• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagian besar masyarakat Jawa memakai bahasa Jawa sebagai pengantar baik lisan maupun tulis. Dalam pergaulan dan berkomunikasi sehari-hari masyarakat Jawa khususnya yang tinggal di pulau Jawa cenderung berbahasa Jawa, baik itu dalam lingkungan tempat tinggal, kerja, maupun pendidikan. Kehidupan dan cara berfikirnya pun tercermin melalui bahasa Jawa. Kedudukan bahasa Jawa dalam masyarakat Jawa adalah sebagai bahasa ibu.

Dalam berkomunikasi dan berinteraksi, penutur (P) dan mitra tutur (MT) saling menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, bahasa dan interpretasi-interpretasi terhadap tindakan, dan ucapan mitra tuturnya. Setiap peserta tutur bertanggungjawab atas tindakan dan penyimpangan kaidah kebahasaan dalam interaksi lingual tersebut. Dalam bertutur, peserta tutur akan dipengaruhi oleh konteks yang melatarbelakangi tuturan tersebut, karena konteks menentukan bentuk tuturan. Secara pragmatik, di dalam bahasa yang digunakan untuk berinteraksi tersebut terdapat tindak tutur direktif yang perlu pemahaman secara komperhensif.

Pragmatik adalah studi tentang maksud dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (Leech, 1993: 8). Pragmatik mengkaji mengenai tuturan yang dikehendaki penutur dan menurut konteksnya. Konteks dalam hal ini berfungsi sebagai dasar pertimbangan dalam mendeskripsikan maksud tuturan dalam rangka

(2)

penggunaan bahasa di dalam suatu kominikasi. Tindak tutur (speech act) adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan bahasa untuk menyampaikan pesan-pesan tujuan-tujuan dari penutur kepada mitra tutur (Sulistyo, 2013: 6). Seperti dalam aktivitas sosial yang lain, kegiatan bertutur baru dapat terwujud apabila manusia terlibat didalamnya.

Asrama mahasiswa merupakan sebuah tempat terciptanya suatu kelompok masyarakat atau komunitas di dalam lingkup dunia pendidikan yang tidak lepas dari proses interaksi antar penghuninya. Di dalam asrama mahasiswa terdapat pengelola, petugas keamanan dan penghuni asrama itu sendiri. Seluruh pihak yang ada di dalam asrama akan melakukan interaksi satu sama lain untuk melakukan kerja sama agar terciptanya masyarakat yang harmonis.

Asrama Mahasiswa UNS Surakarta, merupakan salah satu contoh tempat terbentuknya suatu kelompok masyarakat baru. Asrama Mahasiswa UNS Surakarta merupakan tempat tinggal bagi mahasiswa UNS Surakarta. Para mahasiswa yang tinggal di Asrama Mahasiswa UNS berasal dari berbagai daerah, hal tersebut memicu munculnya berbagai komunitas penghuni asrama yang berdasar pada daerah asal yang sama atau penggunaan bahasa yang sama. Secara garis besar terdapat tiga komunitas penghuni asrama yang muncul karena persamaan bahasa yang meraka gunakan untuk berinteraksi, yaitu komunitas penghuni pengguna bahasa Jawa, komunitas penghuni pengguna bahasa Indonesia dan komunitas penghuni pengguna bahasa asing. Komunitas penghuni pengguna bahasa Jawa dalam berinteraksi menggunakan bahasa Jawa yang di dalamnya terdapat tindak tutur direktif.

(3)

Penggunaan bahasa di asrama mahasiswa UNS Surakarta ditinjau dari aspek linguistik memiliki kekhasan yang menarik untuk diteliti. Kekhasan tersebut antara lain berupa jenis subtindak tutur direktif. Tindak tutur direktif merupakan tuturan yang dilakukan penutur dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan disebutkan dalam tuturan atau mendorong mitra tutur melakukan sesuatu. Di asrama mahasiswa UNS Surakarta banyak ditemukan bentuk tindak tutur direktif dalam percakapan yang digunakan sehari-hari.

Di dalam sebuah percakapan, hendaknya penutur dan mitra tutur mematuhi aturan kerja sama agar komunikasi dapat berlansung dengan baik. Namun dalam percakapan sehari-hari banyak ditemukan pelanggaran prinsip kerja sama yang disengaja karena kedekatan sosial antar penghuni asrama mahasiswa UNS Surakarta.

Implikatur atau maksud yang tersirat dalam sebuah ujaran juga melengkapi percakapan yang terjadi di asrama mahasiswa UNS Surakarta. Hal ini terjadi karena hubungan antar penghuni sudah dekat dan mengetahui kepribadian satu sama lain sehingga maksud yang tersirat tersebut dapat diketahui.

Contoh analisis percakapan di dalam Asrama Mahasiswa UNS Surakarta adalah sebagai berikut.

Data 1

P : Nek utang pulsa paling telat mbayare Sebtu lo. „Kalau utang pulsa paling telat membayar hari Sabtu.‟ MT : Nggih Mbak.bar kuwi entuk utang neh kan ?

„Iya Mbak. Setelah itu boleh utang lagi kan ?‟ P : Ya biasane piye.

„Ya biasanya bagaimana.‟

Konteks tuturan pada data di atas adalah seorang penjual pulsa di asrama mahasiswa UNS Surakarta memperingatkan para pembelinya yang belum

(4)

membayar untuk membayar hutang pulsanya selambat-lambatnya pada hari Sabtu. Pada hari Minggu penjual tersebut akan menggunakan uang hasil penjualan pulsanya untuk membeli pulsa atau saldo pulsanya untuk kemudian dijual kembali di minggu berikutnya.

Pada contoh di atas, terdapat tindak tutur direktif memperingatkan. P adalah penjual pulsa di dalam Asrama Mahasiswa UNS. Biasanya para pembeli pulsa tidak langsung membayar pulsa yang mereka beli, ada yang membayar beberapa jam atau beberapa hari setelah pembeli mendapat pulsa dari penjual tersebut. P biasa mengisi saldo pulsanya pada hari Minggu sehingga dia harus medapatkan uang dari para pembeli pulsa pada hari Sabtu. Pada contoh di atas P memperingatkan pembeli pulsa atau MT yang menghutang untuk membayar pulsa selambat-lambatnya hari sabtu melalui kalimat “nek utang pulsa paling telat

mbayare Sebtu”’kalau utang pulsa paling telat membayar hari Sabtu‟, tujuan

tuturannya adalah memperingatkan pembeli pulsa yang belum membayar agar membayar utangnya sebelum hari Sabtu.

Data di atas merupakan subjenis tindak tutur direktif memperingatkan. Pada data di atas terdapat penanda lingual ”nek utang pulsa palng telat mbayare

Sebtu lo” „kalau utang pulsa paling telat bayar hari Sabtu‟. Untuk analisis

selanjutnya apakah terdapat ciri-ciri yang sama dengan ciri-ciri subjenis tindak tutur direktif memperingatkan seperti pada data di atas, atau terdapat ciri-ciri yang lain yang menunjukkan subjenis tindak tutur direktif yang lain, hal inilah yang menarik peneliti untuk melakukan penelitian mengenai subjenis tindak tutur direktif bahasa jawa di asrama mahasiswa UNS Surakarta.

(5)

Pada data di atas, apabila diamati dari prinsip kerja sama, tuturan MT menyimpang dari maksim kuantitas karena secara kuantitas tidak sesuai dengan yang dibutuhkan P. Kontribusi yang diberikan MT terlalu berlebihan. Satuan lingual yang berbentuk kontribusi berlebih itu berbentuk nggih Mbak, bar kuwi

entuk utang neh kan „iya Mbak, setelah itu boleh hutang lagi kan‟. Yang

dibutuhkan P adalah satuan lingual Nggih Mbak „Iya Mbak‟, namun MT memberikan kontribusi yang berlebihan dengan menambahkan bar kuwi entuk

utang neh kan „setelah itu boleh utang lagi kan‟. Hal tersebut menunjukkan bahwa

kontribusi MT berlebihan sehingga menyimpang dari maksim kuantitas.

Pada data di atas, penanda lingual nggih Mbak, bar kuwi entuk utang

neh kan „Iya Mbak, setelah itu boleh utang lagi kan‟ merupakan penanda bahwa

tuturan MT menyimpang dari maksim kuantitas. Pada analisis ke depan, apakah terdapat ciri-ciri yang sama mengenai penggunaan prinsip kerja sama yang terdi di percakapan berbahasa Jawa di asrama mahasiswa UNS Surakarta. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian mengenai penggunaan prinsip kerja sama di asrama mahasiswa UNS Surakarta perlu dilakukan

Implikatur pada data di atas ditunjukkan dengan jawaban ya biasane

piye „biasanya bagaimana‟ . implikatur pada tuturan MT ditandai dengan satuan

lingual bertanya bar kuwi entuk utang neh kan „setelah itu boleh utang lagi kan‟. Tuturan tersebut memberitahu P bahwa suatu saat pasti MT akan utang pulsa lagi karena biasanya di akhir pekan MT yang merupakan mahasiswa akan kehabisan uang sakunya, sehingga apabila MT membutuhkan pulsa akan utang lagi kepada P. Maka P yang telah mengetahui keadaan MT dapat memaklumi hal tersebut.

(6)

Penelitian mengenai implikatur sangat menarik untuk dilakukan. Pada uraian di atas, implikatur ditandai dengan ciri-ciri satuan lingual bertanya bar

kuwi entuk utang neh kan „setelah itu boleh utang lagi kan‟, dari tuturan tersebut

terdapat implikatur MT memberitahu P bahwa suatu saat MT tidak mempunyai uang dan membutuhkan pulsa MT akan utang pulsa lagi kepada P. Pada analisis selanjutnya mengenai implikatur, peneliti ingin mengetahui apa sajakah bentuk implikatur yang digunakan di asrama mahasiswa UNS Surakarta. Apakah terdapat implikatur yang memiliki ciri-ciri penanda lingual seperti pada contoh uraian di atas atau tidak.

Beberapa skripsi yang pernah meneliti tindak tutur adalah :

1. “Tindak Tutur Direktif dalam Ketoprak Dengan Lakon Sinamuring Kasetyan dan Surya Sakembaran (Suatu Pendekatan Pragmatik)” (skripsi) oleh Fery Ayuni Dyah Kusumawati tahun 2002. Skripsi ini membahas tentang bentuk, fungsi, maksud dari tindak tutur direktif, dan derajat kesopansantunan.

2. “Tindak Tututr Direktif dalam Pertunjukan Wayang Lakon Dewaruci oleh dalang Ki Mantep Soedharsono(Suatu Kajian Pragmatik)”. Oleh Kenfitria Diah Wijayanti tahun 2009. Skripsi ini membahas tentang bentuk, fungsi, makna dan faktor yang melatarbelakangi adanya tindak tutur direktif.

3. “Tindak Tutur Direktif Bahasa Jawa di Kantor UPT Disdikpora Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap (Suatu Kajian Pragmatik)”. Skripsi ditulis oleh Ageng Nugraheni, UNS (2010). Skripsi ini

(7)

membahas fungsi tindak tutur direktif, faktor yang melatarbelakangi, dan kesantunan tindak tutur direktif.

4. “Tindak Tutur Direktif pada Ranah Keluarga Muda di Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar (Suatu Kajian Pragmatik)”. Skripsi ditulis oleh Devi Ariskasari, UNS (2012). Skripsi ini membahas bentuk, fungsi, dan faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif.

Keempat penelitian diatas adalah penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian tentang tindak tutur direktif. Keempat penelitian diatas berkedudukan sebagai peta penelitian untuk mencari celah bagi peneliti dalam penulisan penelitian ini. Berdasarkan penelitian terdahulu tentang kajian pragmatik yang pernah dilakukan, penelitian tentang tindak tutur direktif bahasa Jawa di asrama mahasiswa khususnya Asrama Mahasiswa UNS Surakarta belum pernah dilakukan.

Alasan lain peneliti memilih penelitian Tindak Tutur Direktif di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta yaitu, pertama, penghuni dari Asrama Mahasiswa UNS Surakarta menggunakan bahasa Jawa untuk berinteraksi sehari-hari, kedua, penghuni Asrama Mahasiswa UNS Surakarta berasal dari berbagai daerah di Jawa sehingga memunculkan penggunaan tindak tutur direktif yang bervariasi, ketiga, penutur dan mitra tutur dalam penyampaian tuturannya mengandung prinsip kerja sama dan implikatur.

(8)

B. Pembatasan Masalah

Masalah dalam penelitian yang berjudul Tindak Tutur Direktif Bahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta(Suatu kajian Pragmatik) dibatasi agar tidak meluas. Oleh karena itu, objek kajian dari penelitian ini adalah subjenis tindak tutur direktif, prinsip kerja sama dan implikatur dalam penggunaan bahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta.

C. Rumusan masalah

Permasalahan yang diteliti dari batasan masalah di atas adalah sebagai berikut.

1. Apa saja jenis subtindak tutur direktif bahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta ?

2. Bagaimanakah prinsip kerja sama yang terdapat di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta ?

3. Bagaimanakah implikatur yang terdapat di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diambil berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan jenis subtindak tutur direktif bahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta.

(9)

2. Mendeskripsikan prinsip kerja sama yang terdapat di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta.

3. Mendeskripsikan implikatur yang terdapat di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik teoretis maupun praktis. 1. Manfaat Teoretis

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menambah hasil penelitian dengan menambah aplikasi dalam konteks pragmatik, terutama fenomena kebahasaan khususnya jenis tindak tutur direktif, prinsip kerja sama dan implikatur dalam bahasa Jawa.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai :

a) referensi penelitian linguistik, khususnya masalah tindak tutur direktif bahasa Jawa.

b) informasi tentang jenis tindak tutur direktif, prinsip kerja sama serta implikatur yang terkandung dalam percakapan komunitas di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta.

F. Landasan Teori

1. Pengertian Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur (Yule, 2006:3). Pragmatik mempelajari aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa

(10)

yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran (Kridalaksana, 2011:198). Pernyataan leech (1993 : 8) pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar. Sedangkan menurut Wijana (1996 : 2), pragmatik adalah cabang ilmu yang menelaah makna-makna satuan lingual secara eksternal. Pengertian pragmatik juga disampaikan oleh Edi Subroto (2011 : 9) yang mengemukakan bahwa pragmatik mengkaji hubungan antara bahasa dan konteks.

Penjelasan dari para ahli diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mengkaji maksud penutur dengan menggunakan bahasa yang terikat konteks.

a. Konteks

Konteks adalah sesuatu yang menjadi sarana pemerjelas suatu maksud (Rustono, 1991: 19). Sarana tersebut meliputi dua macam, yang pertama berupa bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud dan yang kedua berupa situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian. Konteks yang berupa bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud itu disebut koteks (co-tex), sedangkan, konteks yang berupa situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian lazim disebut konteks (contex) saja.

Sedangkan oleh Mey (dalam Nadar, 2009 : 3-4) konteks didefinisikan sebagai situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi dan membuat ujaran mereka dapat dipahami.

Dari teori di atas dapat disimpulkan konteks adalah situasi yang mendukung suatu ujaran sehingga ujaran tersebut dapat dipahami oleh para peserta tutur.

(11)

b. Situasi tutur

Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan (Rustono, 1991: 25). Maksud tuturan yang sebenarnya hanya diidentifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya. Penentuan maksud tuturan tanpa melihat situasi tutur merupakan langkah yang tidak akan membawa hasil yang memadai.

Tidak selamanya tuturan itu secara langsung menggambarkan makna yang dikandung oleh unsur-unsurnya. Di pihak lain kenyataan terjadi bahwa bermacam-macam maksud dapat diekspresikan dengan sebuah tuturan, atau sebaliknya, bermacam-macam tuturan dapat mengungkapkan sebuah maksud.

2. Tindak Tutur dan Tindak Tutur Direktif a. Tindak Tutur

Tindak tutur (Speech Act) atau penuturan adalah pengujaran kalimat untuk mengatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui oleh pendengar, atau seluruh komponen linguistik dan nonlinguistik yang meliputi suatu perbutan bahasa yang utuh, yang menyangkut partisipan, bentuk penyampaian amanat, topik dan konteks amanat itu (Kridalaksana, 2011:171). Di dalam mengatakan suatu kalimat, seorang penutur tidak semata-mata mengatakan sesuatu dengan pengucapan kalimat tersebut. Di dalam pengucapan kalimat ia juga “menindakkan” sesuatu. dengan pengucapan kalimat arep nganggo buku sing ndi

? „mau pakai buku yang mana ?‟ Si penutur tidak semata-mata menanyakan atau

meminta jawaban dari pertanyaannya tersebut, namun ia juga menindakkan sesuatu, yaitu menawarkan buku.

(12)

Tindak tutur mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pragmatik. Tindak tutur atau tindak ujar merupakan entitas yang bersifat sentral dalam kajian pragmatik (Rustono 1991 : 31).

Dari pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa tindak tutur merupakan tindakan berbahasa yang menekankan pada fungsi bahasa dan pemakaiannya dalam komunikasi. Sebuah tuturan tidak hanya dipahami oleh mitra tutur tetapi juga makna yang dikehendaki dalam kata-kata si penutur. Tindak tutur merupakan rangkaian dari percakapan yang terjadi dalam suatu peristiwa tutur. Dalam tindak tutur, sangat diperhitungkan apakah tuturan itu dapat mengekspresikan pesan penutur sehingga pesan tersebut dapat sampai dan ditangkap oleh mitra tutur.

Searle mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur yaitu, tindak lokusi, tindak ilokusi dan tindak perlokusi (lihat Leech,1993:316). Ketiga tindakan itu secara lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut.

1)Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu dan makna sesuatu yang dikatakan dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Jadi apabila seorang penutur Jawa mengujarkan

aku kesel „saya lelah‟ dalam tindak lokusi kita akan mengartikan aku

„saya‟sebagai pronomina persona tunggal‟ (yaitu si P) dan kesel „lelah‟ mengacu ke tubuh yang lelah perlu istirahat tanpa meminta istirahat.

2) Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak tutur ilokusi biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit.

(13)

Jadi, aku kesel „saya lelah‟ yang diujarkan oleh P dengan maksud “meminta istirahat” adalah sebuah tindak ilokusi.

3) Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk memengaruhi lawan tuturnya. Jadi, jika mitra tutur melakukan tindakan untuk menunggu P beristirahat sebagai akibat dari tindak tutur itu maka dapat dikatakan terjadi tindak perlokusi. Menurut Searle (1975 dalam Leech, 1993:164-166) jenis-jenis tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis-jenis yaitu tindak tutur direktif, asertif, deklaratif, komisif, dan ekspresif.

b. Tindak Tutur Direktif

Tindak tutur direktif yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu atau mendorong mitra tutur melakukan sesuatu. Dengan kata lain tindak tutur direktif menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur (Yule, 2006: 93)

Dalam Ibrahim (1993: 28) Searle membagi jenis tindak tutur direktif menjadi enam macam, yaitu requestives (meminta, mengemis, memohon, menekan, mengundang, mengajak, mendorong), questions (bertanya, mengintrogasi), requerements (memerintah, menghendaki, mengkomando, menuntut, mendikte, mengarahkan, menginstruksi, mengatur, mensyaratkan),

prohibitives (melarang, membatasi), permissives (menyetujui, membolehkan,

memberi wewenang, menganugerahi, mengabulkan, membiarkan, mengijinkan, melepaskan, memaafkan, memperkanankan) dan advisories (menasehatkan, memperingatkan, mengkonseling, mengusulkan, menyarankan, mendorong).

(14)

Data yang ditemukan di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta adalah sebagai berikut.

Data 2

P : Pamit wangsul rumiyin nggih Pak. „Pamit pulang dulu ya Pak.‟

MT : Ya ati-ati. Nek menggok kiwa karo tengen wae. „Ya hati-hati. Kalau belok kiri sama kanan saja.‟

Data 2 adalah tindak tutur meminta izin pemisi dan mepersilahkan sekaligus menasehati. P adalah seorang penghuni asrama, selain dengan sesama penghuni, P biasa berkumpul bersama satpam dan pengelola asrama yang usianya lebih tua darinya. Pada data di atas P hendak pulang ke kampungnya dan berpamitan dengan pengelola asrama (MT). Hal ini ditunjukkan dengan tuturan yang dituturkan P kepada MT pamit wangsul rumiyin nggih Pak „pamit pulang dulu ya Pak‟ lalu ditanggapi oleh MT yo ati-ati „ya hati-hati‟. Kata “pamit”merupakan penanda lingual tindak tutur direktif meminta ijiin, sedangkan

Ya ati-ati „Ya hati-hati, ya „ya‟ merupakan satuan lingual mempersilahkan,

sedangkan ”ati-ati”‟hati-hati' merupakan penanda linggual menasehati.

3. Prinsip Kerja Sama

Berbahasa adalah aktivitas sosial. Seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain, kegitan berbahsa baru terwujud apabila manusia terlibat didalamnya. Di dalam berbicara penutur dan lawan tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasa, dan interpertas-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Setiap peserta tindak tutur beranggung jawab terhadap tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual itu

(15)

(Allan, 1986 dalam Wijana 2011 : 43). Apabila orang bicara kepada orang lain pasti ingin mengemukakan sesuatru. Selanjutnya orang lain diharapkan menagkap apa yang dikemukakan. Dengan adanya dua tujuan ini, maka orang akan berbicara sejelas mungkin, tidak berbelit-belit, ringkas dan tidak berlebihan, berbicara secara wajar. Grice (1975 dalam Sulistyo 2013 : 25) mengemukakan bahwa dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi 4 maksim percakapan (convertation maxim), yakni:

1) Maksim kualitas (maxim of quality), yaitu aturan pertuturan yang menuntut setiap peserta tutur untuk berkata benar.

2) Maksim kuantitas (maxim of quantity), ialah aturan pertuturan yang menuntut setiap penutur memberikan kontribusi secukupnya sesuai dengan yang diminta. 3) Maksim relevansi (maxim of relevance), ialah aturan pertuturan yang menuntut adanya relevansi dalam tuturan antara pembicara dengan masalah yang dibicarakan.

4)Maksim pelaksanaan (maxim of manner), adalah aturan pertuturan yang mengharuskan peserta tutur untuk memberikan kontribusi tuturan yang runtut, tidak ambigu, tidak taksa dan tidak berlebihan.

4. Implikatur

Rohmadi (2010: 124) mengemukakan bahwa ujaran atau pernyataan yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucakan disebut implikatur. Implikatur adalah makna tambahan (simpulan) yang diperoleh dari suatu percakapan (Sulistyo, 2013 : 38). Menurut Grice (dalam Rohmadi, 2010 : 60) terdapat dua jenis implikatur, yaitu implikatur konvensional dan nonkonvensional. Implikatur konvensional atau yang sering disebut prinsip kerja

(16)

sama merupakan makna pada ujaran yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Implikatur konvensional berkiblat pada empat maksim, yaitu maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi, serta masim pelaksanaan atau cara. Implikatur nonkonvensional atau yang disebut dengan implikatur percakapan adalah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya. Levinson (dalam Nadar, 2009: 61) menyebut implikatur sebagai salah satu gagasan atau pemikiran terpenting dalam pragmatik.

5. Keberadaan Asrama Mahasiswa UNS Surakarta

Asrama mahasiswa UNS Surakarta bertempat di jalan Kartika III, Ngoresan, Jebres, Surakarta. Asrama Mahasiswa UNS Surakarta merupakan tempat tinggal sementara atau semacam kos khusus untuk mahasiswa UNS Surakarta.Mahasiswa yang tinggal di asrama mahasiswa UNS Surakarta sendiri bukan hanya berasal dari negara Indonesia saja tetapi mahasiswa asing yang berasal dari luar negeri.

Di dalam asrama mahasiswa UNS Surakarta selain menyediakan kos, juga menyediakan dau kantin, satu angkringan untuk malam hari dan satu toko kelontong sehingga para penghuni tidak perlu keluar untuk mencari makan dan kebutuhan sehari-hari.di asrama baik penghuni dalam negeri maupun penghuni yang berasal sari luar negeri saling berinteraksi dengan baik karena mereka sudah belajar bahasa Indonesia dengan baik. Interaksi tersebut berupa percakapan biasa, diskusi atau guarauan.

Dapat disimpilakan bahwa di asrama mahasiswa UNS merupakan tempat yang di dalamnya terdapat berbagai peristiwa komunikasi, sehingga asrama mahasiswa UNS merupakan salah satu area untuk berkomunikasi.

(17)

G. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2014: 2). Metode merupakan cara mendekati, mengamati, menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena (Kridalaksana, 2011: 106). Dalam metode penelitian ini akan dibahas beberapa hal, yaitu (1) taraf penelitian, (2) data penelitian, (3) Alat penelitian, (4) Sampel, (5) Metode pengumpulan data, (6) metode analisis data, dan (7) metode penyajian hasil analisis data.

1. Taraf penelitian

Penelitian ini bertaraf deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang studi kasusnya mengarah pada pendeskripsian secara rinci, mendalam, dan benar-benar potret kondisi yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan (Sutopo, 2002 : 111).

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang penentuan sampelnya dengan cara cuplikan atau mukilan yang juga disebut purposive sampling, artinya sampel ditentukan secara selektif, sumber datanya diarahkan kepada sumber data yang menghasilkan data secara produktif, penting sesuai dengan permasalahan yang ditentukan, tujuan penelitian, dan teori yang digunakan (Sutopo, 2002 : 36). Maksudnya, suatu penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya atau fakta yang ada, sehingga dihasilkan atau yang dicatat berupa pemerian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya sebagaimana adanya (Sudaryanto,1993:62). Penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan data kebahasaan terutama mengenai

(18)

tuturan-tuturan sebagaimana adanya. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan cermat, sehingga menghasilkan penafsiran yang kuat dan objektif.

2. Data dan Sumber Data

Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas) yang harus dicari/dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti. Data kebahasaan berupa fenomena-fenomena kebahasaan apapun yang sesuai dengan segi-segi tertentu yang diteliti (Edi Subroto, 1992 : 34)

Data dalam penelitian ini yaitu tuturan bahasa Jawa yang mengandung subjenis tindak tutur direktif, prinsip kerja sama dan implikatur di asrama mahasiswa UNS Surakarta.

