• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN : ASUHAN

KEPERAWATAN PRENATAL DAN POSTNATAL PADA IBU

HAMIL DENGAN HIV/AIDS

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

IDA SRIHASTUTI 1106129796

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PROFESI ILMU KEPERAWATAN DEPOK

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN : ASUHAN

KEPERAWATAN PRENATAL DAN POSTNATAL PADA IBU

HAMIL DENGAN HIV/AIDS

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Profesi NERS

IDA SRIHASTUTI 1106129796

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PROFESI ILMU KEPERAWATAN DEPOK

(3)
(4)
(5)

Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas izin-Nya saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners yang berjudul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat

Perkotaan : Asuhan Keperawatan Prenatal Dan Postnatal Pada Ibu Hamil Dengan HIV/AIDS”. Penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini dilakukan untuk

memenuhi salah satu syarat agar mendapat gelar Profesi Keperawatan Universitas Indonesia. Saya bersyukur dapat menjalani proses penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini dan mendapatkan banyak pengalaman baru. Saya menyadari tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya akan mengucapkan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Ibu Hayuni Rahmah, S.Kp., MNS selaku dosen pembimbing saya yang telah memberikan masukan yang berharga, menyediakan waktu, pikiran dan kesabaran untuk membimbing saya dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini.

2. Ibu Kuntarti, S.Kp., M.Biomed, selaku koordinator program studi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

3. Ibu Vone beserta keluarga yang telah bersedia menjadi pasien kelolaan. 4. Staff pengajar FIK UI yang telah memberikan dukungan, informasi dan

materi selama perkuliahan, sehingga membantu saya dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini.

5. Pemerintah provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan saya moril dan material serta kesempatan kepada saya untuk dapat melanjutkan kuliah di FIK UI ini.

6. Pihak Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo yang telah memberikan tempat untuk melakukan penyusunan karya ilmiah akhir ners ini.

(6)

putus memberikan kasih sayang, doa dan dukungan sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini.

8. Orang tua dan mertua saya yang tidak pernah putus memberikan doa dan dukungan sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini. 9. Kakak-kakakku tercinta terima kasih atas semangat, doa dan segala

hal positif yang telah diberikan.

10. Teman-teman seperjuangan FIK UI Ekstensi angkatan 2011 yang selalu memberikan semangat satu sama lain. Semoga kita dimudahkan dalam mencapai cita-cita yang kita inginkan. Amin.

11. Teman-teman sekelompok peminatan keperawatan maternitas (Anna, Kiki, Linda, Lulu, Neneng, Ria, Sari, Titin, Very) yang selalu memberikan semangat satu sama lain.

12. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang turut membantu dalam penyelesaian karya ilmiah akhir Ners ini.

Saya berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penyelesaian karya ilmiah akhir Ners ini. Saya menyadari bahwa karya ilmiah akhir Ners ini masih memiliki kekurangan dari segi isi dan penulisan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk karya ilmiah akhir Ners ini. Semoga karya ilmiah akhir Ners ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kemajuan kesehatan di Indonesia.

Depok, 16 Juli 2014

(7)
(8)

Nama : Ida Srihastuti

Program Studi : Profesi Ilmu Keperawatan

Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Masyarakat Perkotaan : Asuhan Keperawatan Prenatal Dan Postnatal Pada Ibu Hamil Dengan HIV/AIDS.

Kehamilan dengan HIV/AIDS merupakan fenomena masalah kesehatan perkotaan. Asuhan keperawatan pada periode preinatal untuk perempuan dengan HIV/AIDS memiliki perbedaan dengan asuhan keperawatan kehamilan pada umumnya. Karya ilmiah akhir ini menggunakan studi literatur dan studi kasus. Masalah keperawatan utama yang ditemukan pada karya ilmiah akhir ners ini adalah cemas akan risiko penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi serta pencegahannya. Karya ilmiah ini telah menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan terkait pencegahan transmisi HIV dari ibu ke bayi adalah dengan memberikan edukasi sehingga dapat membantu klien dalam mengurangi kecemasannya pada kehamilan dengan HIV/AIDS.

(9)

Name : Ida Srihastuti

Study Program : Professional Science of Nursing

Title : Analysis of Urban Community Nursing Clinical Practice: Nursing Care Prenatal and Postnatal In Pregnant Women With HIV / AIDS.

Pregnancy with HIV / AIDS is a phenomenon of urban health problems. Nursing care in the perinatal period for women with HIV / AIDS have differences with pregnancy nursing care in general. This final scientific work using literature review and case studies. Major nursing problems found at the end of the scientific work nurses are worried about the risk of transmission of HIV / AIDS from mother to baby and prevention. This scientific work has shown that interventions related to the prevention of HIV transmission from mother to infant is to provide education that can assist clients in reducing anxiety in pregnancy with HIV / AIDS.

(10)

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

KATA PENGANTAR...iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...vi

ABSTRAK...vii ABSTRACT...viii DAFTAR ISI...ix DAFTAR LAMPIRAN...xi 1. PENDAHULUAN...1 1.1.Latar Belakang...1 1.2.Perumusan Masalah...5 1.3.Tujuan Penulisan...6 1.4.Manfaat Penulisan...7 1.4.1. Keperawatan...7 1.4.2. Pendidikan...7

1.4.3. Orang dengan HIV/AIDS...7

1.4.4. Penulis...7

2. STUDI KEPUSTAKAAN...8

2.1.Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan...8

2.2.HIV/AIDS...9

2.2.1. Definisi HIV/AIDS...9

2.2.2. Penyebab HIV/AIDS...9

2.2.3. Faktor risiko dan cara penularan...10

2.2.4. Manifestasi klinis HIV/AIDS...10

2.2.5. Pengobatan...11

2.3.Aspek fisik, psikologis dan sosial klien HIV/AIDS...12

2.4.HIV dalam kehamilan...13

2.4.1. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA)...15

2.4.2. Penatalaksanaan HIV/AIDS pada kehamilan...17

2.5.Asuhan keperawatan ibu hamil dengan HIV positif ...19

2.5.1. Pengkajian...20

2.5.2. Diagnosa keperawatan ibu hamil dengan HIV/AIDS...20

2.5.3. Intervensi keperawatan...21

2.5.4. Evaluasi keperawatan...22

3. TINJAUAN KASUS KELOLAAN UTAMA...23

3.1.Gambaran kasus...23

3.2.Asuhan keperawatan prenatal...24

(11)

3.2.4. Implementasi dan evaluasi...31

3.3.Asuhan keperawatan postnatal...33

3.3.1. Pengkajian...33

3.3.2. Diagnosa keperawatan postnatal...37

3.3.3. Intervensi keperawatan...38

3.3.4. Implementasi dan evaluasi...40

3.3.5. Kunjungan rumah...45

4. ANALISIS SITUASI...46

4.1.Profil lahan praktek...46

4.2.Analisis masalah keperawatan...47

4.3.Analisis intervensi keperawatan...51

4.4.Alternatif pemecahan masalah...54

5. PENUTUP...55

5.1.Kesimpulan...55

5.2.Saran...56

DAFTAR PUSTAKA...57 LAMPIRAN

(12)

Lampiran 1 Lembar pengkajian prenatal. Lampiran 2 Lembar analisa data prenatal

Lampiran 3 Lembar intervensi keperawatan prenatal. Lampiran 4 Lembar implementasi dan evaluasi Lampiran 5 Lembar kunjungan rumah prenatal Lampiran 6 Lembar pengkajian postnatal Lampiran 7 Lembar analisa data postnatal

Lampiran 8 Lembar intervensi keperawatan postnatal Lampiran 9 Lembar implementasi dan evaluasi Lampiran 10 Lembar hasil pemeriksaan laboratorium

(13)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan sindrom immunodefisiensi dari penyakit yang disebabkan oleh Human Immuno Deficiency Virus (HIV) yang dapat melemahkan sistem imun (Corwin, 2007). Kondisi ini membuat tubuh penderita menjadi lebih rentan terhadap berbagai penyakit. Pendapat dari sumber lain mengatakan bahwa AIDS adalah disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang mengakibatkan melemahnya sistem kekebalan tubuh seseorang sehingga dapat menyebabkan kematian (Smeltzer & Bare, 2002).Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa HIV mengakibatkan melemahnya sistem imune tubuh sehingga tubuh lebih mudah terserang penyakit penyerta yang akhirnya menjadi AIDS, dengan kondisi terburuk sampai dengan kematian.

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2011 angka kejadian orang dengan HIV/AIDS di dunia mencapai angka 11 juta orang (WHO, 2012). Berbeda dengan angka kejadian yang terjadi di dunia pada tahun 2011, sedangkan di Indonesia secara kumulatif angka kasus HIV/AIDS terhitung dari 1 April 1987 sampai dengan 31 Desember 2013 adalah 127.416 kasus HIV dan 52.438 kasus AIDS dan kematian sebanyak 9.585 orang (Direktorat Jendral PP & PL Kemenkes, 2014). Di Indonesia dari 32 provinsi, DKI Jakarta memiliki kasus tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain. Jumlah kumulatif kasus HIV sebanyak 28,790 dan AIDS sebanyak 7, 477 kasus yang terdapat di DKI Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian HIV/AIDS di Indonesia banyak terjadi di kota-kota besar yang merupakan menjadi suatu masalah perkotaan.

Urbanisasi merupakan salah satu faktor pemicu perkembangan kota. Urbanisasi yang tinggi menjadikan lahan pemukiman semakin sempit, pemukiman yang

(14)

padat dan tata ruang kota yang buruk. Mobilitas penduduk merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam mempercepat penularan HIV/AIDS di suatu daerah.

Pembangunan fisik yang dilakukan di daerah urban dan lapangan kerja yang sempit di daerah pedesaan, menyebabkan arus urbanisasi ke kota-kota besar Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Pekerja di daerah industri dan proyek pembangunan fisik didominasi oleh laki-laki, sedangkan kelompok perempuan mendominasi pekerjaan domestik. Dominasi dari satu jenis kelamin di setiap jalur urbanisasi menunjukkan bahwa para pendatang ini hidup membujang dan berpotensi untuk berperilaku risiko tinggi, seperti wanita penjaja seks atau lelaki penjaja seks dan gay yang tanpa disadari bahwa mereka akan terkena HIV.

Jumlah kasus HIV ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan, terutama pada kelompok yang rawan tertular HIV. Kelompok rawan tertular HIV yang diidentifikasi antara lain adalah : pengguna napza suntik, wanita penjaja seks, lelaki pelanggan dari wanita penjaja seks, lelaki penjaja seks dan gay, waria penjaja seks dan pelanggannya, serta pasangan seks dari keompok beresiko tersebut (Mulyana, 2008). Peningkatan jumlah kasus tersebut disebabkan karena tingkat penularan penyakit yang cukup besar terutama melalui dua jalur utama penularan HIV/AIDS, yaitu jalur penularan melalui hubungan seksual beresiko dan jalur penularan pada pengguna napsa suntik. Kedua jalur penularan ini berhubungan dengan perilaku dan gaya hidup masyarakat perkotaan akibat pengaruh globalisasi (Komisi penanggulangan AIDS Nasional, 2003)

Kasus pertama bayi tertular HIV dilaporkan pada tahun 1996 di Jakarta dari seorang ibu yang mendapat pendampingan dari Yayasan Pelita Ilmu (YPI) dan melahirkan anaknya di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Penularan HIV dari ibu ke bayi saat ini bertambah terus seiring dengan meningkatnya perempuan yang terinfeksi HIV, hal tersebut ditunjukkan berdasarkan data dari Dirjen PP & PL Kemenkes 2014 adalah jumlah kasus AIDS dengan faktor risiko transmisi perinatal (dari ibu dengan HIV kepada bayinya) sebanyak 1,438 kasus. Angka ini menunjukkan peningkatan dua kali lipat dari 3 tahun sebelumnya yaitu 742 kasus.

(15)

Kasus HIV/AIDS di Indonesia makin meningkat dan dipastikan akan meningkatkan jumlah bayi terinfeksi HIV di masyarakat.

Jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual yang tidak aman, yang akan menularkan HIV pada pasangan seksualnya. Pada ibu hamil, HIV bukan hanya merupakan ancaman bagi keselamatan jiwa ibu, tetapi juga merupakan ancaman bagi anak yang dikandungnya karena penularan yang terjadi dari ibu ke bayinya. Di banyak negara berkembang, HIV merupakan penyebab utama kematian perempuan usia reproduksi begitu pula yang terjadi di Indonesia yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak.

HIV/AIDS dapat ditularkan melalui beberapa cara yang salah satunya adalah melalui ibu hamil positif HIV kepada bayi yang dikandungnya atau yang dikenal dengan “Mother to Child HIV Transmission” yang disingkat menjadi MTCT. Virus HIV dapat ditularkan dari ibu HIV kepada anaknya selama masa kehamilan, pada saat persalinan atau pada saat menyusui. Di negara maju risiko penularan dari ibu ke anak dapat ditekan hingga kurang dari 2% karena layanan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) tersedia dan dilaksanakan secara optimal. Namun di negara berkembang atau negara miskin, dengan minimnya akses terhadap pelayanan, risiko penularan berkisar antara 25% - 45%. Rendahnya pengetahuan dan informasi tentang penularan dari ibu ke anak dapat dilihat di Riskesdas 2010 yang menunjukkan bahwa persentase penduduk yang mengetahui bahwa HIV/AIDS dapat ditularkan dari ibu ke anak selama hamil 38,1 %, saat persalinan 39 % dan saat menyusui 37,4 % (Depkes, 2010).

Program pencegahan penularan dari ibu ke bayi, dikenal dengan Prevention of Mother-to- Child Transmission of HIV (PMTCT) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan tahun 2005, pada dasarnya adalah suatu usaha mencegah terjadinya penularan HIV dari ibunya ke bayi. Program PMTCT saat ini dikenal dengan PPIA terdiri dari 4 pilar yang antara lain adalah mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif, mecegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu dengan HIV, mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu

(16)

hamil dengan HIV kepada bayinya yang dikandung dan memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengsn HIV/AIDS beserta bayi dan keluarganya.

Cara persalinan harus berdasarkan pedoman yang sudah ditentukan dengan memperhatikan usia kehamilan, kondisi kesehatan ibu dan janin, jumlah virus di dalam tubuh, pengobatan yang didapatkan ibu selama kehamilan (American College of Obstetricians and Gynecologist, 2000). Bayi yang dikandung seorang ibu HIV positif, kemungkinan besar akan tertular baik selama kehamilan, persalinan, maupun setelah persalinan. Terdapat beberapa faktor penting yang memegang peranan dalam proses penularan HIV, yang pertama adalah faktor maternal (faktor ibu), kedua faktor bayi yang dikandung, dan ketiga cara penularannya. Faktor yang paling utama mempengaruhi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi adalah kadar virus HIV di dalam darah. Faktor bayi yang mempengaruhi penularan HIV adalah usia kandungan saat bayi dilahirkan dan berat bayi saat lahir. Faktor lain yang mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak adalah cara penularannya, dimana sebagian besar terjadi saat persalinan berlangsung.

Cara persalinan ibu hamil HIV positif yang lebih dianjurkan adalah dengan operasi, sebab dengan persalinan melalui operasi akan meminimalkan kontak kulit dan mukosa membran bayi dengan serviks (leher rahim) dan vagina, sehingga semakin kecil resiko penularan (Mulyana,2008). Menurut Prof. Dr.dr. Samsuridjal Djauzi dari kelompok studi khusus (Pokdisus) AIDS Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RSCM, penularan HIV dari ibu hamil ke bayinya dapat dicegah dengan cara ibu hamil harus minum ARV, menjalani proses persalinan dengan operasi caesar, dan pemberian susu formula pada bayi (Subroto, 2013). Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian Setiawan (2009), Gondo (2011) dan Nir uri (2011) yang menjelaskan bahwa PMCTCT yang telah dilakukan antara lain penggunaan ARV perinatal pada ibu hamil yang diketahui positif terinfeksi HIV, persalinan secara seksio saesaria, pemberian ARV profilaksis pada anak, pemberian susu formula pada anak dan pemeriksaan diagnostik HIV pada

(17)

anak terbukti efektif dalam pencegahan penularan HIV secara vertikal dari ibu kepada anaknya yang dilahirkan.

Selama 5 minggu dinas di ruang post partum lantai II gedung A zona B RSUPN Cipto Mangunkusumo didapatkan data dari bulan Januari sampai dengan Juni 2014 kasus ibu hamil dengan HIV/AIDS berjumlah 36 kasus yang dilakukan operasi seksio caesaria. Oleh karena itu karya ilmiah ini akan menganalisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan dalam memberikan asuhan keperawatan pre dan post natal pada ibu hamil dengan HIV/AIDS di ruang post partum lantai II gedung A zona B RSUPN Cipto mangunkusumo.

1.2 Perumusan Masalah

Jumlah kasus ibu hamil dan melahirkan dengan HIV dari tahun ke tahun semakin meningkat baik di dunia maupun di Indonesia. HIV/AIDS dapat ditularkan melalui beberapa cara yang salah satunya adalah melalui ibu hamil positif HIV kepada bayi yang dikandungnya atau yang dikenal dengan “Mother to Child HIV Transmission” yang disingkat menjadi MTCT. Oleh karena itu baik WHO dan pemerintah Indonesia mempunyai progran pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi disebut dengan “Prevention of Mother to Child Transmission of HIV” (PMTCT) yang sekarang dikenal dengan PPIA antara lain mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif, mecegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu dengan HIV, mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV kepada bayinya yang dikandung dan memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengsn HIV/AIDS beserta bayi dan keluarganya.

