7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Newsroom Study
Newsroom study adalah studi tentang peran jurnalisme dalam ruang redaksi, baik media cetak maupun televisi membangun ruang publiknya dalam mempelajari dan menganalisa semua berita yang masuk ke dalam ruang redaksi, yaitu suatu berita yang potensial yang layak untuk disiarkan ke seluruh penjuru dunia, baik lokal maupun nasional (Gaye Tuchmann dalam Oliver Boyd 1995:294).
Dalam buku News Writing and Reporting for Today’s Media (Itule, 2003) dijelaskan, sebagian besar ruang redaksi sebuah koran memiliki struktur yang hampir sama. Pada bagian atas terdapat redaktur, yang perannya dapat berubah tergantung pada ―besar-kecilnya‖ koran. Pada koran komunitas redaktur dapat pula merangkap sebagai seorang penerbit, manager bisnis, reporter, fotografer, ataupun bagian periklanan. Pada koran ibukota (yang lebih besar) redaktur bisa jadi tidak perlu turun tangan dengan proses editorial harian, sebab redaktur pelaksana yang akan mengambil alihtugas tersebut.
Masih mungkin pula ada redaktur eksekutif di atas redaktur pelaksana, tetapi memiliki tanggung jawab yang lebih dari sekedar ruang redaksi.Struktur berikutnya diisi oleh para reporter pemula, yang berusaha membuat rekam jejak dengan baik pada profesi ini sembari berharap bisa mendapati inisial nama mereka muncul di halaman depan sebagai penulis berita. Jumlah personil ruang redaksi antara reporter pemula dengan para redaktur ditentukan oleh tingkat sirkulasi koran dan anggarankoran itu sendiri.
Beberapa macam redaktur diantaranya; redaktur pelaksana, redaktur berita, redaktur kota atau redaktur metropolitan, redaktur area, redaktur nasional dan luar negeri, redaktur foto, redaktur grafis, redaktur olahraga, redaktur gaya hidup,
8 serta redaktur keuangan. Sekurang-kurangnya sekali dalam sehari para redaktur berkumpul dalam sidang redaksi, atau disebut pula rapat redaksi. Pada pertemuan tersebut mereka mendiskusikan isu-isu internasional, nasional, regional, hingga isu lokal beserta foto-fotopendukung. Mereka memutuskan berita mana saja yang akan dimuat di koran, serta berita mana yang akan muncul di halaman depan. 2.2 Ekspansi Media Massa Barat di Indonesia
Ada sebuah kondisi yang dialami oleh kebanyakan negara-negara dunia ketiga pasca penjajahan tahun 1960-an, yakni kondisi pencarian identitas dan tatanan budaya yang masih belum terbentuk. Dalam kondisi seperti ini negara-negara dunia ketiga membutuhkan media yang secara massal bisa membantu penyebaran ideologi negara dan penanaman budaya nasional ke masyarakat luas. Hanya permasalahan kemudian timbul, beberapa institusi media massa dibangun seperti halnya televisi, yakni hanya dibangun saja dengan konten yang tidak begitu jelas. Contoh yang menarik yakni TVRI, sebuah Stasiun televisi yang menjadi salah satu proyek mercusuar pemerintah Indonesia dalam rangka menyambut pembukaan Pekan Olah Raga se-Asia IV (Asian Games) di Senayan.
Pada waktu itu tujuannya selain memang sebagai ajang publikasi acara tersebut, terlebih adalah menunjukkan kepada Asia bahwa Indonesia mampu membuat stasiun televisi yang berskala nasional. Namun selepas event tersebut yang terjadi yakni permasalahan keberlangsungan produksi dengan keterbatasan produksi in house (akibat keterbatasan alat dan SDM). Langkah yang dianggap instan yakni dengan mengimpor sejumlah program televisi dari barat (khususnya program-program televisi Amerika). Langkah instan ini, ternyata secara umum dianggap sukses dan mendapatkan respon positif. Program kebanyakan berupa mini seri dan diputar dalam jangka waktu yang cukup lama di Indonesia. Hal ini dilihat dari kronologis masuknya media barat ke Indonesia seperti pada Table 2.1 dibawah ini :
9 Table 2.1 Kronologis masuknya media barat ke Indonesia
Pengalaman ini sama halnya seperti teori cultural imperialism theory. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herb Schiller pada tahun 1973. Dasar dari kemunculan teori ini adalah tulisannya tentang Comunications and Cultural Dominations. Teori imperialisme budaya menyatakan bahwa negara barat mendominasi media diseluruh dunia. Hal ini berarti media barat mendominasi media massa dinegara dunia ketiga. Alasannya media massa barat mempunyai efek yang kuat untuk mempengaruhi media dunia ketiga. Media barat sangat mengesankan bagi dunia ketiga sehingga mereka ingin meniru apapun yang muncul lewat media tersebut.
