• Tidak ada hasil yang ditemukan

bpjs

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "bpjs"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan suatu hal

Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting dan mahal harganya. Diyang sangat penting dan mahal harganya. Di dalam era globalisasi seperti sekarang, banyak orang berbondong-bondong untuk dalam era globalisasi seperti sekarang, banyak orang berbondong-bondong untuk menjaga dirinya agar tetap sehat. Kesehatan adalah hak dasar individu dan setiap menjaga dirinya agar tetap sehat. Kesehatan adalah hak dasar individu dan setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.11

Oleh karena itu, perlu adanya suatu lembaga pemerintah yang memberikan Oleh karena itu, perlu adanya suatu lembaga pemerintah yang memberikan rasa aman pada masyarakat dalam menjamin kesejahteraan lahir dan batin serta rasa aman pada masyarakat dalam menjamin kesejahteraan lahir dan batin serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini sesuai dengan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini sesuai dengan ketetapan UUD 1945 pasal 28 H a

ketetapan UUD 1945 pasal 28 H ayat 1 yaitu “Setiap orang berhak hidup seyat 1 yaitu “Setiap orang berhak hidup sejahterajahtera lahir batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat lahir batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Deklarasi

serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Deklarasi Hak Asasi ManusiaHak Asasi Manusia (HAM) atau

(HAM) atau Universal Independent of Human RightUniversal Independent of Human Right  pada  pada tanggal tanggal 10 10 DesemberDesember 1948 juga menyatakan tentang hak setiap orang atas tingkat hidup yang memadai 1948 juga menyatakan tentang hak setiap orang atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya serta keluarganya. Berdasarkan hal untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya serta keluarganya. Berdasarkan hal tersebut

tersebut World Health AssemblyWorld Health Assembly (WHA) pada tahun 2005 di Jenewa membuat(WHA) pada tahun 2005 di Jenewa membuat resolusi yaitu setiap negara perlu mengembangkan

resolusi yaitu setiap negara perlu mengembangkan Universal Health CoverageUniversal Health Coverage (UHC) melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial untuk menjamin pembiayaan (UHC) melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial untuk menjamin pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan.

kesehatan yang berkelanjutan.22

Peningkatan biaya kesehatan menjadi masalah utama yang mempersulit Peningkatan biaya kesehatan menjadi masalah utama yang mempersulit masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehat

masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Keadaan inian yang dibutuhkan. Keadaan ini terutama terjadi pada seluruh pembiayaan pelayanan kesehatan yang ditanggung terutama terjadi pada seluruh pembiayaan pelayanan kesehatan yang ditanggung sendiri dalam sistem pembayaran tunai. Salah satu upaya yang ditempuh sendiri dalam sistem pembayaran tunai. Salah satu upaya yang ditempuh

(2)
(3)

 pemerintah dalam pemb

 pemerintah dalam pembiayaan kesehatan adalah iayaan kesehatan adalah dengan memantapkdengan memantapkan penjaminanan penjaminan kesehatan melalui Jamkesmas. Menurut Kepmenkes Nomor kesehatan melalui Jamkesmas. Menurut Kepmenkes Nomor 686/MENKES/SK/2010 menjelaskan bahwa “Jamkesmas adalah bentuk belanja 686/MENKES/SK/2010 menjelaskan bahwa “Jamkesmas adalah bentuk belanja  bantuan

 bantuan sosial untusosial untuk k pelayanan pelayanan kesehatan bagi kesehatan bagi masyarakat mmasyarakat miskin diskin dan an tidak mamptidak mampuu serta peserta lainnya yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah”. Pelaksanaan serta peserta lainnya yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah”. Pelaksanaan  pelayanan

 pelayanan kesehatan kesehatan mencakup mencakup pelayanan pelayanan kesehatan kesehatan dasar dasar yang yang diberikan diberikan didi  puskesmas

 puskesmas dan dan pelayanan pelayanan tingkat tingkat lanjut lanjut yang yang diberikan diberikan di di balai balai kesehatankesehatan masyarakat atau rumah sakit.

masyarakat atau rumah sakit.11

Pemerintah Indonesia bertanggung jawab dalam memberikan jaminan Pemerintah Indonesia bertanggung jawab dalam memberikan jaminan  perlindungan

 perlindungan kesehatan kesehatan dan dan fasilitas fasilitas bagi bagi masyarakat masyarakat Indonesia Indonesia sesuai sesuai dengandengan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2016 mengenai Jaminan Kesehatan. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2016 mengenai Jaminan Kesehatan. Indonesia, pada tanggal 1 Januari

Indonesia, pada tanggal 1 Januari 2014 telah didirikan suatu Badan Penyelenggara2014 telah didirikan suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang selaras dengan tujuan Organisasi Kesehatan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang selaras dengan tujuan Organisasi Kesehatan Dunia dalam mengembangkan jaminan kesehatan untuk semua penduduk. Badan Dunia dalam mengembangkan jaminan kesehatan untuk semua penduduk. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan i

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan i ni merupakan badan hukum yangni merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program kesehatan (Peraturan BPJS Kesehatan dibentuk untuk menyelenggarakan program kesehatan (Peraturan BPJS Kesehatan  Nomor 1 tahun 201

