• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Tower yang tinggi sering dipakai di dunia untuk sistem komunikasi serta viewing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Tower yang tinggi sering dipakai di dunia untuk sistem komunikasi serta viewing"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

II - 1 BAB II

LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Tower Pemancar

Tower merupakan salah satu infrastruktur yang umumnya digunakan dalam sistem komunikasi, transmisi tenaga listrik, jaringan distribusi dan tangki. Tower yang tinggi sering dipakai di dunia untuk sistem komunikasi serta viewing

and exhibition towers (Raghupathi, 1995). Salah satu tower yang sering

digunakan dalam sistem komunikasi adalah tower pemancar atau yang sering dikenal dengan nama BTS (Base Transceiver Station).

Tower adalah suatu struktur self supporting kantilever tunggal yang berdiri dengan bebas dengan sistem jepit di dasarnya. Sedangkan tiang adalah sebuah struktur dengan mekanisme sendi di dasarnya dan pengekang dengan guys atau elemen lainnya. Konstruksi tower memiliki rasio yang besar antara tinggi dan lebar tower dengan luas penampang yang kecil.

Secara umum, tower pemancar yang sering digunakan dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:

a) Self Supporting Tower (SST), adalah tower yang memiliki pola batang yang disusun dan disambung sedemikian sehingga membentuk rangka yang berdiri sendiri tanpa adanya sokongan lainnya.

b) Guyed Tower, adalah jenis tower dimana tower tersebut disokong dengan kabel-kabel yang diangkurkan pada landasan tertentu seperti tanah. Tower

(2)

II - 2

ini juga memiliki pola batang yang sama halnya dengan SST, akan tetapi tower jenis ini memiliki dimensi batang yang lebih kecil dari SST.

c) Monopole, jenis tower ini hanya terdiri satu batang atau satu tiang yang ditancapkan di atas tanah atau gedung. Monopole terdiri dari dua jenis jika ditinjau dari penampangnya, yaitu:

1) Circular-pole, jenis monopole ini memiliki diameter penampang/panel yang seragam dari bawah sampai atas tower.

2) Tapered-pole, jenis monopole ini memiliki diameter penampang/panel yang bervariasi yang mana semakin keatas diameternya semakin kecil. Klasifikasi tower menurut bentuknya dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1) Rectangular, tower ini berbentuk segi empat dengan empat kaki 2) Triangle, tower ini berbentuk segi tiga dengan tiga kaki

3) Pole, tower ini berupa tiang dengan satu kaki.

Jenis menara guyed tower dan monopole biasanya memiliki ketinggian tower lebih rendah dari tower pemancar jenis self supporting tower dan dirancang untuk menerima beban-beban yang lebih ringan daripada jenis pemancar self

supporting tower, sehingga kedua jenis tower pemancar ini tidak dapat menerima

beban seperti beban antenna yang memiliki dimensi dan berat yang besar. (Sumargo, 2007)

2.1.2 Antena Pemancar

Ada dua jenis antenna pemancar yang sering digunakan untuk tower komunikasi yakni antenna jenis solid dan jenis grid, untuk ukuran diameter yang

(3)

II - 3

sama antenna jenis solid lebih berat dibandingkan dengan antenna jenis grid. Ukuran panjang antenna bervariasi seperti 80 cm, 100 cm, 120 cm, dan lainnya. Sementara berat juga beragam tergantung pada ukuran diameternya. Dengan kemajuan teknologi, satu tower dipakai bersama dengan menggunakan satu antenna jenis multi sektoral atau multi band. Antenna multi sektoral ini memiliki jangkauan frekuensi lebih dari satu polarisasi sehingga mampu mencakup daerah yang lebih luas. Antenna multi band mampu menerima sinyal lebih dari satu frekuensi. Dengan menggunakan jenis antenna multi band dan multi sektoral, beban antenna pemancar pada tower menjadi lebih sedikit.