Dampak selanjutnya, orang-orang dinegara dunia ketiga yang melihat media massa tersebut akan menikmati sajian-sajian yang berasal dari gaya hidup, kepercayaan dan pemikiran. Kemudian tanpa sadar negara dunia ketiga meniru apa yang disajikan media massa. Saat itulah terjadi penghancuran budaya asli negaranya untuk kemudian mengganti dan disesuaikan dengan budaya barat. Kejadian ini bisa dikatakan sebagai imperialism budaya barat.
Salah satu dasar munculnya teori ini adalah bahwa pada dasarnya manusia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan bagaimana mereka berfikir, apa yang diarasakan dan bagaimana mereka hidup. Teori ini menerangkan bahwa ada kebenaran yang diyakininya. Sepanjang negara dunia ketiga terus menerus
10 menyiarkan atau mengisi media massanya dari negara barat, orang-orang dunia ketiga akan selalu percaya apa yang seharusnya mereka kerjakan, pikirkan dan rasakan. Perilaku ini sama persis seperti yang dilakukan orang-orang yang berasal dari kebudayaan barat (Nurudin, 2007: 175-177).
2.3 Kebijakan Redaksi
2.3.1 Definisi Kebijakan Redaksi
Kebijakan redaksi merupakan dasar pertimbangan suatu lembaga media massa untuk memberikan atau menyiarkan suatu berita. Kebijakan redaksi juga merupakan sikap redaksi suatu lembaga media massa terutama media cetak terhadap masalah aktual yang sedang berkembang yang dituangkan dalam bentuk berita (Tebba, 2005). Setiap media dalam memandang suatu peristiwa mempunyai peluang berbeda dalam mengkonstruk berita sehingga boleh jadi satu peristiwa yang sama bisa berbeda dalam penyajiannya. Sesuai dengan sudut pandang bagaimana memandangnya atau sangat mungkin dirasuki oleh ideologi dan kepentingan tertentu, sehingga peristiwa satu bisa dianggap penting oleh media yang satu tetapi tidak bagi yang lain. Media massa itu ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus.
Media massa yang bersifat khusus misalnya media massa ekonomi hanya menyiarkan berita ekonomi dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah ekonomi. Media massa politik yang menyiarkan berita politik dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah politik dan sebagainya. Kemudian jika media massa itu bersifat umum maka ia pada prinsipnya dapat menyiarkan setiap peristiwa yang menarik dan penting. Tetapi peristiwa yang menarik itu banyak makna belum tentu bisa menyiapkan semuanya sehingga harus ditentukan dasar pertimbangannya untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan suatu peristiwa. (Tebba, 2005).
Kebijakan redaksi juga bisa dimaknai sebagai serangkaian pedoman yang menjadi dasar dibidang redaksional sesuai visi dan misi media massa. Kebijakan redaksional disamping berkaitan dengan substansi pemberitaan juga meliputi tujuan mengapa berita tersebut diturunkan. Sebuah berita dalam surat kabar harian merupakan laporan utama di setiap edisinya dalam perspektif ini berita utama tentu
11 mempunyai nilai berita yang paling tinggi diantara sekian berita yang masuk ke meja redaksi.