Sumber data adalah asal mula data penelitian tersebut diperoleh (Edi Subroto, 1992: 34). Menurut pakar lain sumber data adalah si penghasil atau pencipta bahasa yang sekaligus tentu saja si penghasil atau pencipta data yang dimaksud biasanya dinamakan narasumber (Sudaryanto, 1993: 35).

Sumber data dalam penelitian ini berasal dari tuturan informan yang terpilih sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Informan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penghuni asrama mahasiswa UNS Surakarta.

Kriteria informan yang terpilih yaitu : (1) Pegawai/pengelola dan penghuni di Asrama mahasiswa UNS Surakarta, (2) berusia di atas 17 tahun, (3) sehat jasmani dan rohani, (4) memiliki alat ucap dan alat dengar normal, (5) dapat berbahasa Jawa dengan fasih.

(19)

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Penentuan lokasi didasarkan atas : (1) Penghuni Asrama Mahasiswa UNS Surakarta berjumlah 283 dan sebagian besar penghuni merupakan penutur asli bahasa Jawa, (2) di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta masih menggunakan bahasa Jawa untuk melakukan komunikasi, (3) penghuni Asrama Mahasiswa UNS Surakarta berasal dari daerah yang berbeda sehingga dimungkinkan munculnya variasi kebahasaan dalam berinteraksi dengan penghuni lain, (4) berdasarkan penelitian terdahulu tentang kajian pragmatik yang pernah dilakukan, penelitian tentang tindak tutur direktif bahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta belum pernah dilakukan.

4. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat utama dan alat bantu. Alat utama merupakan alat yang palng dominan dalam penelitian, sedangkan alat bantu berguna untuk membantu jalannya penelitian. Alat utama penelitian adalah peneliti sendiri, artinya kelenturan sikap peneliti mampu menggapai dan menilai makna dari berbagai interaksi (Sutopo, 2002 : 35-36). Dengan ketajaman intuisi kebahasaan(lingual) peneliti mampu membagi data secara baik menjadi beberapa unsur (Sudaryanto, 1993 : 31-32). Dengan intuisi lingual (kebahasaan) peneliti bisa bekerja secara serta merta menghayati terhadap bahasa yang diteliti secara utuh (Edi Subroto, 1992: 23)

Alat bantu dalam penelitian ini meliputi alat elektronik dan alat tulis-menulis, alat elektronik berupa laptop, handphone (alat perekam), dan flashdisk. Alat tulis berupa pensil, ballpoint, kertas dan buku tulis.

(20)

5. Sampel

Sampel penelitian adalah data yang disahkan untuk dikaji, karena lolos seleksi yang berdasar atas rumusan masalah, tujuan penelitian dan teori yang digunakan yang selanjutnya sebagai bahan untuk dikaji. Sampling ialah pilihan peneliti aspek apa dari peristiwa apa dan siapa dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu dan karena itu dilakukan terus menerus sepanjang penelitian, sampling purposive yakni bergantung pada tujuan fokus (Nasution, 1988 : 28). Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan metode proposive

sampling. Pada teknik purposive sampling pengambilan sampel ditentukan secara

selektif berdasarkan teori yang dipakai, tujuan penelitian, dan permasalahan penelitian. Menurut Sutopo (2002 : 36) pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa sampel adalah data yang telah sesuai dengan permasalahan, tujuan penellitian, dan teori yang digunakan sehingga layak untuk dikaji.

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah tuturan bahasa Jawa yang mengandung tindak tutur direktif, prinsip kerja sama, dan implikatur bahasa Jawa di Asrama Mahsiswa UNS Surakarta.

6. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data penelitian ini adalah metode simak. Teknik dasar yang dipakai ialah teknik sadap. Sedangkan teknik lanjutan penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik simak libat cakap (SLC), rekam dan catat.

(21)

Teknik Simak Bebas Libat Cakap (SLBC) adalah teknik untuk memperoleh data tanpa pemiliti terlibat dalam pembicaraan / percakapan. Peneliti hanya berperan sebagai pengamat.

Teknik Simak Libat Cakap (SLC) adalah teknik untuk memperoleh data dimana peneliti ikut terlibat dalam pembicaraan / percakapan informan. Penggunaan dua teknik ini secara bersamaan dapat dilakukan jika informan mengajak peneliti berdialog dan dalam dialog tersebut terdapat tuturan yang dapat digunakan sebagai data dalam penelitian ini. Penggunaan kedua teknik ini secara bersamaan juga dapat dilakukan jika data yang didapat sebelumnya kurang maksimal, sehingga peneliti perlu membuat pancingan atau stimulus sebagai muncul pembicaraan baru yang mengandung data.

Teknik rekam juga dilakukan bersamaan dengan teknik SLBC dan SLC untuk pengujian data. Teknik catat juga dilakukan untuk mencatat hal-hal yang diperlukan untuk mendukung data penelitian. Rekaman data yang sudah didapat kemudian ditranskripsikan menjadi data tulis untuk kemudian dianalisis.

7. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini adalah metode kontekstual. Metode kontekstual adalah metode analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan, memperhitungkan, dan mengaitkan konteks (Rahardi, 2005: 16). Konteks adalah lingkungan sosial tuturan. Konteks adalah segala latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama penutur dan mitra tutur. Metode kontekstual dalam penelitian ini dipergunakan untuk

(22)

menganalisis bentuk TTD dan faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif bahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta.

Data 3

P : Ndang mulih kana! terke pa piye ?

„cepat pulang sana, apa mau diantar ?‟

MT : Ora Pak, meh ning kene sik. Kaya cah SD wae mulah mulih

„tidak Pak, mau di sini dulu. Seperti anak SD saja sering pulang‟

Konteks tuturan pada data di atas adalah seorang satpam asrama atau P menyuruh seorang mahasiswa penghuni asrama atau MT yang sering pulang ke rumahnya. Pada saat itu, MT sudah cukup lama tidak pulang.

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan tersebut. Menyuruh adalah meminta orang lain agar melakukan sesuatu. Pada contoh tuturan di atas ndang mulih kana „cepat pulang sana, berarti P menyuruh MT untuk pulang ke rumahnya.

Apabila diamati berdasarkan prinsip kerja sama, tuturan MT menyimpang dari maksim kuantitas karen kontribusi yang diberikan MT terlalu banyak. P menyuruh MT untuk segera pulang, namun MT menolak dengan memberikan jawaban boten Pak, meh ning kene sik. Kaya cah SD wae mulah

mulih „tidak Pak, mau di sini dulu. Seperti anak SD saja sering pulang‟.

Kontribusi MT tersebut terlalu banyak dan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan P. Satuan lingual boten Pak „tidak Pak‟ seharusnya saudah cukup.

Implikatur menyindir pada data di atas ditunjukkan dengan jawaban MT yaitu boten Pak, meh ning kene sek. Kaya cah SD wae mulah mulih „tidak Pak, mau di sini dulu. Seperti anak SD saja sering pulang‟. P menyindir MT yang sering pulang ke rumah dengan ditandai satuan lingual ndang mulih kana ! terke

(23)

apa piye ? „cepat pulang sana ! apa mau diantar ?‟. Penanda lingual tersebut

bermaksud P yang sudah mengetahui MT sering pulang ke rumah dan pada saat itu MT cukup lama tidak pulang.

8. Metode Penyajian Data

Metode penyajian hasil analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode informal. Metode informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa. (Sudaryanto, 1993 :145).

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bab yaitu: Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Analisis dan Pembahasan, berisi tentang analsisi bentuk subtindak tutur direktif, penerapan dan penyimpangan prinsip kerja sama, dan implikatur bahasa Jawa di asrama mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Komunikasi yang baik tersebut dapat dilakukan berupa adanya sosialisasi terhadap direksi mengenai fungsi pengawasan komisaris independen dalam hal

Perkebunan Glenmore telah melakukan pencemaran salah satunya adalah pence- maran air karena limbah cair yang telah dihasilkan selama pengelolaan industri karet, kopi,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pendekatan RME ( Realistic Mathematics Education )dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi perkalian

jenis tanah ternyata membentuk garis tanah dengan kemiringan yang berbeda dalam. feature space, dengan garis tanah yang sudah ada, atau yang terbentuk

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan manajemen strategi untuk mengetahui lingkungan perusahaan

Berdasarkan pengamatan kemampuan berbahasa siswa pada siklus 1 telah mengalami peningkatan dari pratindakan walaupun belum mencapai persentase KKM yang telah ditentukan.

NO HARI/ TGL JAM PUKUL JURUSAN SMT-KLS MATAKULIAH DOSEN PEMBINA PENGAWAS RUANG ∑ MHS..