• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti pada penerjemahan karya sastra, penerjemahan ungkapan keagamaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Seperti pada penerjemahan karya sastra, penerjemahan ungkapan keagamaan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seperti pada penerjemahan karya sastra, penerjemahan ungkapan keagamaan memiliki kerumitan secara sintaksis dan kesulitan yang tinggi. Tidak bisa dipungkiri bahwa ungkapan yang bernuansa keagamaan memiliki kekhasan dengan tingkat kesulitan tersendiri. Banyak faktor mempengaruhi munculnya kesulitan-kesulitan tersebut. Salah satunya adalah bahwa ungkapan yang bernuansa keagamaan sarat dengan makna-makna sakral yang hanya dapat dipahami dengan baik oleh pemeluknya yang betul-betul menghayati ungkapan dan makna tersebut secara sungguh-sungguh di samping mempelajari dan mendalami nilai-nilai agama dan kepercayaan tadi.

Sebagai contoh, ungkapan bernuansa agama Islam dalam bahasa Arab “aqimisshalah” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “tegakkanlah shalat”. Penangkapan pembaca awam terhadap ungkapan tersebut barangkali akan sangat berbeda dengan apa yang dikehendaki oleh penulis bahasa sumber. Makna ungkapan tersebut seolah-olah mengandung pesan bahwa ada sesuatu yang bengkok sehingga perlu ditegakkan atau diluruskan kembali. Padahal ungkapan “tegakkanlah shalat” dalam konteks tersebut sebenarnya dapat mengandung pengertian menjalankan sesuatu pekerjaan, dalam hal ini ibadah shalat yang disertai pengamalan hidup sehari-hari sesuai dengan perintah dalam gerakan simbolik ibadah shalat. Jadi kalimat tersebut bukan “jalankan shalat” atau “kerjakanlah shalat”, melainkan ”tegakkanlah shalat”.

(2)

commit to user

Penerjemahan ungkapan yang bernuansa keagamaan merupakan sesuatu yang unik, pelik dan sangat sulit, sebagaimana yang diungkapkan Denys Johnson dalam Davies;

Translation is a difficult task, especially from languages as different in grammar, syntax and cultural background as Arabic and English. The difficulties are further increased when the task to hand is that of rendering into English as religious work such as the present one. In translating the hadits of the Prophet it is clearly necessary that the translator be possessed of such a breadth and depth of knowledge of the Arabic and English languages, together with a full understanding of the Islamic faith in all its aspects as are most unlikely to be found in a single person (Al-Jami‟ah,1992: 9).

Terlihat jelas bahwa apa yang diungkapan Denys Johnson tersebut menegaskan betapa sulitnya menerjemahkan ungkapan bernuansa keagamaan karena paling tidak penerjemah harus memahami tiga aspek sekaligus yakni, tatabahasa, dalam hal ini liku-liku kalimat, latar belakang budaya baik bahasa sumber maupun bahasa sasaran dan isi kandungan ungkapan. Kedalaman memahami makna dan bentuk masih harus ditunjang dengan kompetensi yang lain dalam memahami isi ungkapan yang diterjemahkan.

Pernyataan Denys Johnson di atas diperkuat oleh Sujatmiko bahwa penerjemahan teks-teks keagamaan merupakan masalah yang sensitif. Dari sisi iman, teks-teks keagamaan diyakini sebagai firman Illahi yang tidak boleh “diganggu gugat” dan harus dipertahankan baik bentuk maupun isinya. Namun dari sisi pembaca, ada kebutuhan yang sangat tinggi untuk dapat memahami Firman Illahi yang berbahasa “asing” itu dalam bahasa yang mudah dimengerti, yakni dalam bahasa ibu masing-masing.

Dari sisi literatur, teks-teks keagamaan mempunyai ciri yang unik dan kompleks. Dalam konteks semacam inilah, peran penting dunia penerjemahan mendapat tantangan beratnya (Sujatmiko, 2009: 1). Namun demikian, baik pernyataan Denys Johnson maupun Sujatmiko masih perlu dipertegas karena masih bersifat sangat umum sehingga belum bisa dijadikan alasan utama terhadap tingginya kesulitan

(3)

commit to user

menerjemah teks-teks bernuansa keagamaan. Keduanya tidak memberi alasan lebih rinci tentang aspek-aspek apa saja yang menyebabkan teks keagamaan memiliki derajat kesulitan tinggi.

Dari sisi pengguna, dalam hal ini sasaran pembaca (target reader) tidak dipilah secara tegas. Jika hasil terjemahan teks keagamaan dibaca oleh pembaca awam yang tidak memiliki pengetahuan memadai tentang kandungan teks tersebut tentu mereka akan menghadapi masalah serius. Bagi pembaca “khusus” yang dalam hal ini para penganut agama dan keyakinan secara taat, mendalami ilmu agamanya dan menguasai substansi teks agama tersebut, maka tentu sangat berbeda dengan pembaca kategori awam. Ini artinya bahwa seorang penerjemah khususnya teks keagamaan harus memiliki sasaran pembaca (target reader) yang jelas sehingga teks yang diterjemahkan mencapai sasaran secara optimal. Meskipun demikian, pernyataan keduanya telah memberi isyarat tentang betapa rumitnya penerjemahan teks yang mengandung ungkapan keagamaan.