Beberapa jenis antenna yang sering dipakai dalam desain tower BTS, yakni:

1) Microwave antenna

Microwave antenna ini memiliki bentuk seperti gendang rebana dengan

permukaan yang agak cekung yang berfungsi sebagai pemancar dan penerima gelombang radio dan data dari BTS ke BTS, BTS ke BSC, dan BSC ke MSC.

2) Sectoral antenna (grid)

Sectoral antenna berbentuk persegi panjang yang terpasang pada tower

dengan ketinggian tertentu sedemikian sehingga dapat mencakup area yang diinginkan (coverage area) yang berfungsi sebagai penghubung antara

(4)

II - 4 2.2. Konsep Dasar Desain atau Perencanaan

2.2.1 Pembebanan Tower 2.2.1.1 Beban Mati

Beban mati yang dihitung pada struktur menara tower meliputi beban sendiri tower, beban antenna, beban tangga, dan beban bordes.

a. Beban sendiri tower adalah berat profil baja yang digunakan dalam perencanaan tower tersebut. Berat ini secara otomatis dihitung oleh program Ms. Tower 6.

b. Beban antenna adalah berat antenna yang mana berat tersebut di bebankan pada tower. Berat antenna tergantung dari dimensi, jenis dan jumlah antenna yang terpasang pada tower. Antenna solid lebih berat dari antenna grid. c. Beban tangga turut diperhitungkan dalam perencanaan struktur tower.

Menurut EIA/TIA, 13.2.2 bahwa jarak (spasi) antar anak tangga minimum 12 inci (30,48 cm) dan maksimum 16 inci (40,64 cm) dengan lebar bersih minimum 12 inci (30, 48 cm)

d. Beban bordes. Setiap tower dengan ketinggian lebih dari 50 ft (15 meter), harus disediakan bordes sebagai tempat istirahat pekerja.

e. Tray vertikal tidak diperhitungkan dalan desain tower ini karena pondasi tray vertical yang digunakan sebagai tempat untuk melewatkan kabel feeder

(5)

II - 5 2.2.1.2 Beban Hidup

Beban hidup yang diperhitungkan dalam desain tower adalah beban pekerja termasuk peralatannya, biasanya diambil angka 100 kg tiap kaki menara.

2.2.1.3 Beban Angin

Menurut peraturan EIA/TIA-222-F, beban angin selain bekerja pada struktur tower juga bekerja pada antenna berdasarkan rumus:

1. Beban angin yang bekerja pada antenna dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: Fa = Ca * A * Kz * GH * V2 Fs = Cs * A * Kz * GH * V2 M = Cm * D * A * Kz * GH * V2 Ha = (Fa2 + Fs2)1/2 Mt = Fa * X + Fs * Y + M dimana,

L = the distance the antenna's axis to the frame's joints GH = gust response factor from 2.3.4

= 0.65+0.6/(h/10)1/7 for h in meters

A = outside aperture area of parabolic reflector, grid, or horn

antenna

= plate area of passive reflector ( ft2)

D = outside diameter of parabolic reflector, grid, or horn antenna (ft) = width or length of passive reflector ( ft2)

(6)

II - 6

V = basic wind speed ( m.p.h ) from 2.3.3

KZ = exposure coefficient from 2.3.3 with z equal to the hight of the

origin of the axis system

= [z/10]2/7 for z in meters

FA = axial force ( lb ) Fs = side force ( lb )

M = twisting moment ( ft-lb )

Ca, Cs, Cm are load coefficients contained in tables B1 trough B6 as function of wind angle,…... TIA page 62-67

Ha = resultant of FA and FS ( lb )

Mt = total twisting moment ( ft-lb ) X = the offset of the mounting pipe ( ft )

Y = the distance on the reflector axis from the reflector vertex to the

center of the mounting pipe ( ft )

Wind Load Calculation method on the parabolic antenna is as follow:

