• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sesungguhnya. Laporan keuangan merupakan penyajian informasi untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sesungguhnya. Laporan keuangan merupakan penyajian informasi untuk"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Laporan keuangan menunjukkan kinerja perusahaan yang sesungguhnya. Laporan keuangan merupakan penyajian informasi untuk pihak berkepentingan seperti pihak internal yaitu manajer untuk membantu pengambilan keputusan maupun pihak eksternal yaitu: investor, kreditur, karyawan, pemerintah serta masyarakat. Salah satu fungsi dari laporan keuangan khususnya laporan laba rugi adalah sebagai bentuk cerminan dari suatu perusahaan dalam memaksimalkan atau mencapai laba. Karena dalam dunia saham banyak pemegang saham yang melihat laporan keuangan salah satunya laporan laba rugi. Banyak pemegang saham yang tidak mau mengambil risiko dalam perusahaan yang profilnya tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan (Manuhutu dan Setyadi, 2016).

Teori keagenan (agency theory) menyatakan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu pihak (principal) mempekerjakan pihak lain (agent). Principal (prinsipal) kemudian mendelegasikan suatu wewenang pengambilan keputusan kepada agent (agen) tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam perusahaan, manajemen perusahaan berperan sebagai agen dari para pemegang saham. Teori keagenan mengemukakan bahwa antara pihak prinsipal dan agen seringkali memiliki kepentingan yang berbeda. Agency theory sendiri memiliki asumsi bahwa

(2)

masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen (Jensen dan Meckling, 1976). Manajer selaku pengelola perusahaan terkadang melakukan intervensi di dalam pelaporan tersebut atas insentif tertentu. Manajer melakukan penyesuaian pada laporan keuangan agar laporan tampak lebih baik sehingga muncul persepsi publik yang positif tentang kinerja perusahaan yang mana akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan tersebut di pasar modal. Tindakan intervensi inilah yang dinamakan aktivitas manajemen laba (Purwandari dan Mahfud, 2011).

Intervensi manajemen dalam proses menyusun pelaporan keuangan eksternal dilakukan dengan menaikkan atau menurunkan laba akuntansi. Manajemen laba dapat dilakukan dengan memanfaatkan kelonggaran penggunaan metode dan prosedur akuntansi, membuat kebijakan-kebijakan (discretionary) yang dapat mempercepat atau menunda biaya-biaya dan pendapatan agar laba perusahaan lebih kecil atau lebih besar sesuai dengan yang diharapkan (Scott, 2015). Manajemen laba diduga muncul dan dilakukan oleh manajer atau para penyusun laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan suatu perusahaan karena mereka mengharapkan suatu manfaat dari tindakan tersebut.

Fenomena yang baru terjadi, terkait manajemen laba adalah kasus pada PT. Garuda Indonesia Tbk. Kasus ini bermula dari laporan keuangan perusahaan yang membukukan laba bersih US$ 809.846 pada tahun 2018 atau setara Rp 11,49 miliar (kurs Rp 14.200/US$). Namun, kemudian

(3)

masalah muncul. Pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar pada 24 April 2019, diketahui dua komisaris menyatakan tidak setuju atas laporan keuangan 2018 emiten berkode GIAA ini. Dua komisaris ini yakni, Chairul Tanjung dan Dony Oskaria. Menurut dokumen yang diterima awak media, kedua komisaris merasa keberatan dengan pengakuan pendapatan atas transaksi Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas Dalam Penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia. Pengakuan itu dianggap tidak sesuai dengan kaidah pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) nomor 23. Sebab, manajemen Garuda Indonesia mengakui pendapatan dari Mahata sebesar US$ 239.940.000, yang di antaranya sebesar US$ 28.000.000 merupakan bagian dari bagi hasil yang didapat dari Sriwijaya Air. Padahal, uang itu masih dalam bentuk piutang, namun diakui perusahaan masuk dalam pendapatan. Padahal jika ditinjau lebih detail, Garuda Indonesia Airways ini semestinya merugi (finance.detik.com, 2019).

Masalah keagenan antara agent dan principal juga muncul karena keberadaan manajer sebagai pengelola perusahaan, lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Permasalahan timbul ketika kedua belah pihak mempunyai persepsi dan sikap yang berbeda dalam hal pemberian informasi yang digunakan prinsipal untuk memberikan insentif kepada agen. Agen yang mempunyai informasi

(4)

tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh, tidak akan memberikan informasi yang kurang menguntungkan dan dapat merugikan dirinya, sehingga menimbulkan informasi yang tidak simetris atau asimetris informasi. (Zuhri dan Prabowo, 2011).

Jika asimetri informasi tinggi, maka stakeholder tidak memiliki sumber daya yang cukup atas informasi yang relevan dalam memonitor tindakan manajer sehingga akan memunculkan praktik manajemen laba. Akibatnya asimetri informasi ini akan mendorong manajer untuk tidak menyajikan informasi selengkapnya, jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Sesuai dengan penelitian (Rahmawati et al., 2007) bahwa asimetri informasi mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap manajemen laba, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh (Desmiyawati et al., 2009), (Muliati, 2011), dan (Mahawyahrti dan Budiasih, 2016).

Salah satu faktor keuangan yang dapat memengaruhi manajemen laba dalam teori akuntansi posistif adalah leverage. Leverage mempunyai hubungan dengan sumber dana eksternal, yaitu dengan kata lain sumber dana yang berasal dari investor, terutama utang yang digunakan untuk membiayai biaya operasional pada suatu perusahaan (Wijaya dan Christiawan, 2014). Leverage adalah perbandingan antara total kewajiban dengan total aset perusahaan. Rasio ini menunjukkan besarnya aset yang dimiliki perusahaan yang dibiayai dengan utang (Guna dan Herawaty, 2010).

(5)

Jika tingkat leverage dalam perusahaan tinggi, maka semakin tinggi biaya bunga. Jika biaya bunga semakin tinggi, maka dapat menurunkan laba yang akan diperoleh perusahaan dan perusahaan terancam tidak dapat melunasi kewajibannya. Sehingga Perusahaan akan cenderung melakukan perekayasaan dalam bentuk manajemen laba. Dengan demikian sejalan dengan pendapat (Indriani, 2010) yang menyatakan bahwa ketika perusahaan yang memiliki utang tinggi akan memilih kebijakan akuntansi dengan menggeser laba masa depan ke masa sekarang.

Penyebab masalah keagenan antara manajer dan prinsipal lainnya adalah konflik kepentingan berkaitan dengan penggunaan arus kas bebas (free cash flow) perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Arus kas bebas merupakan kas yang tersisa dari pendanaan seluruh proyek yang menghasilkan net present value (NPV) positif (Jensen dan Meckling, 1976). (Vogt dan Vu, 2000) mendefinisikan arus kas bebas sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditur atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal kerja atau investasi pada aset tetap.

Jika Arus kas bebas (FCF) perusahaan tinggi, maka manajer tidak memanfaatkan secara optimal kas yang tersedia secara tepat, atau menggunakannya untuk investasi yang menguntungkan dirinya sendiri. sehingga adanya ketidakefisienan dalam pengelolaan kas bebas tersebut dan mengakibatkan tingkat profitabilitas perusahaan menjadi rendah dan laba yang diperoleh perusahaan juga rendah. Adanya tingkat laba yang

(6)

rendah berpengaruh terhadap pengukuran kinerja manajer. Sejalan dengan teori akuntansi positif, Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer akan cenderung menggunakan metode-metode akuntansi yang dapat mempermainkan besar kecilnya angka-angka akuntansi dalam laporan keuangan.

Untuk mengurangi terjadinya tindakan manajemen laba maka upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan membangun sistem pengawasan dan pengendalian yang lebih baik, karena hal ini akan mendorong terciptanya keadilan, transparansi, akuntabilitas dan responsibilitas dalam pengelolaan sebuah perusahaan. Sistem ini dapat dilakukan dengan cara menerapkan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (Wardani dan Wahyuningtyas, 2018). Salah satu komponen di dalam good corporate governance adalah kepemilikan manajerial.

(Jensen dan Meckling, 1976), menyatakan bahwa untuk meminimalkan konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial di dalam perusahaan. Kepemilikan manajerial yaitu kepemilikan saham suatu perusahaan oleh pihak manajemen. Dengan adanya kepemilikan manajerial, manajemen tidak hanya berfungsi sebagai pengelola perusahaan namun juga sebagai pemegang saham.

Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan tersebut dharapkan dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara para pemegang saham luar dengan manajemen (Jensen dan Meckling, 1976). Sehingga permasalahan keagenan diasumsikan akan hilang apabila

(7)

seorang manajer bertindak sekaligus sebagai seorang pemilik. Sehingga manajemen tidak akan melakukan tindakan yang dapat merugikan para pemegang saham, karena ketika manajemen melakukan tindakan yang merugikan para pemegang saham, maka manajemen sendiri juga akan menanggung risiko tersebut terkait dengan jumlah kepemilikan sahamnya di dalam perusahaan. Dengan pemberian bonus berupa kepemilikan manajerial tersebut diasumsikan manajemen laba akan terminimalisir, karena manajemen tidak memiliki motivasi untuk menaikkan laba perusahaan, karena bonus untuk manajemen bukan berupa persentase dari laba yang diperoleh perusahaan, tetapi berupa bonus lembar saham. Sehingga diasumsikan kepemilikan manajerial dapat memoderasi asimetri informasi, leverage, dan arus kas bebas pada manajemen laba.

Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi tindakan manajemen dalam mengelola laba yang ditampilkan (Earning management). Penelitian yang dilakukan oleh (Wijaya et al., 2017) yang menjadikan variabel asimetri informasi, ukuran perusahaan, dan kepemilikan manajerial sebagai variabel independen menemukan bahwa asimetri informasi berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. Jika asimetri informasi semakin tinggi, maka manajemen laba juga semakin tinggi. Hasil yang sama ditemukan oleh (Mahawyahrti dan Budiasih, 2016), (Apriyani, 2017), dan (Manggau, 2017) yang mengatakan bahwa variabel asimetri informasi berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang

(8)

dilakukan oleh (Rahmando, 2016) dengan variabel asimetri informasi, ukuran perusahaan, dan leverage sebagai variabel independennya yang menemukan bahwa variabel asimetri informasi tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Juniarta dan Sujana, 2015) dengan metode analisis regresi logistik, (Kurniawan et al., 2016) dengan metode analisis regresi berganda, dan (Mujiyati dan Rosit, 2019) dengan metode analisis regresi berganda menyatakan bahwa leverage tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Utari dan Sari, 2016), (Astari dan Suryanawa, 2017), dan (Ramadhani et al., 2017) yang meneliti variabel leverage, sebagai variabel independen menemukan bahwa, variabel leverage berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini dikarenakan kreditur menolak meminjamkan uang lebih banyak sebab kreditur memerlukan jaminan atas dana yang dipinjamkan, maka akan sulit bagi perusahaan yang mempunyai leverage tinggi meminjam dana tambahan tanpa menambah ekuitas terlebih dahulu.

Hasil penelitian yang bertentangan tersebut juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh (Putri dan Machdar, 2017), (Ramadhani et al., 2017) dan (Winingsih, 2017), menemukan bahwa free cash flow tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba. Penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Chung et al., 2005), (Dechow dan Ge, 2006), (Zuhri dan Prabowo, 2011; Agustia, 2013; Dian dan Yuyetta,

(9)

2013), (Selahudin et al., 2014), (Bukit dan Nasution, 2015), (Kodriyah dan Fitri, 2017), (Herlambang et al., 2017), dan (Rahdal dan Yasni, 2017) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh dari arus kas bebas (free cash flow) terhadap manajemen laba.

(Warfield et al., 1995) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha untuk meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri. Penelitian (Pratiwi et al., 2015) dan (Pramudito dan Sari, 2013) menemukan bahwa kepemilikan manajemen terbukti berpengaruh negatif dan signifikan terhadap asimetri informasi. Penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Anggreningsih dan Wirasedana, 2017) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajemen tidak mampu untuk memengaruhi manajemen melakukan tindakan manajemen laba ataupun tidak, meskipun manajemen memiliki informasi yang lebih maupun tidak sehingga kepemilikan manajemn bukan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi asimetri informasi terhadap praktik manajemen laba.

(Mujiyati dan Rosit, 2019) dan (Rois dan Achyani, 2018) menyatakan bahwa good corporate governance tidak mampu memperkuat atau memperlemah hubungan antara leverage dengan manajemen Laba. Penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Herlambang et al., 2017) bahwa good corporate governance memoderasi pengaruh financial leverage terhadap manajemen laba dan sifatnya

(10)

memperlemah signifikan. (Mujiyati dan Rosit, 2019), (Gunawan et al., 2019) dan (Herlina dan Damayanthi, 2016) menyatakan bahwa good corporate governance tidak mampu memperkuat atau memperlemah hubungan antara free cash flow dengan Manajemen Laba.

Hasil yang tidak konsisten dari penelitian terdahulu tentang praktik manajemen laba memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor yang memotivasi praktik manajemen laba. Pada penelitian ini meneliti objek pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dikarenakan telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa indikasi manajemen laba dapat terjadi pada sektor industri apapun termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekalipun telah banyak melakukan rekayasa akuntansi, agar labanya terlihat lebih besar sehingga mendapatkan reward atau bonus. BPK juga menemukan kecurangan dan pelanggaran hukum yang banyak ditemui pada perbankan BUMN dengan membuat laporan seolah perusahaan mengalami kerugian besar. (www.liputan6.com, 2013)

Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tingkat laba bersih pada Perusahaan yang terdaftar di BEI tersebut, apakah perusahaan didalamnya telah melaporkan laba bersih yang sesungguhnya atau terindikasi melakukan manajeman laba. Penelitian ini menguji Perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2016–2018. Dengan menguji variabel independen asimetri informasi, leverage, dan arus kas bebas terhadap manajemen laba.

(11)

B. Rumusan Masalah

1. Apakah Asimetri Informasi berpengaruh terhadap Manajemen Laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI?

2. Apakah Leverage berpengaruh terhadap Manajemen Laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI?

3. Apakah Arus Kas Bebas berpengaruh terhadap Manajemen Laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI?

4. Apakah Kepemilikan Manajerial mampu memperlemah hubungan antara Asimetri Informasi dan Manajemen Laba?

5. Apakah Kepemilikan Manajerial mampu memperlemah hubungan antara Leverage dan Manajemen Laba?

6. Apakah Kepemilikan Manajerial mampu memperlemah hubungan antara Arus Kas Bebas dan Manajemen Laba?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

1. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh Asimetri Informasi terhadap Manajemen Laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI. 2. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh Leverage terhadap

Manajemen Laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI.

3. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh Arus Kas Bebas terhadap Manajemen Laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI.

(12)

4. Kepemilikan Manajerial memperlemah pengaruh Asimetri Informasi terhadap Manajemen Laba.

5. Kepemilikan Manajerial memperlemah pengaruh Leverage terhadap Manajemen Laba.

6. Kepemilikan Manajerial memperlemah pengaruh Arus Kas Bebas terhadap Manajemen Laba.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Bagi pembaca dan peneliti, hasil penelitian ini diharapkan

memberikan kontribusi empiris mengenai pengaruh asimetri informasi, leverage, dan arus kas bebas terhadap manajemen laba serta menjadi bahan kajian lebih lanjut.

2. Bagi dunia bisnis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris mengenai pengaruh asimetri informasi, leverage, dan arus kas bebas terhadap manajemen laba serta menjadi bahan kajian lebih lanjut. terhadap praktik manajemen laba, sehingga penelitian ini dapat dijadikan sebagai literatur dan pengetahuan dalam dunia bisnis.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan responden yang hipertensi memiliki kadar MDA yang lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak hipertensi, dan diperoleh nilai p=0,200 (p>0,05)

Jika Dari hasil penelitian secara keseluruhan diperoleh nilai uptake yang sangat tinggi untuk pasien hipertiroid toksik dibandingkan dengan batas normal angka

Penelitian yang dilakukan oleh Zhang menyimpulkan bahwa adanya paparan iklan susu formula pada mesia sosial sejak awal kehamilan ibu hingga saat persalinan sangat

Puji syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayat-Nya yang senantiasa tiada henti, penulis akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan

Menurut Kotler (2000: 9- 10), faktor sosial merupakan perilaku seseorang konsumen yang mempengaruhi faktor-faktor sosial seperti kelompok referensi, keluarga, serta peran

Teknik pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan Survei (Survey) yaitu jenis penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan obyek yang cukup banyak

Terhadap usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus

Pada saat itu seni lukis wayang Ubud berbentuk dekoratif dengan sentuhan kedua seniman barat tersebut menjadi lukisan wayang Ubud lebih realis dan tetap dengan