 Nomor 1 tahun 2014).4).33

Selain itu, menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011, BPJS akan Selain itu, menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011, BPJS akan mengganti sejumlah lembaga-lembaga jaminan sosial yang ada seperti lembaga mengganti sejumlah lembaga-lembaga jaminan sosial yang ada seperti lembaga asuransi kesehatan PT Askes Indonesia dirubah menjadi BPJS Kesehatan. asuransi kesehatan PT Askes Indonesia dirubah menjadi BPJS Kesehatan. Jamsostek juga dirubah menjadi BPJS ketenagakerjaan. Perubahan ini akan Jamsostek juga dirubah menjadi BPJS ketenagakerjaan. Perubahan ini akan dilakukan secara bertahap dan bergilir.

dilakukan secara bertahap dan bergilir.22

Berdasarkan jumlah pengguna BPJS Kesehatan terhitung sampai dengan 23 Berdasarkan jumlah pengguna BPJS Kesehatan terhitung sampai dengan 23 September 2016 ada 169.304.759 juta orang. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial September 2016 ada 169.304.759 juta orang. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(4)

(BPJS) Kesehatan sebagai penyelenggara melakukan koordinasi dengan fasilitas (BPJS) Kesehatan sebagai penyelenggara melakukan koordinasi dengan fasilitas kesehatan untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)-Kartu kesehatan untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)-Kartu Indonesia Sehat (KIS) agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara merata Indonesia Sehat (KIS) agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara merata kepada masyarakat. Tahun 2016 banyak fasilitas kesehatan yang bekerjasama kepada masyarakat. Tahun 2016 banyak fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yaitu puskesmas berjumlah 8270 buah, klinik pratama dengan BPJS Kesehatan yaitu puskesmas berjumlah 8270 buah, klinik pratama 4933 buah, dokter praktik perorangan 4550 buah, apotek 2018 buah, rumah sakit 4933 buah, dokter praktik perorangan 4550 buah, apotek 2018 buah, rumah sakit 1858 buah.

1858 buah.33

Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama bagi pengguna JKN. Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama bagi pengguna JKN. Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas kesehatan tingkat lanjut setelah pasien Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas kesehatan tingkat lanjut setelah pasien mendapatkan rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. Adanya program mendapatkan rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. Adanya program JKN, membuat pihak rumah sakit tentu harus menyesuaikan pelayanan dengan JKN, membuat pihak rumah sakit tentu harus menyesuaikan pelayanan dengan kebijakan. Keller dan Kotler mengatakan bahwa kualitas adalah totalitas fitur dan kebijakan. Keller dan Kotler mengatakan bahwa kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Banyaknya jumlah memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Banyaknya jumlah masyarakat yang menggunakan JKN ini harus disesuaikan oleh kualitas pelayanan masyarakat yang menggunakan JKN ini harus disesuaikan oleh kualitas pelayanan dari rumah sakit yang dapat menerima pela

dari rumah sakit yang dapat menerima pela yanan program JKN tanpa membedakanyanan program JKN tanpa membedakan antara pasien JKN dengan pasien non JKN.

antara pasien JKN dengan pasien non JKN.33

Fasilitas kesehatan merupakan tempat pelayanan jasa yang menyangkut Fasilitas kesehatan merupakan tempat pelayanan jasa yang menyangkut nyawa manusia. Kualitas yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan nyawa manusia. Kualitas yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat terlebih lagi mengenai diri sendiri. Menurut Diana dan Tjiptono, masyarakat terlebih lagi mengenai diri sendiri. Menurut Diana dan Tjiptono, kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai yang dirasakan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai lembaga penyelenggara JKN harus dapat memenuhi kebutuhan pasien agar lembaga penyelenggara JKN harus dapat memenuhi kebutuhan pasien agar  program

(5)

langsung dalam melayani pasien JKN merasakan perbedaan alur pelayanan langsung dalam melayani pasien JKN merasakan perbedaan alur pelayanan sebelum adanya program JKN dengan sesudah berjalannya program JKN. Banyak sebelum adanya program JKN dengan sesudah berjalannya program JKN. Banyak  permasalahan

 permasalahan yang yang terjadi terjadi ketika ketika penerapan program penerapan program JKN JKN berjalan berjalan terutama terutama daridari  pihak

 pihak dokter. dokter. Pengaruh Pengaruh terbesar terbesar yang yang berdampak berdampak pada pada seorang seorang dokter dokter dengandengan adanya program JKN ini adalah kompensasi yang minim yang akan didapatkan adanya program JKN ini adalah kompensasi yang minim yang akan didapatkan seorang dokter.

seorang dokter.33

1.2. Rumusan Masalah 1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah asuransi kesehatan? 1. Bagaimana sejarah asuransi kesehatan?

2. Bagaimana prosedur pembiayaan dan pelayanan BPJS? 2. Bagaimana prosedur pembiayaan dan pelayanan BPJS? 3. Halangan dalam program JKN?

3. Halangan dalam program JKN?

4. Masalah dan solusi dalam defisit klaim BPJS? 4. Masalah dan solusi dalam defisit klaim BPJS?

1.3. Tujuan 1.3. Tujuan a. Umum a. Umum

Diketahuinya sejarah asuransi kesehatan di Indonesia Diketahuinya sejarah asuransi kesehatan di Indonesia  b. Khusus

 b. Khusus

1. Diketahuinya sejarah BPJS

1. Diketahuinya sejarah BPJS di Indonesiadi Indonesia

2. Diketahuinya prosedur pembiayaan dan pelayanan BPJS 2. Diketahuinya prosedur pembiayaan dan pelayanan BPJS 3. Diketahuinya halangan dalam program JKN

3. Diketahuinya halangan dalam program JKN

4. Diketahuinya masalah dan solusi dalam defisit klaim BPJS 4. Diketahuinya masalah dan solusi dalam defisit klaim BPJS

1.4. Manfaat 1.4. Manfaat

Referat ini diharapkan dapat menjadikan salah satu sumber referensi untuk lebih Referat ini diharapkan dapat menjadikan salah satu sumber referensi untuk lebih mengenal dan memahami tentang pembiayaan BPJS di Indonesia.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Asuransi Kesehatan

2.1.1 Jerman

Sejarah asuransi sosial dimulai di Jerman dan dikembangkan pada  pemerintahan Bismarch tahun 1883 dengan meluncurkan undang-undang yang mewajibkan para pekerja untuk mengikuti asuransi sakit. Kepersertaan wajib dengan pembiayaan melalui pajak penghasilan merupakan ciri program asuransi sosial Jerman sampai saat ini. Besarnya premi berdasarkan presentase, sehingga sangat tergantung dari penghasilan peserta, sehingga tampak jelas subsidi silang, yaitu yang muda menyumbang yang tua, keluarga kecil menyumbang keluarga  besar, yang sehat menyumbang yang sakit, yang kaya menyumbang yang miskin, karena semua fasilitas pelayanan kesehatan yang diberikan sama, tidak tergantung  premi. Asuransi ini dikenal dengan nama Social Health Insurance.4

2.1.2 Indonesia

Di Indonesia, dasar asuransi sudah dimulai sejak zaman Belanda yang dikenal dari asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil merupakan lanjutan dari  Restitutie Regelling 1934 dan pada tahun 1985 dimulai asuransi untuk tenaga kerja (ASTEK) serta tahun 1987 dengan menggerakan dana masyarakat. Pada tahun 1992 diterbitkan tiga buah undang-undang yang berkaitan dengan asuransi yaitu UU  No.2 tentang Asuransi, UU No. 3 tentang JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) serta UU No. 23 tentang Kesehatan yang di dalamnya terkandung pasal 65-66 tentang JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). JPKM mengikuti pola  Managed Care di Amerika dengan pembayaran  prepaid

(7)

 berdasarkan kapitasi dan pelayanan yang bersifat komprehensif meliputi preventif,  promotif, kuratif dan rehabilitatif.4

Saat ini di Indonesia terdapat UU yang mengatur tentang:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Siste m Jaminan Sosial Nasional.

2. UU Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014  berisi tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

4. Tata cara pendaftaran dan pembayaran peserta perorangan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan diatur oleh Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014.

5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013  berisi tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.

(8)

8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2014  berisi tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program

Jaminan Kesehatan.

Jaminan Kesehatan Nasional

Asuransi Kesehatan Sosial (Jaminan Kesehatan Nasional (JKN))

Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).5

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah tata cara penyelenggaraan  program jaminan sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Jaminan Sosial adalah bentuk per lindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.5

Dengan demikian, JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari SJSN. Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang SJSN. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.

Prinsip-prinsip JKN5

Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:

(9)

1. Prinsip kegotongroyongan

Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup  bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam

SJSN, prinsip gotongroyong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip ini dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Prinsip nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh BPJS adalah nirlaba bukan untuk mencari laba ( for profit oriented ). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar- besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar- besarnya untuk kepentingan peserta.

3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas

Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

(10)

Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan  pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai

dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi  peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional

(SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat. 6. Prinsip dana amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada  badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka

mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. 7. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial

Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan kepentingan  peserta. 7

(11)

Kepesertaan5 a. Peserta

adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.

b. Pekerja

adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.

c. Pemberi Kerja

adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam  bentuk lainnya.

Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:

Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:

1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:

(12)

 b. Anggota TNI;

c. Anggota POLRI;

d. Pejabat Negara;

e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;

f. Pegawai Swasta; dan

g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima upah.

2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:

a. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan

 b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah.

c. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

(13)

3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:

a. Investor;

 b. Pemberi kerja;

c. Penerima pensiun;

d. Veteran;

e. Perintis kemerdekaan; dan

f. Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar iuran.

4. Penerima pensiun terdiri atas:

a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

 b. Anggota TNI dan anggota POLRI yang berhenti dengan hak pensiun;

c. Pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun;

d. Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan

e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.

Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi: Istri atau suami yang sah dari peserta; dan

(14)

 Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta, dengan kriteria:

 –   tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan

 –  belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

Sedangkan peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

1. WNI di Luar Negeri

Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.

2. Syarat pendaftaran

Syarat pendaftaran akan diatur kemudian dalam peraturan BPJS. 3. Lokasi pendaftaran

(15)

4. Prosedur Pendaftaran Peserta

a. Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan.

 b. Pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan.

c. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan.

5. Hak dan Kewajiban Peserta

 –   Setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan a) identitas peserta dan b) manfaat pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

 –   Setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban untuk: a. membayar iuran dan b. melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja.

6. Masa berlaku kepesertaan

a. Kepesertaan JKN berlaku selama yang bersangkutan membayar iuran sesuai dengan kelompok peserta.

 b. Status kepesertaan akan hilang bila peserta tidak membayar iuran atau meninggal dunia.

(16)

c. Ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut diatas, akan diatur oleh  peraturan BPJS.

7. Pentahapan kepesertaan

Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit meliputi: PBI Jaminan Kesehatan; Anggota TNI/PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya; Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya; peserta asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya. Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 J anuari 2019.

2.2. Prosedur Pembiayaan dan Pelayanan BPJS 2.2.1. Pembiayaan5

a. Iuran5

Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan). 10

(17)

1. Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh pemerintah.

2. Iuran bagi Peserta Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerinta non pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan: 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.

3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% (lima persen) dari gaji atau upah per bulan dengan ketentuan: 4% (empat persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh  peserta.

4. Iuran untuk keluarga tambahan pekerja penerima upah yang terdiri dari anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar 1% dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.

5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dan lain-lain), peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:

a. sebesar Rp 30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.

 b. sebesar Rp 51.000,00 (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.

(18)

c. sebesar Rp 80.000,00 (delapan puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I.

6. Iuran jaminan kesehatan bagi veteran, perintis kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah

7. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 setiap bulan

b. Pembayaran Iuran5

Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan  persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal

tertentu (bukan penerima upah dan PBI).

Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap  bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) 11

(19)

 jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh pemberi kerja.

Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan diawal. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan gaji atau upah peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan/atau peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur dengan peraturan BPJS Kesehatan.

Jika terjadi perubahan status kepesertaan dari peserta PBI menjadi bukan  peserta PBI atau sebaliknya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan:

Perubahan status kepesertaan dari peserta PBI jaminan kesehatan menjadi  bukan peserta PBI jaminan kesehatan dilakukan melalui pendaftaran ke BPJS

Kesehatan dengan membayar iuran pertama.

Perubahan status kepesertaan dari bukan peserta PBI Jaminan Kesehatan menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan dilakukan sesuai dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan.

Perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud tidak mengakibatkan terputusnya manfaat jaminan kesehatan.

(20)

2.2.2 Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan

BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi. Untuk fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG’s (

I ndonesia Case Base

Group)

.5

Sistem pembiayaan yang dipergunakan dalam program jaminan kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi bagi pemerintah dalam menentukan besar kecilnya anggaran yang akan dikeluarkan. Sistem pembiayaan yang dipergunakan dalam program Jamkesmas pada saat ini adalah sistem  pembiayaan INA-DRG ( Indonesia Diagnosis Related Group) yang kemudian  berubah menjadi INA-CBG's. Sistem ini diterapkan selain betujuan untuk kendali mutu juga bertujuan untuk kendali biaya, yaitu mengendalikan pembiayaan kesehatan yang berlebihan guna memperoleh keuntungan (moral hazard ) baik oleh  pengguna 12

(21)

 jaminan atau pemberi pelayanan kesehatan.CBG’S adalah aplikasi yang digunakan sebagai aplikasi pengajuan klaim Rumah Sakit, Puskesmas dan semua Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) bagi masyarakat miskin Indonesia. Sistem Casemix INA-CBG’S adalah suatu pengklasifikasian dari episode perawat an pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien dengan karakteristik klinik yang sejenis.6

Case Base Groups (CBG’s), yaitu cara pembayaran perawatan pasien  berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis.

Dalam pembayaran menggunakan sistem INA-CBG’S, baik rumah sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kode DRG ( Disease Related Group).

Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis tersebut telah disepakati  bersama antara  provider /asuransi atau ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya. Perkiraan waktu lama perawatan (length of stay) yang akan dijalani oleh pasien juga sudah diperkirakan sebelumnya disesuikan dengan jenis diagnosis maupun kasus  penyakitnya.6

Dari beberapa hasil penelitian diperoleh perbedaan secara signifikan antara sebelum dan sesudah menggunakan sistem pembiayaan INA-DRG/INA-CBG's dibanding ketika menggunakan sistem  fee for service. Namun penggunaan sistem INA-CBG's ini dilihat belum efektif, hal tersebut diperoleh dari hasil penelitian

(22)

yang menunjukkan kecenderungan besaran biaya INA-CBG's lebih besar dibanding  fee for service terutama untuk kasus non bedah. Sebaliknya untuk kasus-kasus bedah kecenderungan biaya INA-CBG's jauh lebih rendah dibanding  fee for  service.6

Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua fasilitas kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan  pembayaran berdasarkan kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk

melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.6

Semua fasilitas kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut.6 13

(23)

2.2.3 Pertanggungjawaban BPJS Kesehatan5

BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan  berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan di

wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh menteri kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, menteri kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan.

2.2.4 Pelayanan5 a. Jenis Pelayanan

Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh peserta JKN, yaitu  berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans

(manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

b. Prosedur Pelayanan

Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila  peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.

c. Kompensasi Pelayanan

Bila di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah peserta, BPJS Kesehatan wajib

(24)

memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan fasilitas kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.

Penyelenggara Pelayanan Kesehatan

Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik  pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui  proses kredensialing dan rekredensialing. 14

(25)

2.2.5 Alur Pembiayaan BPJS

BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan kapitasi. Untuk fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG’s.

Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua fasilitas kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan  pembayaran berdasarkan kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk

melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.

Semua fasilitas kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawatdarurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut.

Pembayaran dengan Sistem Kapitasi7,8

Tarif kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)  berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah  pelayanan kesehatan yang diberikan.

Komitmen pelayanan adalah komitmen FKTP untuk meningkatkan mutu  pelayanan melalui pencapaian indikator pelayanan kesehatan perseorangan yang

disepakati. Kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan adalah penyesuaian  besaran tarif kapitasi berdasarkan hasil penilaian pencapaian indikator pelayanan

(26)

kesehatan perseorangan yang disepakati berupa komitmen pelayanan FKTP dalam rangka peningkatan mutu pelayanan.

BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada FKTP secara praupaya  berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar di FKTP. Besaran tarif

kapitasi sebagaimana dimaksud yang dibayarkan kepada FKTP pada suatu wilayah ditentukan berdasarkan kesepakatan BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah setempat dengan mengacu pada standar tarif kapitasi yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Standar tarif kapitasi ditetapkan sebagai berikut:9

Puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar Rp.3.000,00 (tiga ribu rupiah) sampai dengan Rp.6.000,00 (enam ribu rupiah);

(27)

Rumah sakit Kelas D Pratama, klinik pratama, praktik dokter, atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar Rp.8.000,00 (delapan ribu rupiah) sampai dengan Rp.10.000,00 (sepuluh ribu rupiah); dan

Praktik perorangan dokter gigi sebesar Rp.2.000,00 (dua ribu r upiah).

Penetapan besaran tarif kapitasi bagi masing-masing FKTP dilakukan oleh BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berdasarkan seleksi dan kredensialing dengan mempertimbangkan:

sumber daya manusia;

kelengkapan sarana dan prasarana; lingkup pelayanan;

komitmen pelayanan.

Pertimbangan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud adalah ketersediaan dokter berdasarkan rasio perbandingan jumlah dokter dengan jumlah  peserta terdaftar dan ketersediaan dokter gigi, perawat, bidan termasuk jejaring  bidan dan tenaga administrasi. Pertimbangan kelengkapan sarana dan prasarana meliputi kelengkapan sarana prasarana FKTP yang diperlukan dalam memberikan  pelayanan dan waktu pelayanan di FKTP. Pertimbangan lingkup pelayanan termasuk pelayanan rawat jalan tingkat pertama sesuai peraturan perundang-undangan, pelayanan obat dan pelayanan laboratorium ti ngkat pratama.

(28)

BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan  berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan Asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

2.3. Beberapa Halangan dalam Program JKN

Dalam menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasional ini pemerintah menemui berbagai halangan, beberapa halangan-halangan yang dihadapi dalam menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasional tersebut adalah sebagai berikut: 16

(29)

1. Jumlah faslitas pelayanan kesehatan yang kurang mencukupi dan  persebarannya kurang merata khususnya bagi Daerah Terpencil Perbatasan dan

Kepulauan (DTPK) dengan tingkat utilisasi yang rendah akibat kondisi geografis dan tidak memadainya fasilitas kesehatan pada daerah tersebut.

2. Jumlah tenaga kesehatan yang ada masih kurang dari jumlah yang dibutuhkan.

3. Untuk pekerja sektor informal nantinya akan mengalami kesulitan dalam  penarikan iurannya setiap bulan karena pada sektor tersebut belum ada badan atau

lembaga yang menaungi sehingga akan menyulitkan dalam penarikan iuran di sektor tersebut.

4. Permasalahan akan timbul pada penerima PBI karena data banyak yang tidak sesuai antara pemerintah pusat dan daerah sehingga data penduduk tidak mampu tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

2.4. Permasalahan Dan Solusi dalam Defisit Klaim BPJS a. Permasalahan

Dari pemberitaan yang beredar belakangan bahwa dalam pengelolaan  program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan timbulnya defisit. Hal ini dapat diklarifikasi bahwa sebenarnya kejadian tersebut bukan defisit, namun yang terjadi adalah mismatch antara penerimaan iuran dengan total biaya manfaat. Pada tahun 2014, total iur premi yang didapat dari peserta PBI dan non-PBI hingga

(30)

Desember 2014 mencapai Rp 41,06 triliun. Namun, biaya klaim manfaat (benefit ) yang dikeluarkan BPJS Kesehatan mencapai Rp 42,6 triliun. Artinya terjadi mismatch rasio klaim sampai 103,88%. Namun, perubahan kebijakan yang diambil memang masih belum signifikan.11,12

Angka rasio klaim tersebut muncul disebabkan oleh sejumlah faktor. Di antaranya insurance effect , akibat dibukanya keran asuransi oleh pemerintah, sehingga masyarakat yang sebelumnya enggan bahkan tidak mampu ke rumah sakit, kini dengan hadirnya BPJS Kesehatan tidak ada kekhawatiran tidak mampu membayar biaya pelayanan kesehatan. Masyarakat yang kebanyakan mendaftar yaitu mereka yang memang sudah sakit dan membutuhkan pelayanan kesehatan. Akibatnya, angka pelayanan kesehatan jadi tinggi.12

BPJS Kesehatan telah memprediksi berbagai hal itu termasuk angka rasio klaim. Tapi perlu diingat, angka rasio klaim tersebut tidak mengganggu  pembayaran klaim kepada faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Prediksi itu muncul mengingat saat penghitungan besaran iuran peserta BPJS Kesehatan tidak menggunakan pendekatan aktuaria. Pada saat itu yang digunakan adalah pendekatan riset dan ketersediaan ruang fiskal negara sehingga menyebabkan angka iuran yang ditetapkan kurang sesuai.12 17

(31)

Kendala utamanya adalah masih rendahnya iur premi Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang preminya dibayarkan pemerintah. Memang pemerintah sudah menaikan iur premi PBI dari Rp 19.225 menjadi Rp 23.000. Namun, jumlah itu tidak ideal. Berdasarkan hitungan, harusnya kenaikan minimal Rp 33.000-an, itupun rasio klaim hanya mencapai titik impas. Saat ini, biaya rata-rata layanan yang diberikan berkisar Rp 33.000-an. Sedangkan rata-rata premi yang masuk dari  peserta hanya Rp27 ribuan dan ini tentu saja akan terus merugikan.14

Pemerintah telah menetapkan kenaikan iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)-Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang tertuang di dalam Peraturan Presiden (Perpres) 28/2016 tentang Perubahan Ketiga Atas Perpres 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikkan iuran adalah salah satu cara yang ditempuh Pemerintah untuk mengatasi mismatch atau defisit yang dialami BPJS Kesehatan, yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 5 triliun selama dua tahun  berjalan.15

Program JKN melibatkan banyak pelaku, mulai dari pemerintah,  provider ,  peserta dan BPJS Kesehatan. Tiap masing-masing memiliki motivasi yang berbeda, dan tidak mudah untuk menyamakannya. Kalau pemerintah, apalagi peserta, inginnya iuran kecil tetapi cukup. Dari perhitungannya sudah jelas bahwa angka cukup ideal adalah Rp 36.000 untuk kelas III Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) maupun PBI. Tetapi Pemerintah hanya sanggup membiayai Rp 23.000 untuk PBI dikarenakan alasan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja  Negara (APBN). Artinya Pemerintah sudah tahu kebutuhan pendanaan BPJS Kesehatan, tapi tidak secara langsung menyetujui angka Rp 36.000. Pemerintah tahu bahwa BPJS Kesehatan masih akan mengalami defisit, dan mereka sudah siap

(32)

dengan dana tambahan dari APBN. Pemerintah juga mengetahui bahwa dengan iuran PBPU dan PBI yang sekarang ini, tidak ada celah untuk memperbaiki tarif layanan. Padahal, kenaikkan iuran dan tarif manfaat sangat diharapkan provider, sehingga kualitas layanan semakin bagus. Sementara untuk la yanan kesehatan yang  bagus, sumber pendanaan adalah dari iuran.15

Tentu saja dengan besaran iuran yang sudah direvisi, pendanaan JKN masih  berada dalam posisi tidak aman. Ancaman program JKN ini defisit masih besar.

Defisit layak disandang sebagai penyakit kronis JKN. Angka rasio klaim tahun 2014 dan 2015 selalu berada diatas 100%. Defisit akan terus bergulir jika terapi sistemik nihil. Indikasi defisit JKN terungkap dari angka rasio klaim, yang dihitung dengan cara membagi jumlah biaya klaim dengan jumlah pendapatan iuran. Namun angka ini baru menggambarkan penyerapan dana iuran untuk biaya kesehatan saja , sementara JKN juga butuh biaya operasional. Untuk 2016 dan seterusnya, setelah diperhitungkan didapatkan angka rasio klaim 98.9%, jadi hanya ada sisa 1.1% untuk biaya operasional.15 18

(33)

Dengan iuran kecil, maka kemampuan program untuk mendanai layanan kesehatan terbatas. Tidak akan ada celah untuk perbaikan tarif layanan, yang sebenarnya sangat diharapkan oleh pemberi layanan kesehatan sejak awal JKN mulai dilaksanakan. Rendahnya tarif layanan dapat berdampak pada kualitas layanan yang diperoleh pasien. Pasien dengan penyakit parah langsung dirujuk, tetapi belum tentu diterima oleh faskes lainnya. Terjadilah lempar lemparan pasien dan itulah fenomena yang sudah terjadi selama ini. Oleh karena itu, seharusnya ada kebijakan yang mampu mengakomodasi kemampuan program dan keinginan semua pihak di dalamnya.15

b. Solusi

Besar kecilnya biaya klaim dipengaruhi oleh harga dan angka utilisasi layanan kesehatan. Ada dua resep utama untuk meredam biaya klaim. Pertama, menurunkan harga layanan. Cara ini mudah dilakukan, cukup merombak harga yang diatur Permenkes 59/2014. Namun menurunkan harga akan berimbas pada  penurunan kualitas, badai protes dari fasilitas kesehatan, dan menjadikan JKN

sebagai produk inferior.15

Resep kedua adalah pengendalian utilisasi layanan kesehatan yang abnormal. Pencetus kejadian utilisasi abnormal adalah ketidakseimbangan informasi dan  peran ganda provider . Ketika berobat, umumnya pasien tidak tahu jenis pelayanan

kesehatan apa yang dibutuhkannya. Pasien menggantungkan semua terapi kepada saran dokter yang memang lebih mengetahui kebutuhan layanan kesehatan  pasiennya. Sebagai pihak pembayar, BPJS Kesehatan harus mengembangkan  program pemantauan utilisasi.15

(34)

Untuk menindaklanjut lagi kondisi itu BPJS Kesehatan telah melakukan  bermacam upaya terkait isu solvabilitas. Misalnya, BPJS Kesehatan akan

mengajukan kenaikan premi iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan peserta  bukan penerima upah (PBPU). Angka itu dihitung kembali secara aktuaria dan dipertimbangkan untuk diberlakukan 2016 karena anggaran negara 2015 sudah diketuk.12

Perlunya kenaikan iur premi demi menjaga  sustainability BPJS Kesehatan  juga didukung Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sendiri lalu mengusulkan pada pemerintah agar dinaikan sebesar 43%, yakni menjadi Rp 27.500 per orang/ bulan dari sebelumnya Rp 19.225. Hal it u selaras dengan arahan Presiden Joko Widodo agar iur premi pada 2016 dinaikan agar tidak terjadi defisit  pada rasio klaim. Pentingnya menaikan jumlah iur premi PBI disebabkan karena  jumlah PBI mencapai hampir 70% peserta JKN. Artinya dengan menaikan iur  premi PBI, otomatis akan sangat bermakna mendongkrak jumlah pemasukan dana  premi BPJS Kesehatan.13

Kenaikan iur premi pada saat ini adalah suatu keperluan. Hal ini dikarenakan  biaya yang harus dikeluarkan BPJS semakin meningkat karena semakin banyaknya masyarakat menderita penyakit berat seperti stroke dan gagal ginjal sehingga membutuhkan biaya pengobatan yang 19

(35)

 besar. Oleh karena iuran BPJS Kesehatan harus sesuai dengan nilai keekonomian, untuk kenaikan iur PBI yang diambil dari dana pemerintah memang sulit. Hal ini dikarenakan itu semua sangat tergantung dari kemampuan fiskal  pemerintah. Sebenarnya perhitungan iuran PBI menurut DJSN sebelum BPJS Kesehatan beroperasi (2013) sudah berada pada angka Rp 27.500. Namun, itu  belum dapat terealisasi karena ruang fiskal hanya mampu mengakomodir iuran

dengan besaran Rp 19.225. Dengan adanya penyesuaian iuran itu diharapkan kedepan tidak terjadi mismatch iuran terhadap biaya manfaat/pelayanan kesehatan.12,13,14

 Namun, intinya masih banyak hal lain yang dapat dilakukan BPJS Kesehatan untuk menekan defisit. Berdasarkan data, jumlah peserta yang berasal dari kelompok pekerja penerima upah (PPU) hanya sekitar 38,7 juta atau sekitar 23,5%. Jumlah ini sangat rendah. Seharusnya komposisi peserta PPU harus lebih dipacu lagi karena mayoritas mereka adalah kelompok usia produktif yang umumnya masih dalam kondisi tubuh sehat.14

Di samping mendorong upaya menaikan iur premi, Menkes juga menghimbau  badan usaha skala menengah dan besar serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) segera mendaftarkan karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan. Hal ini  bertujuan supaya semakin banyak kelompok masyarakat produktif yang menjadi  peserta, niscaya program JKN baru dapat berjalan dengan baik. Prinsip utama dari JKN adalah gotongroyong. Artinya yang sehat membantu membiayai yang sakit. Contohnya untuk membiayai pasien gagal ginjal yang harus melakukan cuci darah minimal dua minggu sekali, setidaknya dibutuhkan 500 peserta BPJS Kesehatan yang sehat.13

(36)

Tidak hanya itu, BPJS Kesehatan juga melakukan berbagai hal, khususnya dalam upaya pengendalian mutu dan biaya pelayanan kesehatan. Hal lain yang dapat dilakukan adalah seperti peningkatan pengawasan, penegakan hukum, mempermudah cara membayar iuran peserta, peningkatan penagihan piutang iur, mencegah  fraud, abuse dan sebagainya. Indikasi-indikasi yang mengarah pada  fraud dan abuse, baik dilakukan oleh faskes atau peserta akan diminimalisir melalui

sistem yang lebih ketat dan transparan.12,14

Upaya menaikkan peserta JKN tidak serta merta mampu meredam defisit. Kenaikan peserta secara proporsinal tidak sebanding dengan kebutuhan biaya. Kenaikan peserta harus dibarengi dengan pengendalian, rasionalisasi harga dan  perbaikan iuran. Inovasi metode pembayaran provider juga harus dibangun untuk menanggalkan kelemahan dari metode bayar yang kini digunakan dalam JKN. Ini termasuk bagaimana mengkombinasikan metode pembayaran kapitasi dan INA-CBGs dengan skema pay for performance.15

Untuk meredam defisit JKN dapat dilakukan dengan menggenjot pendapatan yang nilainya dipengaruhi oleh iuran dan peserta. Pertama adalah menaikkan iuran. Sayangnya revisi iuran yang dituangkan dalam Peraturan Presiden 28/2016 masih  berada jauh dibawah nilai ideal. 20

(37)

Cara kedua, adalah membenahi tata kelola kepesertaan JKN. Selain itu, BPJS Kesehatan juga tidak hanya fokus mendorong jumlah peserta, tetapi pada kelompok mana prioritas peserta harus dibidik dan memastikan mereka konsisten dalam membayar iuran. Sistem inilah yang harus dibangun sedini mungkin.15

Defisit JKN butuh intervensi sistemik yang mampu menembak sumber masalahnya. Intervensi ini harus dilakukan simultan dan melibatkan semua pelaku. Konkretnya adalah rasionalisasi harga, perlembagaan pengendalian, perbaikan iuran dan manajemen kepesertaan.1 21

(38)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting dan mahal harganya. Oleh karena itu, perlu adanya suatu lembaga pemerintah yang memberikan rasa aman pada masyarakat dalam menjamin kesejahteraan lahir dan batin serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini sesuai dengan ketetapan UUD 1945 pasal 28 H ayat 1 yaitu “Setiap orang berhak h idup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Salah satu upaya yang ditempuh  pemerintah dalam pembiayaan kesehatan adalah dengan memantapkan penjaminan

kesehatan melalui Jamkesmas.

Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya. Jaminan Kesehatan  Nasional mengacu pada prinsip-prinsip SJSN yaitu: prinsip kegotongroyongan,  prinsip nirlaba, prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan

efektivitas, prinsip portabilitas, kepersertaan wajib, prinsip dana amanat, prinsip  pengelolaan dana jaminan sosial. Ada beberapa halangan dalam program JKN yaitu, Jumlah faslitas pelayanan kesehatan yang kurang mencukupi dan  persebarannya kurang merata, Jumlah tenaga kesehatan yang ada masih kurang dari  jumlah yang dibutuhkan, pekerja sektor informal nantinya akan mengalami kesulitan dalam penarikan iurannya setiap bulan. Permasalahan akan timbul pada

(39)

 penerima PBI karena data banyak yang tidak sesuai antara pemerintah pusat dan daerah. Terdapat gambaran model penyelesaian ketidakpuasan pelayanan kesehatan BPJS yaitu, subyek yang bersengketa, jenis yang disengketakan,  prosedur pelayanan pasien rawat inap, pelayanan farmasi, waktu pelayanan awal,

dan pelayanan primer. 3.2 Saran

Untuk meningkatkan pelayanan dan mengurangi terjadinya sengketa dalam  pelayanan BPJS di Rumah Sakit maka langkah yang perlu diambil adalah:

a. Pihak BPJS sebaiknya membekali peserta pengguna BPJS dengan sebuah  buku panduan ketika mereka mendaftar, dengan tujuan sebagai bahan bacaan dan

sebagai bahan dasar untuk penyelesaian masalah ketika terjadi sengketa.

 b. Pihak BPJS yang berada di unit masing-masing RSUD sebaiknya adalah orang yang peka terhadap permasalahan setempat terkait dengan BPJS sehingga  bisa menjadi

(40)

 penentu problem solving ketika terjadi sengketa menenai pelayanan BPJS di rumah sakit Tersebut

c. Pasien pengguna BPJS diharapkan lebih cerdas dengan menambah wawasan mengenai fungsi, manfaat, serta cakupan pelayanan BPJS di tingkat  primer maupun skunder melalui media online maupun offline

(41)

DAFTAR PUSTAKA

1. Fahrozy A. Hubungan kualitas pelayanan rumah sakit dengan kepuasan  pasien pengguna BPJS kesehatan di rumah sakit abdul wahab sjahranie samarinda

e-Journal Psikologi Fisip Unmul 2017;5(1):118-24.

2. Peraturan Menteri Kesehatan 686/MENKES/SK/VI/2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat.Jakarta:2010.

3. Putri BS, Kartika L. Pengaruh kualitas pelayanan BPJS kesehatan terhadap kepuasan pengguna perspektif dokter rumah sakit Hermina Bogor Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis Februari 2017; 2(1):1-12.

4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku saku  FAQ ( Frequently  Asked Questions): BPJS Kesehatan .Jakarta: Kementrian Kesehatan RI;2013.

5. Rahmi, Nini. Pengembangan kesehatan masyarakat sistem pembiayaan INA-DRG/INA-CBG’s;2012.

6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Bakti Husada. Buku pegangan sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial  Nasional. 2011.

7. Buku pegangan sosialisasi jaminan kesehatan nasional (JKN) dalam sistem  jaminan sosial nasional. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta;

2013.h. 25-8.

8. Bahan paparan jaminan kesehatan nasional (JKN) dalam sistem jaminan sosial. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang bertujuan dengan terjun kelapangan untuk menggali dan mengumpulkan sejumlah data yang

Atas ijin- Nya pula, kita pada hari ini dapat berkumpul di sini, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, untuk mengikuti Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan,

Hasil praktikum pada preparat irisan melintang batang Apium graveolens dengan nama lokal seledri famili Apiaceae sudah sesuai dengan pustaka, karena pada

Dalam proses penelitian, perhitungan dilakukan dengan tahap awal yaitu peramalan permintaan, dilanjutkan dengan metode perencanaan agregat untuk mengetahui kapasitas produksi

Tingkat kerentanan di suatu wilayah menurut Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal (2006) menjadi suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu

Berkaitan dengan permasalahan Surat Keputusan Menteri Pelaksana Tugas ESDM tentang Pembubaran Unit Organisasi Ad Hoc di Lingkungan Kementerian ESDM dapat diakui

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana fungsi tari tembut-tembut dalam Upacara Adat Ndilo Wari Udan Pada Masyarakat Karo”?.

Eishert (1990) mengelompokkan empat kategori limbah yang dapat mencemari wilayah pesisir, yaitu: pencemaran limbah industri, limbah sampah domestik (swage pollutin)