commit to user
KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
SOLO SKATEPARK
DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR METAFORA
TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai syarat untuk mencapai
Gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh :
WIMBA PRASIDHA
I0208085
Pembimbing :
Dr. Titis Srimuda Pitana, ST, M.Trop.Arch
Sri Yuliani, ST, M.App.Sc
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
commit to user
i
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
JL.Ir.Sutami 36A Surakarta 57126; Telp. (0271)643666; Fax (0271)643666; E-mail arsitek@uns.ac.id Surakarta KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
Solo Skatepark
Dengan pendekatan Arsitektur Metafora
PENYUSUN : Wimba Prasidha NIM : I 0208085
JURUSAN : ARSITEKTUR TAHUN : 2013
Surakarta, Maret 2013 Menyetujui,
Pembimbing I Tugas Akhir
Dr. Titis Srimuda Pitana, ST, M.Trop.Arch NIP. 19680609 199402 1 001
Pembimbing II Tugas Akhir
Sri Yuliani, ST, M.App.Sc NIP.19710706 199512 2 001
Mengesahkan,
KetuaJurusanArsitektur FakultasTeknik UNS
Dr. Ir. MohamadMuqoffa, MT. NIP.19620610 199103 1 001
Ketua Program StudiArsitektur FakultasTeknik UNS
KaharSunoko, ST, MT. NIP. 19690320 199503 1 002
Pembantu Dekan 1 FakultasTeknik UNS
commit to user
ii KATA PENGANTAR
Puji syukur Penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan limpahan rahmat, hidayah, dan ridho-Nya sehingga Penyusun
mampu menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul Solo Skatepark dengan
pendekatan Arsitektur Metafora ini dengan baik dan lancar.
Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat akademik untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik di Jurusan Arsitektur Universitas Sebelas Maret. Dalam
penyusunan tugas akhir ini, Penyusun memperoleh banyak hal-hal baru, baik
berupa pengetahuan maupun pengalaman melalui arahan, bimbingan, kritik, dan
petunjuk dari berbagai pihak yang telah membantu baik moril maupun materiil.
Atas semua dukungan selama proses penyusunan tugas akhir ini, Penyusun
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT, selaku Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas
Teknik UNS,
2. Kahar Sunoko, ST, MT, selaku Ketua Program Studi Arsitektur Fakultas
Teknik UNS,
3. Ir. MDE. Purnomo, MT, selaku pembimbing akademis,
4. Dr. Titis Srimuda Pitana, ST, M.Trop.Arch dan Sri Yuliani, ST,
commit to user
iii 5. Amin Sumadyo, ST, MT dan Ir. Maya Andria N, M.Eng, selaku penguji
dan pembimbing Tugas Akhir,
6. Ir. Hadi Setyawan, MT dan Ir. Hari Yuliarso, MT, selaku pembimbing
struktur Tugas Akhir,
7. Seluruh civitas akademika Fakultas Teknik UNS,
8. Semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materiil yang tidak
dapat penyusun sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan serta
dukungannya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran akan Penyusun terima
dengan terbuka. Akhir kata, semoga konsep ini dapat memberikan manfaat bagi
Penyusun pribadi dan semua orang, Amin.
Surakarta, Maret 2013
commit to user
iv
Teruntuk :
Papa Dwi Prilmilono Adi dan mama Eni Yuniati“terima kasih untuk kasih sayang kalian serta dukungan moril dan materiilnya, aku sayang kalian”
Ismulyaningsih“terima kasih karena tidak pernah lelah untuk mengingatkanku kepada-Nya, terima kasih sudah merawat mama, terima kasih untuk cinta dan kasih sayangmu padaku, dan masih banyak terima kasih yang tidak dapat kutuliskan disini untukmu, aku sayang kamu”
Bapak Titis Srimuda Pitana“terima kasih bimbingan Tugas Akhirnya, terima kasih sudah berbagi tanpa membagi ilmu-ilmu di luar kampus, terima kasih untuk tambahan uang jajannya selama saya kuliah, terima kasih banyak pak”
Tim konsep dan desain, Hidayat Zainudin, Agie Aditama, Beni Mustafa“TA ini terselesaikan berkat saran, masukan, bimbingan, dan bantuan kalian, terima
kasih banyak kawan”
Sahabat-sahabatku, Adhityo Bagus Wicaksono, Nanang Hardik Nugroho,
Khrisna Lintang Satrio Nugroho, Rahmat Septyanto, Danang Adityo, Firdaus Arif Rahman, Akbar Preambudi, Ardilla Jefri, Eka Feri Rudianto“terima kasih
atas dukungan dan bantuannya, maaf saya selalu merepotkan”
Teman-teman Studio 129, Bayu Yesri, Vindut, Ratna, Dea, Meli, Virus, Gandes, Rizka, mas Hafid, mbak Rahma, mbak Ridi, mas Pijon, mas Fatur, mas Irfan
“terima kasih untuk semangat kebersamaannya di Studio”
Teman-teman Arsitektur 08, Anton, Iwang, Surya, Ican, Danu, Dandare, Bangke, Leo, Fikar, Enk, Amir, Aros, Aziz, Iqbal, Andika, Hafid, Firman, Cisma, Rara, Nuri, Sendi, Eca, Poe, Tumpi, Emi, Nila, Farah, Yusnita, Henis, Adisti, Afla, Sivi, Apen, Winda, Azimah, Boni, Deby, Dewi, Sari, Indah, Nurlia, Lusia, Qonita, Ummi, Tiwi, Rizka, Temi, Cuyuk, Sabrina, Sarah, Rizky, Selvi, Rina“terima kasih sudah menjadikan saya bagian dari kalian”
MSD Solo crew, Yayan, mas Indro, mas Priyo, mas Luki, mas Japrak, mas
Wendi, mas Kliwon, mas downey, mas Pilang, Ijonk, Norwibi, Roni, Ali, Badil, Mika, Robi, Jalu, Manggala, Bimo, Tunggul, Niko, Dendi, Indra, Encang
“terima kasih sudah memberikan inspirasi untuk Tugas Akhir saya”
commit to user
v DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Perumusan pengertian judul ... 1
1.2 Latar belakang ... 5
1.3 Permasalahan ... 11
1.4 Persoalan ... 11
1.5 Tujuan ... 12
1.6 Sasaran ... 12
1.7 Lingkup pembahasan dan batasan ... 13
1.8 Metode perencanaan dan perancangan ... 14
1.9 Sistematika pembahasan ... 15
BAB II TINJAUAN SKATEBOARD DAN ARSITEKTUR METAFORA 2.1 Tinjauan skateboard ... 17
2.1.1 Sejarah skateboard ... 17
2.1.2 Perkembangan skateboard di Indonesia ... 19
2.1.3 Perlengkapan skateboarding ... 20
2.1.4 Gaya bermain skateboard... 24
2.1.5 Trik-trik dalam skateboard... 25
2.1.6 Obstacle skateboard ... 26
2.1.7 Aktivitas olahraga skateboard ... 27
commit to user
vi
2.2 Tinjauan arsitektur metafora ... 33
2.2.1 Metafora dalam arsitektur ... 33
2.2.2 Contoh desain arsitektur metafora... 35
BAB III SOLO SKATEPARK YANG DIRENCANAKAN 3.1 Esensi Solo Skatepark... 39
3.2 Lingkup pelayanan... 39
3.3 Aktivitas ... 39
3.4 Pengguna... 40
3.5 Struktur organisasi ... 41
3.6 Gambaran umum Solo Skatepark yang direncanakan ... 42
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 4.1 Analisa makro ... 45
4.1.1 Analisa tampilan bangunan ... 45
4.1.2 Analisa orientasi bangunan ... 47
4.1.3 Analisa klimatologi ... 47
4.1.4 Analisa pencapaian ... 49
4.1.5 Analisa sirkulasi ... 50
4.1.6 Analisa zoning ... 51
4.2 Analisa mikro... 51
4.2.1 Analisa aktivitas dan kebutuhan ruang... 51
4.2.2 Analisa pola hubungan ruang ... 53
4.2.3 Analisa besaran ruang ... 58
4.2.4 Analisa struktur bangunan ... 65
4.2.5 Analisa arena skateboard ... 66
4.2.6 Analisa tata landscape ... 68
4.2.7 Analisa pencahayaan ... 69
4.2.8 Analisa penghawaan ... 70
4.2.9 Analisa sistem penyediaan listrik ... 71
4.2.10 Analisa sistem komunikasi ... 72