Jika program PPIA tidak dilaksanakan dengan baik maka akan mempercepat penularan ibu hamil HIV kepada bayinya. Untuk itu diperlukan pendidikan dan keahlian dari tenaga kesehatan dalam melaksanakan program tersebut, salah satunya yaitu peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dalam mengatasi masalah tersebut. Berdasarkan fenomena tersebut maka rumusan masalah karya ilmiah ini adalah asuhan keperawatan prenatal dan

(18)

1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum karya ilmiah ini adalah untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan pada prenatal dan postnatal pada ibu hamil dengan HIV/AIDS.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun selain tujuan umum, penelitian ini juga mempunyai tujuan secara khusus yang antara lain :

1) Menggambarkan hasil pengkajian prenatal dan postnatal pada Ny. V dengan HIV/AIDS di ruang post partum lantai II gedung A zona B RSUPN Cipto Mangunkusumo.

2) Menggambarkan identifikasi masalah keperawatan prenatal dan postnatal pada Ny. V dengan HIV/AIDS di ruang post partum lantai II gedung A zona B RSUPN Cipto Mangunkusumo.

3) Menggambarkan intervensi keperawatan prenatal dan postnatal pada Ny. V dengan HIV/AIDS di ruang post partum lantai II gedung A zona B RSUPN Cipto Mangunkusumo.

4) Menggambarkan teknik pemberian asuhan keperawatan prenatal dan postnatal pada Ny. V dengan HIV/AIDS di ruang post partum lantai II gedung A zona B RSUPN Cipto Mangunkusumo.

5) Menggambarkan analisis tindakan keperawatan yang digunakan untuk mencegah penularan HIV dari ibu kepada bayinya, pada Ny. V dengan prenatal dan postnatal dengan HIV/AIDS di ruang post partum lantai II gedung A zona B RSUPN Cipto Mangunkusumo.

(19)

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Keperawatan

Karya ilmiah akhir ini dapat menjadi sumber informasi bagi perawat, khususnya di ruang lingkup keperawatan maternitas dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien ibu hamil dengan HIV/AIDS.

1.4.2 Pendidikan

Karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk institusi pendidikan sebagai masukan untuk mempersiapkan anak didiknya sebagai calon perawat yang profesional dalam memberikan asuhan keperawatan, khususnya pada kasus prenatal dan postnatal pada ibu hamil dengan HIV/AIDS guna mencegah penularan dari ibu ke bayinya.

1.4.3. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)

Karya ilmiah ini berguna sebagai sumber pengetahuan tentang kehamilan dengan Sindroma Defisiensi Imun Akut atau SIDA pada kalangan ODHA sehingga dapat meminimalkan berbagai risiko yang mungkin terjadi selam kehamilan dan dapat mempertimbangkan berbagai masalah fisik maupun psikososial yang akan dihadapi selama periode prenatal dan postnatal.

1.4.4. Penulis

Karya ilmiah ini dapat menambah wawasan dan pengalaman belajar bagi mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan maternitas pada ibu hamil dengan HIV/AIDS di periode prenatal dan postnatal secara holistik dan profesional.

(20)

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1.Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan

Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Masyarakat perkotaan merupakan suatu komunitas yang tinggal di perkotaan dengan semua keadaan dan kondisi yang ada di lingkungan kota. Jumlah masyarakat perkotaan bertambah setiap tahunnya dipengaruhi oleh jalur urbanisasi. Urbanisasi merupakan salah satu faktor pemicu perkembangan kota. Keinginan mendapatkan penghasilan yang lebih baik untuk mencukupi kebutuhan hidup merupakan penyebab utama terjadinya urbanisasi.

Urbanisasi merupakan salah satu faktor pemicu perkembangan kota. Keinginan mendapatkan penghasilan yang lebih baik untuk mencukupi kebutuhan hidup merupakan penyebab utama terjadinya urbanisasi. Di perkotaan mempunyai peluang besar untuk mencari lapangan pekerjaan dan fasilitas yang lengkap untuk dapat bertahan hidup, sehingga menyebabkan orang mencari pekerjaan di kota. Pertambahan jumlah penduduk yang tinggi di kota menimbulkan berbagai masalah sosial. Masalah ini disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk yang begitu cepat, dibandingkan dengan peningkatan jumlah lapangan kerja.

Penyebaran HIV/AIDS terutama di kota metropolitan seperti Jakarta terjadi akibat adanya mobilitas penduduk. Perpindahan penduduk sering melibatkan pemisahan antar suami dengan istri untuk jangka waktu lama sehingga sang suami menggunakan jasa pekerja seks komersial selama terpisah dari istri. Kota-kota besar di Indonesia mendapatkan kasus HIV berasal dari kelompok pengguna narkoba suntikan, sebagian besar laki-laki yang rentang usianya antara 15 sampai 25 tahun. Di RSCM sekitar 78 % pasien laki-laki yang terinfeksi HIV berasal dari kelompok narkoba suntikan, sedangkan 72 % perempuan terinfeksi HIV tertular

(21)

HIV dari pasangan seksualnya (suami) (Djauzi, S et all 2003). Hal ini dibuktikan dari Komisi penaggulangan AIDS (2013) yang mengatakan bahwa praktik penyalahgunaan narkotika melalui jarum suntik, perilaku seks bebas, pelacuran dan penularan melalui benda-benda terkontaminasi lainnya yang banyak terjadi di perkotaan mengakibatkan jumlah HIV/AIDS di masyarakat perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan, seperti yang terjadi di beberapa kota-kota besar di Indonesia.

2.2.HIV/AIDS

2.2.1. Definisi HIV/AIDS

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan sindrom immunodefisiensi dari penyakit yang disebabkan oleh Human Immuno Deficiency Virus (HIV) yang dapat menyebabkan melemahnya sistem imun (Corwin, 2007). Sedangkan AIDS terjadi ketika sistem imun penderita HIV sebagian besar mengalami kerusakan, kesulitan melawan penyakit-penyakit, serta kanker (Center of Disease Control and Prevention, 2012). Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa AIDS disebabkan oleh HIV yang menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh seseorang sehingga dapat berakhir pada kematian (Smeltzer & Bare, 2002). Munculnya sindrom ini erat hubungannya dengan berkurangnya zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi seketika melainkan 5-10 tahun setelah seseorang terinfeksi HIV.

2.2.2. Penyebab HIV/AIDS

Ada dua jenis HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua jenis HIV tersebut ditransmisikan dengan cara yang sama dan terkait infeksi oportunistik yang serupa, meskipun mereka berbeda dalam efisiensi transmisi dan tingkat perkembangan penyakit. HIV-1 merupakan penyebab mayoritas infeksi di dunia, sedangkan HIV-2 banyak ditemukan di Afrika Barat kurang mudah menular dan

(22)

berkembang lebih lambat menjadi AIDS daripada HIV-1. Seseorang bisa terinfeksi HIV kedua jenis secara bersamaan (UNICEF, 2009; Price, 2006).

2.2.3. Faktor Risiko dan Cara Penularan

Cara penularan HIV/AIDS menurut Black & Hawks (2009) antara lain: 1) Kegiatan Seksual

Penularan ini terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman antara orang dengan HIV/AIDS dengan orang lain yang sehat. Terjadi pada kelompok heteroseksual, homoseksual, pasangan seks yang berganti-ganti, adanya luka pada daerah genetalia akan meningkatkan risiko peningkatan tertular virus HIV.

2) Terpapar darah dan cairan tubuh klien HIV/AIDS

Melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian tanpa disterilkan. Penularan HIV juga berisiko terjadi pada petugas kesehatan karena sering terpapar dengan caitan tubuh klien HIV/AIDS baik melalui jarum suntik dan alat kesehatan lainnya, seperti kateter, kondom, atau NGT.

3) Secara vertikal dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.

Penularan ini dapat terjadi selama kehamilan, proses melahirkan per vaginam dan selama periode post partum melalui proses menyusui.

2.2.4. Manifestasi klinis HIV/AIDS

Proses dari mulai terjadinya infeksi HIV hingga menjadi AIDS mengalami beberapa proses atau fase. Menurut Price & Wilson (2002) mengungkapkan fase yang terjadi pada orang HIV/AIDS memiliki empat fase pada orang dewasa yang antara lain:

1) Fase Infeksi Akut (Window Period)

Fase ini terjadi setelah terinfeksi, melewati fase infeksi primer. Rentang waktu kira-kira 1-6 bulan. Fase ini asimptomatik dengan berkembangnya

(23)

HIV di dalam tubuh. Gejala lainnya yaitu limfadenopati meluas menjadi persisten. Fase ini tidak dapat dilakukan tes HIV disebabkan karena belum terdeteksi virus HIV, sehingga seseorang dapat melakukan aktivitas normal tanpa gejala sisa.

2) Fase Asimptomatik

Rentang waktu fase ini sekitar 2-10 sejak terinfeksi. Fase kedua mulai terjadi penurunan berat badan, infeksi saluran pernafasan atas yang berulang, herpes zooster, ulkus mulut berulang, dermatitis seboroik, dan infeksi jamur kuku.

3) Fase Simptomatik

Fase ketiga ini terjadi penurunan berat badan > 10%, lebih dari satu bulan diare kronis tanpa penyebab, demam bisa intermitten atau tetap selama sebulan lebih, kandidiasis oral persisten, tuberkulosis paru, infeksi yang berat (empiema, meningitis, infeksi tulang atau sendi, pneumonia), infeksi mulut, serta penurunan komponen darah.

