• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR BIOMASSA TANAH DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANTUL TAHUN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR BIOMASSA TANAH DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANTUL TAHUN 2020"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PEMETAAN KAJIAN

BIOMASSA TANAH

DI KABUPATEN BANTUL

DINAS LINGKUNGAN HIDUP

KABUPATEN BANTUL

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Pekerjaan Pemetaan Biomassa Tanah di Kabupaten Bantul, sebagai salah satu sarana pemetaan potensi dan permasalahan kondisi lahan di Kabupaten Bantul. Laporan Akhir ini merupakan laporan pekerjaan yang berisi uraian mengenai gambaran umum pekerjaan, konsep dan pendekatan perencanaan, rencana kerja dan hasil pelaksanaan di lapangan.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini, masih terdapat berbagai kelemahan dan kekurangan, untuk itu kami mengharap adanya saran dan kritik untuk penyempurnaan lebih lanjut.

Yogyakarta, Mei 2020 PT. Daksitama Konsultan Indonesia

(3)

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Maksud Dan Tujuan 4

1.3. Sasaran 4

1.4. Keluarah 4

1.5. Manfaat 5

1.6. Lokasi 5

1.7. Nama dan Organisasi Pengguna Anggaran 5

1.8. Lingkup Kegiatan 5

1.9. Lingkup Materi 8

1.10. Data Penunjang 8

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.1. Tahan atau Lahan 10

2.2. Sifat Dasar Tanah 12

2.3. Biomassa Tanah 15

2.4. Kerusakan Tanah 17

2.5. Pemantauan Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa 20 BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI

3.1. Umum 29

3.2. Pendekatan 30

3.3. Metodologi

3.3.1 Metode Penelitian 33

3.3.2 Alat dan bahan 33

BAB 4 TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Bantul 46

4.2. Sektor Pertanian Kabupaten bantul 56

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil 59

5.1.1. Lokasi Penelitian Biomassa Tanah 59 5.1.2. Hasil Pengukuran Biomassa Tanah 61

5.2. Pembahasan 66

5.2.1. Kondisi Rata-rata Biomassa Tanah di Kabupaten Bantul 66 5.2.2. Ketebalan Solum Tanah di Kabupaten Bantul 68

5.2.3. Kebatuan Permukaan 71

5.2.4. Berat Isi (Berat Jenis) 74

5.2.5. Porositas Tanah 76

5.2.6. Derajat Kelulusan Air 80

5.2.7. Kadar Keasaman (pH) 84

(4)

BAB 6 ROADMAP PENANGANAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI BIOMASSA TANAH

6.1 Pendahuluan 99

6.2 Kondisi, Peluang Dan Kebijakan Pengembangan 101 6.3 Peningkatan Dan Pengembangan Produksi Biomassa Tanah 105 6.4 Strategi Pengembangan Produksi Biomassa 105 BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

7.1. Kesimpulan 109

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Sumber-sumber Biomassa Tanah 18 Gambar 2.2. Tebal solum tanah 23 Gambar 2.3. Kondisi Permukaan Kebatuan 24 Gambar 2.4. Skala pH Tanah 27 Gambar 3.1. Uraian pendekatan, Metodologi dan Rencana Kerja 29 Gambar 3.2. Contoh Penilaian Status Kerusakan Tanah 44 Gambar 4.1. Persentasee Luas Lahan Sawah, Lahan Bukan Sawah,

Dan Lahan Bukan Pertanian 57

Gambar 5.1. Peta Status Kerusakan Lahan di Kabupaten Bantul 66 Gambar 5.2 Peta kondisi Ketebalan Solum Tanah Kabupaten Bantul 69 Gambar 5.3. Peta kondisi Kebatuan Permukaan Tanah Kabupaten

Bantul 72

Gambar 5.4. Peta kondisi Porositas Tanah Kabupaten Bantul 78 Gambar 5.5 Peta kondisi Permeabilitas Tanah Kabupaten Bantul 81 Gambar 5.6 Peta kondisi kadar pH dalam tanah di Kabupaten Bantul 84 Gambar 5.7 Peta kondisi Redoks dalam tanah di Kabupaten Bantul 93

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Klasifikasi Porositas Tanah 26 Tabel 2. 2. Klasifikasi Permeabilitas Tanah 26 Tabel 3. 1. Skor kerusakan tanah berdasarkan frekwensi relatif dari

berbagai parameter kerusakan tanah

42 Tabel 3. 2. Status Kerusakan Tanah Berdasarkan Nilai Akumulasi Skor

Kerusakan Tanah Untuk Lahan Kering dan Basah

43 Tabel 3. 3. Tabulasi Tata Cara Penilaian Kerusakan Tanah Berdasarkan

Persentase Frekwensi Relatif Pada Lahan Kering

43 Tabel 3. 4. Tabulasi Cara Penilaian Kerusakan Tanah Berdasarkan

Persentase Frekwensi Relatif Pada Lahan Basah (Tanah Gambut Di Atas Pasir Kuarsa)

44

Tabel 4.1. Luas Wilayah dan Banyaknya Desa Menurut Kacamatan Kabupaten Bantul

46 Tabel 4.2. Tinggi Wilayah di Atas Permukaan Air Laut (DPL) 48 Tabel 4.3. Luas Daerah Menurut Ketinggian dari Permukaan Air Laut 49 Tabel 4.4. Klasifikasi Iklim Kabupaten Bantul 50 Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin 52 Tabel 4.6. PDRB per Kapita Kabupaten Bantul atas dasar Harga

Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah), 2011-2015

54 Tabel 4.7. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Yang

Bekerja Menurut Lapangan Usaha Dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Bantul, 2015

55

Tabel 5.1 Pemanfaatan Lahan Lokasi Survei di Kabupaten Bantul 59

Tabel 5.2 Data hasil analisa sampel melalui pengamatan dan laboratorium di Kabupaten Bantul

64

Tabel 5.3 Evaluasi Kerusakan Tanah di Kabupaten Bantul 65

Tabel 5.4 Kondisi Ketebalan Solum Tanah di Kabupaten Bantul 67

Tabel 5.5 Kondisi Kebatuan Permukaan Tanah di Kabupaten Bantul 70

Tabel 5.6 Kondisi Berat Isi Tanah di Kabupaten Bantul 74

Tabel 5.7 Klasifikasi Porositas Tanah 75

Tabel 5.8 Kondisi Porositas Tanah di Kabupaten Bantul 76

Tabel 5.9 Kondisi Permeabilitas Tanah di Kabupaten Bantul 79

Tabel 5.10 Kondisi PH Tanah di Kabupaten Bantul 83

Tabel 5.11 Kondisi DHL Tanah di Kabupaten Bantul 89

(7)

lingkungan dalam upaya produksi biomassa tanah

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pertumbuhan jumlah penduduk berimplikasi pada tuntutan ketersediaan ruang, yang dalam hal ini tanah guna memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan bagi keberlangsungan kehidupan. Lahan tersebut dipergunakan untuk tempat tinggal, kegiatan industri maupun pertanian secara luas. Keberadaan lahan terbuka sebagai sarana publik, kehutanan, peternakan maupun pertanian semakin berkurang. Hal ini dikarenakan lahan terbuka yang ada banyak dipergunakan untuk pembangunan fisik. Disisi lain, aktivitas manusia pun turut berperan dalam mempengaruhi kualitas tanah. Sebagian besar kegiatan manusia berdampak pada penurunan kualitas tanah. Penurunan kualitas tanah tersebut dikarenakan terjadinya pencemaran dari berbagai limbah rumah tangga, industri, dan pemakaian pupuk kimia yang berlebihan pada pertanian, perkebunan dan sejenisnya.

Tanah merupakan komponen terpenting dalam ekosistem yang berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman yang menyuplai oksigen dan mampu menyimpan air serta nutrisi didalamnya. Tanah juga merupakan habitat bagi organisme yang berperan aktif dalam penyediaan nutrisi bagi tanaman yang tumbuh diatasnya. Secara biologis, kimia maupun fisik tanah mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan tanaman pangan, industri, perkebunan, obat-obatan, maupun untuk kehutanan serta konservasi. Proses pembentukan tanah pun membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun sebaliknya, Kerusakan degradasi tanah dapat terjadi dalam waktu yang

(9)

cepat dan menganggu proses siklus kehidupan makhluk hidup, baik yang berpijak langsung pada tanah maupun yang tidak langsung. Menurut PERMENLH NO.07 Tahun 2006 biomassa adalah tumbuhan atau bagian-bagiannya yaitu bunga, biji, buah, daun, ranting, batang, dan akar, termasuk tanaman yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian, perkebunan, dan hutan tanaman (Sumarno, 2018).

Kerusakan tanah dapat diakibatkan pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana. Kerusakan lahan untuk produksi biomassa tersebut merupakan perubahan sifat dasar tanah yang melampaui kriteria baku kerusakan tanah yang disebabkan oleh tindakan manusia baik di areal produksi biomassa maupun diluar areal biomassa yang berdampak pada kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Kerusakan lahan ini telah memberikan dampak yang cukup luas, diantaranya kemerosotan keanekaragaman hayati, terjadinya bencana alam banjir, longsor, kekeringan, penuruan kualitas tanah dan air hingga perubahan iklim ditingkat global yang saat ini kita hadapi. Kemerosotan kualitas secara global ini akhirnya dapat mempengaruhi kehidupan manusia.

Kabupaten Bantul sebagian besar wilayahnya terdiri dari dataran rendah di bagian timur dan sebagian dataran tinggi di sebelah barat. Pada umumnya struktur tanah terdiri dari tanah podsolik merah kuning dari batuan, dan alluvial serta tanah organosol dan gley humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah. Jumlah penduduk tahun 2020 adalah 949.325 jiwa yang hampir 14,7 % bermata-pencaharian di sektor pertanian, dengan demikian sektor pertanian merupakan potensi unggulan penggerak ekonomi daerah selain itu Kabupaten Bantul merupakan lumbung padi untuk wilayah Propinsi DIY selain pertanian padi

Dalam menunjang keberhasilan pembangunan, praktis harus dilaksanakan upaya perbaikan sektor pertanian termasuk mengupayakan

(10)

kondisi tanah dan/ atau lahan untuk budidaya tanaman sebagai dasar pengelolaan atau pengendalian kualitas tanah dan/ atau lahan demi keberlanjutan kehidupan masyarakat secara ekonomis, ekologis, dan sosial.

Salah satu isu lingkungan terkait dengan hutan yang kini kian marak dibahas adalah terjadinya perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming). Pemanasan global merupakan perubahan iklim yang disebabkan oleh konsentrasi emisi gas rumah kaca dalam bentuk CO2, CH4 dan bentuk lainnya yang berlebih di

atmosfer. Gas tersebut berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, kebakaran hutan, konversi hutan dan aktivitas lain yang menyebabkan semakin berkurangnya penutupan vegetasi (deforestasi dan degradasi) yang selanjutnya menyebabkan penurunan penyerapan karbon (Natalia, D. dkk 2014). Pepohonan menghilangkan karbon dari atmosfer ketika mereka bertumbuh, menyimpannya dalam daun, jaringan kayu, akar dan zat organik dalam tanah. Oleh karena itu, memainkan peran sangat penting dalam mengatur iklim bumi dan mitigasi perubahan iklim. Menghitung biomassa permukaan meliputi semua biomassa hidup, atau material organik, atas permukaan, termasuk batang, tunggul, cabang, kulit, biji dan dedaunan membantu ilmuwan mengukur peran hutan sebagai serapan karbon dalam mitigasi perubahan iklim. Penghitungan biomassa juga tidak terlepas dari kegiatan yang berhubungan dengan mitigasi perubahan iklim. Oleh karena itu, dengan melakukan pengukuran cadangan karbon tersimpan di suatu wilayah diharapkan dapat memberikan informasi mengenai berapa banyak karbon yang akan dilepaskan jika wilayah tersebut dikelola dengan teknik pengelolaan lahan yang kurang tepat (Wahyuni, S dkk. 2013).

Pengolahan dan pemanfaatan tanah yang tidak terkendali dapat menyebabkan terjadinya kerusakaan tanah yang berdampak pada menurunya fungsi dan kualitas tanah. Kualitas tanah adalah kemampuan tanah untuk melakukan fungsi-fungsi penting tanah sebagai media tanam (De la Rosa 2005). Kualitas tanah bervariasi disebabkan oleh variasi komponennya. Tidak semua jenis tanah yang cocok untuk semua jenis tanaman (Abdul Khalil et al.

(11)

maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran produksi biomassa di Kabupaten Bantul.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

Kegiatan ini mempunyai maksud dalam penyediaan informasi status kerusakan tanah untuk produksi biomassa saat ini; dan potensi kerusakan tanah untuk produksi biomassa dan penyebabnya

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan rekomendasi ilmiah berkaitan dengan pengelolaan lahan berdasarkan tingkat kerusakan tanah dan/ atau lahan sehingga tanah dan/ atau lahan dapat dipertahankan kualitasnya secara berkelanjutan untuk mendukung produksi tanaman.

1.3 SASARAN

Sasaran penyusunan Kajian Pemetaan Biomassa Tanah di Kabupaten Bantul, yaitu :

1. Mengenali potensi dan permasalahan kerusakan lingkungan khususnya biomassa tanah di Kabupaten Bantul;

2. Tersusunnya peta kondisi biomassa tanah di Kabupaten Bantul

3. Terwujudnya strategi penanganan kerusakan lingkungan khususnya biomassa tanah sebagai bagian dari sistem pertanian yang didukung oleh masyarakat;

1.4 KELUARAN

Keluaran dari Kajian Pemetaan Biomassa Tanah di Kabupaten Bantul yakni dokumen kajian yang berisi arah dan strategi penanganan kondisi biomassa tanah di Kabupaten Bantul sehingga dalam upaya mendukung pengelolaan berkelanjutan.

(12)

1.5 MANFAAT

Manfaat dari Analisis Kajian Pemetaan Biomassa Tanah di Kabupaten Bantul antara lain:

1. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten akan memiliki pedoman kondisi biomassa tanah sebagai upaya pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan serta terpadu;

2. Bagi masyarakat akan tersedia informasi pengelolaan lahan yang sustainable dalam upaya mempertahankan kebutuhan hasil pertanian di Kabupaten Bantul.

1.6 LOKASI

Kegiatan Kajian Pemetaan Biomassa Tanah di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

1.7 NAMA DAN ORGANISASI PENGGUNA ANGGARAN

Nama dan Organiasasi Pengguna Anggaran Analisis Kajian Pemetaan Biomassa Tanah di Kabupaten Bantul adalah Dinas Lingkungan Hidup Bantul.

1.8 LINGKUP KEGIATAN

Lingkup kegiatan dari Kajian Pemetaan Biomassa Tanah di Kabupaten Bantul ini meliputi:

A. Penyusunan peta kondisi awal tanah

Potensi kerusakan tanah diduga dengan metode skoring atau penilaian bobot nilai dan tumpang susun peta-peta tematik, yaitu peta penggunaan lahan, peta kemiringan, peta curah hujan, dan peta jenis tanah.

B. Tahap kegiatan lapangan

(13)

melakukan pengamatan lingkungan, boring, dan pengambilan sampel tanah terusik maupun tidak terusik menggunakan ring sample.

Pengamatan tanah pada prinsipnya menggunakan metode purposive sampling dengan mengacu pada peta yang telah dibuat dan diaplikasikan dengan kondisi lapang yang ada. Pengamatan sifat tanah dari profil tanah yang diamati meliputi sifat-sifat tanah seperti kedalaman solum tanah, batuan permukaan, data agronomi dan data lingkungan pendukung yang dicatat pada lembar isian data pengamatan sifat tanah.

C. Tahap analisis contoh tanah

Tahapan ketiga adalah analisis sifat-sifat tanah di laboratorium dari contoh tanah terusik dan tak terusik yang diambil dari lapangan. Analisis sifat-sifat tanah dilaksanakan di laboratorium. Macam analisis tanah yang dilakukan di laboratorium meliputi:

a. Permeabilitas tanah b. Tekstur Tanah

c. Bobot isi tanah d. Porositas tanah e. pH H2O tanah

f. Potensial reduksi-oksidasi g. Daya Hantar Listrik

h. organik tanah i. Total mikrobia

D. Penyusunan peta kondisi tanah

Penyusunan Peta Kondisi Tanah bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai sifat-sifat tanah sesuai rencana kegiatan pada wilayah yang

(14)

dilakukan observasi atau kegiatan tersebut. Di dalam Peta Kondisi Tanah memuat nilai-nilai dari beberapa parameter kriteria baku mutu kerusakan tanah yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup. Data- data dari beberapa parameter tersebut selanjutnya dijadikan dasar dalam perhitungan penentuan status kerusakan tanah yang disajikan sebagai bentuk Peta Status Kerusakan Tanah.

E. Penyusunan peta status kerusakan tanah

Peta Status Kerusakan Tanah disusun melalui dua tahapan evaluasi, yaitu matching (pencocokan/ pembandingan) serta scoring atau penilaian. Matching adalah membandingkan antara data parameter hasil pengamatan di lapangan dan hasil analisis laboratorium dengan kriteria baku keruskan tanah sesuai Peraturan Pemerintah nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk produksi Biomassa. Sedangkan tahapan skoring adalah menghitung data yang mempertimbangkan frekuensi relatif tanah tergolong rusak dalam suatu wilayah/areal yang dianggap mempunyai kondisi homogen atau sama, sesuai kriteria baku mutu tersebut di atas.

1.9 LINGKUP MATERI

1) Memetakan dan mengidentifikasi kondisi biomassa tanah di Kabupaten Bantul;

2) Melakukan Koordinasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan dinas terkait untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi pengelolaan lahan di Kabupaten Bantul;

3) Memetakan dan mengidentifikasi permasalahan mengenai pengusahaan lahan di Kabupaten Bantul;

4) Memberikan gambaran informasi mengenai potensi dan sebaran kerusakan lahan serta aspek-aspek yang berpengaruh terhadap

(15)

5) Memberikan gambaran informasi mengenai pemetaan biomassa tanah di Kabupaten Bantul;

6) Menyusun strategi penanganan kerusakan lahan yang diakibatkan oleh menurun nya kualitas tanah serta faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemanfaatan lahan untuk peningkatan produksi pertanian di Kabupaten Bantul;

1.10 DATA PENUNJANG A. Data Dasar

1. Data wilayah, iklim, topografi yang cocok untuk pengusahaan pertanian.

2. Sebaran lokasi pemanfaatan lahan di Kabupaten Bantul;

3. Produk-produk regulasi di bidang konservasi lahan yang diusahakan untuk peningkatan kualitas lahan di Kabupaten Bantul;

4. Produk-produk perencanaan (program dan kegiatan) yang terkait dengan biomassa tanah

B. Studi Terdahulu Dan Referensi :

Dalam pekerjaan ini data sekunder yang dikumpulkan berupa: 1. Kabupaten Bantul Dalam Angka.

2. Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). 3. Daftar RPJM Kabupaten Bantul

4. RPJP Kabupaten Bantul 5. Peta Wilayah.

6. Dokumen hasil kajian yang relevan. 7. Studi Pustaka/Peraturan Perundangan

(16)

C. Acuan Peraturan Perundang-Undangan

Secara umum peraturan perundangan yang melandasi pelaksanaan pekerjaan ini adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa;

3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa.

4. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul

(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Tanah atau Lahan

Lahan (land) merupakan suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditmbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang, yang kesemuanya berpengaruh terhadap kondisi lahan pada saat sekarang dan di masa akan datang.

Berdasarkan pengertian di atas, lahan dapat dipandang sebagai suatu system yang tersusun atas berbagai komponen. Komponen-komponen ini dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu komponen struktural yang sering disebut karakteristik lahan, dan komponen fungsional yang sering disebut kualitas lahan. Kualitas lahan merupakan sekelompok unsur-unsur lahan yang menentukan tingkat kemampuan dan kesesuaian lahan bagi berbagai macam pemanfaatan tertentu.

Lahan sebagai suatu sistem memiliki komponen-komponen yang terorganisir secara spesifik dan perilakunya menuju kepada sasaran-sasaran tertentu. Komponen-komponen lahan ini dapat dipandang sebagai sumberdaya dalam hubungannya dengan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian ada dua kategori utama sumberdaya lahan, yaitu sumberdaya lahan yang bersifat ilmiah dan sumberdaya lahan yang merupakan hasil aktivitas manusia (budidaya manusia). Berdasarkan atas konsepsi tersebut maka pengertian sumberdaya lahan mencakup semua karakteristik lahan dan proses-proses yang terjadi di dalamnya, yang dengan cara-cara tertentu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

(18)

Tanah merupakan produk transformasi mineral dan bahan organic yang terletak di permukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan lingkungan, yakni: bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari ciri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik, kimia, biologi maupun morfologinya. Tanah adalah salah satu komponen lahan. Tanah bersama air dan udara merupakan sumber daya alam utama yang memiliki arti penting untuk lingkungan dan kehidupan. Kesetimbangan ketiganya sangat bergantung pada bagaimana pengelolaannya. Sebagai contoh penanaman tanaman pangan pada lahan-lahan miring dapat menyebabkan erosi, yang selanjutnya menyebabkan buruknya kualitas badan-badan air dan lahan gundul. Kualitas air dan tanah yang tidak baik akan berpengaruh pada kesehatan.

Produktivitas tanah merupakan kemampuan tanah untukmenghasilkan produk tertentu suatu tanaman di bawah suatu sistem pengelolaan tanah tertentu. Suatu tanah atau lahan dapat menghasilkan produk tanaman yang baik dan menguntungkan dikatakan sebagai tanah produktif. Produktivitas tanah merupakan perwujudan dari seluruh faktor (tanah dan non-tanah) yang mempengaruhi hasil tanaman.

Produktivitas tanah merupakan gambaran kemampuan tanah yang lebih berdasar pada pertimbangan ekonomis dan bukan hanya pada sifat tanah semata. Tiga faktor utama yang mempengaruhi produktivitas tanah yaitu:

- Masukan (sistem pengelolaan) - Keluaran (hasil tanaman) - Tanah

Tanah produktif harus mempunyai kesuburan yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Akan tetapi tanah subur tidak selalu berarti produktif. Tanah subur akan produktif jika dikelola dengan tepat, menggunakan teknik pengelolaan

(19)

dan jenis tanaman yang sesuai. Ini merupakan bukti bahwa arti produktivitas tanah tidak selalu sama dengan kesuburan tanah.

Kesuburan tanah adalah kemampuan atau kualitas suatu tanah menyediakan unsur-unsur hara tanaman dalam bentuk senyawa yang dapat dimanfaatkan tanaman, dan dalam perimbangan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tertentu apabila suhu dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya mendukung pertumbuhan normal tanaman. Definisi ini dapat dinyatakan bahwa kesuburan tanah mencakup 3 aspek, yaitu:

- Kuantitas, yang meliputi jumlah/konsentrasi dan macam unsur hara yang dibutuhkan tanaman

- Kualitas, yang merupakan perbandingan konsentrasi antara unsur hara satu dengan lainnya

- Waktu, yaitu ketersediaan unsur-unsur hara tersebut ada secara terus menerus sesuai dengan kebutuhan tanaman selama pertumbuhannya, yaitu dari perkecambahan hingga matang/panen.

Kesuburan tanah hanya merupakan salah satu pendukung produktivitas tanah, akan tetapi dapat berperan dalam pengendalian tingkat masukan dan keluaran dari suati sistem produksi tanman.

2.2. Sifat Dasar Tanah

Jenis tanah muda seperti Entisol/egosol sampai tanah tua seperti ultisol/podsolik merah kuning dan oxisol/latosol umumnya mempunyai kandungan unsur-unsur terbanyak SiO2 , Fe2O3, Al2O3 (dengan kandungan

menengah), diikuti oleh MgO, CaO, K2O, Na2O, P2O5, dan BO (kandungan

rendah), sedangkan unsur logam-logam berat berkadar sangat rendah. Komposisi unsur tanah ini berbentuk secara alami dan menyusun fase padat tanah sebesar 50%, sedangkan 25% berupa fase cair dan sisanya 25% berupa fase gas, gabungan dari tiga fase ini menjadikan sumber daya tanah dapat berfungsi

(20)

sebagai media tumbuh tanaman maupun menjadi komponen lingkungan yang sehat. Proses-proses yang terjadi dalam tanah dapat menyebabkan perubahan karakteristik tanah secara berangsur menuju ke arah tertentu (mengikuti kurva kuadratik). Pada umumnya proses-proses yang terjadi dalam tanah berlangsung relatif lambat sehingga perubahan sifat-sifat tanah secara nyata baru dapat teramati dalam waktu puluhan tahun. Tanah bukanlah sistem yang statis tetapi tanah merupakan entitas alam yang berdimensi ruang dan waktu.

Oleh karena komponen-komponen hayati dan non hayati yang terkandung dalam tubuh tanah, akan membuat tanah dan dinamika proses yang berlangsung di dalamnya dapat dipandang sebagai bio-geo-ekosistem. Tanah merupakan suatu sistem yang dinamis yang berinteraksi antar komponen tanah. Tanah berfungsi untuk melindungi keidupan selaku sistem penyaring, penyangga kimia (buffer), pengendap, pengalihragam (transformer), dan pengendali biologi. Penjelasan lebih rinci adalah sebagai berikut:

a. Fungsi penyaring dijalankan tanah dengan tubuhnya yang berbentuk jaring (berstruktur). Bahan buang padatan berupa lumpur, debu, sedimen, dan bahan tersuspensi ditahan oleh tanah (topsoil) sehingga tidak terbawa aliran limbah atau air perkolasi. Hal ini membuat tanah hilir dan badan air permukaan serta tanah bawahan (subsoil) dan air tanah terhindar dari pengotoran atau pencemaran.

b. Fungsi penyangga kimiawi dijalankan tanah dengan cara menjerap zat- zat beracun berupa ion-ion terlarut atau koloid tersuspensi. Daya menyangga berkaitan dengan kadar lempung, bahan humik, dan oksida serta hidroksida Fe dan Al. Lempung menyerap kation, bahan humik menyerap kation dan anion, serta oksida dan hidroksida Fe dan Al menyerap atau diserap anion.

c. Fungsi mengendapkan secara kimiawi berkaitan dengan pH dan potensial redoks. Tanah dapat membersihkan air limpas dan air perkolasi dari zat-zat beracun seperti logam berat, oksida N dan S, sisa pupuk, dan sisa pertisida

(21)

yang terlarut, dengan jaalan menyangga dan mengendapkan. Pencegahan senyawa amonium, nitrat, daan fosfat yang terlarut daalam air limpas dan air perkolasi sebelum masuk ke badan air permukaan dan air tanah dapat menghindarkan eutrofikasi perairan. Nitrat meracuni air minum. Zat-zat sangat beracun biasa terdapat dalam buangan industri dan pertambangan karena mengandung unsur F, Hg, Cd, Pb, Ni, Zn, dan/atau Cu. Sisa pestisida berbahaya karena mengandung Zn dan Cu.

d. Fungsi mengalihragamkan dikerjakan oleh jasad tanah, terutama flora dan renik, atas senyawa pencemar organik seperti yang terdapat dalam urine, tinja, kotoran hewan, perembesan hijauan ternak (silage), sari kering limbah (sludge), dan pestisida organik. Senyawa-senyawa tersebut dirombak dan diubah dengan proses mineralisasi daan humifikasi menjadi zat-zat yang tidak berbahaya. Penguraian bahan organik yang mudah teroksidaasi akan menanggulangi pemasukan bahan organik tersebut ke perairan dan akan menanggulangi pengahatan tubuh air dan oksigen bebas sehingga menghindarkan habitat keairan dan kerusakan.

Pada tanaman, fungsi tanah yaitu sebagai penyimpan cadangan unsur hara tanaman, pengikat lengas dan air tanah, bengurai dan penangkap senyawa-senyawa beracun (sisa herbisida, pesitisida, fungisida, dan lain- lain), penyedia aerasi/oksigen bagi aktivitas mikro organisme. Sifat fisik dan kimia tanah sebagian besar ditentukan oleh unsur liat dan humus, yang berfungsi sebagai pusat kegiatan tanah yang terjadi reaksi-reaksi kimia dan pertukaran ion, dan selanjutnya dengan menarik ion-ion tertentu dan menahannya pada permukaan liat dan humus, ion-ion tersebut tidak hilang tercuci. Ion tersebut lambat laun dibebaskan kembali dan dapat diambil oleh tanaman karena muatan permukaan dan merupakan jembatan pengikat antara butiran-butiran besar, dengan demikian menjamin adanya struktur granular yang mantap yang sangat diperlukan oleh tanaman. Atas

(22)

dasar bobot, koloid humus mempunyai kapasitas menahan hara dan air yang lebih baik daripada liat.

Tanah-tanah berstruktur kasar seperti pasir dan pasir berkerikil mempunyai infiltrasi yang tinggi, dan jika tanah tersebut dalam maka erosi dapat diabaikan. Tanah bertekstur pasir halus yang mempunyai kapasitas infiltrasi relatif tinggi, tetapi jika terjadi aliran permukaan maka butiran- butiran halus akann mudah terangkut. Tanah-tanah yang mengandung liat dalam jumlah yang tinggi dapat tersuspensi oleh butir-butir hujan yang jatuh menimpanya dan pori-pori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butir- butir liat. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran permukaan dan erosi yang hebat. Akan tetapi jika tanah demikian ini akan mempunyai struktur tanah yang mantap yaitu tidak mudah terdispersi maka infiltrasi masih cukup besar sehingga aliran permukaan dan erosi tidak begitu hebat. Lapisan teratas suatu penampang tanah biasanya mengandung banyak bahan organik dan berwarna gelap karena akumulasi bahan organik. Lapisan ini merupakan lapisan utama yang disebut lapisan olah. Lapisan di bawah lapisan olah dikenal dengan lapisan bawah yang juga dipengaruhi oleh kondisi iklim, tetapi tidak seintensif yang dialami oleh lapisan olah dan pada umumnya mengandung lebih sedikit bahan organik. Lapisan olah merupakan daerah utama bagi pertumbuhan perakaran, dan mengandung banyak unsur hara serta air yang dibutuhkan oleh tanaman.

2.3. Biomassa Tanah

Biomassa adalah bahan organik yang berasal dari tumbuhan dan hewan yang tersusun dari atom karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Biomassa juga mencakup gas dan cairan dari material non-fosil dan degradasi bahan organik. Pada dasarnya biomassa terbentuk dari interaksi karbon dioksida (CO2), udara, air, tanah

dan sinar matahari (Basu, 2010). Biomassa merupakan sumber energi ramah lingkungan yang sumber karbonnya berasal dari CO2 di udara. Pembakaran

(23)

biomassa menghasilkan CO2 yang sama jumlahnya dengan yang terserap oleh

proses fotosintesis (Reed dan Das, 1988).

Biomassa adalah tumbuhan atau bagian-bagiannya yaitu bunga, biji, buah, daun, ranting, batang, dan akar, termasuk tanaman yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian, perkebunan, dan hutan tanaman.

Biomassa adalah material yang berasal dari tumbuhan maupun hewan termasuk manusia. Namun biomassa dalam sudut pandang industri juga berarti material biologis yang bisa diubah menjadi sumber energi atau material industri. Jenis material yang dapat dikatakan sebagai biomass sangat bervariatif, mulai dari residu agrikultur, residu hewan, serpih kayu yang sangat bersih dengan kadar kelembaban 50 %, kayu hasil residu perkotaan yang kering serta terkontaminasi material lain, hingga material organik dari sampah padat di perkotaan.

Gambar 2.1 Sumber-sumber biomassa

Berdasarkan Permen LH No. 20 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten/Kota, dijelaskan

(24)

bahwa tanah merupakan salah satu komponen lahan, berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat fisik, kimia, biologi dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Kerusakan tanah untuk produksi biomassa adalah berubahnya sifat dasar tanah yang melampui kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Status kerusakan tanah untuk produksi biomassa adalah kondisi tanah di tempat dan waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa.

Penggunaan biomass sebagai sumber energi berpotensi mereduksi efek global warming. Meskipun biomass menghasilkan karbon dioksida dengan jumlah besar, yang kurang lebih sebesar yang dihasilkan bahan bakar minyak ataupun batubara, namun karbon dioksida ini dapat dikonsumsi untuk pertumbuhan tanaman baru. Sehingga karbon dioksida yang dilepas ke lingkungan dapat diasumsikan tidak ada sama sekali.

Kerusakan lahan untuk produksi biomassa adalah berubahnya sifat dasar tanah yang melampaui kriteria baku kerusakan tanah. Ada beberapa parameter yang berpengaruh terhadap kerusakan lahan untuk produksi biomassa, yaitu ketebalan solum, kebatuan permukaan, komposisi fraksi pasir, berat isi, porositas total, derajad pelulusan air, pH (H2O) 1:2,5, daya hantar listrik (DHL), redoks, dan

jumlah mikroba.

2.4. Kerusakan Tanah

Penyebab kerusakan tanah yaitu karena: o Sifat alami tanah;

o Kegiatan manusia yang mengakibatkan tanah tersebut terganggu/ rusak tidak mampu lagi berfungsi.

Kegiatan produksi biomassa yang memanfaatkan tanah maupun sumberdaya alam lainnya dengan tidak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan tanah untuk

(25)

produksi biomassa sehingga menurunkan mutu serta fungsi tanah yang pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Kerusakan tanah dapat terjadi oleh:

o Kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran;

o Terkumpulnya garam didaeraah perakaran (salinisasi), terkumpulnya atau terungkapnya unsur atau senyawa yang merupakan racun bagi tanaman; o Penjenuhan tanah oleh air (Water logging);

o Erosi

Kerusakan tanah oleh satu atau lebih proses tersebut mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan biomassa yang dihasilkan. Hilangnya secara berlebihan satu atau beberaapa unsur hara dari daerah perakaran menyebabkan merosotnya kesuburan tanah sehingga tanah tidak mampu lagi menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang normal. Hal tersebut menyebabkan produktivitas tanah menjadi sangat rendah. Kerusakan bentuk ini terjadi sebagai akibat perombakan bahan organik dan pelapukan mineral serta pencucian hara yang berlangsung cepat di bawah iklim tropis, panas, dan lembab/basah, atau terangkutnya hara dari dalam tanah melalui panen tanpa ada usaha untuk mengembalikannya. Proses ini mengakibatkan rusaknya struktur tanah.

Pembakaran tumbuhan yang menutupi tanah akan mempercepat proses peencucian dan pemiskinan, apalagi jika pembakaran terjadi setiap tahun. Kerusakan bentuk ini akan terjadi segera sesudah vegetasi seperti hutan, semak belukar, atau rumput ditebang atau ditebas dan dibersihkan utuk penanaman tanaman semusim atau pembakaran jerami di sawah sesudah dilakukannya panen. Hal tersebut akan mengurangi kandungan bahan organik dalam tanah kaena bahan organik yang diambil dari tanah tidak dikembalikan

(26)

lagi ke dalam tanah berupa sisa tanaman, atau berupa bahan organik lainnya ke dalam tanah.

Pada musim kemarau di daerah beriklim kering atau dekat pantai, dapat terkumpul di permukaan tanah garam Natrium dalam jumlah yang cukup menghambat pertumbuhan atau bahkan mematikan tanaman. Peristiwa ini disebut salinisasi. Kerusakan bentuk ini dapat hilang pada musim hujan dengan tercucinya garam-garam tersebut. Kerusakan tanah dapat juga terjadi oleh terungkapnya liat masam ke daerah perakaran pada tanah-tanah rawa atau terakumulasinya unsur-unsur tertentu seperti besi, aluminium, dan mangan dapat ditukar dalam jumlah yang tidak dapat ditoleransi oleh tanaman. Seiring dengan semakin banyaknya pemakaian bahan kimia dalam pertanian dan buangan limbah industri maaka semakin besar pula kemungkinan terjadi akumuasi bahan-bahan tersebut yang dapat merupakan racun bagi tanaman.

Kepekaan tanah terhadap kerusakan dan aktivitas manusia merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan. Untuk menilai kerusakan tanah aktual, faktor-faktor tataguna dan pengelolaan tanah harus diperhitungkan karena kedua faktor tersebut merupakan penyebab utama dalam perubahan dari kerusakan alami (natural atau geological degradation) menjadi kerusakan yang dipercepat (accelerated degradation). Menilai resiko kerusakan tanah yang akan datang sanagt sulit dan perkiraan yang dibuat seringkali meleset, karena adanya perubahan dalam tataguna/pengelolaan tanah dan keadaan lingkungan seperti iklim Walaupun tataguna /pengelolaan tanah tetap tidak berubah, prakiraan akan tetap mendapat kesulitan karena hubungan ntara kerusakan tanah dan waktu tidak selalu merupakan garis lurus (linier).

Pada suatu pengelolaan tanah, kerusakan yang terjadi mungkin dipercepat dan diperlambat dan kurva selalu menjadi asimptotik terhadap suatu nilai produktivitas. Sebagai contoh usaha pertanian dalam beberapa tahun tanpa pemupukan atau mencapai titik nol dengan percepatan seperti dalam kasus erosi

(27)

pada tanah-tanah bersolum dangkal di atas bantuan yang kompak. Kerusakan potensial atau kerusakan maksimum akan timbul pada tanah yang keadaannya kritis karena pengolahan yang buruk, misalnya erosi pada tanah gundul. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa resiko kerusakan maksimum adalah fungsi beberapa faktor alam yang relatif stabil. Sama seperti halnya dalam kasus erosi, yaitu agresivitas iklim, erodibilitas tanah, kecuraman lereng, panjang lereng tidak bervegetasi penutup tanah, kecuraman lereng, panjang lereng tidak bervegetasi penutup tanah, dan pengelolaan buruk.

2.5. Pemantauan Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa

Tanah sebagai salah satu komponen lingkungan hidup mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan. Disamping sebagai ruang hidup, tanah memiliki fungsi produksi yaitu antara lain sebagai penghasil biomassa, seperti bahan makanan, serat, kayu, dan bahan obat-obatan. Selain itu, tanah juga berperan dalam menjaga kelesatarian sumberdaya air dan kelestarian lingkungan hidup secara umum. Berdasarkan peranan tanah yang sangat penting dalam produksi biomassa maka perlindungan tanah, pengendalian pemanfaatan tanah, pengendalian kerusakan tanah, serta pemulihan kerusakan tanah perlu lebih diperhatikan dalam pengembangan kawasan atau wilayah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 Tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa, kriteria baku kerusakan tanah terdiri dari kriteria baku kerusakan tanah di lahan kering dan kriteria baku kerusakan tanah di lahan basah. Hal-hal yag dibahas dalam laporan ini adalah kriteria baku kerusakan tanah di lahan kering. Sedangkan parameter-parameternya adalah sebagai berikut:

a. Erosi

Erosi merupakan salah satu penyebab kerusakan lahan. Pengertian erosi yaitu peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau sebagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. (Arsyad, S., 1989). Sedangkan

(28)

menurut Bermana kusumah (1985), erosi adalah proses penghanyutan tanah oleh kekuatan air dan angin, sebagai akibat tindakan manusia. Erosi terjadi akibat percikan/tumbukan air hujan yang memukul/menerpa permukaan tanah dengan suatu kecepatan tertentu untuk memecahkan dan melepaskan partikel tanah dari agregatnya (detasment). Partikel tanah terpercik lepas ke bagian atas dan bawah permukaan tanah mengikis lapisan permmukaan tanah dan membentuk celah yang besarnya sesuai dengan kecepatan tumbukan air hujan tersebut. Oleh karena itu terlepasnya partikel tanahh dari agregat di lapisan permukaan tanah (pembentukan celah) berdasarkan kecepatan tumbukan air hujan.

Macam erosi dibedakan berdasarkan atas penyebabnya dan berdasarkan proses kejadiannya. Berdasarkan penyebabnya adalah erosi yang disebabkan oleh air dan erosi yang disebabkan oleh angin. Di Indonesia atau di bagian iklim tropis dimana curah hujannya sangat tinggi dan fluktuasi suhu siang dan malam juga tinggi maka erosi angin tidak nyata terlihat dibandingkan dengan erosi tanah oleh air. Sedangkan berdasarkan proses kejadiannya, erosi terbagi ke dalam 2 tipe yaitu:

1. Erosi Geologis (Geological Erosion); Erosi Normal (Normal Erosion)

Erosi alami merupakan proses pengangkutan tanah yang terjadi di bawah keadaan vegetasi alami sehingga terjadi keseimbangan yang baik antara pembentukan tanah dan erosi. Erosi alamiah tidak menimbulkan malapetaka bagi kehidupan manusia atau keseimbangan lingkungan.

2. Erosi yang dipercepat (Accelerated erosion)

Pengertian erosi yang dipercepat adalah pengangkutan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai akibat perbuatan manusia yang mengganggu keseimbangan antara proses pembentukan dan pengangkutan tanah. Volume penghanyutan tanah yang lebih besar dibandingkan dengan pembentukan tanahnya sehingga akan terjadi penipisan lapisan tanah yang terus menerus. Lama kelamaan lapisan olah tanah akan terangkut habis dan yang tersisa

(29)

hanya lapisan dalam (sub soil) yang belum matang. Bahkan jika erosi yang sangat parah muncul ke permukaan bahan induk karena lapisan dalam (B-horizons) pun terangkut habis.

Menurut Sitanala Arsyad (1989), berdasarkan bentuknya, erosi dibedakan menjadi erosi lembar, erosi alur, dan erosi parit.

o Erosi lembar (sheet erosion)

Pengertiannya yaitu pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan bidang tanah. Kekuatan jatuh butir-butir hujan dan aliran air di permukaan tanah merupakan penyebab utama erosi ini. o Erosi alur (rill erosion)

Pengertiannya yaitu erosi yang terjadi karena air terkonsentrasi dan mengalir pada tempat-tempat tertentu di permukaan tanah sehingga pemindahan tanah lebih banyak terjadi pada tempat tersebut. Alur-alur yang terjadi masih dangkal dan dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah. Erosi alur biasanya terjadi pada tanah-tanah yang ditanami dengan tanaman yang ditanam berbaris menurut lereng atau akibat pengolahan tanah menurut lereng. Erosi lembar dan erosi alur lebih banyak dan luas terjadinya dibandingkan dengan bentuk lain.

o Erosi parit (gully erosion)

Proses terjadinya erosi parit itu sama dengan erosi alur, tetapi saluran- saluran yang terbentuk sudah demikian dalamnya sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Erosi parit yang baru terbentuk berukuran sekitar 40 cm lebarnya dan kedalamannya kurang lebih 25 cm. Erosi parit yang telah lanjut dapat mencapai kedalaman sampai 30 cm. Erosi parit dapat berbentuk V atau U, tergantung dari kepekaan erosi substratnya. Bentuk V adalah bentuk yang umum terdapat, tetapi pada daerah-daerah yang substratnya mudah lepas yang umum dari batuan sedimen maka akan terjadi bentuk U.

(30)

b. Ketebalan Solum

Pengertian solum tanah yaitu lapisan-lapisan tanah yang menyusun dalam satu tubuh tanah. Pada umunya pada satu tubuh tanah tersusun dari beberapa solum. Diantaranya akumulasi seresah (solum O), lapisan top soil (solum A), lapisan sub soil (solum B), dan lapisan batuan induk (solum C). Solum tanah yaitu lapisan tanah yang meliputi horison: O-A-E- B.

Lapisan tanah atas (top soil) yaitu lapisan tanah yang meliputi horison: O-A. Lapisan tanah bawah yaitu lapisan tanah yang meliputi horison: E-B. Profil dari tanah mineral yang telah berkembang lanjut biasanya memiliki horison-horison: O-A-E-B-C-R.

Ketebalan adalah jarak vertikal dari permukaan tanah sampai ke lapisan yang membatasi keleluasaan perkembangan sistem perakaran. Pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 150 Tahun 2000 disebutkan bahwa tingkat kekritisan parameter ketebalan solum adalah 20 cm. Hal ini didasarkan pada kebutuhan ruang minimal akar tanaman untuk berkembang dan menguatkan batang tanaman.

(31)

c. Kebatuan Permukaan

Pengertian kebatuan permukaan adalah persentase tutupan batu di permukaan tanah. Batu adalah semua material kasar yang berukuran diameter > 2 mm. Kebatuan permukaan penting untuk dikelola karena apabila persentase batu di permukaan tanah adalah tinggi maka tanaman akan susah untuk berkembang. Hal ini disebabkan karena dalam perkembangannya tanaman memerlukan ruang yang cukup baik di permukaan maupun di bawah tanah.

Gambar 2.3 Kondisi permukaan kebatuan

d. Komposisi Fraksi

Pengertian komposisi fraksi adalah perbandingan berat dari pasir kuarsatik (50-2000 µm) dengan debu dan lempung (< 50 µm). Komposisi fraksi akan mempengaruhi kesuburan fisik tanah karena tanah sudah tidak dapat menyimpan hara dan air bilamana kandungan pasir kuarsanya >80%.

(32)

e. Berat Isi

Berat isi merupakan salah satu sifat fisik tanah yang sering ditetapkan karena berkaitan erat dengan perhitungan penetapan sifat-sifat fisik tanah lainnya, seperti retensi air (pF), ruang pori total (RPT), coefficient of linierextensibility (COLE), dan kadar air tanah. Data-data sifat fisik tanah tersebut diperlukan dalam perhitungan penambahan kebutuhan, pupuk, kapur, dan pembenah tanah pada satuan luas tanah sampai kedalaman tertentu. Berat isi tanah juga erat kaitannya dengan tingkat kepadatan tanah dan kemampuan akar tanaman menembus tanah.

Menurut Lembaga Penelitian Tanah (1979), definisi berat isi tanah adalah berat tanah utuh (undisturbed) dalam keadaan kering dibagi dengan volume tanah, dinyatakan dalam satuan g/cm3 atau g/cc. Nilai berat isi tanah sangat bervariasi antara satu titik dengan titik lainnya karena perbedaan kandungan bahan organik, tekstur tanah, kedalaman tanah, jenis fauna tanah, dan kadar air tanah (Agus et al.2006). Berat isi/berat volume atau lebih dikenal dengan Bulk Density adalah berat kering suatu volume tanah per satuan volume termasuk pori-pori tanah. Pada suatu tanah yang memiliki berat isi > 1,4 gr/cm3, kemungkinan akar tanaman untuk menembus tanah tersebut akan sulit sehingga akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Berat isi yang terlalu tinggi juga akan mengganggu kapasitas infiltrasi air hujan sehingga tanah akan rentan terhadap erosi dan juga akan berdampak pada semakin kecilnya pori-pori antar zarah tanah sehingga akan mengurangi kemampuan tanah untuk mengikat air dan hara.

f. Porositas Total

Porositas total adalah persentase ruang pori yang ada dalam tanah terhadap volume tanah. Porositas tanah bergantung pada berat isi dan berat jenis tanah sehingga porositas suatu tanah akan sangat terpengaruh terhadap

(33)

kenaikan berat isi tanah. Porositas tanah juga mempengaruhi kemampuan tanah untuk meloloskan air serta berpengaruh terhadap kemampuan tanah untuk menyimpan hara.

Tabel 2.1. Klasifikasi Porositas Tanah

No Porositas (% volume) Kelas 1 100 Sangat poros 2 80-60 Poros 3 60-50 Baik 4 50-40 Kurang Baik 5 40-30 Jelek 6 < 30 Sangat jelek

g. Derajat Pelulusan Air

Pengertian derajat pelulusan air atau permeabilitas tanah adalah kecepatan air melewati tubuh tanah secara vertikal. Derajat pelulusan air sangat dipengaruhi oleh berat isi dan porositas suatu tanah. Semakin rendah nilai berat isi tanah dan semakin besar nilai porositas tanah maka akan semakin tinggi derajat pelulusan air atau laju infiltrasinya. Derajat pelulisan air juga dipengaruhi oleh komposisi fraksi penyusun butiran tanah.

Tabel 2.2 Klasifikasi permeabilitas tanah

No Permeabilitas (cm/jam) Kelas 1 0,1 Sangat Lambat 2 0,1-0,5 Lambat 3 0,5-2,0 Agak Lambat 4 2,0-6,5 Sedang 5 6,5-12,5 Agak Cepat 6 12,5 - 25 Cepat 7 25 Sangat Cepat

(34)

h. pH (Derajat Kemasaman)

Pengertian pH adalah derajat keasaman tanah yang dicerminkan oleh konsentrasi H+ dalam tanah. Nilai pH sangat mempengaruhi ketersediaan (ada atau tidaknya) unsur hara, unsur meracun dalam tanah maupun aktivitas organisme tanah. Nilai pH tanah juga mempengaruhi kejenuhan basa, kapasitas tukar anion maupun kation dan mobilitas unsur hara esensial dalam tanah.

Gambar 2.4 Skala pH

(Sumber : Charles E. Ophardt, 2003)

i. Daya Hantar Listrik (DHL)

Nilai daya hantar listrik adalah pendekatan kualitatif kadar ion yang ada dalam larutan tanah, di luar kompleks serapan tanah. Semakin besar kadar ionik larutan maka akan semakin besar pula nilai Daya Hantar Lisriknya. Pada lahan

(35)

kering atau tanah mineral, nilai Daya Hantar Lisriknya cenderung kecil, akan tetapi nilai ini akan meningkat apabila tanah/lahan mengalami banjir/tergenang. Nilai Daya Hantar Lisrik yang melebihi 4 mS akan mengakibatkan pembusukan akar karena terjadi plasmosis. Nilai

Daya Hantar Lisrik juga dapat terjadi apabila evaporasi total lebih tinggi dari presipitasi sehingga mengakibatkan terendapkannya ion Na+.

j. Redoks

Pengertian nilai Redoks adalah suasana oksidasi-reduksi yang berkaitan dengan ketersediaan atau ketidaktersediaan oksigen dalam tanah, jika nilai Eh < 200 mV berarti suasana tanah reduktif (tanah di lahan kering). Reaksi reduksi akan menghasilkan warna kelabu kebiruan, kehijauan, atau kelabu (Reduksi Ferro disertai dengan konsistensi lekat, struktur pejal dan mampat). Reaksi oksidasi akan menghasilkan warna-warna kuning, strukturnya yang pejal dan mampat serta berwarna merah karena terbentuknya besi oksidasi berbagai tingkat hidratasi. Nilai redoks yang terlalu tinggi atau terlalu rendah terkadang merupakan sifat alami tanah, beberapa ordo (vertisol, mollisol) memiliki sifat tersebut.

k. Jumlah Mikroba Tanah

Pengertian jumlah mikroba tanah adalah total populasi mikroba di dalam tanah yang diukur dengan cilony counter. Jumlah mikroba sangat dipengaruhi oleh sifat kimia terutama pH tanah. Pada umumnya jumlah mikroba normal adalah 107 cfu/gr tanah. Tanah dikatakan rusak apabila jumlah mikroba < 102 cfu/gr tanah baik untuk lahan kering maupun lahan basah.

(36)

BAB III

METODOLOGI DAN PENDEKATAN

3.1. UMUM

Uraian pendekatan, metodologi, dan rencana kerja merupakan upaya yang dilakukan oleh konsultan sebagai penyedia barang dan jasa dalam rangka untuk memberikan khasanah terhadap kerangka acuan dan penjelasan yang telah diberikan. Sehingga diharapkan melalui uraian pendekatan, metodologi, dan rencana kerja tersebut dapat memberikan hasil akhir pekerjaan yang berkualitas dan tetap mengacu pada lingkup pekerjaan sesuai KAK dan penjelasan yang telah diberikan dalam aanwijzing. Uraian pendekatan, metodologi, dan rencana kerja tergambar pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Uraian pendekatan, Metodologi dan Rencana Kerja

Telaah KAK

Yang sudah ada dalam yang belum ada dalam

Apresiasi & Inovasi

Studi

Ruang Lingkup dan Aspek

Selesai

KAK Studi Pustaka/Literatur Mulai

(37)

3.2. PENDEKATAN

3.2.1. Koordinasi Dengan Instansi Terkait

Koordinasi dengan instansi terkait atau lembaga yang terkait di semua tingkatan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan, agar implementasi dan pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan secara lancar tanpa ada benturan dan kesalahpahaman yang diakibatkan kurangnya koordinasi dan informasi dari pihak-pihak yang terkait.

Sebelum pelaksanaan kegiatan, perlu adanya koordinasi dan pemberian informasi baik secara formal maupun secara non formal. Sehingga dalam pelaksanaan kegiatan akan memberikan komunikasi yang lebih fleksibel terhadap penyelesaian pekerjaan yang efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan kegiatanini, koordinasi dan pertemuan ini dimaksudkan untuk membahas dan memperoleh masukan untuk penyempurnaan pelaksanaan kebijakan dengan unsur pemerintah dan pihak terkait.

3.2.2. Pendekatan teknis dan Administrasi

Pendekatan teknis dan administrasi yang dimaksud adalah pendekatan terhadap semua aspek teknis dan administrasi yang akan dihadapi dalam proses pelaksanaan kegiatan ini. Pendekatan ini akan menunjukkan pemahaman konsultan mengenai aspek teknis dan administrasi yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan ini.

a) Pendekatan Secara Teknis

Prinsip-prinsip keteknikan yang akan diaplikasikan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah pedoman-pedoman teknik dan Kebijakan yang mendukung. Pedoman yang dimaksud adalah semua produk kebijakan yang relevan dengan item pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan di lapangan yang tentunya akan mengacu pada dokumen kontrak.

(38)

Prinsip keteknikan dalam hal penyusunan rencana studi yang akan diaplikasikan, pada dasarnya merupakan alat bantu agar pelaksanaan evaluasi dapat menghasilkan output seperti yang diharapkan. Alat bantu tersebut adalah sarana dan bukan tujuan yang akan dicapai, dan hasil pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut sangat tergantung kepada komitmen pelaksana untuk melaksanakannya.

b) Pendekatan Administrasi

Administrasi dalam pelaksanaan kegiatan ini merupakan bagian penting yang tidak boleh diabaikan. Bagian ini merupakan catatan penting mengenai jalannya pelaksanaan kegiatan, mulai dari tahap awal pendampingan sampai dengan tersusunnya laporan. Administrasi pelaksanaan kegiatan secara umum terdiri dari administrasi teknik, keuangan dan pelaporan.

Dalam pelaksanaan di lapangan konsultan akan menerapkan prinsip-prinsip administrasi sebagai berikut :

1. Menggunakan format-format standar yang sudah ada dan sudah biasa dipakai di lingkungan Kementerian Perhubungan;

2. Menggunakan format sederhana namun informatif (semua informasi penting yang dibutuhkan dapat tercatat), sehingga mudah dipahami oleh para pelaksana di lapangan maupun oleh penerima laporan; dan

3. Sistem pelaporan yang jelas dan berjenjang serta tidak overlapping.

3.2.3. Pendekatan Profesional

Secara umum tugas konsultan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian, antara lain adalah:

(39)

Dalam hal ini konsultan bertindak sebagai pemberi saran dan bantuan teknis, administrasi Dalam konsep ini konsultan tidak berwenang memutuskan suatu kebijakan atau suatu langkah konkret, karena hal tersebut menjadi tugas dan tanggung jawab dari instansi terkait.

2) Tugas-tugas yang bersifat Task Concept

Dalam hal ini konsultan bertindak untuk melaksanakan suatu kegiatan, baik lingkup organisasi konsultan sendiri, maupun dalam lingkup secara keseluruhan. Dalam konsep ini konsultan berwenang mengambil keputusan dan menentukan kebijakan dimana keputusan yang diambil oleh konsultan bersifat mengikat terhadap pihak-pihak yang terikat oleh konsultan dalam pekerjaan. Konsultan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua implikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari keputusan yang diambil.

Dalam Pendekatan Profesional perlu kiranya ditekankan mengenai prinsip dasar yang harus dipahami dalam pelaksanaan kegiatan ini, yang meliputi hal-hal sebagai berikut :

a) Pengendalian Pelaksanaan kegiatan

Konsultan akan melakukan kegiatan pengendalian dalam lingkup kerja secara cepat, tepat, praktis dan efisien. Kegiatan pengendalian ini meliputi sasaran, target dan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan.

b) Pengaturan Tata Kerja Personil

Konsultan akan membentuk suatu organisasi intern konsultan maupun pembentukan organisasi proyek secara keseluruhan agar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pengaturan tata kerja atau organisasi yang kurang baik akan menyebabkan kegiatan berjalan tanpa arah dan target.

c) Pemeriksaan Kegiatan Kerja

(40)

o Penetapan langkah (apa, dimana, dan bagaimana ?) o Pengaturan waktu (kapan ?)

o Penugasan (siapa ?)

o Tahap lanjutan (atau penyelesaian dengan segera). 3.3. METODOLOGI

3. 1 Metode Penelitian

Metode penelitian dilaksanakan sesuai bidang kajian masing-masing. Mengingat pekerjaan ini ada empat bidang kajian, maka dilaksanakan dengan empat metode kajian yang berbeda. Berikut ini penjelasan masing-masing metode penelitiannya.

a. Alat dan Bahan

Bahan yang perlu disiapakn di dalam pelaksanaan pekerjaan penyusunan informasi kerusakan lahan dan atau tanah untuk produksi biomassa Kabupaten Bantul ini antara lain :

 Peta Dasar

Peta Dasar adalah peta yang menyajikan informasi-informasi dasar dari suatu wilayah, antara lain jalan, pemukiman/kampung, sungai, gunung, tutupan lahan, elevasi dan wilayah administrasi. Peta ini menjadi wadah dituangkannya berbagai peta tematik. Skala peta dasar yang akan digunakan sama atau lebih detil dari skala peta yang akan dihasilkan. Sebagai bahan peta dasar dapat menggunakan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) produksi Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal).

 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Peta RTRW yang digunakan adalah peta RTRW tingkat Kabupaten Bantul. Fungsi dari peta RTRW dalam penyusunan peta kondisi awal tanah adalah sebagai penyaring daerah kerja efektif yang akan disurvey dan dilihat kondisi

(41)

tanahnya di lapangan berdasarkan status lahannya. Daerah yang dijadikan sebagai areal kerja efektif adalah daerah yang dapat digunakan untuk pengembangan produksi Biomassa di kawasan budidaya.

 Peta Tanah

Peta tanah diperlukan sebagai bahan untuk penilaian potensi kerusakan tanah. Informasi utama yang diambil dari peta ini adalah jenis tanah. Jenis tanah yang diperoleh dari peta tanah tergantung dari skala peta. Semakin detil skala peta tersebut, semakin banyak informasi sifat tanah yang diperoleh. Jenis (klasifikasi) tanah yang digunakan dapat beragam, umumnya menggunakan sistem klasifikasi Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, USDA) dan kadang-kadang juga disertakan padanannya dari klasifikasi Puslittan dan FAO.

 Peta Lereng

Peta lereng merupakan hasil olahan dari peta topografi. Kemiringan lahan berkaitan erat dengan potensi erosi sebagai faktor utama penyebab kerusakan tanah sehingga dijadikan bahan penilaian potensi kerusakan tanah. Peta lereng yang mudah didapat diantaranya bersumber dari peta satuan lahan. Peta satuan lahan terdiri dari kumpulan peta-peta dasar seperti peta lereng, peta tanah dan sebagainya. Peta tersebut diantaranya bisa didapat di BBSDL (Balai Besar Sumber Daya Lahan) dan di Bakosurtanal. Peta lereng juga dapat dipersiapkan dengan DEM (digital elevation model} yaitu melakukan interpolasi peta kontur digital. DEM terbaru didapatkan dengan metode korelasi image digital dari dua image optik yang sama namun diambil dari sudut berbeda. Sumber image antara lain citra dari SPOT, ASTER dan sebagainya.

 Peta Curah Hujan

Curah hujan merupakan unsur yang paling penting dari iklim dan menjadi agen utama kerusakan tanah melalui proses erosi. Untuk itu ketersediaan data ini diperlukan dalam penentuan potensi kerusakan tanah. Peta hujan biasanya

(42)

disusun dari peta isohyet. BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika) ditingkat provinsi kadang juga menyusun peta hujan. Sumber lain adalah peta hujan yang disusun oleh Bappeda masing-masing daerah kabupaten, kota atau Provinsi.

 Peta Penggunaan / Penutupan Lahan

Umumnya kerusakan tanah di Indonesia terjadi sebagai pengaruh aktivitas manusia (penggunaan lahan) baik pertanian, kehutanan, pertambangan, industri dan sebagainya. Karena itu peran peta penggunaan lahan (land use) sangat penting sebagai salah satu bahan penilaian potensi kerusakan tanah. Dalam pendugaan potensi kerusakan tanah, peta penggunaan/penutupan lahan yang digunakan adalah peta terbaru yang masih relevan menggambarkan kondisi penggunaan/penutupan lahan saat verifikasi lapang dilakukan. Jika tidak tersedia, peta ini dapat disusun berdasarkan data Citra. Beberapa jenis citra yang dapat digunakan antara lain citra Landsat, SPOT, ASTER dan Quick Bird.  Peta dan data lainnya

Peta dan data lain seperti peta lahan kritis atau laporan langsung dari masyarakat atau instansi terkait tentang adanya kerusakan tanah pada kawasan tertentu, maka informasi tersebut dapat diakomodir dalam peta kondisi awal jika posisi dan sebarannya diketahui.

Beberapa peralatan lapangan yang perlu disiapakn di dalam pelaksanaan pekerjaan penyusunan informasi kerusakan lahan dan atau tanah untuk produksi biomassa Kabupaten Bantul ini antara lain :

 Alat-alat pengukur parameter-parameter kerusakan tanah sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 07 tahun 2006

 GPS, kompas, klinometer/abney level

 Audio visual yang bisa digunakan untuk menyimpan data  Form isian data kondisi tanah

(43)

 ATK b. Cara Kerja

Khusus untuk penelitian kerusakan lahan untuk produksi biomassa ini menggunakan data sekunder. Adapun cara kerjanya adalah sebagai berikut : o Mengumpulkan data penelitian kerusakan lahan untuk produksi biomassa di

Daerah Kabupaten Bantul.

o Melakukan tabulasi data hasil laboratorium dan pengamatan lapangan pada setiap hasil penelitian

o Memasukkan lokasi-lokasi titik pengamatan pada peta o Melakukan survey dan pengamatan lapangan

o Menyusun desain rehabilitasi kerusakan lahan untuk produksi biomassa c. Lokasi-lokasi

Lokasi yang dijadikan obyek penelitian adalah 17 Kecamatan di Kabupaten Bantul yaitu :

