• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Menurut Dr. Robert P. Heaney dalam Reitz

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Menurut Dr. Robert P. Heaney dalam Reitz"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Penyakit Osteoporosis 2.1.1. Osteoporosis

Menurut Hartono (2000) osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara nyata yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang. Akibatnya tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Menurut Dr. Robert P. Heaney dalam Reitz (1993) penyakit osteoporosis paling umum diderita oleh orang yang telah berumur, dan paling banyak menyerang wanita yang telah menopause.

Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang atau disebut juga penyakit tulang rapuh atau tulang keropos. Osteoporosis diistilahkan juga dengan penyakit silent epidemic karena sering tidak memberikan gejala hingga akhirnya terjadi fraktur (patah) (Dalimartha, 2002).

Lokasi patah tulang yang sering terjadi adalah di daerah bongkol tulang paha atas, tulang belakang dan di daerah tulang lengan bawah. Kondisi ini erat kaitannya dengan posisi beban yang dipikul oleh tulang tersebut. Selain itu sikap tubuh yang salah saat berdiri, berjalan ataupun mengangkat barang akan memberi tekanan yang berlebihan pada struktur tulang yang keropos (Hartono, 2000).

Cara terbaik untuk membangun tulang yang sehat sebelum menopause adalah dengan mengonsumsi makanan yang kaya kalsium dan mendapatkan standarnya 800-1000 mg kalsium/hari. Hormon seks wanita yaitu estrogen bisa mencegah kehilangan tulang, namun produksinya akan berkurang setelah menopause. Inilah alasan yang

(2)

menyebabkan kehilangan tulang lebih besar pada tahun setelah menopause (Llewellyn-Jones ,2005).

2.1.2 Faktor Resiko Osteoporosis

Faktor risiko terjadinya osteoporosis antara lain faktor genetik, nutrisi (rendahnya asupan kalsium, magnesium, dan fosfor, sering minum alkohol, kopi, mengonsumsi garam berlebih serta protein yang berlebih), gaya hidup (merokok, rendahnya aktivitas fisik), pengaruh pola hormon endokrin tertentu khususnya pada mereka yang memiliki berat badan berlebih, serta penggunaan obat-obatan tertentu (obat-obat antikejang, pengencer darah, kemoterapi, dll) (Biben, 2009).

2.1.3. Pengelompokan Osteoporosis

Menurut Yatim (2001) ada beberapa jenis osteoporosis, yaitu : 1. Osteoporosis Primer

Osteoporosis primer dikelompokkan atas dua, yaitu osteoporosis tipe 1 dan osteoporosis tipe 2. Osteoporosis tipe 1 disebut juga osteoporosis idiopatik, bisa terjadi pada orang dewasa, baik pria maupun wanita. Sedangkan osteoporosis tipe 2 disebut juga senileosteoporosis, banyak terjadi pada usia diatas 70 tahun, kejadiannya pada wanita 2 kali lebih banyak dibandingkan pada pria dengan usia yang sama. Proses terjadinya akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan makin bertambahnya usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan regenerasi sel tulang yang baru.

(3)

Faktor resiko osteoporosis sekunder adalah gangguan hormon, pengaruh dari zat kimia seperti nikotin yang terdapat pada rokok, obat tidur, corticosteroid dan pengaruh dari penyakit lain. Jenis penyakit lain yang dapat mempercepat terjadinya ostoeporosis adalah diabetes mellitus, pembesaran kelenjar tiroid (hipertiroidisme) dan penyakit saraf (Anonim, 2008).

2.1.4. Upaya Pencegahan Osteoporosis

Menurut Bustam (1997) upaya untuk memberikan pengobatan secara khusus telah dilakukan dengan segala upaya namun hasil yang diperoleh belum sesuai dengan harapan untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat ini. Upaya pencegahan yang menyeluruh mulai dari upaya pendidikan kesehatan masyarakat sampai upaya rehabilitasi perlu diberikan.

Ada berita baik terhadap osteoporosis dan gejala yang terkait dengannya seperti kehilangan tinggi badan, postur membungkuk dan tulang rapuh sering kali dianggap sebagai hal normal dari proses penuaan, sekarang dapat dipertimbangkan sebagai sesuatu yang dapat dicegah. Mengidentifikasi dan mengerti faktor resiko diri sendiri penting bagi pencegahan osteoporosis dan kita memiliki kekuasaan untuk mengendalikannya seperti merokok, diet yang buruk dan aktifitas fisik yang tidak cukup (Tagliaferri, 2007).

Menurut Hartono (2000) pencegahan osteoporosis dapat dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat. Informasi tentang pencegahan osteoporosis ini dapat diketahui melalui media elektronik (radio, televisi) ataupun media cetak (majalah, koran, brosur), melalui teman, keluarga dan juga petugas kesehatan.

(4)

Hal yang dapat dilakukan dalam tindakan pencegahan osteoporosis adalah sebagai berikut :

1. Mencukupi Konsumsi Kalsium

Ada tiga fase dalam kehidupan perempuan, yang pertama adalah fase pertumbuhan (dibawah usia 20 tahun). Fase ini merupakan masa yang paling baik untuk pertumbuhan tulang. Masa ini disebut puncak massa tulang, di mana tulang mengalami masa pembentukan kepadatan yang paling tinggi. Fase kedua yaitu reproduksi (30-50 tahun), di mana pada masa ini tulang membutuhkan kalsium yang sangat tinggi karena wanita hamil, melahirkan, dan menyusui. Pada fase ini juga terjadi puncak kepadatan tulang, yaitu sekitar usia 25-35 tahun. Pada fase ini kalsium lebih banyak keluar daripada yang masuk. Selanjutnya adalah fase menopause (di atas usia 50 tahun), pada masa ini terjadi kepadatan tulang yang sangat cepat sehingga tulang kehilangan hormon esterogen yang berfungsi membentuk tulang (Anonim, 2008). Untuk mempertahankan aktifitas dan memastikan fungsi tepat dari proses remodeling tulang, kita harus secara teratur mengkonsumsi sejumlah kalsium yang cukup dengan diet yang baik atau melalui tambahan.

Dengan selalu menjaga jumlah kalsium yang cukup dapat menghindarkan orang dari resiko rapuh tulang dan retak tulang akibat osteoporosis. Cara yang paling efektif dalam memanfaatkan kalsium adalah dengan mengkonsumsi jumlah kalsium yang sesuai dengan kebutuhan sehari-hari. Apabila kebutuhan kalsium tubuh tidak tercukupi, tubuh akan mengisap kalsium dari kerangka tubuh untuk mempertahankan fungsi vital ini. Bila asupan kalsium tidak mencukupi dalam jangka waktu lama, tulang menderita (Tagliaferri, 2007).

(5)

Untuk menunjang kesehatan tulang dan aktifitas tubuh yang lain setiap individu tidak memiliki kebutuhan yang sama. Usia dan kondisi kesehatan menjadi faktor yang menentukan. Untuk mencukupi kebutuhan kalsium perlu diperhatikan produk pangan yang dimakan (Tagliaferri, 2007). Cara yang paling efektif adalah dengan menyesuaikan kebutuhan sehari-hari kalsium. Berikut akan disajikan dalam bentuk tabel jumlah konsumsi harian kalsium berdasarkan umur dan beberapa jenis makanan yang mengandung kalsium tinggi.

Tabel 2.1. Jumlah Konsumsi Kalsium Harian Yang Disarankan Kelompok Populasi Umur Jumlah (mg/hari)

Bayi 0 – 6 bulan 400 7 - 12 bulan 600 Anak-anak 1 – 3 tahun 800 4 – 6 tahun 800 7 – 10 tahun 800 11 – 14 tahun 1200 15 – 18 tahun 1200 Dewasa 19 – 24 tahun 1200 25 – 50 tahun 800 > 50 tahun 800 Bumil 1200 Busui 1200

Sumber : Disadur dari Lane, EN. Lebih Lengkap Tentang Osteoporosis (Rapuh Tulang). PT. Rajagrafindo Persada, 2001.

(6)

Tabel 2.2 Sumber Makanan Kalsium

No. Jenis Makanan Kalsium

(mg)

URT

(Ukuran Rumah Tangga)

1. Collard green dimasak 360 1 cangkir

2. Sarden kalengan 350 800 gr

3. Jus jeruk ditambah kalsium 320 1 cangkir 4. Yogurt buah rendah lemak 300 1 cangkir

5. Susu skim 300 1 cangkir

6. Aneka sereal 300 150 gr

7. Mentega 285 150 gr

8. Kenari ambon 264 150 gr

9. Bok choy 230 1 cangkir

10. Pizza keju 220 1 iris

11. Yogurt baku rendah lemak 200 1 cangkir

12. Keju keras 200 10 ons

13. Salmon kalengan dalam tulang 180 1 cangkir

14. Brokoli tangkai 160-170 1 cangkir

15. Es krim 176 150 gr

15. Bayam 168 150 gr

16. Keju lembut 2 % 150 1 cangkir

17. Kacang kedelei 132 150 gr

18. Tahu 115 400 gr

19. Kacang kering dan dimasak 60-80 ½ cangkir

20. Jeruk 66 1 medium

21. Telur 27 1 butir

22. Wortel 27 1 medium

23. Roti gandum 25 1 potong

24. Selai kacang 18 2 sendok makan

Sumber : Disadur dari Greenwood, S, 1992. Menopause Naturally (edisi revisi), Volacano. CA: Volcano Press, dalam Ernes, 2006. Tips Kesehatan (revisi), Restu Agung, dalam Octavia, R, 2007. Pola Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Kalsium Pada Ibu Rumah Tangga di Asrama Polisi Pasar Merah Medan, Skripsi FKM-USU

2. Cukup Konsumsi Vitamin D

Vitamin D adalah nutrisi yang sama pentingnya bagi tulang yang sehat. Pengaruh vitamin D dalam memperlambat proses terjadinya osteoporosis sangatlah vital. Vitamin D diketahui mampu memelihara kesehatan tulang dengan cara

(7)

meningkatkan penyerapan mineral kalsium dari sistem pencernaan serta mengurangi pembuangannya dari ginjal.

Kita mendapatkan sedikit vitamin D dari diet (dari suplemen) dan vitamin D juga dibuat di kulit melalui paparan langsung pada matahari. Sumber vitamin D utama dalam makanan adalah produk susu fortified, kuning telur, ikan air asin dingin, dana makanan laut seperti atlantic makerel, halibut, herning, salmon, udang dan tuna (Tagliaferri, 2007).

Kemampuan memproduksi vitamin D melalui kulit berkurang dengan bertambahnya usia. Untuk itu diperlukan tambahan makanan yang cukup mengandung vitamin D, seperti susu dan produk olahannya. Dosis harian vitamin D adalah 400 IU. Dosis ini dapat ditingkatkan hingga 800 IU, terutama jika tidak cukup mendapat vitamin D dari makanan atau kurang terpapar sinar matahari.

3. Penggunaan Bhiposponat

Keuntungan bhiposponat adalah kemampuannya untuk mencegah berkurangnya tulang. Bhiposponat mempengaruhi atau membatasi reapsorpsi tulang dengan menduduki permukaan tulang dan mencegah sel osteoclast, yang menguraikan tulang agar tidak melekat pada tulang atau tidak melepaskan enzim yang melarutkan tulang (Lane, 2001).

Golongan bhiposponat adalah Risedronate, Alendronate, Pamidronate, Clodronate, Zoledronate (Zoledronic acid), Asam Ibandronate. Alendronat berfungsi sebagai mengurangi kecepatan penyerapan tulang pada wanita pasca menopause, meningkatkan massa tulang dibagian tulang belakang dan tulang panggul dan

(8)

mengurangi angka kejadian patah tulang. Dengan densitrometry tulang, resiko osteoporosis dapat dideteksi dan perawatan dapat dimulai (Dalimartha, 2002).

4. Olahraga Yang Teratur

Osteoporosis selama ini diidentikkan dengan penyakit orang tua, padahal tanpa olahraga teratur, osteoporosis juga bisa menyerang usia muda. Kesibukan dari rutinitas sehari-hari terkadang membuat banyak orang berpikir dua kali untuk berolahraga (Siswono, 2008)

Tidak dapat dipungkiri bahwa olahraga besar manfaatnya untuk tubuh. Olahraga dapat menurunkan konsentrasi lemak di dalam darah, selain itu juga dapat mencegah penyakit jantung dan mengandung efek positif bagi kesehatan tulang. Dengan berolahraga bukan hanya kekuatan otot yang terpelihara, tetapi bagian dalam tulang (sumsum tulang) juga dipicu aktif untuk menghasilkan sel-sel darah merah. Kedua kondisi ini akan menyebabkan berkurangnya pengambilan senyawa kalsium dari tulang (Hartono, 2000).

Gaya hidup yang pasif cenderung mengurangi massa tulang. Olahraga yang berat dapat mempertahankan masa tulang dan olahraga yang teratur mengurangi resiko patah tulang panggul (Lane, 2001).

5. Memperbaiki Kebiasaan Hidup

Kebiasaan-kebiasaan hidup yang buruk seperti merokok, minum-minuman beralkohol dapat mempengaruhi kesehatan. Belum diketahui secara pasti merokok dapat mempengaruhi terjadinya penyakit osteoporosis. Ada dugaan zat-zat dalam rokok seperti tembakau dapat meracuni tulang, mempengaruhi hormon estrogen sehingga terjadi penurunan. Beberapa penelitian menunjukkan osteoporosis berkaitan

(9)

dengan kebiasaan merokok. Studi epidemiologi menunjukkan tiga perempat kasus osteoporosis muncul pada wanita perokok (Khomsan, 2003).

Hasil penelitian Krall dan Dawson-Hughes (1999), yang dilakukan pada pria dan wanita manula, menunjukkan bahwa kebiasaan merokok berkaitan dengan kerapuhan tulang pada pangkal paha dan seluruh tubuh dan salah satu faktor yang berkontribusi adalah kurang efisiennya absorpsi kalsium. Selanjutnya hasil penelitian Vogt (1999), menemukan adanya zat antiestrogenik akibat merokok yang berperanan penting pada kerusakan tulang (Suryono, 2009).

2.1.5. Tindakan Pengobatan

Bagi penderita osteoporosis tindakan pengobatan yang dapat dilakukan berupa obat anti sakit, alat bantu (berupa kursi roda, tongkat penyangga dan peralatan fisioterapi dan produksi tulang), istirahat dan kesabaran dokter maupun penderita karena penyembuhannya sangat lambat dan membutuhkan waktu (Ayu, 2004).

Menurut Lane (2001) biaya tatalaksana patah tulang osteoporosis di Inggris tercatat 942 juta poundsterling per tahun dan cenderung meningkat. Di Amerika, tatalaksana patah tulang osteoporosis diperkirakan mencapai 10-15 milyar dollar pertahun. Sedangkan di Indonesia belum ada catatan pasti mengenai biaya penatalaksanaan patah tulang akibat penyakit osteoporosis.

(10)

2.1.6. Pola Makan dan Osteoporosis

Berdasarkan hasil penelitian Tucker et al. dalam Suryono (2002, 2008), pola makan yang lebih banyak buah dan sayuran dapat mempertahankan tulang dari kerusakan, sedangkan banyak mengonsumsi manisan diketahui mempunyai kepadatan tulang yang rendah baik pada pria maupun wanita manula (umur 69 – 93 tahun).

Hasil penelitian Sellmeyer et al. dalam Suryono (2001, 2008), menyebutkan bahwa wanita usia tua (>65 tahun) dengan konsumsi bahan pangan yang lebih tinggi protein hewani daripada nabati lebih cepat menderita keropos tulang paha dan lebih besar menderita risiko kerusakan tulang panggul daripada yang mengonsumsi lebih rendah pangan hewani. Kenyataan ini menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi protein nabati (sayuran) dan penurunan asupan protein hewani akan dapat menurunkan kerapuhan tulang dan resiko kerusakan tulang panggul.

Konsumsi kopi dilaporkan dapat menyebabkan adanya resiko tinggi dalam pengurangan massa tulang pada wanita. Akan tetapi, pada umumnya studi hanya memfokuskan perhatian pada kandungan kafein yang ada. Sedangkan pada teh, yang juga mengandung kafein, mempunyai kandungan zat yang lain seperti flavonoid, yang dapat mempengaruhi massa tulang dengan cara yang berbeda (Suryono, 2008).

2.2. Perilaku Pencegahan Penyakit

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat

(11)

diamati secara langsung (Notoadmodjo, 2007). Perilaku menurut Mantra dalam Emmy (1994, 2007) adalah respon (tanggapan) individu yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.

Menurut Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan dalam Notoatmodjo (2007), perilaku manusia dibagi ke dalam tiga domain yaitu kognitif (cognitive), efektif (affective), dan psikomotor (pshycomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :

1. Pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge). 2. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan

(attitude).

3. Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubngan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice).

2.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah info, fakta, hukum prinsip, proses dan kebiasaan yang terakumulasi dalam pribadi sebagai hasil proses interaksi dan pengalaman. Pengetahuan diperoleh manusia baik secara langsung melalui pengalaman dan kontak dengan segala realita dalam lingkungan hidupnya ataupun pengetahuan diperoleh langsung melalui catatan-catatan (buku – buku, kepustakaan). Pengetahuan merupakan hasil aktifitas tertentu. Semakin sering kita menghadapi tuntutan lingkungan dan semakin banyak pengalaman kita dalam praktek, maka makin besar

(12)

persiapan kita dimodifikasi dengan realita baru dalam lingkungan (Jalaluddin dan Abdullah, 2002).

Prevelensi penyakit osteoporosis di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan dunia. Yang menyebabkan tingginya jumlah penderita osteoporosis di Indonesia adalah rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit ini. Hal ini disebabkan karena rendahnya pendidikan, kurangnya informasi tentang osteoporosis dan bertambahnya usia (Darwis, 2008).

Pengetahuan osteoporosis ini meliputi pengetahuan mengenai pencegahan penyakit itu sendiri. Orang yang telah menderita penyakit osteoporosis sebelumnya tidak mengetahui bagaimana awal terjadinya penyakit ini. Masyarakat awalnya tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakit osteoporosis. Sebagian masyarakat hanya mengetahui bahwa penyakit osteoporosis adalah penyakit yang menyerang tulang. Masyarakat tidak mengetahui seberapa besar resiko osteoporosis yang dialami oleh wanita terlebih lagi setelah memasuki masa menopause dengan asupan kalsium yang kurang disaat remaja (Suryono, 2009). Pengetahuan masyarakat mengenai pencegahan penyakit osteoporosis hanya sebatas mengonsumsi susu secara teratur setiap harinya. Karena pada umumnya masyarakat hanya mengetahui sumber kalsium hanya terdapat di dalam susu (Anonim, 2008).

Dari hasil penelitian, pengetahuan wanita menopause terhadap pencegahan osteoporosis yang dilakukan di Kota Madiun didapatkan bahwa sebagian besar (63%) responden memiliki pengetahuan buruk dan sebagian kecil (37%) responden memiliki pengetahuan baik (Darwis, 2008). Penelitian lainnya juga dilakukan di Kabupaten

(13)

Semarang Barat. Dari hasil penelitian didapatkan pengetahuan responden tentang osteoporosis terbanyak berkategori sedang (43.2%) (Hapsari, 2000).

2.2.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang/tidak senang, setuju/tidak setuju, baik/tidak baik dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2007).

Sikap seseorang terhadap pencegahan penyakit osteoporosis menentukan bagaimana seseorang itu bertindak dalam hal pencegahan penyakit itu sendiri. Meskipun tingkat pengetahuan ibu rumah tangga rendah terhadap pencegahan osteoporosis namun sikap ibu rumah tangga baik terhadap pencegahan osteoporosis. Akan tetapi, sebagian besar ibu rumah tangga tidak setuju apabila pencegahan osteoporosis harus dilakukan oleh semua wanita (Ayu, 2004).

2.2.3. Tindakan

Menurut Notoatmodjo (2003), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.

Tindakan pencegahan osteoporosis seiring dengan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pengetahuan pencegahan penyakit osteoporosis itu sendiri (Ayu, 2004). Tindakan pencegahan osteoporosis tidak hanya dilakukan oleh orang

(14)

yang telah menderita penyakit ini tetapi bagi siapa saja. Penyakit ini bersifat silent epidemic, di mana datangnya penyakit ini tidak dapat dipastikan (Dalimartha, 2002).

Cara yang paling tepat untuk mencegah osteoporosis adalah melalui upaya pencegahan sedini mungkin dengan membudayakan Perilaku Hidup Sehat yang intinya mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur kaya serat, rendah lemak dan kaya kalsium, berolahraga secara teratur, tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol (Anonim, 2008).

Pendidikan sangat penting diberikan tidak hanya untuk pasien yang telah terdeteksi dengan penyakit osteoporosis tetapi juga untuk semua wanita, termasuk remaja puteri. Pasien dianjurkan untuk mencukupi jumlah konsumsi kalsium dan vitamin D yang terdapat pada makanan atau suplemen yang dikonsumsi setiap harinya. Selain itu pencegahan osteoporosis juga meliputi pengurangan merokok, alkohol dan kafein. Melakukan latihan teratur setiap harinya juga sama pentingnya (Zychowicz, 2003).

2.3. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian Pengetahuan WUS Sikap WUS Tindakan WUS terhadap pencegahan penyakit osteoporosis Karakteristik WUS − Umur − Pendidikan − Pekerjaan − Pendapatan

(15)

Berdasarkan kerangka konsep di atas karakteristik WUS dapat mempengaruhi terbentuknya pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap pencegahan penyakit osteoporosis. Karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) WUS akan membentuk pengetahuan WUS, selanjutnya pengetahuan yang dimiliki WUS akan mempengaruhi sikap dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap tindakan pencegahan. Sementara itu, pengetahuan juga bisa langsung mempengaruhi terbentuknya tindakan pencegahan penyakit osteoprosis.

Gambar

Tabel  2.1.  Jumlah Konsumsi Kalsium Harian Yang Disarankan  Kelompok Populasi  Umur  Jumlah (mg/hari)
Tabel  2.2 Sumber Makanan Kalsium
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian Pengetahuan WUS  Sikap WUS   Tindakan WUS  terhadap pencegahan  penyakit osteoporosis Karakteristik WUS −  Umur −  Pendidikan −  Pekerjaan  −  Pendapatan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menemukan beberapa hal, yaitu Pada komponen Kesehatan, terdapat perubahan perilaku khususnya perilaku sehat bagi ibu hamil, melahirkan, perawatan bayi dan

[r]

Guru pamong yang ditunjuk untuk membimbing praktikan selama melaksanakan PPL 2 di SMA Negeri 12 Semarang adalah guru mata pelajaran Bahasa Jepang yang berkompeten serta memiliki

Puji syukur Penulis panjatkan kehada- pan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat- Nya, penulis dapat menyelesaikan penuli- san yang

+ihitung #engan menari tingkat pengembalian ang membuat present value #ari arus kas +ihitung #engan menari tingkat pengembalian ang membuat present value #ari arus kas

serap minyak tepung labu kuning termodifikasi akibat akibat pengaruh lama inkubasi (24, 48, dan 72 jam) dan penambahan kecambah kacang hijau yaitu 10, 20, dan 30%

Analisis dilakukan dengan bantuan model regresi lain yang memiliki variabel predictor dengan model yang telah dibentuk (dalam modul ini adalah model reg1 ) yang

Tantangan yang dihadapi masyarakat terhadap kehidupan yang lebih baik dan sehat adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri.. Pemahaman dan peningkatan