• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kas 2.1.1.1. Pengertian Kas dan Unsur-unsur Kas - Analisis Penerapan Pengendalian Internal Penerimaan Kas dan Piutang Usaha pada PT. Bright Supermart M. Yamin Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kas 2.1.1.1. Pengertian Kas dan Unsur-unsur Kas - Analisis Penerapan Pengendalian Internal Penerimaan Kas dan Piutang Usaha pada PT. Bright Supermart M. Yamin Medan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kas

2.1.1.1. Pengertian Kas dan Unsur-unsur Kas

Kas merupakan salah satu unsur dari aset lancar yang dimiliki perusahaan untuk digunakan dalam membiayai kegiatan operasional. Selain itu, kas juga mempunyai sifat yang sangat likuid bila dibandingkan dengan aset lancar lainnya, sehingga berbagai bentuk penyimpangan atau penyelewengan dapat terjadi dan dilakukan oleh karyawan untuk kepentingan pribadi. Dapat dikemukakan bahwa pimpinan perlu menetapkan besarnya kebutuhan kas di perusahaan secara jelas dan sistematis agar tidak terjadi kelebihan persediaan kas di perusahaan. Di samping itu, ketersediaan kas menjadi salah satu penunjang kelancaran kegiatan operasional dalam mencapai tujuan utamanya yaitu perolehan laba usaha sehingga bila terjadi kekurangan maka dapat menghambat pencapaian tujuan perusahaan.

(2)

Menurut Munandar (2006:32), “Cash adalah semua mata uang kertas dan logam, baik mata uang dalam negeri maupun luar negeri, serta surat-surat yang mempunyai sifat seperti mata uang, yaitu sifat dapat segera dipergunakan untuk melakukan pembayaran – pembayaran pada setiap saat dikehendaki”.

Menurut Syakur (2009:51) :

Kas adalah aktiva perusahaan yang berupa uang tunai dan segala sesuatu yang dapat disifati sebagai uang tunai, yaitu :

1. Mempunyai nilai nominal

2. Dapat digunakan sebagai alat pembayaran, 3. Dapat digunakan sebagai alat ukur kekayaan, dan 4. Dapat diterima oleh bank sebagai deposito.

Menurut Santoso (2007:161):

Kas adalah salah satu unsur terpenting dalam laporan keuangan, karena keterlibatannya hampir dalam setiap transaksi perusahaan. Hal ini disebabkan bahwa hampir semua atau setiap transaksi bermula dan bermuara dengan kas, serta mengingat peranannya sebagai alat tukar (medium of exchange) dan juga sebagai dasar pengukuran bagi unsur-unsur lainnya (money measurement).

Dari definisi kas di atas, dapat dikemukakan bahwa kas merupakan salah satu alat tukar yang digunakan perusahaan untuk melakukan transaksi usaha dalam mencapai tujuan perolehan pendapatan dan laba usaha. Tingkat likuiditas yang dimiliki kas sangat tinggi sehingga dalam pengelolaan dan pengunaannya haruslah hati-hati dan tepat sasaran sehingga tidak kesalahan yang dapat menimbulkan kerugian secara material bagi perusahaan.

(3)

1. Uang tunai. Baik di mata uang dalam negeri maupun mata uang asing. 2. Cek tunai, yaitu cek yang dibuat oleh suatu pihak yang mempunyai

rekening koran bank sebagai perintah kepada kasir bank untuk melakukan pembayaran.

3. Demand deposit, yaitu simpanan uang dibank yang sewaktu-waktu dapat diambil.

4. Cashiers check, yaitu cek yang dibuat oleh pihak yang berwenang dalam suatu bank sebagai perintah kepada kasir bank itu sendiri untuk melakukan pembayaran.

5. Traveller check, yaitu cek yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang dalam suatu bank untuk kepentingan dan orang yang berpergian.

6. Certified check, yaitu cek yang diterima oleh pihak lain yang telah mendapatkan tanda tertentu dari bank sebagai bukti bahwa sebagai bukti tersebut bukan merupakan cek kosong.

7. Postal money, yaitu semacam pos wesel yang dapat ditukarkan dengan uang tunai di kantor pos.

8. Money order, yaitu surat perintah kepada pihak yang disebutkan namanya untuk melakukan pembayaran kepada pihak yang tercantum dalam money order tersebut.

9. Cash eqiuvalent, yaitu beberapa investasi jangka pendek yang sangat likuid. Suatu investasi jangka pendek dapat dikualifikasikan sebagai ekuivalen kas apabila memenuhi (1) investasi tersebut benar-benar sangat baik, 2) mempunyai harga pasar yang sangat stabil dan (3) segera dilikuiditas menjadi uang tunai dalam waktu n/90 hari.

Dengan demikian diketahui bahwa tiap perusahaan mempunyai unsur kas yang dapat berbeda tergantung dari kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan tersedianya kas yang sesuai dengan kebutuhan pimpinan perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan kas untuk tujuan produktif dan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.

2.1.1.2. Pengendalian Internal Kas

(4)

penyelewengan atas kas perusahaan maka perlu dilakukan pengendalian internal atas kas perusahaan sehingga berbagai bentuk kecurangan dapat dihindarkan dan diminimalkan resiko bila terjadi penyimpangan.

Menurut Syakur (2009:53-54), langkah-langkah penting yang dibutuhkan dalam pengendalian internal terhadap kas dan saldo kas antara lain:

1. Perusahaan harus mempunyai sistem dan prosedur perlakuan terhadap transaksi kas. Sistem dan prosedur ini akan menjamin bahwa setiap transaksi penerimaan dan pengeluaran kas diperlakukan dengan cara yang standar atau sama.

2. Lakukan pemisahan fungsi penanganan kas dari fungsi pencatatan karyawan yang menangani fisik kas diberikan akses pada pencatatan kas dan sebaliknya.

3. Setiap dokumen dalam organisasi diharuskan membuat anggaran penerimaan kas, pengeluaran kas dan saldo kas. Skedul anggaran dibuat tiap-tiap bulan selama periode akuntansi.

4. Lakukan kontrol terhadap sistem penerimaan kas, kontrol penerimaan kas tunai dapat dilakukan melalui register tape (prelist tape).

5. Semua kas yang diterima segera lakukan penyetoran ke bank.

6. Semua pembayaran lakukan dengan menerbitkan cek, pembayaran tunai hanya dilakukan untuk pengeluaran-pengeluaran kecil dengan menggunakan dana kas kecil.

7. Sebelum dilakukan pembayaran terlebih dahulu dilakukan validasi terhadap keabsahan dan jumlah setiap pengeluaran, mesti harus dilakukan pemisahan antara pihak yang mempunyai fungsi persetujuan pengeluaran dengan pihak yang menerbitkan cek.

8. Susun laporan rekonsiliasi bank secara teratur dan berkala, hal ini sebaiknya dilakukan setiap bulan.

(5)

berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran kas haruslah dibuat secara akurat, jelas dan sistematis.

2.1.2. Piutang Usaha

2.1.2.1. Pengertian Piutang Usaha dan Jenis-jenis Piutang Usaha

Menurut Munandar (2006:77), “account receivable adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain yang nantinya akan dimintakan pembayarannya jika sudah sampai pada waktunya”.

Menurut Santoso (2007:199), piutang mempunyai dua pengertian yaitu: a. Dalam arti luas, piutang merupakan segala bentuk tagihan atau klaim

perusahaan kepada pihak lain yang pelunasannya dapat dilakukan dalam bentuk uang, barang, maupun jasa.

b. Pengertian piutang untuk tujuan akuntansi adalah segala tagihan yang pelunasannya dengan menggunakan uang.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa piutang usaha merupakan tagihan perusahaan pada pihak lain dalam bentuk uang, barang atau jasa karena adanya transaksi penjualan yang dilakukan secara kredit. Piutang usaha merupakan komponen dari aset lancar yang mempunyai nilai cukup material, sehingga dalam pelaksanaan dibutuhkan pengawasan yang ketat agar tidak disalahgunakan atau diselewengkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Sementara itu menurut Hery (2011:36-37), piutang usaha dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Piutang usaha, yaitu jumlah yang akan ditagih dari pelanggan sebagai akibat penjualan barang atau jasa secara kredit. Piutang usaha memiliki saldo normal di sebelah debit sesuai dengan saldo normal untuk aktiva perusahaan.

(6)

melalui pembelian barang atau jasa secara kredit maupun melalui peminjaman sejumlah uang.

c. Piutang lain-lain, umumnya diklasifikasikan dan dilaporkan secara terpisah dalam neraca, contoh piutang bunga, piutang deviden, piutang pajak, tagihan kepada karyawan.

2.1.2.2. Pengendalian Internal Piutang Usaha

Adapun sistem pengendalian internal terhadap piutang usaha secara keseluruhan (Permatasari, 2013:15) sebagai berikut:

1. Memisahkan fungsi pegawai atau bagian yang menangani transaksi penjualan (operasi) dari fungsi akuntansi untuk piutang.

2. Pegawai yang menangani akuntansi piutang harus dipisahkan dari fungsi penerimaan hasil tagihan piutang.

3. Semua transaksi pemberian kredit, pemberian potongan dan penghapusan piutang harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang.

4. Piutang harus dicatat dalam buku – buku tambahan piutang (Accounts Receivable Subsidiary Ledger).

5. Perusahaan harus membuat daftar piutang berdasarkan umurnya (Aging Schedule).

Menurut Syakur (2009:95), langkah penting yang diperlukan dalam pengendalian piutang usaha, yaitu:

a. Pelanggan harus diklasifikasikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan manajemen.

b. Transaksi penjualan kredit harus mendapatkan persetujuan bagian kredit berdasarkan prosedur baku yang telah ditetapkan.

c. Dalam faktur harus dicantumkan syarat pembayaran yang ditetapkan.

d. Bagian piutang harus menjalankan fungsinya dengan baik berdasarkan prosedur baku yang telah ditetapkan, mempunyai catatan sistematis buku piutang, menyimpan copy faktur berdasarkan urutan tanggal jatuh tempo dan hal lainnya berkaitan dengan piutang tersebut.

e. Kegiatan penagihan harus dikendalikan dengan baik berdasarkan prosedur baku yang telah ditetapkan. Setiap hari harus membuat laporan tentang penagihan yang telah dilakukan, menyerahkan hasil penagihan disertai dengan rekapitulasi hasil penagihan kepada bagian penerimaan kas dan menyerahkan kembali faktur yang tidak dapat ditagih dan copy faktur yang dapat ditagih kepada bagian piutang.

(7)

g. Bagian akuntansi harus melakukan pencatatan piutang berdasarkan prosedur baku yang telah ditetapkan, mencocokan prelist tape yang diterima dari bagian piutang dengan prelist tape dari bagian penerimaan kas bila sudah benar akan dilakukan pencatatan dalam jurnal.

Menurut Sunyoto (2014:4), prosedur pengendalian terhadap piutang dapat dikelompokkan dalam prosedur yaitu:

a. Otorisasi yang semestinya atas transaksi dan kegiatan.

Transaksi keuangan terkait penjualan secara kredit yang nilainya melebihi batas plafond yang ditetapkan perusahaan, maka diperlukan otorisasi yang sah dari pimpinan atau atasan yang ditunjuk.

b. Pemisahan tugas

Dengan dilakukan pemisahan tugas dapat mengurangi kesempatan yang memungkinkan seseorang dalam posisi yang dapat melakukan dan sekaligus menutupi kekeliruan atau ketidakberesan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Dengan dilakukan pemisahan tugas yang jelas dan sistematis, banyak keuntungan yang diperoleh perusahaan selain semakin kecil kecurangan yang terjadi, juga hasil laporan dari pelaksanaan tugas dari tiap bagian tersebut lebih akurat dan handal.

c. Perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang memadai untuk membantu pencatatan secara semestinya transaksi atau peristiwa.

Perusahaan juga perlu membuat kebijakan atas penggunaan dokumen atau catatan yang digunakan sebagai pendukung pelaksanaan tugas di lapangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mencetak dokumen yang bernomor urut secara sistematis dan didalam dokumen yang tercetak tersebut dicantumkan nama dan tanda tangan pihak yang membuat, diketahui dan disetujui.

d. Pengamanan yang cukup atas akses dan penggunaan aktiva perusahaan dan catatan, misal penetapan fasilitas yang dilindungi dan otorisasi untuk akses ke program dan arsip data komputer. Kegiatan pengamanan dalam bidang lain yang dapat diterapkan perusahaan adalah membuat dengan jelas atas pihak yang diberikan akses atau otorisasi untuk mengetahui kegiatan operasional terhadap hal-hal penting dan urgent.

e. Pengecekan secara independen atas pelaksanaan dan penilaian semestinya atas jumlah yang dicatat,

Kegiatan pelaksanaan dan penilaian atas pengecekan pekerjaan klerikal, rekonsiliasi, perbandingan aktiva yang ada dengan pertanggungjawaban yang tercatat, pengawasan dengan menggunakan program komputer, penelaahan oleh manajemen atas laporan yang mengikhtisarkan rincian akan saldo piutang dan menurut umur piutang.

Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa piutang usaha dimiliki

(8)

dilakukan pengendalian internal yang tepat sasaran dan efektif sehingga

penyelewengan nilai piutang usaha dapat dihindarkan. Pimpinan perusahaan juga

perlu menetapkan prosedur dan penyelesaian piutang usaha mulai dari timbulnya

transaksi piutang usaha sampai penerimaan pelunasan piutang usaha sehingga harus

jelas dan sistematis sehingga pada saat pelaksanaannya dapat berjalan lancar dan

tidak mengganggu aktivitas utama perusahaan.

2.1.3. Pengendalian Internal

2.1.3.1.Pengertian Pengendalian Internal dan Tujuan Pengendalian Internal Pengendalian internal merupakan salah satu kegiatan yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengatur kegiatan operasional perusahaan agar tidak terjadi penyimpangan atau penyelewengan yang dapat merugikan perusahaan. Dengan adanya pengendalian internal yang jelas dan sistematis semua penyelesaian transaksi keuangan terjadi di lingkungan perusahaan dilakukan sesuai denagn prosedur yang berlaku, sehingga kemungkinan kecil akan timbulnya penyelewengan yang dapat merugikan perusahaan. Bagi perusahaan berskala besar, keberadaan pengendalian internal sangat besar peranannya untuk melindungi aset perusahaan dari berbagai penyimpangan untuk kepentingan pribadi atau kelompok sehingga pimpinan perusahaan hanya melakukan pengawasan atas penerapan pengendalian internal di perusahaan. Dengan adanya pengendalian internal yang jelas dan sistematis maka hal ini dapat mendorong terciptanya pengamanan atas aset perusahaan dari berbagai tindakan penyimpangan yang dapat merugikan perusahaan secara material.

(9)

lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a) keandalan laporan keuangan, b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Menurut Sawyers (2005) dalam Hamel (2013:275), menjelaskan bahwa pengendalian intern sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas dewan komisaris, manajemen atau pegawai lainnya yang didesain untuk memberikan keyakinan yang wajar tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : (a) kehandalan pelaporan keuangan; (b) efektivitas dan efisiensi operasi; dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Menurut Mulyadi (2002) dalam Zamzani dan Faiz (2015:22) definisi pengendalian intern terdapat beberapa konsep dasar, yaitu:

1. Pengendalian intern merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu. Pengendalian intern itu sendiri, bukan merupakan suatu tujuan. Pengendalian intern merupakan suatu rangkaian tindakan yang bersifat pervasif dan menjadi bagian tidak terpisahkan, bukan hanya sebagai tambahan, dari infrastruktur entitas.

2. Pengendalian intern dijalankan oleh orang. Pengendalian intern bukan hanya terdiri dari pedoman kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen dan personel lain.

(10)

dan pertimbangan manfaat dan pengorbanan dalam pencapaian tujuan pengendalian menyebabkan pengendalian intern tidak dapat memberikan keyakinan mutlak.

4. Pengendalian sistem ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan : pelaporan keuangan, kepatuhan dan operasi.

Dari definisi di atas mengenai pengendalian internal dapat dikemukakan bahwa pengendalian intern merupakan suatu kegiatan yang penting dalam pencapaian tujuan usaha. Demikian pula dalam dunia usaha mempunyai perhatian yang makin meningkat terhadap pengendalian intern agar tidak terjadi penyimpangan atau kesalahan. Pengendalian intern lazimnya merupakan semua rencana organisasional, metode, dan pengukuran yang dipilih oleh suatu kegiatan usaha untuk mengamankan harta kekayaannya, mengecek keakuratan dan keandalan data akuntansi usaha tersebut, meningkatkan efisiensi operasional, dan mendukung dipatuhinya kebijakan manajerial yang telah ditetapkan. Tujuan pengendalian intern menurut COSO (committee of Sponsoring Organizations), untuk menyediakan data yang dapat diandalkan, untuk mendorong kepatuhan terhadap kebijakan akuntansi, untuk melindungi aset dan catatan (Hamel, 2013:276). Sementara itu menurut Anastasia & Lilis dalam Habibie (2013:495), tujuan pengendalian intern menurut COSO (Committee of Sponsoring Organization), yaitu:

1. Efektivitas dan efisiensi operasi 2. Reliabilitas pelaporan keuangan

(11)

Menurut Mulyadi dalam Siwu (2013:1708), menyatakan tujuan dari sistem pengendalian intern antara lain:

1. Menjaga kekayaan dan catatan akuntansi; kekayaan fisik suatu perusahaan dapat di curi, di salah gunakan atau hancur karena kecelakaan kecuali jika kekayaan tersebut di lindungi dengan pengendalian yang memadai.

2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi; manajemen memerlukan informasi keuangan yang teliti dan andal untuk menjalanakan usahanya. 3. Mendorong efisiensi; pengendalian intern ditujukan untuk mencegah aplikasi

usaha yang tidak perlu atau pemborosan dalam segala kegiatan bisnis perusahaan dan untuk mencegah penggunaan sumber daya perusahaan yang tidak perlu.

4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen; untuk mencapai tujuan perusahaan, manajemen menetapkan kebijakan dan prosedur. Sistem pengendalian intern ditujukan untuk memberikan jaminan yang memadai agar kebijakan manajemen dipatuhi oleh karyawan perusahaan.

Dengan demikian dapat diketahui pengendalian internal yang dilakukan oleh perusahaan dalam kegiatan operasionalnya mempunyai tujuan yang sangat penting dan menyangkut secara langsung kepentingan dan kelancaran operasional. Pengendalian internal yang diterapkan haruslah merata pada semua divisi tanpa pengecualian sehingga hal ini memberikan pengaruh positif dan karyawan yang bertanggung jawab atas pekerjaannya dapat dilakukan sebaik mungkin dengan mengikuti prosedur yang berlaku.

(12)

2.1.3.2. Unsur-Unsur Pengendalian Internal

Menurut The Committee of Sponsoring Organizations of the Treatway Commission (COSO) dalam Kumaat (2011:16-17), kerangka pengendalian

internal terdiri dari lima bagian yaitu :

1. Lingkungan pengendalian (Control Environment)

Lingkungan pengendalian meliputi sikap para manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian internal organisasi. Faktor-faktor yang terkait dengan sikap dimaksud adalah :

a. Business Owner Philosophy (Single Majority atau Joint Management / Strategic Alignment).

b. Management Style (manajemen yang Progressive atau Conservative). c. Organization Structure (Centralized atau Decentralized).

d. HR&Career Development (Seniority / Loyalty-Based atau Competency / Performance-Based).

2. Penilaian resiko (Risk Assestment)

Semua organisasi menghadapi resiko, yaitu dalam kondisi apapun yang namanya resiko pasti ada dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan bisnis (Profit dan Non-Profit) maupun non bisnis.

3. Prosedur pengendalian (Control Procedure)

Prosedur pengendalian ditetapkan untuk standarisasi proses kerja, sehingga menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau mendeteksi terjadinya ketidakberesan serta kesalahan. Prosedur pengendalian meliputi hal-hal berikut :

a. Personel yang kompeten, mutasi tugas, dan cuti wajib.

b. Pelimpahan tanggung jawab dan pemisahan tanggung jawab untuk kegiatan terkait.

c. Pemisahan fungsi akuntansi, penyimpanan asset dan operasi. 4. Pemantauan (Monitoring)

Pemantauan atas sistem pengendalian internal akan dapat menemukan kekurangan serta meningkatkan efektivitas pengendalian. Pengendalian internal dapat dimonitor secara efektif melalui penilaian khusus sejalan dengan kebijakan perusahaan.

5. Informasi dan komunikasi (Information and Communication)

Informasi dan komunikasi merupakan unsur-unsur penting dari pengendalian internal perusahaan. Informasi tentang lingkungan pengendalian, penilaian resiko, prosedur pengendalian, dan pemantauan diperlukan manajemen, bagi pedoman operasional dan menjamin ketaatan dengan pelaporan hukum serta peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan.

(13)

sehingga mampu memberikan hasil maksimal dalam menerapan pengendalian internal di lingkungan perusahaan. Setiap unsur pada lingkungan pengendalian internal mempunyai peranan penting bagi kelancaran operasional perusahaan untuk mencapai tujuan utamanya.

2.1.3.3. Fungsi dan Peranan Pengendalian Internal

Menurut Karyono (2013:48), fungsi pengendalian internal secara menyeluruh guna pelaksanaan kerja audit internal, yaitu:

1. Membahas dan menilai kebaikan dan ketepatan pelaksanaan pengendalian akuntansi, keuangan serta operasi.

2. Meyakinkan apakah pelaksanaan sesuai dengan kebijaksanaan, rencana dan prosedur yang ditetapkan.

3. Meyakinkan apakah kekayaan perusahaan atau organisasi dipertanggungjawabkan dengan baik dan dijaga dengan aman terhadap segala kemungkinan resiko kerugian.

4. Meyakinkan tingkat kepercayaan akuntansi dan cara lainnya yang dikembangkan dalam organisasi.

5. Menilai kualitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang telah dibebankan.

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai fungsi pengendalian internal, diketahui bahwa pengendalian internal mempunyai fungsi penting untuk menyakinkan dan memastikan bahwa kegiatan transaksi dilakukan sesuai dengan prosedur dan kebijakan yang berlaku sehingga tercipta keseragaman dalam memberikan hasil yang diharapkan. Selain itu, pimpinan juga perlu melakukan pengawasan secara berkesinambungan atas penerapan pengendalian internal guna mendapatkan kepastian atas hasil yang diharapkan.

Berikut ini, peranan pengendalian internal bagi perusahaan (Kaunang, 2013:25), yaitu :

(14)

2. Menentukan kebenaran dari data keuangan yang dibuat dan keefektifan dari prosedur internal.

3. Memberikan dan memperbaiki kerja yang tidak efisien.

4. Membuat rekomendasi perubahan yang diperlukan dalam beberapa fase kerja. 5. Menentukan sejauh mana perlindungan pencatatan dan pengamanan harta

kekayaan perusahaan terhadap penyelewengan.

6. Menentukan tingkat koordinasi dan kerja sama dari kebijaksanaan manajemen.

Dari penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa pengendalian internal yang diterapkan perusahaan mempunyai peranan besar dalam menjaga dan melindungi aset perusahaan serta untuk memastikan manajemen memperoleh informasi keuangan yang dapat dipercaya dan di pertanggungjawabkan dalam pengambilan keputusan. Keberadaan pengendalian internal yang telah ada di lingkungan perusahaan haruslah dipertahankan dan dievaluasi sehingga diketahui apakah perlu dilakukan tindakan perbaikan atau tidak.

2.1.3.4. Jenis-jenis Pengendalian Internal dan Keterbasan Pengendalian Internal

Menurut Karyono (2013:50-51), menurut jenisnya ada beberapa macam pengendalian internal, yaitu :

1. Pengendalian preventif

Dalam hal ini pengendalian preventif dilakukan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan, sebagai upaya antisipasi sebelum terjadinya masalah yang tidak diinginkan,sebagai contoh pemisahan fungsi, editing, pengecekan kehandalan, kelengkapan dan ketepatan perhitungan.

2. Pengendalian detektif

Pada kondisi ini, pengendalian detektif merupakan jenis pengendalian yang menekankan pada upaya penemuan kesalahan yang mungkin terjadi, sebagai contoh rekonsiliasi bank, kontrol hubungan, observasi kegiatan operasional. Dengan demikian, karyawan bagian pembukuan perlu melakukan penyesuaian atau rekonsiliasi atas rekening tertentu sehingga dapat memberikan informasi yang diinginkan.

(15)

Pada kondisi ini, pengendalian korektif adalah upaya untuk mengoreksi penyebab terjadinya masalah yang diidentifikasi melalui pengendalian detektif, sebagai antisipasi agar kesalahan yang sama tidak berulang untuk masa mendatang. Masalah atau kejadian yang terjadi dapat dideteksi oleh manajemen sendiri atau oleh auditor. Bila masalah tersebut diketahui berdasarkan hasil temuan auditor, wujud pengendalian korektifnya berupa pengendalian yang dilakukan atas pelaksanaan tindak lanjut atas rekomendasi auditor.

4. Pengendalian langsung

Dalam hal ini, pengendalian langsung adalah bentuk pengendalian yang dilakukan pada saat kegiatan sedang berlangsung dengan maksud agar kegiatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perusahaan. 5. Pengendalian komprehensif

Pengendalian komprehensif adalah salah satu bentuk upaya perkuatan pengendalian karena diabaikannya suatu aktivitas pengendalian. Dengan demikian, pengendalian komprehensif harus dapat memberikan hasil maksimal bagi kepentingan dan kemajuan operasional perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa ada banyak jenis pengendalian internal yang dapat digunakan oleh perusahaan dan hal ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan hendak dicapai oleh perusahaan. Selain itu, pimpinan juga dapat menggunakan satu atau menggabungkan pengendalian internal yang akan digunakan sehingga diharapkan penggunaan pengendalian diterapkan mampu memberikan hasil yang maksimal bagi kemajuan perusahaan.

Menurut Sunyoto (2014:159), ada beberapa keterbatasan pada struktur pengendalian internal di perusahaan, yaitu:

1. Kesalahan dalam pertimbangan

Pada kondisi ini, sering kali terjadi manajemen dan personel lainnya melakukan pertimbangan yang kurang matang dalam setiap pengambilan keputusan bisnis atau dalam melakukan tugas rutin karena kekurangan informasi yang akurat, keterbatasan waktu atau penyebab lainnya.

2. Kemacetan

(16)

3. Kolusi

Dalam hal ini, kolusi yang dilakukan oleh seorang karyawan dengan karyawan lainnya atau dengan pelanggan atau pemasok bisa tidak terdeteksi oleh struktur pengendalian internal yang tidak diterapkan dengan ketat.

4. Pelanggaran oleh manajemen

Manajemen bisa melakukan pelanggaran atas kebijakan atau prosedur untuk tujuan tidak sah, seperti keuntungan pribadi atau membuat laporan keuangan menjadi terlihat baik.

5. Biaya dan manfaat

Dalam hal ini, biaya penyelenggara suatu struktur pengendalian internal seharusnya tidak melebihi manfaat yang akan diperoleh dari penerapan pengendalian internal tersebut. Meskipun pengendalian untuk sesuatu hal diperlukan, namun terkadang tidak diterapkan oleh perusahaan karena biaya penyelenggara atau pengorbanannya tidak sesuai dengan manfaat yang diperoleh.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa pengendalian internal yang telah diterapkan oleh perusahaan juga masih memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diketahui sehingga dapat disiapkan langkah antisipasi atau pencegahan untuk meminimalkan resiko yang mungkin dapat terjadi. Manajemen puncak sebelum menerapkan pengendalian internal haruslah menetapkan langkah antisipasi guna meminimalkan berbagai resiko yang dapat terjadi sehingga adanya langkah pencegahan tersebut maka terjadi kendala pada saat pelaksanaan tidak akan mengganggu aktivitas normal perusahaan. Penerapan pengendalian internal perlu dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan agar dapat memberikan manfaaat bagi kelancaran operasional perusahaan dalam memaksimalkan tujuannya.

2.1.3.5. Efektivitas Pengendalian Internal

(17)

1.Memadainya delegasi wewenang dari manajemen. 2.Secara terus menerus harus didukung oleh manajemen.

3.Staf dengan kemampuan yang cukup secara individu dan mempunyai pola pikir yang sesuai dengan keinginan manajemen dan dapat berhubungan atau berkomunikasi dengan baik.

Menurut Kumaat (2011:27), ada berbagai cara yang dapat digunakan perusahaan untuk membangun komposisi anggota tim audit internal, yaitu:

1.Berdasarkan disiplin ilmu, terdiri dari:

a. Komposisi yang relatif homogeny (umumnya accounting based)

b. Komposisi yang heterogen (yang terdiri dari latar belakang yang multi discipline).

2.Berdasarkan pengalaman kerja, terdiri dari:

a. Komposisi yang well experienced (auditor yang berpengalamanan minimal 2 tahun).

b. Komposisi yang high turnover (yang terdiri dari mayoritas fresh-graduate atau employee).

3.Berdasarlam status karyawan, terdiri dari:

a. Komposisi yang terdiri dari sepenuhnya permanent employees.

b. Komposisi yang terdiri dari sebagain SDM berstatus semi-permanent (kontrak, partime, atau outsourced).

(18)

internal perlu mendapatkan perhatian dan prioritas dari manajemen puncak sehingga hal ini dimaksudkan untuk menjaga aset perusahaan.

2.1.4. Kecurangan

2.1.4.1. Pengertian Kecurangan

Kegiatan usaha yang semakin luas dan cukup tinggi, biasanya tindakan kecurangan dapat terjadi karena adanya kesempatan dan keinginan dari karyawan untuk berbuat curang demi kepentingan pribadinya. Kecurangan yang terjadi diperusahaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan kegiatan operasional oleh karyawan. Dengan demikian, kecurangan baik skala kecil maupun besar haruslah diantisipasi secepat mungkin agar tidak terjadi berkelanjutan yang dapat membahayakan kegiatan operasional perusahaan.

Menurut Tunggal (2013:24), “Kecurangan (fraud) adalah suatu penyajian yang palsu atau penyembunyian fakta-fakta yang material yang menyebabkan seseorang memiliki sesuatu”.

Menurut Fahmi (2013:156), “Kecurangan (Fraud) merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja dan itu dilakukan untuk tujuan pribadi atau kelompok, dimana tindakan yang disengaja tersebut telah menyebabkan kerugian bagi pihak tertentu atau institusi tertentu”.

Berikut ini ada beberapa pengertian kecurangan menurut para ahli yang dikutip oleh Karyono (2013:3), yaitu:

1. Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) berpendapat bahwa kecurangan berkenaan dengan adanya keuntungan yang diperoleh seseorang dengan menghadirkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Di dalamnya termasuk unsur-unsur surprise atau tidak terduga, tipu daya, licik, dan tidak jujur yang merugikan orang lain.

(19)

untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau memaksakan kebenaran tersembunyi dan setiap cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain tertipu.

3. G.Jack Balogna dan Robert Lindquist, berpendapat bahwa kecurangan adalah penipuan yang disengaja umumnya diterangkan sebagai kebohongan, penjiplakan, dan pencurian. Fraud dapat dilakukan terhadap pelanggan, kreditor,pemasok, banker, investor, penjamin asuransi, dan pemerintah.

Berdasarkan pengertian kecurangan di atas menurut para ahli, dapat dikemukakan bahwa kecurangan yang terjadi mengandung makna sebuah penyimpangan dan atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan secara sengaja untuk tujuan tertentu seperti memberikan gambaran atau informasi yang salah dan keliru kepada pihak lain yang dilakukan oleh orang-orang baik dari dalam maupun dari luar organisasi. Kecurangan dilakukan dan dirancang untuk mendapatkan keuntungan baik pribadi maupun kelompok yang memanfaatkan peluang-peluang secara tidak jujur, baik secara langsung maupun tidak langsung merugikan pihak lain.

2.1.4.2. Klafisikasi Kecurangan

Menurut Karyono (2013:11-12), kecurangan dapat diklasifikasikan menurut pelaku kecurangannya, yaitu:

1. Kecurangan dari dalam organisasi (intern), terbagi atas dua bagian, yaitu: a.Kecurangan manajemen (management fraud)

(20)

bisnisnya berupa kejahatan lingkungan, melanggar undang-undang anti trust. Ciri-ciri white collar crime, adalah:

1. Bermaksud melakukan kejahatan (crime). 2. Menyamarkan tujuan (disguise of purpose) 3. Mempercayai kenaifan korban.

4. Menyembunyikan pelanggaran (concealment of the violation) b.Kecurangan karyawan (non management fraud)

Kecurangan karyawan merupakan tindakan-tindakan tidak jujur di dalam suatu perusahaan yang dilakukan oleh karyawan walaupun manajemen telah menciptakan langkah-langkah dan usaha tertentu untuk mencegahnya. Kecurangan karyawan ini biasanya melibatkan perpindahan aset dari pemberi kerja, dan merupakan tindakan langsung dari pencurian dan atau manipulasi.

2. Kecurangan dari luar organisasi (ekstern)

Kecurangan dari pihak luar organisasi antara lain dilakukan oleh pemasok, leveransir dan oleh kontraktor, dengan cara:

a.Pengiriman barang yang lebih sedikit, dan penggantian barang dengan kualitas rendah.

b.Penyerahan pekerjaan dengan kualitas yang rendah.

c.Penagihan ganda atau penagihan lebih besar dari prestasi yang diberikan. 3. Kecurangan yang melibatkan orang dalam dan orang luar organisasi

Kecurangan ini dilakukan melalui kerjasama yang tidak sehat (kolusi) atau persengkongkolan antara orang dalam dan luar organisasi, seperti pimpinan proyek pemerintah bersama kontraktor sepakat untuk menandatangani Berita Acara Serah Terima Pekerjaan yang akan dijadikan dasar pembayaran lunas terhadap pekerjaan yang tercantum dalam kontrak.

Menurut Fahmi (2013:158-189), adapun bentuk-bentuk kecurangan yaitu:

1. Intentional error

Kekeliruan bisa disengaja dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri dalam bentuk window dressing (merekayasa laporan keuangan supaya terlihat lebih baik agar lebih mudah mendapat kredit dari bank) dan check kitting (saldo rekening bank ditampilkan lebih besar sehingga rasio lancar terlihat lebih baik)

2. Unintentional error

Kecurangan dapat terjadi secara tidak disengaja (kesalahan manusiawi), misalnya salah menjumlah atau penerapan standar akuntansi yang salah karena ketaktahuan.

3. Collusion

(21)

intern perusahaan cukup baik. Salah satu cara pencegahan yang banyak digunakan dilarangnya pegawai yang mempunyai hubungan keluarga (suami-istri, adik-kakak) untuk bekerja diperusahaan yang sama.

4. Intentional misrepresentation

Memberi saran bahwa sesuatu itu benar, padahal itu salah, oleh seseorang yang mengetahui bahwa itu salah.

5. Negligent misrepresentation

Pernyataan bahwa sesuatu itu salah oleh seseorang yang tidak mempunyai dasar yang kuat untuk menyatukan bahwa hal itu betul.

6. False promises

Sesuatu janji yang diberikan tanpa keinginan untuk memenuhi janji tersebut. 7. Employee fraud

Kecurangan yang dilakukan pegawai untuk menguntungkan dirinya sendiri. Hal ini banyak di jumpai dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari office boy yang memainkan bon pembelian makanan sampai pegawai yang memasukkan pengeluaran pribadi untuk keluarganya sebagai biaya perusahaan.

8. Management fraud

Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen sehingga merugikan pihak lain, termasuk pemerintah. Misalnya manipulasi pajak, manipulasi kredit bank, kontraktor yang menggunakan cost plus fee.

9. Organized crime

Kejahatan yang terorganisasi, misalnya pemalsuan kartu kredit, pengiriman barang melebih atau kurang dari yang seharusnya dimana si pelaksana akan mendapat bagian 10%.

10.Computer crime

Kejahatan dengan memanfaatkan teknologi komputer, sehingga si pelaku bisa mentransfer dana dari rekening orang lain kerekening sendiri.

11.White collar crime

Kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang berdasi (kalangan atas), misalnya mafia tahan, paksaan secara halus untuk merger, dan lain-lain.

(22)

tujuan yang hendak dicapai dari kecurangan dilakukan, sehingga upaya penyelesaian atau penanggulangan berbeda-beda.

2.1.4.3. Tanda-tanda Kecurangan dan Pencegahan Kecurangan

Kemampuan dan keterampilan untuk mengidentifikasi atau mendeteksi kecurangan yang terjadi sangat dibutuhkan sehingga dapat segara diambil langkah penyelesaian atau pencegahan agar tidak terjadi berkesinambungan di masa mendatang dan membahayakan operasional perusahaan dalam mencapai tujuan utamanya.

Menurut Tunggal (2013:131-132), berikut ini tanda-tanda adanya kecurangan, antara lain:

1. Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun-tahun sebelumnya.

2. Perbedaan antara buku besar dengan buku tambahan. 3. Perbedaan antara yang terungkapkan dari hasil konfirmasi. 4. Transaksi yang tidak didukung oleh bukti yang memadai.

5. Transaksi yang tidak dicatat sesuai dengan otorisasi manajemen baik yang khusus, maupun yang umum.

6. Penyelesaian yang tidak lazim menjelang atau pada tanggal neraca. 7. Terdapat banyak koreksi dalam pembukuan.

8. Pencatatan yang sengaja dirumitkan.

9. Perusahaan dalam kesulitan keuangan (ada tendensi manajemen melakukan berbagai penyimpangan).

10.Pembatalan yang diberikan bagi auditor (internal atau eksternal) oleh karyawan.

11.Penyampaian SPT yang tidak didasarkan pada angka audit. 12.Seseorang menangani hampir semua transaksi yang penting.

13.Terdapat perbedaan kepentingan (conflict of interest) pada tugas pekerjaan karyawan.

14.Tidak ada pengambilan cuti karyawan atau pada saat cuti, tidak ada orang yang menggantikan karyawan yang sedang cuti tersebut.

15.Tidak ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas. 16.Supervisi yang lemah.

17.Tidak ada rotasi pekerjaan karyawan. 18.Pengendalian operasi yang tidak baik. 19.Perkembangan perusahaan yang sulit.

(23)

22.Kompetesi yang meningkat.

23.Situasi karyawan yang sedang dalam tekanan karena banyak berhutang, menderita sakit berat, mengalami masalah perjudian, masalah alkohol, turunnya moral karyawan dan lain-lain.

Dengan mengetahui tanda-tanda dari kecurangan di perusahaan, hal ini dapat dengan cepat menjadikan manajemen dengan cepat dan respon memberikan solusi untuk penanganan dari kecurangan yang baru terjadi atau telah terjadi. Tiap bentuk tanda kecurangan yang timbul dan terjadi di perusahaan akan membutuhkan penanganan yang berbeda dan lama waktu dibutuhkan untuk penyelesaian kecurangan tersebut. Dengan adanya penanganan yang tepat dan berdaya guna diharapkan kegiatan operasional perusahaan tidak terganggu baik jangka pendek maupun jangka panjang

Menurut Karyono (2013:71-74), adapun pencegahan menurut jenis fraud-nya antara lain :

1. Pencurian kas sebelum dicatat

a. Dilakukan pemisahan fungsi pencatatan penyimpanan dan otorisasi sehingga bila terjadi fraud dapat diketahui karena adanya perbedaan hasil kerja pada fungsi-fungsi itu.

b. Pengamanan akses fisik akun sehingga peluang untuk pencurian dapat dibatasi atau dicegah.

c. Pencatatan transaksi tepat waktu (tepat tanggal) dan tepat jumlah sehingga sisa kas yang ada terkontrol saldonya dengan catatan yang ada. d. Rekonsiliasi secara berkala dan rutin sehingga terhadap sisa kas di bank

dapat diketahui keberadaannya setiap saat.

e. Klasifikasi akun secara tepat agar ketidaktepatan posting dapat dicegah. f. Pengendalian cek dan penerimaan uang, agar keamanan uang keluar

dapat terkontrol.

2. Pencurian kas sesudah dicatat (Larceny)

a. Pemisahan fungsi penerimaan kas, opname fisik, dan penyetoran ke bank dan rekonsiliasi.

b. Rotasi dan keharusan cuti bagi pengelola kas agar pegawai tidak dapat menyembunyikan perbuatan curangnya.

c. Opname secara mendadak agar setiap terjadi kekurangan kas dapat diketahui secara dini dan mencegah terjadinya kecurangan.

(24)

3. Kecurangan penagihan (Billing scheme)

a. Pemberian nomor urut pracetak (prenumbered), sehingga mempersempit penyalahgunaan bukti penagihan.

b. Otorisasi yang tepat dan dipatuhi dalam pelaksanaannya, sehingga hanya orang tertentu yang diberi kewenangan penagihan.

c. Dibuka pengaduan dari pihak yang terkait. 4. Kecurangan persediaan (inventory fraudulent)

a. Inventarisasi oleh petugas independen secara mendadak dan rutin untuk mengurangi niat kecurangan karena cepat ketahuan dengan adanya inventarisasi mendadak.

b. Pemisahan antara otorisasi, penyimpan, dan pencatat agar terjadi saling kontrol ketiga fungsi itu.

c. Dokumen penerimaan pracetak (prenumbered) sehingga sulit terjadi penyalahgunaan dokumen.

d. Pengamanan fisik terhadap persediaan berupa tempat penyimpanan (kunci, satpam) dibatasi aksesnya dan dapat juga dengan menggunakan elektronik (kamera) dan sebagainya, sehingga pelaku kecurangan sulit aksesnya ke persediaan.

5. Kecurangan pembayaran (Disbursement Fraudulent)

a. Terhadap petugas register dilakukan pengawasan langsung dan ada supervisi dekat fisik uangnya.

b. Akses ke register harus diawasi secara ketat dan kode akses register juga dijaga ketat.

c. Kelengkapan pita kas register dan urutan nomornya di-review.

d. Dokumen register yang lengkap dan kas harus dikirim ke orang yang tepat sesegera mungkin.

6. Kecurangan pengeluaran cek

a. Adanya pemisahan yang melekat pada kewenangan penandatanganan, rekonsiliasi dan penyiapan cek.

b. Rekening koran bank direkonsiliasi segera setelah diterima bulanan dan dilakukan oleh bukan orang yang menandatangani cek sehingga bila terjadi kecurangan kas di bank dapat segera diketahui.

c. Bandingkan pembayaran dengan cek kepada seseorang dengan pembayaran tunai kepada orang yang sama agar kecurangan pembayaran ganda dapat dicegah dan diketahui secepatnya.

d. Adanya ketentuan pembatasan jumlah maksimum pembayaran bank, bekerjasama dengan pihak bank.

7. Penyimpangan pemalsuan fisik cek

a. Pembelian cek baru harus melalui prosedur yang baku dan tidak sembarang orang diperkenankan membeli cek.

b. Cek yang belum diketahui dipakai disimpan aman dan aksesnya hanya orang yang diberi kewenangan.

c. Cek yang hilang segera dilaporkan agar tidak ada kesempatan penyalahgunaan.

d. Cek yang dibatalkan disimpan dengan aman dan cek yang tidak dipakai dimusnahkan.

(25)

8. Kecurangan pengadaan barang/jasa

a. Otorisasi yang tepat dan dipatuhi dalam pelaksanaannya.

b. Kompetensi personel yang terlibat pengadaan dan pemisahan fungsi yang harus dilaksanakan.

c. Pengadaan barang/jasa harus berdasarkan permintaan calon pemakai. d. Setiap permintaan barang/jasa harus jelas jumlahnya, kualitas/spesifikasi

teknisnya dan waktu pengadaannya dengan memperhatikan sisa barang yang masih ada.

e. Realisasi pengadaannya dilakukan secara kompetitif dan taat aturan. f. Setiap penerimaan barang dihitung dengan teliti dan diperiksa

kualitas/spesifikasi teknisnya oleh petugas yang kompeten dan dibandingkan dengan kontrak atau dokumen pengadaannya.

g. Pencatatan transaksi dilakukan dengan tepat dalam jumlah dan waktu. h. Dilakukan review internal pada setiap proses pengadaannya.

i. Dilakukan penelitian atas adanya konflik/pertentangan kepentingan. j. Dibuka media pengaduan dari rekanan atau pemasok.

k. Ada ketentuan yang mengatur tindak lanjut setiap pelanggaran atau penyimpangan dan dipantau pelaksanaannya.

Menurut Tunggal (2013:126-127), kecurangan dapat dicegah oleh manajemen dengan mengimplementasikan pengendalian internal yang baik sebagai berikut:

1. Memberikan insentif atau benefit yang cukup memadai. 2. Penyerderhanaan struktur organisasi.

3. Adanya internal check antara beberapa bagian yang berhubungan dengan memperhatikan pemisahan fungsi berikut:

a. Membuat atau menyetujui transaksi b. Melaksanakan transaksi

c. Membukukan transaksi

4. Supervisi atau pengawasan yang cukup.

5. Evaluasi dari kewajaran transaksi hubungan istimewa (related party transaction).

6. Adanya rotasi pegawai.

7. Diwajibkan setiap pegawai untuk menggunakan hak cutinya dan selama itu pekerjaan dikerjakan oleh orang lain.

8. Tindakan yang tegas atau berat bagi setiap pelaku kecurangan.

9. Adanya pelaksana yang kompeten (ahli dibidangnya) dan dapat dipercaya dengan garis dan kewajiban yang jelas.

10.Tersedianya catatan dan dokumen yang memadai.

11.Adanya pengendalian secara fisik terhadap setiap aset serta catatan perusahaan.

12.Pelaksanaan audit secara independen (melalui auditor internal atau eksternal).

