• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Portofolio Kasus Malaria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Contoh Portofolio Kasus Malaria"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PORTOFOLIO

MALARIA

Oleh:

dr. Fauziah Husnu Shofiah

Pendamping:

dr. Rini Restiyati

RSUD DATU SANGGUL 2014

▸ Baca selengkapnya: contoh keterampilan portofolio

(2)

PORTOFOLIO Nama Peserta : dr. Fauziah Husnu Shofiah

Nama Wahana : RSUD Datu Sanggul Rantau Topik : Malaria Falciparum dan Malaria Vivax Tanggal (kasus) : 26 November 2014

Nama Pasien : Tn. ZA No. RM : 10 94 48

Tanggal Presentasi : 17 Desember 2014 Nama Pendamping : dr. Rini Restiyati Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Datu Sanggul

Obyektif Presentasi :

o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka o Diagnostik o Manajemen o Masalah o Istimewa

o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja o Dewasa o Lansia o Bumil o Deskripsi : Laki-laki,23 tahun, demam sejak 5 hari SMRS dirasakan setiap hari disertai

menggigil selama 15-30 menit kemudian terasa panas dan berkeringat banyak. Pasien mengeluh sakit kepala, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, mual, serta BAB cair ±3x sehari sejak 2 hari SMRS. Riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (+) 3 minggu yang lalu. BAK tidak ada keluhan. Pemeriksaan penunjang : malaria falciparum (+), malaria vivax (+).

o Tujuan : Manajemen Kasus

Bahan bahasan : o Tinjauan Pustaka o Riset o Kasus o Audit Cara Membahas : o Diskusi o Presentasi

dan Diskusi

o Email o Pos Data pasien : Nama : Tn. ZA Nomor Registrasi : 10 94 48

Nama Klinik : Ruang Safa Telp : - Terdaftar sejak : 26 November 2014 Data utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis/Gambaran Klinis : Laki-laki berusia 23 tahun, demam sejak 5 hari SMRS dirasakan setiap hari disertai menggigil selama 15-30 menit terasa panas dan berkeringat banyak. Keluhan disertai sakit kepala, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, dan mual. Muntah disangkal. BAB cair ±3x sehari sejak 2 hari SMRS, BAB berdarah disangkal, BAB kehitaman disangkal. BAK warna kuning jernih, tidak ada keluhan. 2. Riwayat Pengobatan : Pasien hanya membeli obat penurun panas di warung untuk

keluhannya tapi tidak ada perbaikan.

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.

4. Riwayat Keluarga : Tidak ada yang mempunyai keluhan yang seperti ini. 5. Riwayat pekerjaan : Pasien bekerja sebagai petani, 3 minggu yang lalu pasien

bepergian ke daerah endemis malaria. 6. Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang Kesadaran : Compos Mentis

Vital sign :

Tekanan darah : 110/70 mmHg Suhu : 39o C

Frek. Nadi : 100 x/menit Frek. Napas : 22 x/ menit Status Gizi

Berat Badan : 54 kg Tinggi Badan : 165 cm

(3)

Kesimpulan : IMT = 19,8 (normal) Status Generalis

Kepala : Rambut Hitam, lurus, tidak rontok

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor

Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-) Telinga : Normotia, serumen (-/-)

Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),stomatitis (-), tonsil hiperemis (-) Leher : Pembesaran kelenjar KGB (-)

Dada :

Inspeksi : Dada simetris (+), retraksi dinding dada (-) Palpasi : Fremitus ka=ki

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-) Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis (-)

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : Batas Jantung d.b.n

Auskultasi : BJ I/II murni Reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen :

Inspeksi : Perut tampak datar

Auskultasi : Bising Usus ( + ) Normal

Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), Hepar/Lien tidak teraba Perkusi : Timpani

Ektremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-) 7. Pemeriksaan Penunjang : LABORATORIUM (Tgl: 26 November 2014) Darah Lengkap Hemoglobin : 13,8 gr% Leukosit : 3600/mm3 Eritrosit : 5,09 juta/mm3 Trombosit : 21000/mm3 Hematokrit : 40 % Urinalisa Warna : kuning Kejernihan : jernih Protein : negatif glukosa : negatif sedimen - epitel : (+) pos - leukosit : 3-5/lpb - eritrosit : 0-2/lpb - amorf urat : (-) pos Parasitologi

Malaria : Plasmodium falciparum (+) positif Plasmodium vivax (+) positif

(4)

Diagnosis : Malaria falcifarum dan Malaria Vivax Terapi : IVFD RL 20 tpm

DHP 1 x 3 tab selama 3 hari Primakuin 1 x 1 tab selama 14 hari Ranitidin 2 x 1 amp

Parasetamol 3 x 500 mg (po) Daftar Pustaka :

1. Gudeline For The Treatment Of Malaria Second Edition. World Health Organization. 2010.

2. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Derektorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2008.

3. Rancangan Permenkes RI Tentang Pedoman Tatalaksana Malaria. Departemen Kesehatan RI. Tahun 2012.

4. Luciana Kuswibawati. 2002. Kemoprofilaksis malaria bagi wisatawan; SIGMA, Vol. 5, No.1: 69-76. Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Hasil Pembelajaran :

1. Diagnosis Malaria Falciparum dan Malaria Vivax 2. Regimen terapi Malaria Falciparum dan Malaria Vivax

Catatan :

1. Diagnosis Malaria

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.3

A. Anamnesis

Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal - pegal.

Pada anamnesis juga perlu ditanyakan:

1. riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria; 2. riwayat tinggal di daerah endemik malaria; 3. riwayat sakit malaria/riwayat demam;

4. riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir; 5. riwayat mendapat transfusi darah.

B. Pemeriksaan Fisik

1. Demam (>37,5 ºC aksila)

2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat 3. Pembesaran limpa (splenomegali) 4. Pembesaran hati (hepatomegali)

5. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran, demam tinggi, konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, dan ikterik, oliguria, urin berwarna coklat kehitaman (Black Water Fever ), kejang dan sangat lemah (prostration).

(5)

C. Pemeriksaan Laboratorium

Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan sediaan darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut.

1. Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku) untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di rumah sakit/Puskesmas/lapangan untuk menentukan:

a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif) b) Spesies dan stadium Plasmodium

c) Kepadatan parasit 1) Semi Kuantitatif

(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar) (+) = positif 1 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 100 LPB)

(++) = positif 2 (ditemukan 11 –100 parasit dalam 100 LPB) (+++) = positif 3 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 1 LPB) (++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)

Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:3 - Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %

- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 % - Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 % 2) Kuantitatif

Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).

Contoh :

Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit 8.000/uL maka hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000 parasit/uL.

Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit 4.500.000/uL maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000 parasit/uL.

Hasil negatif palsu pada pemeriksaan mikroskop cahaya dapat terjadi pada pasien yang telah diobati sebelumnya. Pemeriksaan mikroskopik memiliki keuntungan dapat membedakan spesies Plasmodium. Perhitungan jumlah parasit dan peniaian respons terhadap pengobatan. Namun pemeriksaan mikroskopik memerlukan tenaga terlatih.

2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis. Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai agar terlebih dahulu membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan RDT untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program Pengendalian Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P. falcifarum dan non P.

Falcifarum.

Rapid test relatif sederhana untuk dilakukan dan untuk menginterpretasikan. WHO merekomendasikan bahwa test tersebut memiliki sensitivitas > 95% dalam mendeteksi plasmodium dengan kepadatan lebih dari 100 parasit per µl darah.

Tes ini mengandung : HRP-2 (histidine rich protein-2) yang spesifik untuk P.

(6)

parasite bentuk aseksual dan seksual Plasmodium falcifarum, P. vivax, P. ovale dan P.

malariae.

Sensitifitas dan spesifitas tiap RDT bervariasi. Pada daerah endemis mono infeksi P.

vivax yang tidak tersedia pemeriksaan mikroskopik, direkomendasikan pemeriksaan RDT

yang mendeteksi antigen pan-malaria. Sedangkan pada daerah yang banyak koinfeksi P.

vivax, P. malariae, atau P.ovale dengan P. falcifarum, disarankan menggunakan RDT yang

mendeteksi P. falcifarum saja.

3. Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing DNA

Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan ini penting untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P. falcifarum. Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah parasitnya rendah atau di bawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan dengan menggunakan PCR juga sangat penting dalam eliminasi malaria karena dapat membedakan antara parasit impor atau indigenous.

Deteksi antibodi terhadap parasit, yang mungkin digunakan untuk studi epidemiologi, tidak sensitive atau spesifik digunakan dalam pengelolaan pasien yang diduga menderita malaria. Teknik DNA parasit terdeteksi berdasarkan polymerase chain reaction, sangat sensitif dan sangat berguna untuk mendeteksi infeksi campuran, khususnya pada kadar parasit rendah. Hal ini berguna untuk studi tentang resistensi obat dan penelitian epidemiologi khusus, tetapi umumnya tidak tersedia untuk skala besar penggunaan lapangan di daerah endemik malaria.

4. Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah:

a. pengukuran hemoglobin dan hematokrit; b. penghitungan jumlah leukosit dan trombosit;

c. kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah); dan

d. urinalisis.

Berdasarkan rekomendasi WHO untuk diagnosis malaria tanpa komplikasi klinis berbeda untuk tiap daerah :

 Pada daerah dengan risiko rendah, diagnosis harus berdasarkan adanya pajanan malaria dan riwayat demam dalam 3 hari terakhir tanpa gambaran penyakit berat lainnya.

 Pada daerah dengan risiko tinggi, diagnosis harus berdasarkan adanya riwayat demam dalam 24 jam terakhir dan/atau adanya anemia (pucat pada telapak tangan dapat dipakai sebagai patokan anemia pada anak-anak).

(7)

Gambar 1. Alur penemuan penderita malaria 2. Regimen Terapi Malaria

Sejak tahun 2004 obat pilihan utama untuk malaria falsifarum digunakan obat kombinasi derivat Artemisinin yang dikenal dengan Artemisinin Combination Theraphy (ACT) Regimen yang dipakai saat ini adalah Artesunat dan Amodiakuin serta injeksi Artemeter untuk malaria berat disamping injeksi Kina. Terapi antimalaria menggunakan kombinasi 2 atau lebih obat skizontosida darah yang memiliki cara kerja berbeda. Penggunaan obat kombinasi terbukti lebih efektif dan menurunkan risiko resistensi.

Terapi dengan ACTs terdiri dari artemisinin dan derivatnya (artesunat, artemeter, dihidroartemisinin). Artemisinin dapat membunuh parasit dan memperbaiki gejala dengan cepat dengan menurunkan jumlah parasit 100 – 1000 kali lipat per siklus aseksual. Artemisinin dan derivatnya dieliminasi secara cepat, bila diberikan dalam kombinasi dengan obat lain yang juga memiliki eliminasi secara cepat (seperti tetrasiklin, klindamisin), diperlukan 7 hari pengobatan. Namun bila diberikan dalam kombinasi dengan antimalaria yang dieliminasi lambat, maka dapat diberikan dalam waktu yang lebih singkat, selama 3 hari. Artemisinin juga membunuh gametosit sehingga menurunkan risiko transmisi penyakit.

Saat ini yang digunakan program nasional adalah derivat artemisinin dengan golongan aminokuinolin, yaitu:

1. Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC) yang terdiri atas Dihydroartemisinin dan Piperakuin (DHP). 1 (satu) tablet FDC mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan 320 mg piperakuin. Obat ini diberikan per – oral selama tiga hari dengan range dosis tunggal harian sebagai berikut: Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB; Piperakuin dosis 16-32mg/kgBB

2. Artesunat – Amodiakuin (ACT)

Kemasan artesunat – amodiakuin yang ada pada program pengendalian malaria dengan 3 blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat @50 mg dan 4 tablet amodiakuin 150 mg.

(8)

A. Pengobatan malaria tanpa komplikasi

1. Pengobatan malaria falsifarum dan vivax

Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT ditambah primakuin.

Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks sedangkan obat primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kgBB dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB. Lini pertama pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini:

a. Lini pertama

Tabel 1. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat

badan dengan DHP dan Primakuin

Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan

dengan DHP dan Primakuin

Dosis obat : Dihydroartemisinin = 2 – 4 mg/kgBB Piperakuin = 16 – 32 mg/kgBB

Primakuin = 0,75mg/kgBB (P. falciparum untuk1 hari ) Primakuin = 0,25 mg/kgBB (P. vivax selama 14 hari) Keterangan :

Sebaiknya dosis pemberian DHA + PPQ (Dihydroartemisinin dan Piperakuin) berdasarkan berat badan. Apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.

1. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.

2. Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 3

(9)

3. Apabila pasien P. falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu 2 bulan setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif P. falciparum, maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5 tablet/hari selama 3 hari.

Tabel 3. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat badan

dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin

Tabel 4. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan

Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin

b. Lini kedua untuk malaria falsifarum

Pengobatan lini kedua Malaria falsiparum diberikan jika pengobatan lini pertama tidak efektif, dimana ditemukan gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).

Tabel 5. Pengobatan Lini Kedua untuk Malaria falsiparum (obat kombinasi Kina dan Doksisiklin)

Atau

Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin ACT + Primakuin

(10)

Tabel dosis doksisiklin

Catatan: Dosis Kina diberikan sesuai BB (3x10mg/kgBB/hari)

Dosis Doksisiklin 3.5 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (> 15 tahun) Dosis Doksisiklin 2.2 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (8-14 tahun)

Tabel 6. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum (obat kombinasi Kina dengan Tetrasiklin)

Tabel 7. Tabel dosis tetrasiklin

Catatan : Dosis Tetrasiklin 4 mg/kgBB/kali diberikan 4 x sehari Tidak diberikan pada anak umur<8 tahun

c. Lini kedua untuk malaria vivax

Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan malaria vivaks yang tidak respon terhadap pengobatan ACT.

Tabel 8. Pengobatan Lini Kedua Malaria Vivaks

(11)

d. Pengobatan malaria vivax yang relaps

Dugaan Relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian primakuin dosis 0,25 mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan.

Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan lagi regimen ACT yang sama tetapi dosis primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.

Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka pengobatan diberikan secara mingguan selama 8-12 minggu dengan dosis mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan malaria pada penderita dengan Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah sakit dan dikonsultasikan kepada dokter ahli

2. Pengobatan Malaria ovale

a. Lini Pertama untuk Malaria ovale

Pengobatan Malaria ovale saat ini menggunakan Artemisinin

Combination Therapy (ACT), yaitu Dihydroartemisinin Piperakuin (DHP)

atau Artesunat + Amodiakuin. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks

b. Lini Kedua untuk Malaria ovale

Pengobatan lini kedua untuk malaria ovale sama dengan untuk malaria vivaks.

3. Pengobatan Malaria malariae

Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin

4. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale

Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale dengan ACT. Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.

Tabel 9. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. Ovale dengan DHP

(12)

Tabel 10. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. Ovale dengan Artesunat + Amodiakuin

Artesunat = 4 mg/kgBB dan Amodiakuin basa = 10 mg/kgBB 5. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. malariae

Infeksi campur antara P. falcifarum dengan P. malariae diberikan regimen ACT selama 3 hari dan Primakuin pada hari I.

Gambar

Gambar 1. Alur penemuan penderita malaria  2.  Regimen Terapi Malaria
Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan  dengan DHP dan Primakuin
Tabel 5. Pengobatan Lini Kedua untuk Malaria falsiparum (obat kombinasi Kina dan Doksisiklin) Atau
Tabel dosis doksisiklin
+2

Referensi

Dokumen terkait

Animal biotechnology development is strongly related to the historical context of animal production in a country and the receiving environment, particularly social environment of

Hal tersebut menjadi latar belakang dalam penelitian ini sehingga dapat memberikan gambaran bagi perbankan syariah bahwa dengan pemanfaatan FinTech dapat

Analisa Penggunaan Zat Pemanis Buatan pada Sirup yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2009.. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Kemudian dimensi tersebut dijadikan titik tolak item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan (Sugiyono, 1996:89). Jawaban setiap item instrumen yang skor

ALGORITMA ANALISIS KLASTER Pilih wirausaha (188 orang) Transformasi pada pertanyaan 2 dan 5 (37 prodi) 37 baris prodi dengan 4 vaiabel acak baru Standarisasi data

Pasien yang telah menerima nutrisi parenteral selama lebih dari beberapa hari, dan telah diberi izin untuk mulai makan lagi, harus memperkenalkan makanan secara bertahap.. Ini

Ezáltal az oktatás feladatainak is alapvetően át kell alakulniuk: ki kell építeni a különböző műveltségterületek, tantárgyak közötti kapcsolatokat,

Dari hasil data tes kecerdasan logis matematis dan kemudian pemberian angket kecemasan matematika menunjukkan bahwa siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah