• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 1 Sampai Bab 3 (TA Ruben)54

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 1 Sampai Bab 3 (TA Ruben)54"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses perawatan mesin produksi tidak mungkin dihindari oleh suatu perusahaan karena hal ini berkaitan erat dengan kelancaran proses produksi dari perusahaan tersebut. Seiring dengan kemajuan teknologi di era globalisasi ini, semakin meningkat pula cara perawatan (maintenance) yang dapat dilakukan oleh perusahaan atau pabrik di seluruh dunia terhadap peralatan-peralatan produksinya guna pencapaian kondisi peralatan maupun mesin yang dalam keadaan siap beroperasi tanpa harus sering mengalami kerusakan. Hal ini akan sangat berpengaruh kepada tinggi rendahnya biaya produksi suatu perusahaan yang harus dikeluarkan. Konsep dasarnya adalah menjaga atau memperbaiki peralatan maupun mesin hingga jikalau dapat kembali kekeadaan aslinya dengan waktu yang singkat dan biaya yang murah.

PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Rambutan menggunakan berbagai peralatan yang mendukung proses dalam menghasilkan minyak sawit (Crude Palm Oil) dari daging buah dan inti sawit (kernel) dari biji buah, agar diperoleh kualitas dan mutu produk yang tinggi. Buah kelapa sawit setelah dipanen harus segera diangkut ke pabrik untuk segera diolah. Penyimpanan buah terlalu lama dapat menyebabkan kadar asam lemak bebas menjadi tinggi. Pengolahan dilakukan paling lambat 8 jam setelah dipanen.

Di pabrik, tandan buah segar (TBS) akan diterima oleh stasiun Penerimaan Buah (loading ramp), pada stasiun ini TBS diterima dengan ditimbang dan diseleksi sesuai mutunya sesuai standar fraksi kematangan, setelah itu TBS dibawa ke Stasiun Sterilisasi dengan menggunakan lori dan direbus dalam Sterilizer dengan uap bertekanan untuk memudahkan proses pengolahan selanjutnya sekaligus menekan laju kenaikan asam lemak bebas (ALB), setelah itu TBS yang telah direbus masuk dalam Stasiun Thresing (theressing station) untuk memisahkan antara buah sawit dan tandan kosongnya, setelah itu berondolan sawit dikirim ke Stasiun Press. Pada Stasiun Press, buah sawit yang telah lepas

(2)

dari tandan kosongnnya dimasukkan ke dalam mesin pencacah (digester) untuk melumatkan daging buah sawit sehingga memudahkan proses pengepressan, lalu dipres dengan mesin Screw Press untuk mengeluarkan minyak sawitnya (Crude Palm Oil) dari serabutnya dan dimurnikan di Clarification station. Ampas sisa pengepresan tadi, dikeringkan dengan menggunakan blower untuk memisahkan biji (nut) dengan sabut (fibre). Biji dikeringkan dan dipecahkan di Stasiun Kernel agar inti sawit (kernel) terpisah dari cangkangnya serta proses pengeringan inti sampai menjadi inti produksi dengan standar mutu Kadar Air < 7% dan Kadar Kotoran < 6%. Selanjutnya pada stasiun klarifikasi yaitu tempat untuk proses pemunian minyak sawit dengan metode grafimetris dan sentrifugasi, hingga menjadi minyak produksi dengan mutu kadar air < 0,15 % dan kadar kotoran < 0,02 %.

Dari penjelasan proses diatas, suatu proses tidak dapat berlangsung secara maksimal bila proses sebelumnya belum berjalan/selesai. Atas dasar inilah perlunya dilakukan perawatan (maintenance) terhadap setiap peralatan dan mesin yang terdapat di pabrik kelapa sawit ini agar proses produksi dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan.

Screw Press berfungsi untuk mengeluarkan minyak dari daging buah dengan cara dipres atau ditekan. PTPN III Kebun Rambutan memiliki 4 buah Press station dengan kapasitas olah masing-masing 10 Ton/jam. Buah sawit yang telah dilumatkan daging buahnya dari mesin Digester dialirkan ke Screw Press melalui Chute. Didalam Screw Press terdapat alat Worm Screw yang berbentuk ulir. Alat ini dibungkus oleh Jaket (Seicher) yang memiliki lubang-lubang kecil ≤ 4 mm (32000 lubang) tempat minyak hasil perasan nanti mengalir. Worm Screw menekan daging buah dari sisi buah masuk dengan menggunakan putaran yang berasal dari motor listrik berdaya 22 KW, dan ditahan oleh Cone pada ujung sisinya dengan menggunakan daya tekanan hidrolik (30-40 bar) dan daging buah diperas, sehingga melalui lubang-lubang Seicher minyak dipisahkan dari serabut (Fibre) dan biji (Nut).

Alat worm screw press sangat menentukan kualitas hasil pengepresan buah sawit, karena alat inilah yang memisahkan antara minyak sawit dan sabut buah sawit. Karena alat ini bekerja dengan menggunakan tekanan putaran kerja yang

(3)

tinggi sehingga dapat menyababkan keausan pada ulir-ulirnya, bahkan tak jarang dapat terjadi patah pada ulir tersebut saat beban kerja. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada kualitas produk yang dihasilkan, karena apabila keausan yang terjadi sudah cukup besar sehingga menyebabkan kerenggangan yang besar pada sisi luar ulir dengan Jacket dan Cone, maka dapat menyebabkan kerugian minyak sawit yang dihasilkan karena kualitas pengepressan sudah berkurang. Hal ini dapat dilihat dari ampas yang dihasilkan setelah pengepressan masih terlihat basah dan mengandung minyak atau tidak terperas sempurna. Setiap pabrikan worm press selalu memberikan lifetime pemakaian worm screw karena alat ini sangat rentan dengan keausan dan kerusakan. Oleh karena itu diperlukan perawatan yang intensif kepada peralatan ini untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.

1.2 Perumusan Masalah

Worm screw press yang dipakai pada pabrik kelapa sawit PTPN III Kebun Rambutan mengalami keausan setelah sekian waktu pengoperasiannya dan terkadang tidak sesuai dengan waktu atau lifetime yang direkomendasikan dari pabrik pembuatan worm screw press-nya. Hal inilah yang dipandang penting untuk diteliti dan dikaji lebih lanjut tentang kasus kegagalan yang terjadi. Dengan dilandasi latar belakang diatas penulis memandang perlu untuk diadakan suatu kajian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab kegagalan pada worm screw press tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

1. Dapat mengetahui gaya-gaya yang bekerja pada worm press.

2. Menganalisa kegagalan atau kerusakan yang terjadi pada worm screw press yang dapat mengurangi umur pemakaian (life time).

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk dapat mengetahui penyebab kegagalan atau kerusakan dan keausan pada worm press, dan dapat diaplikasikan pada pabrik

(4)

kelapa sawit sehingga dapat mengefisienkan biaya perawatan screw press dan juga sebagai bahan kajian penelitian lebih lanjut lainnya.

1.5 Batasan Masalah

Yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah

1. Menghitung gaya-gaya yang bekerja pada worm screw press.

2. Menganalisa kasus kegagalan yang terjadi pada worm screw press yang terjadi setelah sekian waktu pengoperasian (berdasarkan data lapangan). 1.6 Metodologi Penelitian

Pelaksanaan penelitian tugas akhir ini dengan melalui tahapan sebagai berikut, yaitu :

1. Study Literatur

Study Literatur ini merupakan studi kepustakaan meliputi pengambilan teori-teori serta rumus-rumus dari berbagai sumber bacaan seperti buku, jurnal ilmiah, skripsi/tesis mahasiswa, dan sumber-sumber dari internet yang berkaitan dengan tugas akhir ini.

2. Survey Lapangan.

Melakukan survey lapangan langsung untuk melihat spesifikasi screw press pada pabrik kelapa sawit PTPN III Kebun Rambutan yang berkapasitas olah 30 ton TBS/jam.

3. Diskusi

Berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing mengenai penelitian yang dilakukan.

(5)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Singkat PKS Rambutan

PKS Rambutan (gambar 2.1) merupakan salah satu Pabrik dari 11 PKS yang dimiliki PT. Perkebunan Nusantara-III, yang terletak di Desa Paya Bagas Kecamatan Rambutan, Kotamadya Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara, sekitar 85 km kearah Tenggara Kota Medan.

PKS Rambutan dibangun pada tahun 1983 dengan kapasitas olah 30 ton/jam. Dimana sumber bahan baku (TBS) berasal dari kebun seinduk, kebun pihak ketiga terutama Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang berada di daerah Serdang Bedagai/Deli Serdang dan sekitarnya.

Gambar 2.1 Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PTPN III.

2.1.1. Profil Pabrik

2.1.1.1. Sumber Bahan Baku dan Realisasi Penerimaan Sumber bahan baku TBS yang masuk ke PKS Rambutan berasal dari :

a. Kebun Seinduk yang terdiri dari :

• Kebun Rambutan.

• Kebun Tanah Raja.

• Kebun Gunung Pamela.

(6)

• Kebun Sarang Giting.

• Kebun Silau Dunia.

• Kebun Sei Putih.

• Kebun Gunung Para b. Pihak III yang terdiri dari :

• PIR

• Pembelian TBS pihak III 2.1.1.2. Sumber Daya Manusia

Untuk mendukung kelancaran Pengoperasian, PKS - Rambutan mempunyai Tenaga Kerja sebanyak 223 orang dengan perincian sbb. :

1. Karyawan Pimpinan = 7 orang.

2. Karyawan Pengolahan. = 82 orang (2 Shift) 3. Karyawan Laboratorium / Sortasi = 32 orang

4. Karyawan Bengkel = 40 orang 5. Karyawan Dinas Sipil = 14 orang 6. Karyawan Administrasi = 17 orang 7. Karyawan Bagian Umum/Hansip = 23 orang 8. Karyawan Bagian Produksi = 8 orang

2.1.1.3. Kegiatan Usaha

PKS Rambutan mengolah Tandan Buah Segar (TBS) buah Sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel.

2.1.1.4. Stasiun Pengolahan

Untuk mengolah TBS menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel, PKS Rambutan memiliki 11 stasiun kerja yang saling terkait, yaitu :

1. Stasiun penerimaan TBS dan pengiriman produksi. 2. Stasiun Loading Ramp.

3. Stasiun Rebusan 4. Stasiun Threshing 5. Stasiun Pressing

(7)

6. Stasiun Klarifikasi 7. Stasiun Kernel

8. Stasiun Water treatment 9. Stasiun Power Plant 10. Stasiun Boiler

11. Stasiun Fat-fit dan Effluent

Skema Diagram Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit dijelaskan pada gambar 2.2. Secara garis besar, skema tersebut menjelaskan seluruh bagian pemrosesan kelapa sawit yang ada di pabrik kelapa sawit mulai dari buah sawit yang masuk hingga menjadi CPO. Untuk pembahasan selanjutnya, kita akan fokus pada stasiun pengepressan (Pressing Station).

(8)

Boiler

Kernel Station

Dust

Feul (Fibre & Shell)

Gas

Nut Nut Silo Ripple Mill Clay Bath Kernel Silo

Press Digester Threser Sterillizer BPV Turbin Fibre Sparator CPO Vibro Sparator

Crude Oil Tank Low Speed Sparator Oil Tank Oil Purifier Oil Station Water Recourses Eksternal Anion-Kation Dearator Steam Hot Water Water Hot Water Tank Storage Tank

Fat Pit Effluent Treatment Plant

Condensate to Fat Pit

Waste Water Cooler

Condensat Heater Waste to Effluent

Land Application Kernel Oil Recovery Clarifier Tank FFB From Plantation Crude Oil

Sumber: Bagian Perencanaan PTPN 3

CPO Kernel High Pullutan Low Pollutan Raw Water Water

Steam & Hot Water

Oil

Nut & Kernel FFB

Steam to proces

Power Station

Water Treatment Plant

Fibre & shell

30 Ton

(9)

2.2. Stasiun Pengempaan (Pressing Station)

Pada stasiun pengempaan terdapat dua unit sistem yang memegang peranan dalam satuan operasi pengolahan kelapa sawit yang terdiri atas mesin digester dan mesin screw press (gambar 2.3)

Gambar 2.3 Stasiun Press

Secara umum, buah kelapa sawit (gambar 2.4) terdiri dari daging buah, cangkang, dan inti. Tebal daging buah dari buah yang cukup baik atau normal berkisar antara 2 hingga 8 mm sesuai dengan ukuran buahnya.

Gambar 2.4 Buah Kelapa Sawit 2.2.1 Pengadukan (Digester)

Digester berasal dari kata dasar “digest” yang berarti mencabik, jadi yang dimaksud dengan mesin digester adalah suatu mesin yang digunakan untuk mencabik sambil mengaduk, dalam hal ini yang diaduk adalah buah sawit yang

(10)

Lalu buah sawit yang telah menjadi berondolan tersebut dilumatkan dengan cara disayat-sayat daging buahnya dan diaduk dalam ketel adukan (digester). Buah menjadi hancur akibat adukan pisau-pisau (stirring arm) yang berputar sekitar 25-26 rpm sehingga buah bergesekan dengan pisau digester dan dinding digester. Proses pengadukan dalam digester dibantu oleh uap (steam) yang berasal dari Back Preassure Vessel (BPV) dengan suhu uap sebesar 90 0C. Uap tersebut

dimasukkan kedalam digester dengan cara diinjeksikan menggunakan pipa uap. Uap (steam) tersebut bertekanan 3 kg/cm2. Pengadukan dalam digester

berlangsung selama 30 menit supaya daging buah sawit tercabik sempurna. Minyak yang mulai keluar dari bottom bearing digester ditampung ditalang minyak untuk selanjutnya di kirim ke vibrating sceen. Setelah sampai pada tingkat terbawah maka buah sawit selanjutnya di kirim oleh expeller arm ke bagian chute untuk selanjutnya diperas minyaknya di mesin pengempa (screw press). Buah yang diperas berupa lumatan buah sawit yang disayat-sayat dimana struktur jaringan buah telah rusak dan membuka sel sel yang mengandung inti minyak, daging buah (pericarp) pecah dan terlepas dari biji (nut), serat-serat buah harus masih jelas kelihatan dan bersifat homogen [Adlin Lubis,1994]

Untuk lebih jelasnya, Gambar 2.5 menjelaskan tentang instalasi Digester dan Screw Press pada Pabrik Kelapa Sawit.

(11)

Tujuan utama dari proses pengadukan adalah untuk mempersiapkan daging buah untuk di-press, sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :

a. Pengadukan harus menghasilkan cincangan yang baik sehingga daging buah terlepas seluruhnya dari bijinya dan tidak boleh ada lagi terdapat buah yang utuh, dimana daging buah masih melekat pada bijinya.

b. Pengadukan harus menghasilkan massa yang sama rata, dan biji-biji tidak boleh terpisah dari daging buah dan turun ke bagian bawah ketel.

c. Daging buah tidak boleh teremas terlalu lumat menjadi bubur, harus tampak struktur serabut dari daging buah.

Penelitian terhadap syarat-syarat diatas adalah penting sekali, sebagian besar diperoleh dari penglihatan dan pengamatan minyak yang keluar dari bejana pengadukan. Untuk mencapai hasil pengadukan yang baik maka pengadukan harus dilakukan pada digester yang berisi 75 persen saja. Jika digester hanya terisi 75 persen, maka tekanan yang ditimbulkan oleh beban berat isian itu sendiri mempertinggi gaya-gaya gesekan yang diperlukan untuk memperoleh hasil yang optimal. Jangka waktu pengadukan yang dialami oleh digester sebelum dikempa atau di-press juga merupakan faktor yang cukup penting untuk dapat memenuhi syarat-syarat pengadukan yang baik. Semakin banyak isian suatu digester maka semakin lama buah teraduk sebelum masuk ke screw press. Jadi gabungan kedua faktor diatas dapat disimpulkan bahwa isian digester dan jangka waktu pengadukan harus diusahakan sejauh mungkin untuk dipenuhi secara simultan.

2.2.2 Pengempaan (Presser)

Pengempaan bertujuan untuk mengambil minyak dari adukan hasil output digester, dimana buah-buah yang telah diaduk secara bertahap dengan bantuan pisau-pisau stirring arm di digester dimasukkan ke dalam feed screw conveyor dan mendorongnya masuk ke dalam mesin pengempa (twin screw press), seperti dijelaskan pada gambar 2.6.

(12)

Gambar 2.6 Model Screw Press yang Digunakan pada Pengolahan Kelapa Sawit

Oleh karena adanya tekanan screw yang ditahan oleh cone, massa tersebut diperas sehingga melalui lubang-lubang press cage minyak dipisahkan dari serabut dan biji. Hasil yang keluar dari proses berupa ampas dan biji yang selanjutnya masuk ke Cake Bake Conveyor dan minyak kasar yang masih mengandung kotoran seperti pasir, serat-serat dan air yang selanjutnya akan melewati tahap klarifikasi berupa Sand Trap Tank untuk memisahkan pasir dari minyak kasar yang berasal dari screw press dan Vibrating Screen untuk memisahkan serat-serat dari minyak kasar tersebut dan selanjutnya dikirim ke Crude Oil Tank sebagai tangki penampungan minyak kasar.

(13)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengempaan ini antara lain: a. Ampas kempa (press cake) harus merata keluar di sekitar konus b. Tekanan hidrolik pada kumulator dijaga 30-40 bar.

c. Bila screw press harus berhenti pada waktu yang lama, screw press harus dikosongkan.

d. Tekanan kempa yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kadar inti pecah bertambah dan kerugian inti bertambah.

e. Tekanan kempa yang terlalu rendah akan mengakibatkan cake basah, kerugian (looses) pada ampas dan biji bertambah, pemisahan ampas dan biji tidak sempurna, bahan bakar ampas basah sehingga pembakaran dalam dapur boiler pun menjadi tidak sempurna.