4) AIDS

Fase ini mencapai akhir dari kondisi seseorang yang terkena HIV/AIDS yaitu penurunan berat badan < 10% dari berat badan semula, disertai salah satu dari diare kronik tanpa penyebab yang jelas > 1 bulan kejadian, kelemahan kronik, dan demam yang berkepanjangan tanpa diketahui penyebabnya serta komplikasi lainnya yang semakin membuat menurunnya kondisi seseorang.

2.2.5. Pengobatan

Obat-obat Antiretroviral (ARV) bukan untuk mengobati HIV/AIDS, tetapi cukup untuk memperpanjang hidup pasien HIV/AIDS. Sebelum penggunaan obat-obatan ARV sebaiknya dilakukan pemeriksaan CD4 di dalam tubuh terlebih dahulu. Permulaan pengobatan ARV secara medis biasanya direkomendasikan ketika

(24)

jumlah sel CD4 kurang dari atau sama dengan 200. Untuk lebih efektif, sebaiknya obat-obat RV dikonsumsi secara kombinasi. Kombinasi dari ARV tersebut antara lain (Timby, Scherer, & Smith, 1999 dalam Hayati, 2009) : Reverse Transkriptase Inhibitors (RTI) berguna untuk menghambat replikasi virus dan Protease Inhibitor (PI) berguna untuk menurunkan pelepasan partikel virus ke dalam sirkulasi darah.

2.3.Aspek fisik, psikologis dan sosial klien HIV/AIDS

Aspek fisik selalu berkaitan dengan aspek lainnya. Pada sistem kardiovaskuler terdapat tanda-tanda perubahan tekanan darah menurunnya volume nadi perifer. Pada aktivitas fisik dan istirahat terjadi kelemahan otot yang merupakan respon fisiologis. Pada sistem neurosensori terjadi pusing, sakit kepala, perubahan status mental, tidak mampu mengingat serta penurunan konsentrasi. Pada sistem pernafasan dapat ditemukan adanya batuk, nafas pendek, sesak dan adanya sputum. Pada sistem eliminasi terjadi kehilangan cairan akibat keringat berlebihan, diare yang terus menerus. Asupan nutrisi kurang sebagai akibat penurunan nafsu makan yang dapat memperburuk kondisi pasien. Selain itu juga akan terjadi penurunan daya tahan dan kekuatan tubuh (Doenges, 2000).

Masalah psikologis pada pasien HIV/AIDS adalah terjadinya syok, takut, stress, cemas, menyalahkan diri sendiri, menyangkal, kehilangan harapan, depresi, takut menghadapi masa depan, kematian dan berduka. Stres yang berlarut-larut dalam intensitas yang tinggi dapat memperberat penyakit fisik dan mental pasien, yang akhirnya dapat menurunkan produktifitas kerja dan hubungan interpersonal (Feris, 2001 dalam Hayati, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Wiwiek (2006) dalam Hayati (2009) tentang mekanisme koping Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dalam menghadapi stress terhadap penyakitnya, diketahui bahwa ODHA akan mengalami stress sepanjang hidupnya, mereka akan mengalami kebimbangan dalam hidupnya, dan berfikiran bahwa seolah-olah hanya menunggu waktu sampai ajal menjemput. Respon psikologis yang dirasakan oleh ibu dengan HIV pada saat hamil terutama kecemasan tentang kondisi kesehatannya, bayi yang

(25)

akan dilahirkan, hubungan dengan pasangan, dukungan keluarga, kondisi anggota keluarga yang lain, pembiayaan, pelayanan yang akan didapatkan. Pertanyaan yang muncul terhadap kondisi bayinya adalah apakah bayinya akan sehat?, apakah bayinya akan terinfeksi HIV? (Kennedy, 2003).

Aspek sosial pasien HIV/AIDS meliputi masalah-masalah yang terjadi pada kehidupan sosial yaitu adanya stigmatisasi, diskriminasi, isolasi dan tidak dapat mengakses layanan kesehatan. Situasi yang lain dari ODHA adalah lebih suka mengisolasi sendiri dari kerabat dan teman-teman karena takut mereka menulari orang lain, takut orang lain mengetahui perilaku yang menyebabkan mereka terinfeksi atau takut orang lain melihat perubahan status kesehatan mereka akibat penyakit sekunder dari HIV nya.

Aspek spiritual, bahwa pasien dengan HIV/AIDS biasanya akan menyalahkan Tuhan, merasa berdosa terhadap hal-hal yang telah dilakukan masa lalunya, sehimgga tidak mau melakukan ibadah, klien tidak mau lagi memikirkan masa depan karena akan merasa mendekati ajal. Spiritualitas dapat meningkatkan penaggulangan dan respon individu terhadap stress sehingga akan meningkatkan kualitas hidup pasien.

2.4.HIV dalam kehamilan

Angka kejadian HIV di negara berkembang termasuk Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tingginya angka peningkatan HIV berpengaruh pula terhadap tingginya angka kejadian HIV pada ibu hamil (Hayati, 2009). Bayi yang dikandung dari seorang ibu dengan HIV positif, kemungkinan besar akan tertular dari ibunya baik selama kehamilan, persalinan maupun setelah persalinan. Terdapat beberapa faktor penting yang memegang peranan dalam proses penularan HIV dari ibu ke bayi, antara lain (Depkes,2006) :

1) Faktor Ibu

Faktor yang paling utama mempengaruhi risiko penularan HIVdari ibu ke bayi adalah kadar HIV dalam darah ibu menjelang ataupun saat persalinan

(26)

dan kadar HIVdalam air susu ibu. Risko penularan HIV sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml), sementara jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml risiko penularan HIV dari ibu ke bayi menjadi lebih tinggi (Depkes, 2006).

Status kesehatan dan gizi ibu juga mempengaruhi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi. Ibu dengan sel CD4 rendah (menurunnya sistem pertahanan tubuh) mempunyai risiko penularan yang lebih besar, terlebih jika jumlah sel CD4 kurang dari 200. Terdapat hubungan antara CD4 dan kadar HIV, semakin tinggi kadar HIV, semakin rendah CD4 di tubuh ODHA (Mulyana, 2008).

Ibu yang memiliki berat badan rendah selama kehamilan serta kekurangan vitamin dan mineral, maka risiko terkena berbagai penyakit infeksi termasuk HIV/AIDS meningkat sehingga risiko penularan HIV dari ibu ke bayi juga meningkat. Begitu pula dengan risiko penularan HIV melalui pemberian ASI akan bertambah jika terdapat adanya masalah pada payudara ibu seperti mastitis, abses dan luka di puting payudara ibu (Mulyana, 2008).

2) Faktor Bayi

Bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah diduga lebih rentan untuk tertular HIV disebabkan karena sistem organ tubuh bayi tersebut belum berkembang dengan baik. Seorang bayi dari HIV positif bisa jadi tetap HIV negatif selama masa kehamilan dan proses persalinan, tetapi mungkin akan terinfeksi HIV melalui pemberian ASI (Mulyana, 2008). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat risiko penularan HIV melalui pemberian ASI, yaitu (Depkes, 2006) : (1) risiko penularan melalui ASI akan lebih besar pada bayi baru lahir, (2) bayi yang memiliki luka di mulutnya memiliki risiko untuk tertular HIV lebih besar ketika diberikan ASI.

(27)

3) Faktor Cara Penularan

Sebagian besar penularan HIV dari ibu ke bayi terjadi pada saat persalinan. Hal ini lebih sering terjadi jika plasenta meradang atau infeksi. Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Kulit bayi baru lahir masih sangat lemah dan lebih mudah terinfeksi jika kontak dengan HIV (Depkes, 2006).

Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke bayi juga semakin meningkat karena akan semakin lama terjadinya kontak antara bayi dengan darah atau lendir ibu. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan risiko penularan hingga dua kali lipat dibandingkan dengan ketuban pecah kurang dari 4 jam. Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko penularan selama proses persalinan adalah penggunaan vakum, forcep dan tindakan episiotomi (Mulyana, 2008).

2.4.1. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA).

Program PPIA mempunyai program pencegahan HIV dari ibu kepada bayimya yang bertujuan untuk : mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi dan mengurangi dampak epidemi HIV terhadap ibu dan bayi. Adapun bentuk-bentuk intervensi dari PPIA adalah melakukan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Intervensi yang baik maka risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sebesar 25-45 % bisa ditekan menjadi kurang dari 2 % (Gondo, 2011). Adapun intervensi tersebut terdiri dari 4 konsep dasar yang antara lain adalah :

(1) Mengurangi jumlah ibu hamil dengan HIV positif.

Penularan infeksi virus ke neonatus dan bayi terjadi transplasenta dan persalinan, oleh karena itu untuk mengurangi penularan tersebut dianjurkan ibu hamil dengan HIV positif untuk menjaga daya tahan tubuh seperti CD 4 di atas 500, kadar virus (viral load) minimal kurang dari 1000 kopi/ml dan menggunakan ARV secara teratur.

(28)

(2) Menurunkan viral load/kadar virus serendah-rendahnya.

Obat antiretroviral (ARV) yang ada sampai saat ini baru berfungsi untuk menghambat multiplikasi virus, belum menghilangkan secara total keberadaan virus dalam tubuh. Namun demikian ARV merupakan pilihan utama dalam upaya pengendalian penyakit guna menurunkan kadar virus.

(3) Meminimalkan paparan janin/bayi terhadap cairan tubuh ibu.

Persalinan dengan Sectio Caesaria (SC) berencana sebelum saat persalinan tiba merupakan pilihan utama ibu HIV positif. Pada saat persalinan pervaginam, bayi akan terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Bayi juga mungkin terinfeksi karena menelan darah atau lendir di jalan lahir tersebut. Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa SC akan mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sebesar 50-66 % (Gondo, 2011).Apabila SC tidak bisa dilakukan, dianjurkan untuk tidak melakukan tindakan invasif yang memungkinkan perlukaan pada bayi (seperti ekstraksi forceps, ekstraksi vakum) dan perlukaan pada ibu (episiotomi).

Paparan janin/bayi terhadap cairan tubuh ibu juga bisa didapatkan melalui pemberian ASI. Oleh karena itu ibu HIV positif perlu mendapatkan konseling untuk mengurangi penularan dari ibu ke bayinya dengan memberikan susu formula. Pemberian susu formula harus mempunyai 5 persyaratan dari WHO yaitu AFASS (Acceptable = mudah diterima, Feasible = mudah dilakukan, Affordable = mudah dijangkau, Sustainable = berkelanjutan, Safe = aman penggunaannya).

(4) Mengoptimalkan kesehatan ibu dengan HIV positif.

Melalui pemeriksaan ANC (Ante Natal Care) secara teratur dilakukan pemantauan kehamilan dan keadaan janin. Pola hidup sehat yang dapat dilakukan ibu hamil dengan HIV positif antara lain adalah cukup

(29)

nutrisi, cukup istirahat, cukup olahraga, tidak merokok, tidak minum alkohol juga patut diterapkan.

Program PPIA pada dasarnya adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu kepada bayinya. Pada waktu bayi baru lahir, secara alamiah ia akan mendapat imunoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan cepat turun segera setelah bayi lahir. Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan zat kekebalan yang dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi, maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan bayi. Kesenjangan tersebut akan hilang apabila bayi diberi ASI, karena ASI mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit ( Rusli, 2000).

2.4.2. Penatalaksanaan HIV/AIDS pada kehamilan

2.4.2.1.Penatalaksanaan pada masa prenatal Valerian, C.M; Kemara, P.K & Megadhana, I.W, 2013)

Sebelum konsepsi sebaiknya wanita yang terinfeksi melakukan konseling terlebih dahulu dengan dokter spesialis. Program ini sangat membantu pasien dalam menentukan terapi yang optimal dan penanganan obstetrik, seperti diagnosis prenatal untuk kelainan kongenital (malformasi atau kelainan kromosomal) dan menentukan cara persalinan yang boleh dilakukan. Status awal yang harus dinilai pada ibu hamil denga HIV/AIDS adalah riwayat penyakit HIV, imunologis (jumlah CD4 < 400/ml) dan virologis (Viral Load).

Beberapa ketidaknyamanan prenatal seperti keletihan, anoreksia, dan penurunan berat badan bisa menjadi tanda dan gejala infeksi HIV selama kehamilan. Untuk mempertahankan sistem imun selama kehamilan, gizi yang baik, tidur dan istirahat, latihan fisik, dan pencegahan stres sangat penting dilakukan selain dari pemberian terapi ARV (Reeder, Martin & Griffin, 2011). Selain itu konseling tentang bagaimana melanjutkan

(30)

kehamilan dan meminimalkan kemungkinan risiko yang terjadi juga harus dilakukan mulai dari periode pre natal selama kehamilan dengan HIV/AIDS (Setiani, 2013).

2.4.2.2.Penatalaksanaan pada persalinan (Valerian, C.M; Kemara, P.K & Megadhana, I.W, 2013)

Fokus utama perawatan pada periode intranatal ini ialah mencegah persebaran nosokomial HIV dan melindungi tenaga kesehatan. Risiko transmisi HIV dianggap rendah selama proses kelahiran pervaginam terlepas dari kenyataan bayi terpapar pada darah, cairan amniotik, dan sekresi vagina lainnya (Bobak, 2004).

Persalinan pervaginam yang memungkinkan terpaparnya bayi pada darah, cairan amniotik dan sekresi vagina lainnya membuat persalinan jenis ini menjadi rentan untuk penularan HIV AIDS pada bayi sehingga operasi caesario biasanya dilakukan untuk meminimalkan risiko transmisi pada kehamilan dengan SIDA.

Cara persalinan harus ditentukan sebelum 38 minggu untuk meminimalkan terjadinya komplikasi persalinan. Semua ibu hamil denga HIV positif disarankan untuk melakukan persalinan dengan operasi SC. Tujuan persalinan yang aman bagi ibu dengan HIV adalah : tidak terjadi penularan HIV ke janin/bayi, tim penolong (baik medis maupun non medis) serta ke pasien lainnya; kondisi ibu baik sesudah melahirkan; efektif dan efisien. Sebagian besar penularan HIV dari ibu ke bayi terjadi pada saat persalinan, hal tersebut terjadi karena : tekanan pada plasenta meningkat menyebabkan terjadinya sedikit percampuran antara darah ibu dan bayi; lebih sering terjadi jika plasenta meradang atau infeksi.:Bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir; bayi mungkin terinfeksi karena menelan darah taupun lendir ibu. Oleh karena itu persalinan yang aman untuk untuk ibu dengan HIV/AIDS adalah dengan melakukan operasi SC.

(31)

2.4.2.3.Penatalaksanaan pada postnatal (Valerian, C.M; Kemara, P.K & Megadhana, I.W, 2013)

Secara teori, ASI dapat membawa HIV dan dapat meningkatkan transmisi prenatal. Oleh karena itu WHO tidak merekomendasikan pemberian ASI pada ibu dengan HIV positif , meskipun mereka mendapatkan terapi ARV. Saran suportif mengenai susu formula pada bayi sangat diperlukan untuk mencegah gizi buruk pada bayi. Pengetahuan ibu dengan HIV/AIDS postnatal terkait pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi perlu ditingkatkan.

2.5.Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan HIV Positif

Pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat sangat mempengaruhi kualitas asuhan keperawatan yang akan diterima oleh pasien/masyarakat. Oleh karena itu untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas maka perawat perlu berorientasi pada outcome pasien yang lebih baik (Bellato & Pereira, 2004; Nicklin, 2003). Dasar dalam suatu asuhan keperawatan adalah adanya sifat kepedulian perawat dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien serta berupaya membantu pasien menetapkan dan menyelesaikan masalah yang disebut dengan caring.

Asuhan keperawatan bagi penderita HIV/AIDS merupakan tantangan yang besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasaran infeksi (Smeltzer & Bare, 2002). Sehingga dibutuhkan peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan biologis, psikologis, dukungan sosial dan spiritual kepada pasien HIV/AIDS. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien HIV positif post SC, seorang perawat perlu meningkatkan penerapan universal precaution, yang merupakan upaya pencegahan penularan penyakit dari pasien ke tenaga kesehatan dan sebaliknya. Pencegahan utama terhadap penularan tersebut yaitu meminimalisasi kejadian kontak darah antara pasien dengan tenaga kesehatan.

(32)

Persiapan yang harus dilakukan sebelum operasi SC antara lain adalah : pilihan jenis anestesi, keterlibatan suami atau orang lain yang dibutuhkan oleh ibu pada saat proses persalinan dan pemulihan post operasi, persiapan untuk kontak dengan bayi dan persiapan untuk tidak memberikan ASI. Informasi yang diberikan sebelum prosedur operasi SC adalah sebagai berikut : prosedur persiapan operasi, mengapa tindakan operasi perlu dilakukan pada klien, apa yang dirasakan setelah operasi dilakukan, peran orang lain, interaksi dengan bayi baru lahir, fase pemulihan dan fase post operasi (Ladewig, London & Olds, 2001).

2.5.1. Pengkajian

Pada saat mengkaji perawat harus mempersiapkan diri terhadap respon emosi pasien seperti menghindar, menangis, marah dan mengalihkan pembicaraan. Perawat harus menjaga sikap agar terhindar dari menghakimi atau memojokkan pasien. Perawat juga harus memahami pola komunikasi verbal dan non verbal pasien, karena terkadang pasien tidak mampu menyampaikan perasaan dan pengalamannya.

Pada ibu post SC dengan HIV/AIDS akan terjadi penurunan hormon estrogen, progesteron dan pembedahan yang dapat mengakibatkan respon emosional ibu post SC lebih berat daripada ibu post partum pervaginam. Hal tersebut disebabkan akibat adanya nyeri dan komplikasi pembedahan. Pada ibu post SC dapat terjadi reaksi emosional yang negatif seperti marah, depresi, takut mati, berduka, rasa tidak nyaman bernafas, rasa mengabaikan bayi serta cemburu pada orang lain yang melahirkan secara pervaginam (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2005)

2.5.2. Diagnosa keperawatan ibu hamil HIV/AIDS

Diagnosis keperawatan utama bagi ibu hamil dengan HIV/AIDS (Reeder, Martin & Griffin,2011), adalah sebagai berikut :

(33)

b. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan HIV dan AIDS (perjalanan, penyebaran penyakit, efek jangka panjang pada wanita dan janin).

c. Ansietas atau ketakutan yang berhubungan dengan efek HIV atau AIDS dan akhirnya menyebabkan kematian.

d. Risiko infeksi yang berhubungan dengan gangguan funsi sistem imun. e. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi oportunistik, efek samping

pengobatan.

f. Gangguan harga diri yang berhubungan dengan stigma penyakit. g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

h. Ketidakefektifan koping keluarga yang berhubungan dengan risiko HIV terhadap anggota keluarga, pengaruh dari penularan secara seksual.

2.5.3. Intervensi Keperawatan

Tujuan yang ingin dicapai dalam intervensi keperawatan pada ibu hamil dengan HIV positif antara lain : 1) Klien memahami proses penyakit dan pengobatan. 2) Klien mendapatkan kesempatan mendiskusikan ketakutan, kecemasan dan perasaannya dengan orang yang memberi dukungan. 3) Status nutrisi dan berat badan dapat dipertahankan. 4) Penularan infeksi pada pasangan, orang lain dan bayi dapat dicegah. 5) Keluarga memahami penyakit, risiko penularan, dan koping yang tepat. 6) Isolasi sosial tidak terjadi. 7) Klien dapat menerapkan mekanisme koping yang tepat (Reeder, Martin & Griffin, 2011).

Dalam upaya pencapaian tersebut, maka intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain : 1) Memberikan informasi pada klien tentang penyakit, pengobatan, penularan dan cara pencegahannya. 2) Memberikan kesempatan kepada klien untuk mendiskusikan ketakutan, kecemasan perasaan, kebutuhan dukungan, konseling serta perawatan. 3) Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan persepsi klien tentang penyakitnya. 4) Memperbaiki toleransi terhadap aktivitas. 5) Mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan. 6)

(34)

Memperbaiki status nutrisi. 7) Mengurangi isolasi sosial. 8) Memperbaiki koping. 9) Memantau dan melakukan pencegahan komplikasi (Griffin, Martin & Reeder,2011).

2.5.4. Evaluasi Keperawatan

Hasil yang diharapkan dari intervensi yang dilakukan pada ibu HIV positif post SC antara lain : 1) Klien dapat menjelaskan proses penyakit serta apa yang diharapkan dari pengobatan. 2) Klien dapat mengungkapkan ketakutan dan kecemasannya. 3) Klien dapat menggunakan sumber dukungan yang ada. 4) Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara efektif. 5) Klien dapat mengidentifikasi upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan penularan serta mampu mengimplementasikan. 6) Klien mengungkapkan penerimaan dirinya. 7) Klien dapat mengikuti anjuran diit dan mempertahankan status nutrisi dan berat badan. 8) Infeksi dapat dideteksi secara dini dan ditangani secara efektif. 9) Ketidaknyamanan dapat diminimalisasi dan diatasi dengan cepat. 10) Melaporkan peningkatan pemahaman tentang penyakit serta berpartisipasi sebanyak mungkin dalam kegiatan perawatan mandiri (Griffin, Martin & Reeder, 2011).

(35)

BAB 3

TINJAUAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1.

Gambaran Kasus

Ny. V (27 th) dengan diagnosa medis HIV/AIDS on ARV JPKHT G3P1A1H37 minggu, direncanakan operasi caesar pada tanggal 02 Juni 2014. Pengkajian pertama dilakukan tanggal 23 Mei 2014. Ny. V mengatakan didiagnosa HIV/AIDS sejak tahun 2013, tertular dari suami pertamanya dengan riwayat pengguna narkoba suntik. Anak pertama dari suami pertama sudah diperiksakan HIV dan hasilnya (-). Saat ini klien hidup bersama dengan suami keduanya sejak tahun 2011 dan ini merupakan kehamilan pertamanya dari suami kedua. Klien merupakan pasien rujukan dari RSUD Bekasi ke klinik pokdisus RSCM. Klien mengatakan sejak didiagnosa HIV/AIDS klien stress dan mengalami penurunan BB lebih dari 10 kg. Klien mengatakan saat ini sudah menerima keadaannya. Kondisi klien tampak tenang dan sangat terbuka kepada penulis. Namun, klien mengatakan hal yang dicemaskan ialah takut bayinya tertular HIV. Selain itu, klien khawatir kondisi bayinya lemah/kurus karena tidak disusui nanti. Stressor lainnya adalah operasi caesar yang akan dijalaninya, karena ini merupakan operasi yang pertama kalinya.

Pada tanggal 23 Mei 2013 intervensi pertama kali dilakukan terhadap klien yaitu edukasi tentang risiko penularan dan pencegahan HIV dari ibu ke bayi. Pada saat itu intervensi dilakukan di poli dan klien ditemani oleh suaminya, Tn. MR sesuai kontrak sebelumnya. Pada pertemuan tersebut terkaji data bahwa Ny. V dan Tn. MR masih kurang mengetahui tentang pencegahan transmisi HIV dari ibu ke bayi dan sangat ingin menambah pengetahuan mereka tentang hal tersebut. Klien melahirkan secara caesar pada 02 Juni 2014 Jam 11.00-12.00 WIB. Bayi laki-laki, BB: 2950 gram PB 47 cm, A/S: 9/10 dan tidak ada masalah persalinan yang terjadi. Klien dirawat gabung bersama bayi laki-lakinya di ruang perawatan

(36)

postparum RSCM selama 4 hari kemudian diperbolehkan pulang. Tanggal 27 Mei 2014 dilakukan kunjungan rumah pertama kali ke rumah klien.

Rumah klien berada di Kecamatan Cikarang pusat Kota Bekasi yang jaraknya cukup jauh dari rumah sakit. Selama kunjungan, klien diberikan intervensi terkait masalah keperawatan yang ditemukan selama pasca melahirkan dan diberikan edukasi tentang perawatan postnatal di rumah serta pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi.

3.1

Asuhan Keperawatan Prenatal

3.1.1. Pengkajian

Pengkajian awal dilakukan pada Ny. V (27 tahun) pada tanggal 23 Mei 2014 terdiri dari pengkajian tentang data umum klien, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dimulai dari pemeriksaan tanda-tanda vital dan pemeriksaan head to toe, selain itu juga dilakukan pengkajian tentang kebutuhan dasar sehari-hari klien.

Data umum klien didapat status obstetri G3P1A1 Hamil 37 minggu. Klien berpenampilan rapih, keadaan umum baik, kesadaran compos mentis dan orientasi klien baik seperti klien dapat mengenal ruangan, tempat, waktu serta orang-orang di sekitarnya. Klien adalah seorang karyawati di sebuah industri di wilayah Cikarang selama 7 tahun. Pendidikan terakhir klien adalah SMA. Klien saat ini memiliki satu anak laki-laki yang lahir pada tahun 2006 dengan kelahiran spontan yang ditolong oleh bidan, dengan berat badan 3800 gram dan panjang badan 51 cm. Anak pertama klien diberikan ASI sampai dengan 2 tahun, walaupun klien bekerja, klien tetap memberikan ASI nya dengan dicampur susu formula. Pada awal tahun 2009 klien hamil anak kedua . tetapi pada usia kehamilan 8 minggu klien mengalami perdarahan yang harus dilakukan tindakan kuretase. Klien juga mengatakan tidak mempunyai masalah ginekologi. Pada sekitar bulan September 2013 klien kembali hamil anak yang ketiga ini, karena klien lupa HPHT nya.

(37)

Berat badan klien sebelum hamil adalah 52 kg dan tinggi badan 163 cm. Pemeriksaan tanda-tanda vital yang dilakukan pada tanggal 22 Mei 2014 didapatkan hasil TD : 100/70 mmHg, Nadi : 96 kali/menit, RR : 20 kali/menit dan suhu 36,4 0c.

Pengkajian selanjutnya adalah riwayat kehamilan saat ini. Klien adalah rujukan dari RSUD Bekasi karena dengan kasus HIV on ARV. Status pernikahan klien saat ini adalah pernikahan yang kedua pada tahun 2011, setelah suami pertamanya meninggal pada tahun 2009 karena HIV positif. HIV yang didapat dari suami pertamanya berasal dari suntikan narkoba dan akhirnya klien tertular dari suaminya akibat hubungan seksual. Klien mengatakan lupa HPHT sehingga klien juga bingung ketika ditanya tentang tanggal taksiran partusnya. Usia kehamilan pada tanggal 22 Mei 2014 adalah 37 minggu. Pada saat dengan suami pertamanya klien menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan, setelah suaminya meninggal klien tidak menggunakan kontrasepsi apapun. Klien mengatakan selama hamil rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan di RSUD Bekasi sebelum dirujuk ke RSCM karena klien menderita HIV/AIDS on ARV. Klien dirujuk ke RSCM sejak kehamilan 20 minggu.

Pemeriksaan head to toe yang dimulai dari kepala didapatkan kepala klien simetris, rambut panjang dan hitam, tidak ada rontok, persebaran rambut merata, tidak ada jejas atau bekas luka di kepala. Klien mengatakan keramas sehari sekali. Pada mata terlihat kehitaman di sekitar kelopak mata dan klien mengatakan kalau malam kurang tidur karena sering terbangun untuk kencing, sedangkan siang harinya juga klien tidak bisa tidur karena masih bekerja. Pada muka dan leher tampak kloasma gravidarum berupa kehitaman, mata klien tampak simetris, konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik. Pemeriksaan hidung dan telinga tidak ada pengeluaran cairan. Klien mengatakan tidak gangguan dalam pernafasan dan gangguan menelan. Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher. Pada bagian mulut dan gigi tampak adanya karies gigi, tetapi tidak tampak kelainan gigi lainnya seperti gigi berlubang, tidak ada juga gusi berdarah.

(38)

Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan fisik pada dada. Secara inspeksi didapat bentuk dada dan pergerakannya simetris. Puting susu menonjol dan tamak adanya hiperpigmentasi pada areola payudara. Pada palpasi didapat, klien mengatakan tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa yang mencurigakan. Auskultasi didapat bunyi jantung 1 dan 2 normal reguler, tidak terdengar bunyi tambahan seperti gallop dan murmur. Suara nafas klien terdengar vesikuler di kedua lapang paru, tidak terdengar ronchi atau wheezing.

Selanjutnya pemeriksaan fisik daerah abdomen. Pada inspeksi didapatkan abdomen bersih, terlihat hiperpigmentasi dan adanya linea nigra dan striae gravidarum serta pusar klien tampak menonjol. Selanjutnya dilakukan palpasi untuk pemeriksaan Leopold dan Tinggi Fundus Uteri (TFU). Leopold I TFU 32 cm, di daerah fundus uteri teraba bokong. Leopold II teraba punggung kiri, Leopold III teraba kepala dan sudah ada penurunan kepala. Leopold IV bagian yang masuk PAP sudah 4/5. Auskultasi denyut jantung janin didapatkan 132 kali/menit, kuat dan teratur. Bising usus klien terdengar aktif di empat kuadran dengan frekuensi 8 kali/menit. Tidak teraba adanya his.

Pengkajian fisik selanjutnya adalah ekstremitas dan genitalia. Pada ekstremitas bawah tidak didapatkan adanya edema, tidak ada varises di ekstremitas dan vagina. Genitalia tampak bersih tidak terdapat adanya keputihan dan tidak tampak adanya hemoroid.

Pengkajian selanjutnya adalah tentang kebutuhan dasar klien. Klien mengatakan sejak kehamilan trimester III, frekuensi BAK menjadi lebih sering kurang lebih 10 kali dalam sehari, dimana pola sebelumnya adalah 5-6 kali dalam sehari. Klien mengatakan untuk pola BAB tidak ada masalah, yaitu sehari sekali dengan konsistensi lembek dan tidak ada darah. Kebutuhan istirahat tidur klien mengalami gangguan karena pada malam hari klien mengatakan sering terbangun untuk BAK. Pola makan klien mengatakan tidak ada masalah selalu rutin tiga kali

(39)

sehari. Klien minum air putih dalam sehari kurang lebih 1500 ml. Klien mengatakan tidak pernah mengikuti kelas hamil.

Pengkajian aspek psikologis didapatkan klien mengatakan bahwa kehamilan ini adalah kehamilan yang direncanakan karena dari suami yang sekarang (kedua). Ini adalah merupakan anak pertama, dan ketika ditanyakan kepada suami klien, suaminya mengatakan sangat senang dan menerima sekali atas kehamilannya ini. Klien dan Suami mengatakan untuk masalah penularan penyakit HIV/AIDS ke bayinya, klien dan suami masih berharap agar anaknya tidak tertular HIV. Oleh karena itu suami dan klien rajin kontrol rutin ke bagian kebidanan maupun poli Pokdisus RSCM yang khusus menangani kasus HIV/AIDS. Klien mengatakan selalu rutin setiap malam untuk minum obat ARV nya dan suami klien juga mengatakan rajin mengingatkan istrinya untuk minum rutin obat ARV nya setiap hari.

Untuk persiapan persalinan yang dilakukan oleh klien dan suami, klien sudah mempersiapkan segala perlengkapan kebutuhan bayi dan ibu, dengan dimasukkan ke dalam satu tas besar sehingga ketika nanti harus masuk rumah sakit klien sudah siap dan tinggal angkat tas nya saja. Klien juga sudah merencanakan tempat melahirkan yaitu di RSCM sesuai dengan anjuran dari RSUD Bekasi. Ibu dan keluarga berharap bayinya tidak tertular penyakit ibunya maka klien memilih RSCM untuk memilih tempat melahirkannya. Klien mengatakan belum tahu tentang tanda-tanda melahirkan karena waktu anak pertama klien tidak merasakan mules, dan klien mengatakan cemas karena akan dilakukan operasi SC yang belum pernah dirasakan. Klien juga belum tahu tentang cara menangani nyeri pada saat operasi dan setelah operasinya.

Obat-obatan yang dikonsumsi klien saat ini adalah folamil genio 1x1, Cavit D3 1x1, dan obat ARV nya yaitu FDC TDF (Tenovovir, Hiviral Dan Neviral) 1x1 pada malam hari.

(40)

Pemeriksaan penunjang klien dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium dan Ultrasonografi (USG). Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 02 April 2014 didapatkan sel T (CD4+) absolut 186 dan sel T (CD4+) persen 9 , menunjukkan bahwa daya tahan tubuh klien yang rendah dan tingkat virulensi nya masih tinggi. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 16 Mei 2014 didapatkan hasil sel T (CD4+) absolut 209 dan sel T (CD4+) persen 11. walaupun hasil CD 4+ nya mengalami kenaikan tetapi masih di bawah batas normal yang menunjukkan hal yang sama pada hasil laboratorium pertama. Untuk hasil-hasil laboratorium lainnya masih dalam batas normal.

Hasil pemeriksaan USG pada tanggal 02 Mei 2014 , kesimpulanya bahwa biometri janin sesuai kehamilan 33-34 minggu, dengan aktivitas janin normal serta tidak tampak kelainan anatomi janin. Hasil USG tanggal 30 Mei 2014 menunjukkan kesimpulan bahwa biometri janin sesuai kehamilan 38 minggu, dengan aktivitas dan pertumbuhan janin normal, tidak tampak kelainan anatomi janin.

Rangkuman Hasil Pengkajian Tanggal 23 Mei 2014

Ny. V dengan G3P1A1 Hamil 37 minggu dirujuk dari RSUD Bekasi atas indikasi HIV/AIDS on ARV datang ke Poli Kebidanan RSCM untuk memeriksakan kehamilannya. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa klien terdiagnosa HIV positif pada tanggal 5 Februari 2013 dan sudah minum obat ARV sejak tanggal 15 Maret 2013. Klien diduga mendapatkan HIV dari suami pertamanya yang sudah meninggal pada tahun 2009 karena HIV juga dan meninggalkan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun yang kebetulan tidak terkena HIV. Saat ini klien hidup dengan suami kedua nya yang menikah pada tahun 2011dan sedang mengandung anak pertama dari suami kedua. Klien mengatakan bahwa suaminya belum berani untuk periksa HIV.

(41)

Klien dan suami mengatakan cemas dan takut kalau bayinya tertular HIV, oleh karena itu mereka berharap melahirkan di RSCM yang merupakan rujukan nasional dapat mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi nya. Tampak klien dan suaminya sering bertanya tentang cara penularan HIV dari ibu ke bayi. Untuk saat ini status obstetrik klien tidak ada masalah, hasil pemeriksaan Leopold I - IV dan Denyut Jantung Janin (DJJ) masih dalam batas normal, hanya saja klien mengatakan istirahat tidur malamnya terganggu karena sering terbangun karena ingin BAK dan klien juga mengeluh ada rasa tidak nyaman pada pinggang sejak kehamilannya semakin membesar. Klien mengatakan belum tahu kapan harus dioperasi karena menunggu kamar operasi yang kosong

Tanggal 28 Mei 2014

Klien datang ke poli kebidanan RSCM untuk kontrol rutin kehamilannya dan untuk menentukan rencana jadwal operasi SC nya. Setelah dilihat jadwal kamar operasi oleh dokter, maka klien dijadwalkan untuk operasi tanggal 2 Juni 2014. Klien mengatakan semakin cemas dan takut setelah tahu tanggal operasinya, karena klien belum pernah masuk kamar operasi. Tampak klien sering bertanya tentang prosedur operasi SC dan tampak muka klien juga terlihat cemas. Klien mengatakan belum tahu tanda-tanda persalinan, dan klien juga belum tahu tentang cara meengontrol nyeri pada saat dan setelah opeasi SC.

Rencana kunjungan rumah akan dilakukan pada tanggal 30 Mei 2014 untuk mengevaluasi edukasi yang sudah diberikan pada saat di poliklinik dan untuk melakukan edukasi tentang persiapan persalinan seperti tanda-tanda persalinan, prosedur operasi SC dan manajemen nyeri.

3.1.2. Diagnosa Keperawatan Prenatal

Setelah dilakukan pengkajian secara menyeluruh kepada klien maka didapatkan satu masalah keperawatan, yaitu cemas.

Diagnosa pertama adalah cemas berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi sebelum dan sesudah melahirkan. Data yang mendukung

(42)

diagnosa tersebut adalah secara subjektif klien dan suami mengatakan cemas dan takut kalau bayinya nanti akan tertular HIV, klien dan suami khawatir terhadap kondisi bayinya akan lemah / kurus nanti karena tidak diberikan ASI, klien mengatakan belum tahu tentang tanda-tanda persalinan dan manajemen nyeri yang dapat dilakukannya, Klien juga mengatakan cemas dan takut dalam menghadapi operasi caesar yang pertama kalinya. Klien dan suami sangat berharap jika melahirkan di RSCM dapat mengurangi risiko penularan kepada bayinya. Data objektif yang mendukung adalah klien tampak bingung dan tegang serta banyak bertanya tentang cara penularan dan pencegahan HIV dari ibu ke bayinya, klien juga sering kali mengerutkan wajahnya. Observasi tada-tanda vital yang didapat TD 100/70 mmHg, Nadi 96 kali/menit, suhu 36,40c, dan pernapasan 20 kali/menit.

3.1.3. Intervensi Keperawatan Prenatal

Setelah diagnosa keperawatan ditegakkan maka langkah selanjutnya adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan pada setiap diagnosanya.

Diagnosa pertama adalah cemas berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi sebelum dan sesudah melahirkan. Tujuan yang akan dicapai

pada diagnosa ini adalah diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x pertemuan (60 menit) ansietas klien dan suami berkurang sampai hilang. Kriteria hasil : klien dan suami mengatakan cemas berkurang, klien akan mengkomunikasikan perasannya, klien dan suami tampak tenang. Selain itu, diharapkan klien dapat mengerti dan megetahui tanda-tanda persalinan, prosedur operasi, dan manajemen nyeri yang dapat dilakukannya dengan cara menyebutkan dan mempraktekkan kembali yang telah diajarkan.

Rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah kaji tingkat kecemasan klien, monitor tanda-tanda vital, kaji kemampuan klien untuk mengurangi rasa cemas, berikan kesempatan klien untuk mengekspresikan kecemasannya, beri edukasi kepada klien dan suami tentang risiko penularan dan pencegahan HIV dari ibu ke bayi, berikan pengajaran tentang tanda-tanda persalinan, beri pengajaran tentang prosedur operasi SC, Beri pengajaran dan demonstrasikan tentang teknik relaksasi

(43)

nafas dalam untuk mengurangi nyeri, beri suport pada klien, anjurkan klien dan suami untuk menggunakan cara distraksi yang dikuasai untuk mengurangi rasa cemasnya, libatkan dan beri dorongan kepada orangtua dan suami untuk menemani klien untuk memberi suport kepada klien, hargai setiap pendapat dan keputusan klien, berikan lingkungan yang kondusif untuk belajar, minta klien untuk mengulang informasi yang sudah diberikan.

3.1.4. Implementasi dan evaluasi

Setelah menyusun rencana tindakan keperawatan pada masing-masing diagnosa, maka penulis melakukan implementasi dan mengevaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

Diagnosa pertama adalah cemas berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi sebelum dan sesudah melahirkan. Pada tanggal 23 Mei 2014

jam 11.00 WIB implementasi dilakukan di poli kebidanan RSCM. Implementasi yang diberikan antara lain : Mengkaji tingkat kecemasan klien, mengkaji kemampuan klien untuk mengurangi rasa cemas, memberikan edukasi kepada klien dan suami tentang risiko penularan dan pencegahan HIV/AIDS dari ibu ke bayi, memberikan kesempatan klien untuk mengekspresikan perasaannya, memberi suport mental kepada klien dan suami, menganjurkan klien dan suami untuk menggunakan cara distraksi yang dikuasai untuk mengurangi cemas, menghargai setiap pendapat dan keputusan klien.

Setelah melakukan tindakan keperawatan, kemudian penulis melakukan evaluasi terhadap masalah keperawatan yang ditegakkan. Evaluasi yang didapat adalah secara subjektif klien mengatakan cemas sedikit berkurang setelah diberikan edukasi tentang risiko penularan dan pencegahan HIV dari ibu ke bayi dan klien mengatakan akan melakukan teknik distraksi untuk mengurangi cemasnya dengan cara mendengarkan musik. Secara objektif klien dan suami tampak rileks/tenang, klien dapat dan mau mengekspresikan perasaannya, serta klien dan suami dapat menyebutkan kembali risiko penularan dan pencegahan HIV dari ibu ke bayi. Penulis melakukan analisa masalah ternyata teratasi sebagian, kemudian penulis

(44)

melakukan rencana tindak lanjut dari diagnosa ini adalah anjurkan klien dan keluarga untuk tetap melakukan teknik distraksi yang dikuasai pada saat cemas datang.

Pada tanggal 30 Mei 2014, penulis melakukan kunjungan rumah klien dengan tujuan untuk melanjutkan implementasi pada diagnosa pertama yang masih teratasi sebagian.

Diagnosa pertama adalah cemas berhubungan dengan situasi dan kondisi yang

dihadapi sebelum dan sesudah melahirkan. Pada tanggal 30 Mei 2014 jam 11.00 WIB di rumah klien, penulis melakukan implementasi lanjutan yaitu : mengkaji perasaan klien dan suami tentang cemasnya, memberi suport kepada klien dan suami, meminta klien untuk menjelaskan kembali tentang cara pencegahan dan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi, mengkaji apakah klien dan suami melakukan teknik distraksi yang dipilih untuk mengurangi cemasnya. Evaluasi yang didapat adalah secara subjektif klien dan suami mengatakan sudah tidak cemas lagi tentang risiko penularan dan pencegahan HIV dari ibu ke bayi tetapi masih berharap agar anaknya tidak tertular, serta klien dan suami mengatakan akan berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan pencegahan HIV dari ibu ke bayi. Secara objektif klien dan keluarga tampak lebih rileks.

Pada jam 12.00 WIB nya penulis melanjutkan implementasi yang berhubungan dengan diagnosa pertama yaitu mengkaji tingkat pengetahuan klien dan tentukan kebutuhan pembelajaran klien, memberikan edukasi tentang tanda-tanda persalinan, memberikan edukasi tentang prosedur operasi SC, memberikan pengajaran dan mendemonstrasikan tentang teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurngi nyeri, memberika lingkungan yang kondusif, meminta klien untuk mengulangi informasi yang sudah diberikan, mengikutsertakan suami dan anggota keluarga lainnya dalam pengajaran. Evaluasi yang didapat setelah melakukan implementasi pada diagnosa ini adalah secara subjektif klien mengerti tentang tanda-tanda persalinan, klien mengatakan mengerti tentang prosedur operasi, klien megatakan mengetahui manajemen nyeri dengan teknik relaksasi nafas dalam, klien mengatakan jadi tenang setelah diberikan penjelasan. Secara objektif : klien

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik pertama yang ada pada pembelajaran terpadu ini adalah bahwa proses pembelajaran menjadikan siswa sebagai pemeran utama yang dituntut untuk aktif

Dengan adanya ekspor kopi mandailing di korea selatan karena melihat permintaan kopi di Korea Selatan dan jumlah kedai kopi/ coffee shop yang setiap tahunnya

Namun demikian pada penambahan porogen polietilen glikol (PEG) akan menghasilkan kristalinitas yang paling tinggi dibandingkan kristalinitas a Porogen Perbesaran maksimum

Dengan menggunakan ilustrasi yang sama pada PT asi yang sama pada PT Buana Karya dengan Buana Karya dengan asumsi perusahaan menggunakan metode biaya terpulihkan karena hasil

1222 | KILIÇ, AYDEMİR &amp; KAZANÇ Teknolojik pedagojik alan bilgisi (tpab) temelli harmanlanmış öğrenme ortamının… incelendiğinde, sadece 3 öğretmen adayının

memberi akibat hapusnya status hak guna bangunan pada tanah tersebut. Hapusnya hak atas tanah menyebabkan hapusnya hapusnya hak tanggungan, hal ini berdasarkan

1) Lokasi ini dipilih karena berdekatan dengan sumber bahan baku (limbah kulit pisang). 2) Dalam pemasaran produk, produk yang dihasilkan dapat dengan mudah

Maka manusia tidak dapat mendeteksi energi dari molekul. Dalam alam semesta molekul mutlak bukanlah partikel yang tingkatnya terakhir, sedangkan kehidupan di atas