Kebijakan redaksi yang dibuat oleh sebuah media massa harus sesuai dengan hukum yang berlaku di negara masing-masing dan teori pers yang dianut oleh negara tersebut. Karena para pengusaha yang menguasai media massa harus bertanggung jawab kepada masyarakat itu sebabnya pers di Indonesia terutama sejak pemerintahan orde baru dinyatakan sebagai pers yang bebas dan bertanggung jawab, yaitu pers yang menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang objektif dalam menyalurkan aspirasi rakyat dan meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat. 2.3.2 Urgensi Kebijakan Redaksi
Sikap, posisi dan pandangan suatu media merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi kebijakan redaksi. Namun, untuk mengimbangi kebijakan tersebut, perlu memasukkan nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Hal ini seperti dikatakan Djudjuk Juyoto, “Redaksi juga harus mampu menganalisa yang akan diturunkan, yakni adanya daya timbang dan kebijakan redaksinya. Tentunya untuk merealisir kenyataan semacam itu, dituntut oleh nilai-nilai, norma-norma, dan standar yang harus diberlakukan dalam kehidupan masyarakat. Yakni mampu membangun secara spiritual dan materialnya” (Juyoto, 1985).
Produk jurnalisme (berita) tidak dapat dipisahkan dari kebijakan redaksi yang ada dalam newsroom, termasuk penghayatan nilai-nilai jurnalisme yang dianut oleh redaktur dan jurnalis di lapangan. Kebijakan redaksi adalah pedoman (baik tertulis maupun tidak tertulis), yang menjadi buku suci redaksi dalam mengelola news room(mulai dari menentukan isu liputan, angle liputan, memilih narasumber, penugasan, sampai format tulisan dan sebagainya. Dengan kata lain, kebijakan redaksi(editorial policy) merupakam kaidah bagi setiap langkah operasional pemberitaan.
Kebijakan redaksi (Editorial policy) bisa disebut juga sebagai ketentuan yang disepakati oleh redaksi media massa tentang kriteria berita atau tulisan yang boleh dan tidak boleh dimuat atau disiarkan, juga kata, istilah, atau ungkapan yang tidak boleh dan boleh dipublikasikan, sesuai dengan visi dan misi media. Kebijakan redaksi
12 merupakan dasar pertimbangan suatu lembaga media massa untuk memberitakan atau menyiarkan suatu berita. Kebijakan redaksi juga merupakan sikap redaksi suatu lembaga media massa. Terutama media cetak, terhadap masalah aktual yang sedang berkembang, yang biasanya dituangkan dalam bentuk tajuk rencana.
Kebijakan redaksi itu penting untuk menyikapi suatu peristiwa karena dalam dunia pemberitaan yang penting bukan saja peristiwa, tetapi juga sikap terhadap peristiwa itu sendiri. Kalau suatu media massa tidak memiliki kebijakan redaksi, maka dapat dipastikan beritanya tidak akan konsisten, karena tidak mempunyai pendirian dalam memberitakan suatu peristiwa, ia menjadi keranjang sampah yang memuat apa saja.
Media massa yang beritanya tidak konsisten itu tidak akan mendapatkan kredibilitas yang tinggi di mata khalayak. Padahal besar tidaknya pengaruh suatu media massa tidak semata-mata pada jumlah oplahnya satau banyaknya pendengar atau penonntonya tetapi juga kredibilitasnya (Tebba, 2005). Kebijakan redaksi yang juga sangat penting dalam media massa adalah editorial. Editorial merupakan kebijakan redaksi yang berisi sikap media massa yang ditulis secara terpisah dan berita yang disiarkan oleh media massa yang bersangkutan.
2.3.3 Tugas Redaksi
Redaksi adalah sebuah struktur dan mekanisme yang terdapat di dalam pengelolaan media massa baik itu media online, media elektronik maupun media cetak. Tugas redaksi adalah menentukan apakah suatu kejadian tertentu bisa menjadi nilai berita atau tidak. Redaksi adalah badan atau institusi dari sebuah media massa yang bertanggung jawab dalam penyiaran dan penerbitan berita di lapangan, penyusunan dan pengeditan, hingga penyiaran atau percetakan. Dalam menghasilkan sebuah berita setidaknya ada delapan tahapan yang dilaksanakan oleh redaksi yaitu rapat redaksi, reportase dan penulisan berita, editing dan koreksi, lay out, percetakan, posting, atau penyiaran, evaluasi, sirkulasi dan yang terakhir adalah feedback.
13 2.4 Radio
2.4.1 Pengertian Radio
Radio adalah sebuah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan radiasi elektromagnetik (gelombang elektromagnetik). Gelombang ini melintas dan merambat lewat udara dan bisa juga merambat lewat ruang angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkut (seperti molekul udara) (Romli A. S., 2009).
Bagi Anwar Arifin, Radio ialah alat komunikasi massa yang menyalurkan pernyataan manusia secara terbuka dan disampaikan melalui gelombang yang berbunyi, seperti program-program yang berisikan fakta dan meliputi aspek kehidupan masyarakat (Arifin, 1984). Sedangkan, menurut H. A. Widjaja, radio diartikan sebagai pantulan gelombang suara dari pemancar dan diterima oleh pesawat penerima dirumah, dimobil, dan lain-lain dan dilepas dimana saja. (Widjaja, 2000).
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil garis besar bahwa radio merupakan suatu yang menghasilkan suara kemudian dipancarkan oleh gelombang elektromagnetik melalui air wave (udara). Radio dalam kehidupan sehari-hari digunakan sebagai sarana penyampaian informasi. Suara yang didengar dari pesawat radio merupakan perubahan bentuk energi elektromagnetik dari gelombang radio yang ditangkap oleh pesawat radio, lalu dubah melalui pengeras suara sehingga mendapatkan hasil bunyi yang bisa kita dengar. Suara yang didengar dari pesawat radio dapat berisi tentang hiburan, misalnya musik, humor serta berita dan berbagai informasi yang dapat diterima.
Pengertian radio pertamanya adalah alat/pesawat untuk mengubah gelombang radio menjadi gelombang bunyi/suara. Sedangkan pengertian lain dari radio adalah gelombang radio yang merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik. Radio adalah media elektromagnetik yang termurah, baik pemancar maupun penerimanya. Berarti terdapat ruang untuk lebih banyak stasiun radio dan lebih banyak pesawat penerima dalam sebuah perekonomian nasional.
Radio dibandingkan dengan media lainya adalah biaya yang rendah sama artinya dengan akses kepada pendengar yang lebih besar dan jangkauan lebih luas
14 kepada kaum dengan tingkat ekonomi yang rendah. Itu keuntungan dari radio. Ada keuntungan radio, tapi ada pula dampak negatif dari penggunaan radio. Radio memiliki gelombang yang dapat menimbulkan induksi gelombang elektromagnetik, induksi gelombang elektromagnetik dapat mempengaruhi ion positif dan ion negatif disekeliling pancaran radionya, muatan (ion) positif dan negatif didalam tubuh terjadi keseimbangan apabila tidak mendapatkan pengaruh terutama dari radiasi gelombang elektromagnetik, dan lainnya.
2.4.2 Perkembangan Radio
Pada tahun 1877 Edison menemukan phonograph (gramofon) yang dapat memainkan rekaman, hal tersebut merupakan awal mula perkembangan. Di saat yang bersamaan eksperimen elektromagnetik dilakukan oleh James Clerk Maxwell dan Helmholtz Hertz untuk mempelajari fenomena gelombang radio dan menyimpullan bahwa gelombang radio merambat dalam bentuk bulatan, sama seperti ketika kita menjatuhkan sesuatu pada air yang tenang (Mufid, 2005).
Awal mula sinyal yang dihasil dari siaran radio yaitu melalui gelombang data dengan berkelanjutan, baik dengan modulasi amplitudo atau AM, maupun m odulasi frekuensi atau fM. Cara mengirim sinyal seperti ini dinamakan dengan analogc. Seiring berjalannya waktu perkembangan teknologi semakin modern, ditemukanlah internet, kemudian sinyal digital yang mampu mengubah cara penyaluran sinyal radio.
Seorang ahli fisika Jerman memulai sejarah penyiaran dunia pada tahun 1887, ialah Heinrich Hertz yang telah berhasi menerima dah mengirim gelombang radio. Upaya yang dilakukan dilanjutkan oleh Guglielmo Marconi dari Italia yang berhasil dalam mengirimkan sinyal lorse seperti titik dan garis dari sebuah pemancar kepada suatu alat penerima. Merekapun menyebrangi Samudra Atlantik tahun 1901 dengan memakai gelombang elektromagnetik pada saat Marconi berhasil mengirimkan sinyal tersebut (Morissan, 2019).
Lee De Forest yang merupakan seorang promoter membuat alat untuk megirimkan saluran suara digunakan untuk mengirimkan pesan ke udara pada tahun 1906. Di Tahun yang samapun ada menyiarkan acara di radionya untuk pertama
15 kalinya sosok ia adalah Reginald Fessenden. Ia juga memutarkan beberapa lagu natal dengan menggunakan sistem nirkabel di laut lepas(Vivian, 2008).
Pada saat itu Frank Conrad tahun 1920 hanya secara tidak sengaha menyiarkan lagu-lagu, mengumumkan hasil pertandingan olahraga dan menyiarkan instrumen musik yang dimainkan putranya sendiri melalui pemancar radio di garasi rumahnya. Distulah pertama kali stasiun radio mulai ditemukan (Morissan, 2019).
Menyusul keberhasilan Frank Conrad, stasiun radio lainnya bermunculan dan mulai menyiarkan program iformasi dan hiburan yang diproduksi sendiri. Namun, karena alasan anggaran untuk biaya produksi yang besar maka kondisi ini menimbulkan gagasan untuk mengadakan sistem jaringan. Perusahaan penyiaran National Broadcasting Company (NBC) adalah yang pertama kali membangun sistem jaringan pada tahun 1926. Setelah kemunculan sistem jaringan, pada tahun 1930-an Edwin Howad Armstrong berhasil menemukan radio yang menggunakan Frekuensi Modulasi (FM). Radio Armstrong berbeda dengan radio kebanyakan yang masih menggunakan frekuensi AM (Morissan, 2019).
Keunggulan radio FM memiliki kualitas suara yang lebih bagus, jernih, dan bebas dari gangguan siaran(static). Namun karena perang dunia II, pengembangan radio FM mulai tersendat. Kalangan industri lebih memilih untuk mengembangkan telivisi. Radio FM baru muncul dimasyarakat pada awal 1960-an, pemutaran musiknya pun terbatas pada musik rock, karena dirasa sesuai dengan frekuensi FM. Peran radio mulai menurun dengan munculnya televisi. Namun, salah satu radio di AS bereksperimen dengan mengamati penjualan album rekaman yang banyak dibeli orang. Berkatusahanya itu akhirnya pendengar sangat menyukai lagu-lagu yang disiarkan dan lahirlah format siaran radio pertama, yaitu Top 40. Keberhasilan itu kemudian melahirkan berbagai format siaran lainnya yang ternyata juga sukses (Morissan, 2019).
Dasar dari teori perambatan gelombang elektromagnetik pertama di jelaskan pada tahun 1873 oleh James Clecrk Maxell. Dalam papernya di Royal Society mengenai teori donamika mean elektromagnetik, hasil dari penelitian yang dikerjakan antara 1861 dan 1865. Untuk pertama kalinya, Heinrich Rrudolf Hertz telah
16 membuktikan teori Maxwell yaitu antara 1886 dan 1888, dengan melakukan eksperimen. Dia berhasil membuktikan bahwa radiasi gelombang radio memiliki sifat-sifat gelombang dan sekarang disebut dngan gelombang Hertzian. Dia juga menemukan bahwa persamaan elektromagnetik dapat dirumuskan kedalam persamaan gelombang. Hingga saat ini radio masih mempunyai tempat dihati pendengarnya, didukung dengan beragam masing-masing program yang dimiliki sebuah stasiun kecepatan dalam menyajikan berita ataupun informaasi yang masih diakui hingga sekarang (Morissan, 2019).
2.4.3 Perkembangan Radio di Indonesia
Dikutip dari PRSSNI, Sejarah serta radio di Indonesia dimulai pada tanggal 16 Juli 1925. Perjalanan radio di Indonesia pun tidak hanya melulu terkait dengan Radio Republik Indonesia. Semakin pesat perkembangan internet semakin besar pula efek yag ditimbulkan pada bidang penyiaran. Radio di Indonesia tidak luput dari sejarah perkembangan radio swasta nasional yang juga berperan besar dalam menemani perjalanan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga kini.
Tanggal 14 Agustus 1945 adalah hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia karena pada tanggal tersebut Jepang menyerah tanpa syarat kepada tentara Sekutu. Momentum ini tidak disia-siakan oleh para pemuda masa itu yang menculik dan memaksa Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Di sini, radio siaran memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarluaskan isi Teks Proklamasi kepada seluruh rakyat Indonesia dan dunia.
Kemudian, pada tanggal 10 September 1945 para pimpinan radio yang ada di seantero Jawa mengadakan pertemuan di Jakarta guna membahas organisasi radio. Sehari kemudian, tepatnya tanggal 11 September 1945, para pimpinan radio sepakat untuk mendirikan sebuah organisasi radio dan dijadikan sebagai Hari Radio Republik Indonesia. Pada tanggal 12 – 13 Januari 1946 diselenggarakan Konferensi Radio di Surakarta yang dilatarbelakangi oleh situasi Negara khususnya ibukota Jakarta yang
17 tidak memungkinkan untuk menjalankan roda pemerintahan. Konferensi Radio yang dihadiri oleh perwakilan 8 (delapan) studio RRI menghasilkan keputusan bahwa Radio Republik Indonesia berstatus sebagai Jawatan Pemerintah dan berada dibawah Kementerian Penerangan serta diharuskan untuk menjalankan politik Pemerintah.
Pada masa Orde Lama, radio siaran diselenggarakan sepenuhnya oleh Pemerintah yakni Radio Republik Indonesia atau RRI. Pada masa awal Orde Baru, radio siaran swasta mulai tumbuh di Indonesia yang keberadaannya mengikuti berbagai ketentuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Adapun payung hukum bagi keberadaan radio siaran swasta nasional Indonesia mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1970 tentang Radio Siaran Non Pemerintah. Dikutip dari laman radio PRSSNI disebutkan bahwa dalam PP tersebut diatur mengenai fungsi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab radio siaran, syarat penyelenggaraan, perizinan, dan pengawasannya.
Tanggal 16 – 17 Desember 1974, diselenggarakan Kongres Pertama Radio Siaran Swasta se- Indonesia di Jakarta yang dihadiri oleh perwakilan dari 173 radio siaran swasta dari 34 kota di 12 provinsi yang ada di Indonesia. Kongres tersebut menghasilkan keputusan dibentuknya sebuah organisasi bagi radio siaran swasta di Indonesia yang dinamakan Persatuan Radio Siaran Swasta Niaga Indonesia atau PRSSNI. Kemudian pada tahun 1983 diselenggarakan Munas ke IV PRSSNI di Bandung dan menghasilkan keputusan penggantian istilah “Niaga” dengan “Nasional”. Sehingga PRSSNI menjadi Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia.
Radio siaran swasta hanya berperan sebagai media hiburan yakni dengan memutar lagu-lagu, sandiwara radio, dan lain-lain. Pada masa reformasi, radio juga tidak luput dari pergeseran peran. Jika pada awalnya radio hanya berkutat sebagai media hiburan maka seiring dengan dibukanya keran kebebasan pers dan kebebasan berekspresi peran radio mulai bergeser tidak hanya sebagai media hiburan melainkan juga sebagai media informasi.
18 2.4.4 Bahasa untuk Siaran Radio Broadcasting Languange
Bahasa adalah lambang komunikasi (symbol of communication) yang digunakan radio untuk menyampaikan sebuah berita. Karena media radio adalah media bunyi, maka bahasa yang digunakan dalam siaran radio adalah bahasa lisan atau bahasa yang menggunakan ragam tutur. Ini berarti juga bahasa untuk berita radio adalah bahasa tutur, bahasa yang diucapkan, atau bahasa yang menggunakan ragam lisan, bahasa untuk di dengar (Oramahi, 2012).
Perkembangan bahasa Indonesia sebagai lingua (bahasa persatuan) bagi bangsa Indonesia sudah dicetuskan jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, yaitu pada ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Sejak itu, Bahasa Indonesia terus berkembang seiring berkembangnya kehidupan sosial dan budaya yang senantiasa diimbuhi kemajuan ilmu dan tekhnologi. Sebagai bahasa yang berakar pada Bahasa Melayu, Bahasa Indonesia kini telah diperkaya beragam masukan dari unsur-unsur bahasa daerah dan bahasa asing.
Bahasa Indonesia untuk Siaran Radio juga berangkat dari ketentuan dasar bahwa berita radio memiliki ciri khusus singkat, padat, dan jelas, maka bahasa Indonesia yang digunakan dalam menyusun berita radio juga harus tetap diselaraskan dengan ketentuan ini. Namun harus ingat, menyusun sebuah berita yang singkat, padat, jelas bukanlah merupakan suatu pekerjaan mudah. Dengan tetap berpegang pada kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, seorang redaktur, wartawan, dan penyiar senantiasa dituntut untuk menggabungkan kedua tuntutan ini pada saat menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya.
2.5 Berita Sebagai Sumber Informasi dalam Radio 2.5.1 Berita
Berita adalah suatu informasi baru yang mengandung makna penting, memiliki pengaruh terhadap siapapun yang mendengar atau membacanya, dan menarik bagi si pendengar (radio), pemirsa (televisi), dan pembaca (media cetak. Jadi, unsur baru harus dipenuhi karena merupakan prasyarat pokok. Bagi radio,televisi,dan surat kabar, berita adalah sesuatu yang terjadi sekarang dan yang
19 akan segera terjadi. Signifikan adalah aspek berita yang paling utama. Berita adalah sesuatu yang memiliki arti penting bagi audiens (Oramahi, 2012).
Berita adalah sesuatu yang terjadi sekarang, belum pernah didengar atau dibaca orang, dan sesuatu yang akan (segera) terjadi. Berita dapat berupa peristiwa, bisa juga berupa gagasan idea pendapat yang sudah diucapkan. Kadang dikatakan bahwa niat yang akan dilakukan seseorang tidak bisa jadi berita, karena niat adalah sesuatu yang belum terucap atau tertulis. Kendati demikian, niat bisa menjadi berita besar, manakala sudah diucapkan, dan karena itu laik diberitakan.
Berita yang banyak diminati pendengar radio adalah berita yang menyangkut kepentingan mereka atau yang berdampak langsung kepada mereka. Oleh karena itu, seorang redaktur berita radio yang akan menyiarkan kembali sebuah berita luar negeri kepada pendengar lokal, seyogianya memberikan cita rasa lokal (local flavour) terhadap berita tersebut agar lebih menarik untuk didengar (Oramahi, 2012).
2.5.2 Karakteristik Radio
Radio merupakan media auditif yang murah dan dapat dinikmati siapa saja. Walaupun hanya dapat dinikmati secara auditif, radio memiliki kelebihan, yakni kemampuan menciptakan imajinasi audiens. Radio menimbulkan stimuli dengan beragam suara, dan berupaya memvisualisasikan suara penyiar melalui telinga pendengarnya. Dengan mempertimbangkan karakteristik ini, berita radio pun memiliki kekhususannya sendiri (Riswandi, 2009).
Sedangkan karakteristik berita radio yang berisi keterangan secara global dapat mendekati kebenaran dari aspek emosionalitas melalui usaha penyederhanaan fakta-fakta yang terinci. Riswandi juga mencatat beberapa karakterisitik berita radio, seperti:
1. Segera dan cepat 2. Aktual dan factual
3. Penting bagi masyarakat luas
4. Relevan dan berdampak luas
20
6. Personal
7. Selintas
8. Fokus dan detil
9. Imajinasi
10. Fleksibel
Karakteristik berita radio di atas tidak bisa hanya dipenuhi beberapa poin saja karena kesemuanya saling melengkapi satu dengan lainnya dan membentuk sebuah berita radio yang handal. Beberapa bentuk berita radio pun memengaruhi cara penyajian dan penyiarannya. Adapun beberapa bentuk berita radio seperti Writing News, Adlibs dan juga Spot News (Riswandi, 2009).
2.5.3 Sumber Berita
Berita tidak berlangsung di dalam ruang redaksi, atau selama jam kerja. Jutaan bahkan ratusan juta kata mengalir masuk ke ruang redaksi dari berbagai penjuru setiap harinya dan berasal dari beragam sumber diantaranya: Sumber Utama dan Sumber Tetap lainnya. Sumber utama dibagi menjadi 2 yaitu pertama ada Reporter, para reporter harus keluar mencari berita di mana saja dan kapan saja. Yang kedua ada Kantor Berita, dewasa ini hanya ada satu kantor berita nasional, yakni LKBN Antara. Selanjtnya ada Perwakilan kantor berita asing. Sedangkan Sumber tetap lainnya meliputi : Penerbitan, Jumpa pers, Pemantauan, Kontak pribadi (Oramahi, 2012).
2.5.4 Menyunting Naskah Berita
Menyunting naskah adalah proses dalam menyeleksi berita, memperbaiki penulisan laporan dan naskah dari kantor berita, dan menyusun urutan berita. Membaca terlebih dahulu secara keseluruhan naskah yang akan disunting merupakan syarat mutlak sebelum mulai menyunting. Tanggung jawabnya mulai saat itu. Apakah dia mau memutakhirkan (update) atau membuat koreksi atas apa yang telah dibuat redaktur sebelumnya, jika memang diinginkan, maka hal ini adalah tanggung jawabnya (Oramahi, 2012).
21 Dalam hal voice report, seorang penyunting berita harus mendengar rekamannya dulu, dan membuat lead-in bagi voice report tersebut, bila cocok. Dia juga yang menentukan tentan perlu tidaknya sisipan audip dalam buletin berita tersebut. 2) Naskah dari Kantor Berita
Sumber berita lainnya adalah Kantor Berita (New Agency), baik nasional mapun internasional. Kebanyakan diantaranya dibuat untuk konsumsi media cetak. Karena media cetak merupakan pasar utama mereka, bukan untuk konsumsi media elektronik (radio atau televisi). Oleh karena itu, naskah dari Kantor Berita perlu ditulis ulang (re-write) agar dapat diubah sebagi naskah berita radio. 2.5.5 Jenis dan Bentuk Berita Radio
Ada tiga jenis berita dalam buku (Oramahi, 2012) yang dapat digunakan dalam penulisan naskah berita radio yaitu :
1) Berita Langsung (straight news)
Berita yang penting dan harus segera disampaikan kepada khalayak luas. Materinya berupa laporan langsung wartawan sesuai dengan apa yang dia saksikan.
2) Berita Ringan (soft news)
Berita yang menampilkan sesuatu yang menarik, penting dan bersifat informatif.
3) Berita Kisah (feature)
Berita yang berkaitan dengan kejadian yang dapat menggugah perasaan dan menambah pengetahuan bagi khalayak. Berikut ini enam bentuk berita dalam radio meliputi:
1. Berita tulis (Writing news),yaitu berita pendek yang bersumber dari media lain atau ditulis ulang
2. Berita bersisipan (News with insert),yaitu berita yang dilengkapi atau di mix dengan sisipan suara narasumber.
22 3. News feature, yaitu berita atau laporan jurnalis panjang yang lebih bersifat human interest.
4.Phone in news, berita yang disajikan melalui laporan langsung reporter menggunakan alat bantu telefon.
2.6 Fokus Penelitian
Untuk membatasi sebuah penelitian agar tidak melebar maka dibutuhkan sebuah fokus dalam penelitian ini. Fokus dalam penelitian berfungsi untuk membatasi studi bagi seorang peneliti dan menentukan sasaran penelitian sehingga dapat mengklasifikasikan data yang akan dikumpulkan, diolah dan dianalisis dalam suatu penelitian (Moleong, 2002).
Fokus penelitian menjelaskan apa yang peniliti maksud terkait dengan apa yang mau diteliti. adapun yang dimaksud dengan kebijakan redaksi radio lokal dalam program siaran kerja sama dengan kantor berita internasional ini bermaksud untuk mengetahui kerja sama yang dilakukan oleh tim redaksi radio elfara dengan kantor berita internasional VOA.