Menerjemahkan merupakan pekerjaan sulit karena penerjemah dituntut minimal menguasai dua bahasa sekaligus, yakni bahasa sumber dan bahasa sasaran sekaligus dua budayanya. Menerjemah akan bertambah rumit lagi apabila ungkapan yang diterjemahkan adalah ungkapan bertemakan keagamaan yang sifatnya sangat spesifik, misalnya ungkapan tentang hadis dengan segala periwayatnya. Kerumitan itu tidak akan bisa dipecahkan manakala penerjemah tidak memiliki kedalaman kompetensi materi ilmu yang diterjemahkan secara memadai terhadap ungkapan keagamaan tersebut. Jika ungkapan tersebut berhubungan dengan hadis, maka penerjemah juga dituntut menguasai bahasa sumber yakni bahasa Arab sebagai bahasa hadist. Tanpa memiliki kompetensi memadai, maka seorang penerjemah akan mengalami kendala serius dalam menerjemahkan ungkapan bertemakan keagamaan tersebut.

(4)

commit to user

Kedalaman ilmu yang dimiliki penerjemah terhadap ungkapan-ungkapan khusus menjadi modal utama penerjemah bidang keagamaan. Kerumitan-kerumitan lain yang mewarnai proses penerjemahan juga akan muncul karena banyaknya faktor yang mempengaruhi, seperti perbedaan tatabahasa, sintaksis dan juga latar belakang budaya antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran. Oleh karena itu, kelemahan karya terjemahan yang bertemakan agama sering dijumpai karena faktor-faktor tersebut di atas.

Berdasarkan beberapa alasan di atas, tampaknya kritik dan evaluasi terhadap karya terjemahan bidang keagamaan sangat penting dan diperlukan dalam rangka memperbaiki kualitas terjemahan. Oleh karena itu, untuk mendukung ke arah hasil yang diinginkan, seorang penerjemah harus memiliki berbagai kompetensi, seperti kompetensi kebahasaan, kompetensi penguasaan substansi teks yang diterjemahkan, kompetensi penguasaan budaya kedua bahasa dan menguasai target pembaca yang disasar secara jelas.

Pada dasarnya hakikat penerjemahan bukan sekadar pengalihbahasaan, melainkan juga suatu usaha untuk menemukan padanan yang setepat mungkin dalam rangka menghasilkan ungkapan atau unsur ungkapan bahasa sasaran yang “benar” dan “berterima”. Memang diakui bahwa suatu hasil terjemahan yang “benar” dan “berterima” masih sangat tergantung oleh pengetahuan yang dimiliki pembaca. Oleh karena itu, penerjemahan yang “benar” dan “berterima” juga dipengaruhi oleh unsur-unsur antara lain pemilihan makna kata, istilah atau ungkapan yang kemudian disebut unsur bahasa atau unsur teks tersebut.

Faktor lain yang menentukan kualitas suatu terjemahan pada umumnya banyak dipengaruhi oleh sikap penerjemah di dalam mengambil keputusan. Keputusan yang diambil oleh penerjemah berdasarkan keyakinan yang dipegangnya menjadi faktor

(5)

commit to user

utama sebuah karya terjemahan terwujud. Dengan kata lain, kompetensi penerjemah menjadi faktor penentu terwujudnya karya terjemahan yang baik dan berkualitas. Jika seorang penerjemah memiliki kompetensi yang baik, maka terjemahan yang dihasilkannya tentu akan bagus, namun jika penerjemah tidak memiliki kompetensi secara memadai, baik kompetensi bahasa sumber maupun bahasa sasaran berikut budaya keduanya, maka terjemahan yang dihasilkanya tentu tidak berkualitas.

Dengan melihat berbagai faktor sebagaimana tersebut di atas, maka penerjemahan yang “benar” dan “berterima” menjadi sangat relatif dan subjektif. Hal utama yang harus dipahami oleh penerjemah bahwa seorang penerjemah adalah seorang mediator sebagaimana sebuah jembatan dalam komunikasi interlingual. Kehadirannya sangat dibutuhkan jika terjadi kesenjangan komunikasi antara penulis teks bahasa sumber dan pembaca teks bahasa sasaran.

Ketika penerjemah melakukan tugasnya, dia terlibat dalam suatu proses pengambilan keputusan dalam rangka menghasilkan suatu terjemahan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengambilan keputusan yang dilakukan oleh penerjemah berdasarkan apa yang telah diyakininya. Tepat tidaknya keputusan yang dibuatnya sangat ditentukan oleh kompetensinya. Kompetensi seorang penerjemah mencakup berbagai keterampilan, sementara keterampilan yang dimiliki seseorang bersifat proses, dengan demikian kompetensi seorang penerjemah bisa dilatihkan dan ditingkatkan (Nababan, 2007: 8).

Hasil sebuah karya terjemahan dapat dikatakan baik atau buruk, ketika karya tersebut telah sampai di tangan pembaca. Dalam pengertian ini, pembacalah yang menilai sebuah karya terjemahan tersebut. Oleh karena itu, seorang penerjemah di dalam menerjemahkan suatu teks perlu mempertimbangkan aspek sidang pembaca yang akan dituju. Di samping itu, seorang penerjemah tentu memiliki kecenderungan, apakah

(6)

commit to user

teks yang diterjemahkan lebih berorientasi ke bahasa sumber dengan tetap mempertahankan istilah-istilah khusus yang ada di dalam Bsu, atau ungkapan-ungkapan khusus di Bsu tersebut tetap diterjemahkan.

Kecenderungan penerjemah yang berorientasi ke bahasa sumber dengan tetap mempertahankan ungkapan-ungkapan khusus berarti penerjemah cenderung ke ideologi foreignisasi (foreignizing), tetapi jika ungkapan tersebut tetap diterjemahkan sehingga pembaca bahasa sasaran lebih diutamakan, maka ideologi yang dianut penerjemah cenderung ke domestikasi (domesticating).

Seorang penerjemah yang memiliki kecenderungan ideologi ke foreignisasi, kemungkinan besar menggunakan salah satu dari metode penerjemahan kata demi kata, metode penerjemahan harfiah, metode penerjemahan setia, atau metode penerjemahan semantis. Apabila seorang penerjemah memilih ideologi domestikasi, maka dia kemungkinan besar akan memilih salah satu dari metode penerjemahan adaptasi, metode penerjemahan bebas, metode penerjemahan idiomatis, atau menggunakan metode penerjemahan komunikatif.