(26)

a. Pemberian uang, hadiah atau jasa setiap orang atau perusahaan kepada siapa perusahaan melakukan bisnis.

b. Penggunaan informasi perusahaan untuk tujuan pribadi.

c. Penggunaan waktu perusahaan atau fasilitas untuk kepentingan pribadi. d. Ikut serta dalam manajemen (secara langsung) pada setiap perusahaan

swasta.

e. Meminjamkan kepada pegawai.

14.Melakukan asuransi kerugian atau kehilangan

Dapat dikemukakan bahwa berbagai bentuk kecurangan dapat terjadi dilingkungan perusahaan, baik sifatnya sederhana maupun sudah komplek. Pengetahuan dan pemahaman mengenai berbagai bentuk kecurangan perlu diketahui dan dipahami dengan baik sehingga dapat ditetapkan langkah antisipasinya dengan menerapkan pengendalian internal secara handal dan kompeten, sehingga berbagai bentuk kecurangan yang dapat dilakukan oleh pribadi atau kelompok diperusahaan dapat dihindari semaksimal mungkin.

2.2. Penelitian Terdahulu

(27)

No Nama & Judul Hasil

Hasil menunjukkan bahwa penerapan pengendalian intern terhadap piutang usaha pada PT. Nusantara Surya Sakti Amurang cukup efektif. Hal ini terlihat dari diterapkan unsur pengendalian intern piutang usaha yang layak dan memadai ditunjang dengan kebijakan dan prosedur pemberian kredit yang baik. Aktivitas pengendalian perlu adanya pemisahan tugas antara bagian pembukuan dan bagian penerimaan kas dan fungsi pemeriksaan audit internal harus lebih ditingkatkan

2 Nadlifah (2013)

Evaluasi pengendalian internal penerimaan kas dan piutang usaha studi pada perusahaan timbangan PT.

Panggung Baru Semarang

Hasil menunjukkan bahwa pengendalian internal penerimaan kas dan piutang usaha PT. Panggung Baru Semarang belum memenuhi unsur pengendalian internal yang memadai, karena tidak adanya pemisahan tugas untuk fungsi penagihan, fungsi penerimaan kas, dan fungsi akuntansi, kasir yang tidak diasuransikan dan tidak terdapat perputaran jabatan sehingga penyelewengan mungkin dapat terjadi Penelitian Terdahulu

(28)

2.3. Kerangka Konseptual Berdasarkan latar belakang penelitian dan uraian teoritis, berikut ini disajikan

kerangka konseptual dari penelitian yang dilakukan, yaitu:

Gambar: 2.1 Kerangka Konseptual

Berdasarkan gambar di II.1 di atas dapat diketahui dalam kegiatan operasional perusahaan perlunya diterapkan sistem pengendalian internal terutama pada penerimaan kas dan piutang usaha. Kas merupakan aset lancar yang paling likuid dan mudah diselewengkan oleh karyawan sehingga bila tidak dilakukan pengendalian internal secara ketat dan sistematis maka akan terjadi kecurangan atau penyimpangan

No Nama & Judul Hasil

Tahun

3 Hartati

(2009)

Analisis Pengendalian Intern Piutang Usaha pada PT. SFI Medan

Hasil pengujian menunjukkan bahwa dari unsur pengendalian internal menurut kerangka kerja COSO, unsur penentuan resiko dan unsur aktivitas pengendalian kurang efektif. Sedangkan unsur lingkungan pengendalian, undur informasi dan

komunikasi serta unsur pengawasan atau pemantauan telah efektif.

SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL

Pengawasan Penerimaan Kas dan Piutang Usaha

Efektifivitas / Efisiensi

(29)

dan dapat menimbulkan kerugian secara material bagi perusahaan. Selain itu, piutang usaha merupakan aset lancar yang cukup likuid dan mempunyai nilai yang material, sehingga adanya pengendalian internal yang baik dan tepat maka tindakan kecurangan seperti penundaan pencatatan (lapping) dapat terhindar.

Dengan demikian, penerimaan kas dan piutang usaha merupakan aset lancar dmiliki perusahaan dan sering terjadinya tindakan kecurangan atau penyelewengan baik dilakukan oleh karywan maupun bekerja sama dengan customer. Adanya sistem pengendalian internal yang akurat dan sistematis maka akan terwujud efektivitas perusahaan dalam mencapai tujuan utamanya dan efisiensi usaha juga tercapai demi kelangsungan usaha. Untuk itu, kegiatan operasional yang efektif dan efisien dapat mengoptimalkan perolehan laba usaha seperti yang telah direncanakan oleh pimpinan perusahaan

Karyono (2013), berpendapat bahwa dalam kegiatan pengawasan penerimaan kas dan piutang usaha yang terdapat di perusahaan sebaiknya menerapkan sistem pengendalian internal dengan baik dan benar sehingga hal ini ditujukan agar tercipta efektivitas atau efisien dalam operasional perusahaan. Dengan adanya efektivitas dan efisiensi usaha maka tujuan untuk perolehan laba usaha dapat dioptimalkan sedemikian rupa.

2.4. Hipotesis

Berdasarkan uraian teoritis dan latar belakang penelitian, berikut ini disajikan hipotesis penelitian sebagai berikut: Penerapan pengendalian internal penerimaan kas dan piutang usaha pada PT. Bright Supermart M. Yamin Medan cukup efektif dalam

Gambar

Penelitian TerdahuluTabel 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Namun pada neonatus dengan gejala klinis TB dan didukung oleh satu atau lebih pemeriksaan penunjang (foto toraks, patologi anatomi plasenta dan mikrobiologis darah v.umbilikalis)

Skripsi berjudul “Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Angka Kesakitan Malaria: Studi di Provinsi Lampung” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Tujuan dari penulisan ini adalah membuat aplikasi yang dapat memberikan rekomendasi pemesanan iklan yang optimal, data yang saling terintegrasi, dan kalkulasi

digunakan dalam penerimaan kas, kemudian menganalisis unsur-unsur pengendalian internal penerimaan kas yang terdiri dari struktur organisasi, otoritas dan prosedur

Yamin Medan yaitu mempunyai unsur- unsur pengendalian internal seperti yang terdapat pada COSO yang terdiri dari lingkungan pengendalian (pemisahan tugas dan tanggung jawab yang jelas

Adapun prosedur dari Pretest dan Posttest One Group Design adalah : Memberikan pretest kepada siswa kelas VIII D SMP Negeri 1 Ngariboyo untuk mengukur tingkat

Sementara untuk tujuan makalah ini adalah merancang Sinkronisasi dan CS pada audio watermarking, menganalisis kualitas audio yang sudah disisipkan watermark dibandingkan

Dimana apabila menunjukan status tersedia dari sebuah sarana pada suatu tanggal tertentu itu artinya sarana tersebut masih bisa untuk dilakukan pemesanan karena