2.3 Sistem Manajemen Pemeliharaan Pabrik

Sistem pemeliharaan adalah suatu kombinasi dari setiap tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam atau untuk memperbaikinya sampai suatu kondisi yang diterima (Corder A.S, 1992).

2.3.1 Jenis-jenis Manajemen Pemeliharaan Pabrik

2.3.1.1 Pemeliharaan Rutin (Preventive Maintenance)

Prinsip dari sistem perawatan ini adalah melakukan perawatan pada selang waktu yang ditentukan sebelumnya, atau terhadap kriteria lain yang diuraikan, dan dimaksudkan untuk mengurangi bagian-bagian lain tidak memenuhi kondisi yang bisa diterima (Corder A.S, 1992).

Seperti dalam industri motor masih dikenal istilah ‘servis’ istilah ini meliputi semua pemeriksaan dan penyetelan yang tercakup dalam buku petunjuk pemeliharaan, terutama pelumasan, pengisian kembali, pemeriksaan minor dan sebagainya. Dalam setiap kejadian pemeliharaan korektif biasanya memerlukan keadaan berhenti, sedangkan pemeliharaan rutin (preventive maintenance) dapat dilakukan pada waktu berhenti maupun waktu berjalan (Corder A.S, 1992)

2.3.1.2 Pemeliharaan Setelah Rusak (Breakdown Maintenance) Pemeliharaan setelah rusak (Breakdown) merupakan pemeliharaan yang dilakukan terhadap peralatan setelah peralatan mengalami kerusakan sehinggga

(14)

terjadi kegagalan yang menghasilkan ketidaktersediaan suatu alat (Corder A.S, 1992).

Pada mulanya semua industri menggunakan sistem ini. Jika industri memakai sistem ini maka kerusakan mesin akan berulang dan frekuensi kerusakannya sama setiap tahunnya. Industri yang menggunakan sistem ini dianjurkan menyiapkan cadangan mesin (stand by machine) bagi mesin-mesin yang vital. Sifat lain dari sistem ini adalah data dan file informasi, dimana data dan file informasi perbaikan mesin/peralatan harus tetap dijaga. Pada sistem ini untuk pembongkaran tahunan tidak ada karena pada saat dilakukan penyetelan dan perbaikan, unit-unit cadanganlah yang dipakai. Sistem Breakdown Maintenance ini sudah banyak ditinggalkan oleh industri-industri karena sudah ketinggalan zaman karena tidak sistematik secara keseluruhannya dan banyak mengeluarkan biaya.

2.3.1.3 Pemeliharaan Korektif (Corrective Maintenance)

Pemeliharaan korektif adalah pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti untuk memenuhi suati kondisi yang bisa diterima (Corder A.S, 1992).

Misalnya sebuah mesin telah beroperasi berjam-jam dan meskipun telah dilakukan pemeliharaan pencegahan secara teratur tetapi akan datang masanya karena keausan atau retak, maka mesin tersebut harus mengalami overhaul.

2.3.1.4 Pemeliharaan Darurat (Emergency Maintenance)

Pemeliharaan darurat adalah pemeliharaan yang perlu segera dilakukan untuk mencegah akibat yang serius (Corder A.S, 1992).

Misalnya sebuah mesin sedang beroperasi namun tiba-tiba mesin tersebut mati. Berapa kalipun dihidupkan ternyata tidak mau hidup lagi. Ketika tutup mesin dibuka ternyata air radiator mesin habis, setelah diperiksa didapat kerusakan di bagian pipa radiator, dan ada juga bagian mesin yang retak. Akibat kerusakan tersebut maka diperlukan adanya reparasi atau penggantian unit yang mengakibatkan operasi mesin harus terhenti untuk beberapa saat.

(15)

2.3.2. Maksud dan Tujuan Manajemen Pemeliharaan Pabrik

Adapun maksud pemeliharaan adalah untuk meningkatkan efektivitas serta porsi keuntungan bagi perusahaan (Suharto, 1991). Hal ini bisa dimungkinkan karena dengan dilakukannya perawatan maka dapat ditekan ongkos produksi disamping dapat pula ditingkatkan kapasitas produksi suatu mesin.

Adapun tujuan utama dilakukannya pemeliharaan adalah :

• Untuk memperpanjang usia kegunaan asset.

• Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi dan mendapatkan laba investasi maksimum.

• Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu.

• Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut (Corder A.S, 1992).

2.4. Corrective Maintenance

Reparasi mesin setelah mengalami kerusakan bukanlah kebijaksanaan pemeliharaan yang paling baik. Biaya pemeliharaan terbesar biasanya bukan biaya reparasi, bahkan bila hal itu dilakukan dengan kerja lembur. Lebih sering unsur biaya pokok adalah biaya berhenti untuk reparasi. Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada mesin walaupun reparasi dilakukan secara cepat akan menghentikan operasi, para karyawan dan mesin menganggur, produksi terganggu bahkan dapat menghentikan jalannya produksi (Ali Mashar, 2008).

Pemeliharaan Corrective adalah peningkatan perbaikan kemampuan peralatan mesin kedepan karena kegagalan atau pengurangan kemampuan mesin selama pemeliharaan preventive dikerjakan atau sebaliknya, demi perbaikan mesin dan optimal dalam penggunaannya. Pemeliharaan corrective terdiri dari beberapa bagian seperti :

1. Perbaikan karena rusak.

Bagian ini fokus dengan perbaikan pada bagian kerusakan peralatan supaya kembali kepada kondisi operasionalnya.

(16)

2. Overhaul.

Bagian ini fokus dengan perbaikan atau memulihkan kembali (restoring) peralatan ke keadaan yang semula yang dapat dipergunakan (complete serviceable) untuk seluruh peralatan di pabrik tersebut.

3. Salvage:

Bagian ini fokus dengan pembuangan dari material yang tidak dapat diperbaiki dan pemanfaatan material yang masih bisa dipakai dari peralatan yang tidak dapat diperbaiki pada overhaul, perbaikan karena rusak dan rebuild programs.

4. Servicing:

Tipe bagian pemeliharaan korektif ini mungkin dibutuhkan karena adanya tindakan pemeliharaan korektif, seperti pengelasan, dan lainnya.

5. Rebuild:

Bagian ini fokus dengan pemulihkan kembali (restoring) peralatan ke keadaan yang standard sedekat mungkin ke keadaan aslinya berkenaan dengan keadaan fisik, daya guna dan perpanjangan masa pakai (B. S. Dhillon, 2006).

Gambar 2.7 menjelaskan tentang grafik pola kerusakan alat atau mesin pada umumnya.

Gambar 2.7 Grafik Pola Kerusakan Alat pada Umumnya

Awal Pe-

makaian Pemakaian Normal Alat rusak

X

Titik kritis

Waktu

Jumlah Kerusakan

(17)

Dari gambar 2.7 grafik diatas dapat dilihat bahwa suatu peralataan baru mempunyai suatu kemungkinan kegagalan atau kerusakan yang tinggi yang disebabkan instalasi awal proses operasi. Pada awal periode, kemungkinan terjadinya kerusakan dari peralatan tersebut menjadi tinggi. Setelah peralatan berjalan dengan normal, maka tingkat kerusakan akan stabil dan meningkat kembali seiring berjalannya waktu. Pemeliharaan corrective bertujuan untuk memperbaiki kondisi peralatan ketika rusak, supaya dapat kembali normal ataupun lebih maningkat kinerjanya.

Menurut R. Keith Mobley dalam bukunya yang berjudul ”Maintenance Fundamentals Edisi kedua, tahun 2004”, bahwa pemeliharaan atau maintenance dapat digolongkan menjadi tiga tipe bagian besar pemeliharaan, seperti yang dijelaskan pada gambar 2.8 dibawah ini.

Sumber : R. Keith Mobley 2004

Gambar 2.8 Struktur dari Maintenance.

Pada gambar 2.8 diatas dapat kita lihat bagaimana pembagian pemeliharaan yang cukup lengkap. Pada pembagian sistem pemeliharaan corrective terdapat 1 bagian utama sistem pemeliharaan yang terdiri dari Breakdowns Maintenance, Emergency Maintenance, Remedial Maintenance, Repairs Maintenance dan Rebuilds Maintenance. IMPROVEMENT (MI) MAINTENANCE PREVENTIVE (PM) Reliability-driven Modification Retrofit Redesign Change order CORRECTIVE (CM) Predictive Statistical analysis Trends

Vibration monitoring Tribology Thermography Ultrasonics Other NDT

Time-Equipment Periodic

Fixed intervals Hard time limits Specific time Equipment-driven

Self-scheduled Machine-cued Control limits When deficient As required

Event-driven Breakdonws Emergency Remedial Repairs Rebuilds

(18)

Pada pembagian bagian sistem corrective Maintenance terdapat salah satu bagian yang membahas mengenai Remedial (untuk perbaikan kedepan). Kita akan fokus dalam hal ini karena tujuan utama dari skripsi ini adalah perbaikan dalam mesin screw press.

