9 BAB II. STUDI PUSTAKA
A. Deskripsi Lemongrass ( Cympopogon citratus )
Lemongrass (Cymbopogon citratus) adalah anggota keluarga poaceae (Gramineae), umumnya dikenal sebagai keluarga “sweet grass” dan termasuk dalam genus Cymbopogon ( Ranade and Thiagarajan, 2015; Abdulazees et al, 2016 ). Genus Cymbopogon tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di Afrika, Asia dan Amerika. Genus ini terdiri dari 144 species dan terkenal dengan kandungan minyak esensialnya yang tinggi dan telah digunakan untuk aplikasi kosmetik, farmasi dan wewangian (Avoseh et al, 2015). Cymbopogon berasal dari kata Yunani yaitu Kymbe ( perahu ) dan pogon ( jenggot ) Shah et al, 2011). Beberapa species dari genus Cymbopogon beserta nama umum antara lain
Cymbopogon nardus (L) Rendle (Citronella, India), C. parkeri stapf (lemongrass,
Pakistan), C. excavatus Hoscht (Bread-leavened, Turpentine grass, Afrika Selatan), C. olivieri (Boss) ( Pputar, Pakistan), C. validus (Stapf) ( African bluegrass, Afrika timur dan selatan ), C. winterianus (Jowitt) (Java grass, Brazil),
C. marginatus (Steud.) ( Lemon-Scented grass, Afrika selatan ), C. giganteus
(Hochst.) Chiov (Tsauri grass, Cameroon). C. ambiguous (Hack.) A. Camus (Native lemongrass, Australia) and C. procerus (R.Br.) Domin (Scent grass, Australia) Species C. pendulus (Nees ex Steud.) Wats. (Jamuu lemongrass, India),
C. scheonanthus (L.) Spreng (Ethkher, Saudi Arabia), C. obtectus (S.T. Blake)
( Silky-heads, Australia tengah ), C. proximus (Stapf.) ( Halfabar, Egypt),
Cymbopogon refractus (R.Brown) A. Camus (Barbed wire grass, Australia), C. densiflorus (Steud.) Stapf (Lemongrass, Congo), C. jwarancusa (Jones) schult
( Thé Limon, Egypt); C. citratus stapf dan C. flexuosus ( Haque et al, 2018).
Cymbopogon flexuosus dan Cymbopogon citratus merupakan dua spesies
utama yang banyak dibudidayakan di berbagai daerah di dunia karena kandungan sitral yang tinggi (70 – 80%) dalam minyak esensialnya (Avoseh et al, 2015). Nama umum dari Cymbopogon citratus adalah lemongrass ( India, Nigeria), limonaria (Argentina, Columbia), Cana Santa ( Cuba), Grass tea (Costa rica ), Capimsanto ( Brazil ), fever grass (Trinidad and Tobago).
10 Klasifikasi taksonomi Cymbopogan citratus menurut ( Ranade and Thiagarajan, 2015 ) adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Order : Poales Keluarga : Poaceae Genus : Cymbopogon Spesies : citrarus
Lemongrass adalah rumput monokotil abadi yang tumbuh sebagai rumpun padat dengan ketinggian sampai 1,8 m dan lebar 1,2 m, memiliki rimpang pendek dengan daun seperti tali dengan lebar 1,3 -2,5 cm dan panjang 0,9 m (Ranade and Thiagarajan, 2015; Abdulazees et al, 2016 ). Tanaman ini biasanya tidak menghasilkan bunga atau malai berbunga. Lemongrass diperbanyak dari biji dan slip berakar. Benih berkecambah dalam 5 – 6 hari dalam kondisi suhu dan kelembaban optimal dan bibit biasanya siap tanam pada umur 2 bulan. Perbanyakan lemongrass dari slip berakar dilakukan dengan membagi rumpun yang tumbuh baik. Bagian atas rumpun dipotong sampai ketinggian 20 -25 cm dari akar, kemudian dibagi menjadi slip- slip. Tanaman tumbuh di berbagai tanah, tetapi hasil terbaik diperoleh dari tanah kering berpasir sampai tanah liat, dengan pH 4,3 – 8,4. Apabila air mudah didapat, panen dapat dilakukan 3-4 kali dalam setahun. Sebaliknya pada kondisi lahan kering, hanya menghasilkan 1 - 2 kali pemotongan dalam setahun di musim hujan dan tanaman bertahan sampai musim
hujan berikutnya tanpa air sebagai hasil dari sistem perakaran yang dalam ( Abdulazees et al, 2016; de Boer, 2005).
Cymbopogon citratus biasa digunakan dalam teh, sup dan kare , juga cocok
untuk unggas, ikan dan makanan laut ( Shah et al, 2011 ). Lebih lanjut dijelaskan bahwa Cympobogon citratus digunakan di berbagai Negara untuk berbagai tujuan. Selain digunakan dalam bentuk segar dan kering ( bubuk ), tanaman ini diekstrak untuk menghasilkan minyak esensial. Lemongrass mengandung 1-2 % minyak esensial dari berat kering dengan komposisi kimia
11 yang sangat bervariasi sebagai efek dari perbedaan genetik, habitat, perlakuan saat budidaya (Zaibunnisa et al, 2013, Carlson et al, 2001).
Lemongrass di Indonesia lebih dikenal dengan nama sereh dan secara umum dibagi menjadi 2 jenis dengan komposisi kimia dan aroma yang berbeda yaitu sereh dapur ( lemongrass ) dan sereh wangi ( Sitronella ). Komponen utama sereh dapur adalah sitral, sedangkan komponen utama sereh wangi adalah citronella (Feriyanto,2006)
Minyak sereh yang telah dikembangkan dan dikenal di Indonesia adalah minyak sereh wangi ( Citronella oil ). Minyak ini sudah diproduksi secara komersial dan termasuk komoditas ekspor. Sedangkan minyak sereh dapur (lemongrass oil) belum diusahakan secara komersial. (Feriyanto,2006)
Sereh dapur terbagi menjadi 2 varietas yaitu sereh flexuosus ( Cymbopogon
flexuosus ) dan sereh citratus ( Cymbopogon citratus ). Dalam dunia
perdagangan minyak esensial, minyak Cymbopogon flexuosus disebut sebagai
East Indian lemongrass oil ( minyak lemongrass India Timur ). Sedangkan
minyak Cymbopogon citratus dikenal dengan West Indian lemongrass oil ( minyak lemongrass India Barat ) (Attokaran, 2013 ; Abdulazees et al, 2016). Kedua lemongrass ini dapat tumbuh subur di Indonesia meskipun yang terbanyak adalah jenis India barat. Perbedaan yang pokok antara keduanya terletak pada sifat-sifat minyak esensial yang dihasilkan. Minyak lemongrass India Timur lebih berharga karena kandungan sitral yang lebih tinggi (Feriyanto, 2006).
Serai dapur tumbuh liar di daerah-daerah tropis seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam, India, Amerika Tengah, sebagian Amerika selatan dan Afrika. Sereh dapur lebih menyukai daerah dengan limpahan cahaya matahari yang tinggi (Feriyanto.2006).
B. Minyak Esensial dan Metode Ekstraksi
Minyak esensial (essential oil) yang sering juga disebut minyak atsiri, minyak eterik (aetheric oil), , minyak terbang (volatile oil), serta minyak aromatik (aromatic oil), adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental
12 pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak esensial adalah produk alami yang terdiri dari campuran kompleks banyak senyawa yang mudah menguap terutama berlimpah di tanaman aromatik (Asbahani et al, 2015; Dhifi et al, 2016). Minyak esensial berupa cairan aromatik dan volatil yang diperoleh dari tanaman meliputi bunga, akar, kulit kayu, daun, biji, kulit, buah-buahan, kayu dan seluruh tanaman (Hyldgaard et al, 2012) Molekul yang mudah menguap ini termasuk monoterpen (hidrokarbon dan monoterpen beroksigen), seskuiterpen (hidrokarbon dan teroksigenasi sesquiterpens) dan mengandung senyawa fenolik (Dhifi et al, 2016). Minyak esensial terutama terdiri dari terpen hidrokarbon (isoprena) dan terpenoid. Monoterpen (C10H16) terdiri dari 2 isoprena (2-metil-1,3-butadiena) dan mewakili
lebih dari 80% komposisi minyak esensial. Bentuk terpen yang lain adalah sesquiterpen (C15H24) yang mengandung 3 unit isoprena. Sedangkan terpenoid,
disebut juga isoprenoid merupakan turunan oksigen dari terpen hidrokarbon seperti alkohol, aldehida, keton, asam, fenol, eter dan ester. Terpenoid terdiri dari mono dan sesquiterpenes yang teroksigenasi (sesquiterpenoids) ( Bakkali et al, 2008). Minyak esensial telah digunakan untuk beberapa aplikasi dalam farmasi, kosmetik, pertanian, dan industri makanan ( Asbahani et al, 2015) Komposisi minyak esensial dapat bervariasi tergantung pada metode ekstraksi yang digunakan ( Cassel et al., 2009)
Minyak esensial diperoleh dari bahan baku tanaman dengan beberapa metode ekstraksi. Metode tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori: metode konvensional / klasik dan metode canggih / inovatif ( Asbahani et al, 2015) Ekstraksi minyak esensial dengan cara (1) distilasi air, (2) distilasi air dan uap, (3) distilasi uap, (4) ekstraksi pelarut dan (5) ekstraksi fluida superkritis (SCFE) (Datta et al, 2015). Teknologi ekstraksi konvensional dicirikan oleh beberapa kelemahan dan konsumsi energi tinggi. Biaya energi semakin meningkat dan pendekatan ramah lingkungan (pengurangan emisi karbon dioksida (CO2) diadopsi sebagai dasar inovasi teknologi alternatif yang hemat biaya, berkelanjutan, dan mampu menghasilkan produk dengan karakteristik yang sama atau lebih baik (Stratakos and Khoidis,2016).
13 Metode ekstraksi konvensional yaitu cold pressing, organic solvent extraction, Distillation ( Hydrodistillation , steam-hydrodistillation, steam distillation). Sedangkan teknik inovatif untuk ekstaksi minyak esensial yaitu supercritical fluid extraction (SCFE), Ultrasound assisted extraction (UAE), microwave-assisted extraction (MAE) dengan berbagai modifikasi seperti CAMD ( Compressed air microwave distillation), VMHD (Vacuum microwave
hydrodistillation), MAHD ( Microwave assisted hydrodistillation), SFME ( solvent free microwave extraction), MASD (microwave-accelerated steam
distillation), MSD (microwave steam distillation) dan MSDf (microwave steam diffusion), MHG (microwave hydrodiffusion and gravity), PMAE (portable microwave assisted extraction) (Asbahani et al, 2015; stratakos and Koidis,2016). Salah satu metode MAE yang paling menjanjikan dan paling umum digunakan untuk minyak atsiri adalah solvent free microwave extraction (SFME) (stratakos and Koidis,2016). Teknik yang diadopsi tergantung pada bagian dari tanaman di mana minyak berada diekstraksi, stabilitas minyak terhadap panas dan kerentanan konstituen minyak terhadap reaksi bahan kimia (Hamid et al, 2011) C. Komposisi Kimia Minyak Esensial Lemongrass ( Cympopogon
citratus )
Komposisi kimia dari minyak esensial cymbopogon citratus bervariasi menurut asal geografi. Minyak esensial (0,2 sampai dengan 0,5 persen, minyak lemongrass India barat ) terutama mengandung sitral. Sitral adalah campuran dari 2 stereoisomerik monoterpene aldehydes, trans isomer geranial ( 40 – 62% ) mendominasi dibanding cis isomer neral (25– 5 %) (Shah et al, 2011 ). komposisi kimia minyak esensial lemongrass (Cymbopogon Citratus) sangat bervariasi tergantung pada keragaman genetik, habitat, kultur dan perlakuan agronomi (Carlson et al, 2001). Daun Serai (Cymbopogon citratus) menghadirkan rasa lemon yang khas karena kandungan utamanya yaitu citral yang sangat penting bagi industri. Citral (kombinasi isomer neral dan geranial), digunakan sebagai bahan baku untuk produksi ionone, vitamin A dan beta-karoten ( Mathialagan
14 termasuk lokasi geografis, kondisi iklim, waktu panen, umur tanaman, dan cara destilasi ( Ali et al, 2017)
Komposisi Kimia dan Struktur kimia minyak esensial lemongrass
Cymbopogon citratus ) tercantum pada Tabel 2.1 dan Gambar 2.1.
Minyak serai dapur dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama “lemongrass oil”. disebut lemongrass karena memiliki aroma khas seperti lemon. Aroma khas lemon tersebut disebabkan oleh senyawa bergugus aldehid yaitu sitral sebagai senyawa utama minyak serai dapur ( Shah et al, 2011 )
Tabel 2.1. Komposisi Kimia minyak essensial lemongrass ( Cymbopogon citratus )
______________________________________________________________ Komposisi Minyak Essensial Persentasi Komponen ______________________________________________________________ Citral α 40,8 Citral β 32 Nerol 4,18 Geraniol 3,04 Citronellal 2,10 Terpinolene 1,23 Geranyl acetate 0,83 Mycerene 0,72 Terpinol 0,45 Methylheptenone 0,2 Borneol 0,1 -0,4 Lynalyl acetat 0,1 α Pinene 0,07 β Pinene 0,04 Limonene Traces Linalool Traces b-caryophyllene Traces __________________________________________________________ Sumber Shah et al (2011)
15 Gambar 2.1. Stuktur kimia dari komponen utama minyak essensial
lemongrass
Hasil analisis GC-MS terhadap minyak esensial lemongrass yang diekstraksi dengan metode hidrodistilasi kurang lebih empat jam mengandung senyawa utama yaitu sitral (34,8%), neral (30,72%), β-myrecene (11,28%), geraniol (5,54%), 1,3,4-trimethyl 3-cyclohexene-1-Carboxaldehyde (2,20%), citonellol (1,34%) dan Senyawa minor yaitu D-Limonene (0,03%), Geranyl Acetate (0,57%) dan Bicyclo [3.1.1] heptane-2-Carboxaldehyde-6,6-dimetil (0,23%) (Ali
et al, 2017).
Sifat fisikokimia minyak lemongrass menurut standat EOA tercantum pada Tabel 2.2 dan sifat fisikokimia minyak serai dapur menurut standat SNI No. 06-3953-1995 tercantum pada Tabel 2.3.
16 Tabel 2.2 Sifat Fisikokimia Minyak Serai Dapur menurut standar EOA No Sifat Fisikokimia Keterangan
1 2 3 4 5 6 ⁶ 8 9 Penampilan Warna Aroma Rendemen
Berat Jenis pada 25⁰C Putaran optic
Index bias pada 20⁰C
Kelarutan dalam alcohol 70% Kadar Sitral
Cair
Kuning tua sampai merah Lemon yang tajam 0,2 – 0,4%
0,8 – 0,9 -3⁰ - +1⁰
1,4830 sampai 1,4890
Larut dalam 2-4 volume, sedikit keruh 75 – 78%
( Jayasinha, 1999 )
Tabel 2.3 Sifat Fisikokimia Minyak Serai Dapur SNI No. 06-3953-1995 No Sifat Fisikokimia C. flexuosus C. citratus
1 2 3 4 5 6 ⁶ 8 9 Penampilan Warna Aroma Rendemen
Berat Jenis pada 25⁰C Putaran optic
Index bias pada 20⁰C
Kelarutan dalam alcohol 70% Kadar Sitral
Cair
Kuning tua – merah Lemon 0,4% 0,8902 +0,2 1,487 1 : 2 80,2 % Cair
Kuning tua – merah Lemon 0,3% 0,8731 +0,2 1,4587 1 : 4 76,1 % ( Standar Nasional Indonesia, 1995 )
Minyak sereh dapur termasuk golongan minyak atsiri atau minyak esensial ( essential oil ). Minyak esensial dikenal juga dengan nama eteris atau minyak terbang ( volatile oil ) yang dihasilkan dari tanaman. Minyak esensial pada suhu kamar mudah menguap tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir ( pungent taste ), bau wangi sesuai bau tanaman penghasil, larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Anonymous, 2007)
Hasil penelitian ( Zaituni, 2016) mutu minyak atsiri yang dihasilkan dengan metode penyulingan air-uap ( water and steam distillation ) menunjukkan hasil rendeman minyak atsiri sereh dapur dari penyulingan pada bagian daun diperoleh sebesar 0,399% atau 10 kali lipat dari rendeman minyak sereh dapur dari bagian batang ( 0,039%). Bobot jenis minyak atsiri sereh dapur pada daun 0,8987 dan
17 pada batang 0,8940. Indeks bias minyak atsiri sereh dapur pada daun 1,4876 dan pada batang 1,4880. Kelarutan dalam alkohol 70% minyak atsiri sereh dapur pada daun dan batang mempunyai tingkat kelarutan keruh pada perbandingan 1 : 5. D. Aktivitas Antioksidan Alami Minyak Esensial Lemongrass
Kata "antioksidan" semakin populer di zaman masyarakat modern saat ini karena publikasi melalui berbagai media massa sehubungan dengan manfaat kesehatan. Definisi antioksidan adalah zat yang dapat melawan oksidasi
atau menghambat reaksi yang disebabkan oleh oksigen atau peroksida ( Huang et al, 2005 ) Antioksidan adalah senyawa yang mampu menyumbangkan
hidrogen bebas (H+) atau elektron untuk berpasangan dengan radikal bebas lain
yang tersedia untuk mencegah reaksi perambatan selama proses oksidasi. Antioksidan banyak digunakan sebagai pengawet dalam berbagai produk seperti lemak, minyak, produk makanan, dan sabun untuk memperlambat perkembangan ketengikan (Kumar et al, 2015)
Antioksidan dapat berupa antioksidan sintesis atau antioksidan asal alami. Antioksidan sintesis seperti butylated hydroxyanisole ( BHA ), butylated hydroxytoluene ( BHT ), tert-butylhydroquinon ( TBHQ ) dan propyl gallate ( PG ) digunakan secara luas dalam daging dan produk olahan daging dan produk unggas( Jayathilakan et al, 2007). Antioksidan konvensional, seperti
hydroxyanisole butylated, butylated hydroxytoluene, tertiarybutyl hydroquinone
dan propyl gallate dapat digunakan untuk meminimalkan oksidasi lipid dalam daging secara efektif. Namun, adanya potensi risiko kesehatan membatasi penggunaannya dan meningkatkan minat penggunaan antioksidan alami (Han & Rhee, 2005). Antioksidan sintetik sudah sejak lama digunakan, tetapi beberapa tahun terakhir permintaan antioksidan alami mengalami peningkatan terutama karena laporan efek toksikologi dari antioksidan sintetis. Dengan demikian sebagian penelitian terbaru telah diarahkan identifikasi antioksidan baru dari sumber-sumber alam, terutama yang berasal dari tumbuhan (Shah, Bosco, and Mir, 2014)
18 Permintaan untuk antioksidan alami, khususnya asal tanaman meningkat beberapa tahun terakhir disebabkan oleh peningkatan perhatian konsumen terhadap antioksidan sintetis karena potensi efek toxikologi (Juntachote et al, 2006; Naveena et al, 2008; Nunez de Gonzales et al,2008). Antioksidan alami dari tanaman, dalam bentuk ekstrak, telah diperoleh dari berbagai sumber yang berbeda seperti fruit (anggur, delima), tumbuhan ( brokoli, kentang, labu), tanaman obat dan bumbu-bumbuh ( tea, rosemay, oregano, cinnamon, sage, thyme, mint, ginger, clove ) dan teruji menurunkan oksidasi lemak ( Kanatt et al, 2007; Akarpat et al., 2008, Devatkal et al, 2010; Huang et al., 2011; Das et al., 2012).
Ekstrak tanaman disiapkan dari bahan tanaman dengan menggunakan larutan dan metode ekstraksi yang berbeda. Ekstrak tersebut kaya phenolics dan memberikan alternative yang baik untuk antioksidan sintesis. Sifat antioksidan
dari ekstrak tanaman dapat ditentukan dengan diphenyl-1-picrylhydrazyl ( DPPH ), Superoxide anion scavenging assay, phosphomoybdate assay ( total
antioxidant capacity), radical scavenging assay, Hydrogen peroxide scavenging activity, 2,2-azinobis-3-ethylbenzthiazoline-6-sulphonic acid (ABTS) radikal scavenging activity dan mengurangi daya ( Saeed et al, 2012 ). Aktivitas antioksidan dari ekstrak tanaman dipengaruhi oleh metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan selama proses ekstaksi sangat mempengaruhi komposisi ekstrak ( Brewer, 2011 ).
Hasil penelitian minyak essensial cengkeh ( 0,1 persen) dan ekstrak biji anggur ( 0,1 dan 0,2 persen ) terhadap oksidasi lipid dari roti daging kerbau selama penyimpanan pada 8° C selama 9 hari menunjukkan bahwa nilai TBA sampel kontrol meningkat pesat di seluruh penyimpanan, sedangkan sampel yang mengandung 0,1 persen minyak essensial cengkeh memiliki nilai TBA 27,5 – 39 persen lebih rendah dari nilai TBA dari sampel yang mengandung 0,1 dan 0,2 persen ekstrak biji anggur. Sampel dengan 0,1 persen minyak essensial cengkeh memiliki derajad terendah dari oksidasi lipid yaitu 73 persen lebih rendah dari kontrol ( Moghadamtousi et al. 2014)
19 dan 1500 mg /kg semua menghambat pembentukan TBARS serta oksidasitiol (protein), tetapi hanya 100 mg/ kg yang tidak menunjukkan efek negatif pada stabilitas tekstur dari emulsi daging. Peningkatan konsentrasi ekstrak mengakibatkan terganggunya sistem emulsi daging sehingga menyebabkan berkurangnya daya ikat air dan stabilitas tekstur (Jiang & Xiong 2016).
Efektifitas ekstrak daun mustard kimchi terhadap oksidasi lemak dilakukan penelitian terhadap daging babi giling pada penyimpanan suhu rendah dengan lima perlakuan yaitu kontrol ( tanpa antioksidan ), 0,02 % asam askorbat dan 3 perlakuan ekstrak alami daun mustard kimchi ( MK ) dengan level 0,05 %, 0,1% dan 0,2 %. Hasil penelitian ternyata nilai TBARS dan persentase asam lemak bebas paling rendah pada perlakuan MK- 0,02%. Nilai peroksida dari kontrol meningkat sampai 7 hari mencapai nilai maksimum pada waktu penyimpanan tertentu dan selanjutnya menurun. Ekstrak kimchi daun mustard menunjukkan efek protektif terhadap oksidasi lemak pada daging babi giling (Lee et al. 2010)
Evaluasi dari ekstrak dari rosemary dan lemon balm menunjukkan adanya aktivitas antioksidan. Penambahan antioksidan alami rosemary dan lemon balm pada daging babi memperlihatkan efek pengawetan pada produk daging pramasak, penyimpanan suhu rendah, memberikan efek perlindungan terhadap lipid dan oksidasi protein dan akibatnya dapat mempertahankan warna, tekstur dan aroma. Efek antioksidan tersebut lebih tinggi dibandingkan BHA, dengan demikian antioksidan alami tersebut dapat menggantikan antioksidan sintesis (Lara et al. 2011).
Hasil penelitian bubuk lemongrass ( Cymbopogon citratus ) terhadap stabilitas oksidatif daging babi segar dan masak memperlihatkan bahwa penambahan 1,5 % lemongrass bubuk efektif menurunkan oksidasi lemak daging babi pada suhu rendah dan dapat secara aman menggantikan antioksidan sintetis seperti BHA, BHT dan TBHQ ( Ollorunsanya et al, 2010 ).
Hasil penelitian Amanda ( 2015 ) menunjukkan bahwa minyak esensial sereh dapur memiliki antioksidan. Daya reduksi, indeks bias dan bobot jenis minyak sereh dapur sangat nyata dipengaruhi oleh asal bagian tanaman dan perlakuan pemurnian. Interaksi antara bagian tanaman dan perlakuan pemurnian
20 berpengaruh sangat nyata terhadap index bias dan berat jenis. Kandungan sitral tertinggi diperoleh dari minyak esensial sereh dapur bagian batang setelah pemurnian 89,90%. Aktivitas antioksidan dan daya pereduksi terbaik diperoleh pada campuran batang dan daun setelah pemurnian dengan kandungan sitral 89,19%, aktivitas antioksidan 59,27%, bobot jenis 0,92% dan kelarutan dalam larutan etanol adalah keruh.
Antioksidan alami umumnya adalah senyawa phenolic (fenolik) yang (memiliki gugus hidroksil pada struktur molekulnya dan gugus hidroksil ini sebagai penangkal radikal bebas. Antioksidan fenolik yang utama adalah asam fenolik, fenolik diterpen, flavonoid dan minyak volatil ( Kumar et al, 2015 ). Berdasarkan mekanisme aksi antioksidan menghambat atau mencegah oksidasi, antioksidan dikelompokkan menjadi 2 yaitu antioksidan primer ( bereaksi langsung dengan radikal lipid dan mengubahnya menjadi produk yang relatif stabil dan disebut juga antioksidan pemecah rantai senyawa ) dan antioksidan sekunder (mengurangi laju oksidasi dengan berbagai mekanisme aksi ) Sebagian besar antioksidan primer bertindak dengan menyumbangkan atom hidrogen (H+).
Mekanisme aksi antioksidan sekunder adalah dengan cara mengikat katalis proses oksidasi berupa ion logam ( Fe 2+, Fe3+ dan Cu2+) dengan pemulungan oksigen,
penyerapan radiasi UV, penghambatan enzim atau mendekomposisi hidroperoksida. Beberapa senyawa fenolik alami dapat berfungsi sebagai antioksidan primer dan sekunder ( Kumar et al, 2015 ). senyawa fenolik memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi melalui tiga mekanisme yaitu aktivitas pemulungan radikal bebas, aktivitas pengikatan logam transisi, dan atau kapasitas pemulungan oksigen tunggal ( Velasco and Williams, 2011)
E. Aktivitas Antimikroba Alami Minyak Esensial Lemongrass
Antimikroba adanya senyawa kimia yang digunakan untuk memhambat atau membunuh mikroba, khususnya bakteri yang merugikan. Beberapa istilah yang sering digunakan untuk mendiskripsikan proses pembunuhan bakteri yaitu antiseptik, desinfektan, germinisidal, bakteriostatik dan bakterisidal. Zat antimikroba yang bersifat membunuh bakteri ( bakterisidal ), menghambat
21 pertumbuhan bakteri ( bakteriostatis ) dan bersifat menghambat germinasi spora bakteri ( germisidal ). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah 1) konsentrasi senyawa antimikroba, 2) Jenis, jumlah, umur dan keadaan mikroba, 3) temperatur 4) waktu dan 5) sifat fisikokimia meliputi kadar air, pH dan komposisi kimia bahan pangan (Anonimous, 2016). Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa antimikroba adalah 1) perusakan dinding sel 2) Perubahan permeabilitas membrane sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan makanan dari dalam sel, 3) perubahan molekul protein dan asam nukleat, 4) penghambatan kerja enzim (Anonimous, 2016).
Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan kesadaran konsumen mengenai penggunaan bahan kimia pada makanan dan produk olahan makanan (Tiwari et al, 2009). Hal ini mengakibatkan peningkatan penelitian tentang penggunaan aditif alami atau alternatif, seperti turunan tananan dan hewan ( Ennajar et al, 2009).
Minyak esential adalah cairan volatile yang diekstraksi dari tumbuhan dan banyak digunakan untuk meningkatkan organoleptik di industri pangan. Sebenarnya bahan antimikroba dari minyak essential telah dikenal sejak lama tetapi baru beberapa dekade terakhir konsumen mengubah keinginan untuk menggunakan produk makanan yang mengandung zat penyedap alami, terutama minyak esensial ( Dussault et al, 2014). Aktivitas antimikroba minyak esensial telah dibuktikan dalam berbagai model dalam sistem pangan ( Burt, 2004). Secara umum, mekanisme aksi antimikroba menyebabkan perubahan fisik, kimia dan biokimia pada mikroba yang disebabkan oleh paparan antimikroba. Mekanisme aksi minyak esensial terutama tergantung pada konsentrasi dan jenis unsur kimia yang terkadung dalam minyak esensial. Perbedaan Konstituen menanpilkan perbedaan mekanisme dan target jenis mikroba karena perbedaan komposisi membran sel bakteri gram positif, bakteri gram negatif, ragi dan jamur. Aktivitas antimikroba minyak esensial bisa lebih dari satu mekanisme aksi karena adanya beberapa konstituen dalam minyak esensial yang memiliki target seluler yang berbeda atau beberapa target seluler ( Hyldgaard et al. 2012, Ultee et al,
22 2002).
Mekanisme aksi minyak esensial seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.2.
Keterangan :
(a) Mekanisme dan lokasi target minyak esensial (ME) dalam sistem pengiriman ME pada sel bakteri
(b) Sistem pengiriman dengan tipe ME yang berbeda, termasuk nanoemulsi, liposom, dan film biopolimer
Gambar 2.2. Mekanisme aksi antimikroba minyak esensial ( Rao et al, 2019) Sistem pengiriman minyak esensial pada sel bakteri melalui 4 mekanisme yaitu (1) perubahan asam lemak membran luar sel; (2) pengrusakan membran sitoplasma ; (3) penipisan gaya motif proton (PMF); dan (4) kebocoran metabolit dan ion dari dalam sel.
Mekanisme aksi minyak esensial ( ME ) ada hubungannya dengan kemampuan ME untuk menembus membran luar sel bakteri dan membran sitoplasma menuju bagian dalam sel dan menghancurkan struktur sel sehingga membuat sel lebih permeabel terhadap ME di sekitarnya ( Hyldgaard et al, 20012, Calo et al, 2015, Swammy et al, 2016)
23 Konstituen kimia tertentu dalam minyak esensial terutama fenol dapat memiliki mekanisme aksi yang unik yaitu dapat bertindak sebagai penukar proton, mengurangi gradien pH untuk melintasi membran sitoplasma, khususnya ketika penetrasi didukung oleh konstituen lain. Runtuhnya PMF dan penipisan Adenosin triphosphate ( ATP ) mengakibatkan kematian sel ( Ultee et al, 2002 ) Kebocoran besi dan hilangnya konstituen intraselluler sel juga terjadi (Rhayour et al, 2003).
Beberapa peneliti mengamati dampak dari struktur molekul konstituen ME terhadap mekanisme aksi antimikroba. Mekanisme aksi dari terpene terjadi pada tingkat membran sel berupa kemampuan untuk menghambat respirasi dan energi lain yang bergantung pada proses di sana (Griffin et al, 1999 dalam Rao et al, 2019). Aktivitas antimikroba terpen keseluruhan tidak efisien jika digunakan sebagai konstituen tunggal (Hyldgaard et al, 20012). Mekanisme aksi terpenoid sebagian disebabkan oleh gangguan komposisi asam lemak dari membran sel bakteri, menghasilkan perubahan permeabilitas membran dan kebocoran dari bahan intraselluler ( Trombetta et al, 2005). Sedangkan mekanisme aksi utama dari fenol adalah menyebabkan kerusakan struktural dan fungsional dalam membran sitoplasma mikroba ( Lambert et al, 2001, Oussalah et al, 2006). Gugus hidrosil memiliki peran penting dalam inaktivasi enzim mikroba seperti ATPase, hisditin dekarboksilase, amilase dan protease. Penghambatan ATPase mempunyai peranan penting terhadap kematian sel mikroba karena respirasi seluler menjadi terganggu ( Swamy et al, 2016 ). Aldehida, alkohol, ester juga berkontribusi terhadap keseluruhan efek antimikroba minyak esensial. Pengaturan elektronegatif dari gugus aldehida yang berkonjugasi dengan gugus alkena memiliki kemampuan untuk mengganggu proses biologis seperti transfer elektron. Mekanisme aksi dari Cinnamaldehyde melibatkan penghambatan biosintesis enzim dan cell envelope synthesis ( sintesis membran sel bagian dalam dan dinding sel bakteri serta membran luar untuk bakteri gram negatif ) (Gill and Holley, 2004)
Beberapa mekanisme aksi antimikroba minyak esensial antara lain pergantian profil asam lemak membran sel, merusak membran sitoplasma, dan mengurangi motif proton force (PMF) (Di Pasqua et al. 2007, Oussalah et al.
24 2006). Mekanisme aksi minyak esensial banyak dihubungkan dengan kemampuannya untuk menembus membran luar sel bakteri membran dan membran sitoplasma masuk ke bagian dalam sel dan dengan demikian menghancurkan struktur sel dan membuat lebih permeabel terhadap minyak esensial (Burt 2004, Calo et al, 2015, Hyldgaard et al, 2012, Swamy et al, 2016).
Hasil penelitian Oliveira ( 2012) efek antimikroba dari minyak essensial oregano ( oregavo vulgare L) dan lemongrass (Cymbopogon citratus (DC) stapf ) melawan Salmonella enteric serotype Enteritidis secara in vitro yang diisolasi dari daging sapi giling selama penyimpanan suhu rendah menunjukkan bahwa aplikasi minyak esensial pada daging olahan dapat digunakan untuk mengontrol bakteri patogen.
F. Pengawetan Daging
Daging adalah jaringan otot dari ternak potong yang terdiri dari air, protein, lemak , mineral dan sedikit karbohidrat. Daging dan produk olahan daging rentan terhadap kemerosotan kualitas disebabkan oleh daging kaya komponen nutrisi ( Devatkal et al, 2012 ). Daging dan produk olahan daging rentan terhadap kemerosotan kualitas disebabkan oleh perubahan kimia dan mikrobiologis. Bentuk terbesar dari kemerosotan kimia adalah oksidasi lemak (Velasco & Williams 2011; Karakaya et al, 2011). Oksidasi lemak merupakan proses yang kompleks dan tergantung pada komposisi kimia daging, cahaya, oksigen dan temperatur penyimpanan. Oksidasi lemak menyebabkan perubahan beberapa senyawa yang mempunyai efek negatif pada kualitas daging dan produk olahan daging menyebabkan perubahan sensori ( warna, tekstur dan aroma ) dan kualitas nutrisi (Valgas et al, 2007: Karakaya et al, 2011) Oksidasi lipid dalam daging adalah proses dimana asam lemak tak jenuh ganda bereaksi dengan oksigen reaktif yang mengarah ke rangkaian reaksi sekunder yang pada gilirannya menyebabkan degradasi lipid dan pengembangan ketengikan oksidatif. Proses ini adalah satu dari faktor utama yang bertanggung jawab terhadap pengurangan bertahap dari kualitas sensorik dan gizi daging, akibat selanjutnya menurunkan penerimaan konsumen (Amaral et al, 2018). Oksidasi Lipid didefinisikan sebagai
25 reaksi berantai radikal bebas dan terdiri dari tiga tahap: inisiasi, propagasi, dan terminasi. Selama reaksi berlangsung, radikal bebas bereaksi dengan rantai hidrokarbon dari asam lemak membentuk peroksida, yang kemudian bereaksi dengan rantai hidrokarbon lain yang mengabstraksi hidrogen yang berasal dari hidroperoksida. Rantai karbon, yang telah diabstraksi hidrogennya akan bertindak sebagai peroksida baru, melanggengkan siklus tersebut (Estevez, 2015; Lima et
al, 2013). Mekanisme oksidasi lipid pada daging dan produk daging ditunjukkan
pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Mekanisme oksidasi lipid pada daging dan produk daging
(kumar et al, 2015)
Mekanisme autooksidasi terdiri dari 3 fase yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Pada reaksi pertama, adanya prooksidan (PO) atau spesies oksigen reaktif (ROS) atau kondisi yang mendukung oksidasi yang lain, menyebabkan hilangnya radikal hidrogen dari asam lemak tak jenuh. Selama tahap inisiasi, atom hidrogen (H •) dipisahkan dari karbon yang berdekatan menjadi ikatan rangkap dalam asam lemak tak jenuh (RH) membentuk radikal alkil R • (E1) (Srinvasan
et al., 2008; Kumar et al, 2015; Van Hecke et al., 2017, ). Pada tahap kedua
,
Radikal alkil ini dapat bereaksi dengan molekul oksigen dan menghasilkan berbagai spesies radikal, seperti radikal peroksida (ROO •) (E2). Radikal ini, pada gilirannya, mungkin menemukan stabilitas di tahap propagasi dengan mengabstraksi atom hidrogen dari molekul lain yang rentan, seperti RH yang berdekatan membentuk lipid hidroperoksida (ROOH) dan R baru • (E3) (Min & Ahn, 2005; Kumar et al, 2015). Reaksi berantai dari proses oksidasi adalah R: H + O :: O + Inisiator → R • ( radikal alkil ) + HOO • (1), R • + O2 → ROO • (2),
26 ROO • + RH → ROOH + L • (3). Mekanisme propagasi ini dapat terjadi hingga 100 kali sebelum dua R • menggabungkan dan menghentikan proses. Spesies radikal yang terbentuk selama proses tersebut dapat distabilkan menjadi senyawa non radikal. Peroksida adalah produk primer yang terbentuk dari oksidasi lipid selanjutnya dapat mengalami pemotongan membentuk senyawa yang lebih rendah berat molekul berupa senyawa volatil dan non-volatil ( Produk sekunder ) seperti karbonil, alkohol, hidrokarbon, dan furan. Di antara ini, aldehida adalah salah satu produk yang paling melimpah ditemukan dalam daging, yaitu hexanal malondialdehyde (MDA) dan 4-hidroksi-2-trans-nonenal (Estevez, 2015).
Oksidasi lemak dapat dikurangi atau dihambat dengan penggunaan antioksian dalam produk olahan daging sehingga kualitas produk dan umur simpan dapat ditingkatkan. Antioksidan digunakan untuk meminimalkan perubahan oksidatif pada daging dan produk olahan daging. Perubahan oksidatif dapat memberikan efek negatif pada daging dan produk olahan daging, menyebabkan perubahan pada sifat organoleptik dan nutrisi (Shah et al. 2014)
Oksidasi lemak ( terlepas dari oksidasi mikroba ) dalam daging dan produk olahan daging adalah penyebab utama penurunan kualitas daging dan produk olahan daging. Sejumlah besar senyawa yang dihasilkan selama proses oksidasi yang mempengaruhi tekstur, warna, rasa, nilai nutrisi dan keamanan produk olahan daging ( Lahucky et al, 2010). Oksidasi lemak membatasi umur simpan daging ( Karakaya et al, 2011). Upaya mencegah atau menunda proses oksidasi dapat dilakukan dengan menggunakan antioksidan. Walaupun antioksidan sintetik telah diterapkan untuk daging dan produk daging, tetapi dalam beberapa tahun terakhir penggunaan antiosidan sintetik berkurang karena efek beracun dan konsumen lebih tertarik pada produk alami. Hal ini telah menyebabkan industri daging mencari antioksidan alami baru yang ekonomis dan efektif yang dapat menggantikan antioksidan sintetik tanpa mempengaruhi kualitas produk jadi produk akhir ) dan persepsi konsumen ( Karre, et al, 2013 ).
Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan asal ternak yang mempunyai kandungan nutrisi tinggi yang terdiri dari protein ( dengan asam amino esensial yang lengkap) , lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Daging
27 ayam sama seperti hasil ternak yang lain mudah mengalami kerusakan akibat aktivitas mikroba sehingga perlu dilakukan pengawetan dan atau pengolahan untuk memperpanjang daya simpan ( Amaral et al, 2018 ).
Surono dan Waspono ( 2014 ) Daging dan produk olahan daging termasuk daging asal unggas penting untuk mendapat perhatian khusus karena produk-produk tersebut umumnya memiliki kandungan protein yang tinggi, pH yang relatif tinggi, vitamin yang lengkap dan kadar air tinggi yang sangat rentan terhadap pertumbuhan berbagai macam mikroba termasuk patogen dan dikategorikan dalam produk makanan beresiko tinggi.
Pengawetan daging selain untuk memperpanjang umur simpan, juga sebagai upaya untuk mengembangkan karakteristik fisika-kimia daging sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Pengawetan daging dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu penurunan aktivitas air (pengeringan, pengasinan, pengasapan), pengaturan suhu (pendinginan, pembekuan, sterilisasi), Pengasaman, pengawetan dengan pengawet kimia, irradiasi dan penggunaan minyak esensial (Chivandi et
al, 2016).
Beberapa manfaat menggunakan EO sebagai pengawet telah diidentifikasi yaitu hipoalergenisitas (Bleasel et al., 2002), peningkatan aroma, rasa, dan manfaat kesehatan bagi konsumen (misalnya, antikanker, antioksidan) yang dapat diberikan dari konstituen minyak esensial (Bhat et al., 2011). beberapa manfaat kesehatan penggunaan minyak esensial dalam pengawetan daging adalah mamfaat antioksidan, non carcinogenic dan hypoallergenic (Chivandi et al, 2016).
Keuntungan dan Kerugian penggunaan minyak esensial sebagai pengawet daging dijabarkan oleh Chivandi et al ( 2016 ). Keuntungan adalah Beberapa EO berpotensi mengurangi pembusukan oksidatif daging lebih baik dibandingkan dengan antioksidan sintetis, memperbaiki karakteristik organoleptik daging dan produk daging, Sifat potensial antimikroba, antioksidan, dan antikanker memberikan manfaat kesehatan bagi konsumen. Sedangkan kerugian penggunaan minyak esensial sebagai pengawet daging adalah kemungkinan interaksi fitokimia minyak esensial dengan konstituen daging dapat mengurangi efektivitas dalam
28 mencegah pembusukan daging, beberapa minyak esensial mempunyai aroma dan rasa yang kuat dapat menyebabkan perubahan negatif karakteristik organoleptik yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen, dapat menghilangkan populasi bakteri target tertentu tetapi dapat menghasilkan lingkungan mikro yang menguntungkan untuk pertumbuhan dan virulensi mikroorganisme yang tidak diinginkan.
G. Dendeng Giling Daging Broiler
Dendeng adalah produk daging kering berbumbu tradisional Indonesia. Dendeng merupakan produk olahan daging asli Indonesia yang menggunakan daging sebagai bahan baku dan menggabungkan gula kelapa, garam dapur dan rempah-rempah (Purnomo. 2011). Umumnya diproduksi dengan menggunakan beberapa rempah-rempah dan gula di berbagai tingkatan sehingga mempunyai rasa manis atau pedas. Produk ini stabil selama beberapa minggu pada suhu kamar. Rempah-rempah utama yang ditambahkan dalam dendeng adalah ketumbar, bawang putih, lengkuas. Sedangkan lada, asam, kayu manis, jintan dan jeruk nipis adalah bumbu tambahan yang kadang-kadang digunakan oleh produsen dalam industri dendeng (Suryati et al, 2012). Menurut Badan Standarisasi Nasional yaitu SNI 01-2908-1992: dendeng merupakan produk makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging segar yang telah diberi bumbu dan dikeringkan. Dendeng dapat dikategorikan sebagai bahan pangan semi basah (Intermediate Moisture Food) karena dendeng memiliki kadar air yang berada pada kisaran kadar air bahan pangan semi basah yaitu 25% ( Purnomo, 1996). Seni mengawetkan daging dengan kombinasi garam, rempah-rempah dan paparan sinar matahari untuk pengeringan telah dipraktikkan selama berabad-abad di hampir setiap negara, terutama di negara-negara berkembang di mana pendinginan terbatas atau tidak tersedia. Produk daging kering dengan kelembaban sedang yang dihasilkan oleh teknik ini tidak membutuhkan pendinginan selama penyimpanan dan distribusi (Purnomo 2011, Chang et al. 1996, Arnau et al, 2007). Di Indonesia, dendeng diproduksi dengan mengiris atau menggiling daging, kemudian dilakukan perendaman atau pencampuran
29 dengan gula kelapa, garam dapur dan rempah-rempah sebelum penjemuran. Berdasarkan cara pembuatannya, dikenal dua jenis dendeng yaitu dendeng sayat dan dendeng giling. Produk dendeng yang dibuat dengan cara mengiris daging dikenal sebagai dendeng sayat, sedangkan produk dendeng yang berbasis daging yang digiling halus dikenal sebagai dendeng giling (Purnomo, 2011; Airlangga dkk, 2016)
Produk serupa dengan dendeng yang diproduksi di berbagai negara antara lain adalah Jerky ( Amerika ), charque ( Brazil dan negara-negara Amerika selatan lainnya), Kilishi (Nigeria dan negara-negara Afrika Sahelian), odka ( Somalia dan negara-negara afrika lainnya), qwanta (Ethiopia dan negara-negara afrika timur). Jerky adalah salah satu produk daging kering tertua yang dibuat dengan penggaraman dan pengeringan (Yang et al, 2009). Charque adalah produk daging kering yang dibuat dari daging mentah segar potongan besar dan direndam dalam larutan garam jenuh selama sekitar 1 jam, dan kemudian daging asin dicuci untuk menghilangkan kelebihan kadar garam, selanjutnya dilakukan pengeringan. Sedangkan Kilishi adalah produk dari daging yang dijemur dan dipanggang yang disiapkan dari irisan daging tanpa lemak dari daging sapi, daging kambing atau domba dalam kondisi cuaca panas dan kering. Secara tradisional, irisan daging tersebar di atas tikar papirus yang diletakkan pada meja di bawah sinar matahari untuk pengeringan (Mothersaw et al. 2003). Odka adalah produk daging kering tradisional yang terbuat dari daging sapi tanpa lemak dikeringkan dengan sinar matahari. Produk disiapkan dengan memotong daging menjadi bentuk strip besar dan dilakukan pengeringan dengan sinar matahari selama 4 – 6 jam. Setelah itu irisan daging yang besar dipotong menjadi strip lebih kecil dan dimasak dalam minyak sehingga daging menjadi lebih kering dan terakhir saus dan rempah-rempah ditambahkan. Odka kemudian ditutup dengan minyak dan disimpan dalam wadah tertutup. Produk ini memiliki masa simpan lebih dari 12 bulan. Sedangkan qwanta adalah produk daging kering yang diproduksi dari daging sapi tanpa lemak. Daging diiris menjadi potongan-potongan panjang dan dilapisi dengan saus yang mengandung campuran garam, merica / cabai dan bahan penambah
30 aroma, kemudian dijemur 24–36 jam. Daging kering diasap dengan asap kayu ringan dan setelah itu digoreng dengan mentega (Mothersaw et al. 2003)
Proses pengeringan daging adalah fenomena yang sangat kompleks, yang dipengaruhi oleh komposisi daging dan berbagai mikroorganisme ditemukan pada daging sebelum dan setelah proses pengeringan. Optimalisasi pengolahan daging tradisional sangat penting untuk ditingkatkan baik dari segi kuantitas maupun kualitas untuk kepastian stabilitas produk akhir dan memperlebar peluang pasar. Beberapa produk daging tradisional telah dimodifikasi dan dibentuk sebagai makanan ringan menggunakan kombinasi berbagai faktor, yang dikenal dengan nama teknologi rintangan. Purnomo (2011) menyatakan bahwa keberhasilan metode tradisional dengan proses pengeringan sinar matahari (penjemuran) tergantung kondisi iklim, yang mungkin tidak pasti menjasi kasus di daerah tropis lembab di dunia.
Pengolahan daging menjadi dendeng merupakan usaha pengembangan produk dengan memodifikasi atribut sensori seperti aroma, tekstur serta meningkatkan cita rasa. Purnomo (2011) dendeng dapat dibuat dari daging sapi, babi, ayam, domba, kerbau, kambing dan daging ikan, tetapi dendeng sapi adalah produk utama yang ditemukan di pasar. Produk ini berwarna coklat tua, karena reaksi karamelisasi gula kelapa dan gula kelapa warna coklat itu sendiri yang ditambahkan selama persiapan; dan juga kontribusi mioglobin daging yang selama pemrosesan berubah menjadi metmyoglobin.
Suharyanto (2007) melaporkan bahwa dendeng giling yang diproduksi dari berbagai jenis daging secara statistik tidak berbeda nyata terhadap sifat fisikokimia dendeng yang meliputi nilai peroksidasi, rendeman, pH dan kekerasan (tekstur).
Produksi dendeng daging ayam sangat potensial karena harga daging ayam relatif lebih murah dibandingkan harga daging sapi dan daging kambing atau daging domba (Airlangga dkk, 2016). Konsumsi daging unggas di dunia, menempati urutan terbanyak kedua setelah daging babi dan diikuti oleh daging sapi, daging domba dan daging kambing ( Font-I-Furnols and Guerrero, 2014 )
31 Karakteristik dendeng ayam sangat dipengaruhi oleh temperatur dan lama proses pengeringan. Proses pengeringan akan menurunkan kadar air, aktivitas air dan komposisi kimia yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keempukan dan WHC. Pengeringan dengan temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya case hardening. Pengeringan pada temperatur yang terlalu rendah masih memberikan kesempatan untuk pertumbuhan mikroba (Airlangga dkk, 2016 ).
Hasil Penelitian Rahayu dkk (2016) Pemberian asap cair dan pengemasan secara vakum dapat mempertahankan kualitas dendeng sapi. Pemberian asap cair pada dendeng daging dapat diterima konsumen dan pemberian terbaik asap cair sebanyak3% dan pengemasan secara vakum.
Hasil penelitian Airlangga dkk (2016) efek metode pengeringan terhadap kualitas fisik dendeng giling daging ayam broiler menunjukkan bahwa metode pengovenan dengan suhu 60⁰C menghasilkan kualitas fisik yang lebih baik dibanding metode penjemuran yaitu dengan WHC ( water holding capacity / daya ikat air ) dendeng sebesar 12,15%, pH dendeng 5,79 dan keempukan 64,21 mm/detik.
Daging kering berbumbu tradisional Indonesia (dendeng) tidak memiliki resep standar dan variasi luas ditemukan dalam produksinya. Penggabungan bahan-bahan non daging seperti gula kelapa, garam dapur dan rempah-rempah memainkan peran penting dalam fisika-kimia dan kualitas mikroba dendeng. Karena itu kontrol yang tepat diperlukan untuk meningkatkan kualitas, stabilitas dan penerimaan organoleptik dari produk ini untuk menghasilkan produk yang lebih stabil (Purnomo 2011) .
H. Penelitian Terdahulu
Penelitian penggunaan lemongrass ( Cymbopogon citratus ) pada daging dan produk olahan daging yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu tercantum pada roadmap penelitian pada Tabel 2.4.
32
Tabel 2.4. Roadmap Penelitian
Penelitian Hasil
Penelitian Terdahulu :
-Bubuk lemongrass terhadap stabilitas daging babi (Ollorunsanya et al,2010)
- antimikroba minyak lemongrass ( metode maserasi) melawan Salmonella enteric Serotype enteridis ( Oliveira, 2012) -Aktivitas Antimikroba dan antioksidan ekstrak
lemongrass ( metode maserasi) pada roti ayam ( Ibrahim et al, 2013)
-Antimikroba minyak esensial lemograss melawan Salmonella enteritidis dalam daging sapi giling selama penyimpanan suhu rendah ( de Oliveira, 2013)
-Efek Antioksidan dan antimikrobial minyak esensial lemongrass terhadap karakteristik Camburger pada penyimpanan suhu rendah ( Zaki et al, 2018 )
-Penggunaan 1,5% lemongrass bubuk efektif menurunkan oksidasi lemak pada suhu ruang.
-minyak essensial lemongrass dapat mengontrol bakteri pathogen pada penyimpanan suhu rendah
-lemongrass berperan penting sebagai antibakteri dan antioksidan roti ayam pada penyimpanan refrigerator
-Minyak esensial lemongras mempunyai efek menghambat pertumbuhan Salmonella enteritidis pada in vitro tes maupun pada daging sapi giling (food sistem test) -Camburger dengan Minyak esensial lemongrass 1,0% menunjukkan total bakteri terendah dan skor organoleptik
tertinggi Penelitian yang dilakukan :
Potensi minyak esensial daun lemongrass
( Cymbopogan citratus) sebagai antioksidan dan
antibakteri lemongrass ( Cymbopogon citratus) pada dendeng giling daging broiler
-Metode Ekstrak : hidrodestilasi -Karakterisasi : GC-MS
-Uji Antioksidan MECC -Uji antimikroba MECC
-Uji Aktivitas antioksidan daging broiler giling pada suhu ruang -Uji Aktivitas antimikroba daging daging broiler pada suhu ruang
-Aplikasi lemongrass oil pada dendeng giling daging broiler
- minyak esensial lemongrass /MECC - Sifat fisikokimia
- Persentase penghambatan, -LuasZona Hambat
- Nilai TBARS - TPC
-formulasi dendeng giling daging broiler
- spesifikasi kualitas - umur simpan Penelitian yang akan datang / lanjutan :
Aplikasi lemongrass oil pada daging dan produk