• Tidak ada hasil yang ditemukan

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1997

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1997"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1997

PENGARUH PEMBERIAN FSH PADA HARI KE-1 SIKLUS BERAHI,

FLUSHING PADA WAKTU BERAHI TERHADAP RESPON SAPI PERAH

YANG KEMUDIAN MENDAPAT PERLAKUAN SUPEROVULASI

P . SITUMORANG, A .Lums, E. TRrwuLAmNosni, 1.GEDEPeru, danK. DrwyANTo

Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN

Sebanyak 16 ekor sapi yang sedang laktasi dengan berat badan 350-450 kg digunakan untuk meliliat pengamh pemberian FSH pads hari ke-1 siklus berahi, flushing uterus pada saat berahi sebelum superovulasi terhadap kuantitas dan kualitas embrio. Pada kegiatan pertama perlakuan FSH diberikan dengan menyimtikkan 7 mg FSH secara intra muskular (IM) satu hari setelah berahi sedang pada kegiatan kedua flushing dilak tkan pada waktu puncak berahi dimana masing masing tanduk uterus di flushing dengan menggunakan 500 ml larutan Dubelco Phosphat Buffer Saline (DBPS) . Untuk tujuan superovulasi 36 mg FSH disuntikkan 2 x sehari dengan interval 12 jam selama 4 hari dengan dosis inenurun (6,6; 5,5; 4,4 dan 3,3 mg). Estrumate sebanyak 2ml diberikan pada hari ke-3 (penynuntikan ke-5 FSH) dan selunih sapi di inseminasi buatan (IB) pada waktu estrus dan diulang keinbali 12 dan 24 jam kelmidian. Penampungan embrio dilakukan pada hari ke-7 dari siklus berahi dengan metode tanpa penibedalian (unsurgically methods) .

Respon sapi terhadap superovulasi sangat bervariasi di antara individu dimana total embrio (TE) didapat berkisar antara 0-19 sedang total embrio yang dapat ditransfer (TEB) berkisar antara 0-13 . Dari total 16 ekor sapi penelitian total sapi yang memberikan respon positif meningkat dari I1 ekor untuk grup kontrol menjadi 13 dan 14 ekor untuk masing-masing perlakuan FSH dan flushing. Rataan TE, TEB dan persentase keberhasilan menampung embrio dari corpus luteum yang terpalpasi (%RE) nyata lebili tinggi (P<0,05) pads perlakuan FSH dibanding kontrol (6,5 ; 5,1 dan 64,8 vs 4,9 ; 4 .1 dan 48,6 ) . Rataan diameter ovarium dan total CL (TCL) tidak berbeda nyata antara perlakuan FSH dan kontrol ( 5,8 dan 9,1 vs 5,7 dan 8,7).

Perlakuan flushing secara nyata meningkatkan kuantitas dan kualitas embrio yang tertampung setelah superovulasi. Rataan diameter ovari ; TCL, TE ; TEB dan %RE nyata lebih tinggi (P<0,05) pada perlakuan flushing dibanding grup kontrol 6,9; 8,0; 6,6 ; 5,4 dan 77,0 vs 5,3 ; 7,0-.5,0, 4,0 dan 55,5) .

Ovarium kanan lebih aktifdibanding ovarium kiri diniana rataan diameter ovarium; TCL, TE dan TEE nyata lebih tinggi pads ovarium kanan dibanding ovarium kiri (6,3 ; 5,0; 3,5 dan 2,9 vs 5,4-,3.,9; 2,2 dan 1,7). Kemampuan untuk mendapatkan enibrio dari kedua ovarium tidak berbeda nyata dimana %RE adalah 54,3 dan 60,0 untuk masing masing ovarium kiri dan kanan.

Kata kunci : FSH,flushing, superovulasi, embrio

PENDAHULUAN

Salah satu faktor pengltambat yang utania dalain pengembangan transfer embrio (TE) pada ternak sapi adalah respon donor terhadap superovRtlasi sangat bervariasi sehingga pengetahuan

(2)

akan teknologi superovulasi harus merupakan prioritas utama untuk ditingkatkan (GORDON, 1982, SEIDELdan SEIDEL, 1982). Untuk tujuan superovulasi pemberian hormon gonadotrophin seperti

misalnva FSH dan PMSG sudah banyak dilaporkan. Pemberian hormon dilakukan pada pase luteal (hari 8-12 dari siklus berahi), dimana penyuntikan pertama dimulai pada hari ke-10 dari siklus berahi (ELSDENet al., 1974;SEIDELet al., .1975;NELSONet al., 1976). Prostaglandin diberikan hari

ke-3 setelah pemberian PMSG atau FSH. Hormon FSH dilaporkan memberikan hasil yang lebih baik dibanding PMSG (SITUMORANG et al., 1994a; PUTRO, 1995) dan pemberian FSH selama 4

hari tidak berbeda nyata dengan pemberian selama 3 hari(SITUMORANGet al., 1994b). Pemberian

tunggal FSH yang telah lebih dahulu dilarutkan pada polyvinylpyrrolidon (PVP) secara sub cutan (SC) memberikan hasil yang lebih baik dibanding pemberian 8 x pada intramuscular(TAPPA et al.,

1997).

Folikel dominan yang didapat pada hari ke-10 siklus berahi dapat mempengaruh respon donor terhadap perlakuan superovulasi (SAVIO et al., 1989). Untuk menghindarkan efek negatif

dari folikel dominan, superovulasi dapat dilakukan pada siklus berahi yang lebih awal (GOULDING

et al., 1990) akan tetapi hasil yang didapat lebih rendah dibanding pemberian hormon pada hari ke-l0 siklus berahi . Faktor lain yang mempengaruhi respon donor terhadap pemberian hormon gonadotrophin adalah kondisi dari saluran reproduksi . ELDSEN et al. (1979) melaporkan bahwa

ternak-ternak yang saluran reprodidcsinya diduga terinfeksi atau mestritis dapat disuperovulasi setelah lebih dahulu di flushing dan diberi pengobatan. Oleh karena itu pemberian hormon gonadotrophin pada hari ke-1 dari siklus berahi dan manipulasi saluran reproduksi melalui flushing uterus pada saat berahi sebagai upaya meningkatkan respon donor terhadap perlakuan superovulasi perlu ditetiti.

Penelitian telah dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi untuk melihat pengaruh pemberian FSH danflushing sebelun superovulasi terhadap jumlah embrio yang tertampung. Ternak percobaan

SeminarNaslonal Peiernakan dan Veienner 1997

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Enam belas (16) ekor sapi perah FH yang sedang laktasi dan tidak bunting dengan berat badan berkisar 350-450 kg digunakan pada penelitian ini . Sapi-sapi dikandangkan secara individu dan pakan konsentrat sebanyak 7 kg/ekor/hari dan pakan hijauan rumput gajah dan minuman diberikan secara ad libitunt . Palpasi rektal dilakukan untuk mengetahui kondisi reproduksi dan 2 ml estrumate disuntikkan intra muskular (IM) untuk menyerempakkan berahi sebelum pemberian hormon gonadotrophin untldc tujuan superovulasi .

Superovulasi

Dilakukan dengan menggunakan hormon FSH (antrin, Denka Pharmaceutical Co., Tokyo Japan) dengan dosis 36 mg. Penyuntikan hormon dimulai pada hari ke-10 dari siklus berahi. Pemberian FSH dilakukan dengan dosis menurun dengan penyuntikan 2x sehari dengan interval 12 jam selama 4 hari penyuntikan (6-6; 5-5 ; 4-4; dan 3-3 mg). Estrumate sebanyak 2 ml diberikan pada hari ketiga atau penyuntikan FSH ke-5 untuk menyerempakkan berahi. Keadaan berahi sapi kemudian secara intensif dideteksi dan donor yang menunjukkan gejala berahi diinseminasi buatan (IB) pada waktu puncak berahi dan diulangi kembali setelah 12 dan 24 jam kemudian dengan menggunakan semen beku dari bangsa pejantan yang sama.

(3)

Penyuntikan tunggal FSH

Pada hari ke-1 dari siklus berahi, 8 ekor mendapat perlakuan penyuntikan 7 mg FSH (Grup Perlakuan) sedang yang sisa 8 ekor dipergunakan sebagai kontrol (Grup kontrol). Hal yang lama diulang setelah empat (4) bulan kemudian dimana 8 ekor dari grup perlakuan menjadi grup kontrol sedang sebaliknya 8 ekor grup kontrol diberi 7 mg FSH sehingga total 16 ekor akan mendapatkan masing masing perlakuan.

Perlakuan flushing

Pada kegiatan kedua 8 ekor sapi di

flushing

dengan menggunakan folley katheter dimana setiap tanduk uteri dibilas dengan masing masing 500 ml Dubelco Phosphat Buffer Saline (DPBS) yang mengandung 0,04% BSA dan sisa yang 8 ekor dipergunakan sebagai kontrol (Grup kontrol). Empat (4) bulan kemudian ke-16 ekor sapi yang sama disuperovulasi kembali dimana sapi sapi grup perlakuan menjadi grup kontrol sedang sebaliknya grup kontrol meniadi grup perlakuan. Penampungan embrio (Collecting)

Embrio ditampung pads hari ke-7 dari siklus berahi dengan menggunakan metode tanpa pembedahan (unsurgically methods). Pada hari penampungan sapi dipuasakan dan palpasi rektal oleh 2 orang untuk mengevaluasi kondisi ovari dan diameter dan jumlah CL dicatat. Pembilasan dilakukan pada setiap tanduk uterus secara terpisah dengan menggunakan masing-masing 500 ml DPBS yang mengandung 0,04%% BSA. Embrio yang tertampung kemudian dievaluasi dengan

menggumakan nukroskop. Rancangan penelitian

Seminar Nasional Peternakan don Yeteriner 1997

Rancangan penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan masing masing 2 perlakuan (Kontrol vs Pemberian FSH ); (Kontrol

vs Flushing)

dengan ulangan 16 ekor. Data yang dikumpulkan adalah diameter ovarium (cm), jumlah CL (TCL), jumlah ova dan embrio (TEB), jumlah embrio yang dapat ditransfer (TEB) dan persentase penampungan yaitu perbandingan embrio dan ova yang tertampung dari jumlah CL yang terpalpasi (°/eRE).

HASIL

Sebagian besar sapi memberikan respon yang positif terhadap perlakuan superovulasi dimana embrio berhasil ditampung dari 11 sapi untuk ternak kontrol dan meningkat menjadi 13 ekor setelah penyuntikan 7 mg FSH pads hari ke-1 siklus berahi (label 1). Respon individu sapi sangat bervariasi terhadap perlakuan superovulasi dimana TE didapat berkisar antara 0-19 dan TEB antara 0-13 . Rataan TE dan TEB adalah masing masing 5,7 dan 4,6 . Pengaruh Ekan tunggal FSH terhadap rataan diameter ovarium, TCL, TE, TEB dan % RE terlihat 1 2. Walaupun rataan diameter ovarium dan TCL tidak nyata berbeda secara statistik tfetapi rataan TE, TEB dan %RE nyata lebih tinggi (P<0,05) pads perlakuan FSH (6,5; 5,1 'h 64,8) dibanding ternak kontrol (4,9; 4,1 dan 49,6). Secara keseltuuhan TEB yang didapat akan meningkat dengan makin tingginya TE akan tetapi didapat tendensi jumlah embrio yang tidak terbuahi atau embrio dengan kualitas tidak baik akan meningkat pula, sehingga persentase TEB vaitu TEB/TE yang diltasilkan makin menurun (label 1). Pengaruhi

flushing

sebelum perlakuan superovulasi terliliat pads Tabel 3 . Seperti halnya pemberian FSH perlakuan

flushing

dapat meningkatkan respns sapi perah terhadap superovulasi dimana jumlah sapi yang menghasilkan embrio

(4)

TE :Ova + Embrio TEB : Total embrio vang dapat ditransfer %TEB : TEB/TE R100oio

Seminar Nasional Peternakan don Petermer 1997

meningkat dari 11 untiik gnip kontrol menjadi 14 wittik grup perlakuan. Didapat tendensi bahwa keberadaan sel teltir pada mediaflushing yang didapat sebelum superovulasi merupakan indikasi yang baik untuk keberhasilan menampung entbrio yang tinggi setelah perlakuan superovulasi. Rataan diameter ovarimn; TCL; TE TEB clan %RE nyata secara statistik lebih tinggi (P<0,05) pada grup perlakuan dibanding grup kontrol .

Tabel 1. Respon sapi terhadap perlakuan superovulasi dengan menggutrtkan hormon FSH

Tabel 2. Pengaruli penylintikan FSH sebelum superovulasi terhadap rataan diameter ovari (cm), total corpus luteuni (TCL), embrio (TE) clan embrio yang dapat ditransfer (TEB)

~,

Perbedaan hurufpads satu laiur menuniukkan nyata berbeda secara statistic: pada tingkat P<0,05 No.Sapi

TE KontrolTEB %TEB TE 7 mg FSHTEB %TEB

369 10 8 80 19 13 68 371 0 0 6 5 83 370 0 0 - 4 4 100 368 5 5 100 5 5 100 365 0 0 - 0 0 -233 11 8 73 13 10 77 366 7 6 86 7 6 86 361 13 9 69 15 11 61 374 2 2 100 3 3 100 367 0 0 - 0 0 -375 8 6 75 8 6 75 372 0 c) - 0 0 -362 4 4 100 8 6 75 373 8 7 88 2 2 100 399 . 6 6 100 6 5 83 392 4 4 100 5 5 100 Perlakuan 0 FSH (FSH)7mg FSH Jumlah sapi 16 16

Jumlah sapi yang respons 11 13

Diameter ovari (cm), Rataan 5,5 5,9

Kisaran 3-10 3-12

TCL Rataan 8,7 9,1

Kisaran 2-14 2-16

TE Rataan 4,9a 6,5b

Kisaran 0-13 0-19

TEB Rataan 4,1a 5, lb

Kisaran 0-9 0-13

(5)

Ovarium kanan cenderung lebih aktif dibanding ovarium kiri dimana rataan diameter, TCL, TE dan TEB nyata lebih rendah secara statistik (P<0,05) pads ovarium kiri dibanding ovarium kanan (5,4 ; 3,9; 2,2 dan 1,7 vs 6,2; 5,0; 3,5 dan 2,9). Walaupun %RE didapat lebih tinggi pada ovari kanan dibanding ovari kiri (60,0 vs 54,3) akan tetapi perbedaan ini tidak nyata secara statistik.

Tabel 3. Pengaruh flushing sebelum superovulasi terhadap diameter ovari . (cm), total corpus luteum (TCL), embrio (TE) dan embrio yang dapat ditransfer (TEB)

Perbedaan hunifpada satu lajur menunjukkan nyata berbeda secara statistik pada tingkat P<0,05 Tabel 4. Respon ovari sebelah kiri dan kanan lerhadap perlakuan superovulasi

Seminar Nasional Peternakan don Peteriner 1997

PEMBAHASAN

Perbedaan hundpada satu lajur menunjukkan nyata berbeda secara statistic pada tingkat P<0,05

Rendahnva rataan TE dan TEB pads penelitian ini dibanding hasil yang dilaporkan oleh penebti terdahulu (BOLANDdanROCHE, 1991 ; PUTRO, 1995 dan TAPPA et al., 1997) adalah akibat respon

Perlakuan

Kontrol Flushing

Jumlah sapi 16 16

Jumlah sapi yang respons 11 14

Diameter ovari (cm) Rataan 5,3 6,3

Kisaran 3-10 3-11 TCL Rataan 7,0 8,0 Kisaran 2-16a 2-14b TE Rataan 5,0 6,6 Kisaran 0-16a 0-19b TEB Rataan 4,0 5,4 Kisaran 0-11 0-13b °/oRE 55,5a 77,0 Jumlah pengantatan Ovari Kiri 32 Kanan 32

Diameter (cm) Rataan 5,4a 6,3b

Kisaran 3-8 3-10

TCL Rataan 3,4a 5.Ob

Kisaran 0-9 0-9

TE Rataan 2,2a 3,5b

Kisaran 0-8 0-13

TEB Rataan 1,7a 2,9b

Kisaran 0-5 0-9

(6)

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1997

yang sangat bervariasi antara individu sapi dan perbedaan dalam dosis gonadotrophin yang diberikan. Hal ini membuktikan perlunya seleksi ternak .yang akan disuperovulasi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. SEIDEL (1982)melaporkan bahwa dari banyak penelitian yang dilakukan, jumlah embrio yang dapat ditransfer normalnya berkisar antara 5-7 akan tetapi banyak juga donor yang tidak menghasilkan embrio. Rendahnya %RE pada penelitian ini juga menunjukkan kemungkinan terlalu tingginya dosis FSH yang mengakibatkan stimulasi yang berlebih. Konsep ini didukung laporan Mc GowAN et al. (1985) yang membuktikan bahwa overstimulasi akan menghasilkan embrio dengan kulalitas tidak baik. Hal ini terbukti pula pada penelitian ini dimana makin tinggi jumlah embrio yang dihasilkan maka makin rendah persentase embrio) yang dapat ditransfer yang berarti makin tinggi jumlah embrio dengan kualitas jelek (label 1).

Hasil pengaruh pemberian FSH pada hari ke-1 siklus berahi terhadap kualitas dan kuantitas embrio pada penelitian ini sesuai dengan yang didapat oleh Moots et al. (1994) yang melaporkan pemberian hormon genadotrophin dapat mencegah preantral folikel dari -proses artresia. Lebih lanjut dilaporkan oleh SUZUKIet al. (1993),bahwapenyuntikan tunggal FSH dapat meningkatkan jumlah embrio yang tertampung. Hasil yang berbeda dilaporkan pada ternak domba dimana pemberian 1200 lU PMSG pads hail ke-2-3 dari siklus berahi menghasilkan pembentukan cyste folikel atau folikel yang berbentuk seperti "luteinized follicles". Hasil yang dilaporkanBOLANDdan ROCHE (1991) pada ternak sapi dara menunjukkan penyuntikan tunggal FSH pada hari ke-1 dari siklus berahi mungkin dapat meningkatkan artresi setelah 2 hari penyuntikan akan tetapi jumlah folikel yang berdiameter sedang bertambah sangat nyata pada3,5 dan 7 hari setelah penyuntikan. Dengan demikian mekanisme pengaruh positif pemberian FSH pada hari ke-1 siklus berahi sebelum perlakuan superovulasi mungkin adalah melalui pencegahan terbentuknya folikel dominan yang menurut banyak bukti dapat mempengaruhi kualitas pertumbuhan folikel yang lain. Rataan TCL yang tidak nyata berbeda antara grup kontrol dan perlakuan FSH pada penelitian ini menunjukkan dukungan pada konsep tersebut dimana pemberian FSH bukan semata-mata mencegah terjadinya artresi dari folikel akan tetapi meningkatkan kualitas folikel tersebut.

Hasil pengaruliflushing sebelum perlakuan superovWasi sesuai dengan hasil yang dilaporkan bleh SUZUKI et al. (1993) pada ternak sapi potong dimana perlakuan flushing dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas embrio yang didapat pada prosedur superovulasi. Walaupun mekanisme pengaruh flushing terhadap kualitas dan kuantitas embrio belum jelas akan tetapi dapat diduga bahwa pembilasan uteri dengan media penampungan dapat membersilikan kotoran-kotoran yang ada pada uterus sehingga uterus lebih siap terhadap embrio yang terovulasi.

Ovarium kanan yang lebih aktif dibanding ovarium kiri adalah konsekuensi bentuk anatomis rumen dimana telah terbukti nunen menghalangi aliran dash ke ovarium kiri sehingga perkembangan ovarium kanan lebili baik dibanding ovarium kiri. Akan tetapi kedua ovarium dapat memberikan respon terhadap superovulasi . Perbedaan yang tidak nyata pada %RE menunjukkan bahwa tidak ada kesulitan untuk menampung embrio dari tanduk uterus sebelah kiri.

Tingkat ovulasi dari sapi perah yang sedang laktasi dapat ditingkatkan dengan pemberian 36 mg FSH akan tetapi respon dari setiap. individu masih bervariasi sangat tinggi. Pemberian FSH pada hari ke-1 dari siklus berahi dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas embrio yang tertampung akan tetapi perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat apakah penganih pemberian FSH

(7)

Seminar Nasional Pelernakan dan Velerlner 1997

terjadi melalui pencegahan terjadinya artresi atau melalui pencegahan terbentuknva folikel dominan dengan penggtlnaan teknik ultrasoitografi . Perlu juga diteliti interaksi dosis FSH yang optimal pada pemberian pads hari ke-1 siklus berahi dengan dosis FSH untuk superovulasi dalam ntenghindarkan stimulasi yang berlebill (overstimulation). Perlakuan flushing pada waktu berahi nyata nteningkatkan respon terhadap perlakuan superovulasi akan tetapi mekanisme pengaruhnya masih belum jelas. Perlu diteff hubungan perlakuan flushing terhadap pengulangan perlakuan superovulasi .

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis inengltcapkan terinia kasih kepada P2KP2N/ARMP alas bantuan dana yang diberikan untuk pelaksanaan penelitian ini. Terinia kasih juga kami sampaikan pada Sdr. Ketut Pustaka yang membantu persiapan dan penanganan ternak percobaan dan kepada Ibu Ida S. dan Enock M. dalam bantuarutya untitk inenviapkan peralatan dan media penanipungan. Juga terinia kasih kepada semua piliak alas segala bantuan serta partisipasinya sehingga penelitian ini dapat terlaksana .

DAFTAR PUSTAKA

BALAND, M.P., and RocHE, J.F. 1991 . Embryo Production : Alternative methods. International Trend of the Research on Animal Embryo Transfer. Fukushima,Japan:2-13.

ELDSEN,R.P., NELSON,N .D., and SEIDEL,G.R. 1978. Superovulatiog cows with follicle stimulating hormone and Pregnant Mare serum gonadotrophin. Theriogenology 9 :17-26.

ELDsEN,R.P., NELSON, N.D., and SEIDEL,JR . 1979. Embryo transter in fertile and infertile cows. Theriogenology

11 :17-25 .

ELDSEN, R.P., LEWIS, S., CIJMMING,I.A., and LAWSON,R.P . 1974. Superovulation in cows following treatment with PMSG and PCi . J. Reprod.Fert. 36:455-456 .

GORDON, 1. 1992. Synchronization of esinls and superovulation in cattle. In Manunalian Egg Transfer. Ed. C.E. Adams, CRC Press, Boca Raton, Fl :63-90.

GOULDING, D., WILLIAMS, D.H., DUFFY, P., BOLAND, M.P., and RocHE, J.F. 1990. Superovulation in heifers given FSH initiated either at Day 2 or Day 1 t) of the oestrus cycle. Theriogenology 34:767-779.

MC SOWAN, M.R., GRAITHWAITE, M. and JACHLE,W . 1985. Superovulation of beef heifers with pergonal

(HMG): A dose respone trial. Theriogenology 24 : 173-194 .

MOOR, R.M., KRUIP, TH. A.M., and GREEN,D. 1984. bitra-avarian control of follicullygenesis:Limits to superovrdatioils. Theriogenology 21 :103-116.

NELSON, L.D., BOWER, R.A ., HAMAN, N.R ., and SEIDEL, G.R . 1976. Factors effecting bovine embryo transfer.

J.Anim. Sci . 41 :371-372 .

PuTRo, P.P. 1995. Follicular development and plasma progesterone levels in superovulated dairy cows. Symposium an biotechnology of animal reproduction. Bogor Agricultural University Bogor Indonesia. Hal 11 .

SAVIO,J.D., KEENAN, L., BOLAND, M.P., and RocHIE, J.F. 1988. Pattern of growth of dominant follicles during the estrus cycle ofheifers. J . Reprod. Fert.81: 663-671 .

SEIDEL, G.E and SEIDEL, S .M. 1980. The embryos transfer industri. In New Technologies in Animal Breeding Eds. B.G. Brackett, G.E. Seidel, Jr and Seidel, S.M, Acedemic Press, N.Y.

(8)

Seminar Nasronal Perernakan don Fererlner /997

SEIDEL,G.E. 1984. Application of embryo transfer and related teclulologies to Cattle. J. Dairy Sci. 672786-2796 .

SEIDEL,G.E., BOWEN, R.A., NELSON, R.D., and HOMAN, N.R. 1975. Respon of cattle to superovulation treatment. Proc. 88th Ann.Res.Conf Colorado State Univ. Abst.163.

SITUMORANG, P., Lusts, A.M., TRIWULANINGSIH, E. 1994a. Pengandn jenis lnonnon terhadap tingkat ovulasi sapi perah yang sedang laktasi. 11mu dan Peternakan.7: 1-3.

SITUMORANG, P., Lusts, A .M ., TRIWULANINGSIH, E. 1994b. The effect of methodology of FSH injection on the ovulation rate of dairy cattle. International seminar on teclmology of animal production . University of Gajah Mada, Yogyakarta.

SUZUI :I, T . 1993 . Experience with bovine embryo transfer on fann in Japan. Paper presented at the seminar of

Indonesian Veterinarian Association. Bogor Agricultural University .

TAPPA, B .,SOEWECHA, M., SAID, S.,KALIN, M. and OFIATI, F. 1997. Over 5 years of study in superovulation of

dairy and beef cows using FSH-Ovagen and FSH-P during embryo transfer . 4th International meeting on biotechnology in animal reproduc tion. Bogor Indonesia.

TANYA JAWAB

Rachmad : Persiapan untuk pengadaan alat yang canggiln apa tidak ada kendala. Apakah ada kendala selama penelitian/pengadaan alat-alatnya.

Polmer Situmorang : Peralatan folley katheter, m1kroskop dan lanttan biasa. Alat-alat tidak canggiln tetapi biasa memang besar.

Argono R Setioko : Embryo yang baik untuk pertumbuhan. Embryo tidak baik itu yang bagaimana ?

Polmer Situmorang : Embryo yang baik adalah yang sudah dapat ditransfer dan pertumbuhannya diatas morula. Makin besar total embryo yang didapatkan makin banyak embryo yang tidak dapat ditransfer . Embryo yang tidak baik adalah yang pertumbuhannya di lain morula sehingga tidak dapat ditransfer .

Gambar

Tabel 1. Respon sapi terhadap perlakuan superovulasi dengan menggutrtkan hormon FSH
Tabel 4. Respon ovari sebelah kiri dan kanan lerhadap perlakuan superovulasi

Referensi

Dokumen terkait

Adapun yang menjadiTarget luaran yang diharapkan setelah kegiatan ini dilaksanakan adalah supaya terjadi peningkatan pengetahuan guru tentang menulis artikel

Struktur sensor berbasis PFETs terdiri dari beberapa lapisan, diantaranya lapisan elektroda gate (Si-p), lapisan insulator (SiO 2 ), lapisan aktif (PANI) dan

Jumlah responden pengusaha jasa wisata di Kawasan WisataTerpadu Bojongsari yang memilih ketersediaan tempat pembuangan sampah dengan proporsi sebesar 26% hal ini untuk

Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: �Ikutlah Aku.� &lt;span style=&#34;font-family: 'serif','Times New Roman',serif; font-size: 5.8pt; font-style: normal;

Pasak bumi dapat meningkatkan kualitas seksual pada tikus jantan melalui penurunan hesitation time (indikator waktu ketertarikan seksual) secara signifikan dibandingkan kontrol.14

Kualitas adalah suatu konsep yang luas, sehingga dalam melakukan pengkajian kualitas pelayanan kesehatan perlu diperhatikan berbagai dimensi dari kualitas pelayanan

dan determinasi sebesar 74,2%. 4) Kecendrungan kinerja guru berada dalam kategori sangat baik 5) Terdapat kontribusi yang signifikan penerapan supervisi