commit to user
vii
4.2.12 Analisa sistem air bersih ... 73
4.2.13 Analisa sistem air buangan ... 74
4.2.14 Analisa sistem pengamanan bahaya kebakaran ... 74
BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN SOLO SKATEPARK 5.1 Konsep makro ... 76
5.1.1 Tampilan bangunan ... 76
5.1.2 Orientasi bangunan ... 77
5.1.3 Klimatologi... 77
5.1.4 Pencapaian ... 78
5.1.5 Sirkulasi ... 78
5.1.6 Zoning ... 79
5.2 Konsep mikro... 79
5.2.1 Kebutuhan dan besaran ruang ... 79
5.2.2 Struktur bangunan ... 82
5.2.3 Arena skateboard ... 83
5.2.4 Tata landscape ... 84
5.2.5 Pencahayaan ... 85
5.2.6 Penghawaan ... 85
5.2.7 Sistem penyediaan listrik ... 86
5.2.8 Sistem komunikasi ... 87
5.2.9 Sistem peredam petir ... 88
5.2.10 Sistem air bersih ... 88
5.2.11 Sistem air buangan ... 89
5.2.12 Sistem pengamanan bahaya kebakaran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 94
commit to user
viii DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar I.1 Atraksi skateboard ... 6
Gambar I.2 Event skateboard dilaksanakan di depan pasar Triwindu, Ngarsopuro ... 7
Gambar I.3 Grafik pertumbuhan peserta World Go Skateboarding Day di Surakarta ... 8
Gambar II.1 Roda skateboard terbuat dari logam ... 17
Gambar II.2 Skateboard ... 20
Gambar II.3 Papan skateboard (the deck) ... 21
Gambar II.4 The trucks ... 22
Gambar II.5 Bearing ... 22
Gambar II.6 Ukuran roda (the wheels) ... 23
Gambar II.7 Tingkat kekerasan roda (the wheels) ... 23
Gambar II.8 Bowl style ... 24
Gambar II.9 Freestyle ... 24
Gambar II.10 Streetstyle ... 25
Gambar II.11 Park style ... 25
Gambar II.12 Downhill ... 25
Gambar II.13 Longboarding ... 25
Gambar II.14 Arena skateboard Street League 2010 ... 28
Gambar II.15 Arena skateboard Street League 2011 ... 28
Gambar II.16 Arena skateboard Street League 2012 ... 29
Gambar II.17 Woodward East Plaza ... 29
Gambar II.18 Charmette Bonpua Skate Plaza ... 30
Gambar II.19 Ed Benedict Skate Plaza ... 31
Gambar II.20 Obstacle yang diselingi oleh saluran hijau ... 31
Gambar II.21 Imperial Court Skate Plaza ... 32
Gambar II.22 The Stoner Skate Plaza ... 33
commit to user
ix
Gambar II.24 Nakagin tower ... 36
Gambar II.25 Kaleva church ... 36
Gambar II.26 Interior Kaleva church ... 37
Gambar II.27 The Stockholm Public Library ... 37
Gambar II.28 Interior The Berlin Philharmonic ... 38
Gambar III.1 Skema struktur organisasi Solo Skatepark ... 42
Gambar IV.1 Metafora meluncur ... 46
Gambar IV.2 Metafora melompat ... 47
Gambar IV.3 Analisis view ke dalam site ... 47
Gambar IV.4 Analisis garis edar matahari pukul 09.00-16.00 selama bulan Januari-Desember ... 48
Gambar IV.5 Pola hubungan makro ... 54
Gambar IV.6 Pola hubungan mikro kelompok penerimaan ... 54
Gambar IV.7 Pola hubungan mikro kelompok pengelolaan ... 55
Gambar IV.8 Pola hubungan mikro kelompok pertunjukan ... 55
Gambar IV.9 Pola hubungan mikro kelompok servis ... 56
Gambar IV.10 Pola hubungan mikro kelompok penunjang ... 56
Gambar IV.11 Pola hubungan kelompok penerimaan dengan kelompok lain ... 57
Gambar IV.12 Pola hubungan kelompok pengelolaan dengan kelompok lain ... 58
Gambar IV.13 Pola hubungan kelompok pertunjukan dengan kelompok lain ... 58
Gambar IV.14 Pola hubungan kelompok servis dengan kelompok lain ... 58
Gambar IV.15 Analisis jarak skateboarder mulai melakukan trik hingga berhenti ... 62
Gambar IV.16 Analisis jarak tertinggi skateboarder melakukan trik... 62
Gambar IV.17 Analisis jarak skateboarder mulai melakukan trik hingga berhenti ... 65
Gambar IV.18 Analisis jarak tertinggi skateboarder melakukan trik... 65
Gambar IV.19 Desain layout 1 ... 67
commit to user
x
Gambar IV.21 Desain layout 3 ... 67
Gambar IV.22 Desain seat/tribun 1 ... 67
Gambar IV.23 Desain seat/tribun 2 ... 68
Gambar IV.24 Desain 1 ... 68
Gambar IV.25 Desain 2 ... 68
Gambar IV.26 Desain 3 ... 68
Gambar V.1 Metafora meluncur ... 76
Gambar V.2 Metafora melompat ... 76
Gambar V.3 Metafora bentuk dasar ... 76
Gambar V.4 Orientasi bangunan ... 77
Gambar V.5 Entrance site ... 78
Gambar V.6 Sirkulasi radial ... 78
Gambar V.7 Zoning site ... 79
Gambar V.8 Desain layout 3 ... 83
Gambar V.9 Desain seat/tribun 2 ... 83
Gambar V.10 Desain 1 ... 84
Gambar V.11 Desain 2 ... 84
Gambar V.12 Desain 3 ... 84
Gambar V.13 Skema sistem penyediaan listrik ... 87
Gambar V.14 Skema sistem kerja telekomunikasi ... 87
Gambar V.15 Skema sistem distribusi air bersih ... 89
Gambar V.16 Skema pembuangan air kotor ... 90
Gambar V.17 Skema pengolahan air buangan ... 91
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel I.1 Jumlah komunitas skate di Soloraya (pendataan 20 Mei 2012)
... 8
Tabel I.2 Daftar prestasi skateboarder berdomisili Surakarta ... 9
Tabel I.3 Event skateboard di Soloraya (2009-2012) ... 10
Tabel II.1 Gaya bermain skateboard ... 24
Tabel IV.1 Jenis pola organisasi ruang ... 50
Tabel IV.2 Kelompok aktivitas, pengguna, aktivitas, dan kebutuhan ruang ... 51
Tabel IV.3 Notasi analisa model matriks ... 54
Tabel IV.4 Notasi analisa model gelembung ... 56
Tabel IV.5 Notasi warna kelompok aktivitas ... 57
Tabel IV.6 Analisis besaran ruang ... 59
Tabel IV.7 Analisis layout dasar arena skateboard indoor ... 67
Tabel IV.8 Analisis desain seat/tribun arena skateboard indoor ... 67
Tabel IV.9 Analisis desain arena skateboard outdoor ... 68
Tabel IV.10 Jenis dan kriteria vegetasi ... 69
Tabel IV.11 Kriteria penerangan ruang ... 70
Tabel IV.12 Kriteria penghawaan ruang ... 71
Tabel IV.13 Jenis sumber energi ... 72
Tabel IV.14 Jenis penangkal petir ... 73
Tabel IV.15 Analisis sitem distribusi air bersih ... 73
Tabel V.1 Kebutuhan dan besaran ruang ... 79
Tabel V.2 Jenis vegetasi ... 84
Tabel V.3 Jenis penerangan pada ruang-ruang Solo Skatepark... 85
Tabel V.4 Jenis penghawaan buatan pada ruang-ruang Solo Skatepark . ... 85
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Perumusan Pengertian Judul
Tugas akhir ini diberi judul “Solo Skatepark Dengan Pendekatan
Arsitektur Metafora”. Untuk membangun rumusan pengertian dari judul tersebut
dapat dibagi menjadi dua objek pembahasan, yaitu Solo Skatepark yang
merupakan objek material dan Arsitektur Metafora yang merupakan objek formal.
Pertama, Solo Skatepark, Solo lazimnya disebut sebagai Surakarta,
merupakan kota yang terletak di provinsi Jawa Tengah. Pada awalnya, penyebutan
Solo cenderung digunakan untuk konteks informal, namun seiring dengan
perkembangannya, penyebutan Solo menjadi lebih populer.
Skatepark merupakan istilah yang terdiri dari dua kata asing yaitu skating
dan park. Dalam kamus Inggris-Indonesia, skating memiliki terjemahan meluncur
dan park adalah taman.
Olahraga meluncur ini terdiri dari beberapa kegiatan, antara lain
skateboarding, ice skating, inline skating, snow skating, dan lain-lain. Olahraga
meluncur yang dimaksud pada penelitian ini adalah olahraga skateboard.
Skateboard merupakan peralatan untuk dikendarai, biasanya sambil berdiri,
berbentuk pendek, terdiri dari sepotong kayu, plastik, atau alumunium yang
dipasang pada roda roller-skate, digunakan pada permukaan halus dan
memerlukan keseimbangan yang lebih baik daripada pengendara roller skate biasa
commit to user
2 Park atau taman adalah lahan publik atau pribadi/swasta yang disisihkan
dan tersedia untuk rekreasi, edukasi/pendidikan, bersantai, area
indah/pemandangan, budaya, atau guna estetika, atau untuk pelestarian ruang
terbuka dengan vegetasi (Christensen, 2005:258). Park yang dimaksudkan pada
objek material kajian ini adalah tempat untuk bermain skateboard dimana terdapat
obstacle di dalamnya yang dapat digunakan. Obstacle merupakan bentuk-bentuk
massa sebagai halang rintang dalam bermain skateboard. Obstacle yang tersedia
pada skatepark merupakan replika dari bentuk obstacle perkotaan dan
pengembangan variasi bentuknya.
Dari pemahaman di atas, pengertian Solo Skatepark yang dimaksud dalam
judul tugas akhir ini dapat dirumuskan sebagai sebuah wadah yang memiliki
fungsi utama untuk mewadahi aktivitas olahraga skateboard dan fungsi penunjang
untuk rekreasi, edukasi/pendidikan, bersantai, area indah/pemandangan, budaya,
atau guna estetika, atau untuk pelestarian ruang terbuka hijau di Surakarta.
Kedua, Arsitektur Metafora, salah sebuah teori yang paling populer
tentang metafora merumuskan metafora sebagai “perbandingan tersirat” (“implied
comparison”) di antara dua hal. Di sini metafora dipandang sebagai simile dengan
prediksi similaritas―ditandai dengan kata penghubung seperti, bagaikan, laksana,
bak―yang disembunyikan atau dilesapkan (Levinson (1983) dalam Budiman,
2011:87).
Dalam kaitannya dengan metafora-metafora visual—juga
metafora-metafora dengan kemungkinan substansi lain seperti bebunyian, gerak-gerik, dan
commit to user
3 yang berupa simile karena kata penghubung seperti atau bagaikan itu sama sekali
tidak memiliki padanannya di dalam repertoar visual (Budiman, 2011:88-89).
Menimbang adanya beberapa kesulitan tersebut, Kris Budiman dalam
Semiotika Visual (2011:89-94) memaparkan sebagian kecil teori metafora di
dalam tradisi semiotika yang tergolong cukup menonjol, yakni sebagai berikut.
Pertama, Charles S. Pierce yang mengatakan bahwa metafora adalah ikon
yang didasarkan atas similaritas di antara objek-objek dari dua tanda simbolis.
Suatu cara yang cukup mudah untuk mengenali similaritas di dalam metafora
adalah dengan membandingkan deskripsi kedua objek yang diacu oleh
tanda-tanda yang bersangkutan (Aart van Zoest (1992a) dalam Budiman, 2005:89).
Apabila objek 1 yang diacu pada simbol 1 dipandang memiliki kemiripan
dengan objek lain yang diacu oleh simbol lain, maka kemiripan di antara kedua
objek yang diacu oleh kedua simbol itu menciptakan metaforanya. Lantaran
adanya proses semiosis yang berlapis-ganda ini, Pierce kemudian mengatakan
bahwa metafora pada dasarnya adalah sebuah meta-tanda (metasign)—
maksudnya, metafora adalah sebuah tanda yang tercipta di atas tanda-tanda yang
lain (biasanya dua buah simbol), metafora adalah tanda di atas tanda (Budiman,
2011:90). Proses semiosis yang berlapis ganda ini pun niscaya dapat ditelusuri
pada setiap metafora visual.
Kedua, Le Groupe µ dan I.A. Richards. Dalam pemahaman Le Groupe µ
dan yang kemudian diadopsi oleh Jonathan Culler, metafora merupakan
kombinasi dari dua buah sinekdoke, yang bergerak dari suatu keseluruhan kepada
salah satu bagiannya kepada suatu keseluruhan yang lain; atau dari anggota
commit to user
4 yang sama. Gerakan yang terakhir ini, yakni dari anggota ke kelas ke anggota,
adalah prosedur paling umum dalam menginterpretasikan sebuah metafora (Culler
(1982); Levin (1977) dalam Budiman, 2005:92).
Sementara itu, melalui prosedur yang hampir sama dengan teori metafora
Le Groupe µ, I.A. Richards beranggapan bahwa relasi di antara ekspresi metaforis
(vehicle) dan ekspresi harfiah (tenor) hanya dapat dimungkinkan berkat adanya
latar (ground) tertentu, yakni sebuah karakteristik umum (the common
characteristic) yang sama-sama dimiliki oleh keduanya (Richards (1966); Levin
(1977) dalam Budiman, 2005:93).
Ketiga, Roman Jakobson, teori metafora Jakobson dilandasi oleh sebuah
prinsip dasar yang menyatakan bahwa fungsi puitis memproyeksikan prinsip
ekuivalensi dari poros seleksi ke poros kombinasi (the poetic function projects the
principle of equivalence from the axis of selection into the axis of combination)
(Jakobson (1975) dalam Budiman, 2005:93-94). Perlu digarisbawahi di sini
bahwa teori Jakobson sebetulnya tidak semata-mata bersangkutan dengan puisi
atau bahasa puitis (Budiman, 2011:94). Prinsip ekuivalensi dengan kedua
porosnya ini sebetulnya diturunkan dari konsep dikomis Ferdinand de Saussure
((1966); Budiman (2004) dalam Budiman, 2005:94) tentang dua jenis relasi
tanda-tanda, yakni relasi sintagmatis dan relasi asosiatif (paradigmatis).
Fungsi puitis yang dimaksud Jakobson tersebut, antara lain, dapat
terealisasikan sebagai figur retoris yang paling mendasar, yakni metafora dan
metomini. Figur retoris yang pertama, metafora, diproduksi berdasarkan pada
commit to user
5 metomini, berdasarkan pada prinsip kontiguitas (contiguity), “keberdampingan”
(Jakobson (1975) dalam Budiman, 2005:94).
Dari pemaparan di atas, pengertian arsitektur metafora yang dimaksud
dalam judul tugas akhir ini dapat dirumuskan sebagai kemiripan atau analogi yang
diperoleh dari sebuah perbandingan atas dua hal yang berbeda guna memperoleh
konsep keaslian bangunan arsitektur melalui pemikiran dalam perspektif berbeda,
interpretasi baru, dan memunculkan sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya.
Dari pengertian objek material dan objek formal diatas, pengertian Solo
Skatepark dengan pendekatan arsitektur metafora dapat dirumuskan sebagai
sebuah wadah di Surakarta yang mewadahi segala aktivitas yang berhubungan
dengan olahraga skateboard dan ditunjang dengan fasilitas-fasilitas pendukung
terkait, dengan menggunakan arsitektur metafora sebagai pendekatan konsep
perencanaan dan perancangan.
1.2. Latar Belakang
Skateboard merupakan salah satu olahraga yang masuk dalam kategori
olahraga ekstrim. Olahraga ekstrim yang dimaksud adalah olahraga demi
pemenuhan kepuasan adrenalin. Aktivitas olahraga ekstrim lazimnya cenderung
menampilkan kecepatan, ketinggian, bahaya, dan aksi tantang diri yang
commit to user
6 Gambar I.1 Atraksi skateboard
Sumber : dokumen Budiharjo (2009)
Di Indonesia, olahraga skateboard terus mengalami perkembangan.
Perkembangan tersebut ditunjukkan dengan bermunculannya
komunitas-komunitas skateboard, adanya industri-industri lokal yang berhubungan dengan
skateboard, dibangunnya beberapa skatepark di beberapa kota, dan jumlah peserta
skateboarding day di Indonesia yang terus meningkat.
Komunitas skateboard lokal muncul tidak hanya di kota besar seperti
Jakarta, Bandung, Semarang dan Bali, melainkan juga di Surakarta. Di Surakarta,
peminat olahraga skateboard yang tergabung dalam komunitas terus bertambah.
Berdasarkan pendataan oleh Association of Soloraya Skateboarding Community
(ASSC) pada Mei 2011 terdapat 11 komunitas yang berada di Solo Raya yang
terdiri dari 249 skateboarder yang aktif tersebar di komunitas-komunitas tersebut.
Keberadaan komunitas-komunitas skateboard Solo Raya terpencar di
karisidenan Surakarta, antara lain kompleks stadion Manahan, perpustakaan pusat
UNS, lingkungan kampus teknik UMS, Galabo, Ngarsopuro, dan lain-lain.
commit to user
7 masyarakat, khususnya komunitas skateboard yang sering menggunakan
ruang-ruang publik sebagai sarana bermain. Beberapa event lokal hingga nasional pernah
diadakan di Surakarta. Sarana yang digunakan pada event tersebut menggunakan
ruang-ruang publik yang ada di Surakarta. Oleh karena itu, perlu adanya sarana
atau wadah berupa skatepark di Surakarta yang dapat mewadahi aktivitas olahraga
skateboard agar aktivitas-aktivitas olahraga skateboard tidak mengganggu
kegiatan yang ada di ruang-ruang publik.
Kebutuhan skatepark di kota Surakarta disebabkan adanya fenomena
aktivitas olahraga skateboard yang berlangsung di ruang publik. Ruang publik
tersebut belum mampu mewadahi aktivitas olahraga skateboard secara optimal
karena para skateboarder hanya berlatih dengan menggunakan obstacle seadanya,
tanpa adanya sistem keamanan dan kenyamanan bagi para skateboarder maupun
masyarakat yang menyaksikannya. Selain itu, musim hujan merupakan kendala
para skateboarder saat melakukan aktivitas olahraga skateboard di area terbuka.
Gambar I.2 Event skateboard dilaksanakan di depan pasar Triwindu, Ngarsopuro Sumber : dokumen Setya (2011)
Kebutuhan skatepark di kota Surakarta juga disebabkan adanya fenomena
perkembangan skateboard di kota Surakarta, hal ini dapat dilihat dari
commit to user
8 Skateboarding Day setiap tahunnya di Surakarta, jumlah peminat olahraga
skateboard yang bergabung dalam komunitas-komunitas di Surakarta, dan
berbagai kompetisi tingkat nasional yang sering diikuti oleh
skateboarder-skateboarder Surakarta. Prestasi pun sering diperoleh pada kompetisi-kompetisi
tingkat nasional seperti kompetisi ISA, Volcom, Piero, dan lain-lain. Berikut data
pertumbuhan peserta World Go Skateboarding Day di Surakarta, jumlah peminat
olahraga skateboard aktif yang tergabung dalam komunitas-komunitas di
Surakarta dan daftar prestasi skateboarder Surakarta.
J
2008 2009 2010 2011 2012
2007
Gambar I.3 Grafik pertumbuhan peserta World Go Skateboarding Day di Surakarta
Sumber : Dokumen Association of Soloraya Skateboarding Community (ASSC)
Tabel I.1 Jumlah komunitas skate di Soloraya (pendataan 20 Mei 2012)
No Nama Komunitas Jumlah
Anggota Lokasi Latihan 1 MSD (Manahan Skateboarding
Division) 19 Manahan (samping Velodrome) 2 UNSkateboarding 21 kampus UNS Solo (halaman Bank BTN
UNS)
3 UMS Skateboarding 20 boulevard kampus II UMS
4 Pendopo Skateboard 15 Manahan pintu depan, sebelah timur 5 Imigran/FAIN 23 sekitar perumahan Fajar Indah
6 Dawung Gledekan 15 Dawung, BCA, Ngarsopuro (nomaden) 7 Slowly Skateboarding (Klaten) 20 GOR, perlimaan Mbramen, alun-alun
commit to user
9 8 Sragen Skateboarding 18 KNPI (depan rumah dinas bupati Sragen) 9 Soekohardjo Skateboarding 12 halaman DPRD Sukoharjo
10 BSP (Boyolali Skateboarding
People) 13 pasar kota Boyolali, samping kabupaten 11 Wonogiri Boardrider 22 Wonogiri
12 Tidak Diketahui/Belum Tergabung
Komunitas 51 lokasi tersebar
Jumlah Total Skater Yang Terdaftar 249
Sumber : Dokumen Association of Soloraya Skateboarding Community (ASSC)
Tabel I.2 Daftar prestasi skateboarder berdomisili Surakarta
No Nama Prestasi
1 Yosafat Satria Setya 1st Starting Point Skateboard Comeptition (2004) 1st One Way Trick Competition (2004)
3rd Beginner ISA Competition (2004)
3rd Beginner Volcom Skate Jam O'rama (2004) 3rd Beginner Volcom Wild In The Park (2005) 1st Beginner ISA Competition Series 2 (2005) 6th Beginner ISA Competition Series 3 (2005) 5th Beginner ISA Competition Final Series (2006) 2nd Open Viva La Balkot (2006)
1st X-treme Foundation Skateboard Competition (2006) 1st Rapma Skateboard Competition (2006)
1st Open Semarang Skateboard Competition (2006) 1st Open Born To Be Free Skateboard Competition (2006) 2nd Open Madiun Cinta Kamu Skateboard Competition (2007) 1st Open Mandala Skateboard Competition (2008)
4th Open Volcom Wild In The Park (2008) 1st Open Viva La Balkot (2008)
2nd Open Skate Now National Skateboard Competition (2008) 3rd Open Surabaya Metropolis Skateboard Competition (2008) 1st GSD Street (2010)
1st Raildog #1 Skateboard Competition (2010) 1st Open Viva La Balkot (2010)
1st Open Street Magetan Skateboard Competition(2010) 1st Game of Skate Magetan Skateboard Competition (2010) 2nd Open Volcom Wild In The Park National Series (2010) 1st Open Forgive For Reborn #1 Skateboard Competition (2011)
1st GSD Street (2011)
1st Open Madiun Cinta Kamu #2 Skateboard Competition (2011)
1st Open Skatelatiga Skateboard Competition (2011) 2nd Reach Your Line Skateboard Competition (2011) 3rd Warrior Ramp Jam (2012)
1st Emerica G.O.S (2012)
1st GSD Drop in Contest, High Ollie, Long Ollie, & Line Filming (2012)
3rd Open Kustom Fest Skateboard Competition (2012) 1st Raildog #2 Skateboard Competition (2012) 2 Narendra Setya 1st Beginner Volcom Skate Jam O'rama (2003)
4th Beginner ISA Competition Series 1 (2003) 3rd ISA Competition Series 3 (2004)
2nd Forgive for Reborn (2011)
commit to user
10 2nd Smartfren Skate Competition (2012)
2nd Beginner Madiun Cinta Kamu #2 (2011) 4 Roni Dapa Saputra 1st Warrior Last Sunday (2012)
3rd GSD Street (2011) 5 Muhammad Nor
Wibisono 2
nd
Amateur Viva La Balkot (2011)
6 Fajar 'Japrax' 5th Beginner ISA Competition Series 3 (2005)
2nd Beginner Opening Predator Park Competition (2012) Sumber : Dokumen komunitas Manahan Skateboarding Division (MSD)
Selain itu, fenomena perkembangan skateboard di Surakarta juga dapat
dilihat dari komunitas-komunitas skateboard yang mengadakan
kompetisi-kompetisi skateboard berskala lokal. Hal tersebut memicu organisasi skateboard
dan industri skateboard untuk mengadakan kompetisi skateboard berskala
nasional di kota Surakarta seperti kompetisi ISA pada tahun 2004 yang
berlangsung di komplek stadion Manahan dan kompetisi Piero Nation
Skateboarding Seri 1 pada tahun 2012 yang menggunakan jalan di depan pasar
Triwindu, Ngarsopuro. Berikut data event-event skateboard yang telah
terselenggara di kota Surakarta.
Tabel II.3 Event skateboard di Soloraya (2009-2012)
Tahun Event Tempat
2009
Skateboarding Day 2009 Solo Grand Mall Demo Skate Just Do It Now Gbika
Manahan Game Of Skate Komplek Stadion Manahan
2010
Skateboarding Day 2010 Ngarsopuro Boyolali Merdeka Skate Boyolali
Raildog Competition Komplek Stadion Manahan
2011
Skateboarding Day 2011 Ngarsopuro Demo Skate Djarum 76 Ngarsopuro
Reach Your Line Komplek Stadion Manahan
2012
Skateboarding Day 2012 Komplek Stadion Manahan Piero Nation Skateboarding Seri 1 Ngarsopuro
Warrior Ramp Jam #1 Warrior Park Smartfren Skate Competition Komplek Stadion Manahan
Skate Wars Warrior Park Raildog #2 Competition Komplek Stadion Manahan Suzuki Perform Skateboard Solo Grand Mall
commit to user
11 Aktivitas olahraga ekstrim skateboard ini memiliki daya tarik bagi
pengunjung karena mempertunjukkan gerakan-gerakan yang atraktif. Gerakan
atraktif di sini merupakan gerakan unjuk kemampuan trik-trik yang dimiliki oleh
para skateboarder pada saat event skateboard maupun pada saat photo session dan
filming video. Kesan atraktif tersebut perlu dimunculkan dalam tampilan
bangunan yang ditransformasikan melalui pendekatan arsitektur metafora.
Dalam semiotika, atraktif merupakan penggambaran suatu sifat yang
berwujud abstrak. Menurut Anthony C. Antoniades dalam Poetic of Architecture
(1990:30-31), penggambaran wujud abstrak dalam arsitektur dapat dimasukkan ke
dalam kategori metafora abstrak (intangible metaphor). Secara lebih luas,
penggunaan metafora dalam arsitektur mampu memikirkan karya/desain dalam
perspektif berbeda, memunculkan interpretasi baru, dan memunculkan sesuatu
yang tidak diketahui sebelumnya sehingga menghasilkan konsep baru substansial
yang berkaitan dengan keaslian bangunan. Sehingga metafora yang dilakukan
diharapkan mampu mencitrakan aktivitas olahraga skateboard yang terwujud
dalam perancangan desain arsitektur Solo Skatepark.
1.3. Permasalahan
Bagaimanakah konsep perencanaan dan perancangan Solo Skatepark yang
mampu mewadahi aktivitas olahraga skateboard dan seluruh aktivitas
penggunanya, serta mencitrakan fungsi dan karakter bangunan yang diwujudkan
melalui tampilan bangunan dengan pendekatan arsitektur metafora?
1.4. Persoalan
Dari rumusan permasalahan di atas, diperoleh lima persoalan sebagai
commit to user
12 1) Bagaimanakah konsep tampilan bangunan Solo Skatepark yang mampu
mencitrakan fungsi dan karakter dari aktivitas olahraga skateboard?
2) Bagaimanakah konsep tata site meliputi orientasi bangunan, klimatologi,
pencapaian, sirkulasi, dan penzoningan yang menunjang tampilan
bangunan Solo Skatepark?
3) Bagaimanakah konsep program ruang secara keseluruhan yang mampu
mewadahi aktivitas pengguna Solo Skatepark?
4) Bagaimanakah konsep sistem struktur yang menunjang tampilan bangunan
Solo Skatepark?
5) Bagaimanakah konsep tata landscape dan sistem utilitas yang menunjang
tampilan bangunan Solo Skatepark, serta menunjang kenyamanan dan
keamanan aktivitas pengguna Solo Skatepark?
1.5. Tujuan
Konsep perencanaan dan perancangan Solo Skatepark yang mampu
mewadahi aktivitas olahraga skateboard dan seluruh aktivitas penggunanya, serta
mencitrakan fungsi dan karakter bangunan yang diwujudkan melalui tampilan
bangunan dengan pendekatan arsitektur metafora.
1.6. Sasaran
Dari tujuan di atas, terdapat lima sasaran yang diperoleh berdasarkan
persoalan-persoalan yang ada yakni sebagai berikut.
1) Konsep tampilan bangunan Solo Skatepark yang mampu mencitrakan
commit to user
13 2) Konsep tata site meliputi orientasi bangunan, klimatologi, pencapaian,
sirkulasi, dan penzoningan yang menunjang tampilan bangunan Solo
Skatepark?
3) Konsep program ruang secara keseluruhan yang mampu mewadahi
aktivitas pengguna Solo Skatepark?
4) Konsep sistem struktur yang menunjang tampilan bangunan Solo
Skatepark?
5) Konsep tata landscape dan sistem utilitas yang menunjang tampilan
bangunan Solo Skatepark, serta menunjang kenyamanan dan keamanan
aktivitas pengguna Solo Skatepark?
1.7. Lingkup Pembahasan dan Batasan
1.7.1. Lingkup Pembahasan
Pembahasan konsep perencanaan dan perancangan Solo Skatepark ini
melingkupi persoalan-persoalan dalam lingkup arsitektur dan ditekankan pada
tampilan bangunan yang menggunakan pendekatan arsitektur metafora.
Pembahasan di luar lingkup disiplin ilmu arsitektur akan dibahas sebatas
menunjang dan memberi kejelasan pada pembahasan Solo Skatepark.
1.7.2. Batasan
Pembahasan konsep perencanaan dan perancangan Solo Skatepark ini
mencakupi pelayanan event skateboard berskala nasional. Solo Skatepark
direncanakan mampu melayani pertumbuhan peminat olahraga skateboard di
commit to user
14 1.8. Metode Perencanaan dan Perancangan
1.8.1 Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan ada empat yang dapat
dipolakan sebagai berikut.
1) Observasi, dilakukan melalui pengamatan ke objek penelitian seperti,
skatepark-skatepark yang ada di Indonesia, event-event skateboard di
Indonesia, industri skateboard di Indonesia, komunitas skateboard di
Indonesia pada umumnya dan komunitas skateboard di Surakarta pada
khususnya.
2) Wawancara, dilakukan melalui interview (tanya jawab) kepada beberapa
narasumber yang paham olahraga skateboard dan kepada masyarakat
selaku pengguna yang menikmati aktivitas olahraga tersebut.
3) Dokumentasi, dilakukan melalui pengambilan dokumen (video, foto, dan
literatur) seperti, ilustrasi visual dari kejadian-kejadian dalam olahraga
skateboard, peralatan skateboard, jenis-jenis lintasan dalam skateboard,
preseden skatepark, dan contoh desain arsitektur yang menggunakan
metafora dalam perancangan.
4) Literatur, digunakan untuk memperoleh data melalui beberapa referensi
yang berkaitan dengan tugas akhir, di antaranya olahraga skateboard,
skatepark, kota Surakarta, arsitektur metafora, dan lain-lain.
1.8.2 Metode Analisis
Analisis dilakukan dengan mengkaji data dan informasi yang digunakan
sebagai data perencanaan dan perancangan melalui tiga tahap pemrograman yakni
commit to user
15 1) Pemrograman fungsional, menganalisis kegiatan, identifikasi pengguna,
struktur organisasi, area kegiatan, dan penstrukturan pengguna dengan
kegiatan di dalam Solo Skatepark yang direncanakan.
2) Pemrograman performansi, menganalisis identifikasi kebutuhan dengan
pengguna, atribusi lingkungan dengan pengguna, karakteristik respon
lingkungan, dan potensi lingkungan untuk memperoleh performansi sistem
ruang dan bangunan Solo Skatepark.
3) Pemrograman arsitektur, dilakukan untuk menganalisis tapak,
ruang/bangunan, dan tapak site Solo Skatepark sesuai dengan efektifitas
fungsi dan spesifikasi bangunan yang direncanakan.
1.8.3 Metode Penyajian
Penulisan hasil penelitian ini menggunakan dua cara penyajian. Pertama,
Formal, yaitu penyajian dalam bentuk tabel dan gambar. Penyajian formal berupa
transformasi desain dan gambar desain Solo Skatepark. Kedua, informal, yaitu
penguraian dalam bentuk deskripsi kata-kata (naratif). Penyajian informal berupa
konsep perencanaan dan perancangan Solo Skatepark.
1.9. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan pada penelitian tugas akhir ini terbagi menjadi
lima tahap. Pertama, pendahuluan, berisi tentang pengertian judul, latar belakang,
permasalahan, persoalan, tujuan, sasaran, lingkup, batasan pembahasan, metode
perencanaan dan perancangan, dan sistematika penulisan.
Kedua, tinjauan skateboard dan arsitektur metafora, berisi tentang tinjauan
commit to user
16 Ketiga, Solo Skatepark yang direncanakan, mengemukakan garis besar
gambaran umum perencanaan skatepark di Surakarta dengan pendekatan
arsitektur metafora.
Keempat, analisa konsep perencanaan dan perancangan, mengemukakan
tentang analisa perencanaan dan perancangan yang dimulai dengan analisa makro
(analisa tampilan bangunan, pengolahan site, dan penzoningan) dan analisa mikro
(program ruang, sistem struktur, tata landscape, dan sistem utilitas).
Kelima, konsep perencanaan dan perancangan Solo Skatepark,
mengemukakan kesimpulan dari analisis yang dilakukan sehingga menghasilkan
commit to user 17 BAB II
TINJAUAN SKATEBOARD DAN ARSITEKTUR METAFORA
2.1. Tinjauan Skateboard
2.1.1. Sejarah Skateboard
Skateboard pertama kali dibuat sekitar awal tahun 1900-an ketika sepatu roda
dan skuter sedang populer. Skuter adalah sebuah papan datar dengan empat roda di
bagian bawah dan terdapat pegangan tangan sebagai kendali yang terpasang pada
bagian depan (Crossingham dan Kalman, 2004:6). Beberapa anak memutuskan
mengendarai skuter tanpa menggunakan pegangan tangan kemudian mereka
mengambil roda dari sepatu roda mereka dan memasangkannya pada papan kayu.
Walaupun penemuan ini adalah “skateboards” pertama, belum ada yang
menyebutkannya pada saat itu. “Sidewalk Surfers” adalah pabrik pertama yang
memproduksi skateboard (Crossingham dan Kalman, 2004:6).
commit to user 18 Skateboard pada awalnya menggunakan roda yang terbuat dari logam. Roda
ini berhenti tiba-tiba ketika menabrak batu kecil atau retakan di trotoar. Para orang
tua menjadi khawatir karena tidak ada helm, pads, atau peralatan keamanan lainnya
untuk skaters sehingga anak-anak mereka terus mendapatkan cedera. Pada tahun
1965, banyak kota yang mengesahkan undang-undang sehingga mengendarai
skateboard di jalan-jalan umum atau di ruang publik menjadi ilegal (Crossingham
dan Kalman, 2004:7). Perusahaan-perusahaan mulai berhenti memproduksi peralatan
skateboard. Pada akhir tahun 1960-an, hal ini terlihat seperti akhir dari permainan
skateboard (Crossingham dan Kalman, 2004:7).
Meskipun skateboard menjadi “underground” pada akhir tahun 1960-an, para
skateboarder tidak menyerah dan terus berjuang untuk skateboard. Untuk
mendapatkan papan (deck) menjadi sulit, kemudian para skateboarder membuat
sendiri dengan menggunakan potongan-potongan kayu dan roda dari sepatu roda.
Mereka berlatih di halaman belakang, kolam renang kosong, jalan-jalan kosong, dan
setiap ruang lain yang dapat digunakan.
Pada tahun 1970, Frank Nasworthy merubah skateboard selamanya, dia
menggunakan plastik atau disebut urethane untuk membuat roda (wheels) pada
skateboard (Crossingham dan Kalman, 2004:8). Roda ini mampu meluncur dan
mencengkram di lintasan. Trucks skateboard yang juga dirancang khusus sehingga
membuat papan lebih aman, lebih halus, lebih cepat, dan lebih mudah dikendalikan.
Pada tahun 1973 hingga tahun 1980 dikenal sebagai gelombang kedua di
commit to user 19 skating. Perubahan pada skateboard memungkinkan para skater untuk lebih berani
dari sebelumnya. Yang terbaik dari inventive skaters pada saat itu adalah Z-boys dari
daerah Santa Monica, California, atau biasa disebut Dogtown (Crossingham dan
Kalman, 2004:8). Setiap orang meniru gaya agresif mereka dan muncullah ekstrim
skateboard.
Popularitas skateboard kembali booming pada gelombang ketiga, yang
berlangsung dari 1983 hingga 1991 (Crossingham dan Kalman, 2004:9). Pada saat
itu, permainan skateboarding menjadi lebih sulit karena profesional skateboarder
menciptakan trik-trik baru dan mengubah trik-trik lama.
Popularitas skateboard sempat mengalami „kecelakaan‟ sebentar di awal
tahun 1990-an, namun gelombang keempat dimulai beberapa tahun kemudian dan
terus berlangsung kuat sejak saat itu (Crossingham dan Kalman, 2004:9). Seiring
dengan aggressive inline skating dan BMX, skateboarding telah menjadi sebuah
olahraga ekstrim yang booming di seluruh dunia.
2.1.2. Perkembangan Skateboard di Indonesia
Skateboard masuk ke Indonesia sekitar tahun 1970-an (Charlie, 2011, dalam
Arie, 2011:format video). Skateboard dibawa masuk oleh mahasiswa Indonesia yang
menuntut ilmu di luar negeri (Surie, 2011, dalam Arie, 2011:format video). Pada
tahun 1980-an, skateboard sempat vacum, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di
seluruh negara, hal tersebut dikarenakan mahalnya biaya pembangunan tempat
bermain skateboard dan permainan skateboard dianggap berbahaya bagi anak-anak
commit to user 20 permainan skateboard tidak lagi hanya meluncur, slalom, atau permainan seperti
balapan tetapi skateboard telah berkembang menjadi permainan yang membutuhkan
teknik dan skill sehingga permainan skateboard membutuhkan tempat untuk bermain
(Charlie, 2011, dalam Arie, 2011:format video).
2.1.3. Perlengkapan Skateboarding
Terdapat tiga perlengkapan utama dalam bermain skateboard. Pertama,
Skateboard, pada dasarnya terdiri dari tiga bagian, yaitu the deck, the trucks, dan the
wheels (Welinder dan Whitley, 2012:16). Masing-masing dari bagian ini memiliki
dampak terhadap cara mengendalikan skateboard, dan perubahan ke salah satu bagian
membutuhkan penyesuaian terhadap komponen lainnya.
Gambar II.2 Skateboard
Sumber : Welinder dan Whitley (2012:16)
The deck merupakan sebilah papan yang terdiri dari lapisan-lapisan kayu,
biasanya berasal dari kayu maple. Pada bagian atas direkatkan griptape sehingga kaki
skateboarder tidak bergeser ke sekitarnya. Meskipun umumnya deck yang terdapat di
skateshop terlihat simetris, sebagian besar memiliki perbedaan tipis yang
commit to user 21 Gambar II.3 Papan skateboard (the deck)
Sumber : Welinder dan Whitley (2012:18)
Beberapa aspek pada deck akan mempengaruhi performanya. Sebuah papan
yang lebar akan memberikan kestabilan tetapi akan lebih sulit untuk melakukan
manuver. Sebuah papan yang lebih sempit akan lebih kurang stabil. Kebanyakan para
skateboarder yang tertarik dengan street skating style menggunakan papan lebih
sempit, sementara mereka yang tertarik untuk melaju cepat atau seseorang yang
memiliki fisik lebih besar cenderung untuk menggunakan papan yang lebar.
Sebuah papan panjang akan lebih stabil tetapi tidak dapat berbelok setajam
papan yang lebih pendek. Jarak antara trucks mempengaruhi radius belokan memutar
commit to user 22 Gambar II.4 The trucks
Sumber : Welinder dan Whitley (2012:18)
Terdapat dua set dari empat lubang yang dilubangi pada sebuah deck. Empat
buah baut memegang truck ke deck. the truck adalah bagian paling rumit dari
skateboard. Lebar dari truck ditentukan oleh panjang axle dan hanger. Ketika sebuah
skateboard terpasang, bagian luar roda (wheels) berada sedikit di dalam sisi deck.
Perakitan roda (the wheels) memiliki beberapa bagian. Ada bagian utama
roda, polyurethane, yang menyentuh lantai. Di dalam roda terdapat dua buah bearing
terbuat dari baja yang digunakan untuk berputar pada as roda. Sebuah skateboard
lengkap memiliki delapan buah bearing, dua buah pada setiap roda.
Gambar II.5 Bearing
commit to user 23 Ukuran sebuah roda diukur dalam milimeter. Ukuran umum untuk roda adalah
antara 50 hingga 60 milimeter. Kekerasan sebuah roda diukur dalam durometer. Roda
yang lebih hard akan lebih cepat saat digunakan meluncur, tetapi akan merasakan
setiap gundukan dan celah di medan kasar. Sebuah roda yang lebih soft akan lancar di
medan kasar tetapi tidak dapat meluncur cepat.
Gambar II.6 Ukuran roda (the wheels) Sumber : Welinder dan Whitley (2012:19)
Gambar II.7 Tingkat kekerasan roda (the wheels) Sumber : Welinder dan Whitley (2012:20)
Kedua, sepatu skate, memberikan kontribusi yang luar biasa, dimana terdapat
padding di beberapa tempat yang paling sering digunakan dan mendapat robekan
(Welinder dan Whitley, 2012:8). Saat ini, teknologi juga telah diterapkan pada sepatu
skate sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan saat bermain skateboard.
Kebutuhan utama perlengkapan ini untuk bermain skateboard menjadikan sepatu
skate menjadi ciri khas fashion para skateboarder.
Ketiga, safety gear, terdapat dua safety gear yang harus digunakan untuk
commit to user 24 yang digunakan untuk melindungi kepala. Pads merupakan alat keamanan yang
digunakan untuk melindungi siku dan lutut. Safety gear ini digunakan untuk
menghindari para skateboarder mengalami cedera-cedera yang serius saat terjadi
kecelakaan.
2.1.4. Gaya Bermain Skateboard
Sejak pertama kali muncul di tahun 1950-an, skateboarding telah berkembang
menjadi sebuah kegiatan rekreasi sehari-hari yang sangat berbeda dan olahraga
profesional dengan profil tinggi dengan jutaan peserta di Kanada dan seluruh dunia
(Brooke (2011) dalam Zalm, 2011:12). Saat ini, bermain skateboard memiliki gaya
bermain yang berbeda-beda, ditandai dengan jenis lintasan yang telah berkembang
sesuai dengan bentuk medan. Di bawah ini adalah daftar dan deskripsi umum „gaya‟
bermain skateboard dan arena bermainnya terkait dengan medan yang dibahas oleh
van der Zalm dalam Skateboarding Amenities Stategy 2011 (2011:12-13).
Tabel II.1 Gaya bermain skateboard
Gaya Bermain Deskripsi Gambar
Transition/bowl
Pada tahun 1970-an, para pemain skateboard
mulai menantang keterampilan mereka pada dinding kolam renang yang kering. Hal ini melahirkan gaya baru yang bentuk dasar terinspirasi dari para peselancar yang berselancar di ombak. Z-boys dari California merupakan kelompok skateboarder pertama yang bermain menggunakan dinding kolam renang yang kering. Saat ini, atraksi
skateboarding yang menggunakan lintasan
permukaan melengkung mendekati vertikal dikenal dengan gaya skateboard ‘transition’.
Gambar II.8 Bowl style
Sumber : Zalm (2011:12)
Freestyle
Pada tahun 1980-an, gaya skateboard baru muncul dengan melakukan trik pada permukaan datar dan sering dikoreografikan dengan musik. Gaya ini melibatkan gerakan yang artistik dan bebas dengan ukuran papan yang lebih kecil. Gaya bermain skateboard ini sangat kompetitif pada tahun 1980-an namun seiring
Gambar II. 9 Freestyle
commit to user 25 berkembangnya jaman, perubahan-perubahan
pada peralatan skateboard memberi dominasi baru pada streetstyle skating.
Street
Gaya ini dianggap sebagai gaya bermain
skateboard yang paling populer. Gaya bermain
street biasa dilakukan di ruang publik atau
semi-publik seperti plaza perkotaan, parkir mobil, area sekolah, kolam renang kosong, dan saluran air yang kering. Gaya bermain ini menantang keterampilan para skateboarder untuk melakukan trik dengan menggunakan bentuk-bentuk yang ada di ruang publik perkotaan seperti ledges, stairs, handrail, banks, dan lain-lain.
Gambar II.10 Streetstyle
Sumber : Zalm (2011:13)
Park
Munculnya kembali fasilitas-fasilitas untuk bermain skateboard pada tahun 1990-an mempopulerkan gaya baru dalam bermain
skateboard. „Park‟ merupakan gaya bermain
yang menggunakan obstacle dengan bentuk yang dibangun khusus untuk skateboard. Fitur yang ada di fasilitas ini merupakan replika dari bentuk obstacle perkotaan dan pengembangan
variasi bentuknya. Gambar II.11 Park style Sumber : Zalm (2011:13)
Downhill
Gaya bermain skateboard ini dilakukan di permukaan yang memiliki daerah-daerah berbukit dan tingkat lalu lintas yang rendah. Aktivitas pada gaya ini adalah meluncur dengan kecepatan yang relatif tinggi. Peralatan
skateboard yang digunakan pada gaya downhill
biasanya menggunakan papan yang lebih panjang dan menggunakan wheels yang lebih
soft.
Gambar II.12 Downhill
Sumber : Zalm (2011:13)
Longboarding
Peralatan skateboard yang digunakan pada gaya ini hampir sama dengan gaya downhill. Lintasan bermain pada gaya longboarding biasanya menggunakan permukaan datar dengan tikungan yang tajam atau lereng dengan kemiringan yang lebih rendah.
Gambar II.13 Longboarding
Sumber : Zalm (2011:13) Sumber : Zalm (2011:12-13)
2.1.5. Trik-Trik dalam Skateboard
Skateboard merupakan olahraga ektrim yang menampilkan suatu pertunjukan
commit to user 26 trik skateboard dan berhasil landing. Terdapat lima trik dalam bermain skateboard,
yakni sebagai berikut.
1) Ollie, 1978 menjadi tahun bersejarah bagi skateboarder, karena Allan Gelfand
menciptakan “ollie pop”, yaitu mengudara tanpa menggunakan tangan dalam
bidang vertikal (Anggi dan Ronald, 2012:43).
2) Grab, merupakan trik mengudara dengan memegang deck pada skateboard.
3) Flip, sekitar akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an merupakan periode
inovasi besar dan semangat dalam skateboarding (Goodfellow, 2005:13).
Rodney Mullen merupakan skateboarder yang menciptakan trik flip, yaitu trik
mengudara dengan skateboard yang memutar dan/atau membalik.
4) Grind, merupakan trik meluncur di obstacle dengan menggunakan permukaan
truck pada skateboard.
5) Slide, merupakan trik meluncur di obstacle dengan menggunakan permukaan
deck pada skateboard.
2.1.6. Obstacle Skateboard
Atraktif dalam permainan skateboard juga dapat terlihat saat skateboarder
melakukan atraksi di obstacle. Terdapat enam bentuk dasar obstacle yang digunakan
dalam permainan skateboard yaitu ledge, rail, banks, pipe, stair/gap, dan manual
pad. Pada obstacle alami, bentuk dasar obstacle tersebut disesuaikan dengan standar
arsitektural, sedangkan obstacle pada skatepark, bentuk dasar obstacle tersebut
dikombinasikan dan dikembangkan sehingga menghasilkan variasi bentuk obstacle
commit to user 27 2.1.7. Aktivitas Olahraga Skateboard
Terdapat empat aktivitas olahraga skateboard (observasi bulan agustus –
desember 2012), yakni sebagai berikut.
1) Latihan, merupakan aktivitas mengasah kemampuan skateboarder.
2) Kompetisi, merupakan aktivitas unjuk kemampuan atau atraksi yang
dilakukan skateboarder untuk memperoleh juara.
3) Skatedemo, merupakan aktivitas unjuk kemampuan atau atraksi, biasanya
dilakukan profesional skateboarder dengan tujuan promosi brand secara
langsung.
4) Checkspot, merupakan aktivitas unjuk kemampuan atau atraksi skateboarder
yang dilakukan di ruang publik dengan menggunakan obstacle alami untuk
didokumentasikan melalui photo session maupun filming video dan bertujuan
untuk promosi brand secara tidak langsung (melalui media cetak dan
elektronik).
2.1.8. Preseden Skatepark
Di bawah ini merupakan preseden desain skatepark.
1) The Jobing.com Arena
The Jobing.com arena merupakan bangunan yang berfungsi sebagai arena
olahraga dan hiburan yang terletak di Glendale, Arizona. Permukaan lantai
menggunakan multy-surface sehingga memungkinkan mengadakan kegiatan
olahraga apapun di dalam bangunan ini dan memiliki kapasitas tempat duduk
commit to user 28 hockey Phoenix Coyotes dan Arizona Sting. Bangunan juga digunakan arena
skateboard pada Street League Skateboard Competition pada tahun 2010, 2011,
dan 2012. Obstacle pada arena skateboard yang digunakan untuk Street League
Skateboard Competition selalu mengalami perubahan setiap tahunnya.
Gambar II.14 Arena skateboard Street League 2010
Sumber : http://californiaskateparks.com/skatepark-design-and-construction-portfolio/?n=Street+League+2010+AZ&projectID=236#Arizona; diunduh
30/11/2012
Gambar II.15 Arena skateboard Street League 2011
Sumber : http://californiaskateparks.com/skatepark-design-and-construction-portfolio/?n=STREET+LEAGUE+2011+GLENDALE+ARIZONA&projectID=257#
commit to user 29 Gambar II.16 Arena skateboard Street League 2012
Sumber : http://californiaskateparks.com/tag/street-league-skateboarding/; diunduh 30/11/2012
Berdasarkan ketiga contoh gambar di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa obstacle pada event internasional Street League Skateboard Competition
bersifat tidak permanen.
2) Woodward East Plaza
Woodward memiliki segala jenis obstacle skate untuk setiap tingkat
skater. dalam skatepark ini terdapat area indoor dan outdoor.
Gambar II.18 Woodward East Plaza
Sumber : http://californiaskateparks.com/skatepark-design-and-construction-portfolio/?n=Woodward+East+Plaza&projectID=166; diunduh 30/11/2012
Pada area indoor terdapat obstacle seperti rail, jump boxes, quarterpipes,
dan transition pyramids. Pada area outdoor terdapat obstacle seperti vert ramp,
street course, dan beberapa bentuk obstacle lainnya yang membuat skatepark ini
commit to user 30 3) Charmette Bonpua Skate Plaza
Charmette Bonpua Skate Plaza merupakan arena skateboard yang aman
untuk setiap tingkat skater. Charmette Bonpua Skate Plaza merupakan skate
plaza bergaya street dengan bentuk-bentuk obstacle yang unik.
Gambar II.19 Charmette Bonpua Skate Plaza
Sumber : http://californiaskateparks.com/skatepark-design-and-construction-portfolio/?n=Charmette+Bonpua+Skate+Plaza&projectID=240; diunduh 30/11/2012
Gambar di atas menunjukkan bahwa area penghijauan dapat
dikombinasikan dengan obstacle untuk bermain skateboard.
4) Ed Benedict Skate Plaza
Ed Benedict Skate Plaza adalah desain kolaborasi California Skateparks
dan Newline Skateparks. Ed Benedict merupakan taman plaza pertama berbasis
lingkungan untuk arena skateboard street di Portland. Desain organik yang unik
dengan obstacle diselingi oleh banyak saluran hijau dan dua ruang terbuka hijau
commit to user 31 Gambar II.20 Ed Benedict Skate Plaza
Sumber : http://californiaskateparks.com/skatepark-design-and-construction-portfolio/?n=Ed+Benedict+Skate+Plaza&projectID=165; diunduh 30/11/2012
Gambar II.21 Obstacle yang diselingi oleh saluran hijau
Sumber : http://californiaskateparks.com/skatepark-design-and-construction-portfolio/?n=Ed+Benedict+Skate+Plaza&projectID=165; diunduh 30/11/2012
Gambar di atas menunjukkan bahwa skatepark dapat didesain berbasis
lingkungan sehingga desain landscape dapat diterapkan tanpa mengesampingkan
kebutuhan ruang terbuka hijau pada sebuah desain perancangan skatepark.
5) Imperial Court Skate Plaza
Skatepark yang terletak di Los Angeles, California, ini dirancang untuk
menjadi multy-use, yaitu sebagai playground dan arena bermain skateboard.
Bentuk desain obstacle yang unik ini terinspirasi dari arena skateboard yang
commit to user 32 Gambar II.22 Imperial Court Skate Plaza
Sumber : http://californiaskateparks.com/skatepark-design-and-construction-portfolio/?n=Imperial+Court+Skate+Plaza&projectID=61; diunduh 30/11/2012
Gambar di atas menunjukkan bahwa desain obstacle pada hardscape
landscape skatepark tidak terikat oleh bentuk-bentuk yang konvensional.
6) The Stoner Skate Plaza
Desain unik pada skatepark yang terletak di Los Angeles, California, ini
merupakan salah satu proyek California Skateparks yang bekerja sama dengan
masyarakat setempat dan skater lokal. Inspirasi utama fitur pada skatepark ini
adalah bentuk S (Stoner), yang diperlihatkan oleh garis merah yang mengalir dari
commit to user 33 Gambar II.23 The Stoner Skate Plaza
Sumber : http://californiaskateparks.com/skatepark-design-and-construction-portfolio/?n=Stoner+Skate+Plaza&projectID=65; diunduh 30/11/2012
Gambar II.24 Desain Obstacle di The Stoner Skate Plaza
Sumber : http://californiaskateparks.com/skatepark-design-and-construction-portfolio/?n=Stoner+Skate+Plaza&projectID=65; diunduh 30/11/2012
Desain skatepark pada gambar di atas menunjukkan bahwa lokasi
keberadaan skatepark dapat dijadikan tema dalam perancangan hardscape
landscape.
2.2. Tinjauan arsitektur metafora
2.2.1. Metafora dalam Arsitektur
Di dalam Webster’s Third New International Dictionary metafora
didefinisikan secara tipikal sebagai “sebuah kiasan yang menggunakan sepatah kata
atau frase yang mengacu kepada objek atau tindakan tertentu untuk menggantikan
kata atau frase yang lain sehingga tersarankan suatu kemiripan atau analogi di antara
keduanya (a figure of speech in which a word or a phrase denoting one kind of object
or action is used in place of another to suggest a likeness or analogy between them)”
commit to user 34 metafora sejak dari Aristoteles sampai dengan teori semiotika yang lebih mutakhir
masih berkutat pada konsep yang menjadi kata kunci di dalam definisi ini, yaitu
kemiripan (likeness) atau analogi yang diperoleh dari sebuah perbandingan
(comparison) atas dua hal yang berbeda (Budiman, 2011:87).
Penggunaan metafora sebagai jalur untuk kreativitas dalam arsitektur telah
populer di kalangan arsitek. Penggunaan metafora telah ditemukan untuk menjadi
jalur yang lebih berguna bagi pencipta daripada pengguna atau kritikus. Faktanya,
metafora terbaik dan penggunaan terbaik penciptanya adalah ketika metafora tidak
dapat dideteksi oleh pengguna maupun kritikus. Dalam hal ini metafora adalah
“rahasia kecil” dari sang pencipta.
Dalam pengertian yang lebih luas, penggunaan metafora dapat berguna dan
bermanfaat bagi pencipta apapun. Metafora memberikan kesempatan untuk melihat
karya yang dipikirkan dalam perspektif berbeda, metafora akan memaksa sang
pencipta untuk menyelidiki hal-hal baru sehingga memunculkan interpretasi baru,
metafora akan mengirim pikiran ke sesuatu hal yang tidak diketahui sebelumnya.
Akhirnya, metafora dapat sangat membantu untuk menghasilkan konsep baru
substansial berkaitan dengan keaslian bangunan.
Menurut Anthony C. Antoniades dalam Poetic of Architecture: Theory Design
(1990:30-31), arsitektur metafora dapat diidentifikasi ke dalam tiga kategori, yakni
commit to user 35 1) Metafora abstrak (intangible metaphor), dalam hal ini keberangkatan metafora
untuk penciptaan adalah konsep, ide, kondisi manusia, atau kualitas tertentu
(individualitas, kealamian, masyarakat, tradisi, budaya).
2) Metafora konkrit (tangible metaphor), dalam hal ini keberangkatan metafora
berasal tegas dari beberapa karakter visual atau materi (rumah sebagai
benteng, atap candi sebagai langit).
3) Metafora kombinasi (combined metaphor), dalam hal ini tumpang tindih
konseptual dan visual sebagai bahan titik keberangkatan, dan visual adalah
alasan untuk mendeteksi kebajikan, kualitas, dan dasar-dasar wadah visual
tertentu (komputer, sarang lebah, keduanya sebagai “wadah” dengan proporsi
yang relevan, namun memiliki kualitas disiplin, organisasi, kerjasama).
2.2.2. Contoh Desain Arsitektur Metafora
Di bawah ini merupakan contoh desain arsitektur metafora yang dibahas oleh
Anthony C. Antoniades dalam Poetic of Architecture: Theory Design (1990:38-42).
Terdapat empat contoh desain arsitektur metafora yang dijadikan preseden pada
penelitian tugas akhir ini, yakni sebagai berikut.
1) Nakagin Tower – Kisho Kurokawa
commit to user 36 Gambar II.25 Nakagin tower
Sumber : http://www.archdaily.com/tag/nakagin-capsule-tower/; diunduh 29/11/2012
2) Kaleva Church – Reima Pietila
Bentuk gereja Kaleva (dari Kalevala, epik rakyat Finlandia) karya Reima
Pietila ini didasarkan pada bentuk ikan, dimana ikan merupakan lambang “early
Christians” yang dalam ejaan bahasa Yunani memiliki arti Yesus Kristus Anak
Tuhan, juru selamat. Ikan juga merupakan tokoh penting Kalevala, dimana
hewan tersebut menjaga dan memberi makan orang-orang Finlandia.
Gambar II.26 Kaleva church
commit to user 37 Gambar II.27 Interior Kaleva church
Sumber : http://virtualsacredspace.blogspot.com/2010/04/reima-pietilas-kaleva-church-tampere.html; diunduh 29/11/2012
3) The Stockholm Public Library – Gunnard Asplund
Sebuah bangunan perpustakaan yang melalui metafora dari tengkorak.
Dimana penampang pada ruang perpustakaan utama awalnya dipahami sebagai
penampang tengkorak sebagai rumah otak, “perpustakaan sebagai otak dari
masyarakat”.
Gambar II.28 The Stockholm Public Library
commit to user 38 4) The Berlin Philharmonic – Hans Scharoun
Bangunan Berlin Philharmonic yang didesain oleh Hans Scharoun
(1956-63) ini berasal melalui visi metafora dimana ia telah mengenai kondisi nyata,
bukit ditutupi dengan kebun anggur. Interior bangunan menjadi pengingat dari
visioner landscape. Orang adalah buah anggur, sementara platform adalah lereng
bukit, dan langit-langit adalah tenda. Landscape ini seperti “Pemandangan
Langit.” Scharoun merupakan seorang utopian dan percaya pada sosialisme,
sebagaimana dimaksud bangunan umum metaforis sebagai “kota mahkota”
(stadtkrone) atau “ruang rakyat” (volkshaus).
Gambar II.29 Interior The Berlin Philharmonic
commit to user
39
BAB III
SOLO SKATEPARK YANG DIRENCANAKAN
3.1.Esensi Solo Skatepark
Solo Skatepark merupakan sebuah bagian dari langkah pengembangan
sektor olahraga khususnya olahraga skateboard sebagai salah satu potensial kota
Surakarta. Pada hakikatnya, tujuan Solo Skatepark adalah mewadahi aktivitas
olahraga skateboard melalui wadah berupa skatepark yang mampu mendukung
potensi skateboard di Surakarta yang belum terpenuhi secara optimal.
3.2.Lingkup Pelayanan
Terdapat dua sasaran lingkup pelayanan Solo Skatepark, yakni sebagai
berikut. Pertama, sasaran skala pelayanan, Solo Skatepark yang direncanakan di
arahkan mampu mencakup acara (event) dalam skala lokal dan nasional.
Kedua, sasaran pengguna, Solo skatepark pada umumnya ditujukan bagi
masyarakat perkotaan yang menghadapi tuntutan gaya hidup perkotaan, namun
secara lebih khusus, Solo Skatepark yang direncanakan ditujukan bagi para
skateboarder yang membutuhkan wadah untuk melakukan aktivitas olahraga
skateboard.
3.3.Aktivitas
Terdapat dua aktivitas yang diwadahi Solo Skatepark. Pertama, aktivitas
utama, merupakan aktivitas olahraga skateboard meliputi latihan, kompetisi,
skatedemo, dan checkspot. Kedua, aktivitas pendukung, merupakan aktivitas yang
mendukung aktivitas utama meliputi penyegaran, penjualan peralatan, dan