Fa = Ca * A * Kz * GH x V2 Fs = Cs * A * Kz * GH * V2 M = Cm * D * A * Kz * GH * V2 Ha = (Fa2 + Fs2)1/2 Mt = Fa * X + Fs * Y + M dimana,

Ca = wind load coefficient Fa = axial force ( kg )

(7)

II - 7

Fs = side force ( kg )

M = twisting moment ( kg-m ) Cs = wind load coefficient Cm = wind load coefficient V = wind velocity ( m.p.h )

2. Beban angin yang bekerja pada struktur tower harus dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

[( ) ( )] dimana,

qz = velocity pressure (Pa)

= 613 Kz V2 dengan V dalam m/s Kz = exposure coefficient

= [ ]

dengan z dalam meter =

V = basic wind speed for structure location (m/s)

z = height above average ground level to midpoint of panel of the

structure and appurtenances (m)

GH = gust response factor ( ) = [ ⁄ ] dimana h dalam meter CF = structure force coefficient

= (for square cross section) e = solidity ratio

(8)

II - 8

AF = projected area of flat structural component in one face of the

section (m2)

AG = gross area of one tower face (m2)

AR = projected area (m2) of round structural component in one face of the section

AE = effective projected area of structural component in one face (m2)

= (m2)

(note : for tubular steel pole structure, AE shall be the actual

projected area based on diameter or overall width)

RR = the reduction factor for round structural component

= ( )

DF = wind direction factor

= ; for square cross section and normal wind direction

= 1 + 0.75e; for square cross section and +45o normal wind direction (1.2 max)

DR = wind direction factor for round structural components

= ; for square cross section and normal wind direction

= 1 + 0.75e; for square cross section and +45o normal wind direction (1.2 max)

CA = linear or discrete appurtenance force coefficient = is depended on aspect ratio

aspect ratio = overall length/width ration in plane normal to wind direction

(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

II - 14 2.2.6 Metode Perhitngan dengan SNI

Berdasarkan SNI 03 – 1729 – 2002 mengenai tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung, mutu baja diklasifikasikan menjadi 5 kelas mutu sebagai berikut :

Jenis Baja Tegangan putus minimum, fu (MPa) Tegangan leleh minimum, fy (MPa) Regangan minimum (%) BJ 34 340 210 22 BJ 37 370 240 20 BJ 41 410 250 18 BJ 50 500 290 16 BJ 55 550 410 13 1MPa = 10 kg/cm2

Nilai-nilai yang tercantum pada table diatas adalah untuk elemen-elemen yang tebalnya kurang dari 40 mm. untuk elemen-elemen yang tebalnya lebih dari 40 mm, tetapi kurang dari 100 mm, harga-harga pada table diatas harus dikurangi 10%.

Sifat-sifat mekanis lainnya perencanaan baja structural untuk maksud perencanaan berdasarkan SNI 03 – 1729 – 2002 ditetapkan sebagai berikut:

Modulus elastis : E = 200.000 MPa

Modulus geser : G = 80.000 MPa

Nisbah poisson : µ = 0,3

Koefisien pemuaian : α = 12 x 10-6 /oC

(15)

II - 15 Batang Tekan

SNI 03 – 1729 – 2002 mengenai tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung dinyatakan bahwa suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris akibat beban terfaktor, Nu, harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

Keterangan:

Øn = faktor reduksi kekuatan

Nn = kuat tekan nominal komponen struktur

Perbandingan kelangsingan

- Kelangsingan elemen penampang < λr

- Kelangsingan komponen struktur tekan

Komponen struktur tekan yang elemen penampangnya mempunyai perbandingan lebar terhadap tebal lebih besar dari pada nilai λr yang ditentukan, maka harus direncanakan dengan analisis rasional yang dapat diterima.

Penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap tebalnya lebih kecil daripada nilai λr, daya dukung nominal komponen struktur tekan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Untuk λc ≤ 0,25 maka ω = 1,00 Untuk 0,25 ≤ λc ≤ 1,2 maka ω =

(16)

II - 16

Untuk λc ≥ 1,2 maka ω = 1,25

Keterangan :

luas penampang bruto, mm2 tegangan kritis penampang, MPa

tegangan leleh material, MPa

Batang Tarik

Komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor harus memenuhi syarat kekuatan struktur tarik :

Dimana adalah kuat tarik rencana yang besarnya diambil sebagai nilai terendah diantara dua perhitungan menggunakan harga-harga Ø dan Nn di bawah

ini :

Keterangan :

= luas penampang bruto, mm2 = luas penampang efektif, mm2 = tegangan leleh, MPa

= tegangan tarik putus, MPa

Penampang efektif adalah luas penampang efektif komponen yang mengalami gaya tarik ditentukan sebagai berikut :

(17)

II - 17

Keterangan :

A = luas penampang, mm2

U = factor reduksi = 1 – (X/L) ≤ 0,9

X = eksentrisitas sambungan, jarak tegak lurus arah gaya tarik antara titik berat penampang komponen yang disambung dengan bidang

sambungan, mm

2.2.7 Kombinasi Pembebanan pada Tower

Kombinasi pembebanan yang ditinjau didasarkan pada peraturan TIA/EIA-222-F berdasarkan beban-beban yang terjadi dengan beberapa kombinasi pembebanan sebagai berikut:

Comb 1 = DL + LL

Comb 2 = DL + LL ± WL

Dimana,

DL = beban mati yang diakibatkan oleh berat sendiri tower, antenna, bordes dan tangga

LL = beban hidup yang diakibatkan oleh pekerja WL = beban yang diakibatkan oleh angin tanpa ice.

2.2.8 Toleransi Desain Tower

Toleransi yang disyaratkan dalam desain dan analisis tower adalah sebagai berikut:

(18)

II - 18

b. Slenderness ratio

- Leg ≤ 150

- Bracing ≤ 200

- Redundant ≤ 250

c. Allowable twist = 0.5 degree

d. Allowable sway = 0.5 degree

e. Allowable horizontal displacement = Tower Height/200

f. Verticality = Tower Height/200

2.3 Peraturan dasar perencanaan tower

Parameter pembebanan yang digunakan dalam perencanaan tower yang sering dipakai adalah sebagai berikut:

BS 8100 part 3 BS 449 ASCE 10-90 ASCE manual 72 EIA-222-F TIA-222-G AS 3995

Gambar

Tabel 2.1 Sifat mekanis baja struktural

Referensi

Dokumen terkait

Infeksi juga terjadi di laboratorium, pada peneliti yang bekerja dengan menggunakan hewan percobaan yang terinfeksi dengan toxoplasmosis atau melalui jarum suntik

1) Bumi yang pemiliknya sudah masuk Islam, tanah atau bumi yang semacam ini adalah sah menjadi kepunyaan pemiliknya, dan tidak boleh ada kewajiban pajak terhadapnya. 2)

Pertimbangan dalam keputusan diskresi tersebut adalah asas perlindungan maksimum dan asas tidak mengenal tanpa kewarganegaraan (apartride), dimana yang bersangkutan akan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan, dan persepsi atas

Tujuan makalah ini untuk untuk mengetahui karakteristik kedua lukisan Van Gogh yang berjudul The Potato Eaters dan Starry Night dalam hubungan dengan aliran Impresionisme dan

Hasil analisis regresi logistik ganda faktor obat anti epilepsi yang berpengaruh terjadinya gangguan daya ingat, menunjukkan lama pengobatan &gt;2 tahun meningkatkan risiko 17

dilakukan oleh Mahawati, dkk (2013) dengan judul “Pola Interaksi Determinan Perilaku Safety Riding dalam Upaya Eliminasi Gangguan Kesehatan &amp; Kecelakaan Lalu

berat; (b) kekerasan psikis yakni, perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau