REFERAT
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan PPDS 1 Radiologi
GAMBARAN PNEUMOMEDIASTINUM
PADA FOTO TORAKS
Oleh : dr. Fajar Sinaga
Pembimbing: dr. Evi Artsini, Sp. Rad
BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
BAB I PENDAHULUAN
Pneumomediastinum didefinisikan sebagai adanya udara pada ruangan mediastinum. Pneumomediastinum juga dikenal dengan istilah emfisema mediastinum. Pneumomediastinum dapat terjadi secara spontan maupun akibat sekunder dari trauma toraks dan iatrogenik (prosedur endobronkial atau esofageal, ventilasi mekanik, bedah toraks dan berbagai prosedur invasif lainnya).1,2
Gejala klinis yang timbul bervariasi dari ringan sampai berat, diantaranya nyeri dada, sesak nafas, nyeri tenggorokan, disfagia, dan demam. Gejala tersebut bersifat tidak spesifik, sehingga pneumomediastinum kadangkala terlewatkan pada saat penegakan diagnosis.
Diagnosis pneumomediastinum biasanya pertama kali ditegakkan melalui foto toraks. Pemeriksaan foto toraks merupakan pemeriksaan radiologi sederhana yang dapat menggambarkan adanya udara di dalam ruang mediastinum. Kadangkala temuan pneumomediastinum tidak sengaja terlihat pada foto toraks.
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut gambaran radiologis pneumediastinum pada pemeriksaan foto toraks dan untuk mengetahui diagnosis bandingnya. Pemahaman yang baik tentang tanda radiologis melalui pemeriksaan foto toraks diharapkan temuan pneumomediastinum tidak lagi terlewatkan.
BAB I I
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Pneumomediastinum dikenal juga dengan istilah emfisema mediastinum didefinisikan sebagai adanya udara pada ruangan mediastinum. Pneumomediastinum pertama kali dijelaskan oleh Laennec pada tahun 1819 sebagai akibat dari cedera trauma toraks.1
B. ANATOMI
Toraks (dada) adalah daerah tubuh yang terletak diantara leher dan abdomen. Toraks terdiri dari dinding toraks dan kavum toraks (rongga dada). Dinding toraks tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding toraks adalah kosta, kolumna vertebralis torakalis, sternum, klavikula dan skapula. Jaringan lunak yang membentuk dinding toraks adalah otot serta pembuluh darah, terutama pembuluh darah interkostalis dan thorakalis interna (gambar 1).3,4
Dasar toraks dibentuk oleh otot-otot diafragma yang dipersarafi nervus frenikus. Diafragma mempunyai lubang untuk tempat berjalannya aorta, vena kava inferior serta esophagus. Diafragma bagian muskuler perifer berasal dari bagian bawah kosta ke-enam dan kartilago kosta, dari vertebra lumbalis dan dari lengkung lumbosacral, bagian muskuler melengkung membentuk tendo sentral.4
Kavum toraks dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu : rongga dada kanan (kavum pleura kanan), rongga dada kiri (kavum pleura kiri) dan rongga dada tengah (mediastinum). Rongga dada kanan dan kiri berisi paru-paru, dimana paru kanan terdiri dari tiga lobus (superior, medius dan inferior) dan paru kiri terdiri
dari dua lobus (superior dan inferior). Rongga ini dibatasi oleh pleura viseralis yaitu selaput paru yang melekat pada paru-paru, dan pleura parietalis yaitu selaput paru yang melekat pada dinding dada. Pleura viseralis dan parietalis kemudian bersatu membentuk suatu rongga yang disebut rongga pleura (kavum pleura).3,4
Mediastinum merupakan rongga yang terletak diantara kedua paru. Mediastinum menghubungkan ruang submandibular, ruang retropharingeal dan berbagai pembuluh darah. Mediastinum juga menghubungkan retroperitoneum dan diafragma, melalui jalur sternokostal, permukaan periaorta dan perioesofageal (gambar 2).3 Secara anatomi rongga mediastinum beserta isinya dibagi menjadi mediastinum superior dan inferior. Mediastinum inferior selanjutnya dibagi menjadi tiga ruangan yaitu mediastinum anterior, media dan posterior.3,4