Penggunaan metode bagi seorang penerjemah akan menentukan pemilihan teknik penerjemahan yang dipakai. Penggunaan metode dan pemilihan teknik merupakan suatu strategi untuk menghasilkan karya terjemahan karena disini strategi merupakan bagian dari proses di dalam menghasilkan karya terjemahan. Dari hasil terjemahan yang diproses melalui penggunaan metode dan pemilihan teknik tersebut akan terlihat kecenderungan penerjemah, apakah lebih cenderung ke bahasa sumber atau ke bahasa sasaran. Jika penerjemah lebih besar kecenderungannya ke bahasa dan budaya bahasa sumber, berarti penerjemah menganut ideologi foreignisasi. Sebaliknya, apabila hasil terjemahan tersebut lebih condong ke bahasa dan budaya bahasa sasaran, maka penerjemah memilih ideologi domestikasi.

(7)

commit to user

Pemilihan metode dan kecenderungan ideologi dalam penerjemahan sifatnya sebagai pilihan global dan bersifat relatif. Hubungannya dengan ideologi, Behrouz Karoubi menyatakan secara ekplisit.

The ideology of translation could be traced in both process and product of translation which are, however, closely interdependent. The ideology of a translation will be a combination of the content of the source text and the various speech acts represented in the source text relevant to the source context, layered together with the representation of the content, its relevance to the receptor audience, and the various speech acts of the translation itself addressing the target context, as well as resonance and discrepancies between these two „utterances. (Behrouz Karoubi, 2003: 2)

Ideologi domestikasi merupakan ideologi di dalam penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran, yakni bahwa terjemahan yang “benar”, “berterima”, dan “baik” adalah terjemahan yang sesuai dengan selera dan harapan pembaca yang menginginkan ungkapan terjemahan sesuai dengan budaya masyarakat bahasa sasaran.

Jadi ungkapan terjemahan harus dirasakan sebagai ungkapan asli, bukan karya terjemahan, termasuk muatan budaya yang ada di dalamnya pun harus dirasakan sebagai budaya bahasa sasaran. Seorang pembaca bisa menikmati ungkapan tersebut sesuai dengan budayanya, alur pikiran yang berkembang di dalam masyarakatnya dan tentu saja efek yang ditimbulkan juga sesuai dengan bahasanya yang dipakai pembaca ungkapan terjemahan tersebut. Contoh ideologi domestikasi sebagai berikut;

1. Bsu / I / 1 / 2 / 1

The subject of this evening‟s talk – “ what the Bible says about Muhammed 1) (

Peace be Upon Him) “ – will no doubt come as a surprise to many of you

because the speaker is a muslim. 1. Bsa / DD / I / 1 / 3/ 2

Tema pembicaraan sore ini “ apa yang dikatakan Injil tentang Muhammad 1)

Shallallahu Alaihi wa Sallam – tiada keraguan hal ini tentu mengejutkan

kebanyakan anda karena pembicara adalah seorang muslim.

Istilah 1) “Shallallahu Alaihi wa Sallam” merupakan istilah yang sudah sangat lazim. Istilah ini juga terdapat di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1996).

(8)

commit to user

Penerjemah menerapkan metode penerjemahan komunikatif, yakni penerjemah berupaya mempertahankan makna kontekstual bahasa sumber di dalam bahasa sasaran. Dengan berdasar pada dua hal tersebut bisa dikatakan bahwa ideologi yang digunakan adalah ideologi domestikasi. Contoh lain dapat disajikan sebagai berikut.

2. Bsu / II / 4 / 75 / 2

These are the only true bases on which the 137 “Kingdom of God “ can be established.

2. Bsa / ID / D / 4 / 85 / 1

Hanya atas dasar-dasar yang benar ini 137 “Kerajaan Tuhan” dapat dibangun.

Istilah “ Kerajaan Tuhan” merupakan istilah yang cukup populer terutama pada sidang pembaca dalam masyarakat Kristiani. Penerjemah berusaha mempertahankan amanat bahasa sumber di dalam bahasa sasaran sedekat mungkin agar bisa dipahami dengan mudah oleh sidang pembaca. Penerjemah berusaha mengalihkan pesan agar pembaca bahasa sasaran cepat menangkap makna sehingga “Kingdom of God“ diterjemahkan menjadi “Kerajaan Tuhan”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ideologi yang digunakan penerjemah cenderung ke ideologi domestikasi.

Bahkan Hoed menegaskan, kedua ideologi itu kelihatannya hadir bersama di masyarakat kita. Dia tidak melihat adanya dominasi salah satu ideologi secara mencolok. Masyarakat kita sangat terbuka akan kebudayaan yang datang dari luar, sehingga ideologi foreignisasi (foreignization) tidak ditolak, sedang ideologi domestikasi (domestication) memang sudah lama hidup dalam masyarakat kita, terbukti dari banyaknya adaptasi yang dilakukan sepanjang sejarah penerjemahan di negeri kita. Pengaruh terjemahan tetap hadir dari zaman ke zaman. Dari berbagai latar belakang dan argumentasi di atas dapat ditegaskan bahwa ungkapan bernuansa keagamaan yang dikaji dalam penelitian ini diharapkan memberikan masukan kontributif bagi dunia penerjemahan. Yang lebih fokus lagi tentunya bahwa penelitian ini menyangkut dua keyakinan besar yakni keyakinan Islam dan Iman Kristen. Dengan

(9)

commit to user

menggunakan teknik penerjemahan tertentu, selanjutnya akan diketahui jenis metode yang dipilih sebagai realisasi strategi menerjemah untuk menghasilkan karya terjemahan. Dengan demikian selanjutnya akan bisa diprediksi kecenderungan ideologi yang dianut penerjemah, apakah lebih besar cenderung kepada bahasa sumber yang demikian berarti berkiblat ke ideologi foreignisasi, atau lebih besar kecenderungannya ke bahasa sasaran sehingga aspek budaya dan bahasa pembaca terjemahan diutamakan. Jika demikian berarti ideologi penerjemah cenderung ke domestikasi.

Ideologi yang kedua adalah ideologi foreignisasi, yakni ideologi yang berorientasi pada bahasa sumber. Menurut ideologi ini, penerjemahan yang “benar”, “berterima”, dan “baik” adalah yang sesuai dengan selera dan harapan pembaca yang menginginkan kehadiran budaya bahasa sumber. Penerjemahan yang didasari oleh kecenderungan seperti ini dikenal dengan istilah “transferensi “ dan “decenterring”, yang oleh Venuti dikenal dengan istilah foreignisasi yaitu sebagai, “ an ethnodeviant pressure on those values to register the linguistic and cultural difference of the foreign text, sending reader abroad”. Contoh terjemahan yang menganut ideologi foreignisasi dapat dipaparkan sebagai berikut

3. Bsu / I / 1 / 4

He espatiated vigorously in order to convince his audience that the 5) “ Beast

666” mentioned in the Book of Revelation – the last book of the New Testament

– was the Pope, who was the vicar of Christ on earth.

3. Bsa / IF / I / 1 / 4 / 1

Dengan penuh semangat ia berbicara panjang lebar untuk meyakinkan pendengarnya bahwa “Beast 666” yang disebutkan dalam kitab wahyu tersebut kitab terakhir dari Perjanjian Baru – adalah Paus, Pendeta Kristus di bumi.

Istilah Bsa 137 “Beast 666” merupakan istilah yang masih asing. Istilah ini tidak ditemukan di dalam KBBI sebagai kamus rujukan baku bahasa Indonesia. Penerjemah menggunakan teknik peminjaman (borrowing). Teknik peminjaman adalah teknik penerjemahan dimana penerjemah meminjam kata atau ungkapan dari bahasa

(10)

commit to user

sumber. Teknik peminjaman yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan ungkapan di atas adalah teknik peminjaman murni (pure borrowing).

Teknik ini digunakan karena penerjemah tidak menemukan padanan ungkapan yang tepat dari Bsu ke Bsa. Dengan menggunakan tehnik penerjemahan peminjaman, maka metode penerjemahannya dengan metode penerjemahan terikat (kata demi kata). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kecenderungan ideologi yang dianut penerjemah adalah ideologi foreignisasi karena penerjemah lebih cenderung ke bahasa sumber. Contoh lain dapat ditampilkan sebagai berikut.

4. Bsu / I / 1 / 7 / 2

The answer was : „ in the first place Moses was a Jew and Jesus was also a Jew; secondly, Moses was a PROPHET and Jesus was also a PROPHET therefore Jesus is like Moses and that exactly what God had foretold Moses. “ 15) Soos Jy Is”

4. Bsa / IF / I / 1 / 9 / 3

Jawabannya adalah, “pertama, Musa adalah seorang Yahudi dan Yesus juga seorang Yahudi; kedua Musa adalah seorang Nabi dan Yesus juga seorang Nabi – karena itu Yesus seperti Musa dan itu tepat sekali seperti yang dikatakan Tuhan kepada Musa – 15 Soos Jy Is.

Istilah Bsa 15 “Soos Jy Is” merupakan istilah yang masih asing. Istilah ini tidak terdapat pada kamus Besar Bahasa Indonesia. Penerjemah menggunakan teknik peminjaman murni terhadap ungkapan bahasa sumber. Hal ini disebabkan sulitnya menemukan padanan yang tepat untuk istilah “Soos Jy Is”.Dengan menggunakan teknik peminjaman murni tersebut dimaksudkan agar makna yang terkandung di dalam ungkapan Bsu tidak mengalami distorsi sebagaimana dikehendaki oleh penulis bahasa sumber. Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka kecenderungan ideologi yang digunakan penerjemah adalah ideologi foreignisasi.

Kenyataan tersebut di atas sangat menarik untuk dikaji secara mendalam. Kedua ideologi tersebut sama-sama berpegang pada konsep “benar”, “berterima”, dan “baik” di dalam penerjemahan namun kedua ideologi tersebut tampak saling bertentangan.

(11)

commit to user

Berdasarkan gambaran kasus di atas, yang menjadi fokus kajian disertasi ini adalah ideologi dalam penerjemahan yang berkaitan dengan pemilihan metode dan penentuan teknik penerjemahan sebagai bentuk realisasi strategi proses penerjemahan untuk menghasilkan karya.

Dua ideologi baik ideologi domestikasi maupun foreignisasi dalam penerjemahan diyakini memiliki kekhasan masing-masing dan diyakini kebenarannya secara umum. Kedua ideologi ini juga merupakan salah satu masalah pilihan dalam penerjemahan, juga sebagai arah penentuan cara pandang dan tentu menjadi permasalahan penting dalam penerjemahan teks ungkapan keagamaan sebagaimana yang diteliti dalam disertasi ini.

Relativitas benar-salah dalam terjemahan ini mengakibatkan sulitnya menilai terjemahan. Newmark memilah-milah masalah dengan mengemukakan enam cara pandang tentang sebuah terjemahan. Yang pertama ialah translation as a science. Dalam pandangan ini, sebuah terjemahan salah atau benar berdasarkan kriteria kebahasaan sehingga kesalahannya bersifat mutlak. Cara pandang kedua ialah translation as a craft: penerjemahan sebagai suatu kiat. Dalam hal ini, hanya bisa dikatakan, sebuah terjemahan mempunyai tingkat keterbacaan yang lebih baik daripada yang lain. Namun demikian, ini sifatnya tidak mutlak.