Masalah utama yang dijumpai pada mesin screw press adalah terjadinya keausan pada ulir screw press akibat torsi dan tekanan kerja dari konus yang menekan buah sawit setelah sekian waktu pemakaian. Terkadang masa pakai yang direkomendasikan oleh pabrik pembuatan screw press tersebut tidak sesuai dengan kondisi aktualnya, sehingga menimbulkan kerugian biaya dan waktu. Mekanisme keausan yang disebabkan gesekan sering juga disebut dengan istilah tribology.

2.4.1 Mekanisme Tribology

Tribology ini adalah salah satu cabang ilmu dalam bidang engineering yang fokus membahas tentang tiga bagian penting fenomena dalam permesinan yang sangat erat hubungannya satu sama lain. Ketiga bagian tersebut adalah gesekan (friction), keausan (wear) dan pelumasan (lubrication) (Gwidon W. Stachowiak and Andrew W. Batchelor). Ketiga bagian ini pasti terjadi pada permesinan dan amatlah penting untuk dibahas. Jadi dapat disimpulkan topik pembahasan pada bagian remedial ini adalah memperhitungkan terjadinya gesekan dalam setiap komponen permesinan yang dapat menyebabkan keausan yang melibatkan pelumasan, baik itu pelumasan kering dan basah supaya kedepannya dapat diambil suatu tindakan pencegahan atau pengurangan keausan tersebut.

Aus terjadi karena adanya kontak gesek antara dua permukaan benda dan menyebabkan adanya perpindahan material dan adanya pengurangan dimensi pada benda tersebut. Defenisi keausan menurut standard Jerman (DIN 50 320) bahwa keausan di defenisikan sebagai kehilangan material secara bertahap dari permukaan benda yang bersentuhan (Theo Mang and Wilfried Dresel, 2007). Keausan yang terjadi pada setiap sistem mekanisme sebenarnya sangat sulit diprediksi secara teori atau perumusannya, karena banyak faktor dilapangan yang menyebabkan kekeliruan dalam memprediksi keausan tersebut (K. C. Ludema, 1996).

(19)

Keausan sendiri terbagi dalam bebrapa jenis keausan, seperti keausan abrasif, adesif, korosif, keausan fatik, kimia, erosi dan lain-lain. Keausan yang terjadi pada pembahasan skripsi ini adalan keusan jenis abrasif. Abrasif dan kontak lelah (fatigue cantact) adalah hal yang paling penting dalam perhitungan keausan pada permesinan. Bisa diperkirakan bahwa total keausan yang terjadi pada elemen-elemen mesin dapat kisarkan antara 80-90% adalah keausan abrasif dan dalam 8% adalan keausan lelah (wear fatigue). Kontribusi dari jenis keausan yang lain sangatlah kecil. Sebagian besar pengamatan keausan dilakukan secara tidak langsung. Salah satunya adalah dengan menimbang berat spesimen atau benda kerja. Ini adalah cara yang termudah untuk dapat mendeteksi keausan. Dari menimbang berat benda kerja yang akan dianalisa, kita dapat mengetahui berapa total material yang telah aus dari selisih berat awal benda kerja sebelum operasi dengan berat benda kerja setelah operasi, tetapi distribusi kedalaman keausan yang terjadi pada permukaan kontak tidak dapat diketahui (Alfred Zmitrowicz, 2006).

Mempresdiksi keausan yang terjadi pada permesinan cukuplah sulit. Setiap rumus pada literatur yang dapat mengitung laju keausan hanya sebatas estimasi atau pendekatan saja. Pada tahun 1950-an J. F. Archard menemukan suatu hukum yang dapat memprediksi terjadinya keausan pada material yang saling bergesekan, dan dia menamai hukum itu dengan dirinya sendiri, yaitu hukum keausan Archard (Archard wear law).

Berdasarkan hukum keausan Archard tentang hukum keausan (wear law) bahwa persamaan volume keausan dapat diperoleh dengan (Gwidon W. Stachowiak and Andrew W. Batchelor):

V = K Ar L = K L

H W

... (2.1) Dimana : V = Volume keausan (m3)

L = Jarak lintas meluncur (m) W = Beban (N)

K = Koefisien keausan

H = Kekerasan material (Pascal, N/m2)

(20)

Dalam melaksanakan pemeliharaan Pabrik Kelapa Sawit PKS Rambutan mengacu ke prosedur / instruksi kerja (IK) PTP Nusantara III, adapun system pelaksanaan pemeliharaan dilaksanakan secara Corrective, Preventive dan Predictive Maintenance dengan alur proses dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Skema Alur Proses Kegiatan Pemeliharaan

Untuk pekerjaan corrective maintenance mengacu ke IK 3.02-02 mengenai Pelaksanaan Kegiatan Teknik, dimana setiap pelaksanaan breakdown maintenance yang harus mengacu pada Work Order yang diminta pengguna alat. Untuk pekerjaan preventive mengacu ke IK 3.02 – 02/08 mengenai Pemeliharaan / Perawatan Mesin dan Instalasi PKS dan IK 3.02 – 02/09 mengenai Pemeliharaan / Perawatan Mesin dan Instalasi Listrik. Sedangkan untuk pekerjaan Predictive Maintenance mengacu ke IK 3.02 – 00/06 mengenai Pelaksanaan Predictive Maintenance.

Dalam pelaksanaan pekerjaan corrective dan preventive maintenance yang dilaksanakan secara TS (menggunakan tenaga sendiri) spare part yang digunakan berasal dari gudang, system pengadaan terdiri dari 3 kategori, yaitu :

(21)

 Pengadaan local (OPL) oleh managemen unit langsung.

 Pengadaan di tingkat Distrik Manager, melalui DPBB kewenangan DM

 Pengadaan di tingkat Kantor Direksi, melalui DPBB kewenangan Kandir (Kantor Direksi)

Ketiga jenis kategori ini dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya sistem keagenan atas barang/bahan yang akan diadakan, untuk barang keagenan harus diadakan dengan kewenangan Kandir, serta berdasarkan nilai pengajuan, untuk nilai pengajuan < Rp. 50 jt dapat diadakan secara OPL, sedangkan yang nilai pengajuannya antara Rp. 50 jt s/d Rp. 200 jt menjadi kewenangan DM sedangkan yang nilai pengajuannya lebih dari Rp. 200 jt menjadi kewenangan Kandir.

Untuk pekerjaan corrective maintenance dan preventive maintenance yang dilaksanakan oleh tenaga pemborong (TP) atau outsourcing, pelaksanaanya berdasarkan P4T (Pengajuan Permintaan Pekerjaan Pemeliharaan / Teknik) yang terdiri dari 2 kategori :

 P4T di tingkat Distrik Manager.  P4T di tingkat Kantor Direksi.

Kedua jenis kategori ini dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya sistem keagenan atas peralatan yang akan diperbaiki, serta berdasarkan nilai pengajuan, untuk nilai pengajuan < Rp. 250 jt menjadi kewenangan DM sedangkan yang nilai pengajuannya lebih dari Rp. 250 jt menjadi kewenangan Kandir.

Kegiatan pemeliharaan preventive dapat dipermudah dan berjalan secara efektif dengan menggunakan sistem komputer. Setiap pabrik pasti membutuhkan sparepart, equipment, tool, material dan consumable dalam proses operasinya. Semua ini dapat di jadwalkan secara komputerisasi, dan ini akan membantu sistem pemeliharaan preventive dalam mengantur workorder, biaya, pembelian dan penjadwalan kegiatan pemeliharaan. Pabrik kelapa sawit Kebun Rambutan PTPN III dalam hal ini sedang akan menggunakan sistem komputerisasi (CMMS) lagi dalam membantu proses pemeliharaannya.

BAB 3

(22)

3.1. Dasar Pemilihan Mekanisme

Dari mekanisme-mekanisme pemeras yang ada, mekanisme pemeras yaitu screw press merupakan mekanisme yang paling efektif. Hal ini dikarenakan pada screw press memiliki keuntungan baik dari segi teknik maupun dari segi non teknik.

3.1.1. Keuntungan dari Segi Teknik:

a. Memiliki gaya tekan yang besar untuk memeras buah kelapa sawit.

b. Memiliki konstruksi yang kokoh dan kuat. Dengan demikian proses produksi dapat berlangsung secara optimal dengan umur pemakaian yang panjang.

c. Pengoperasian mesin yang mudah sehingga tidak memerlukan tenaga yang ahli.

d. Memiliki prinsip kerja yang sederhana sehingga perawatan dapat dilakukan dengan mudah.

e. Produktifitas yang tinggi, sebab proses produksi berlangsung secara kontinu.

3.1.2. Keuntungan dari Segi Non Teknik:

a. Mesin ini dapat memeras serta menghasilkan minyak yang telah terpisah dengan ampasnya.

b. Prinsip kerja yang sederhana, produksi secara kontinu dan effesiensi kerja yang tinggi.

3.2. Cara Kerja Mesin Screw Press

Pada mesin ini worm screw press memiliki peranan utama yang mendorong dan menekan kelapa sawit supaya terjadi pemerasan. Buah sawit yang telah

(23)

dihancurkan pada digester diperas akibat gaya tekan yang ditimbulkan antara screw, casing (press cage), dan cone. Gambar 3.1 menjelaskan sistem kerja screw press ketika terisi buah sawit (keadaan bekerja) serta katika screw pres sedang kosong (tidak bekerja).

Screw press mendapatkan tenaga putaran dari motor listrik berdaya 22 KW (29,5 Hp; 380 V, 1450 rpm) yang direduksi melalui gearbox hingga mencapai 9-11 rpm dan disalurkan memalui 2 buah worm screw press. Press cage atau casing memiliki lubang penyaringan sebanyak 32.000 buah diseluruh sisinya. Cone mendapatkan daya tekan dari pompa hidrolik sebesar 30-40 bar.

Tekanan Konus yang terlalu besar mengakibatkan presentasi biji pecah menjadi tinggi, tetapi bila tekanan konus terlalu kecil maka presentasi kadar minyak pada ampas buah sawit juga menjadi besar. Maka diperlukan suatu sistem pengaturan yang baik pada pengaturan tekanan hidrolik konus. Minyak kasar sawit (CPO) dan air mulai keluar saat pengepressan berlangsung melalui 32.000 lubang pada press cage (casing) dan terpisah dari ampasnya yaitu fibre dan nut (gambar 3.2).

Pada pengoperasiaannya, kedalam mesin pengempa ini dimasukkan air panas supaya mempermudah pengeluaran minyak dari daging buah sawit. Mesin ini beroperasi pada putaran rendah, yaitu 9-11 rpm (tergantung kebutuhan). Hal ini bertujuan untuk memberikan waktu yang cukup dalam pengeluaran minyak dari kelapa sawit yang telah dihancurkan hingga tuntas.

(24)

z

Tekanan hidrolik konus

(25)

Gambar 3.2 Press Cage, Cone dan Ampas Press Cage

Ampas dari Screw Press (Nut dan Fibre) Cone

(26)

3.3. Bagian Sistem Screw Press yang Mendapat Perawatan Rutin

Berisi tentang bagian-bagian pada mesin srew press yang akan dilakukan perawatan rutin, meliputi

1. Digester 2. Motor listrik 3. Gear Box

4. Kopling Flens Kaku

5. Gear Pentransfer Putaran Worm 6. Poros Gear Box

7. Saringan (Chute) 8. Worm Screw Press 9. Penahan (Cone)

3.4. Pengambilan Data dan Pengukuran

Sebagai dasar perhitungan analisa gaya – gaya yang bekerja pada worm screw press terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan, sebagaimana yang terjadi pada proses pengolahan. Faktor-faktor yang dimaksud adalah:

a. Air dimasukkan dengan temperatur 90˚C yang berguna untuk mengencerkan larutan minyak dan agar lubang-lubang saringan tidak tersumbat.

b. Kadar air tidak lebih dari 20% terhadap buah sehingga tidak sulit diproses di stasiun minyak.

c. Tekanan dipertahankan antara 30-40 bar karena apabila tekanan yang diberikan saat pengempaan (pressing) terlalu kecil, maka angka kehilangan minyak (oil losses) lebih tinggi dan sebaliknya jika tekanan pengempaan terlalu besar menyebabkan persentase biji pecah menjadi tinggi.

d. Buah yang masuk ke dalam screw press telah mengalami proses terdahulu (telah dijelaskan pada Bab 2, point 2.2) sehingga massa buah dari 100% TBS menjadi 66% yang berbentuk brondolan, seperti yang dijelaskan pada gambar 3.3 berikut.

(27)

(Sumber : Data sesuai dengan buku operasi proses pengolahan kelapa sawit yang terdapat di PKS)

Gambar 3.3. Material balance pengolahan kelapa sawit

Data-data dari hasil survei mesin screw press pada Pabrik Kelapa Sawit PTPN 3 Kebun Rambutan ditabulasikan pada tabel 3.1 dan gambar worm screw press pada gambar 3.4.

Tabel 3.1 Spesifikasi mesin Screw Press

No Uraian Keterangan

1 Kapasitas (Q) 10 Ton Buah Sawit/Jam

2 Type Continous Double Screw press

3 Tekanan Konus (cone) (P) 30 – 40 Bar

4 Clearance 25 mm

5 Putaran Poros (n) 9-11 rpm

6 Siklus Input Kontiniu

7. Berat Worm Screw (W) 100 kg = 981 N

8 Jumlah Ulir 4,5 TBS (100%) EMPTY BUNCH/ Tandan Kosong (22%) FRUITS/Berondolan (66%) EVA PORATION(12%) CRUDE OIL (41%) NOTTEN/BIJI (12%) PERICARP/ Ampas Kempa (13%) SLUDGE (19%) PURE OIL(22%) SHELL/(Cangkang) (7%) KERNEL/(Inti Sawit) (6%)

(28)

Gambar 3.4 Worm Screw Press pada PKS PTPN 3 Kebun Rambutan 3.5. Bahan Baku (Raw Material)

Bahan baku yang diolah dalam mesin screw press adalah buah kelapa sawit yang telah diaduk dan dihancurkan daging buahnya dalam ketel adukan (digester). Keadaan awal buah sawit adalah berkumpul dalam satu tandan. Buah kelapa sawit ini termasuk jenis tumbuhan monokotil. Bagian-bagian utama (gambar 3.5) yang terdapat pada buah kelapa sawit adalah sebagai berikut.

1. Lapisan bagian luar (epicarpium) yang disebut sebagai kulit luar.

2. Lapisan tengah (mesocarpium) yang disebut daging buah yang mengandung minyak.

3. Lapisan dalam (endocarpium) yang disebut inti, berada dalam biji dan mengandung minyak. Diantara mesocarpium dengan endocarpium terdapat cangkang (shell) yang keras.

Gambar 3.5. Bagian utama buah kelapa sawit

Massa jenis buah sawit pada suhu 900C, ρ = 641 kg/m3 (Naibaho,P. 1998).

1 2 3

(29)

3.6. Laju Aliran Volume (Kapasitas)

Dalam menentukan kapasitas screw press yang digunakan terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian, antara lain:

1. Sebelum kelapa sawit masuk ke dalam digester dan screw press, massa awal buah kelapa sawit telah berkurang. Kondisi ini disebabkan karena pada proses penebahan pada mesin thresser buah sawit telah terpisah dari tandannya. Tandan kosong tersebut dipindahkan melalui belt conveyor ke lokasi penampungan tandan kosong.

2. Untuk memperoleh hasil pressan yang baik, yaitu minyak sawit yang keluar semuanya, maka perlu diperhatikan bahwa screw press harus dalam keadaan selalu terisi penuh. Kondisi ini dibutuhkan untuk memperoleh efisiensi yang lebih baik dari penekanan yang dilakukan, sebab jika banyak ruang kosong pada saat penekanan, maka penekanan yang terjadi tidak maksimal.

Dengan memperhatikan kondisi diatas, maka kapasitas screw press yang dapat diperoleh berdasarkan data berikut:

1. Kapasitas olah satu buah mesin screw press 10 Ton Buah Sawit/Jam 2. Rasio fruitlet terhadap TBS sebesar 66 persen

Maka fruitlet yang diolah diperoleh dihitung sebagai berikut: Q =

100 66

x 10 Ton Buah Sawit/Jam...(3.1) Q = 6600 Kg/Jam

Harga volume aliran (v) dapat diperoleh bilamana dihubungkan dengan massa jenis bubur buah kelapa sawit yang besarnya ρ = 641 kg/m3. Dengan

demikian, volume aliran kelapa sawit adalah sebagai berikut :

ρ

Q

v = ... (3.2)

(30)

3 / 641 / 6600 m kg jam kg v = =7,709m /3 Jam

3.7. Analisa Gaya pada Screw Press 3.7.1 Gaya Torsi

Screw Press berguna untuk memindahkan buah hasil pencabikan (digest) ke arah keluar (outlet). Dengan adanya penyempitan yang diakibatkan konus, maka akan terjadi pemerasan pada buah tersebut sehingga minyak keluar dari daging buah sawit. Gambar 3.6 menerangkan ukuran screw.

Gambar 3.6 Peristilahan screw press

Daerah paling kritis yang sering menjadi area keausan terjadi pada ujung screw (dari survei, gambar 3.7). Diasumsikan titk kritis tersebut terjadi pada jarak maksimal 10 mm dari sisi terluar screw. Maka dk adalah:

dk = 291 - (10 x 2) = 271mm.

(31)

Gambar 3.7 Daerah paling kritis yang sering menjadi area keausan

Pada gambar 3.8 dibawah ini, dapat dilihat gaya–gaya yang bekerja pada screw. Gaya maksimum yang bekerja terletak pada bagian seksi penyumbatan (plug section) yang terletak pada ujung worm screw press. Dimana jarak antara screw (Pitch) ialah p =185 mm.

Gambar 3.8 Gaya-gaya yang bekerja pada worm screw press .

Dari gambar 3.8 dapat dilakukan perhitungan untuk menentukan torsi (T) yang bekerja pada seksi penyumbatan (plug section) dibentuk hipotenusa helix yang dilinierkan pada bidang datar (dapat dilihat pada gambar 3.9). Dari suatu

(32)

segitiga siku–siku yang alasnya merupakan pitch screw dan tingginya sama dengan keliling dari lingkaran diameter rata–rata screw tersebut.

Gambar 3.9 Ilustrasi pembebanan pada Screw Press

Gambar (3.9) menunjukkan kondisi pembebanan rata-rata pada jarak r dari sumbu poros. Gaya F merupakan penjumlahan gaya aksial berupa gaya tekan yang terjadi pada screw. P adalah gaya yang bekerja untuk memindahkan beban (material kelapa sawit). Gaya N adalah gaya normal, sebagai akibat dari gaya tekan material terhadap screw. Gaya µN adalah gaya gesek yang terjadi pada permukaan kontak material kelapa sawit dan permukaan screw. Gaya normal dihitung dengan mempertimbangkan faktor pembebanan yang mengindikasikan jumlah total permukaan kontak screw dengan material.

Analisis torsi dilakukan dengan analitik pada sudut helix (λ) sebagai berikut :

FH = N.cosλ−F−µN.sinλ =0...(3.3 a)

FV = N.sinλ−PN.cosλ =0...(3.3 b) Dengan mengeliminir gaya normal N pada persamaan 3.3a dan 3.3b untuk mendapatkan P, maka :

(33)

(

)

[

cos − .sin −

]

1 =0 = ∑ N F N FH λ µ λ

(

cos − sin

)

− =0 N F λ µ λ ...(3.4 a)

(

)

[

sin + .cos −

]

1 =0 = ∑ N P N FV λ µ λ

(

sin + cos

)

− =0 N P λ µ λ ...(3.4 b) Dengan mensubtitusi persamaan (3.4a) dan (3.4b) diperoleh gaya (P) ialah :

(

)

λ µ λ λ µ λ sin cos cos sin − + = F P ...(3.5) Persamaan (3.5) dibagi dengan cos λ dan dengan mensubtitusi tan λ = dm p π , sehingga diperoleh :

(

)

[

]

(

p dm

)

dm p F P π µ µ π − + = 1 ...(3.6)

Torsi merupakan hasil kali gaya P dan radius daerah kritis (dm/2) , maka

diperoleh persamaan :     − + = p dm dm p dm F T . . . . 2 . µ π πµ ... (3.7) Dimana :

T = Torsi yang bekerja pada screw (N.mm) F = Gaya aksial yang bekerja pada screw (N)

(34)

koefisien gesekan antara Besi Tuang dengan kayu Oak (tabel 3.2) p = Pitch screw (mm)

dm = Harga radius area rata-rata screw =

2 dr d + = 2 108 291+ =199,5 (mm) Tabel 3.2 Koefisien Gesekan Material

Material 1 Material 2

Coefficient Of Friction

DRY Greasy

Static Sliding Static Sliding

Aluminum Aluminum 1,05-1,35 1,4 0,3

Aluminum Mild Steel 0,61 0,47

Brake Material Cast Iron 0,4

Brass Cast Iron 0,3

Brick Wood 0,6

Bronze Cast Iron 0,22

Bronze Steel 0,16

Cadmium Cadmium 0,5 0,05

Cadmium Mild Steel 0,46

Cast Iron Cast Iron 1,1 0,15 0,07

Cast Iron Oak 0,49 0,075

Chromium Chromium 0,41 0,34

Sumber : Dari situs internet, Wikipedia

Gaya aksial yang bekerja pada screw merupakan beban yang diakibatkan oleh adanya hambatan oleh konus sehingga menimbulkan tekanan. Tekanan ini sebesar 30 – 40 Bar, pada perhitungan diambil tekanan maksimal sebesar 40 Bar ialah : 2 5 / 10 40 40 m N x P Bar P k k = =

Perhitungan beban (Wk) yang terjadi pada screw adalah sebagai berikut:

Wk = Pk × A (3.8)

(35)

Menurut (Saeful Idad, 2007) mekanisme pengempaan pada worm screw press terbagi atas tiga bagian, yaitu : seksi pengisian (feed scetion ), seksi pemadatan (ram scetion), dan seksi penyumbatan ( plug section). Pada bagian plug section akan mengalami proses penekan yang paling besar oleh karena adanya tahanan lawan yang diberikan oleh konus, dapat dilihat pada gambar 3.10 (a).

(a)

(b)

Gambar 3.10 (a) Pembagian penampang screw , (b) Gaya tekanan yang dialami oleh screw

Dimana luas penampang sebuah screw diperoleh (Ugural, 2003):

A = π d b n ...(3.9)

A = π (291) (40) (1)

A = 36549,6 mm2 = 36549,6 × 10-6 m2

dengan tan λ =p πdm λ = 17,630

(36)

A = (36549,6 × 10-6 ) cos 17,630

= 0,034833 m2

Beban untuk sebuah screw (tekanan hidrolik dibagi oleh 2 konus, sehinga harga P 4 ×106/2 = 2 ×106) maka persamaan (3.8) menjadi :

Wk = (2 ×106) (0,034833)

= 69666 N

Dengan demikian harga torsi (T) dapat diperoleh dari persamaan (3.7) dgn F =Wk:     − + = p dm dm p d F T m . . . . 2 . µ π πµ T =  − + ) 185 .( 49 , 0 ) 5 , 199 .( ) 5 , 199 .( 49 , 0 . 185 2 ) 5 , 199 .( 69666 π π T = 6380707,916 N.mm

3.7.2 Tegangan pada Screw Press

Ada dua bentuk tegangan yang terjadi pada screw (gambar 3.11), yaitu tegangan lentur dan tegangan geser. Besarnya masing-masing tegangan akan diperoleh berdasarkan perhitungan berikut.

Gambar 3.11 Geometri dari screw press yang digunakan untuk menentukan tegangan geser dan tegangan lentur yang terjadi pada dasar screw.

(37)

Tegangan geser nominal τ dimana torsi bekerja pada dasar screw dapat dihitung dengan:

(

4 4

)

16 r r nom d D TD − = π τ ...(3.10) Tegangan aksial σ pada dasar screw akibat beban F ialah :

σ =

(

2 2

)

4 r r d D F A F − = π ...(3.11)

Tegangan lentur σb dapat dihitung dengan menggunakan persamaan beam

cantilever yang diproyeksikan dari dasar batang screw (dapat dilihat pada gambar 3.11).

σb = I c

M

...(3.12) momen inersia dihitung dengan persaman :

I =

− 2 / 2 / 2 b b dA y ...(3.13 a)

Dimana luas penampang pada dasar batang screw (A) (Ugural, 2003): A = π ΔDr b n dA = π ΔDr n dy

Dengan mensubtitusi dA ke persamaan (3.10a) : I =

− ∆ 2 / 2 / 2 . . b b r n D y π dy I =

(

)

2 / 2 / 3 3 . . b b r y n D −       ∆ π I =

(

)

             − −       ∆ 3 3 2 2 3 1 . . Dr n b b π I =

(

)

 8 2 3 1 . . 3 b n Dr π I =

(

. .

)

3 12 1 b n Dr ∆ π ...(3.13 b)

(38)

Modulus penampang I/c diperoleh dengan mensubtitusi c = b/2 ke persamaan (3.13 b), sehingga : 2 ) . . ( 6 1 b n D c I r ∆ = π ...(3.14) Dengan mensubtitusi persamaan (3.14) dan momen yang bekerja pada beam cantilever M =

2 .h F

ke persamaan (3.12) sehingga diperoleh tegangan lentur σb

σb = . . . 2 3 b n D Fh r ∆ π dimana ΔDr = Dr – dr σb = .

(

)

. . 2 3 b n d D Fh r r − π ...(3.15)

Tegangan geser τ yang bekerja pada dasar screw akibat gaya F ialah :

(

D d

)

nb F n b D F A V r r . 2 3 . . . 2 3 2 3 − = ∆ = = π τ ...(3.16)

Dari sistem koordinat pada gambar (3.11), dapat dicatat : σx = .

(

)

. . 2 3 b n d D Fh r r − π τxy =0 σy = 0

(

4 4

)

16 r r yz d D TD − = π τ

(

2 2

)

4 r r z d D F − − = π σ τzx =0

Dari persamaan – persamaan diatas maka dapat diperoleh besar tegangan pada screw, yaitu :

Tegangan geser nominal τ :

(

1084 494

)

) 108 )( 6 6380707,91 )( 16 ( − = π τnom nom τ = 26, 95203 N/mm2 Tegangan aksial σ σ

(

1082 492

)

) 69666 )( 4 ( − − = π

(39)

σ =- 9,5807 N/mm2 Tegangan lentur σ b σb = .