Struktur mediastinum superior terdiri dari otot toraks sternohioideus dan
sternothiroideus, bagian bawah colli longus, arkus aorta, arteri dan vena
innominata, sebagian arteri karotis, arteri subklavia kiri dan vena kava superior, vena interkostal bagian superior, nervus vagus, dan nervus rekuren kiri, trakea, esophagus serta duktus torasik, sisa dari kelenjar timus dan beberapa kelenjar getah bening.3,4
Mediastinum anterior terdiri atas jaringan longgar areolar, pembuluh limfe yang berasal dari hepar, kelenjar getah bening mediastinum dan cabang-cabang arteri mammaria interna serta dua kantung pleura yang saling berdekatan satu sama lainnya dengan sternum bagian posterior.4
Mediastinum media disusun oleh jantung dan perikardium, selain itu mediastinum media juga berisi nervus frenikus, aorta asendens, bagian bawah vena kava superior dengan awal cabang vena azigos, bifurkasio trakea, dan kedua bronkus, kedua cabang arteri pulmonalis, dan beberapa kelenjar getah bening yang berdampingan dengan trakea dan bronkus.3
Mediastinum posterior berisi bagian tengah aorta desenden, vena azigos dan hemiazigos, nervus vagus dan splanknikus, esofagus, duktus torasikus, dan beberapa kelenjar getah bening.3
Biasanya organ mediastinum dapat bergerak, sesuai perubahan posisi dan perubahan volume didalam rongga toraks. Perubahan bentuk mediastinum juga dipengaruhi pada saat inspirasi dan ekspirasi.2
C. PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya pneumomediastinum berasal dari intratoraks maupun ekstratoraks. Penyebab yang berasal dari intratoraks antara lain ruptur alveolar, laserasi cabang trakeobronkial, ruptur bleb, keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan intrapulmoner dan penyakit paru konstruktif, seperti asma, batuk yang keras, muntah-muntah. Penyebab pneumomediastinum yang berasal dari ekstratoraks antara lain berasal dari trauma wajah, cedera laring, tindakan trakeostomi, dari retroperitoneum (misalnya dari lubang divertikulum atau ulkus duodenum), atau dari dinding dada (emfisema subkutis disekitar drain trakeostomi). Selain itu, pneumomediastinum juga dapat terjadi pada kasus trauma tusuk dan trauma tumpul yang menyebabkan sindrom kebocoran udara (Tabel 1).5,6,7
Efek Macklin pertama kali diterangkan pada tahun 1939, merupakan suatu kondisi yang bisa menjelaskan terjadinya berbagai kasus pneumomediastinum. Proses ini dimulai dengan trauma tumpul dada, kemudian terjadi ruptur alveolar, setelah itu udara akan menjalar sepanjang cabang bronkovaskular dan akhirnya akan mencapai mediastinum.8,9
Jalur udara ini tak hanya terjadi pada mediastinum, udara tersebut juga dapat menyebar ke jaringan lain dan menyebabkan pneumoperitoneum dan pneumoretroperitoneum jika berlanjut ke peritoneum, pneumoperikardium jika berlanjut ke perikardium, pneumotoraks jika udara tersebut ke kavum pleura dan emphysema subkutan, jika udara tersebut masuk kedalam subkutis.9,10
Kegiatan olahraga berat, seperti menyelam, terbang, memainkan alat tiup dan melahirkan juga merupakan faktor risiko potensial. Teknik pernapasan yang tidak benar selama latihan angkat berat dapat meningkatkan tekanan intratoraks dan resiko pneumomediastinum. Disini dokter dan pelatih harus bekerja sama untuk memberikan petunjuk pada atletnya mengenai teknik pernapasan yang tepat selama melakukan olahraga angkat berat.7
D. EPIDEMIOLOGI
Penelitian oleh Stack (1996) tentang pneumomediastinum yang terjadi pada penderita asma, pasien laki-laki lebih mendominasi prevalensi pneumomediastinum. Penelitian Damore (1991) melaporkan ada 29 kasus pneumomediastinum yang berlangsung selama periode 10 tahun yang tidak berhubungan dengan trauma, intubasi atau prosedur bedah, melaporkan bahwa 69% dari pasien ini adalah laki-laki.5 Pneumomediastinum oleh sebab traumatik lebih banyak terjadi pada laki-laki, hal ini mencerminkan kecenderungan aktivitas akan meningkatkan resiko terjadinya barotrauma, seperti menyelam atau sering melakukan pekerjaan yang menahan nafas (misalnya aktivitas atletik atau angkat berat). Keadaan tersebut dapat menyebabkan pneumomediastinum.11
Pasien dengan pneumomediastinum yang disebabkan karena ruptur alveolar yang terjadi secara spontan, biasanya ditemukan pada pasien usia muda dan mempunyai riwayat asma, batuk berat atau muntah-muntah.12
E. GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
Gejala klinis yang biasanya menyertai pada pasien dengan pneumomediastinum adalah nyeri dada akut (50-90%), dengan ciri khas nyeri retrosternal ringan-berat pada saat inspirasi dengan atau tanpa penjalaran ke leher
dan lengan. Gejala lainnya adalah sesak nafas, demam (pada kasus infeksi), nyeri tenggorokan, batuk, disfagia, nyeri abdomen bagian atas dan muntah-muntah.6
Gejala demam dan leukositosis tanpa adanya penyakit infeksi kadangkala ditemukan pada pasien pneumomediastinum, sehingga klinisi akan sulit membedakannya dari mediastinitis.12
Pemeriksaan fisik pasien ditemui emfisema subkutis, yaitu adanya udara pada subkutis. Hamman sign merupakan tanda patognomik pneumomediastinum, berupa krepitasi pada prekardial fase sistol (cruching sound). Tanda ini terdengar jelas pada posisi dekubitus lateral kiri yang disertai melemahnya bunyi jantung.9,10
G. PENATALAKSANAAN DAN PROGNOSIS
Drainase perkutaneus merupakan tindakan pertolongan pertama bila terjadi tension pneumomediastinum (keadaan dimana udara terperangkap didalam mediastinum dan tidak dapat keluar lagi). Tindakan ini sangat penting dilakukan untuk mengatasi penurunan tekanan balik vena.7
Prognosis pneumomediastinum diketahui cukup baik, pada pasien yang stabil cukup diterapi dengan istirahat total dan pemberian analgetik. Morbiditas atau mortalitas pasien dengan pneumomediastinum biasanya disebabkan bukan oleh karena pneumediastinumnya, melainkan sebab lain yang mendasari terjadinya pneumomediastinum.6
Komplikasi pneumomediastinum terjadi bila udara di dalam ruang mediastinum tidak dapat diresorpsi secara sempurna. Komplikasi pneumomediastinum antara lain: a. Tension pneumomediastinum, menyebabkan kompresi pada pembuluh darah vena besar, sehingga terjadi penurunan venous
return dan berakibat terjadinya hipotensi; b. Mediastinitis, infeksi pada ruang
mediastinum. Mediastinitis bisa diakibatkan oleh muntah yang masif dan frekuen, dikenal dengan sindrom Boerhaave.2
H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding kelainan pneumomediastinum antara lain: pneumotoraks, pneumoperikardium dan Mach band effect.5,6
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Udara dalam rongga pleura akan menimbulkan penekanan terhadap paru sehingga paru tidak dapat mengembang dengan maksimal. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan bersifat primer dan sekunder. Pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik.14
Diagnosis pneumotoraks ditegakkan melalui pemeriksaan foto toraks dengan menunjukkan batas luar pleura viseral dan paru (disebut juga dengan garis pleura/pleural line) yang terpisah dari pleura parietal oleh adanya lusensi udara tanpa adanya pembuluh darah pulmoner (gambar 4 dan 5).15
