran NPWP menturut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 tentang jangka waktu pendaftaran dan pelaporan kegiatan usaha mengatur jangka waktu pendaftaran NPWP adalah sebagai berikut :

1. Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai usaha atau pekerjaan bebas, dan Wajib Pajak Badan

a) Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, mendafarkan diri paling lambat 1 (satu) bulan setelah di buatnya usaha mulai dijalankan

(13)

26 b) Saat usaha mulai dijalankan adalah saat pendirian, atau saat

usaha/pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan.

2. Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, wajib pajak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah bulan yang disetahunkan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat memberikan NPWP secara Jabatan, apabila wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan dan telah dihimbau untuk mendaftarkan diri dan tidak menanggapi maka setelah dilakukan pemeriksaa dapat memberikan NPWP secara jabatan. Hal ini sesuai dengan pasal 2 ayat (4a) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bahwa kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang telah diterbitkan NPWP dan/atau yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dimulai sejak saat wajib pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

d. Syarat –syarat Untuk Mendapatkan NPWP bagi wajib pajak yang mengisi formulir pendafataran dan menyampaikan langsung atau melalui pos ke kantor Pelayanan Pajak setempat dengan persyaratan berdasarkan kelompok sebagai berikut :

1. Orang pribadi mempunyai atau tidak mempunyai usaha/pekerjaan bebas

a) Mengisi formulir pendaftaran NPWP yang disediakan oleh Kantor Pelayanan Pajak.

b) Kartu Tanda Penduduk atau paspor bagi orang asing. 2. Badan

(14)

27 a) Mengisi formulir pendaftaran NPWP yang disediakan

oleh Kantor Pelayanan Pajak.

b) Akta pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi Bentuk Usaha Tetap. c) Kartu Tanda Penduduk atau paspor

pemimpin/penanggung jawaban.

3. Bendahara sebagai wajib pajak Pemungut/Pemotong

a) Mengisi formulir pendafatran NPWP yang disediakan oleh kantor pelayanan pajak.

b) Surat penunjukan sebagai bendahara c) Kartu tanda penduduk bendahara

4. Joint Operation sebagai wajib pajak pemungut/pemotong a) Mengisi kartu pendaftaran NPWP

b) Kartu Tanda Penduduk atau paspor pimpinan/penanggung jawab.

c) NPWP pimpinan/penanggung jawab Joint Operation.

e. Manfaat NPWP

1. Memudahkan persyaratan administrasi

Memiliki NPWP menjadi salah satu syarat dalam berbagai proses administrasi.

2. Mengajukan pinjaman hingga kartu kredit

Jika ingin mengajukan pinjaman seperti kredit tanpa agunan, kredit multiguna, KPR/KPA, kredit mobil hingga kartu kredit, maka anda harus memiliki NPWP agar aplikasi anda disetujui. 3. Rekening Koran

Jika ingin membuat sebuah rekening Koran, maka NPWP menjadi syarat penting agar pihak bank dapat memprosesnya. Sehingga rekening korang yang diajukan dapat dibuat.

(15)

28 Jika ingin membat atau mengajukan permohonan Surat Ijin Usaha Perdagangan atau SIUP, maka anda harus membawa NPWP sebagai salah satu syaratnya.

5. Administrasi Pajak Final

Jika hendak membayar pajak final, anda membutuhkan nomor NPWP, jadi harus menyertakan NPWP

6. Paspor

Jika ingin membuat paspor, NPWP berguna untuk memenuhi persyaratan pembuatannya.10

f. Sanksi

Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan dan menggunakan tanpa hak NPWP sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang dan paling banyak denda 4 (empat) kali jumlah pajak terutang

g. Penghapusan NPWP

Penghapusan NPWP dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak apabila Wajib Pajak melakukan :

a) Permohonan penghapusan NPWP oleh Wajib Pajak / ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan objektif dan subjektif yang sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan;

b) Wajib Pajak badan dapat dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha;

c) Wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan telah menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dalam hal suami dari wanita tersebut telah terdaftar sebagai wajib pajak;

10

(16)

29 d) Wajib Pajak yang bentuk usahanya tetap telah menghentikan

kegiatan usahanya di Indonesia;

e) Dianggap perlu oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menghapuskan npwp dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan objektif dan subjektif yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan.

h. Format NPWP

NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (Sembilan) digit pertama merupakan kode wajib pajak ada 6 (enam) digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan.

Formatnya adalah sebagai berikut : XX. XXX. XXX. X – XXX. XXX Catatan :

a) Wajib pajak yang tidak diwajibkan mendaftarkan diri apabila memerlukan NPWP, dapat mendaftarkan diri dan kepadanya akan diberikan NPWP.

b) Setiap wajib pajak hanya mempunyai satu NPWP untuk semua jenis pajak

c) Untuk perusahaan perorangan , NPWP atas nama pemiliknya d) Untuk badan (misalnya PT) yang baru berdiri sebaiknya tetap

mempunyai NPWP karena apabila rugi dapat dikompensasi dengan tahun berikutnya.

e) Warisan yang belum terbagi dalam kedudukannya sebagai subjek pajak menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak Orang Pribadi yang meninggalkan warisan tersbut.11

B. Tinjauan Umum Tentang Wajib Pajak 1. Pengertian Wajib Pajak

Pengertian Wajib Pajak menurut UU No 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berbunyi: “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan

(17)

30 pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Orang pribadi merupakan Subyek Pajak yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia maupun di luar Indonesia.

Menurut Abdul Rahman Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan yaitu memungut atau memotong pajak tertentu yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sedangkan menurut Fidel Wajib Pajak merupakan subjek pajak yang memenuhi syarat-syarat objektif yaitu masyarakat yang menerima atau memperoleh Penghasilan Kena Pajak (PKP), yaitu penghasilan yang melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi wajib pajak dalam negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dari definisi diatas dapat terlihat bahwa WP terdiri dari 3 jenis yaitu WP Orang pribadi, WP Badan , dan Bendahara sebagai pemotong /pemungut pajak. Meraka yang termasuk di dalam golongan WP Orang Pribadi adalah semua orang yang telah memperoleh penghasilan, yaitu penghasilan yang merupakan objek pajak dan dikenakan tariff umum yang jumlahnya di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penghasilan tersebut dapat bersumber dari hasil bekerja sebagai (pegawai atau karyawan), profesi, atau pun melakukan kegiatan usaha.

Untuk badan, sesuai dalam Undang-Undang KUP bahwa badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, seperti perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, lembaga, dan bentuk badan lainnya yang termasuk di dalam kontrak investasi kolektif serta bentuk usaha tetap.

(18)

31 Sedangkan Bendahara sebagai pemotong/pemungut pajak adalah pejabat yang ada di dalam satuan kerja di instasni pemerintah atau lembaga Negara yang ditunjuk langsung dari pimpinannya dengan melalui Surat Keputusan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan. Tugas dari bendahara ini sendiri antara lain menghitung pajak, ,memotong atau memungut pajak, serta menyetorkan ke kas Negara atau sebagaian melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) bagi instansi pemerintah pusat atau lembaga Negara kemudian bendahara melaporkan pajak tersebut. 12

2. Kewajiban Wajib Pajak

Dalam hubungan perpajakan masyarakat adalah Subjek Pajak yang akan dilekatkan dengan kewajiban untuk melaksanakan perpajakan jika telah memenuhi persyaratan.Wajib Pajak tentu memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan Perpajakan . di antaranya kewajiban Pajak tersebut yang bersifat umum yaitu :

a. Kewajiban Mendaftarkan Diri

Semua Wajib Pajak berdasarkan Self Assessment System wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak/Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk ditulis sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) . Ketentuan ini diatur di dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2000 Pasal 2 Ayat 1 yang berbunyi : “ Setiap Wajib Pajak mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak dan yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan Kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak “ Ayat 2 berbunyi “ Setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan Perubahannya , Wajib melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya

12

(19)

32 meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan menjadi Pengusaha Kena Pajak “

b. Kewajiban Melaporkan Pajak

Di dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2000 Pasal 3 Menyatakan “ Setiap Wajib Pajak Wajib mengisi surat pemberitahuan , menandatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau di kukuhkan atau tempat lain yang dibutuhkan atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak “ dengan adanya Undang-Undang tersebut , kewajiban Wajib Pajak untuk melaporkan diwujudkan dalam kewajiban mengisi surat pemberitahuan (SPT) baik SPT masa maupun SPT tahunan , kemudian Wajib Pajak menandatangani dan melengkapi dengan lampiran yang ditentukan , dan juga menyampaikannya ke Direktorat Jenderal Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan

c. Kewajiban Membayar Pajak

Setiap utang membawa Kewajiban bagi yang berutang untuk membayar / melunasi . sama halnya dengan utang Wajib Pajak , Wajib Pajak harus membayar utang pajak bila sudah jatuh tempo tiba .

d. Kewajiban Pembukaan / Pencatatan

Orang atau Badan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerja bebas di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan sebagaimana tercantum pada Pasal 28 Undang – Undang No.16 Tahun 2000 . pembukuan yang dimaksud merupakan proses pencatatan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi . pembukuan itu sekurang – kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta , kewajiban atau utang , modal , penghasilan dan biaya m serta penjualan dan pembelian , sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang . setiap akhir tahun pajak , Wajib Pajak harus menutup pembukuan dengan membuat neraca dan perhitungan rugi – laba dengan berdasarkan prinsip pembukuaan yang taat asas ( konsisten ) dengan tahun sebelumnya .

(20)

33

e. Kewajiban Memberikan Keterangan

Dalam rangka untuk penetapan besarnya jumlah pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan Peraturan Perundang – Undangan Perpajakan , Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak . Wajib Pajak diperiksa oleh aparat maka Wajib Pajak harus :

1) Memperlihatkan dan meminjamkan pembukuan atau pencatatan dokumen yang menjadi dasar , dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak . 2) Memberi kesempatan kepada aparat pajak untuk memasuki

tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan .

3) Memeberi keterangan yang di perlukan . 13

3. Hak – Hak Wajib Pajak

Wajib Pajak tidak hanya mempunyai kewajiban saja tetapi Wajib Pajak mempunyai hak – hak Wajib Pajak diantaranya yaitu :

a. Hak Menunda Penyampaian SPT

Surat Pemberitahun ( SPT ) Tahunan harus disampaikan pada tanggal 3 bukan setelah akhir tahun pajak ( 31 Maret tahun berikutnya ) . apabila telah melwati batas waktu yang telah diberikan dapat dikenakan sanksi berupa denda administrasi atau sanksi pidana menurut Pasal 38 dan / atau Pasal 39 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2000 . Menurut Peraturan Perundang – Undangan Perpajakan apabila dalam waktu tertentu , Wajib Pajak tidak dapat menyelesaikan / menyampaiakn SPT sesuai dengan waktunya maka Wajib Pajak diberikan hak untuk mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampain SPT tahunan kepada Direktorat Jenderal Pajak .

b. Hak Membetulkan SPT

13

Drs.Hadi Irmawan, M.M. dan Drs.Aminul Amin, M.M , Pengantar Perpajakan ( Bayumedia Publishing , 2003 ) hlm. 51-61

(21)

34 Wajib Pajak yang mengisi surat pemberitahuan mungkin bisa saja terjadi kesalahan baik itu secara sengaaj maupun tidak sengaja , masih diberikan kesempatan untuk melakukan pembetulan secara sendiri dalam jangka waktu yang telah di tentukan yaitu 2 tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhir masa pajak .

c. Hak Menunda Pembayaran

Wajib Pajak dalam keadaan kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga tidak mampu memenuhi kewajiban untuk membayar Pajak pada waktu yang telah ditentukan , Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk menunda atau mengangsurkan pembayaran pajak tersebut . Penundaan atau angsuran dilakukan terhadap pajak yang terutang menurut Surat Tagihan Pajak , Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar , atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tambahan

d. Hak Kompensasi / Restitusi

Wajib Pajak selama tahun pajak telah melakukan setoran masa atau dipotong / dipungut pihak lain melebihi pajak sebenarnya terutang , Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kelebihan Pembayaran . kelebihan pembayaran pajak dapat terjadi karena perhitungan pajak sendiri atau karena adanya pemeriksaan oleh aparatur pajak .

e. Hak Dihapuskan Sanksi Administrasi

Di dalam perpajakan Sanksi Administrasi dapat di hapuskan berupa bunga, denda, dan kenaikan. Apabila sanksi administrasi dikenakan karena adanya kekhilafan atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak sendiri dapat diajukan permohonan oleh Wajib Pajak untuk dikurangi atau di hapuskan sanksi administrasi tersebut .

f. Hak Mengajukan Keberatan dan Banding

Penentuan besar pajak yang terutang baik itu selama tahun pajak berjalan maupun setelah akhir tahun pajak . Menurut Self Assessment

(22)

35 keadaan tertentu , penentuannya dilakukan oleh aparat pajak melalui surat ketetapan . besarnya jumlah pajak yang terutang menurut surat ketetapan kemungkinan tidak sesuai dengan perhitungan yang dilakukan oleh Wajib Pajak . 14

C. Tinjauan Umum Tentang Sistem E-Registration 1. Pengertian Sistem E-Registration

Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengeluarkan program perubahan (changae program) atau reformasi administrasi perpajakan yang secara umum oleh kalangan Direktorat Jenderal Pajak disebut Modernisasi Sistem Perpajakan Indonesia. Adapun jiwa dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan good governance, yaitu penggunaan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dan juga dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini . maka dari itu Direktorat Jendral Pajak mengeluarkan sistem

E-Registration ini.

Menurut PER DIRJEN PAJAK NOMOR PER-02/PJ/2018 Pasal 1 ayat 15 E-Registration adalah sarana pendaftaran calon Wajib Pajak untuk dikukuhkan sebagai Wajib Pajak, melakukan perubahan data, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak melalui internet yang terhubung langsung secara online dengan Direktorak Jendral Pajak. Singkatnya Sistem Pendaftaran Wajib Pajak secara Online (e-Registration) adalah system pendaftaran, perubahan data Wajib Pajak dan atau Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui sistem yang terhubung langsung secara online dengan Direktorat Jenderal Pajak. Sistem E-Registration merupakan salah satu produk layanan di Direktorat Jenderal Pajak yang digunakan untuk melakukan pendaftaran Wajib Pajak baru yang ingin memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sistem e-Registration mulai efektif digunakan sejak tahun 2005, yaitu sejak di terbitkannya Keputusan Direktur Jenderal

14

(23)

36 Pajak Nomor: KEP-173/PJ/2004 tanggal 7 Desember 2004 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengusaha Kena dengan Sistem e-Registration yang telah diperbaharui dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER24/PJ/2009 tanggal 16 Maret 2009 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dengan Sistem e-Registration. Perubahan peraturan dari KEP-173/PJ/2004 menjadi PER-24/PJ/2009 membawa perubahan yang cukup signifikan mengenai tata cara pendaftaran dengan Sistem e-Registration.

E-Registration atau sistem online ini merupakan bagian dari suatu

sistem informasi perpajakan yang di buat oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai sistem berbasis aplikasi dengan menggunakan perangkat keras maupun perangkat lunak yang langsung dihubungkan oleh perangkat komunikasi data . sistem E-Registration ini terdiri dari dua bagian yang pertama adalah sebagi sistem online yang berfungsi untuk media pendaftaran Wajib Pajak yang digunakan oleh Wajib Pajak, dan yang kedua sistem online yang berguna untuk media memproses pendaftaran Wajib Pajak yang digunakan oleh petugas pajak.

Sistem E-Registration yang diterapkan oleh pihak otoritas perpajakan di Indonesia dalam hal ini DJP seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi dan hambatan yang membuat Wajib Pajak Orang Pribadi dalam melakukam pendaftaran Wajib Pajak, maka Direktorak Jenderal Pajak mempermudah Wajib Pajak Orang Pribadi dengan mengeluarkan sistem

E-Registration ini.15

2. Tata cara Sistem E-Registration

Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor PJ.091/KUP/L/010/2013-00, alur proses E-Registration adalah:

15

Yohanes Mardinata Rusli, 2019 “ Pengaruh Efektivitas Penerapan E-Filing dan Modernisasi Sistem Perpajakan Indonesia Terhadap Efektivitas Pemrosesan Data Perpajakan”. Vol.2 No.1,hlm.2

(24)

37 a) Kunjungi situs DJP dengan alamat http:/www.pajak.go.id

b) Pilh menu sistem E-Registration c) Buat akun baru

d) Buat username dan password dan kemudian login e) Pilih jenis Wajib Pajak yang akan didaftarkan

f) Isi format permohonan dengan benar dan dilengkapi kemudian di kilkTombol “daftar”

g) Cetak formulir permohonan yang sudah diisi

h) Cetak SKTS atau Surat Keterangan Terdaftar Sementar

i) Kirim dokumen yang ada dalam persyaratan ke KPP domisili calon Wajib Pajak baru tinggal dan bekerja melalui aplikasi atau melalui jasa Pengiriman/Pos

j) Menerima NPWP, SPPKP, SKT dan surat – surat lain dari KPP dimana Wajib Pajak telah terdaftar setelah dilakukan proses verifikasi dan validasi. 16

3. Undang –Undang Terkait E-Registration Dasar Hukum

1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER 41/PJ/2009 Jo PER44/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/ atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/ atau Pengusaha Kena Pajak.

3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2009 Tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/ atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan Perubahan Data Wajib Pajak dan/ atau Pengusaha Kena Pajak dengan Sistem e-Registration.

16

Julycia Verent Manderos, 2018 Ipteks Faktor-Faktor Penghambat proses E-Registration kantor pelayanan pajak pratama manado, Vol.02, No.02, hal 2-4

(25)

38 4) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-65/PJ/2008 Tanggal: 18 November 2008 Tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/ atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/ atau Pengusaha Kena Pajak.

5) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-33/PJ/2008 Tanggal 27 Juni 2008 Tentang Tata Cara Pemberian NPWP, Penerimaan dan Pengolahan 12 SPT Tahunan PPh, Penghapusan Sanksi Administrasi, Penghentian Pemeriksaan, dan Pengadministrasian Laporan Terkait Dengan Pelaksanaan Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

6) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-161/PJ./2001 Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER160/PJ/2007 Tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

7) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-59/PJ/2007 Tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-160/PJ/2007 Tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.17

8) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 sebagaimana telah diubah terakhir PER-38/PJ/2013 Tentang Tata Cara Pendafataran Dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor

17

(26)

39 Pokok Wajib Pajak Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Perubahan Data Dan Pemindahan Wajib Pajak

D. Tinjaun Umum Tentang Efektivitas Hukum 1. Pengertian Efektivitas Hukum

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif adalah sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) sejak dimulai berlakunya suatu Undang-Undang atau peraturan18

Sedangkan efektivitas itu sendiri adalah keadaan dimana dia diperankan untuk memantau.19 ika dilihat dari sudut hukum, yang dimaksud dengan “dia” disini adalah pihak yang berwenang yaitu polisi. Kata efektifitas sendiri berasal dari kata efektif, yang berarti terjadi efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang efisien berarti efektif karena dilihat dari segi hasil tujuan yang hendak dicapai atau dikehendaki dari perbuatan itu.

Efektivitas Hukum adalah kesesuaian antara apa yang diatur dalam hukum pelaksanaanya. Bisa juga karena kepatuhan masyarakat kepada hukum karena adanya unsur memaksa dari hukum. Hukum dibuat oleh otoritas berwenang adakalanya bukan abstraksi nilai dalam masyarakat. Jika demikian, maka terjadilah hukum tidak efektif, tidak bisa dijalankan, atau bahkan atas hal tertentu terbit pembangkangan sipil. Dalam realita kehidupan masyarakat, seringkali penerapan hukum tidak efektif, sehingga wacana ini menjadi perbincangan menarik untuk dibahas dalam prespektif efektivitas hukum.20

18

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta. Balai Pustaka. Hal. 284.

19

ibid

20

Septi Wahyu Sandiyoga, 2015, “Efektivitas Peraturan Walikota Makassar Nomor 64 Tahun 2011 tentang Kawasan Bebas Parkir di Lima Ruas Bahu Jalan Kota Makassar”, Skripsi Universitas Hasanuddin Makassar, hlm. 11 9 Soerjono Soekanto, 1985, Beberapa Aspek

(27)

40 Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi hukum, hukum memiliki fungsi sebagai a tool of social control yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Selain itu hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai

a tool of social engineering yang maksudnya adalah sebagai sarana

pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif.

Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita akan mengatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif. Namun demikian, sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap masih dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya karena seseorang menaati atau tidak suatu aturan hukum tergantung pada kepentingannya.21Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa kepentingan itu ada bermacam-macam, di antaranya yang bersifat compliance, identification, internalization. Dalam bukunya Achmad Ali yang dikutip oleh Marcus Priyo Guntarto yang mengemukakan, faktor-faktor dalam mengukur ketaatan terhadap hukum secara umum yaitu :22

21

Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). Jakarta. Penerbit Kencana. Hal. 375

22

Marcus Priyo Gunarto, 2011, Kriminalisasai dan Penalisasi dalam Rangka Fungsionalisasi Perda dan Retribusi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, hlm 71, dikutip Salim H.S dan Erlies Septiana Nurbaini, Op. Cit., hal 308

(28)

41 a. Relevensi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari orang-orang yang menjadi target aturan hukum secara umum itu.

b. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah dipahami oleh target diberlakukannya aturan hukum.

c. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu. d. Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka

seyogyanya aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat mengharuskan, sebab hukum yang bersifat melarang (prohibitur) lebih mudah dilaksanakan ketimbang hukum yang bersifat mengharuskan (mandatur).

e. Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu harus dipadankan dengan sifat aturan hukum yang dilanggar tersebut.

f. Berat ringannya sanksi yang diancam dalam aturan hukum harus proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan.

g. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi, memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh karenanya memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan (penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan penghukuman).

h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, relatif akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang bertentangan dengan nilai moral yang dianut oleh orang-orang yang menjadi target diberlakukannya aturan tersebut.

i. Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum secara umum, juga tergantung pada optimal dan profesional tidak aparat penegak hukum untuk menegakkan aturan hukum tersebut.

(29)

42 j. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga mensyaratkan adanya standar hidup sosio-ekonomi yang minimal di dalam masyarakat.

Berbeda dengan pendapat dari C.G. Howard & R. S. Mumnresyang berpendapat bahwa seyogyanya yang dikaji, bukan ketaatan terhadap hukum pada umumnya, melainkan kataatan terhadap aturan hukum tertentu saja. Achmad Ali sendiri berpendapat bahwa kajian tetap dapat dilakukan terhadap keduanya :23

a. Bagaimaan ketaatan terhadap hukum secara umum dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya

b. Bagaimana ketaatan terhadap suatu aturan hukum tertentu dan faktor-faltor apa yang memperngaruhinya.

Persoalan efektivitas hukum mempunyai hubungan sangat erat dengan persoalan penerapan, pelaksanaan dan penegakan hukum dalam masyarakat demi tercapainya tujuan hukum. Artinya hukum benar-benar berlaku secara filosofis, yuridis dan sosiologis. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa efektivitas hukum berkaitan erat dengan faktor-faktor sebagai berikut :24

a. Usaha menanamkan hukum di dalam masyarakat, yaitu penggunaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi, mengakui, dan menaati hukum.

b. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang berlaku. Artinya masyarakat mungkin menolak atau menentang hukum karena takut pada petugas atau polisi, menaati suatu hukum hanya karena takut terhadap sesama teman, menaati hukum karena cocok dengan nilai-nilai yang dianutnya.

23

Ibid. Hal. 376.

24

(30)

43 c. Jangka waktu penanaman hukum yaitu panjang atau pendek jangka waktu dimana usaha-usaha menanamkan itu dilakukan dan diharapkan memberikan hasil.

Jika yang akan dikaji adalah efektivitas perundang-undangan, maka dapat dikatakan bahwa tentang efektifnya suatu perundang-undangan, banyak tergantung pada beberapa faktor, antara lain25

a. Pengetahuan tentang substansi (isi) perundang-undangan. b. Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.

c. Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan didalam masyarakatnya.

d. Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan, yang tidak boleh dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan instan (sesaat), yang diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai sweep legislation (undang-undang sapu), yang memiliki kualitas buruk dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Jadi, Achmad Ali berpendapat bahwa pada umumnya faktor yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah profesional dan optimal pelaksanaaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik di dalam penjelasan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam penegakan perundang-undangan tersebut.26

Sedangkan Soerjono Soekanto menggunakan tolak ukur efektivitas dalam penegakan hukum pada lima hal yakni :27

1. Faktor Hukum

Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya 25 Op.cit. Hal. 378. 26 Ibid. Hal. 379. 27

Soerjono Soekanto. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 5.

(31)

44 terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Kepastian Hukum sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika melihat suatu permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum tidaklah semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja.28

2. Faktor Penegakan Hukum

Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum. Sayangnya dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan karena sikap atau perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau perbuatan lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum. Hal ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum tersebut29

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, Menurut Soerjono Soekanto bahwa para penegak hukum tidak dapat bekerja dengan baik, apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa

28

Ibid. Hal. 8

(32)

45 adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual30

4. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.

5. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsikonsepsi yang abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk (sehinga dihindari). Maka, kebudayaan Indonesia merupakan dasar atau mendasari hukum adat yang berlaku. Disamping itu berlaku pula hukum tertulis (perundangundangan), yang dibentuk oleh golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk itu. Hukum perundang-undangan tersebut harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat, agar hukum perundangundangan tersebut dapat berlaku secara aktif31

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum. Dari lima faktor penegakan hukum

30

Ibid. Hal. 37

31

Iffa Rohmah. 2016. Penegakkan Hukum. http://pustakakaryaifa.blogspot.com. Diakses : Pukul 17.20 WIB, Tanggal 16 Januari 2020

(33)

46 tersebut faktor penegakan hukumnya sendiri merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-undangnya disusun oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh masyarakat luas.32

Faktor kepentingan yang menyebabkan seseorang menaati atau tidak menaati hukum. Dengan kata lain, pola-pola prilaku warga masyarakat yang banyak mempengaruhi efektivitas perundang-undangan.

Apabila membicarakan masalah efektif atau berfungsi tdaknya suatu hukum dalam arti undang-undang atau produk hukum lainnya, maka pada umumnya pikiran diarahkan pada kenyataan apakah hukum tersebut benarbenar berlaku atau tidak dalam masyarakat. Dalam teori-teori hukum biasanya dapat dibedakan antara 3 macam hal berlakunya hukum sebagai kaidah mengenai pemberlakuan kaidah hukum menurut Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, bahwa: 33

a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau bila berbentuk menurut cara yang telah ditetapkan atau apabila menunjukan hubungan keharusan antara kondisi dan akibatnya. b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut

efektif artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak terima oleh warga masyarakat atau kaidah tadi berlaku karena diterima dan diakui oleh masyarakat. c. Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis artinya sesuai

dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.

32

ibid. Hal. 53

(34)

47 Persoalan penyesuaian hukum pada perubahan yang terjadi di dalam masyarakat merupakan bagaimana hukum tertulis dalam arti peraturan perundang-undangan karena harus diingat bahwa kelemahan dalam peraturan perundang-undangan itu susah termasuk didalamnya peraturan daerah yaitu sifatnya statis dan kaku. Dalam keadaan yang mendesak, peraturan perundang-undangan itu harus disesuaikan dengan perubahan masyarakat, akan tetapi tidak mesti seperti itu karena sebenarnya hukum tertulis atau perundang-undangan telah mempunyai senjata ampuh dalam kesenjangan tersebut, yang dimaksud dalam kesenjangan yaitu dalam suatu peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah ditetapkan adanya sanksi untuk mereka yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan daerah tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Orang yang paling berjasa membantunya dalam mengatasi pemberontakan yang dilakukan oleh Arya Penangsang yaitu Ki Ageng Pemanahan (putra dari Ki Ageng Ngenis dan

Terlihat, tindakan tidak sesuai dengan tuntunan dalam naskah, sikap yang tidak wajar, tidak meyakinkan, dan gerakan tidak beralasan3. Terlihat, tindakan sesuai dengan tuntunan

temperatur beton dan setting time beton pada perkerasan kaku yang menggunakan pemanfaatan air es dengan variasi suhu 5 o C, 10 o C, 15 o C, 20 o C dan 27 o C, sedangkan

Profil penyebaran logam berat disekitar TPA Wukirsari Gunungkidul pada tanggal 11 September 2015 menunjukan penyebaran logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) memiliki

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan tingkat pengetahuan mahasiswi semester VI tentang partograf dengan aplikasinya di Prodi DIII Kebidanan STIKES A.. Calon tenaga

Suhu yang dikondisikan pada praktikum ini adalah 20 0 C, yang bertujuan agar tidak seluruhnya kristal asam maleat akan mengendap, karena filtratnya akan digunakan untuk dibuat

Namun melalui penelitian ini, kecemasan tidak terbukti sebagai mediator pada hubungan antara efikasi diri dengan persistensi mahasiswa ketika mengerjakan

Melalui hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh nilai sig sebesar 0,000 yang berarti nilai sig lebih kecil dari 0,05 dan nilai T diketahui sebesar 1,521,