(

108 49

)

(1)(40)2 ) 5 , 91 )( 69666 )( 3 ( − π σb = 64,515 N/mm2

Tegangan geser τ yang bekerja pada dasar screw

(

108 49

) ( )

.(1).40 ) 2 ( ) 69666 )( 3 ( − = τ

=

τ

44,2792 N/mm2

Perhitungan–perhitungan diatas dimasukkan dalam bentuk tegangan tiga dimensi seperti terlihat pada sistem koordinat dari gambar (3.11) :

σx = 64,515 N/mm2 τxy =0

σy = 0 τyz =20,1377 N/mm2

σz = - 9,5807 N/mm2 τzx =0

3.8. Perhitungan Keausan pada Worm Screw Press. 3.8.1. Laju Volume Keausan

Keausan terjadi karena adanya gesekan antara permukaan suatu material. Untuk lebih mempermudah kita mengerti tentang terjadinya gesekan dan keausan pada mesin screw press atau yang biasa disebutkan sebagai mekanisme tribology seperti yang telah dijelaskan pada bab 2, maka mari perhatikan gambar 3.12. Pada gambar 3.12 dijelaskan secara sistematis bagaimana terjadinya gesekan material yang terjadi antara permukaan ulir screw press dengan material lain yang dalam hal ini dimaksudkan dengan buah sawit yang sedang diperas, dan perbesaran permukaan material yang bergesek.

(40)

Terjadinya gesekan antara kedua permukaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya perpindahan material yang aus (chips) yang terjadi diantara kedua permukaan material yang bergesekan. Bila kita melihat suatu permukaan material dengan bantuan mikroskop dengan pembesaran tertentu, dapat kita melihat bagaimana keadaan mikrostuktur permukaan material tersebut. Hampir tidak ada permukaan mikrostruktur suatu material yang benar-benar rata setelah proses permesinan berlangsung, walaupun itu telah melewati berbagai proses permesinan untuk perataan permukaan (lapping, honing dan lainnya).

Dalam hal ini, keausan terjadi pada permukaan dan diujung sisi worm screw press (gambar 3.7). Untuk mempermudah perhitungan laju keausan maka hanya satu ulir saja yang dihitung, yaitu ulir terluar yang mengalami gaya tekan langsung dari konus.

(41)

Gambar 3.12 Mekanisme gesekan dipermukaan ulir dan terjadinya partikel aus.

Kekerasan bahan worm screw press yaitu baja tuang (cast steel) adalah berkisar 200-230 BHN (Tabel 3.3), maka diambil harga kekerasan rata-ratanya yaitu 215 BHN (Brinell Hardness Number).

Tabel 3.3 Kekerasan bahan Cast Stell

Uloaded asperity Concentration of deformation at deep asperity contact Sliding Partikel aus Shallow asperity contact Deep asperity contact Hard material Soft material

(42)

Sumber : Machine Design Databook

1 BHN = 1 kgf/mm2 = 9,8 Mpa.

Maka 215 BHN = 215 x 9,8 = 2107 Mpa.

Sedangkan nilai koeffisien keausan K yang diambil untuk abrasive wear pada 2 body, didapat dari gambar 3.13 (Robert. L. Norton, 2006) berikut.

(43)

Untuk memprediksi terjadinya aus pada permukaan screw press dapat digunakan persamaan (2.1) hukum keausan Archard, yaitu:

V = K L

H W

Dimana : V = Volume keausan (m3)

L = Jarak lintas meluncur

π

dk=

π

.271 = 850,95 mm

= 0,85094 m W = Beban = P x

π

r2

sawit (dgn Dbiji sawit

20 mm)

Apermukaan ulir = (πr2)ulir - (πr2)poros

Apermukaan ulir = (

π

. 0,14552 ) – (

π

. 0,0542 )= 0,057318 m2

Luas buah sawit = πr2= π . 0,0075 2 = 0,000314 m2

Jumlah sawit di permukaan ulir = 0,0003140,057318 = 182 buah Maka total tekanan dari konus yang diterima oleh 1 buah sawit = 182 x10 2 6 = 10989,0101 Pa W = 10989,0101 x 0,000314 = 3,45055 N

K = Koefisien keausan diambil 10-2 untuk abrasive wear 2 body

H = Kekerasan material = 2107 Mpa = 2,107x109 Pascal

Maka, volome keausan yang terjadi adalah : V = K L H W = 10-2 x 0,85094 9 2,107x10 3,45055 = 1,39355 x10-11 m3

Keausan yang terjadi sebesar 1,39355 x10-11 m3 untuk setiap satu buah sawit

terhadap permukaan worm screw pada setiap siklus jalan worm screw press sepanjang 0,85094 m. Berdasarkan tabel 3.1 worm screw press berputar 9-11 rpm (diambil 10 rpm). Karena 1 putaran worm screw press sama dengan keliling worm screw press itu sendiri, maka :

(44)

Untuk masa waktu pemakaian 1 hari kerja mesin screw press, dapat dihitung laju keausan yang terjadi pada worm screw press, yaitu sebesar :

1 hari = 24 jam = 1440 menit

Dalam 1 menit, worm screw press berputar 10 kali (10 rpm), maka: 1440 menit x 10 rotasi = 14400 siklus rotasi/hari. Maka jumlah prediksi keausan yang terjadi dalam 1 hari sebesar :

14400 siklus/hari x 1,39355 x10-11 m3 = 2,006712 x10-7 m3/hari.

3.8.2. Pengurangan Dimensi pada Worm Screw Press

Laju keausan atau kedalaman keausan yang terjadi pada permukaan worm screw press dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Robert. L. Norton, 2006) : ka = K ks HA WL ...(3.17) Dimana: ka = Kedalaman keausan yang terjadi (m)

Aks = Area kontak sebenarnya (m2)

Untuk menghitung laju pengurangan dimensi karena keausan maka terlebih dahulu dihitung luas area kontak sebenarnya (Aks) dari pergesekan kedua material

tersebut. Bentuk permukaan ulir screw press berbentuk lingkaran, dengan diambil daerah kritis 30 mm dari sisi terluar ulir. Maka untuk menghitung luasnya permukaan kritis ulir yang bergesek, luas permukaan seluruhnya dikurang luas permukaan daerah keausan non kritis (Dnon kritis = 291 mm – 60 mm = 231 mm)

Aks = (πr2)ulir - (πr2)non kritis...(3.18)

Aks = (

π

. 0,14552 ) – (

π

. 0,11552 )

Aks = 0,0245862 m2

Jumlah buah sawit yang terdapat pada daerah kritis ulir: Jumlah buah =0,02458620,000314 = 78 buah sawit.

(45)

W = 78 sawit x 3,45055 N = 269,1429 N

Maka prediksi kedalaman keausan yang terjadi pada permukaan worm screw press dapat dihitung dengan rumus (3.17):

ka = K ks HA WL = 10-2 x 0,0245862 x ) (2,107x10 0,85094 x 269,1429 9 = 4,421055 x 10-8 m

Prediksi kedalaman keausan yang dihitung diatas merupakan prediksi kedalaman keausan yang terjadi pada daerah kritis worm screw dalam satu siklus putaran ulir. Dalam satu hari kerja mesin screw press, terdapat 14400 siklus putaran, sama seperti perhitungan sebelumnya. Maka didapat harga prediksi kedalaman keausan dalam 1 hari sebesar :

ka = 14400 siklus/hari x 4,421055 x 10-8 m

= 6,3663192 x10-4 m/hari

(46)

4.1. Masalah yang Terjadi

Aus dapat terjadi karena adanya gesekan antara dua permukaan benda dan menyebabkan adanya perpindahan material serta pengurangan dimensi pada benda tersebut. Defenisi keausan dan mekanisme keausan telah dijelaskan pada bab 2 dan keausan yang terjadi pada worm screw press telah dijelaskan pada bab 3. Laju pengurangan material yang terjadi pada ulir worm screw press terletak pada bagian sisi screw yang langsung mendapat gaya tekan dari konus (gambar 3.7). Adapun yang menjadi penyebab utama terjadinya keausan pada worm screw press adalah akibat dari tekanan yang terjadi pada permukaan ulir screw tersebut. Laju kenaikan ulir screw (pitch) karena putaran screw menyebabkan buah sawit yang ada di dalam sisi screw terdorong dan dari sisi lainnya tekanan hidrolik dari konus menekan buah sawit yang telah di hacurkan tersebut. Hal ini tentu membuat buah sawit mengalami tekanan yang begitu besar dari dua sisi, sehingga menyebabkan sisi terluar screw dimana buah sawit berada mengalami gaya tekan seperti yang dialami buah sawit akibat tekanan konus. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gesekan antara buah sawit dengan sisi ulir screw (gambar 3.12). Keausan yang terjadi sebesar 6,27 x10-7 m3/hari. Sehingga dalam waktu

tertentu maka permukaan/ujung ulir screw press akan habis karena aus.

Keausan yang terjadi ini mendapat perhatian khusus oleh bagian teknik pada pusat bengkel PTPN 3 Kebun Rambutan, karena seperti yang telah dijelaskan pada bab 1 point 1.2 bahwa life time yang direkomendasikan oleh pabrik manufaktur screw press terkadang tidak tercapai karena keausan yang terjadi sudah besar, sehingga waktu saat penggantian worm screw press belum tercapai, tetapi worm screw press harus diganti. Saat survei dilapangan, penulis mendapatkan bahwa worm screw press yang dipakai oleh PTPN 3 kebun rambutan memiliki life time yang direkomendasi pabrik selama 1000 jam pemakaian. Namun dari wawancara dengan mekanik di bengkel reparasi, penulis mendapatkan waktu yang terjadi dilapangan hanya mencapai 800 jam pemakaian, bahkan kurang dari itu. Ini tentu saja dapat menjadi pembahasan masalah yang menarik untuk dikaji lebih lanjut.

(47)

4.2. Pemeliharaan Perbaikan (Repair Maintenance) pada Worm Screw

Press yang dikejakan oleh Bagian Teknik (Bengkel)

Karena keausan yang terjadi pada worm screw press di pabrik PTPN 3 Kebun Rambutan tidak sesuai dengan rekomendasi waktu pemakaian dari pabrik pembuatannya membuat jadwal pembelian spare part atau worm screw press baru menjadi tidak stabil. Hal ini dapat membuat terganggunya proses produksi pabrik karena kerusakan atau keausan pada worm screw press tidak dapat diperkirakan. Hal ini membuat bagian teknik, terkhusus bengkel reparasi mengerjakan perbaikan sementara terhadap worm screw press yang sudah aus tersebut, menunggu kedatangan worm screw press yang baru. Adapun perbaikan yang dikerjakan oleh karyawan bengkel adalah mengelas (menambah ketebalan/ Rebuild) yang dikerjakan pada permukaan worm screw press yang mengalami keausan paling besar, yaitu pada ulir terluar dengan menggunakan las listrik. Perbaikan tersebut dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1. Perbaikan yang dikerjakan oleh Mekanik Bengkel Reparasi Penambahan ketebalan worm screw press dengan metode pengelasan listrik ini hanya dikerjakan pada bagian ulir terdepan saja. Karena ulir ini yang mengalami keausan terbesar, tidak pada keseluruhan ulir. Hasil worm screw press

(48)

setelah mengalami perbaikan penambahan ketebalan oleh bengkel reparasi dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut.

Gambar 4.2. Hasil perbaikan worm screw press yang telah dikerjakan oleh Bengkel Reparasi

Penambahan ketebalan worm screw press berkisar 15 mm. Setelah perbaikan penambahan ketebalan dengan pengelasan listrik ini worm screw press sudah dapat digunakan di stasiun pengepressan. Berdasarkan hasil wawancara dengan mekanik bengkel, bahwa worm screw press setelah perbaikan ini dapat bertahan untuk jangka waktu hampir setengah dari masa pakai worm screw press baru dari pabrikan pembuatan screw press atau sekitar 300-400 jam pemakaian.

4.3. Corrective Maintenance untuk Masalah Keausan.

Setelah diketahui masalah yang terjadi dan penyebab permasalahannya serta perbaikan sementara yang telah dikerjakan pada worm screw press, tentu diharapkan adanya solusi permasalahan atau pemecahan masalah supaya kedepannya masalah tersebut dapat diminimalkan. Baik itu meminimalkan sumber daya bengkelnya dan juga biaya pemeliharaan kedepan. Demi tercapainya kemaksimalan proses produksi pabrik. Hal ini sesuai dengan sistem Corrective Maintenance yang telah dijelaskan pada Bab 2, poin 2.4.

(49)

Ada banyak studi literatur dari buku teknik metalurgi dan juga penelitian yang telah dikerjakan oleh para ahli untuk dapat mengurangi terjadinya keausan pada permesinan. Penelitian ini dikerjakan karena keausan ini dianggap penting untuk diatasi atau dikurangi, demi kelancaran kerja mesin. Ada banyak cara yang dapat dikerjakan untuk mengurangi terjadinya keausan pada permesinan, seperti merubah sifat permukaan material yang bergesek untuk menambah kekerasan dan ketangguhannya, sehingga dapat mereduksi keausan.

4.3.1. Pengerasan Permukaan Logam (Surface Hardening)

Pengerasan permukaan atau dikenal dengan surface hardening, umumnya dilakukan pada material baja karbon rendah. Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk pengerasan pada bagian permukaannya saja, yaitu dengan:

1. Merubah mikro struktur permukaan logam.

2. Merubah mikro struktur permukaan logam dan komposisinya.

Biasanya pengerasan permukaan dengan merubah mikro strukturnya diterapkan pada material baja dengan kandungan karbonnya medium atau tinggi, sedangkan pengerasan yang melibatkan perubahan mikrio struktur dan komposisi kimianya diterapkan pada material baja karbon rendah. Kedua cara tersebut prosesnya tentu berbeda. Untuk merubah struktur mikro baja karbon, cukup dilakukan dengan pemanasan dan pendinginan. Sedangkan untuk merubah struktur mikro dan komposisi kimianya tidak cukup dengan dilakukan pemanasan dan pendinginan saja, melainkan dengan penambahan unsur lain pada permukaan logam yang akan dikeraskan (Bintang Adjiantoro, 2000).

Proses pengerasan permukaan logam merupakan cara untuk dapat mereduksi keausan. Dengan meningkatkan kekerasan permukaan suatu logam, maka laju keausan yang terjadi dapat berkurang karena permukaan logam yang bergesekan menjadi semakin keras dan permukaan tersebut tidak mudah melepaskan material aus. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk dapat membuat suau permukaan logam menjadi lebih keras, diantaranya adalah dengan metode kromisasi, karburasi, nitridasi, karbunitridasi, nitrokarburasi dan lain-lain.

Kekerasan suatu logam sangat bergantung pada temperatur pemanasan, lama penahanan pada temperatur tertentu (holding time), laju pendinginan, komposisi

(50)

kimia logamnya, kondisi permukaan, ukuran dan berat benda kerja. Kemampuan baja untuk dapat dikeraskan sering disebut dengan hardenability. Kekerasan maksimum baja didapatkan dari pembentukan fase martensit atau fase karbida pada struktur mikro baja tersebut (Fahmi Mubarok, 2008).

4.3.1.1. Penelitian Kromisasi

Kromisasi adalah proses penjenuhan lapisan permukaan baja dengan menggunakan Cr (Chromium saturated cases). Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan permukaan yang keras, tahan aus dan tahan terhadap korosi. Proses kromisasi terdiri dari tiga tahap, yaitu:

1. Dissosiasi gas dengan pelepasan Cr atomik. 2. Adsorbsi atom-atom Cr pada permukaan baja. 3. Difusi atom Cr kedalam baja.

Kecepatan difusi sangat dipengaruhi oleh temperatur. Jika temperatur dinaikkan, kecepatan difusi Cr meningkat pula. Tetapi bila temperatur terlalu tinggi akan berpengaruh terhadap struktur mikro baja yang dapat mempunyai sifat kurang baik.

Dalam penelitian yang dikerjakan oleh Bintang Adjiantoro tentang proses kromisasi terhadap pelat baja karbon rendah (AISI 1010) didapatkan bahwa suhu pemanasan sebagai fungsi kecepatan reaksi difusi berpengaruh terhadap peningkatan kedalaman lapisan krom dan kekerasannya. Namun pengaruh waktu penahanan terhadap kedalaman lapisan krom relatif kecil bila dibandingkan dengan pengaruh suhu pemanasan.

Penelitian proses kromisasi ini dilakukan dengan menggunakan media campuran dari serbuk Fe-Cr, Al2O3 dan NH4Cl dengan perbandingan berat 60 :

37 : 3 yang dipanaskan pada suhu 800oC, 850oC dan 900oC serta waktu penahanan

selama 5, 6 dan 8 jam. Kegunaan bahan-bahan tersebut adalah :

1. AL2O3 berfungsi sebagai penghalus butir dan pencegah

pertumbuhan butir pada saat pemanasan.

2. NH4Cl berfungsi sebagai aktivator pembentuk gas Cr-Cl2 dan

mengantarkan atom-atom Cr larut padat dipermukaan baja.

Gambar

Gambar 2.1 Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PTPN III.
Gambar 2.3 Stasiun Press
Gambar 2.5 Instalasi Digester dan Screw Press pada Pabrik Kelapa Sawit
Gambar 2.6 Model Screw Press yang Digunakan pada Pengolahan Kelapa Sawit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bila terjadi perpindahan massa dari fase cair ke fase gas pada bidang selang film cair – gas dalam hal ini adalah penguapan air dari permukaan cairan ke permukaan atau

Pada proses deep drawing setelah Blank Holder dan Punch menempel pada permukaan Blank saat kondisi Blank masih lurus selanjutnya terjadi proses pembengkokan material

Pada gambar diatas, terlihat adanya kesalahan dalam pembelahan sel atau disebut nondisjunction yang terjadinya pada saat meiosis, sehingga terjadi kelebihan jumlah kromosom