Pneumoperikardium merupakan suatu kondisi kegawat daruratan yang jarang ditemui dan seharusnya kita perhatikan. Pneumoperikardium diartikan sebagai keadaan terkumpulnya udara pada ruangan perikardium. Pneumoperikardium pertama sekali dideskripsikan oleh Bricheteau pada tahun 1844. Pneumoperikardium kebanyakan disebabkan oleh trauma tumpul, trauma tembus dada dan barotrauma. Penyebab lainnya yang pernah dilaporkan antara lain akibat tindakan prosedur invasif, fistula perikardial dan infeksi perikardial. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah tamponade kordis, yang bisa mengancam nyawa. Mortalitas oleh sebab tamponade kordis kurang lebih 50% dari keseluruhan kasus.16
Gejala-gejala pneumoperikardium termasuk sesak nafas, sianosis, nyeri dada, palpitasi dan nyeri yang menjalar ke bahu atau punggung. Pemeriksaan radiografi menunjukkan garis radiolusen di sebagian atau seluruh batas jantung, disebut juga halo sign (gambar 6). Gambaran continuous left hemidiaphragm/
subcardiac sign juga merupakan tanda pneumoperikardium (gambar 7).16
Pneumomediastinum dapat dibedakan dengan mach band effect. Mach
pita putih dan satunya hitam, dipisahkan oleh garis tipis dengan gradasi warna terang ke gelap. Mach band effect tampak sebagai area lusen yang membatasi sebuah struktur yang berbentuk cembung (contohnya batas lateral jantung). Pada
mach band effect tidak terdapat adanya garis opak, sedangkan pada
pneumomediastinum biasanya terlihat jelas (gambar 8).6
I. GAMBARAN PNEUMOMEDIASTINUM PADA FOTO TORAKS
Pneumomediastinum pada foto toraks terlihat sebagai garis lusensi multipel yang memberikan batas pada struktur mediastinum. Garis lusensi ini dapat meluas menggambarkan udara yang terjebak di jaringan leher dan dinding dada. Berikut adalah gambaran pneumomediastinum yang terlihat melalui pemeriksaan foto toraks.
1. Spinnaker sail sign
Spinnaker sail sign merupakan tanda adanya udara di mediastinum yang
terlihat pada foto toraks neonatus. Istilah ini merujuk pada gambaran timus yang terlihat jelas dibatasi oleh udara, kedua lobus timus terdotong ke arah lateral dan terlihat sebagai elevasi timus yang menyerupai gambaran “layar”.6,13
Spinnaker sail sign (gambar 9) sering terjadi pada pneumomediastinum
anterior spontan dan biasanya dapat sembuh sendiri tanpa perlu pengobatan spesifik.6
2. Pneumoprekardium
Pneumoprekardium adalah adanya gambaran udara di anterior
pericardium, yang dapat dilihat jelas pada foto lateral (gambar 10).6
Spontaneus pneumoprekardium termasuk kasus yang jarang dijumpai, terutama pada anak-anak. Penyebab tersering adalah asma (0,3 %) dan serangan akut yang menyertainya. Penyebab lainnya adalah bronkiolitis yang disebabkan oleh virus maupun iritasi pada saluran nafas juga harus dipertimbangkan.17
3. Ring around the artery sign
Ring around the artery sign adalah gambaran udara yang mengelilingi
arteri pulmonalis atau salah satu dari cabang utamanya, yang menghasilkan gambaran menyerupai cincin lusen di sekeliling arteri pulmonalis, terutama pada saat udara mengelilingi segmen intramediastinal dari arteri pulmonalis kanan.6,10
Ring around the artery sign dapat dilihat pada foto proyeksi lateral, terlihat
sebagai lusensi disekitar atau di sekeliling arteri pulmonalis kanan (gambar 11).6 4. Tubular artery sign
Tubular artery sign adalah adanya udara yang berdekatan dengan cabang
utama dari aorta dan mengambarkan kedua sisi pembuluh darah. Udara pada mediastinum akan membentuk outline pada lateral arteri utama pulmo dan arkus aorta, dimana pleural line ini dibentuk dari kedua pleura parietal mediastinum dan pleura viseral (gambar 12, 13 dan 14).6,10
5. Double bronchial wall sign
Double bronchial wall sign adalah adanya udara pada medistinum di
daerah sekitar bronkus, sehingga memperjelas dan menegaskan kedua sisi dari bronkus (gambar 15).10
6. Continuous diaphragma sign
Continuous diaphragma sign adalah adanya udara pada mediastinum yang
membentuk batas pada permukaan superior diafragma dan tampak memisahkan diafragma dari jantung.6,10
Continuous diaphragm sign (gambar 16) merupakan tanda yang sering
ditemukan pada pneumomediastinum, dimana tanda ini dapat terlihat pada foto AP/PA ketika udara pada mediastinum memisahkan jantung dan permukaan superior diafragma yang dapat dilihat baik itu pada posisi berdiri (erect) maupun terlentang (supine).6
Extrapleural sign adalah adanya udara pada mediastinum yang
menyebabkan area lusensi pada daerah diluar pleura, biasanya pada tepi lateral aorta descenden (gambar 17).5
Extrapleural sign juga dapat membentuk kantong radiolusen yang
merupakan tanda adanya udara bebas pada pleura parietal dan diafragma serta bagian posterior ke kubah hemidifragma. Pada keadaan-keadaan seperti ini, udara tersebut dapat menghilang spontan dalam 10 hari.18
8. Naclerio’s V sign
Naclerio’s V sign dapat terlihat pada foto toraks frontal membentuk
gambaran lusensi udara berbentuk huruf 'V' di daerah kiri bawah mediastinum. Tanda ini dibentuk oleh udara di mediastinum yang memberi batas batas lateral kiri bawah mediastinum dan dibentuk oleh udara yang ada di pleura paietal dan bagian medial hemidiafragma kiri. Biasanya tanda ini terdapat pada kasus ruptur esofagus, dimana udara masuk ke mediastinum dari esofagus yang pecah.
Adanya tanda Naclerio’s V sign pada foto thorak (gambar 18) dapat memberikan petunjuk sebagai tanda awal dari adanya ruptur esophagus. Tanda ini juga bisa merupakan komplikasi pada pemeriksaan endoskopik, dimana hal tersebut terdapat pada 1 dari 1000 kasus pasien dengan pemeriksaan endoskopik.19
BAB III PEMBAHASAN
Pneumomediastinum didefinisikan sebagai adanya udara pada ruangan mediastinum. Pneumomediastinum juga dikenal dengan istilah emfisema mediastinum. Pneumomediastinum pertama kali dijelaskan oleh Laennec pada tahun 1819 sebagai akibat dari cedera trauma toraks. Pneumomediastinum dapat terjadi secara spontan maupun akibat sekunder dari trauma toraks dan iatrogenik.
Pada tahun 1944, Macklin menyimpulkan bahwa pneumomediastinum spontan sebagai akibat dari baro-trauma. Dimana ruptur parsial jaringan alveolar menyebabkan udara keluar melaui perselubungan bronkovaskular menuju ke mediastinum (efek Macklin), leher maupun retroperitoneum.2
Selain pada kasus trauma toraks, pneumomediastinum kadang secara tidak sengaja dijumpai pada pasien dengan gejala klinik seperti nyeri dada yang disertai sesak nafas, batuk dan muntah-muntah, dimana klinisi sering menduga gejala tersebut sebagai manifestasi klinik adanya kelainan jantung.
Gambaran pneumomediastinum secara jelas dapat diperlihatkan melalui pemeriksaan foto toraks. Gambaran pneumomediastinum pada foto toraks antara lain: spinnaker sail sign, pneumoprekardium, ring around the artery sign,
continuous diaphragma sign, tubular artery sign, double bronchial wall sign, extrapleural sign, dan Naclerio’s V sign. Keseluruhan gambaran tersebut ada
kalanya tidak terlihat pada foto toraks. Banyaknya udara dan posisi udara yang terdapat di mediastinum menentukan gambaran pada foto toraks.
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara di dalam rongga pleura. Etiologi pneumotoraks: spontan, yang disebabkan oleh keadaan non traumatik; traumatik, yang disebabkan oleh iatrogenik dan non iatrogenik. Pneumotoraks spontan dapat bersifat primer, oleh karena idiopatik; sedangkan yang bersifat sekunder, disebabkan oleh penyakit lain seperti TBC, PPOK, kanker paru, asma, dan pneumonia. Pembagian pneumotoraks berdasarkan fistula yang
menghubungkan pneumotoraks dengan udara luar, yaitu: a. Pneumothorax tertutup, b. Pneumothorax terbuka, c. Ventil pneumothorax.
Pada banyak kasus, pnemomediastinum dapat dibedakan dengan pneumotoraks berdasarkan lokasi dan distribusi dari udara (tabel 2).6 Situasi yang paling sulit dibedakan adalah adanya udara tipis pada pleural line sepanjang tepi mediastinum kiri, yang terdapat pada pasien dengan posisi supine. Pada kasus seperti ini, kita harus mencari tanda-tanda penyerta pneumomediastinum (seperti adanya continuous diafragma sign atau emfisema subkutis) atau pneumotoraks (deep sulcus sign atau pleural line yang jauh dari mediastinum).
Kejadian yang sering keliru pada kasus pneumotoraks adalah adanya pneumomediastinum yang terdapat sepanjang apeks diafragma atau pada jaringan retrosternal. Pada kasus seperti ini proyeksi dekubitus atau erect adalah cara untuk membedakannya.
Pneumoperikardium adalah suatu keadaan terdapatnya udara di dalam rongga perikardium, dan biasanya yang mengelilingi jantung (gambar 6). Pneumoperikardium adalah suatu kelainan yang jarang ditemui. Pneumoperikardium biasanya disebabkan oleh penyakit yang mendasari seperti pembedahan toraks, dilakukan untuk drainase cairan perikardium., trauma tembus, trauma tumpul (jarang), infeksi perikarditis (organisma penghasil gas), fistula (antara perikardium dengan organ yang mengandung udara (esophagus).
Pertimbangan pertama yang membedakan pneumomediastinum dari pneumoperikardium adalah bahwa pneumomediastinum lebih sering terjadi, kecuali pada pasien yang mengalami operasi jantung (tabel 3).
Selain itu pneumomediastinum sering terlihat sebagai garis tipis lusen multipel, dimana udara jarang sekali mengelilingi jantung (biasanya pada salah satu sisi jantung saja), sedangkan pada kasus pneumoperikardium didapatkan adanya garis yang seperti pita yang membentuk kedua ventrikel kiri dan atrium kanan. Pita ini dapat meluas, melengkung dan membentuk seperti kantung perikardium serta tidak meluas sampai ke bagian atas mediastinum ataupun leher.13,10
Udara yang terdapat pada hydropneumoperikardium pada perubahan posisi pasien akan menyebabkan perubahan posisinya. Pada pneumomediastinum, perubahan posisi sangat jarang akan menyebabkan perubahan posisi udara (gambar 20).13
Pneumomediastinum dapat dibedakan dengan efek Mach band. Efek Mach band adalah ilusi optikal yang terdiri atas dua gambar pita yang lebar, satu pita putih dan satunya hitam, dipisahkan oleh garis tipis dengan gradasi warna terang ke gelap. Persepsi yang diterima oleh mata manusia adalah terdapat dua pita sempit yang berbeda kecerahannya di kedua sisi gradasi warna terang dan gelap, pada kenyataanya kedua pita tersebuta tidak ada. Efek Mach band ini sering muncul pada permukaan cembung, muncul sebagai area lusen yang membatasi objek cembung tersebut. Garis opak yang biasanya terdapat pada pneumomediastinum akan membedakan Mach band efek dengan
BAB IV KESIMPULAN
Pemeriksaan foto toraks konvensional menjadi modalitas pencitraan utama untuk penegakan pneumomediastinum. Gambaran pneumomediastinum dengan pemeriksaan foto toraks meliputi spinnaker sail sign, pneumoprekardium, ring
around the artery sign, continuous diaphragma sign, tubular artery sign, double bronchial wall sign, extrapleural sign, dan Naclerio’s V sign.
Pneumomediastinum dapat menyerupai pneumotoraks maupun pneumopericardium, tetapi dengan menganalisa distribusi udara dan tanda-tanda radiologis yang menyertai biasanya dapat membedakan ketiga entitas ini.
LAMPIRAN GAMBAR GAMBAR 1
Anatomi toraks. a. Dinding toraks dibentuk oleh tulang kosta, sternum, clavikula, scapula dan columna vertebralis. Gambar b. Tampak mediastinum merupakan ruang yang berada di antara
kedua paru-paru.
Gambar 2
Pembagian anatomis rongga mediastinum. Terbagi atas 4 ruang, Mediastinum Superior, Inferior (Anterior, Medius, dan Posterior)
Gambar 3
Mekanisme pneumomediastinum, tampak udara yang mengisi mediastinum berasal dari suatu proses ruptur alveolus. Mechanical Ventilation and Pulmonary Barotrauma in Thoracic Imaging
Pulmonary and Cardiovascular Radiology. San Fransisco, California. 2003
Gambar 4
Gambar 5
Garis pneumotoraks nyata terlihat. Tampak pleura viseral terlihat jelas, dengan area lusensi tanpa corakan vaskular di sebelah lateralnya.
Pneumopericardium tampak sebagai garis lengkung lusen yang memberikan gambaran batas jantung yang jelas. Udara tersebut tidak menyebar diantara pembuluh darah besar, namun terperangkap di kantung pericardum.
Gambar 7
Garis lusen tipis di batas bawah jantung menunjukkan adanya suatu pneumopericardium.
Gambar 8
Gambar 9
a. CXR neonatus menunjukkan Spinnaker sign, tampak thymus dibatasi oleh udara pada mediastinum, lobus thymus bergeser ke arah lateral. Gambar b. Gambaran thymus neonatus
normal.
Pneumoprekardium pada pasien post tonsilektomi.
Gambar 11
Lateral CXR, menunjukkan udara di sekeliling arteri pulmoner kanan. Tampak juga udara bebas berada di anterior pericardium (pneumoprecardium).
Gambar 12
Foto toraks AP menunjukkan udara disepanjang permukaan dalam pleura mediastinal, yang menunjukkan aortic knob, batas kiri jantung (panah hitam) dan Vena cava superior
(kepala panah hitam). Tampak udara mengelilingi pembuluh darah brachiocephalica membentuk gambaran tubular vessel sign.
Gambar 13.
Radiografi toraks lateral menunjukkan udara yang mengelilingi pembuluh darah brachiosepalica (kepala panah hitam). Garis lusen terlihat juga di jaringan lunak prespinal (panah putih). Tampak
Gambar 14.
Gambar axial CT Scan menunjukkan udara mengelilingi aorta desenden (kepala panah hitam), vena azygos (panah putih), esofagus (panah hitam), dan bagian depan tulang belakang (dua panah
hitam).
Gambar 15
Pasien 35thn dengan status asmatikus, pada foto AP terlihat adanya udara di mediastinum dan main bronkus kiri, yang tervisualisasi dengan terlihatnya kedua sisi dari dinding
bronkus.
Pneumomediastinum pada pasien 18 tahun dengan serangan asma akut.Pada proyeksi lateral didapatkan adanya continuous diaphragm sign.
Gambar 17
Pasien wanita 26 thn dengan ruptur esofagus. Pada proyeksi AP terlihat area lusensi linier paralel dari aorta desenden yang memperlihatkan adanya udara pada mediastinum.
(panah hitam). Udara tersebut kemungkinan berada pada ligamen pulmo. Disini juga terlihat adanya udara pada pleura kiri (panah putih).
Gambar 18
Gambar CXR menunjukkan pneumomediastinum membentuk gambaran Naclerio’s V sign (panah). Menggunakan bahan kontras Iopamidol tampak jelas extra pasase kontras.
Gambar 19
Pneumopericardium pada pasien dengan respiratory distress syndrome. A. Pada foto AP menunjukkan adanya gambaran “broad band” yang mengelilingi jantung (hallo sign) dan membentuk dome shape antara pericardium dan aorta asenden, arteri pulmonalis dan vena cava
superior. B. Diagram hubungan batas atas pneumopericardium dengan pembuluh darah besar.
Hydropneumopericardium pada pasien dengan hipertyroiditis. A. Pada posisi dekubitus lateral kanan, didapatkan pneumoperikardium yang memisahkan batas pericardium kiri, jantung bergeser
ke kanan. B. Pada posisi dekubitus lateral kiri, jantung bergeser ke kiri
Gambar 21
LAMPIRAN TABEL
Tabel 1. Penyebab terjadinya pneumomediastinum.6
Tabel 2. Perbedaan Pneumomediastinum dengan Pneumotoraks.
Tabel 3
Tabel 3. Perbedaan Pneumomediastinum dengan Pneumopericardium. Ya/Tidak
DAFTAR PUSTAKA
1. Grainger RG, Allison DJ, Adam A. Pneumomediastinum. In: Diagnostic Radiology a Text Book of Medical Imaging. 5th edition. Churchil Livingstone; 2008. pp 554.
2. Caeceres M, Ali SZ, Braud R. Spontaneus Pneumomediastinum: A Comparative study and Review of The Literature. Ann Thorac Surgeon, 2008; 86: 962-6.
3. Gurney J MD. Pneumomediastinum. In: Pocket Radiologist Chest Top 100 Diagnosis. 1st edition. Amirsys; 2002. pp 166.
4. Meschan I. The Mediastinum. In: An Atlas of Normal Radiographic Anatomy. 2nd edition. WB Saunders Company; 1969. pp 509-40.
5. Sutton D. Pneumomediastinum. In: Text Book of Radiology and Imaging. Volume I, 7th edition. Churchill Livingstone; 2003. pp 79.
6. Zylak MC, Standen JR, Barnes GR. Pneumomediastinum Revisited. Radiology RSNA; 20(4): 1043-57.
7. Hansell DM, Lynch DA, McAdam P. Imaging Disease of the Chest. 5th edition. USA: Mosby; 2010. pp 939-41.
8. Webb RW, Higgins CB. Mechanical Ventilation and Pulmonary Barotrauma. In: Thoracic Imaging Pulmonary and Cardiovascular Radiology. San Fransisco: Lippincott Williams; 2003. pp 346-7.
9. Herring W. Pneumomediastinum and Subcutaneus Emphysema. In: Learning Radiology Recognizing The Basic. 2nd edition. Philadelphia: Elsevier Health Sciences: 2012. pp 64-7.
10. Burgener FA, Kormano M. Pneumomediastinum. In: Differential Diagnosis in Conventional Radiology. 3rd edition. New York: Thieme; 2008. pp 460-1.
11. Flatman S, Morrison E, Elahi M. Spontaneus Pneumomediastinum Associated with sex. Journal of Radiology Cases Report. 2010; 4(4): 25-9.
12. Felipe M, Yung C, Joseph G, Rahul R. Spontaneus Pneumomediastinum. Applied Radiology Journals. 2008; 37(4): 40-4.
13. Bejvan SM, Godwin JD. Pneumomediastinum: Old signs and New Signs. AJR. 1996; 166: 1041-8.
14. Sudoyo, Aru, Setiyohadi W, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. pp 1063.
15. Sahn SA, Heffner JE. Spontaneous pneumothorax. N Engl J Med. Mar 23 2000;342(12):868-74.
16. Ameh V, Jenner R, Jilani N, Bradbury A. Spontaneus Pneumopericardium, Pneumomediastinum and Subcutaneus Emphysema. Emerg Med Journal. 2006; 23(6): 466-7.
17. Agarwal PP. The Ring around the Artery Sign. Radiology RSNA. 2006; 241(3): 943-4.
18. Lilard L, Richard J, Parker A. The Extrapleural Air Sign in Pneumomediastinum. Radiology RSNA. 1965; 85(6): 1093-8.