Cara pandang ketiga ialah translation as an art: terjemahan sebagai proses penciptaan. Cara pandang ini biasanya terkait dengan penerjemahan sastra atau tulisan yang bersifat liris. "Penciptaan" dilakukan dengan mencari kata-kata atau ungkapan yang lebih "mengena". Cara pandang keempat ialah translation as a taste: terjemahan dipandang sebagai pilihan berdasarkan selera. Dengan demikian, pada kasus cara pandang pertama benar-salah dapat dikatakan "pasti", namun dalam hal cara pandang

(12)

commit to user

yang lain, harus ditanyakan alasan penerjemah memilih terjemahannya (Taryadi, 1: 2000).

Kenyataan yang ada adalah penerjemahan dapat dilakukan dengan berorientasi pada bahasa sumber ataupun bahasa sasaran. Kecenderungan seperti ini telah dipertegas oleh para pakar teori penerjemahan. Venuti (dalam Hoed, 2003: 5) mengatakan bahwa Nida dan Taber secara tegas berorientasi pada bahasa pembacanya. Bisa dikatakan mereka memilih ideologi domestikasi (Hoed, 2003) mengambil contoh puisi karangan Victor Hugo berjudul Le dernier jour d‟un condamde terbit dengan Judul Indonesia „Hari Terakhir Seorang Terpidana Mati‟ sebagai contoh foreignisasi. Alasannya adalah karena pembaca diajak mengalami pengalaman spiritual yang digambarkan oleh terpidana dalam puisi tersebut di Prancis, bukan pada bahasa sasaran, Indonesia atau negara lain. Dampak dari penggunaan metode domestikasi dan foreignisasi akan teruji dan tampak pada kualitas terjemahannya.

Kualitas terjemahan yang dimaksud oleh penerjemah diukur berdasarkan tiga kriteria, yakni accuracy, acceptability dan readability. Menilai kualitas terjemahan perlu dilakukan mengingat fungsi terjemahan menjadi penghubung dan alat komunikasi antara penulis ungkapan bahasa sumber dan pembaca ungkapan bahasa sasaran. Berhasil tidaknya sebuah terjemahan menjalankan fungsinya sebagai alat komunikasi akan sangat tergantung pada mutunya (Nababan, 2003). Dengan demikian, masalah kualitas ini memang perlu diangkat secara serius karena penerjemah yang kurang berkualitas akan memproduk hasil yang buruk yang bisa membuat hasil terjemahannya membingungkan bahkan menyesatkan pembaca.

Kualitas seorang penerjemah tercermin dari karya-karya yang telah dihasilkan dan dipublikasikan serta telah mendapat tanggapan dari publik pembaca. Secara umum, terjemahan yang dianggap sempurna adalah terjemahan yang mampu menciptakan

(13)

commit to user

bobot informasi yang sepadan sebagaimana teks aslinya (Nida, 1964), tetapi secara jujur dipertanyakan, adakah terjemahan yang sempurna yang bisa diterima mayoritas pembaca? Terlebih lagi ungkapan yang bernuansa keagamaan akan lebih sulit dan rumit.

Terjemahan dalam bidang agama memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena ungkapan-ungkapan yang bertemakan keagamaan akan menyentuh kebutuhan riil spiritual penganutnya, namun perlu disadari bahwa terjemahan bidang ini memang tidak mudah karena terkait dengan suatu keyakinan, sedangkan keyakinan merupakan pegangan hidup manusia yang paling hakiki dan bersifat sangat individual. Oleh karena itu, jika suatu ungkapan terjemahan mengalami kesilapan, maka hal ini akan membawa dampak negatif yang sangat besar terhadap pembacanya. Jika terjemahan itu salah, maka masyarakat penganutnya akan keliru juga memahami dan akhirnya terjemahan itu menyesatkan. Seorang penerjemah dalam bidang keagamaan dituntut untuk ekstra hati-hati karena pekerjaan penerjemahan ungkapan-ungkapan tersebut di samping berkaitan dengan struktur kalimat dan gaya bahasa juga isinya menyangkut persoalan keyakinan (Ismail Lubis, 2001). Dalam kaitan tersebut, maka penelitian ini memfokuskan pada dua buku yakni buku teks bahasa sumber The Choice: Islam and Christianity dan buku bahasa sasaran The Choice: Dialog Islam-Kristen.

Alasan pemilihan buku tersebut diantaranya (1) Buku ini adalah buku dakwah, dan berisi perdebatan antara para pendeta (Kristen) Ahmad Hoosein Deedat (Islam) yang memerlukan pertimbangan sangat khusus dalam penerjemahannya, (2) Perdebatan yang seru itu justru membawa efek “saling belajar” antara dua keyakinan yang berbeda dan akhirnya saling memahami posisi masing-masing sebagai umat Tuhan, (3) Buku ini mengandung banyak ungkapan budaya keagamaan yang menarik untuk diteliti, (4) Buku ini layak diangkat menjadi materi penelitian, karena penelitian bidang keagamaan

(14)

commit to user

secara bertahap bisa menumbuhkan rasa saling memahami (mutual understanding) antara dua keyakinan dan berkontribusi bagi perdamaian dunia.

Buku The Choice: Dialog Islam - Kristen sangat diminati oleh banyak pembaca. Alasan lain bahwa buku The Choice: Dialog Islam-Kristen banyak mengandung ungkapan-ungkapan budaya keagamaan yang sangat eksotis. Di balik keunikannya buku ini mengandung permasalahan yang kontroversial dari terjemahannya, namun begitu buku tersebut sangat fantastis oplahnya karena dalam waktu yang tidak lama buku tersebut mampu menarik minat pembaca yang begitu banyak dan sampai saat ini telah masuk cetakan ke enam belas. Namun dibalik kefantastikannya, terjemahan buku The Choice: Islam and Christianity ini mengandung permasalahan. Buku tersebut merupakan buku yang banyak peminatnya yang tentu saja mempengaruhi cara pandang dan emosi pembaca dalam skala yang luas.

Di sisi lain, masalah yang muncul dari sisi kualitas terjemahannya terutama pada terjemahan kalimat-kalimat yang di dalamnya terdapat ungkapan budaya keagamaan ditengarai terjadi penyimpangan. Oleh karena itu, dengan penelitian ini, peneliti berusaha menemukan titik terang tingkat penyimpangannya sebagai ukuran kualitas terjemahan dan minat pembaca yang begitu luas tersebut. Namun demikian, hasil suatu penelitian masih bisa dipersoalkan manakala penemuan baru memberi argumentasi lain yang lebih kuat. Hal ini tentu menarik untuk dikaji secara ilmiah sebagai sebuah bidang disiplin linguistik terapan yang memandang sebuah hasil terjemahan bersifat debatable. Oleh karena itu, dengan penelitian ini, akan dicari benang merah sehingga akan terlihat keunikan dan liku-likunya sebagai karya monumental penelitian bidang penerjemahan. Masalah tersebut sudah muncul dari judul buku tersebut. Contoh terjemahan yang bermasalah antara lain sebagai berikut:

(15)

commit to user Bsu: The Choice: Islam and Christianity Bsa: The Choice: Dialog Islam - Kristen

Dalam menerjemahkan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, penerjemah memasukkan kata “dialog” padahal kata tersebut tidak diketemukan di dalam bahasa sumber. Ada maksud tertentu yang dikehendaki penerjemah yang tidak mudah dipahami oleh pembaca teks terjemahan. Maksud dari keinginan penerjemah tersebut dapat dikatakan sebagai ideologi. Jika dicermati bahwa kata „dialog‟ mengandung makna pertukaran ide atau gagasan yang seimbang antara dua belah pihak atau lebih. Dengan demikian akan terjadi komunikasi seimbang antara dua pihak yang terlibat, sementara isi buku tersebut adalah sebuah misi dakwah dari seorang dai yang dia bersifat lebih aktif dibanding dengan lawan bicaranya. Sehingga buku The Choice: Islam and Christianity diterjemahkan menjadi The Choice:Dialog Islam-Kristen memunculkan beragam pendapat, baik yang memuji hasil terjemahan tersebut maupun yang kurang setuju. Oleh karena itu, mengingat buku ini merupakan buku bacaan yang bernuansa keagamaan dengan segmen pembaca luas, namun beberapa bagian penerjemahannya masih bermasalah, terutama pada bagian ungkapan khusus keagamaan, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara ilmiah. Penelitian disertasi ini berjudul: Teknik, Metode, dan Ideologi Penerjemahan Ungkapan Keagamaan dalam Buku The Choice: Islam and Christianity.

B. Rumusan Masalah

Agar penelitian ini jelas dan terarah, masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Teknik penerjemahan apa yang diterapkan dalam menerjemahkan ungkapan keagamaan yang terdapat dalam buku The Choice: Islam and Christianity ke dalam bahasa Indonesia?

(16)

commit to user

2. Metode penerjemahan apa yang dipilih dalam menerjemahkan ungkapan keagamaan yang terdapat dalam buku The Choice: Islam and Christianity ke dalam bahasa Indonesia?

3. Ideologi penerjemahan yang bagaimanakah yang dianut oleh penerjemah dalam menerjemahkan ungkapan keagamaan yang terdapat dalam buku The Choice: Islam and Christianity ke dalam bahasa Indonesia?

4. Bagaimanakah dampak dari teknik, metode, dan ideologi terhadap kualitas terjemahan yang dihasilkan dengan parameter keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan terjemahan?

C. Tujuan Penelitian

Bertolak pada permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menjelaskan teknik penerjemahan apa saja yang diterapkan dalam menerjemahkan ungkapan keagamaan yang terdapat dalam buku The Choice: Islam and Christianity ke dalam bahasa Indonesia,

2. menjelaskan metode penerjemahan yang ditetapkan dalam menerjemahkan ungkapan keagamaan yang terdapat dalam buku The Choice: Islam and Christianity ke dalam bahasa Indonesia,

3. menjelaskan ideologi penerjemahan yang dianut oleh penerjemah dalam menerjemahkan ungkapan keagamaan yang terdapat dalam buku The Choice: Islam and Christianity ke dalam bahasa Indonesia,

4. menilai dampak dari teknik, metode, dan ideologi penerjemahan tersebut terhadap kualitas terjemahan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis:

(17)

commit to user

(a) memberi masukan teoritis perihal teknik, metode, dan ideologi penerjemahan yang terkait dengan penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, terutama penerjemahan ungkapan keagamaan,

(b) memberi masukan teoritis perihal keterkaitan antara penerapan teknik, metode, dan ideologi penerjemahan dengan kualitas terjemahan, baik dalam hal keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan ungkapan keagamaan, dan

(c) memberi wawasan serta pandangan teoritis tentang faktor yang paling menonjol dan menentukan dari kompetensi penerjemahan dalam penerjemahan ungkapan keagamaan terhadap buku The Choice: Islam and Christianity ke dalam bahasa Indonesia.

2. Manfaat Praktis:

Secara praktis, penelitian ini menghasilkan temuan yang dapat bermanfaat, yaitu

(a) memberikan pandangan dan masukan bagi penerjemah khususnya penerjemah buku teks keagamaan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia agar lebih cermat, teliti dalam menentukan teknik, metode dan ideologi penerjemahan yang berdampak langsung terhadap kualitas terjemahan,

(b) memberikan pandangan dan masukan bagi penerbit, editor dan pengkritik karya terjemahan bidang keagamaan agar lebih bijak dan arif dalam mensikapi teks terjemahan ungkapan keagamaan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.