Tabel 3.1 Lokasi survei kajian pemetaan biomassa tanah di Kabupaten Bantul

No Lokasi Koordinat

Kecamatan Desa Zona E S

1 Banguntapan Banguntapan 49 M 434446.00 m E 9138149.00 m S 2 Dlingo Muntuk 49 M 439239.44 m E 9125860.91 m S 3 Sedayu Argomulyo 49 M 420804.00 m E 9138781.00 m S 4 Jetis Patalan 49 M 428005.00 m E 9125726.00 m S 5 Sewon Timbulharjo 49 M 429504.00 m E 9129692.00 m S 6 Kretek Parangtritis 49 M 422434.00 m E 9116487.00 m S 7 Pandak Gilangharjo 49 M 423893.00 m E 9126073.00 m S 8 Pajangan Guwosari 49 M 423307.00 m E 9128124.00 m S 9 Piyungan Sitimulyo 49 M 437399.00 m E 9131896.00 m S 10 Imogiri Trimulyo 49 M 432516.00 m E 9128315.00 m S 11 Pundong Seloharjo 49 M 427728.00 m E 9120589.00 m S 12 Pleret Wonokromo 49 M 432171.60 m E 9129793.61 m S 13 Bambanglipuro Sumbermulyo 49 M 426344.00 m E 9122269.75 m S 14 Sanden Srigading 49 M 420385.07 m E 9117435.04 m S 15 Srandakan Poncosari 49 M 414691.81 m E 9116859.62 m S

(44)

16 Kasihan Bangunjiwo 49 M 425002.58 m E 9131883.12 m S

17 Bantul Trirenggo 49 M 427940.90 m E 9127010.95 m S

d. Metode Pengukuran

1. Parameter untuk Tanah di Lahan Kering

Tanah di lahan kering adalah tanah yang berada di lingkungan tidak tergenang yang pada umumnya merupakan tanah mineral (bukan tanah organik). Tanah-tanah ini berada di wilayah beriklim basah maupun beriklim kering. Bentuk lahannya dapat beragam dari datar sampai bergunung, sehingga proses erosi perlu mendapat perhatian, terutama pada lahan yang miring.

a) Erosi

Erosi adalah perpindahan material tanah dari tempat semula ke tempat lain terutama disebabkan oleh air sebagai agensia pengangkut. Metode Pengukuran : Pengukuran langsung.

b) Ketebalan solum

Ketebalan solum adalah jarak vertikal dari permukaan tanah sampai ke lapisan yang membatasi keleluasaan perkembangan sistem perakaran. Lapisan pembatas tersebut meliputi : lapisan padas/batu, lapisan beracun (garam, logam berat, alumunium, besi), muka air tanah, dan lapisan kontras.

Metode Pengukuran : Pengukuran langsung c) Kebatuan Permukaan

Kebatuan permukaan adalah persentase tutupan batu di permukaan tanah. Batu adalah semua material kasar yang berukuran diameter > 2 mm.

Metode Pengukuran : Pengukuran langsung imbangan batu dan tanah dalam unit luasan

(45)

d) Komposisi Fraksi

Komposisi fraksi tanah adalah perbandingan berat dari pasir kuarsitik (50 – 2.000 µm) dengan debu dan lempung (< 50 µm). Tanah tidak dapat menyimpan hara dan air bilamana kandungan pasir kuarsanya > 80 %. Pasir yang mudah lapuk (vulkanik) yang berwarna gelap tidak termasuk dalam definisi ini. Pengamatan ini khusus diberlakukan untuk tanah pasiran berwarna keputih-putihan yang jika diraba dengan ibu jari dan telunjuk pada kondisi basah terasa kasar dan relatif tidak liat atau lekat (untuk memperkirakan kadar pasir kuarsitik > 80%). Untuk tanah di luar ketentuan di atas tidak diperlukan pengamatan lebih lanjut, cukup dengan perabaan (liat, lekat, tidak terasa kasar akibat dominasi pasir).

Metode Pengukuran : Gravimetrik e) Berat Isi

Berat isi/berat volume (BI) atau kerapatan bongkah tanah (bulk density) adalah perbandingan antara berat bongkah tanah dengan isi/volume total tanah, diukur dengan metode lilin (bongkah tanah dilapisi lilin). Tanah dikatakan bermasalah bila BI tanah tersebut > 1,4 g/cm³ dimana akar sulit menembus tanah tersebut.

Metode Pengukuran : Gravimetrik pada satuan volume f) Porositas Total

Porositas total tanah adalah persentase ruang pori yang ada dalam tanah terhadap volume tanah.

(46)

g) Derajat Pelulusan Air

Derajat pelulusan air atau permeabilitas tanah adalah kecepatan air melewati tubuh tanah secara vertikal dengan satuan cm/jam.

Metode Pengukuran : Permeabilitas 2. Parameter untuk Tanah di Lahan Basah

Tanah di lahan basah (rawa) adalah tanah yang berada dalam lingkungan yang selalu tergenang air, sehingga lingkungan tersebut senantiasa bersifat reduktif. Oleh karena karakteristik lingkungan yang demikian maka pada lahan basah dapat dijumpai tanah gambut. Tanah gambut adalah tanah yang berkembang dari hasil penumpukan bahan organik yang diluruhkan oleh produksi biomassa hutan hujan tropika. Disamping tanah gambut, di rawa juga dijumpai tanah aluvial (mineral), bila lingkungan pengendapan bersuasana marine tanah mineral tersebut dapat mengandung bahan sulfidik, seperti mineral pirit (FeS2). Pembukaan rawa pada umumnya dilakukan dengan membuat saluran drainase untuk menurunkan permukaan air dan memperbaiki aerasi tanah. Akibatnya jika tanah tersebut merupakan tanah gambut maka akan terjadi subsidensi yaitu penurunan permukaan gambut. Jika tanah tersebut merupakan tanah mineral yang berpirit, maka akan terjadi oksidasi pirit yang menyebabkan keasaman ekstrim (pH < 3,5).

a) Subsidensi Gambut

Subsidensi gambut adalah laju penurunan permukaan tanah gambut akibat adanya saluran drainase pada pembukaan lahan, dihitung dengan satuan tebal (cm) untuk tiap satuan waktu (tahun). Tanah gambut yang dibuka menyebabkan terhentinya proses penumpukan gambut. Tanah gambut dikatakan rusak bila kumulatif penurunan muka gambut > 35 cm/5 tahun.

(47)

Metode Pengukuran : Pengukuran langsung b) Kedalaman Lapisan Berpirit

Kedalaman lapisan berpirit adalah posisi mulai ditemukan lapisan berpirit atau material sulfidik dari permukaan tanah. Material sulfidik adalah senyawa ferosulfida (FeS2) yang stabil dalam kondisi reduktif dan dapat terurai pada kondisi oksidatif. Bila lapisan ini dijumpai pada kedalaman < 25 cm dari permukaan tanah, berpotensi membahayakan pertumbuhan tanaman karena tanah tersebut akan teroksidasi. Identifikasi tanah berpirit dilakukan dengan menggunakan oksidator kuat (H2O2 30 - 40% teknis).

Metode Pengukuran : Reaksi oksidasi dan pengukuran langsung c) Kedalaman Air Tanah Dangkal

Kedalaman air tanah dangkal adalah tinggi permukaan air di dalam tanah, yang diukur dari permukaan tanah. Jika air tanah > 25 cm pada musim hujan dapat dipakai sebagai tanda bahwa rawa mengalami oksidasi sehingga akan menyebabkan terjadinya penurunan muka gambut dan atau keasaman tanah (pH < 3,5). Metode Pengukuran : Pengukuran langsung

3. Parameter untuk Tanah di Lahan Kering dan Tanah di Lahan Basah a) pH Tanah

pH adalah tingkat keasaman tanah yang dicerminkan oleh konsentrasi H+ dalam tanah. Nilai pH menjadi bermasalah jika pH < 4,5 atau > 8,5 untuk tanah di lahan kering dan pH < 4,0 atau > 7,0 untuk tanah di lahan basah.

Metode Pengukuran : Potensiometrik b) Daya Hantar Listrik (DHL)

Nilai DHL adalah pendekatan kualitatif dari kadar ion yang ada di dalam larutan tanah, di luar kompleks serapan tanah. Semakin besar

Gambar

Gambar 2.1 Sumber-sumber biomassa
Gambar 2.2  Tebal solum  tanah
Gambar 2.3  Kondisi permukaan kebatuan
Tabel 2.2  Klasifikasi permeabilitas tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan konsentrasi kalsium laktat berpengaruh nyata terhadap kadar air, α w , daya serap air dan warna ( lightness , redness , yellowness , dan hue ), namun tidak

memiliki kemampuan merencanakan alat permainan untuk pendidikan anak usia dini, karena alat permainan yang dirancang dengan baik akan lebih menarik dari pada alat

Salah satu bentuk demokrasi yang ada di Indonesia adalah pemilihan kepala daerah, atau biasa disebut pilkada, yang dilakukan untuk menentukan kepala daerah dan wakil kepala

(4) Setiap Staf Medis Relawan sebagaimana diatur dalam ayat (1) melakukan Pelayanan Medis dalam lingkup profesinya dan berdasarkan penugasan yang diberikan oleh

Kalau keterangan mengenai keadaan di Indonesia bisa diperolehnya dari pengalamannya sendiri serta para mantan pegawai VOC atau dengan cara mengutip Rumphius, bagaimana

Aplikasi sudah memiliki data-data jurusan teknik informatika seperti data mahasiswa, data dosen tetap, data jadwal mengajar program D3, data jadwal mengajar program S1,

Metodologi yang digunakan penulis dalam pengembangan sistem ini adalah metodologi ITERASI, dimana tahapan dalam motedologi iterasi ini yaitu fase survei sistem

Sistem transmisi adalah suatu sitem penyaluran energi listrik dari suatu tempat ketempat lain seperti dari stasiun pembangkitan ke gardu induk. Tenaga listrik