E. Batasan dan Keterbataan Penelitian

Penelitian ini diorientasikan pada produk atau hasil karya terjemahan. Meskipun penelitian ini menggunakan pendekatan kritik holistik namun aspek yang dominan dibahas adalah aspek objektif, sementara aspek genetik dan afektif tidak dibahas secara mendalam. Alasan mendasar mengapa aspek gentik tidak dibahas secara mendalam

(18)

commit to user

dikarenakan bahwa penelitian memfokuskan pada penelitian penerjemahan yang berorientasi pada produk, bukan pada proses. Dengan demikian, dari ketiga aspek dalam penelitian holistik, aspek objektif dan afektif lebih dominan dibahas dalam disertasi ini.

Kajian dengan pendekatan kritik holistik secara ideal memang berkaitan dengan ketiga aspek (genetik, objektif dan afektif), namun dalam realitanya peneliti mengalami kesulitan untuk memenuhi ketiga aspek tersebut. Dari alasan yang berdasar pada realita, maka dapat dikatakan bahwa kondisi seperti ini merupakan salah satu kelemahan pendekatan kritik holistik jika diterapkan di dalam penelitian bidang penerjemahan. Argumentasi yang lazim dikemukakan para peneliti kaitannya dengan ketiga aspek tersebut lebih banyak disebabkan oleh sulitnya memperoleh data banyak dan memadai dari penerjemah (genetik). Kesibukan penerjemah, lama waktu buku tersebit diterjemah dengan saat penerbitannya dan keterbatasan mengingat bagi penerjemah terhadap apa yang telah dikerjakan diwaktu silam menjadi kendala tersendiri bagi peneliti untuk mendapatkan data yang diinginkan.

Kaitannya dengan penelitian ini, objek kajian adalah teknik penerjemahan, metode penerjemahan, ideologi penerjemahan pada ungkapan keagamaan. Ungkapan yang keagamaan yang dikaji dalam penelitian ini sebatas pada pada satuan lingual kata dan frasa, tidak mengkaji klausa, kalimat dan teks. Setelah diketahui teknik yang digunakan dan metode yang dipilih penerjemah, selanjutnya akan terlihat kecenderungan penerjemah terhadap ideologi yang dianutnya. Dari teknik, metode dan ideologi tersebut akan berdampak pada kualitas terjemahannya.

Kualitas terjemahan tersebut akan dilihat dari tiga parameter, yakni parameter keakuratan pesan, parameter keberterimaan dan parameter keterbacaan terjemahan. Satuan terjemahan (translation unit) yang dikaji dibatasi pada ungkapan keagamaan

(19)

commit to user

yang terdapat dalam buku The Choice: Islam and Christianity dan dalam ungkapan terjemahan bahasa Indonesianya, The Choice: Dialog Islam-Kristen. Penelitian ungkapan keagamaan ini difokuskan pada tataran kata dan frasa. Mengingat dalam penelitian ini, peneliti kesulitan memperoleh data yang lengkap mengenai penerjemah, maka penelitian ini lebih terfokus pada aspek objektif dan afektif, namun demikian faktor genetik tetap mendapat porsi yang wajar dan seimbang.

Dengan demikian, pernyataan tentang teknik penerjemahan, metode penerjemahan, ideologi penerjemahan dan hal-hal yang menyangkut kualitas terjemahan disimpulkan berdasarkan kajian terhadap hasil produk dengan mengkaitkan penerjemahnya sebagai faktor genetik, pembaca sebagai faktor afektif dan ungkapan keagamaan itu sendiri sebagai faktor objektif.

F. Asumsi Penelitian

Data yang dikaji dalam penelitian ini bersumber dari buku ungkapan bidang keagamaan yang berjudul The Choice: Islam and Christianity yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi The Choice: Dialog Islam – Kristen, oleh Setiawan Budi Utomo. Karena buku ini diperuntukkan kepada pembaca peminat bidang keagamaan dan sosial budaya, maka diasumsikan bahwa istilah-istilah budaya keagamaan yang digunakan dalam buku terjemahan mempunyai tingkat keberterimaan yang tinggi. Diasumsikan pula bahwa tingkat keterbacaan buku terjemahan itu tinggi, dalam arti bahwa ungkapan tersebut mudah dipahami oleh pembaca bahasa sasaran. Namun karena penerjemah tidak berlatarbelakang pendidikan di bidang kebahasaan, maka tingkat keberterimaan terjemahan dari aspek kata dan frasa menjadi rendah dan demikian pula dengan tingkat keakuratan pengalihan pesannya.

(20)

commit to user G. Klarifikasi Istilah

Di dalam penelitian ini digunakan istilah di bidang kajian penerjemahan yang perlu diklarifikasi dan dipertegas untuk menghindari kesalahpahaman pemahaman. Dalam kenyataannya, dalam literatur teori penerjemahan, istilah tersebut muncul dalam bentuk yang bermacam-macam walaupun mengacu pada konsep yang sama. Bahkan ada pula istilah di bidang penerjemahan yang digunakan secara tidak konsisten. Keseluruhan istilah yang dimaksudkan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut.

Bahasa sumber (Bsu) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ungkapan-ungkapan keagamaan dalam bahasa Inggris yang terdapat dalam buku teks The Choice : Islam and Christianity. Sementara yang dimaksud dengan bahasa sasaran (Bsa) yang adalah ungkapan-ungkapan keagamaan dalam bahasa Indonesia sebagai hasil terjemahan dari bahasa sumber.

Teknik penerjemahan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah prosedur untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan terjemahan berlangsung dan dapat diterapkan pada berbagai satuan lingual (Molina & Albir, 2002). Di samping teknik, metode sangat berperan. Metode penerjemahan yang dimaksudkan dalam penelitian ini merupakan cara proses penerjemahan dilakukan dalam kaitannya dengan tujuan penerjemahan. Metode penerjemahan merupakan pilihan global yang mempengaruhi keseluruhan teks (Molina & Albir, 2002).

Ideologi penerjemahan yang dimaksudkan dalam penelitian merupakan gagasan, sudut pandang, mitos, dan prinsip yang dipercayai kebenarannya oleh kelompok masyarakat. Ideologi juga dapat diartikan sebagai nilai budaya yang disepakati dan dimiliki oleh kelompok masyarakat dan berfungsi sebagai landasan dalam berfikir dan bertindak. Ideologi yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah ideologi penerjemahan yang meliputi ideologi foreignisasi dan ideologi domestikasi. Ungkapan

(21)

commit to user

merupakan suatu ekpresi baik lisan ataupun tulis untuk menyatakan pendapat, gagasan dan perasaan.

Ungkapan adalah ekspresi kata yang terpisah dari arti harfiah. Keagamaan dalam penelitian ini merupakan kata yang berasal dari kata dasar “agama” yang artinya buah atau hasil kepercayaan dalam hati, yaitu ibadat yang muncul karena telah ada iktiqad lebih dahulu, dan patuh kerena iman. Kata “agama” mendapat awalan “ke” dan akhiran “an” menjadi “keagamaan”. Jadi arti keagamaan adalah buah atau hasil kepercayaan dalam hati yang hubungannya dengan kepercayaan atau keyakinan, yakni ibadah yang muncul karena telah ada iktiqad lebih dahulu, dan patuh kerena iman kepada Tuhan. Ungkapan keagamaan berarti ekspresi kata yang terpisah dari arti harfiah yang mengandung nuanasa keagamaan.

Kriteria ungkapan keagamaan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain (a)ungkapan tersebut mengandung unsur agama dari Islam atau yang berasal dari agama Kristen, (b) ungkapan tersebut menggambarkan nuansa religi, baik dari Islam maupun Kristen (c) ungkapan tersebut secara kontekstual mencerminkan adanya unsur keagamaan meskipun tidak diungkapkan secara ekplisit.

Penelitian ini adalah penelitian di bidang penerjemahan dalam arti penerjemahan yang berorientasi kepada produk. Jadi penelitian ini adalah penelitian produk, bukan proses karena data yang diteliti sudah tersaji, berupa data ungkapan keagamaan dalam teks bahasa sumber dan data ungkapan keagamaan dalam teks bahasa sasaran. Dari teks tersebut, yang menjadi fokus kajian penelitian terpusat pada satuan lingual kata dan frasa. Ini berarti bahwa satuan lingual yang berupa klausa dan kalimat tidak termasuk dalam penelitian ini.

Penelitian ini merupakan penelitian di bidang penerjemahan yang bertujuan untuk mengetahui dampak dari penerapan teknik dan metode dan ideologi terhadap

(22)

commit to user

kualitas terjemahan. Kualitas terjemahan yang dihasilkan penerjemah di dalam penelitian ini dilihat dari tiga parameter yang mencakup keakuratan pesan, keberterimaan dan keterbacaan terjemahan. Sebagai bentuk penelitian kualitatif di bidang penerjemahan, aspek penelitian ini mencakup tiga aspek, yakni genetik yang memfokuskan pada diri penerjemah, aspek objektif yang memfokuskan pada data yang berupa ungkapan keagamaaan, baik ungkapan bahasa sumber maupun ungkapan bahasa sasaran dan aspek afektif, yaitu aspek pembaca, baik pembaca pakar maupun pembaca awam. Oleh karena itu, tidak akan lengkap bila penelitian ini hanya menyoroti karya terjemahan saja tanpa meneliti penerjemahnya.

Dengan demikian, aspek genetik juga menjadi perhatian dalam penelitian ini meskipun data yang penulis peroleh dari penerjemah masih kurang memadai. Ungkapan keagamaan sebagai bahasa sasaran juga perlu dikaji karena setiap keputusan yang diambil penerjemah akan tercermin dalam karyanya, sedangkan pembaca, sebagai aspek afektif sebagai penikmat sekaligus penilai terhadap karya terjemahan yang dibacanya. Dari pembaca inilah dikaji tingkat keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan terjemahan.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui Quality Goal dalam sebuah perusahaan manufaktur yang telah memadai dalam meningkatkan kinerja kualitas perusahaan.. 1.4

Adanya praktik poligami suami yang istrinya menjadi tenaga kerja Indonesia di Desa Bulubrangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan, jika dipandang dalam hukum Islam tidak

The purpose of this study is to determine the optimum tensile strength of geotextile as the reinforcement in road embankment considering the allowable factor of safety

DLP ini menjadi polemik bagi profesi dokter, karena dokter umum yang merupakan produk dari pendidikan profesi kedokteran yang tadinya sudah layak bekerja sebagai dokter di

Peningkatan Keterampilan Membaca Memindai Melalui Metode SQ3R Berbantuan Media Kliping Pada Siswa Kelas V SD 1 Jepang Kudus .Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan

Predictors: (Constant), LOYALITAS_PELANGGAN, KEPUASAN_PELANGGAN Tabel 4.29 Uji Multikolinearitas Correlations LOYALITAS PELANGGAN KEPUASAN PELANGGAN. LOYALITAS_PELANGGAN

this study is to obtain a method of in vitro ger- mination of alfalfa seed, and the formulation of appropriate media for shoot induction and multiplication.. MATERIALS

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hadiratNya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul